Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH KIMIA ALAM BAHAN LAUT

”Saponin Laut”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK IV

RAHMAWATI (518011202)
IIN KARDINASARI (51519011006) / TIDAK AKTIF
DIAN EKAWATI RACHMAN (518011152) / TIDAK AKTIF
SALMAN ARFANDY (518011398) / TIDAK AKTIF

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Penyusunan makalah ini dimaksudkan
untuk memenuhi tugas KIMIA BAHAN ALAM LAUT.
Saya menyadari makalah ini masih kurang sempurna oleh karena itu, kritik
dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan guna
penyempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Aamiin.

Makassar, 29 April 2021

Penyusun

2
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ................................................................................ 1
KATA PENGANTAR ............................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................ 3
BAB I PENDAHULUAN .................................................................... 4
A. Latar Belakang..................................................................... 4
B. Rumusan Masalah ..............................................................
C. Tujuan Makalah....................................................................
D. Kegunaan Makalah...............................................................
BAB II PEMBAHASAN ........................................................... 6
A. Pengertian Senyawa Saponin
B. Karakteristik Senyawa Saponin
C. Klasifikasi Senyawa Saponin
D. Sumber Penghasil Senyawa Saponin
E. Saponin dalam etnobotani
F. Aplikasi Saponin Serta Contoh Dari Jurnal Penelitian

BAB III PENUTUP ............................................................................... 31


A. KESIMPULAN ........................................................ 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 33

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Saponin yang banyak terkandung dalam tanaman telah lama digunakan
untuk pengobatan tradisional (Deore et al., 2009; Wink, 2015). Saponin merupakan
senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas pada tanaman tingkat tinggi serta
beberapa hewan laut dan merupakan kelompok senyawa yang beragam dalam
struktur, sifat fisikokimia dan efek biologisnya (Patra and Saxena, 2009; Addisu and
Assefa, 2016). Pada awalnya, para ahli nutrisi ternak secara umum sependapat bahwa
saponin merupakan senyawa yang dapat mengganggu pertumbuhan dan kesehatan
ternak (Khalil and El-Adawy, 1994). Namun dengan, semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan, saat ini saponin telah diketahui juga memiliki dampak positif baik pada
hewan ternak maupun manusia.
Di kehidupan sehari-hari kita sering melihat peristiwa buih yang disebabkan
karena kita mengkocok suatu tanaman ke dalam air. Secara fisika buih ini timbul
karena adanya penurunan tegangan permukaan pada cairan (air). Penurunan tegangan
permukaan disebabkan karena adanya senyawa sabun (bahasa latin = sapo) yang dapat
mengkacaukan iktan hidrogen pada air. Senyawa sabun ini biasanya memiliki dua
bagianyang tidak sama sifat kepolaranya. Dalam tumbuhan tertentu mengandung
senyawa sabun yang biasa disebut saponin. Saponin berbeda struktur dengan senywa
sabun yang ada. Saponin merupakan jenis glikosida. Glikosida adalah senyawa yang
terdiri dari glikon (Glukosa, fruktosa,dll) dan aglikon (senyawa bahan aalam lainya).
Saponin umumnya berasa pahit dan dapatmembentuk buih saat dikocok dengan air.
Selain itu juga bersifat beracun untuk beberapa hewan berdarah dingin (Najib, 2009).
Saponin merupakan glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan
triterpen. Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C 27) dengan molekul
karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang dikenal

4
sebagai saraponin.
Saponin triterpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat.
Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin. Masing-masing
senyawa ini banyak dihasilkan di dalam tumbuhan (Hartono, 2009). Tumbuhan yang
mengandung sponin ini biasanya memiliki Genus Saponaria dari Keluarga
Caryophyllaceae. Senyawa saponin juga ditemui pada famili sapindaceae,
curcurbitaceae, dan araliaceae. Salah satu tumbuhan obat yang mengandung saponin
adalah gingseng yang termasuk famili araliaceae.
Biosintesis saponin ini terjadi sesuai dengan aglikon yang menempel. Baik
steroid maupun triterpen biosintesis saponin melalui jalur asam malonat yang nanti
akan DPP dan IPP yang membentuk triterpen dan steroid dengan membentuk squalen
terlebihdahulu dan terjadi siklisasi. Biosintesa saponin ini akan dibahas lebih rinci.
Selain itu jugamakalah ini akan membahas klasifikasi serta peranannya dalam
makhluk hidup.

5
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan rumusan
masalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari saponin ?
2.  Bagaimana karakteristik saponin ?
3. Apa saja klasifikasi saponin ?
4. Apa saja sumber penghasil saponin ?
5. Bagaimana Saponin dalam etnobotani ?
6. Apa saja aplikasi Saponin Serta Contoh dari Jurnal Penelitian ?

C. TUJUAN MAKALAH
Sejalan dengan rumusan masalah di atas, makalah ini disusun dengan tujuan
untuk mengetahui dan mendeskripsikan:
1. Mengetahui tentang saponin
2. Mengetahui karakteristik saponin
3. Mengetahui klasifikasi saponin
4. Mengetahui sumber penghasil saponin
5. Mengetahui Saponin dalam etnobotani
6. Mengetahui aplikasi serta contoh hasil penelitian

D. KEGUNAAN MAKALAH
Makalah ini disusun dengan harapan memberikan kegunaan baik secara
teoritis maupun secara praktis. Secara teoritis makalah ini berguna sebagai
pengembangan pengetahuan tentang senyawa saponin. Secara praktis makalah ini
diharapkan bermanfaat bagi:
1. Penulis, sebagai wahana penambah wawasan dan pengetahuan khususnya
tentang senyawa saponin

6
2. Pembaca/dosen, sebagai media informasi tentang senyawa saponin secara
teoritis maupun secara praktis
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SENYAWA SAPONIN

Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.


Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah
ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok.
Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol, telah terdeteksi dalam lebih dari 90
suku tumbuhan. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti
sabun, serta dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan
menghemolisis sel darah. Dari segi ekonomi, saponin penting juga karena kadang-
kadang menimbulkan keracunan pada ternak atau karena rasanya yang manis. Pola
glikosida saponin kadang-kadang rumit, banyak saponin yang mempunyai satuan
gula sampai lima dan komponen yang umum adalah asam glukoronat (Harborne,
1996).

Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.


Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi, keberadan saponin sangat mudah
ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok
menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk
dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin,
banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan (Gunawan dan Mulyani, 2004).
Senyawa saponin dapat pula diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya dengan
pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin steroida, dan
warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin triterpenoida
(Farnsworth, 1966) Saponin memiliki berat molekul tinggi, dan berdasarkan struktur
aglikonnya, saponin dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu tipe steroida dan tipe

7
triterpenoida. Kedua senyawa ini memiliki hubungan glikosidik pada atom C-3 dan
memiliki asal usul biogenetika yang sama lewat asam mevalonat dan satuan-satuan
isoprenoid (Gunawan dan Mulyani, 2004).

Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air,
mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel
darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti
eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut,
senyawa saponin mempunyai kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai
detergen, pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa pada
industri sampo dan digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang fotografi
(Prihatman, 2001).

Pada tenak ruminansia, saponin berpotensi sebagai agen defaunasi dalam


manipulasi prosesfermentasi di dalam rumen. Penggunaan saponin yang ditambahkan
ke dalam ransum dapat menurunkan populasi protozoa rumen secara parsial atau
keseluruhan (Wiseman and Cole,1990).

B. KARAKTERISTIK SENYAWA SAPONIN

Saponin adalah jenis glikosida yang banyak ditemukan dalam tumbuhan.


Saponin memiliki karakteristik berupa buih. Sehingga ketika direaksikan dengan air
dan dikocok maka akan terbentuk buih yang dapat bertahan lama. Saponin mudah
larut dalam air dan tidak larut dalam eter (Hartono, 2009).
Saponin memberikan rasa pahit pada bahan pangan nabati. Sumber utama
saponin adalah biji-bijian khususnya kedele. Saponin dapat menghambat
pertumbuhan kanker kolon dan membantu kadar kolesterol menjadi normal.
Tergantung pada jenis bahan makanan yang dikonsumsi, seharinya dapat
mengkonsumsi saponin sebesar 10-200 mg (Arnelia, 2011).

8
Sifat-sifat Saponin adalah:
1) Mempunyai rasa pahit
2) Dalam larutan air membentuk busa yang stabil
3) Menghemolisa eritrosit
4) Merupakan racun kuat untuk ikan dan amfibi
5) Membentuk persenyawaan dengan kolesterol dan hidroksisteroid lainnya
6) Sulit untuk dimurnikan dan diidentifikasi
7) Berat molekul relatif tinggi, dan analisis hanya menghasilkan formula empiris
yang mendekati.
Toksisitasnya mungkin karena dapat merendahkan tegangan
permukaan (surface tension). Dengan hidrolisa lengkap akan dihasilkan sapogenin
(aglikon) dan karbohidrat (hexose, pentose dan saccharic acid). Pada hewan
ruminansia, saponin dapat digunakan sebagai antiprotozoa, karena mampu berikatan
dengan kolesterol pada sel membran protozoa sehingga menyebabkan membrondisis
pada sel membrane protozoa. Saponin dapat beraktivitas sebagai adjuvant pada
vaksin antiprotozoa yang nantinya mampu menghambat perkembangan sporozoit di
dalam saluran pencernaan.

C. KLASIFIKASI SENYAWA SAPONIN


Secara umum saponin merupakan bentuk glikosida yang memiliki aglikon
berupa steroid dan triterpen. Triterpen merupakan jenis senyawa bahan alam yang
memiliki 6 monoterpen atau memiliki jumlah atom karbon sebanyak 30. Dari
aglikonnya saponin dapat bagi menjadi dua yaitu saponin dengan steroid dan saponin
dengan triterpen

a). Saponin steroid

Tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin

9
dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin
ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot
polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan
digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin
jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari metabolisme sekunder
tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini
disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung.

Salah satu contoh saponin jenis ini adalah Asparagosida (Asparagus


sarmentosus), Senyawa ini terkandung di dalam tumbuhan Asparagus sarmentosus
yang hidup dikawasan hutan kering afrika. Tanaman ini juga biasa digunkan sebagai
obat anti nyeri dan rematik oleh orang afrika (Anonim, 2009).

10
Gambar 1
Asparagus (Asparagus officinalis.)

b). Saponin triterpenoid


Kelompok terpen yang lebih menarik lagi adalah kelompok yang disebut
Saponin triterpen merupakan glikosida kompleks triterpen dengan molekul
karbohidrat, yang dapat ditemui pada tanaman, bakteri dan hewan laut tingkat
rendah. Istilah saponin diturunkan dari bahasa latin “sapo” berarti sabun, diambil dari
kata Saponaria Vaccaria suatu tanaman yang mengandung saponin dapat digunakan
sebagai sabun untuk mencuci. Saponin mengandung gugus gula terutama glukosa,
galaktosa, xilosa, ramnosa atau metilpentosa yang berikatan dengan aglikon
sapogenin berupa terpen ataupun juga steroid. Triterpen glikosida yang pertama kali
dilaporkan adalah Holoturin A (2.272) dan B (2.273) yang diisolasi dari Teripang
laut oleh Kitagawa (1981).
Molekul yang serupa juga telah dilaporkan yaitu Hemoiedemosida-A (2.274)
yang diisolasi dari Hemoiedema spectabilis oleh Chludil (2002) dilaporkan sangat
aktif terhadap benur udang dan juga bersifat antifugal melawan Cladosporium
cucumerinum. Demikian juga halnya terhadap senyawa Hemoiedemosida-B (2.275)
memiliki potensi bioaktivitas yang sama terhadap benur udang dan jamur. Saponin
yang sejenis juga telah dilaporkan oleh Hegde (2002) yang dikoleksi dari cucumber
laut Talenata ananas menghasilkan glikosida triterpen (2.276) dan (2.277)
Tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat.
Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini
merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga
dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan -amyrine (Amirt Pal,2002).

11
Salah satu jenis contoh saponin ini adalah asiatikosida. Senyawa ini
terdapat pada tumbuhan Gatu kola yang tumbuh didaerah India. Senyawa ini
dapat dipakai sebagai antibiotik (Anonim, 2009).

Gatu kola / Pegagan (Centella asiatica)

12
D. SUMBER PENGHASIL SENYAWA SAPONIN 

Saponins terdapat pada sejumlah besar tanaman dan beberapa hewan laut seperti
teripang atau timun laut (Hostettmann and Marston, 1995; Lacaille-Dubois and Wagner,
2000), Ophiuroidea (brittle star /bintang ular) (Amini et al., 2014). Pada tanaman, saponin
tersebar merata dalam bagian-bagiannya seperti akar, batang, umbi, daun, bijian dan buah
(Vincken et al., 2007). Konsentrasi tertinggi saponin dalam jaringan tanaman ditemukan pada
tanaman yang rentan terhadap Serangan serangga, jamur atau bakteri sehingga menunjukkan
bahwa senyawa ini dapat berperan sebagai mekanisme pertahanan tubuh tanaman (Wina et
al., 2005). Saponin triterpenoid telah teridentifikasi pada lebih dari 500 spesies tanaman
seperti kedelai (Glycine max) (Tantry & Khan, 2013), alfalfa (Medicago sativa) (Mazahery-
Laghab et al., 2011), teh (Camellia sinensis) (Jadhav et al., 2016), soap bark
(Quillajasaponaria) (Roner et al., 2007), chickpeas (Cicer arietinum), bayam (Spinacia
oleracea), tebu (Beta vulgaris L) (Mroczek et al., 2012), bunga matahari (Helianthus annuus
L.) (Dwivedi & Sharma, 2014), ginseng (Panax genus) (Kim et al., 1998) kacang tanah
(Arachis hypogaea L ) (Nguyen Kim et al., 2013) dan kacang ginjal (Phaseolus vulgaris)
(Fenwick et al., 1991; Deore et al., 2009). Saponin steroid banyak terkandung dalam tanaman
tanaman bernilai ekonomis seperti kentang (Solanum tuberosum), tomat (Lycopersicon
esculentum), terong-terongan (Solanum eleagnifolium) dan oats (Avena sativa) (Mimaki et
al., 1999). Saponin juga ditemukan di sejumlah hijauan yang penting untuk ternak seperti
Acacia spp., Gliricidia sepium (gamal) dan Sesbania sesban serta kacang-kacangan termasuk
Luzern (Medicago sativa), semanggi merah (Trifolium pretense) dan semanggi ladino
(Trifolium repens) (Wina et al., 2005).

Pada leguminosa, saponin berikatan dengan protein sehingga terkonsentrasi pada


bagian yang kaya akan protein (Curl et al., 1986). Namun demikian saponin pada leguminosa
memiliki toksisitas yang moderat sehingga hanya akan menimbulkan masalah jika
terkonsumsi dalam jumlah yang besar (Baloyi et al., 2001; Tavares et al., 2015). Saponin
lebih banyak terdapat pada daun muda tetapi aktivitas hemolitiknya lebih rendah jika
dibandingkan dengan saponin yang berasal dari akar (Sen et al., 1998). Kandungan saponin
dari alfalfa dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tahap pertumbuhan, umur dan jumlah
daun dalam satu tanaman. Saat ini telah banyak dibudidayakan kultivar alfalfa rendah

13
saponin sehingga diharapkan akan terjadi penurunan efek negatif pada ternak yang
mengonsumsinya (Coulman et al., 2000). Kandungan saponin dalam biji dan daun lebih
tinggi dibandingkan dengan batang dan bunga pada M. lupulina (Gorski et al., 1984).
Menurut Fenwick et al. (1991), kandungan saponin lebih banyak ditemukan pada tanaman
yang berumur muda dibandingkan dengan yang tua.

Sebagian besar saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan


ternak seperti alfalfa, bunga matahari, kedelai, kacang tanah . Saponin umumnya
mempunyai karakteristik yaitu rasa pahit, sifat iritasi mucosal, sifat penyabunan, dan
sifat hemolitik dan sifat membentuk komplek dengan asam empedu dan kolesterol.

1. Teripang Dada Merah (Holothuria atra)

Taksonomi menurut Yanti, dkk, (2014:7) mengklasidikasi teripang adalah


sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Echinodermata

Class : Holothuroidea

Ordo : Aspidochirotida

Family : Holothuridae

Genus : Holothuria

Species : Holothuria atra

14
2. Teripang Geta (Holothuria leucospilota)

Taksonomi menurut Triana, dkk, (2015:459) klasifikasi Holothuria leucospilota


adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Echinodermata

Kelas : Holothuroidea

Ordo : Aspidochirotida

Famili : Holothuridae

Genus : Holothuria

Spesies : Holothuria leucospilota

3. Teripang Sabuk (Sinapta maculata)

15
Taksonomi menurut Wulandari, dkk, (2012:135) dan Pratiwi (2011:39- 40)
klasifikasi teripang Sinapta maculata adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Phylum : Echinodermata

Klass : Synaptidea

Ordo : Apodia/ Paractinipoda

Famly : Synaptidae

Genus :Synapta

Species : Sinapta maculate

E. Saponin dalam etnobotani

Kebanyakan saponin, yang mudah larut dalam air, yang beracun bagi
ikan oleh karena itu, dalam etnobotani, saponin terutama dikenal untuk
penggunaannya oleh masyarakat adat dalam memperoleh sumber makanan
akuatik. Sejak zaman prasejarah, budaya di seluruh dunia telah menggunakan
tanaman piscicidal, sebagian besar mereka mengandung saponin, untuk
memancing

16
Meskipun dilarang oleh hukum, racun ikan tumbuhan masih banyak
digunakan oleh suku-suku asli di Guyana. Di sub-benua India, suku-suku
Gond dikenal untuk penggunaan ekstrak tanaman dalam penangkapan  racun
ikan

Banyak suku-suku asli California Amerika secara tradisional


digunakan soaproot, (genus Chlorogalum), yang berisi saponin, sebagai racun
ikan. Mereka akan menghancurleburkan akar, pencampuran dalam air untuk
membuat busa, dan kemudian menambahkan busa ke sungai.

Hal ini akan membunuh atau melumpuhkan ikan, yang dapat diperoleh
dengan mudah dari permukaan air. Di antara suku-suku menggunakan teknik
ini adalah Lassik, yang Luiseño, para Yuki, Yokut, para Chilula, yang
Wailaki, Miwok tersebut, Kato itu, Mattole itu, Nomlaki dan Nishinam
tersebut.

Salah satu penelitian penggunaan saponin kelas produk alami


melibatkan kompleksasi mereka dengan kolesterol untuk membentuk pori-
pori di bilayers membran sel, misalnya, dalam sel darah merah (eritrosit)
membran, di mana kompleksasi menyebabkan lisis sel darah merah
(hemolisis) pada injeksi intravena. Selain itu, sifat amphipathic kelas memberi
mereka aktivitas sebagai surfaktan yang dapat digunakan untuk meningkatkan
penetrasi makromolekul seperti protein melalui membran sel.  Saponin juga
telah digunakan sebagai adjuvan dalam vaksin.

Saponin dari tanaman Gypsophila paniculata (Nafas Bayi) telah


terbukti sangat signifikan menambah sitotoksisitas immunotoxins dan racun
ditargetkan lain ditujukan terhadap sel kanker manusia. Kelompok penelitian
Profesor Hendrik Fuchs (Universitas Charite, Berlin, Jerman) dan Dr David
Flavell (Southampton General Hospital, Inggris) bekerja sama menuju

17
pengembangan saponin Gypsophila untuk digunakan dalam kombinasi
dengan immunotoxins atau racun lainnya yang ditargetkan untuk pasien
dengan leukemia , limfoma dan kanker.lainnya.

Nafas Bayi (Gypsophila paniculata)

Ada yang luar biasa, promosi komersial didorong dari saponin sebagai
suplemen diet dan nutriceuticals. Ada bukti dari kehadiran saponin dalam
persiapan obat tradisional, di mana administrasi lisan mungkin diharapkan
mengarah kepada hidrolisis glikosida dari terpenoid (dan obviation dari setiap
toksisitas terkait dengan molekul utuh). Tapi seperti yang sering terjadi
engdan luas klaim terapi komersial untuk produk alami:

1. Klaim untuk manfaat organisme / manusia sering didasarkan pada s


angat awal studi biologi biokimia atau sel.

2. Menyebutkan umumnya dihilangkan dari kemungkinan sensitivitas kimia


individu, atau toksisitas umum agen khusus,  dan toksisitas tinggi kasus
yang dipilih.

Sementara pernyataan semacam itu memerlukan tinjauan konstan (dan


meskipun web segudang mengklaim sebaliknya), tampak bahwa ada sangat

18
terbatas AS, Uni Eropa, dll lembaga-disetujui peran untuk saponin dalam
terapi manusia. Dalam penggunaan mereka sebagai adjuvant dalam produksi
vaksin, toksisitas terkait dengan kompleksasi sterol tetap menjadi isu utama
untuk menarik perhatian. 

Bahkan dalam kasus digoksin, manfaat terapeutik dari cardiotoxin


adalah hasil administrasi hati-hati dosis yang tepat. Perawatan yang sangat
besar harus dilakukan dalam mengevaluasi atau bertindak atas klaim spesifik
dari manfaat terapeutik dari memakan produk alami saponin-jenis dan
lainnya.

Tumbuhan lain penghasil saponins adalah bunga mahkota dewa, dan


dalam beberapa penelitian dengan komposisi yang pas dari ekstrak tumbuhan
mahkota dewa dapat menghambat dan menangkal flu burung, kemudian dari
banyak penelitian dipastikan vaksin flu burung dibuat dari tumbuhan dengan
kandungan saponins inilah.

Bunga Mahkota dewa (Phaleria macrocarpa)

A. Klasifikasi

Kingdom : Plantae (Tumbuhan)

19
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Myrtales 

Famili : Thymelaeaceae 

Genus : Phaleria

Spesies : Phaleria macrocarpa (Scheff) Boerl.

B. Kandungan senyawa

Pada daun : Antihistamin, Alkaloid, Sapoin dan Polifenol (lignan)

Pada kulit buah: Alkaloid, Saponin, dan Flavonoid

Pada buah: Alkaloid, Tanin, Flavonoid, fenol,saponin, lignan, minyak

C. Manfaat

Tanaman mahkota dewa memang telah lama dikenal sebagai tumbuhan


obat yang ampuh melawan penyakit seperti eksim, tumor, kangker
payudara, kangker rahim, diabetes mellitus, hepatitis, kolesterol, lemah
syahwat, disentri, leukemia dan masih banyak lagi lainnya.
Mahkota dewa juga memiliki sifat detoks sehingga baik untuk membantu
mengeluarkan racun dari dalam tubuh.

F. Aplikasi Saponin Serta Contoh dari Jurnal Penelitian

Jurnal penelitian saponin

Teripang merupakan salah satu komoditas perairan yang memiliki nilai

20
ekonomis penting dan berpotensi dimanfaatkan sebagai nutraseutikal (jenis makanan
yang memiliki manfaat untuk kesehatan secara medis). Menurut (Bordbar et al.,
2011) salah satu jenis yakni teripang pasir (Holothuria scabra) merupakan biota laut
yang kaya kandungan metabolit sekunder diantaranya : sapogenin, saponin, steroid,
triterpenoid, fenol, flavonoid, glucosamoniglycan, lektin dan alkaloid. (Farouk et al.,
2007) menyatakan bahwa kandungan metabolit sekunder dalam H. scabra tersebut
dapat dimanfaatkan sebagai antikoagulan dan antitrombotik, anti kanker, antitumor,
menurunkan kadar kolesterol dan lemak darah. Dari segi ekonomis, teripang
memiliki nilai jual yang sangat tinggi untuk diperdagangkan secara internasional.
Nilai ekonomis teripang tidak kalah bersaing dengan produk-produk komoditi
perikanan lainnya. Potensinya sebagai bahan makanan dengan kandungan gizi dan
protein juga cukup tinggi.

Dengan melihat potensinya sebagai antibakteri,antijamur, dan antioksidan


teripang memiliki potensi besar untuk dimanfaatkan sebagai bahan obat. Namun,
potensi teripang di Desa Kakara belum dieksplorasi senyawa bioaktifnya.
Berdasarkan uraisan di atas, hipotesis penelitian ini adalah : 1. Teripang yang
terdapat di Desa Kakara mengandung senyawa bioaktif yang memiliki potensi
sebagai bahan obat. 2. Ekstrak teripang di Desa Kakara memiliki berpotensi memiliki
toksisitas tinggi terhadap larvae A. salina. 3. Ekstrak teripang berpotensi memiliki
aktivitas antioksidan yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi
senyawa biokimia dari ekstrak kasar teripang dan menguji toksisitasnya dengan
menggunakan pelarut metanol terhadap larva A. Salina, serta mengetahui kandungan
antioksidan ekstrak teripang. Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan
informasi kepada masyarakat mengenai kandungan senyawa biokimia ekstrak
teripang, toksisitasnya, dan aktivitas antioksidannya.

Metodologi Penelitian

Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Agustus 2019. Diawali dengan


pengambilan sampel di Desa Kakara, kabupaten Halmahera Utara. Proses ekstraksi,
analisis fitokimia dan analisis brine shrimp lethal toxicity (BSLT) dan aktivitas

21
antioksidan dilakukan di Laboratorium Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor. Bahan
yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari 3 jenis teripang yakni Holothuria atra
(H. atra), sampel A, Sticopus horrens (S. horrens), sampel B, dan Holothuria hilla (H.
hilla), sampel C. Bahan lainnya yakni pelarut metanol (Merck) untuk proses ekstraksi.,
bahan yang digunakan untuk uji brine shrimp lethality test (BSLT) , adalah larva A.
salina. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah vial BSLT, orbital shaker,
vacum rotary evaporator, dan spektrofotometer.

Penelitian ini dibagi menjadi tiga bagian yakni, pengolahan sampel, dan
analisis sampel meliputi analisis fitokimia, BSLT dan antioksidan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengambilan dan Pengolahan Sampel

Sampel diambil di perairan Desa Kakara, Kabupaten Halmahera Utara, pada


kedalaman ± 3 meter, pada malam hari saat air surut. Sampel kemudian dimasukkan
kedalam coolbox yang berisi air laut. Proses penanganan sampel dilakukan pada hari
berikutnya.

Ketiga jenis teripang yang digunakan sebagai teripang uji pada penelitian ini,
merupakan 3 di antara teripang yang diperoleh pada penelitian yang dilakukan oleh
(Gasango et al., 2013). Ketiga jenis teripang ini juga dipilih karena mudah diperoleh
dan jumlahnya yang meilmpah dibandingkan jenis lainnya. Deskripsi umum masing-
masing teripang adalah sebagai berikut : a. Holothuria atra memiliki bentuk tubuh
panjang dan lunak, umumnya berwarna hitam. Ditemukan pada wilayah berpasir yang
ditumbuhi tumbuhan laut dan karang. b. Stichopus horrens ditemukan pada wilayah
berpasir yang terdapat rumput laut, berwarna hitam keabu-abuan dan coklat, bentuk
tubuhnya memanjang dan terdapat tonjolantonjolan tidak beraturan pada bagian
tubuhnya.

Holothuria hilla bentuk tubuhnya bulat panjang berwarna coklat dan terdapat
tonjolantonjolan berwarna coklat pada bagian tubuhnya. Ditemukan pada bagian

22
bawah batu dan pasir, memiliki kulit yang licin dan lunak.

Proses pengolahan dilakukan melalui 3 tahap yakni perebusan, pengasapan dan


pengeringan. Proses pengasapan dan pengeringan dilakukan selama ± 3 minggu sampai
sampel kering, selanjutnya sampel dihaluskan.

 Ekstraksi Teripang
Proses ekstraksi teripang dilakukan dengan menggunakan pelarut metanol.
Menurut (Harborne, 1984), tujuan proses ekstraksi adalah untuk
mendapatkan senyawa aktif dari suatu bahan. Pemilihan pelarut yang tepat
berkaitan dengan senyawa aktif yang akan ditarik oleh pelarut. Pemilihan
metanol sebagai pelarut karena metanol merupakan pelarut yang berasal dari
golongan alcohol yang baik digunakan untuk penelitian, karena mampu
mengekstraksi habis komponen bioaktif ((Harborne, 1984).
 Komponen Bioaktif Ekstrak Teripang
Komponen bioaktif ekstrak methanol teripang dianalisis dengan
menggunakan analisis fitokimia (Harborne, 1984) yang bertujuan untuk
mengetahui kandungan metabolit sekunder dari suatu bahan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa ekstrak teripang yang berbeda
masing-masing H. atra, S. horrens, dan H. hilla mengandung senyawa
bioaktif dari golongan Flavonoid dan Saponin. (Caulier et al., 2013)
menyatakan bahwa senyawa bioaktif golongan saponin ditemukan pada
sebagian besar teripang yang terdapat pada bagian Cuvierian tubules, dinding
tubuh dan organ bagian dalam teripang. Keberadaan saponin pada teripang
berfungsi sebagai pertahanan diri terhadap predator dan bersifat merusak
bagi beberapa organisme (Van Dyck et al., 2011).
Proses pengolahan yang berulang seperti perebusan, pengasapan dan
pengeringan ketiga jenis teripang tidak mempengaruhi keberadaan senyawa
ini pada teripang yang mengindikasikan bahwa senyawa ini tidak mudah
rusak dengan penggunaan suhu tinggi, hal ini diperkuat dengan pendapat dari
(Caulier et al, 2013) bahwa, saat dimasukan pada air mendidih, saponin akan
terdegradasi, namun saponin juga merupakan senyawa yang tahan panas

23
apabila terdapat pada jaringan teripang, karena senyawa ini merupakan
senyawa yang stabil. Secara stuktur, senyawa bioaktif saponin pada teripang
dikategorikan dalam glikosida triterpen yang membentuk aglikon.
Menurut (Putram et al., 2017) saponin (triterpen glikosida)
merupakan glikosida kompleks triterpen yang mengandung karbohidrat pada
tumbuhan, bakteri maupun organisme laut yang banyak memiliki aktivitas
biologis, seperti antifungi, antibakteri dan antikanker. Hasil ini menunjukkan
bahwa ketiga jenis teripang ini memiliki potensi sebagai antifungi,
antibakteri dan antikanker, jika dibandingkan dengan penelitian (Putram et
al., 2017) karena mengandung saponin, namun harus diteliti lebih lanjut jenis
fungi dan bakteri yang mampu dihambat oleh ekstrak teripang ini.
Senyawa bioaktif lainnya yang ditemukan pada ketiga jenis teripang
yang diuji adalah flavonoid, yang ditandai dengan terbentuknya warna merah
setelah penambahan asam sulfat saat analisis fitokimia. Hasil ini sesuai
dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Putram et al., 2017) dan
(Kusuma et al., 2016) secara berturutturut memperoleh hasil, senyawa
flavonoid ditemukan pada teripang H. atra dan S. horrens. Menurut (Saroya,
2011) flavonoid merupakan senyawa bioaktif yang bersifat polar dan
dikategorikan dalam kelompok penting dari polifenol, senyawa ini
terdistribusi pada organisme darat maupun di laut, terutama tumbuhan.
(Mierziak et al., 2014) menyatakan bahwa beberapa senyawa flavonoid
diantaranya merupakan senyawa yang bersifat antioksidan dan mampu
menghambat aktivitas dari enzim xantin oksidase maupun reaksi
superoksida. Dengan demikian, senyawa flavonoid yang terdeteksi
keberadaannya pada teripang uji, menunjukkan potensinya sebagai
antioksidan.
 Toksisitas Ekstrak Teripang

Analisis toksisitas teripang H. atra, S. horrens, dan H. hilla dianalisis


dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethal Test (BSLT).

Hasil analisis BSLT menunjukkan bahwa nilai LC50 tertinggi adalah

24
ekstrak S. horrens dan nilai LC50 terendah adalah ekstrak H. atra. Hasil ini
jika dibandingkan dengan (Moshi et al., 2010), kategori toksisitas ekstrak
ketiga jenis teripang uji masuk dalam kategori toksik yang berada pada
kisaran nilai LC50 30 – 1000 ppm. Hasil penelitian ini, memiliki nilai yang
lebih tinggi dari penelitian yang dilakukan oleh (Albuntana & Yasman,
2011) terhadap empat jenis teripang yang berbeda dengan hasil berturut-turut
ekstrak nheksan 51,184 ppm, ekstrak etil asetat 69,684 ppm, dan ekstrak air
50,968 ppm. Hasil penelitian (Albuntana & Yasman, 2011)menunjukkan
bahwa ekstrak teripang uji dengan pelarut yang berbeda menghasilkan
toksisitas toksik. Menurut (Aras, 2013) Pengujian toksisitas dengan
menggunakan metode BSLT bertujuan untuk mencari produk alam yang
memiliki potensi sebagai antikanker dengan menggunakan hewan uji A.
salina, jika nilai LC50 < 1000 ppm. Semakin besar atau tinggi konsentrasi
ekstrak teripang, semakin tinggi pula dampak yang ditimbulkan terhadap
kematian hewan uji. Artinya bahwa semakin tinggi konsentrasi ekstrak maka
semakin tinggi mortalitas larva Artemia sp., pendapat ini sejalan dengan
Harborne (1994) dalam (Aprilia et al., 2012) yang menyatakan bahwa
tingginya konsentrasi ekstrak terhadap mortalitas larva dipengaruhi sifat
toksik dari ekstrak yang larut dalam media hidup larva tersebut.

 Aktivitas Antioksidan
Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (2,2-
difenil1- pikrilhidrazil), metode ini digunakan utnuk menentukan potensi
molekul antioksidan dalam menghambat radikal bebas. Pengujian aktivitas
antioksidan ekstrak teripang dibandingkan dengan vitamin C. Aktivitas
antioksidan dinyatakan dengan nilai Inhibitory Consentration 50 (IC50)
Hasil menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan ekstrak teripang H.
atra dan S. horrens sangat tinggi dibandingkan dengan standar vitamin C
sebagai kontrol positif. Menurut (Molyneux, 2004), suatu bahan
dikategorikan memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat apabila
memiliki nilai IC50 < 50 ppm, kuat apabila nilai IC50 50-100 ppm, sedang

25
apabilai nilai IC50 100-150 ppm, lemah apabila nilai IC50 150-200 ppm, dan
sangat lemah apabila nilai IC50 >200 ppm. Jika dibandingkan dengan
interval nilai yang ada, ekstrak teripang dikategorikan memiliki aktivitas
antioksidan yang sangat lemah, diduga karena proses pengolahan yang
berulang berupa persebusan, pengasapan dan pengeringan, karena ini
berbanding terbalik dengan ditemukannya senyawa bioaktif flavonoid
melalui analisis fitokimia yang mengindikasikan bahwa ekstrak teripang
memiliki potensi sebagai antioksidan. Menurut (Molyneux, 2004) nilai IC50
yang menunjukkan aktivitas antioksidan dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya adalah sifat antioksidan yang mudah mengalami kerusakan
apabila terpapar oksigen, suhu tinggi, cahaya dan proses pengeringan. Hal ini
berarti bahwa, sangat lemahnya aktivitas antioksidan ekstrak methanol
teripang dipengaruhi oleh proses perebusan, pengasapan dan pengeringan
sebelum dianalisis. Hal yang sama juga dikemukakan oleh (Djaafar et al.,
2012) bahwa proses pemanasan (perebusan) menyebabkan terjadinya
degradasi polifenol serta pelepasan komponen fenolik sehingga proses
pengolahan melalui pemanasan dapat menyebabkan penurunan kandungan
fenolik pada bahan makanan.

26
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Glikosida saponin adalah glikosida yang aglikonnya berupa sapogenin.
Saponin tersebar luas di antara tanaman tinggi
Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air,
mempunyai sifat detergen yang baik, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel
darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti
eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori.
Sebagian besar saponin ditemukan pada biji-bijian dan tanaman makanan
ternak seperti alfalfa, bunga matahari, kedelai, kacang tanah

27
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, Didit dan Sri Mulyani, 2004, Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid

I ,Jakarta: Penebar Swadaya.

Robinson, T., 1995, Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi,edisi keenam, 71-72 ITB,

Bandung

Sudjadi, 2010, Kimia Farmasi Analisis,91, 122, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Amirth,Pal,Singh,2002. A Trestie on Phytochemistry. Emedia Sience Ltd.

Depkes RI,1995. Materia Medika Indonesia, Depkes RI : Jakarta.

Harbrone.J.B.,1987.Metode Fitokimia : Penuntun Cara Moderen Menaganalisis

Tumbuhan,

Morrisey JP dan Ousbon AE, 1999. Fungal Resistence to Plant Antibiotic as a

Mechanism of Phatogenesis. Mikrobiologi and molecular biologi. Reviw

63, 708-729

Robinson ,T., 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tingkat Tinggi, ITB : Bandung

Yoshiki Y, Kudo & Okobo K,1998. Relationship Between Cemical Structure and

Biologica

Activities of Triterpenoid Saponin from Soybean (Reviw) Biosience Biotechnology

and Biochemistry. 62. 2291-2292.

28

Anda mungkin juga menyukai