Anda di halaman 1dari 58

LAPORAN PRAKTIKUM

ANALISIS FARMASI DAN VALIDASI METODE ANALISIS


PENETAPAN KADAR EUGENOL DALAM BUNGA KERING ATAU DAUN
Eugenia caryophyllata L. Merr& Perry (Myrtaceae)

Disusun oleh :
Astrid Pangestuty
(128114114)
BartolomeusWidiasta
(128114115)
Margareta Novi W.
(128114117)
Medaliana Hartini
(128114118)
Desion Sudi
(128114121)
Vinsensia Septima R. Y.(128114123)
Maria Faustina Sari
(128114125)
Kevien Arditanoyo
(128114126)
Kelompok
: A2
TanggalPraktikum
: 17, 24 Maret & 14 April 2014
PJ Laporan
:
LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMENTAL
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2014
A. Tujuan

Mengenal dan memahami teknik pemisahan dengan teknik destilasi uap

Menentukan kadar eugenol yang terkandung dalam bunga kering dengan


menggunakan kromatografi gas

Memperoleh minyak cengkeh dari bunga cengkeh dengan cara destilasi uap

Mengisolasi & mendeterminasi eugenol dari minyak cengkeh dengan cara ekstraksi
dan kromatografi gas

B. Prinsip
Kromatografi pada umumnya merupakan pemisahan berdasarkan cuplikan antara fase
gerak dan fase diam. Kromatografi adalah suatu proses migrasi diferensial dimana komponen
komponen cuplikan ditahan secara selektif oleh fasa diam. Ada dua jenis kromatografi gas,
yaitu kromatografi padat-gas dengan mekanisme adsorbsi dan pada kromatografi cair-gas
mekanismenya partisi. Pada GSC karena dasar kerjanya adalah adsorbsi, maka GSC sukar
untuk digunakan berulang ulang dengan hasil yang sama karena aktivitas tergantung pada
bagaimana ia diperlakukan setelah pembuatannya (Hardjono, 2007).
Kromatografi gas (KG) merupakan teknik pemisahan yang mana solut-solut yang
mudah menguap dan stabil terhadap panas bermigrasi melalui kolom yang mengandung fase
diam dengan suatu kecepatan yang tergantung pada rasio distribusinya. Pada umumnya solute
akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada interaksi khusus
antara solute dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi solute dari ujung
kolom lalu menghantarkannya ke detektor. Penggunaan suhu yang meningkat bertujuan untuk
menjamin bahwa solute akan menguap dan karenanya akan cepat terelusi. Pada kromatografi
gas ini terdapat dua macam jenis, yaitu : KGC dan KGP. Perbedaan mendasar pada dua
macam KG tersebut pada fase diam. Pada KGC fase diam yang digunakan adalah
cairan/liquid sedangkan pada KGP fase diam yang digunakan adalah solid. Sedangkan pada
fase gerak yang berupa gas, biasanya KG menggunakan fase gerak yang mengandung helium,
nitrogen, hidrogen, atau campuran argon dan metana (Rohman, 2007).
Ada 3 proses dalam prinsip kerja kromatografi gas. Pertama, proses memisahkan
senyawa dalam campuran dilakukan antara fase diam berupa cair dan fase bergerak berupa
gas. Kedua, hasil pemisahan akan melalui kolom yang lolos tahap gas terletak di sebuah oven
dimana temperatur gas dapat dikontrol. Ketiga, konsentrasi yang majemuk dalam fase gas
adalah salah satu fungsi dari tekanan uap dari gas (Hardjono, 2007).
Destilasi uap merupakan metode pemisahan bahan kimia berdasarkan perbedaan
kecepatan menguap atau votalitas bahan. Setiap senyawa memiliki titik leleh yang berbedabeda. Hal ini yang mendasari suatu senyawa dalam campuran yang memiliki titik didih paling
rendah akan menguap lebih dahulu sehingga akan didapatkan senyawa yang murni yang
diinginkan. Pada umumnya alat destilasi terdiri dari penangas, labu destilasi, pendingin, dan
Praktikum Analisis Farmasi dan Validasi Metode |Kromatografi Gas

penampung. Penangas akan memberikan energy pada larutan yang berada di labu destilasi
untuk mengubahnya dari larutan menjadi uap. Larutan yang mempunyai titik didih paling
rendah akan mudah menguap dahulu. Uap yang terbentuk dari pemanasan dilewatkan melalui
pendingin yang bertujuan agar mengubah uap menjadi larutan dan akan ditampung pada
penampung. Selama melakukan destilasi, suhu harus tetap dijaga, ini bertujuan agar senyawa
yang tidak diinginkan tidak ikut menguap (Syamal, 2009).
Pemisahan larutan yang tidak saling campur dapat dilakukan dengan menggunakan
corong pisah. Corong pisah pada prinsipnya memisahkan dua larutan tak saling campur
berdasarkan berat jenis (Kohli, 2008).
Rotary vacum evaporator atau rotary evaporator dapat digunakan untuk meningkatkan
kecepatan pemisahan antara solven dan zat yang tercampur. Dengan cara menurunkan titik
didihnya dengan menurunkan tekanan didalam rotary evaporator, penurunan tekanan
menyebabkan turunnya titik didih sebagai contoh, air mendidih pada 100oC pada permukaan
air laut tetapi pada ketinggian 15.000 kaki diatas permukaan laut yang tekanannya lebih
rendah air mendidih pada 93o C (Ledgard, J. B., 2006).
Tujuan dari pemekatan adalah untuk mendapatkan hasil ekstrak yang murni. Hasil dari
pemisahan dikondisikan pada suhu yang tinggi agar hasil pemisahan yang tersisa murni dari
senyawa yang telah terektraksi memanfaatkan sifat titik didih senyawa ekstrak yang tinggi
(Bassett, J., Denney, R. C., 1994).
Tujuan dari determinasi adalah untuk mengetahui keakuratan hasil senyawa yang telah
di ekstraksi. Karena hasil ekstraksi tidak pernah terbebas dari pengotor. Sehingga perlu
dilakukan determinasi untuk mengetahui apakah benar senyawa hasil kromatografi
merupakan senyawa yang benar benar ingin diteliti (Bassett, J., Denney, R. C., 1994).
Solvent extraction merujuk pada perpindahan zat terlarut didalam dua larutan tak
dapat campur atau sedikit campur dalam suatu wadah corong pisah. Prinsipnya adalah
koefisien partisi. Ekstraksi cairan-cairan (liquid-liquid extraction) merupakan suatu teknik
dalam mana suatu larutan (biasanya air) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua
(biasanya organik), yang pada hakekatnya tak tercampurkan dengan yang disebut pertama,
dan menimbulkan perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solute) kedalam pelarut yang
kedua, misal 50mL air mengandung 0,1 g iod di lakukan partisi dengan 25mL karbon tetra
Praktikum Analisis Farmasi dan Validasi Metode |Kromatografi Gas

klorida, koefisien distribusi iod antara air dan karbon tetra klorida pada temperature
laboratorium biasa adalah 1/85 maka pada karbon tetra klorida akan terdapat sekitar 0,00230
g iod dan pada air 0,0000145 g (Bassett, J., Denney, R. C., 1994).
C. Latar Belakang Teoritik
Taksonomi tanaman cengkeh adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledone
Ordo : Myrtales
Famili : Myrtaceae
Genus : Syzygium
Spesies : Syzygium aromaticum (L.) (Tjitrosoepomo, 2007).
Semua bagian pohon cengkeh mengandung minyak atsiri mulai dari akar, batang,
daun, hingga bunga. Minyak atsiri daun cengkeh terdiri dari eugenol, asetil eugenol, dan
kariofilen. Kuncup bunga mengandung 16-23% minyak atsiri yang terdiri dari eugenol (6485%), zat samak tipe gallat (10%), sianidin ramnoglukosida (pigmen utama bunga), kuersetin,
kaemferol, mirisetin, dan isokuersitrin. Kandungan kimia minyak bunga cengkeh terdiri dari
eugenol (70-75%), eugenol acetat (15%), caryophillen (5-12%) (Guenther, 1987).
Minyak atsiri cengkeh memiliki sifat kimia fisika antara lain warna kuning kecoklatan,
indeks bias (25) 1,52874, massa jenis (25) 1,0636 g/ml, kelarutan dalam etanol 70% pada
perbandingan 1:2 jernih dan eugenol total 72,98%. Kecuali warna, sifat kimia fisika minyak
cengkeh sama dengan mutu minyak cengkeh SNI 06-4267-1996 (bobot jenis (25C) 1,030 1,060 g/ml), indeks bias (25) 1,527-1,535 dan kelarutan dalam etanol (70%) 1:2 jernih.
Warna kuning kecoklatan pada minyak cengkeh tersebut disebabkan adanya kandungan
senyawa terpen yang sangat peka terhadap proses oksidasi dan polimerisasi oleh cahaya, sinar
dan air dalam minyak (Guenther, 1987). Kelarutan minyak dapat berkurang karena pengaruh
umur minyak, terjadinya polimerisasi sehingga dapat menurunkan daya larutnya dalam
alkohol (Ketaren, 1980).
Eugenol merupakan salah satu bahan bioaktif yang terkandung dalam minyak cengkeh
dan menyebabkan cengkeh memiliki nilai jual. Pemakaian eugenol pada umumnya terbatas
dalam industri makanan sebagai pengawet dan pemberi aroma sabun, daging, dan kue, serta di
bidang farmasi digunakan sebagai obat luar (pegal linu) dan obat sakit gigi. Eugenol juga
Praktikum Analisis Farmasi dan Validasi Metode |Kromatografi Gas

dapat digunakan sebagai bahan dasar untuk sintesis isoeugenol dan dimer isoeugenol yang
berfungsi sebagai antioksidan. Selain ditemukan dalam tanaman cengkeh, eugenol dapat
dijumpai pada pala, kayu manis, dan daun salam. (Latifatul & Bambang, 2001).
Eugenol memiliki sifat kimia fisika antara lain tidak berwarna atau kuning-pucat,
berbau cengkeh kuat dan menusuk. Selain itu eugenol memiliki rasa pedas, tidak dapat
memutar bidang polarisasi. Jika terpapar udara, warnanya menjadi lebih tua atau mengental.
Eugenol sukar larut dalam air. Namun eugenol dapat bercampur dengan etanol, kloroform,
eter, maupun minyak lemak. Kelarutan eugenol dalam etanol 70 % yaitu 1:2 bagian. Eugenol
memiliki indeks bias 1,540-1,542 pada suhu 20C. Bobot jenis eugenol berkisar 1,064-1,070
g/ml, berat molekul eugenol 164,20 g/mol (Depkes RI, 1995). Eugenol memiliki titik lebur
-9C, titik didih 256C, serta titik nyala 104C (Sciencelab, 2004)

Gambar 1. Struktur eugenol (Depkes RI, 1995).

Natrium klorida
Berupa hablur berbentuk kubus, tidak berwarna atau serbuk hablur putih, dengan rasa

asin. Natrium klorida mudah larut dalam air, sedikit mudah larut dalam air mendidih, larut
dalam gliserin, namun sukar larut dalam etanol.

Dikloro metana
Berupa cairan dengan bobot molekul 84,93 g/mol dan titik didih 39,75C. Memiliki

berat jenis 1,33. Kelarutannya mudah larut dalam methanol, dietil eter, n-oktanol, aseton. Dan
larut sebagian dalam air dingin.

Natrium Sulfat Anhidrat


Berupa padatan, serbuk kristal, granul padat, atau serbuk padat, tidak berbau, rasa

pahit, asin berwarna putih. Memiliki titik didih 1100C dan titik lebur 888 C. Kelarutannya
larut dalam air dingin, dan glycerol, tidak larut dalam alkohol.

Ekstraksi
Ekstraksi merupakan suatu metode pemisahan satu atau beberapa bahan dari suatu

padatan atau cairan dengan bantuan pelarut. Pemisahan didasarkan pada kemampuan melarut
yang berbeda beda dari tiap komponen dalam campuran. Alat pemisahan yang umum
digunakan ada dua,yaitu corong pisah dan soxhlet. Corong pisah digunakan dalam pemisahan
Praktikum Analisis Farmasi dan Validasi Metode |Kromatografi Gas

dua cairan yang tidak bercampur, sementara soxhlet merupakan alat pemisahan dua fase,
dimana salah satu fase dapat dikontakkan dengan fase lainnya secara berulang ulang. Pada
praktikum kali ini digunakan corong pisah untuk melakukan pemisahan. (Ghosh, 2007).
Ekstraksi cair cair (liquid extraction) membutuhkan suatu solven berupa cairan untuk
memisahkan solut dari cairan pembawanya (diluen), proses pemisahan dengan ekstraksi cair
cair berlangsung dalam dua tahap yaitu pencampuran bahan yang akan diekstraksi dengan
pelarut dan tahap pemisahan kedua fase cair tersebut. Campuran antara diluen dan solven
bersifat heterogen atau tidak saling campur, sehingga saat dipisahkan akan didapat dua fase
yaitu fase diluen (rafinat) dan fase solven (ekstrak). Adanya perbedaan konsentrasi solute di
dalam diluen dengan konsentrasi saat keadaan setimbang merupakan factor pendorong
terjadinya perpindahan solute dari diluen ke solven, perpindahan terjadi sampai hingga
tercapai keadaan setimbang (Dunn, 2013).

Destilasi Uap
Metode destilasi uap adalah teknik pemisahan campuran menjadi komponennya

melalui pemanasan dimana uap yang dihasilkan kemudian didinginkan untuk mendapatkan
destilat sebagai hasil pemisahan dari senyawa yang ingin dipisahkan. Metode destilasi uap
secara langsung menggunakan labu destilasi yang berisi campuran yang akan dipisahkan dan
sejumlah air. Destilasi uap langsung dalam skala kecil, menggunakan pemanas (heating
mantle) untuk memanaskan campuran, namun paling baik jika menggunakan api langsung
karena air dalam campuran harus dipanaskan secara cepat. Penggunaan corong pemisah
memungkinkan penambahan air selama proses destilasi berlangsung. Destilasi dapat
dikatakan berhasil ketika destilat yang dihasilkan keruh atau berwarna putih susu, yang
menunjukkan bahwa campuran (cairan) sudah terpisah. Rangkaian alat destilasi uap dapat
digambarkan sebagai berikut :

Praktikum Analisis Farmasi dan Validasi Metode |Kromatografi Gas

(Pavia, 2005).
Isolasi minyak bunga cengkeh umum dilakukan menggunakan metode distilasi uap dan
distilasi air, sebab kedua metode tersebut mudah dan aman bagi lingkungan karena tidak
menggunakan pelarut organik berbahaya. Isolasi dengan distilasi uap menghasilkan minyak
cengkeh dengan kandungan eugenol lebih tinggi daripada isolasi dengan distilasi air. Minyak
cengkeh dapat diisolasi dari daun (1-4%), batang (5-10%), maupun bunga cengkeh (10-20%).
Minyak atsiri dari bunga cengkeh memiliki kualitas terbaik dan harganya mahal karena
rendemennnya tinggi dan mengandung eugenol mencapai 80-90%. Kelimpahan komponenkomponen dalam minyak cengkeh bergantung dari jenis, asal tanaman, metode isolasi, dan
metode analisa yang digunakan. Pada penelitian, bunga cengkeh segar didistilasi dan
dihasilkan minyak cengkeh dengan eugenol sebanyak 47,57%, -karyofilen 35,42%, eugenil
asetat 13,42%. (Prianto, 2013).
Kromatografi gas (GC) merupakan metode yang dinamis untuk pemisahan dan deteksi
senyawa senyawa yang mudah menguap dalam suatu campuran. KG merupakan teknik
instrumental yang dikenalkan pertama kali pada tahun 1950-an, dan saat ini merupakan alat
utama yang digunakan oleh laboratorium unutk melakukan analisis. Perkembangan teknologi
yang signifikan dalam bidang elektronik, computer, dan kolom telah menghasilkan batas
deteksi yang lebih rendah serta identifikasi senyawa menjadi lebih akurat melalui teknik
analisis dengan resolusi yang meningkat. Kegunaan umum kromatografi gas adalah untuk
melakukan pemisahan dinamis dan identifikasi semua jenis senyawa organik yang mudah
menguap dan juga untuk melakukan analisis kualitatis dan kuantitaitf senyawa dalam suatu
campuran. Kromatografi gas dapat bersifat dekstruktif dan dapat bersifat non dekstruktif
tergantung pada detektor yang digunakan. Kromatografi gas dapat diotomatisasi untuk
Praktikum Analisis Farmasi dan Validasi Metode |Kromatografi Gas

analisis sampel sampel padat, cair, dan gas. Sampel padat dapat diekstraksi atau dilarutkan
dalam suatu pelarut sehingga dapat diinjeksikan dalam system kromatografi gas. Demikian
juga sampel gas dapat langsung diambil dengan penyuntik (syringe) yang ketat terhadap gas
(Gandjar, 2013).
Terdapat dua jenis kromatografi gas, yaitu :
1. Kromatografi Gas Cair (KGC)
Pada KGC ini, fase diam yang digunakan adalah cairan yang diikatkan pada suatu pendukung
sehingga solute akan terlarut dalam fase diam. Mekanismenya sorpsi-nya adalah partisi.
2. Kromatografi Gas-Padat (KGP)
Pada KGP ini, digunakan fase diam padatan (kadang kadang polimerik). Mekanisme sorpsinya adalah absorpsi (Gandjar, 2013).

Validasi
Validasi merupakan suatu poses yang paling tidak terdiri dari 4 langkah yaitu validasi

perangkat lunak, validasi perangkat keras / instrumen, validasi metode, dan kesesuaian sistem.
Proses validasi dimulai dengan perangkat lunak yang tervalidasi dan sistem yang terjamin,
lalu metode yang divalidasi menggunakan sistem yang terjamin dikembangkan. Akhirnya
validasi total diperoleh dengan melakukan kesesuaian sistem.
Validasi metode analisis dilakukan untuk menjamin bahwa metode analisis akurat,
spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang akan dianalisis. Beberapa
pendekatan untuk melakukan validasi metode antara lain metode spiking buta nol, metode
spiking buta tunggal, metode spiking buta ganda, pendekatan kolaboratif antar laboratorium,
dan pendekatan dengan membandingkan metode baru yang diterima (Gandjar 2013).

Praktikum Analisis Farmasi dan Validasi Metode |Kromatografi Gas

D. Alat dan Bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah :

Peralatan destilasi : statif, klem cincin, corong pisah, adapter Claesin, heating mantel,
gelang karet, labu alas bulat, wadah air, termometer, pendingan Liebig, aliran masuk air
dingin, aliran keluar air dingin, penangas, dan wadah labu destilat.

Alat penyerbuk
Ayakan
LAB
Corong Pisah
Flakon
Beaker glass
Sendok
Kertas saring
Batang pengaduk
Pipet tetes

Pipet ukur
Gelas firn
Erlenmeyer
Labu takar
Rotary Evaporator
GCh-FID
Oven
Mikropipet
Mortir dan stamper

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah :

Daun cengkeh
Eugenol
Aquadest
Batu didih
Diklorometan
Natrium sulfat exicc
Larutan 5% KOH
Larutan5% HCl
Larutan jenuh NaCl
NaCl

Heksan
Es batu
Indikator pH universal
Metanol

Praktikum Analisis Farmasi dan Validasi Metode |Kromatografi Gas

E. Bagan Kerja

Dilakukan untuk setiap sampel A, B, C, D, E

1. Destilasi Uap

2 g Daun Cengkeh

Ditumbuk

Serbuk Daun Cengkeh

Ditimbang

Ditambahkan 100 mg eugenol pada sampel


A

Destilasi

LAB: Serbuk daun cengkeh + 150 ml

akuades +

3 batu didih

Corong pisah: 200 ml akuades

Destilat

(diambil 1 ml destilat E, kemudian dimasukkan ke dalam flakon yang bersih untuk


dianalisis)

Ekstraksi cair-cair

Ditambah 5 g NaCl

Ditambah 15 ml diklorometan

Bilas dengan 10 ml diklorometan

Lapisan air

Lapisan diklorometan I

Ekstraksi cair-cair

Ditambah 10 ml diklorometan

Lapisan air

Lapisan diklorometan II

Lapisan air

Ekstraksi cair-cair

Ditambah 10 ml diklorometan

Lapisan air

Lapisan diklorometan III

Lapisan diklorometan (I+II+III)

Keringkan dengan Natrium Sulfat exicc.


Lapisan diklorometan kering

2. Partisi

Lapisan diklorometan kering

Ekstraksi cair-cair

Ditambah 100 mg eugenol pada sampel


B

Ditambah 30 ml larutan 5% KOH

Lapisan air I Lapisan diklorometan

Ekstraksi cair-cair
Ditambah 25 ml larutan 5 %

KOH

Lapisan air II

Lapisan diklorometan

Ekstraksi cair-cair

Ditambah 25 ml
larutan 5% KOH

Lapisan air III

Lapisan diklorometan

Lapisan air (I+II+III)

Lapisan air (I+II+III)

Dimasukkan ke corong pisah

Dicuci dengan 15 ml

diklorometan

Lapisan air
Lapisan diklorometan

Didinginkan

Diasamkan secara perlahan dengan larutan


5% HCl sampai pH 1
Lapisan air asam

Ekstraksi cair-cair
Bilas dengan 10 ml diklorometan (2x pembilasan)

Lapisan air
Lapisan diklorometan I

Ekstraksi cair-cair

Ditambah 10 ml diklormetan

Lapisan air
Lapisan diklormetan II

Ekstraksi cair-cair

Ditambah 10 ml diklorometan

Lapisan air

Lapisan diklorometan III

Lapisan dikorometan (I+II+III)

Dimasukkan ke corong pisah yang


sama

Cuci dengan 15 ml akuades

Lapisan diklorometan

Lapisan Air

Cuci dengan 15 ml NaCl


setengah jenuh (8 ml NaCl
jenuh & akuades)

Lapisan Air

Lapisan diklorometan
Lapisan diklorometan

Dimasukka
n ke dalam
erlenmeyer /
beaker glass

Ditambah

15 gram Natrium
sulfat anhidrat p.a

Larutan Eugenol dalam


diklorometan

3. Pemekatan

Labu alas bulat ditimbang

Larutan eugenol dalam diklorometan didecanter dalam LAB sesuai label A B C D E

Ditambahkan 100 mg eugenol pada labu C

Diklorometan didestilasi dengan rotary evaporator

Saat pelarut habis akan tersisa minyak kuning pucat yang berbau tajam dan khas dari
cengkeh dan mengandung sekitar 98% eugenol

4. Determinasi

Ditambahkan 100 mg eugenol pada labu D

Diinjeksikan ekstrak A B C D E dan 1 ml hasil destilasi E yang disisihkan ke GC-FID


yang sudah dioptimasikan

5. Pembuatan Larutan Baku Eugenol


Dibuat larutan stok dengan mengambil 0,1 ml baku eugenol

Dilarutkan dalam heksan dan diencerkan dalam labu takar hingga batas tanda

Dari larutan stok tersebut diambil sejumlah 0,5; 1,0; 1,5; 2,0; 2,5 ml larutan

Dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml

Diencerkan dengan heksan hingga batas tanda

6. Pengkondisian GC
GC dinyalakan sesuai petunjuk pemakaian

Suhu injektor, oven, dan detektor diset

Pengkondisian dilakukan selama 1 jam

7. Penentuan waktu retensi


Oven diset pada suhu 150 C

Standar diinjeksikan sebanyak 1-2 mikroliter

Ditunggu sampai puncak eugenol keluar

Waktu retensinya dicatat

Ulangi dengan sampel

Bandingkan puncak kromatogram sampel dengan standard, nilai Rs nya dihitung

8. Jika puncak sudah terpisah


Disiapkan seri kadar larutan standar eugenol dari larutan stok standar

Masing-masing seri larutan standar diinjeksikan, dibuat hubungan konsentrasi dengan


luas puncak (kurva baku), dihitung LOD teoritis

Sampel diinjeksikan, jika puncak terlalu besar, diencerkan dengan metanol sampai

luas puncak masuk ke dalam rentang kurva baku

Dihitung kadarnya, dihitung recovery yang telah dikerjakan

F. Data Pengamatan

Pembuatan Larutan Stok Eugenol

Konsentrasi larutan baku eugenol = 1 g/ml

g
V 1 C 1=V 2 C 2 1 ml 1 =10 ml C 2
ml

C 2=0,1

g
ml

Pembuatan Larutan Intermediet Eugenol

g
V 1 C 1=V 2 C 2 5 ml 0.1 =25 ml C 2
ml

C 2=0,02

g
=20000 g/ml=20000 ppm
ml

Pembuatan Seri Larutan Baku Eugenol


1. V 1 C 1=V 2 C 2 1 ml 20000 ppm=10 ml C 2

C 2=2000 ppm

2.

V 1 C 1=V 2 C 2 2 ml 20000 ppm=10 ml C 2

C 2=4000 ppm

3.

V 1 C 1=V 2 C 2 3 ml 20000 ppm=10 ml C 2

C 2=6000 ppm

4.

V 1 C 1=V 2 C 2 4 ml 20000 ppm=10 ml C 2

C 2=8000 ppm

5.

V 1 C 1=V 2 C 2 5 ml 20000 ppm=10 ml C 2

C 2=10000 ppm

Perhitungan AUC Seri Larutan Baku Eugenol


1. Tr
= 152,5 s

AUC = 32,149 - 31,868

= 0,281
2. Tr
= 152,3 s

AUC = 37,620 - 37,102

3. Tr

4. Tr

5. Tr

= 0,518

= 152,2 s
AUC = 34,143 - 33,400
= 0,743
= 152,9 s
AUC = 39,582 - 38,601
= 0,981
= 152,4 s
AUC = 31,587 - 30,411
= 1,176

Konsentrasi

= 0,0639

= 0,00011

= 0,999

(ppm)

2000

AUC

Tr (s)

4000

0,281

152,5

6000

0,518

152,3

8000

0,743

152,2

10000

0,981

152,9

1.176

152,4

y=bx +a
y=0,00011 x +0,0639

Perhitungan AUC Sampel


A. AUC
= 54,643 54,055

= 0,588
B. AUC
= 69,969 - 69,489

= 0,48
C. AUC
= 60,858 60,151

= 0,707
D. AUC
= 59,444 58,423

= 1,021
E. 1. AUC = 55,445 55,057

= 0,388
2. AUC
= 62,616 62,147

= 0,469

Perhitungan Konsentrasi Sampel


A. y=0,00011 x +0,0639 0,588=0,00011 x +0,0639

x=4764,5

B.

y=0,00011 x +0,0639 0,480=0,00011 x +0,0639


x=3782,7

y=0,00011 x +0,0639 0,707=0,00011 x+ 0,0639


x=5846,4
D. y=0,00011 x +0,0639 1,021=0,00011 x +0,0639
x=8700,9

C.

y=0,00011 x +0,0639 0,388=0,00011 x +0,0639


x=2946,4

E. 1.

y=0,00011 x +0,0639 0,469=0,00011 x +0,0639

2.

x=3682,7

ampel

AUC

(ppm)
4764,5
3782,7
5846,4
8700,9
2946,4

0,588
0,480
0,707
1,021
0,388

3682,7

0,469

Konsentrasi

E
2

Perhitungan Jumlah Eugenol dalam Sampel

Jumlah eugenol= konsentrasi sampel faktor pengenceran volume labu


A.

4764,5 g /ml

10
10 ml=158816,67 g
3

B.

2
3782,7 g /ml 10 ml=75654 g
1

C.

2
5846,4 g /ml 10 ml=116928 g
1

D.

2
8700,9 g /ml 10 ml=174018 g
1

E. 1.

2
2946,4 g /ml 10 ml=58928 g
1

2
3682,7 g /ml 10 ml=73654 g
2.
1

Perhitungan % Kesalahan dan % Recovery

Jumlah adisi Eugenol = 100L x 1 mg/ L = 100 mg = 100000g


Tahap Determinasi
( Jumlah sampel DJumlah sampel E 2 )
100
% Recovery Determinasi
=
Jumlah adisi eugenol

( 174018 g73654 g )
100 =100,364
100000 g

% Kesalahan Determinasi
Tahap Pemekatan

= 100 % - 100 % = 0%

% Recovery Sampel C

% Kesalahan Pemekatan

% Recovery Sampel B

% Recovery Pemekatan

% Kesalahan Partisi

% Recovery Partisi

( Jumlah sampel BJumlah sampel E 1 )


100
Jumlah adisi eugenol

( 75654 g58928 g )
100 =16,726
100000 g

=100% - % kesalahan determinasi - % kesalahan


pemekatan- % recovery sampel B
= 100% - 0% - 56,726% - 16,726 % = 26,548 %
= 100% - % kesalahan partisi
= 100% - 26,548% = 73,452 %

Tahap Destilasi
% Recovery Sampel A

( Jumlah sampel AJumlah sampel E 1 )


100
Jumlah adisi eugenol

( 158816,67 g58928 g )
100 =99,89
=
100000 g

= 100% -% kesalahan determinasi-% recovery sampel C


= 100% - 0% - 43,274% = 56,726 %
= 100% - % kesalahan pemekatan
= 100% - 56,726 % = 43,274 %

Tahap Partisi

( Ju mlah sampel CJumlah sampel E 2 )


100
Jumlah adisi eugenol

( 116928 g73654 g )
100 =43,274
=
100000 g

= 100%

% Kesalahan Destilasi

= 100% - %kesalahan determinasi - %kesalahan


pemekatan - %kesalahan partisi - %recovery sampel A
= 100% - 0% - 56,726% - 26,548% - 99,89%
= -83,164 % = 0%

% Recovery Destilasi

Tah

= 100 % - % kesalahan destilasi


= 100 % - 0 % = 100%

% Recovery

ap

Dest

ilasi
Part

Kesalahan

100

73,452

43,274

26,54

isi

8
Pem

ekatan

Det

56,72
6

100

erminasi

Perhitungan Simpangan Blanko


y=0,00011 x +0,0639
1.

=0,00011 (2000)+ 0,0639

=0,2839

y=0,00011 x +0,0639

2.

=0,00011 (4000)+0,0639

=0,5039
y=0,00011 x +0,0639

3.

=0,00011 (6000)+ 0,0639

=0,7239

y=0,00011 x +0,0639

4.

=0,00011 (8000)+ 0,0639

=0,9439
y=0,00011 x +0,0639

5.

=0,00011 (10000)+ 0,0639

=1,1639

Konsentrasi

|y- |

|y- |2

(ppm) (x)

2000

UC (y)

0,

281

4000

6000

0,

8000

10000

0,5

0,

1.

981

0,7

1
0,0001988

1
0,0003648

0,037

1
0,0013764

0,012

1
0,0001464

1
0,0020948

0,014

0,019
1

0,9

1,1

439

176

0,0000084

239
0,

0,002
9

039

743

839

518

0,2

639

Sb=

| y |2

Sb=

0,00209485
52

Sb=0,026425

n2

Konsentrasi

(ppm)
2000

0,
2839

4000

0,

= 0,0639

= 0,00011

=1
y=bx +a

5039

6000

8000

0,
7239
0,
9439

10000

1,
1639

Perhitungan LOD

y LOD = A (intersep) + 3 Sb

y LOD = 0,0639 + 3 ( 0,026425 )

y LOD = 0,143175

y=0,00011 x +0,0639

y = 0,00011 x + 0,0639

0,143175 = 0,00011 x + 0,0639

x = LOD = 720,682 ppm

Perhitungan LOQ

y LOQ = A (intersep) + 10 Sb

y LOQ = 0,0639 + 10 (0,026425 )

y LOQ = 0,32815

y = 0,00011 x + 0,0639

0,32815 = 0,00011 x + 0,0639

X = LOQ = 2402,273 ppm

Kurva Baku AUC vs Konsentrasi (ppm)


Seri Larutan Standar Eugenol
1.4
1.2
1

f(x) = 0x + 0.06
R = 1

0.8
AUC

0.6
0.4
0.2
0
1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

Konsentrasi (ppm)

8000

9000 10000 11000

Parameter Instrumen GC HP 5890 (12)


Tanggal
: 14 April 2014
User
: Anfar-Valmet Kelompok A2
User Time
: 11.00-16.30 WIB
Column
: DB 17
Press. Main Carrier (N2)
: 2,41 bar
Press. Main Air ( udara )
: 4,24 bar
Press. Main Hydrogen (H2) : 1,48 bar
Column Head Press.
: 70 kPA
Flow Split Vent. (N2) : 101 mL/min
Flow Purge Vent. (N2) : 2,76 mL/min
Column Flowrate (N2): 1,0 mL/min
Flow AUX Gas (N2)
: 29,8 mL/min
Flor Air ( udara )
: 420,2 mL/min
Flow Gas Hydrogen (H2) : 29 mL/min
Split Ratio
: 102 : 1
Oven Temperature
: 190 C
Initial Temperature
: 190 C
Initial Time
:4
min
Rate
:0
deg/min
Septum Purge Flow Rate
:
min
Final Temperature
: 190 C
Final Time
:0
min
Injector B Temperature
: 250 C
Detector A Temperature
: 270 C
Oven Maximum
: 300 C
Baseline Signal
: 14,5
Zero
: 11
Range
:1
Tr Hexane
: 90 sec
Tr Eugenol
: 150 sec

G. Pembahasan

Praktikum ini bertujuan untuk mengenal dan memahami teknik

pemisahan dengan teknik destilasi uap, menentukan kadar eugenol yang


terkandung dalam bunga kering dengan menggunakan kromatografi gas,
selain itu untuk memperoleh minyak cengkeh dari bunga cengkeh dengan
cara destilasi uap, dan mengisolasi serta mendeterminasi eugenol dari
minyak cengkeh dengan cara ekstraksi dan kromatografi gas.

Metode yang sering digunakan untuk memisahkan dan memurnikan

senyawa-senyawa organic dalam bentuk cair adalah metode destilasi.


Destilasi secara umum merupakan pemisahan dua komponen atau lebih
berdasarkan titik didih senyawa di mana terjadi proses penguapan cairan
dengan

adanya

panas

kondensor.

Destilasi

pemisahan

bahan

yang

dapat
kimia

selanjutnya

dikatakan
berdasarkan

pula

dikondensasikan
sebagai

perbedaan

suatu

dengan
metode

kecepatan

atau

kemudahan menguap.
Metode destilasi dibagi menjadi tiga antara lain destilasi sederhana,
destilasi uap, dan destilasi fraksi. Teknik destilasi uap biasanya digunakan
untuk mengisolasi minyak. Destilasi uap didasarkan pada volatilitas dari
beberapa senyawa organik terhadap uap yang terjadi pada temperatur
kurang dari 100C.
Prinsip destilasi uap yaitu pemisahan campuran yang didasarkan
pada perbedaan titik didih dari zat-zat cair dalam campuran, sehingga zat
yang memiliki titik didih yang lebih rendah maka akan menguap terlebih
dahulu, selanjutnya apabila didinginkan maka akan mengembun dan
menetes yang selanjutnya disebut sebagai zat murni (destilat). Salah satu
keuntungan isolasi minyak atsiri dengan menggunakan destilasi uap
diantaranya penetrasi uap ke dalam sel-sel tanaman cukup baik dan
membagi uap lebih merata keseluruh bagian ketel. Selama proses destilasi
berlangsung, uap air masuk menembus jaringan material dan melarutkan
sebagian minyak yang ada didalam sel. Uap air menembus dengan cara
osmosis yang mengakibatkan pembengkakan membrane dan akhirnya
minyak sampai pada permukaan. Kemudian minyak langsung diuapkan
bersama-sama dengan uap air. Proses ini berlangsung terus-menerus
hingga semua minyak yang ada di dalam sel keluar.

Hukum Dalton menyatakan bahwa tekanan campuran dari gas sebanding


dengan jumlah tekanan parsial gas masing-masing senyawa dalam campuran, dapat
dinyatakan dalam rumus: Ptotal = P1 + P2 dengan P1 dan P2 adalah tekanan masing2
senyawa dalam setiap campuran (Helmenstine, A. M., 2014).

Hukum Raoult digunakan untuk menggambarkan hubungan tekanan uap dari

larutan yang mengandung pelarut volatile (mudah menguap) dan non-volatile (tidak mudah

menguap), dapat dinyatakan dengan rumus: Plarutan = Xsolven x P0solven. Dimana Plarutan
adalah tekanan uap dari larutan, Xsolven adalah fraksi mol daro solven, dan P 0 adalah tekanan
uap dari pelarut murni pada suhu tertentu (Helmenstine, T., 2014).

Destilasi uap merupakan istilah yang secara umum digunakan untuk

destilasi campuran air dengan senyawa yang tidak larut dalam air, yang
dilakukan dengan cara mengalirkan uap air ke dalam campuran sehingga
bagian yang berpotensi untuk menguap akan menguap pada suhu yang
lebih rendah. Destilasi uap melibatkan melibatkan kodestilasi campuran
air dan senyawa organik yang mudah menguap dan tidak bercampur
dengan air. Dengan adanya tekanan uap campuran dari dua senyawa,
diharapkan tekanan uap campuran akan menjadikan titik didih masingmasing senyawa dalam campuran lebih rendah dari titik didih awal nya.
Hal inilah yang merupakan keunggulan dalam penggunaan metode
destilasi uap karena senyawa yang diinginkan dapat lebih cepat menguap
dengan cara menurunkan titik didihnya sehingga destilat yang diinginkan
pun diperoleh.
Berikut ini merupakan faktor-faktor yang berpengaruh dalam proses
destilasi uap:
1 Perbedaan komposisi yang terdapat di antara cairan dan uap pada
keadaan kesetimbangan (hubungan kesetimbangan uap dan cairan atau
volatilitas relatif).
2 Efektivitas kontak dari uap dan cairan yang biasa dinyatakan dalam plat
teoritis.
3 Kecepatan uap yang naik atau kecepatan aliran destilat. Semakin besar
kecepatan uap maka kecepatan aliran destilat pun akan meningkat
sehingga proses destilasi uap berlangsung lebih cepat.
4 Adanya reflux ratio. Reflux merupakan kembalinya cairan atau uap untuk
mengadakan kontak ulang dengan fasa uap maupun fasa cairannya
dalam

kolom.

Reflux

ratio

inilah

yang

akan

berpengaruh

pada

konsentrasi hasil destilat (produk atas) dan kebutuhan panas pada


kolom distilasi. Dengan adanya kenaikkan reflux, konsentrasi destilat
yang dihasilkan semakin tinggi. Semakin besar reflux ratio, maka
pengaruhnya terhadap konsentrasi destilatpun semakin tinggi.

Pada praktikum kali ini dilakukan ekstraksi 5 kali untuk A, B, C, D, dan E.


Pada tahap destilasi sampel A, sebelum bubuk cengkeh di destilasi, ditambahkan
larutan eugenol sebanyak 100 L. Sebelum dimulai destilasi, labu alas bulat yang
berisi bubuk cengkeh di masukkan batu didih untuk mempercepat pendidihan pada
waktu destilasi lalu di tambahkan aquadest sebanyak 150 mL lalu di bagian luar labu
alas bulat diberi tanda batas air. Hal ini dikarenakan untuk melihat aquadest yang
berada dilabu alas bulatnya, karena untuk melakukan destilasi dibutuhkan air yang
tetap pada labu alas bulat, sehingga setiap tetes hasil destilasi yang keluar harus di
gantikan dengan tambahan dari aquades. Setelah destilasi selesai didapat destilat untuk
masing-masing sampel A, B, C, D, dan E; pada destilat E diambil sebanyak 1 mL
untuk nantinya dianalisis lebih lanjut.

Lalu dilakukan ekstraksi yaitu untuk memisahkan suatu senyawa berdasarkan


perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya
air dan yang lainnya pelarut organik. Ekstraksi yang dilakukan pada praktikum ini
merupakan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi cair-cair sendiri merupakan suatu teknik
dimana suatu larutan (aquades) dibuat bersentuhan dengan suatu pelarut kedua
(Diklorometan), yang pada hakekatnya tak tercampurkan, dan menimbulkan
perpindahan satu atau lebih zat terlarut (solute) kedalam pelarut yang kedua
berdasarkan koefisien distribusinya. Ekstraksi ini menggunakan metode corong pisah
dengan prinsip berpindahnya solut dari satu fase ke fase lain yang tidak saling
tercampurkan berdasarkan koefisien. Hasil destilat tadi ditambahkan NaCl agar terjadi
salting out yaitu proses penambahan larutan elektrolit kedalam fase air yang
mengandung senyawa organik, penambahan larutan elektrolit ini difungsikan agar
kelarutan senyawa organik dalam air bias menurun dan juga konsentrasi senyawa
organic dalam pelarut organic akan lebih besar daripada dalam fase air, lalu
ditambahkan diklorometan sebagai pelarut organik. Ekstraksi ini menghasilkan dua
lapisan, yaitu lapisan atas merupakan pelarut air yang dan lapisan yang bawah
merupakan fase diklorometan. Pemisahan yang terjadi berdasarkan berat jenis dari
setiap larutan dimana berat jenis air adalah 1 sedangkan diklorometan adalah 1,33.
Pada saat pemisahan dengan corong pisah, penggojogan dilakukan dengan konstan
agar tidak terjadi emulsi. Jika terjadi emulsi dapat mengganggu dalam pengamatan
saat akan dipisahkan dua lapisan tersebut. Jika sudah terbentuk emulsi dapat
ditambahkan NaCl untuk memisahkan larutan tersebut. Pemisahan pada tahap

ekstraksi ini berdasarkan hukum Nerst dimana pada konsentrasi dan tekanan yang
konstan, analit akan terdistribusi dalam proporsi yang selalu sama diantara dua pelarut
yang saling tidak campur.

Lalu larutan diklorometan diambil, sedangkan larutan air dilakukan ekstraksi


kembali sebanyak dua kali. Ekstraksi dilakukan sebanyak 3 kali untuk memastikan
bahwa zat yang diinginkan benar-benar terbawa dalam pelarut diklorometan karena
mencapai kesetimbangan lebih dari satu kali. Lalu hasil dari ketiga ekstraksi
digabungkan. Setelah digabungkan dibersihkan dari air yang masih terbawa dengan
cara dikeringkan dengan natrium sulfatexicc. Natrium sulfat exicc ini berguna untuk
menarik air yang masih terkandung dalam larutan diklorometan.

Dalam praktikum ini, praktikan melakukan partisi dengan tujuan untuk


memisahkan senyawa eugenol dari senyawa-senyawa organik maupun pengotor yang
lain. Pertama-tama lapisan diklorometan yang telah dikeringkan dengan menggunakan
natrium sulfat exicc dipindahkan ke dalam corong pisah 125 ml, kemudian
ditambahkan 100 mg eugenol pada larutan B dengan tujuan eugenol merupakan baku
yang ditujukan untuk melihat kesalahan yang terjadi pada saat melakukan partisi.
Kemudian dilakukan ekstraksi cair-cair dengan cara pada seluruh larutan A, B, C, D, E
ditambahkan 30 ml larutan KOH 5%, kemudian digojog sambil sesekali mulut corong
pisah dibuka agar tidak meledak akibat tekanan dalam corong pisah yang besar,
penggojokan dilakukan hingga tidak ada lagi tekanan yang menyembur keluar ketika
mulut corong pisah dibuka. Tujuan penambahan KOH 5% adalah untuk membentuk
garam eugenol yang mudah larut dalam air, sehingga senyawa eugenol dapat terpisah
dari senyawa organik lainnya yang terkandung dalam minyak cengkeh. Setelah itu,
tutup corong pisah dibuka dan didiamkan beberapa saat agar buih yang terbentuk
sehingga 2 lapisan yang terbentuk dapat teramati dengan baik, lapisan diklorometan
akan berada pada bagian bawah sedangkan lapisan air akan berada pada bagian atas
karena berat jenis air yaitu 0.997 g/cm 3 (Suryanti, V., Hastuti, S., Wahyuningsih, T. D.,
Mudasir., Muliawati, D., I., 2009) lebih kecil daripada berat jenis diklorometan yaitu
1.33 g/cm3 (Merck, 2010). Selanjutnya, dilakukan pemisahan antara lapisan air dan
lapisan diklorometan, lapisan air diambil dan ditampung pada corong pisah yang lain
(lapisan air I) sedangkan lapisan diklorometan diekstraksi lagi dengan cara yang sama
dengan menambahkan 25 ml larutan KOH 5%, lapisan air yang terbentuk (lapisan air
II) ditampung dan dicampur dalam corong pisah yang berisi lapisan air I sedangkan

lapisan diklorometannya diekstraksi kembali dengan menambahan 25 ml larutan KOH


5%, lapisan air yang terbentuk (lapisan air III) ditampung dan dicampur dalam corong
pisah yang berisi lapisan air I dan lapisan air II sedangkan lapisan diklorometannya
ditampung pada gelas beaker dan dibuang pada botol limbah. Tetapi pada sampel A
terjadi perubahan warna pada saat pemisahan antara air dan diklorometan. Hal ini
disebabkan karena adanya pengotor pada erlenmeyer yang digunakan. Reaksi
pembentukan garam eugenol:

Corong pisah yang berisi tampungan lapisan air I, II, dan III tadi dicuci

kembali dengan menggunakan diklorometan 15 ml agar pemisahan yang terjadi benar-benar


optimal. Lapisan diklorometan dan air kembali dipisahkan, lapisan diklorometan ditampung
dalam beaker glass kemudian dibuang dalam botol limbah sedangkan lapisan air ditampung
dalam beaker glass atau Erlenmeyer kemudian didinginkan (agar eugenol tidak menguap) dan
diasamkan secara perlahan dengan menggunakan HCl 5% hingga pH 1 (pH diuji degan
menggunakan indicator pH universal). Tujuan pengasaman adalah untuk mengubah garam
eugenol menjadi bentuk eugenol kembali (membentuk eugenol kembali). Reaksinya:

Larutan yang telah diasamkan, dipindahkan ke dalam corong pisah 125 ml dan

Erlenmeyer yang tadi digunakan untuk menampung larutan yang telah diasamkan dibilas
dengan 10 ml diklorometan dan dimasukkan ke dalam corong pisah (dilakukan sebanyak dua
kali) dengan harapan tidak ada eugenol yang tertinggal pada alat. Corong pisah ditutup dan

dilakukan penggojokan (penggojokan dilakukan jangan terlalu kuat agar tidak terbentuk
emulsi yang dapat menghambat pengamatan), hasil dari penggojokan maka akan terbentuk
dua lapisan yaitu lapisan air (bagian atas) dan lapisan diklorometan (bagian bawah). Lapisan
diklorometan (lapisan diklorometan I) ditampung dalam erlenmeyer yang telah diberi label
dan ditutup dengan alumunium foil karena eugenol memiliki sifat mudah menguap,
sedangkan lapisan air diekstraksi lagi dengan ditambahkan 10 ml diklorometan dengan cara
yang sama seperti yang telah disebutkan diatas. Lapisan diklorometan (lapisan diklorometan
II) ditampung dan dicampur dalam erlenmeyer yang telah berisi lapisan diklorometan I,
lapisan air yang terbentuk ditambah dengan 10 ml diklorometan dan diekstraksi kembali
dengan cara yang sama. Lapisan diklorometan (lapisan diklorometan III) ditampung dan
dicampur dalam erlenmeyer yang telah berisi lapisan diklorometan I dan II, lapisan air yang
terbentuk dibuang. Tujuan diekstraksi cair cair dengan menggunakan diklorometan ini
adalah untuk memisahkan senyawa eugenol dari senyawa lain yang larut dalam air. Lapisan
diklorometan yang telah terbentuk tadi dimasukkan kembali kedalam corong pisah yang
sama, kemudian dicuci dengan 15 ml aquadest dengan harapan agar pemisahan yang
dilakukan dapat optimal (senyawa yang nantinya didapat hanya eugenol). Dari hasil
pencucian dengan menggunakan aquadest didapat dua lapisan yaitu lapisan air dan lapisan
diklorometan, lapisan air dibuang sedangkan lapisan diklorometan dicuci lagi dengan
menggunakan NaCl setengah jenuh. Tujuan pencucian menggunakan NaCl setengah jenuh ini
adalah untuk memisahkan senyawa eugenol dari senyawa-senyawa lain yang berupa ion. Dari
pemisahan menggunakan NaCl didapat dua lapisan yaitu lapisan air (bagian atas) dan lapisan
diklorometan (lapisan bawah), lapisan air dibuang sedangkan lapisan diklorometan
dimasukkan ke dalam ke dalam Erlenmeyer yang telah diisi 15 g natrium sulfat anhidrat p.a
(pro-analisis). Tujuan penambahan natrium sulfat anhidrat p.a ini adalah untuk menarik air
yang masih tersisa dalam larutan sehinga nantinya hanya diperoleh eugenol saja.

Setelah dipartisi larutan yang didapatkan dari hasil partisi dipekatkan dengan
menggunakan vaccum rotary evaporator. Vaccum rotary evaporator dapat menguapkan
pelarut dengan lebih cepat karena ada vakum yang dapat menurunkan tekanan
sehingga titik didih pelarut juga akan turun, maka akan lebih cepat menguap. Selain
itu dengan di rotary maka luas permukaan penguapan juga semakin luas sehingga
pemekatan dapat dilakukan dalam waktu yang cukup singkat. Keuntungan lain dari
penggunaan vaccum rotary evaporator ini yaitu akan didapatkan kembali pelarut yang
diuapkan sehingga nantinya dapat digunakan lagi. Hasil pemekatan ini menghasilkan
eugenol yang lebih murni dibandingkan hasil partisi. Setelah dipekatkan eugenol yang

didapat dimasukkan dalam labu takar 10ml, ditambahkan heksan hingga batas tanda
kemudian siap dideterminasi dengan kromatografi gas.

Pada praktikum ini penambahan standar yaitu standar adisi yang bertujuan
untuk mengetahui persen recovery dari empat tahap yaitu destilasi, partisi, pemekatan,
dan determinasi. Untuk mengetahui persen recovery dari setiap tahap dilakukan
perhitungan dari determinasi terlebih dahulu. Dari setiap tahap dicari % recovery
dengan rumus :

( Jumlah sampel A B C atau DJumlah sampel E 1 atau E 2 )


100
Jumlah adisi eugenol

Dari hasil tersebut dapat ditentukan % kesalahan yang terjadi dari tahap
determinasi dengan cara mengurangkan 100% dengan hasil recovery yang didapat.
Untuk mencari % recovery yang terjadi pada pemekatan, partisi dan destilasi
dilakukan dengan cara mengurangkan 100% dengan % kesalahan dari masing-masing
tahap (pemekatan, partisi, dan destilasi). Persen kesalahan masing-masing tahap
didapat dari 100% dikurangkan dengan jumlah % kesalahan dari tahap sebelumnya
dengan % recovery dari masing-masing sampel (A, B, C, D, dan E).

Selain standar adisi, pada praktikum ini juga digunakan standar eksternal yaitu
baku eugenol. Dibuat seri larutan standar dari baku eugenol dengan 5 level konsentrasi
kemudian dihitung AUC yang didapat dengan kromatografi gas, sehingga didapatkan
persamaan regresi linear nya yaitu y = 0,00011x + 0,0639. Dari persamaan ini bisa
didapatkan konsentrasi sampel yang diuji dengan memasukan AUC sampel sebagai y
dan didapat x yang merupakan konsentrasi sampel.

Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan yang mana solute solute

yang mudah menguap (dan stabil terhadap panas) bermigrasi melalui kolom yang
mengandung fase diam dengan suatu kecepatan tergantung pada rasio distribusinya. Pada
umumnya solute akan terelusi berdasarkan pada peningkatan titik didihnya, kecuali jika ada
interaksi khusus antara solute dengan fase diam. Fase gerak yang berupa gas akan mengelusi
solute dari ujung kolom lalu menghantarkannya ke detector. Penggunaan suhu yang
meningkat (biasanya pada kisaran 500C 3500C) bertujuan untuk menjamin bahwa solute
akan menguap dan karenanya akan lebih cepat terelusi (Gandjar, 2013).

Kromatografi gas, baik tipe kromatografi gas cair (KGC) maupun

kromatografi gas padat (KGP) memiliki beberapa komponen peralatan utama, yaitu
pengontrol dan penyedia gas pembawa; ruang injeksi sampel; kolom, detector dan rekorder.
Susunan komponen komponen tersebut dapat digambarkan melalui diagaram di bawah ini :

(Meyers, 2009).

1. Gas pembawa

Disebut juga sebagai fase gerak dalam system kromatografi gas. Fase

gerak hanya digunakan untuk membawa solute dalam sampel menuju ke kolom, sehingga
sifatnya tidak berpengaruh pada selektifitas. Jenis gas pembawa yang biasa digunakan adalah
helium, hydrogen dan nitrogen, pada percobaan kali ini gas pembawa yang digunakan adalah
nitrogen (N2). Pemilihan gas pembawa sendiri disesuaikan dengan detector yang digunakan,
karena pada percobaan ini dipakai detektor FID (ionisasi nyala), maka digunakan gas N2
sebagai fasegeraknya. Gas pembawa biasanya disimpan dalam suatu tangki bertekanan tinggi
yang dihubungkan dengan alat pengontrol laju alir gas, karena laju alir dipengaruhi oleh
factor suhu dan tekanan dan disesuaikan dengan diameter kolom yang digunakan. Pada
tekanan yang tetap, naiknya suhu akan diikuti oleh kenaikan laju alir sehingga perlu dilakukan
pengaturan suhu untuk menjaga kestabilan aliran gas ke dalam kolom. Masing- masing gas
pembawa bekerja dengan efisien pada laju alir yang berbeda, untuk gas N2 akan bekerja
efisien pada laju alir 10mL/menit (Gandjar,2007).
2. Injektor

Merupakan tempat untuk menghantarkan sampel ke dalam aliran gas


pembawa. Metode penginjeksian sampel dapat dilakukan secara otomatis ataupun manual,
seperti yang digunakan pada percobaan ini. Injeksi sampel menggunakan syringe mikroliter
kedalam inlet yang suhunya sudah diatur, biasanya lebih tinggi dari suhu kolom sehingga
setelah sampel diinjeksikan dapat segera menguap dan bergabung dengan gas pembawa
menuju kolom. Jumlah sampel yang diinjeksikan sesuai dengan kolom yang dipakai, pada

kolom kapiler sampel yang diinjeksikan 0,01 L sedangkan kolom kemas 1-100 L
(Gandjar,2007).
3. Kolom

Kolom merupakan komponen sentral dalam kromatografi gas, dimana

proses pemisahan terjadi. Efisiensi pemisahan ditentukan oleh diameter kolom, dimana makin
kecil diameter kolom makin efisien pemisahan yang terjadi sehingga puncak kromatogram
yang dihasilkan makin tajam. Pengaturan suhu kolom dilakukan dengan memperhatikan
kestabilan fase diam yang ada di dalamnya, sehingga tidak mempengaruhi pemisahan.
Pengaturan suhu selama pemisahan dilakukan dengan 2 cara, yakni pemisahan isotermal,
yaitu penggunaan suhu kolom yang tetap selama pemisahan, dan pemisahan suhu terprogram,
menggunakan suhu yang berubah secara terkendali. Pemisahan tipe ini lebih menguntungkan
karena mampu meningkatkan resolusi komponen-komponen dalam campuran yang memiliki
kisaran titik didih yang luas, selain itu senyawa-senyawa dengan titik didih tinggi lebih cepat
terelusi sehingga analisis berjalan lebih cepat.Terdapat 2 jenis kolom kromatografi gas, yaitu :
Kolom kemas (packing coloumn), fase diam hanya dilapiskan pada penyangga atau

berikatan secara kovalen pada penyangga untuk menghasilkan fase terikat.


Kolom kapiler (capillary coloumn), memiliki diameter lebih kecil dari pada kolom kemas.
Fase diam dapat dilapiskan pada dinding kolom pada jenis WCOT (Wall Coated Open
Tube); pelapisan fase diam berupa butiran-butiran kecil pada dinding kolom SCOT;
pelapisan fase diam berupa butiran-kecil berpori pada dinding kolom PLOT

(Gandjar,2007).
4. Detektor dan Rekorder

Merupakan komponen yang berfungsi untuk mendeteksi sinyal gas


pembawa yang membawa komponen-komponen hasil pemisahan, kemudian mengubahnya
menjadi sinyal elektronik yang digunakan sebagai data kualitatif dan kuantitatif.
Respon/sinyal yang dihasilkan detector merupakan hubungan yang linier terhadap kadar
komponen yang teresolusi. Hasil pemisahan disajikan dalam bentuk kromatogram yang terdiri
dari deretan luas puncak terhadap waktu. Terdapat beberapa jenis detector kromatografi gas,
diantaranya detector hantar panas (TCD), detector ionisasi nyala (FID), detector tangkap
elektron (ECD), dan detektor nitrogen fosfor (NPD). Detektor yang digunakan kali ini adalah
FID, komponen-komponennya dapat ditunjukkan melalui gambar berikut :

Gambar :Komponendetektor FID


Pada detektor FID, prinsipnya adalah penguraian senyawa organic sampel yang

terbawa oleh gas menjadi ion-ion melalui pembakaran, berupa nyala hidrogen yang terbakar
di udara. Ion-ion ini biasanya terdiri atas satu karbon (C + ) yang dapat meningkatkan
daya hantar serta arus listrik yang mengalir diantara 2 elektroda. Peningkatan arus listrik
kemudian akan diukur dan direkam oleh rekorder. Pengaturan suhu detector juga perlu
diperhatikan dimana suhunya harus diatur di atas 1000 C untuk mencegah kondensasi uap air
yang dapat menyebabkan munculnya karat serta mengurangi sensitifitas detektor
(Gandjar,2007).

Kolom yang digunakan pada percobaan kali ini adalah jenis kolom DB 17
50%- phenyl methyl polysiloxanes. Polysiloxanes adalah jenis kolom yang paling
umum digunakan. Jenis kolom ini lebih stabil, mampu mendeteksi banyak jenis
senyawa (lebih serba guna) serta memiliki ketahanan yang kuat. 50% - phenyl methyl
berarti polysiloxanes yang memiliki cabang 50% phenyl dan 50% methyl. Fase diam
ini termasuk golongan semi polar.

Kolom DB-17 polysiloxanes menggunakan teknik bonded dan cross linked.


Teknik cross-linked adalah fase diam yang terikat secara individual terhadap rantai
polimer melalui ikatan kovalen. Teknik bonded adalah fase diam yang berikatan secara
kovalen terhadap permukaan pipa/kolom. Kedua teknik tersebut mengakibatkan
kenaikkan suhu dan meningkatkan stabilitas pelarut terhadap fase diam. Fase diam
dapat dibilas menggunakan pelarut untuk dibersihkan dari pengotor. Fase gerak jenis
50%-phenyl methyl polysiloxanes biasanya digunakan untuk memisahkan senyawa
dengan gugus fenil yang dominan dan memiliki stabilitas suhu yang tinggi (Anonim,
2014).

Pada saat mengelusi yang terbaca pada detektor lebih dahulu adalah heksan.
Heksan adalah pelarut yang digunakan pada praktikum kali ini, digunakan pelarut
heksan karena heksan memiliki waktu retensi yang berbeda cukup jauh terhadap
eugenol. Titik didih heksan hanya 69oC sehingga solven akan menguap terlebih
dahulu. Sedangkan eugenol sebagai analit menguap pada suhu 254oC, sehingga peak
dari eugenol baru akan terbaca beberapa saat setelah peak dari heksan muncul. Di
dalam sistem GC, analit yang mulanya terlarut dalam solven akan diuapkan lebih
dahulu agar menjadi gas yang kemudian masuk kedalam kolom dan berinteraksi
dengan fase diam. Dan bila ada yang tidak ditahan fase diam maka senyawa akan
terelusi dan dibaca oleh detektor, diperbesar responnya oleh amplifier dan peak
kromatogram muncul di layar komputer.

Parameter Validasi menurut ICH (International Conference on Harmonization) :

1. Ketepatan (akurasi)

Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara

nilai terukur dengan nilai yang diterima baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau
nilai rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada
suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian
senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran dengan
bahan rujukan standar (standard reference material, SRM).

Untuk

mendokumentasikan

akurasi,

ICH

merekomendasikan

pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda
(misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus dilaporkan sebagai persentase
perolehan kembali.

Pada percobaan kali ini akurasi didapatkan dari perhitungan persen

recovery tiap-tiap tahap yang dilakukan.


2. Presisi
Presisi merupakan ukuran keterulangan metode analisis dan biasanya
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan secara statistik. Sesuai dengan ICH, presisi harus dilakukan pada 3
tingkatan yang berbeda yaitu: keterulangan (repeatibility), presisi antara (intermediate
precision) dan ketertiruan (reproducibility)

a. Keterulangan yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang sama


(berulang) baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
b. Presisi antara yaitu ketepatan (precision) pada kondisi percobaan yang
berbeda, baik orangnya, peralatannya, tempatnya, maupun waktunya.
c. Ketertiruan merujuk pada hasil-hasil dari laboratorium yang lain.

Dokumentasi presisi seharusnya mencakup: simpangan baku, simpangan baku

relatif (RSD) atau koefisien variasi (CV), dan kisaran kepercayaan.

Pengujian presisi pada saat awal validasi metode seringkali hanya

menggunakan 2 parameter yang pertama, yaitu: keterulangan dan presisi antara.


Reprodusibilitas biasanya dilakukan ketika akan melakukan uji banding antar
laboratorium. Presisi seringkali diekspresikan dengan SD atau standar deviasi relatif
(RSD) dari serangkaian data. Nilai RSD dirumuskan dengan :

RSD =

100 x SD
x
; yang mana x merupakan rata-rata data dan SD adalah
xx

standar deviasi serangkaian data.

Data untuk menguji presisi seringkali dikumpulkan sebagai bagian

kajian-kajian lain yang berkaitan dengan presisi seperti linieritas atau akurasi.
Biasanya replikasi 6-15 dilakukan pada sampel tunggal untuk tiap-tiap konsentrasi.
Pada pengujian dengan KCKT, nilai RSD antara 1 - 2% biasanya dipersyaratkan untuk
senyawa-senyawa aktif dalam jumlah yang banyak; sedangkan untuk senyawasenyawa dengan kadar sekelumit, RSD berkisar antara 5 - 15%.

Pada praktikum kali ini tidak diketahui presisi nya karena praktikan

tidak melakukan replikasi untuk sampel yang dianalisis.


3. Spesifitas

Spesifitas adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara

tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel
seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks.

ICH membagi spesifitas dalam 2 kategori, yakni uji identifikasi dan uji
kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifitas ditunjukkan dengan
kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang
mempunyai struktur molekul yang hampir sama. Untuk tujuan uji kemurnian dan

tujuan pengukuran kadar, spesifitas ditunjukkan oleh daya pisah 2 senyawa yang
berdekatan (sebagaimana dalam kromatografi). Senyawa-senyawa tersebut biasanya
adalah komponen utama atau komponen aktif dan atau satu pengotor. Jika dalam suatu
uji terdapat suatu pengotor (impurities) maka metode uji harus tidak terpengaruh
dengan adanya pengotor ini.

Penentuan spesifitas metode dapat diperoleh dengan 2 jalan. Yang


pertama (dan yang paling diharapkan), adalah dengan melakukan optimasi sehingga
diperoleh senyawa yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa senyawa lain
(resolusi senyawa yang dituju 2). Cara kedua untuk memperoleh spesifisitas adalah
dengan menggunakan detektor selektif, terutama untuk senyawa senyawa yang
terelusi secara bersama sama. Sebagai contoh, detektor elektrokimia atau detektor
flouresen hanya akan mendeteksi senyawa tertentu, sementara senyawa yang lain tidak
terdeteksi.
4. Batas Deteksi (limit of detection, LOD)
Merupakan parameter sensitivitas untuk validasi metode analisis yang menunjukkan
konsentrasi analit terendah dalam sampel yang masih dapat dideteksi dan memberikan
respon yang sama dengan respon blanko ditambah dengan 3 simpangan baku blanko.
Batas deteksi juga dapat didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah yang masih
dapat dideteksi namun tidak selalu dapat dikuantifikasi, artinya batas deteksi hanya
dapat menentukan ada atau tidaknya suatu senyawa dalam komponen-komponen hasil
pemisahan (secara kualitatif), kalaupun didapat data kuantitatif kemungkinan
kesalahannya lebih besar dibandingkan dengan sampel yang konsentrasinya dianalisis
diatas batas kuantifikasi (LOQ). Nilai LOD didapat dari persamaan kurva baku seri
larutan standar eugenol, dengan nilai y merupakan hasil penjumlahan intersep (A) dan

3 simpangan baku blanko. Simpangan baku (Sb) sendiri diperoleh dari rumus berikut :
| y |2
Sb=
n2

y :nilai AUC pada masing-masing konsentrasi


:nilai y untuk masing-masing konsentrasi
n :banyaknya konsentrasi yang digunakan
Nilai LOD yang diperoleh dari percobaan ini adalah 720,682 ppm, dengan demikian

dapat dikatakan bahwa metode yang digunakan dapat mendeteksi ada tidak nya analit
dalam sampel dengan konsentrasi terendah sebesar 720,682 ppm.

LOD seringkali diekspresikan sebagai suatu konsentrasi pada rasio


signal terhadap derau (signal to noise ratio) yang biasanya rasionya 2 atau 3 dibanding
1. ICH mengenalkan suatu konvensi metode signal to noise ratio ini, meskipun

demikian ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain untuk menentukan LOD yakni
: metode non instrumental visual dan dengan metode perhitungan. Metode non
instrumental visual digunakan pada teknik kromatografi lapis tipis dan pada metode
titimetri. LOD juga dapat dihitung berdasarkan pada standar deviasi (SD) respon dan
kemiringan (slope, S) kurva baku pada level yang mendekati LOD sesuai dengan
rumus, LOD = 3,3 (SD/S). Standar deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan pada
standar deviasi blanko, pada standar deviasi residual dari garis regresi, atau standar
deviasi intersep y pada garis regresi.
5. Batas Kuantifikasi (limit of quantification, LOQ)

Batas kuantifikasi didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah


dalam sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi yang dapat diterima
pada kondisi operasional metode yang digunakan. Sebagaimana LOD, LOQ juga
diekspresikan sebagai konsentrasi (dengan akurasi dan presisi juga dilaporkan).
Kadang kadang rasio signal to noise 10 : 1 digunakan untuk menentukan LOQ.
Perhitungan LOQ dengan rasio signal to noise 10 : 1 merupakan suatu kompromi
antara konsentrasi dengan presisi dan akurasi yang dipersyaratkan. Jadi, jika
konsentrasi LOQ menurun maka presisi juga menurun, jika presisi tinggi
dipersyaratkan, maka konsentrasi LOQ lebih tinggi harus dilaporkan.

ICH mengenalkan metode rasio signal to noise ini, meskipun demikian


sebagaimana dalam perhitungan LOD, ICH juga menggunakan 2 metode pilihan lain
untuk menentukan LOQ yaitu: (1) metode non instrumental visual dan (2) metode
perhitungan. Sekali lagi, metode perhitungan didasarkan pada standar deviasi respon
(SD) dan slope (S) kurva baku sesuai dengan rumus : LOQ = 10 (SD/S). Standar
deviasi respon dapat ditentukan berdasarkan standar deviasi blanko pada standar
deviasi residual garis regresi linier atau dengan standar deviasi intersep y pada garis
regresi.

Dari hasil perhitungan, didapatkan nilai LOQ sebesar 2402,273 ppm,

artinya batas kadar terendah yang dapat dideteksi dan dikuantifikasi oleh metode yang
digunakan adalah 2402,273 ppm.
6. Linieritas

Linieritas merupakan kemampuan suatu metode untuk


memperoleh hasil hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi
analit pada kisaran yang diberikan. Linieritas suatu metode merupakan ukuran
seberapa baik kurva kalibrasi yang menghubungkan antara respon (y) dengan
konsentrasi (x). Linieritas dapat diukur dengan melakukan pengukuran tunggal pada

konsentrasi yang berbeda beda. Data yang diperoleh selanjutnya diproses dengan
metode kuadrat terkecil, untuk selanjutnya dapat ditentukan nilai kemiringan (slope),
intersep, dan koefisien korelasinya. Linear atau tidaknya data yang diperoleh dapat
ditunjukkan dengan nilai rhitung yang diperoleh sebesar 0,999. Padapercobaan kali ini,
diperolehpersamaankurvabakuserilarutanstandareugenoldengan lima konsentrasi (x)
yaitu 2000 ppm, 4000 ppm, 6000 ppm, 8000 ppm, 10000 ppm dan respon berupa luas
area bawah kurva/AUC (y) yaitu y = 0,00011 x + 0,0639 dengan nilai r

hitung

0,999

sehingga dapat disimpulkan bahwa metode analisis telah memenuhi parameter


linearitas.

7. Kisaran (range)

Kisaran suatu metode didefinisikan sebagai konsentrasi analit terendah


dan tertinggi yang mana suatu metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, dan
linieritas yang mencukupi. Kisaran kisaran konsentrasi yang diuji tergantung pada
jenis metode dan kegunaannya. Untuk pengujian komponen utama (mayor), maka
konsentrasi baku harus diukur di dekat atau sama dengan konsentrasi kandungan analit
yang diharapkan. Suatu strategi yang baik adalah mengukur baku dengan kisaran 25,
50, 75, 100, 125, dan 150 % dari konsentrasi analit yang diharapkan.
8. Kekasaran (Ruggedness)

Kekasaran (Ruggedness) merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang


diperoleh dibawah kondisi yang bermacam macam yang diekspresikan sebagai
persen standar deviasi relative (% RSD). Kondisi kondisi ini meliputi laboratorium,
analis, alat, ragen, dan waktu percobaan yang berbeda.

Kekasaran suatu metode mungkin tidak akan diketahui jika suatu


metode dikembangkan pertama kali, akan tetapi kekasaran suatu metode akan
kelihatan jika digunakan berulang kali.
9. Ketahanan (Robustness)

Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh


oleh adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan
melakukan variasi parameter parameter metode seperti :presentase suatu pelarut
organik, pH, kekuatan ionik, suhu dan sebagainya. Suatu praktek yang baik untuk
mengevaluasi ketahanan suatu metode adalah dengan memvariasi parameter
parameter penting dalam suatu metode secara sistematis lalu mengukur pengaruhnya
pada pemisahan. Sebagai contoh, jika suatu metode menggunakan asetonitril 36% - air
sebagai fase geraknya, maka seorang analis lalu memvariasi presentase asetonitrilnya

menjadi misalkan 33, 36, dan 39% lalu melihat pengaruhnya pada waktu retensi analit
yang diuji.
10. Stabilitas

Untuk memperoleh hasil hasil analisis yang reprodusibel dan reliable,

maka sampel, reagen dan baku yang digunakan harus stabil pada waktu tertentu
(misalkan 1 hari, 1 minggu, 1 bulan, atau tergantung kebutuhan). Sebagai contoh,
suatu analisis untuk pengujian 1 sampel dapat membutuhkan 10 atau lebih perlakuan
kromatografi ; yakni untuk menentukan kesesuaian system, termasuk di dalamnya
konsentrasi baku untuk membuat kurva baku dan juga untuk membuat 2 atau 3
replikasi tehadap sampel yang akan diuji. Dengan demikian, untuk melakukan analisis
1 sampel saja dibutuhkan waktu beberapa jam, karenanya selama analisis harus
dipastikan bahwa sampel dalam jumlah yang banyak, maka dibutuhkan waktu yang
lebih lama lagi sehingga stabilitas dapat menjadi faktor yang kritis pada validasi
metode.
11. Kesesuaian sistem

Sebelum melakukan analisis setiap hari, seorang analis harus


memastikan bahwa sistem dan prosedur yang digunakan harus mampu memberikan
data yang dapat diterima. Hal ini dapat dilakukan dengan percobaan kesesuaian
system yang didefinisikan sebagai serangkaian uji untuk menjamin bahwa metode
tersebut dapat menghasilkan akurasi dan presisi yang dapat diterima. Persyaratan
persyaratan kesesuaian sistem biasanya dilakukan setelah dilakukan pengembangan
metode dan validasi metode.

Farmakope Amerika (United States Pharmacopeia), USP) menentukan

parameter parameter yang dapat digunakan untuk menetapkan kesesuaian sistem


sebelum analisis. Parameter parameter yang digunakan meliputi : bilangan lempeng
teori (N), faktor tailing, kapasitas (k atau ) dan nilai standar deviasi relative (RSD)
tinggi puncak dan luas puncak dari 5 kali injeksi larutan baku pada dasarnya dapat
diterima sebagai salah satu kriteria baku untuk pengujian komponen yang jumlahnya
banyak (komponen mayor) jika nilai RSD 1% untuk 5 kali injeksi. Sementara untuk
senyawa senyawa dengan kadar sekelumit, nilai RSD dapat diterima jika antara 5
15% (Gandjar, 2013).

Berdasarkan

hasil

yang

diperoleh,

didapatkan

kurva

baku

y=0,00011 x +0,0639 . Dengan nilai LOD 720,682 ppm dan juga nilai LOQ

2402,273 ppm. Nilai AUC yang didapatkan pada sampel A, B, C, D, E1 dan E2 secara
berurutan adalah 0,588 ; 0,480 ; 0,707 ; 1,021 ; 0,388 ; 0,469, sehingga konsentrasi
dari sampel A, B, C, D, E1 dan E2 adalah 4764,5 ppm, 3782,7 ppm, 5846,4 ppm,
8700,9 ppm, 2946,4 ppm, dan 3682,7 ppm. Jumlah eugenol dalam sampel tersebut
sebesar 158816,67g, 75654 g, 116928 g, 174018 g, 58928 g, dan 73654 g.
Seharusnya pada sampel A mengandung eugenol yang lebih sedikit dari sampel B, C,
dan D. Karena sampel A diadisi dengan standar eugenol pada awal destilasi, sehingga
kemungkinan hilangnya eugenol jauh lebih banyak dibandingkan sampel B, C, dan D.
Tetapi pada praktikum kali ini diperoleh jumlah eugenol sampel A lebih banyak
daripada sampel B. Hal ini disebabkan karena pada tahap partisi, sampel A
terkontaminasi oleh pengotor.

Nilai dari % kesalahan yang didapatkan berdasarkan hasil percobaan pada


tahap determinasi, pemekatan, partisi, dan destilasi secara berurutan adalah 0%,
56,726%, 26,548% dan 0%. Nilai % recovery determinasi, pemekatan, partisi dan
destilasi yang didapatkan adalah 100% , 43,274% , 73,452% dan 100%. Berdasarkan
data yang didapatkan maka masih terdapat kesalahan yang cukup besar pada metode
pemekatan (56,726%) dan partisi (26,548%). Sehingga perlu dilakukan optimasi
metode pada bagian pemekatan dan partisi sehingga pada akhirnya akan didapatkan
nilai % kesalahan yang relatif kecil dan total dari % recovery yang didapatkan relatif
akan lebih besar.

H. Kesimpulan
- Teknik pemisahan senyawa dapat dilakukan dengan menggunakan metode destilasi
uap yaitu berdasarkan pada perbedaan titik didih dan tekanan uap dari campuran.
- Kadar eugenol yang didapatkan dalam percobaan kali ini untuk sampel A adalah
4764,5 ppm, sampel B 3782,7 ppm sampel C 5846,4 ppm, sampel D 8700,9 ppm,
sampel E1 2946,4 ppm dan sampel E2 adalah 3682,7 ppm .
- Pemisahan senyawa yaitu minyak cengkeh yang terdapat didalam bunga cengkeh
dapat diperoleh menggunakan cara destilasi uap. Pada tahap destilasi ini didapatkan
minyak cengkeh yang didalam nya terdapat eugenol sebesar 58928 g (E1) dan 73654
g (E2).
- Eugenol didapatkan dengan cara isolasi minyak cengkeh menggunakan metode
ekstraksi corong pisah kemudian dilanjutkan dengan partisi dan pemekatan untuk
mendapatkan isolat murni, setelah itu eugenol yang didapat dideterminasi dengan
Kromatografi Gas. Jumlah eugenol yang didapat tiap sampel yaitu 158816,67g
(sampel A), 75654 g (sampel B), 116928 g (sampel C), 174018 g (sampel D),
58928 g (sampel E1), dan 73654 g (sampel E2).

I. Jawaban Pertanyaan

1. Check kromatogram 1 mL E yang disisihkan, perlukah dilakukan tahap


clean up?

Dari hasil kromatogram yang diperoleh untuk sampel E tidak perlu dilakukan tahap

clean up, karena kromatogram yang diperoleh sudah bagus dengan puncak kurus tinggi dan
terpisah dengan puncak lain yaitu puncak dari pelarut yang cukup jauh.

Pembuatan Larutan Stok Eugenol

2. Hitung konsentrasi masing2 ekstrak dengan cara standarisasi


eksternal yang sudah valid dan sesuai peruntukannya

Konsentrasi larutan baku eugenol = 1 g/ml

g
V 1 C 1=V 2 C 2 1 ml 1 =10 ml C 2
ml

C 2=0,1

g
ml

Pembuatan Larutan Intermediet Eugenol

g
V 1 C 1=V 2 C 2 5 ml 0.1 =25 ml C 2
ml

C 2=0,02

g
=20000 g/ml=20000 ppm
ml

Pembuatan Seri Larutan Baku Eugenol


1. V 1 C 1=V 2 C 2 1 ml 20000 ppm=10 ml C 2
C 2=2000 ppm

2.

V 1 C 1=V 2 C 2 2 ml 20000 ppm=10 ml C 2


C 2=4000 ppm

3.

V 1 C 1=V 2 C 2 3 ml 20000 ppm=10 ml C 2


C 2=6000 ppm

4.

V 1 C 1=V 2 C 2 4 ml 20000 ppm=10 ml C 2


C 2=8000 ppm

5.

V 1 C 1=V 2 C 2 5 ml 20000 ppm=10 ml C 2

1.

2.

3.

4.

5.

C 2=10000 ppm

Perhitungan AUC Seri Larutan Baku Eugenol


Tr = 152,5 s
AUC = 32,149 - 31,868

= 0,281
Tr = 152,3 s
AUC = 37,620 - 37,102

= 0,518

Tr = 152,2 s
AUC = 34,143 - 33,400

= 0,743
Tr = 152,9 s
AUC = 39,582 - 38,601

= 0,981
Tr = 152,4 s
AUC = 31,587 - 30,411

= 1,176

Konsentr

= 0,0639

= 0,00011

= 0,999

asi (ppm)

2000

UC
0

r (s)
1

4000

,281
0

52,5
1

6000

,518
0

52,3
1

8000

,743
0

52,2
1

10000

,981
1

52,9
1

.176

Perhitungan AUC Sampel


A. AUC
= 54,643 54,055

= 0,588
B. AUC
= 69,969 - 69,489

= 0,48
C. AUC
= 60,858 60,151

= 0,707

52,4

y=bx +a

y=0,00011 x +0,0639


D. AUC
= 59,444 58,423

= 1,021
E. 1. AUC = 55,445 55,057

= 0,388
2. AUC = 62,616 62,147

= 0,469
Perhitungan Konsentrasi Sampel
A. y=0,00011 x +0,0639 0,588=0,00011 x +0,0639
x=4764,5

B.

y=0,00011 x +0,0639 0,480=0,00011 x +0,0639


x=3782,7

y=0,00011 x +0,0639 0,707=0,00011 x+ 0,0639


x=5846,4

D. y=0,00011 x +0,0639 1,021=0,00011 x +0,0639


x=8700,9

C.

E. 1.

y=0,00011 x +0,0639 0,388=0,00011 x +0,0639


x=2946,4
y=0,00011 x +0,0639 0,469=0,00011 x +0,0639

2.

x=3682,7

ampel
A

Konsentra
si (ppm)
4764,5

3782,7
5846,4

AUC

0,58

8
0,48

0
0,70

8700,9

7
1,02

2946,4

1
0,38

8
0,46

E
2

3682,7

Perhitungan Jumlah Eugenol dalam Sampel


Jumlah eugenol= konsentrasi sampel faktor pengenceran volume labu
4764,5 g /ml

A.

10
10 ml=158816,67 g
3

B.

2
3782,7 g /ml 10 ml=75654 g
1

C.

2
5846,4 g /ml 10 ml=116928 g
1

D.

2
8700,9 g /ml 10 ml=174018 g
1

2
2946,4 g /ml 10 ml=58928 g
E. 1.
1

2.

2
3682,7 g /ml 10 ml=73654 g
1

3. Hitung LOQ metode diatas

Konsentrasi

= 0,0639

= 0,00011

= 0,999

(ppm)

2000

AUC

Tr (s)

4000

0,281

152,5

6000

0,518

152,3

8000

0,743

152,2

10000

0,981

152,9

1.176

152,4

Perhitungan Simpangan Blanko

1.

y=0,00011 x +0,0639

2.

=0,00011 (2000)+ 0,0639

=0,2839
y=0,00011 x +0,0639

y=bx +a

y=0,00011 x +0,0639

=0,00011 (4000)+0,0639

=0,5039
y=0,00011 x +0,0639

3.

=0,00011 (6000)+ 0,0639

=0,7239

y=0,00011 x +0,0639

4.

=0,00011 (8000)+ 0,0639

=0,9439
y=0,00011 x +0,0639

5.

=0,00011 (10000)+ 0,0639

=1,1639

Konsentrasi
(ppm) (x)

2000

UC (y)

0,

281

4000

6000

0,

8000

10000

0,2

0,002

0,7

1.

981

1
0,0001988

1
0,0003648

0,037

1
0,0013764

0,012

1
0,0001464

1
0,0020948

0,019
1

0,9

1,1

439
639

0,0000084

0,014

|y- |2

239
0,

9
0,5

0,

176

|y- |

039

743

839

518

1
1

Sb=

| y |2
n2

0,00209485
52

Sb=

Sb=0,026425

Konsentrasi

(ppm)
2000

0,
2839

4000

= 0,0639

= 0,00011

=1

0,

y=bx +a

5039

6000

0,

y=0,00011 x +0,0639

7239

8000

10000

0,
9439
1,
1639

Perhitungan LOQ
y LOQ = A (intersep) + 10 Sb
y LOQ = 0,0639 + 10 (0,026425 )
y LOQ = 0,32815
y = 0,00011 x + 0,0639
0,32815 = 0,00011 x + 0,0639

X = LOQ = 2402,273 ppm

4. Apakah konsentrasi eugenol pada E diatas/dibawah LOQ? Kesimpulan?

E. 1.

2.

2
2946,4 g /ml 10 ml=58928 g
1

2
3682,7 g /ml 10 ml=73654 g
1

LOQ = 2402,273 ppm

Keduanya diatas nilai LOQ (Limit of Quantitation) maka keduanya dapat

diquantifikasi dengan akurasi dan presisi yang baik pada kondisi pengujian tersebut

5. Hitung % recovery konsentrasi ekstrak A, B, C dan D

- Tentukan %recovery D (tahap determinasi)

% Recovery Determinasi

( Jumlah sampel DJumlah sampel E 2 )


100
Jumlah adisi eugenol

( 174018 g73654 g )
100 =100,364
100000 g

- Tentukan %recovery C (tahap pemekatan)

% Recovery Sampel C

( Jumlah sampel CJumlah sampel E 2 )


100
=
Jumlah adisi eugenol
=

( 116928 g73654 g )
100 =43,274
100000 g

% Kesalahan Pemekatan

- Tentukan %recovery B (tahap partisi)

% Recovery Pemekatan

% Recovery Sampel B

= 100% -% kesalahan determinasi-% recovery sampel C


= 100% - 0% - 43,274% = 56,726 %
= 100% - % kesalahan pemekatan
= 100% - 56,726 % = 43,274 %

( Jumlah sampel BJumlah sampel E 1 )


100
=
Jumlah adisi eugenol
=

( 75654 g58928 g )
100 =16,726
100000 g

% Kesalahan Partisi =100% - % kesalahan determinasi - %

kesalahan pemekatan- % recovery


sampel B
= 100% - 0% - 56,726% - 16,726 % = 26,548 %
= 100% - % kesalahan partisi
= 100% - 26,548% = 73,452 %

% Recovery Partisi

- Tentukan %recovery A (tahap destilasi)

= 100%

% Recovery Sampel A

( Jumlah sampel AJumlah sampel E 1 )


100
=
Jumlah adisi eugenol
( 158816,67 g58928 g )
100 =99,89
=
100000 g

% Kesalahan Destilasi = 100% - %kesalahan determinasi %kesalahan pemekatan - %kesalahan partisi - %recovery sampel
A

= 100% - 0% - 56,726% - 26,548% - 99,89%


= -83,164 % = 0%
% Recovery Destilasi = 100 % - % kesalahan destilasi
= 100 % - 0 % = 100%

6. Hitung % kesalahan konsentrasi ekstrak A, B, C dan D!

% Kesalahan A

= 100% - %kesalahan determinasi - %kesalahan pemekatan -

% Kesalahan B

%kesalahan partisi - %recovery sampel A


= 100% - 0% - 56,726% - 26,548% - 99,89%
= -83,164 % = 0%
=100% - % kesalahan determinasi - % kesalahan pemekatan- %

% Kesalahan C
% Kesalahan D

recovery sampel B
= 100% - 0% - 56,726% - 16,726 % = 26,548 %
= 100% -% kesalahan determinasi-% recovery sampel C
= 100% - 0% - 43,274% = 56,726 %
= 100 % - 100 % = 0%

7. Tahapan mana yang perlu dioptimasi lagi?

Tahapan yang perlu dioptimasi lagi adalah tahap pemekatan karena dari perhitungan
%kesalahannya menunjukkan nilai terbesar yaitu sebesar 56,726%, selain tahap
pemekatan, tahap partisi juga perlu dioptimasi lagi karena % kesalahannya cukup besar
yaitu 26,548%.

J. Daftar Pustaka
Anonim,

2014,

Columnphases-GC,

http://www2.unine.ch/files/content/sites/saf/files/shared/

documents/ColumnPhases-

GC.pdf, diakses pada tanggal 23/4/2014.


Bassett, J., Denney, R.C., 1994, Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik,
EGC, Jakarta, hal. 165-166.

DepartemenKesehatan RI, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Dirjen POM, Jakarta,
hal. 372-373.

Dunn,

K.,

2013,

Separation

Processes:

Liquid

liquid

Extraction,

http://learnche.mcmaster.ca/wiki_4M3/images/b/b7/2013-4M3-LiquidLiquid

Extraction.pdf, diaksestanggal 14 Maret 2014.

Gandjar, I.G., Rohman, A., 2013, Kimia Farmasi Analisa, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
hal. 410-420, 465 - 472.

Gandjar, I.G., danRohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,
Yogyakarta, hal. 421 437,48 49.

Ghosh, R., 2007, Principles of Bioseparations Engineering, USM Cooperative


Bookshop, Malaysia, pp. 89-90.

Guenther, Ernest, Diterjemahkan oleh Ketaren, 1987, MinyakAtsiri, jilid I, UI Press, hal.
111-135.

Hardjono, 2007, Kromatografi, Liberty, Yogyakarta, hal. 41-50.

Helmenstine,

A.

M.,

2014,

Daltons

Law

Calculation,

http://chemistry.about.com/od/workedchemistryproblems/a/daltons-law-of-partialpressures.htm, diunduh pada tanggal 24 April 2014.

Helmenstine,

T.,

2014,

Raoults

Law

Example

Problem,

http://chemistry.about.com/od/workedchemistryproblems/a/Raoults-Law-ExampleProblem.htm, diunduh pada tanggal 24 April 2014.

Ketaren, 1980, Analisa Sifat Fisiko-kimia MinyakAtsiri, IPB, Bogor, hal. 187-189.

Kohli, N., 2008, Longman Science Chemistry 9, Pearson Education, India, pp. 38-39.

Latifatul, H., dan Bambang, P., 2001, Pembuatan Antioksidan dari Bahan Dasar
Eugenol, Prosiding International Seminar on Organic Chemistry, Yogyakarta, hal. 190197.

Ledgard, J. B., 2006, King Chem Guide, 2nd Edition, United States of America:
UVKCHEM Inc., USA, p. 27.

Merck, 2010, Lembaran Darat Keselamatan Bahan, www.merkck-chemicals.com,


diunduh pada tanggal 24 April 2014.

Meyers, R.A., 2009, Encyclopedia of Analytical Chemistry, John Wiley & Sons Ltd,
Chicester, p.40.

Pavia, D.L., 2005, Introduction to Organic Laboratory Techniques : A Small Scale


Approach, Cengage Learning, USA, pp. 699-790.

Suryanti, V., Hastuti, S., Wahyuningsih, T. D., Mudasir., Muliawati, D., I., 2009, Indo. J.,
Chem., Biosurfactans Producton by Pseudomonas aeruginosa Using Soybean Oil as
Substrate, vol.1, p. 108.

Syamal, A., 2009, Living Science Chemistry 9, Ratna Segar P. Ltd., Delhi, pp. 46-47.

Tjitrosoepomo, Gembong, 2007, Morfologi Tumbuhan, GadjahMada University Press,


Yogyakarta, hal. 34-38.

Watson, W. G., 2009, Analisis Farmasi: Buku Ajar Untuk Mahasiswa Farmasi dan
Praktisi Kimia Farmasi, Edisi ke-2, EGC, Jakarta, hal. 283-284.

K. Lampiran
Kromatogram Pelarut Hexane

Kromatogram Seri Larutan Standar Eugenol 1

Kromatogram Seri Larutan Standar Eugenol 2

Kromatogram Seri Larutan Standar Eugenol 3

Kromatogram Seri Larutan Standar Eugenol 4

Kromatogram Seri Larutan Standar Eugenol 5

Kromatogram sampel B

Kromatogram sampel C

Kromatogram sampel D

Kromatogram sampel E1

Kromatogram sampel E2

Anda mungkin juga menyukai