Anda di halaman 1dari 7

KROMATOGRAFI LAPIS TIPIS

A. Tujuan Praktikum
Menentukan nilai Rf dengan menggunakan pelarut yang berbeda beda pada ekstrak daun jambu
biji (Psidium Guajava L.)

B. Prinsip Praktikum
Ekstrak ditotolkan pada plat KLT, Kemudian plat dimasukan kedalam wadah/chamber yang
berisi fase gerak/elusi sehingga komponen dalam ekstrak terpisah

C. Alat dan bahan


1. Alat yang kami digunakan dalam praktikum kali ini yaitu :
Cawan porselin, Chamber, Gelas beker, Gelas ukur, Pipet tetes, Penggaris, Pensil 2B Pipa
kapiler, Spatula, Alat UV, Batang pengaduk
2. Bahan yang kami digunakan dalam praktikum kali ini yaitu :
Kertas saring, Kertas label, Tissue, Ekstrak daun jambu, Plat KLT (silika gel), Etanol, Metanol,
N-heksan, Amonia, Kloroform, Etil asetat

D. Cara Kerja
Dilakukan aktivasi Plat Lempeng
Disiapkan ekstrak, diencerkan
KLT pada suhu 120℃, Selama 30
menggunakan pelarut etanol 70%
menit didalam Oven

Disiapkan potongan kertas saring, Disiapkan potongan lempeng KLT


yang digunakan untuk dengan ukuran P = 5 cm ; L = 1 cm ;
menjenuhkan fase gerak/eluen ; Batas atas = 0,5 cm dan Batas bawah
disesuaikan dengan ukuran = 0,5 cm
\ chamber

Dimasukan potongan kertas saring, lalu


Dibuat eluen atau fase gerak ditutup Chamber dan biarkan hingga
dengan mencampur pelarut jenuh / fase gerak terserap oleh kertas
berdasarkan tingkat kepolaran saring hingga diujung kertas saring
pelarut dengan ekstrak (2 atau 3
pelarut)

Diamati penampakan noda yang Ditotol sampel pada lempeng KLT


muncul, dilihat menggunakan alat dengan menggunakan pipa kapiler dan
UV dielusi pada chamber, ditunggu hingga
selesai (Tepat pada batas atas)

Dihitung Nilai Rf :
Jarak yang ditempuh noda
Jarak yang ditempuh pelarut
E. Hasil Praktikum

No. Fase gerak Perbandingan Hasil Dokumentasi

Belum Jenuh, noda


1. Etanol : N-Hexane 2:3 tidak memisah dan
tidak jelas

Belum jenuh, noda


2. Etanol : N-Hexane 4:1
tidak memisah

Terlalu polar
sehingga noda
3. Aquades ; N-Hexane 4:1
menumpuk
ditengah

4. Metanol : Amonia 4:1

Sudah jenuh
Etanol : Metanol : N- terdapat 2 noda
5. 1:1:1
Hexane yang tidak memisah
(belum bagus)

Etanol : Metanol : Belum jenuh,


6. 1:1:1
Kloroform Kurang polar

Belum terlalu
Etil asetat : N-Hexane
7. 1:1:1 jenuh, noda
: Metanol
memisah

Sudah terbentuk
Etil asetat : Metanol :
8. 1:1:2 noda yang baik,
N-Hexane
terdapat 7 noda
F. Perhitungan
Dihitung Nilai Rf dengan menggunakan rumus :

1) Rf = = 0,3 cm

2) Rf = = 0,3 cm

3) Rf = = 0,5 cm

4) Rf = = 0,8 cm

5) Rf = = 0,9 cm

6) Rf = = 0,9 cm

7) Rf = = 1 cm

G. Pembahasan
Pada praktikum kali ini yaitu mengenai kromatografi lapis tipis (KLT) untuk menenukan nilai Rf
dari ekstrak daun jambu biji (Psidium Guajava L.). KLT merupakan salah satu metode isolasi
yang terjadi berdasarkan perbedaan daya serap adsorben terhadap komponen – komponen kimia
yang akan bergerak mengikuti kepolaran eluen (Surya darma, 2014). Oleh karena daya serap
adsorben terhadap komponen/analit tidak sama, maka komponen bergerak dengan kecepatan
yang berbeda, sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan (Rubiyanto, 2017)
Pelaksanaan KLT menggunakan sebuah lempeng tipis silika yang seragam, Gel silika merupakan
fase diam yang bersifat sebagai adsorben (penyerap) Partikel silika gel mengandung gugus
hidroksil di permukaannya, yang akan membentuk ikatan hidrogen dengan molekul – molekul
polar (Soebagio, 2002)
Fase dalam hal ini lempeng silika gel, sebelum digunaka harus diaktifasi terlebih dahulu, dengan
cara dilakukan pemanasan lempeng KLT di dalam oven pada suhu 120℃ selama 30 menit.
Tujun diaktivasinya lempeng KLT yaitu untuk menghilangkan pengotor dan pelarut sia
pencucian, dan juga mengaktifkan gugus silanol dan siloksan dari plat (Kusmardiyani dan
Nawawi, 1992). Sebelum digunakan terlebih dahulu dibuat sesuai ukuran yaitu panjangnya 5 cm,
dan lebar 1 cm, batas atas dan batas bawah = 0,5 cm. Kemudian dipotong menggunakan cutter,
tidak disarankan menggunakan gunting, Karena menggunting lempeng menyebabkan lepasnya
sorben dari pendukungnya. Akibatnya terjadi kesenjangan kapilaritas antara sisi lapisan sorben
tepi, lebih cepat pada sisi tepi dibandingkan dengan sisi tengah dari kromatografi tersebut,
sehingga menyebabkan deformasi noda dan kromatografi miring dan menyimpang jalur. Dan
juga saat penanganan lempeng diusahakan tidak meninggalkan sidik jari ataupun keringat pada
sorben lempeng KLT karena dapat mei=ninggalkan kototran pada lempeng, sehingga
menyebabkan kemunculan noda tambahan yang tidak diinginkan (lestyo wulandari, 2011)
Selanjutnya penanganan eluen atau fase gerak perlu diperhatikan karena merupakan faktor yang
paling berpengaruh pada sistem KLT. Fase gerak dapat terdiri dari satu pelarut atau campuran 2-
6 pelarut. Campuran pelarut harus saling campur dan tidak ada tanda – tanda kekeruhan. Fungsi
eluen dalam KLT yaitu : Untuk melarutkan campuran zat, untuk mengangkat atau membawa
komponen yang akan dipisahkan, dan untuk memberikan selektivitas yang memadai: Pemilihan
eluen yang cocok dapat dilakukan melalui tahap optimasi eluen, yang diawali dengan
menentukan sifat fisika kimia analit yang akan dianalsis, dan jenis sorben fase diam yang
digunakan analit yang bersifat polar akan memiliki afivitas tinggi terhadap pelarut polar dan
afivitasnya rendah terhadap pelarut non polar begitupun sebaliknya.
Karena sampel kami bersifat polar, sehingga eluen atau fase gerak yang dan digunakan harus
dinaikkan kepolarannya untuk membantu naiknya eluen sehingga memungkinkan terjadi
pemisahan noda. Pengerjaan KLT: totalnya yang kami lakukan sebanyak 8 kali percobaan. Eluen
atau fase gerak yang Kami gunakan terdiri dari pelarut etanol, metanol, amonia, dan etil asetat, N
Hexan dan kloroform Dengan Kombinasi 2-3 pelarut Sebelum dielusi fase gerak harus
dijenuhkan terlebih dahulu didalam chamber yang bertujuan untuk menyamaratakan tekanan uap
dari fase gerak yang digunakan sehingga pemisahan dapat berjalan dengan baik (Kusmardiyani
dan Nawawi 1992). Selanjutnya, sampel diencerkan (tidak terlalu encer), tujuannya agar mudah
masuk kedalam pipa Kapiler. Kemudian sampel ditotolkan pada plat KLT tepat ditengah garis
batas-bawah untuk memudahkan penampakan noda dan harus diperhatikan untuk penotolan
dipastikan cukup satu tetes atau totolan jangan sampai berlebih karena dapat berpengaruh pada
noda yang ditimbulkan (noda yang dihasilkan bercabang) Plat dielusi dalam chamber hingga
pelarut sampaai pada batas atas plat kemudian diangkat dan diamati pada alat UV.
Percobaan pertama digunakan eluen etanol N Heksane (2:3) hasilnya belum jenuh dan, noda
tidak memisag, dan tidak jelas. Kedua digunakan eluen Etanol, N Heksana 4:1 ternyata hasilnya
masih sama belum jelas dan noda tidak memisah, ketiga, digunakan eluen Aquades : N-heksane
(4:1), hasilnya terlalu polar sehingga noda menumpuk disatu bagian; Keempat Metanol : Amonia
(4:2), hasilnya belum jenuh, noda tidak memisah Kelima digunakan 3 campuran pelarut
Metanol : Etanol : N Heksane (1:1:1) hasilnya sudah jenuh terdapat noda Rf tetapi nodanya
belum bagus Keenam digunakan etanol : metanol : kloroform (1:1:1) hasilnya belum jenuh dan
kurang polar. Ketujuh digunakan etil asetat : N-heksan : Metano (1:1:2) hasilnya belum terlalu
jenuh, noda Sudah memisah, tetapi belum jenuh di alat UV. Kedelapan digunakan etil asetat :
Metanol : N-heksane (1:1:2) dan diperoleh hasil sudan jenuh, noda memisah diperoleh sebanyak
7 Rf. Sehingga hasil percobaan yang kedelapan yang kami ambil untuk dihitung nilai Rfnya.
Adapun nilai Rf yang Menunjukkan pemisahan yang cukup baik yaitu berkisar antara 0,2-0,8
( Rohman. 2009)
Hasil nilai Rf yang kami dapat yaitu pada 7 Rf antara lain noda yang muncul di awal secara
Visual pada alat UV dengan panjang gelombang 254 nm dari 365 nm untuk sinar uv 254 nm
berwarna hijau, Sedangkan sinar UV 865 nm beerwarna ungu kebiruan. Dari hasil yang didapat
terdapat nilai Rf yang lebih dari standar, sehingga kandungan senyawa dalam sampel
kepolarannya tinggi dan menyebabkan nilai Rf lebih besar.
Hubungan dengan dunia farmasi KLT dapat diterapkan Untuk mengidentifikasi senyawa
senyawa obat contohnya obat paracetamol, dalam sediaan paten yang beredar dipasaran apakah
memenuhi persyaratan mutu obat atau tidak sehingga dengan kadar yang tepat obat dapat
memberikan efek terasa yang baik dan dikehendaki (Rohman, 2009)

H. Kesimpulan
Percobaan pertama digunakan eluen etanol N Heksane (2:3) hasilnya belum jenuh dan,
noda tidak memisah dan tidak jelas. Kedua digunakan eluen Etanol, N Heksana 4:1 ternyata
hasilnya masih sama belum jelas dan noda tidak memisah, ketiga, digunakan eluen Aquades : N-
heksane (4:1), hasilnya terlalu polar sehingga noda menumpuk disatu bagian; Keempat Metanol :
Amonia (4:2), hasilnya belum jenuh, noda tidak memisah Kelima digunakan 3 campuran pelarut
Metanol : Etanol : N Heksane (1:1:1) hasilnya sudah jenuh terdapat noda Rf tetapi nodanya
belum bagus Keenam digunakan etanol : metanol : kloroform (1:1:1) hasilnya belum jenuh dan
kurang polar. Ketujuh digunakan etil asetat : N-heksan : Metano (1:1:2) hasilnya belum terlalu
jenuh, noda Sudah memisah, tetapi belum jenuh di alat UV. Kedelapan digunakan etil asetat :
Metanol : N-heksane (1:1:2) dan diperoleh hasil sudan jenuh, noda memisah diperoleh sebanyak
7 Rf.
DAFTAR PUSTAKA

Kumardiyani s. Nawawi A. 1992. Kimia Bahan Alam . Universitas Bidang Ilmu Hayati Pusat
Antar: Jakarta Lestyo. Wulandari .2011 Kromatogradi Lapis Tipis (KLT) PT - Taman Kampus
Presindo : Jember.
Rubiyanto D. 2017. Metode Kromatografi : Prinsip Dasar,Praktikum , dan pendekatan
pembelajaran Kromatografi. Yogyakarta (ID) : Deepublish
Rohman Abdul. 2009. Kromatografi untuk analisis obat. Yogyakarta : Graha Ilmu
Soebagio 2003. Metode pemisahan. Universitas Gadjah Mada: Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai