Disusun oleh
Asti Aprilia Putri
138114071
Edwin Tesalonika
138114072
Michael Ryanda E. H.
138114073
Andre Syofian
138114081
Dendi Putro
138114082
Marcellina Dwinanda
138114084
Kelompok
: A1
Tanggal Praktikum
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Air merupakan salah satu kebutuhan pokok semua makhluk hidup terutama manusia.
Selain untuk beraktivitas, manusia mengkonsumsi 8 gelas air dalam sehari. Tingginya
kebutuhan manusia akan air bersih khususnya air minum, mendorong industri untuk
memproduksi air minum dalam kemasan (AMDK). Selain itu, air minum yang bersih dapat
didapatkan sendiri dengan cara memasak air PAM ataupun air sumur hingga mendidih.
Air yang digunakan untuk kehidupan sehari-hari khususnya untuk penyediaan air
minum harus memenuhi persyaratan yang diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
907/MENKES/SK/VII/2002
tentang
Syarat-syarat
dan
standar
yang
ditetapkan
dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
No.907/MENKES/SK/VII/2002.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah besi (Fe) terdapat dalam sampel air?
2. Berapakah kadar besi (Fe) yang terdapat dalam sampel air?
3. Bagaimana validasi metode analisis besi (Fe) dalam sampel air menggunakan SSA?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk mengetahui ada tidaknya kandungan besi (Fe) dalam sampel air.
2. Untuk mengetahui kadar besi (Fe) dalam sampel air.
2
3. Untuk mengetahui hasil validasi metode analisis besi (Fe) dalam sampel air menggunakan
SSA.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian analisis air ini dapat memberikan informasi mengenai ada atau tidaknya
kandungan besi (Fe) pada sampel air berdasarkan uji kualitatif dan kuantitatif yang
memenuhi parameter-parameter validasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. AAS (Atomic absorption spectrometry)
3
lamp
(HCl)
pada
tekanan
1-5
torr.
(Gauglitz, 2003).
4
Atomizer :Cairan sampel yang dimasukan sebelum dibawa menuju api pembakaran, akan
melalui nebulizer yang berfungsi sebagai pengaturaliran sampel menjadi ukuran droplet yang
sesuai (5-20m). Aerosol kemudian bercampur dengan gas pembakar dan gas oksidan
sebelum mencapai kepala burner.Reaksi yang terjadi beragam, vaporisasi, disosiasi, reduksi,
atau oksidasi (Gauglitz, 2003).
Detector : Pendeteksian cahaya yang terisolasi oleh monochromator menggunakan
photomultiplier tube (PMT). Pengaturan dari detektor bisa berbeda-beda berdasarkan bahan
sampel yang dimasukan meskipun sebenarnya cara kerjanya sama. Cahaya masuk melalui
celah kuarsa dan bertemu dengan photo-cathode yang terbuat dari logam (Lindon, 2000).
B. MSDS
a. Besi (II) Nitrat
i. Organoleptis :
1. Kristal padat
2. Tidak berbau
3. BM : 403,98 g/mol
4. Berwarna putih
5. Titik leleh : 257oF
ii. Mudah larut dalam air. Jika terkena mata dan kulit, masuk dalam
saluran pernapasan dapat menyebabkan iritasi,
iii. Cara mengatasi jika terkontak dengan logam besi :
1. Iritasi mata : cuci dengan air mengalir 15 menit
2. Kulit
: cuci dengan air dan sabun, segera diberi obat
iritasi. Lindungi dengan salep, atau dengan air dingin.
iv. Penggunaan : Dijauhkan dari sumber panas, maupun material yang
mudah terbakar. Jangan ditelan dan jangan dihirup uapnya.
v. Penyimpanan : pisahkan dari asam, basa, dan bahan mudah terbakar.
Ditempatkan pada tempat yang memiliki ventilasi baik, dan pada
wadah yang tertutup baik, ditempatkan pada tempat sejuk.
b. Asam Nitrat (65%)
i. Organoleptis :
1. Cairan
2. Berbau tajam
3. Berwarna kuning terang
4. Titik didih : 121 oC
5. Titik leleh : -41,6 oC
6. Mudah larut dalam air dingin, air panas, dietil eter.
7. Sangat berbahaya jika terkena kulit, kontak dengan mata, dan
saluran pencernaan.
8. Dalam bentuk cair atau spray dapat menyebabkan kerusakan
jaringan.
ii. Cara mengatasi jika terkontak dengan Logam besi :
5
1. Iritasi mata
2. Kulit
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
(MENKES/ SK/VII/2002)
Besi diabsorpsi melalui usus halus dan masuk ke dalam plasma sebagai heme, atau
disimpan sebagai ferritin. Vitamin C dapat sedikit meningkatkan absorpsi besi, sedangkan
tetrasikilin dan antacid dapat menurunkan absorpsi (Kee,1996).
Pada orang dewasa sehat terdapat rata-rata 4-5 g besi, tapi nilai setiap individu
tergantung pada berat, jumlah hemoglobin di system sirkulasi, dan pada penyimpanan besi,
variasi nilai antara 3 dan 6 g. Kebanyakan besi (2,5-3,0 g) terdapat di hemoglobin (Hb), yang
mana mengandung 0,34% berat besi. Myoglobin memiliki struktur menyerupai hemoglobin
yang berupa monomer, setiap molekul myoglobin terdapat gugus heme yang dikelilingi oleh
untaian panjang protein yang terdiri dari residu 150 asam amino. Besi pada myoglobin 0,10,3 g.
Besi disimpan dalam bentuk ferritin dan hemosiderin yang pada pria dewasa berkisar
antara 800mg dan 1,5g, sedangkan pada wanita lebih sedikit. Kebanyakan besi disimpan di
hati, sumsum tulang, dan limpa (Bernat, 1983).
Di dalam sel, besi disimpan dalam 2 komponen: ferritin berlokasi di sitosol yang
mana merupajan protein larut dalam air dan hemosiderin, yang tidak larut air disimpan di
dalam lisosom (Lauffer, 1992).
D.
E. www.bio.davidson.edu
Hemoglobin ditemukan di dalam sel darah merah membawa molekul oksigen dan
karbon dioksida di dalam tubuh. Setiap struktur hemoglobin memiliki 4 subunit polipeptida,
yang mana berikatan bersama dengan ikatan ionik, ikatan hydrogen, interaksi hidrofobik dan
van der walls (Hua, 2015).
Kebutuhan akan besi yang terbaik selama 2 tahun pertama, selama peride pertumuhan
yang cepat dan hemoglobin meningkat selama masa remaja dan wanita pada masa kehamilan.
Kebuthan besi pada bayi selama tahun pertama sangat tinggi 1mg/hari, dengan rata-rata
0,6mg/hari. Akan meningkat pada masa awal pubertas 1,5-2,5mg. Kebutuahan konsumsi besi
yang diabsorpsi sekitar 2,0mg/hari pada wanita yang menstruasi.
(Prasad,1978)
D. Uji Kualitatif Besi
8
Larutan senyawa besi (II) dan besi (III) dengan larutan ammonium sulfide p
membentuk endapan hitam. Endapan larut dalam asam klorida encer p dan membentuk gas
hidrogensulfida.
Besi (II) :
Larutkan garam besi (II) dalam sulfat encer p tambahkan larutan 1,10 fenantrolina p
0,1% b/v, terjadi warna merah intensif, tambahkan ammonium sulfat 0,1 N sedikit berlebih,
warna hilang.
Besi (III) :
Asamkan larutan besi (III) dengan asam klorida encer p, tambahkan larutan
ammonium tioslanat p, terjadi warna merah darah. Tambahkan larutan raksa (II) klorida p,
atau asam fosfat p, terjadi warna merah darah lagi.
Pada larutan garam besi (III) tambahkan larutan kalium heksasianoferat (II) p,
terbentuk endapan biru intensif, praktis tidak larut dalam asam klorida encer p.
(Farmakope Indonesia, 1979)
E.
Destruksi
a. Dekstruksi Basah
Salah satu dari kebanyakan destruksi seperti asam nitrat atau campuran nitrat dan
asam hidroklorida sering digunakan. Asam yang digunakan untuk menentukan teknik analisis
yang dapat menentukan kandungan logam. Tujuan dari destruksi adalah untuk mendapatkan
unsur yang diinginkan menjadi bentuk larutan sehingga sesuai untuk dianalisis. Oleh karena
itu, kebanyakan destruksi menggunakan asam pengoksidasi (nitrat, sulfur, atau perklorat) dan
bahan pengoksidasi lainnya (hydrogen peroksida) untuk memastikan kandungan logam dalam
larutan.
Destruksi direkomendasikan untuk sampel larutan walaupun jika larutanya jernih.
Sampel air dapat dianalisis oleh penyaringan sederhana menggunakan penyaring 0,45m
yang telah dilarutkan dengan sedikit 0,5% asam nitrat. Ini akan memberikan konsentrasi total
logam yang terlarut dalam sampel larutan. Diperlukan untuk mendestruksi sampel air oleh
pemanasan dengan asam nitrat dan asam perklorida.
Setelah sampel didestruksi, larutan disaring (0,45mm) untuk memisahkan bahan yang
tidak terlarut. Pada umumnya ketika destruksi air dan silikat akan mengendap pada larutan
9
destruksi. Bahan yang tidak terlarut disaring menggunakan penyaring 0,45 mm (Poppiti,
1994).
b. Metode Hot Plate
Hot plate umum digunakan dan metode destruksi yang tidak mahal. Untuk sampel air
100 ml larutan di dalam beker (250ml atau lebih besar) dan ditambahkan 3-5 ml asam nitrat
tergantung prodesur.Larutan diletakkan di hot plate dan dipanaskan pada suhu sekitar 8590C. Endapan yang terbentuk pada sampel kemudian disaring (Poppiti, 1994).
F. Validasi Metode
Validasi metode menurut USP (United State Pharmacopeia) dilakukan unutk
menjamin bahwa metode analisis akurat, spesifik, reproduksi, dan tahan pada kisaran analit
yang akan di analisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk verifikasi bahwa
parameter parameter kinerjannya cukup mampu untuk mengatasi problem analisis, oleh
karena itu suatu metode analisis harus divalidasi, pada saat :
- Metode baru dikembangkan untuk analisis mengatasi problem analisis tertentu
- Metode yang sudah baku direvisi untuk menyesuaikan perkembangan atau karena
manualnya suatu problem yang mengarahkan bahwa metode baku tersebut harus
direvisi.
- Penjaminan mutu yang mengindikasikanbahwa metode baku telah berubah seiring
dengan berjalannya waktu
- Metode baku yang digunakan di Laboratorium yang berbeda, digunakan oleh
analisis yang berbeda, atau dikerjakan dengan alat yang berbeda
- Untuk mendemontrasikan kesetaraan antar dua metode, sepperti metode yang baru
dan metode baku.
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Validasi metode dilakukan untuk mengetahui sejauh mana penyimpangan suatu
metode tidak dapat dihindari pada kondisi normal, di mana seluruh elemen terkait telah
dilaksanakan dengan baik dan benar. Teknik yang digunakan hendak dilakukan dalam
memvalidasi metode merupakan salah satu atau kombinasi dari hal-hal berikut: kalibrasi
dengan menggunakan standar acuan, pembandingan hasil yang diperoleh dengan metode lain,
10
asesmen yang sistematik dari faktor-faktor yang mempengaruhi hasil antara lain penentuan
batas deteksi khususnya untuk metode pengujian yang meliputi LDL (Instrument Detection
Limit), LOD (Limit of Detection), LOQ (Limit of Quantitation), akurasi metode (Method
Accuracy), metode presisi (Method Precision) (Hadi, 2007).
Menurut USP, ada sembilan langkah dalam validasi metode analisis, yaitu :
- Akurasi: merupakan ketelitian metode analisis, atau kedekatan antara nilai terukur
dengan nilai yang diterima, baik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai
rujukan.
- Presisi:
diekspresikan sebagai simpangan baku relatif dari sejumlah sampel yang berbeda
signifikan secara statistik.
- Spesifitas: adalah kemampuan untuk mengukur analit yang dituju secara tepat dan
spesifik dengan adanya komponen komponen lain dalam matriks sampel sperti
ketidakmurnian, produk degrasi dan komponen matriks.
- Batas deteksi (Limit of Detection, LOD): merupakan konsentrasi analit terkecil
atau terendah, yang dapat dideteksi, meskipun tidak selalu dapat dikuantifikasi.
- Batas Kuantifikasi (Limit of Quantification, LOQ): merupakan konsentrasi analit
terendah dalam suatu sampel yang dapat ditentukan dengan presisi dan akurasi
yang dapat yang diterima pada kondisi operasional metode yang digunakan.
- Linearitas: merupakan kemampuan suatu metode untuk memperoleh hasil hasil
uji secara langsung proporsional dengan konsentrasi analit pada kisaran yang
diberikan
- Kisaran (range): merupakan konsentrasi terendah dan tertinggi, yang mana suatu
metode analisis menunjukkan akurasi, presisi, linearitas yang mencukupi.
- Kekasaran (Ruggedness): merupakan tingkat reproduktibilitas hasil yang
diperoleh dibawah kondisi yang bermacam macam yang diekspresikan sebagai
persen standar deviasi relatif (% RSD).
- Ketahanan (Robutness): merupakan metode untuk tetap tidak berpengaruh oleh
adanya variasi parameter metode yang kecil.
(Gandjar dan Rohman, 2007).
11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Prinsip Penelitian
Metode yang digunakan untuk memisahkan senyawa logam (Fe) dari matriks
adalah metode destruksi basah.
Metode pengukuran yang digunakan untuk anlisis kuantitatif kadar besi dalam
sampel adalah spektrofotometri serapan atom. Pada spektrofotometri serapan atom,
atom yang berasal dari logam akan mengabsorpsi energi radiasi dari sumber cahaya
yang dipancarkan dari lampu katoda yang mengandung unsur yang akan ditentukan.
Banyaknya penyerapan radiasi kemudian diukur pada panjang gelombang tertentu
menurut jenis logamnya (Darmono, 1995).
B. Alat dan Bahan
1. Alat yang digunakan adalah Spektrofotometer serapan atom, erlenmeyer, beaker
glass, pipet volume, pemanas listrik, lemari asam, kertas saring whatman 42.
2. Bahan yang digunakan adalah Akuabidestilata yang telah diasamkan (1,5 ml
HNO3 (p) dalam 1 L akuabidest), asam nitrat pekat (p.a), larutan standarFe(NO 3)3
1000mg/L (tekhnis), gas asetilen.
C. Prosedur Kerja
a. Penyiapan Sampel dengan Metode Destruksi Basah
Sampel air diambil sebanyak 100 ml dimasukkan dalam Erlenmeyer ditambah
dengan 5 ml HNO3.Campuran dipanaskan perlahan-lahan sampai mendidih / hingga
volumenya 5 ml, kemudian encerkan ke dalam labu ukur 50 ml dengan aquabidest
panas.Dinginkan, setelah dingin tambahkan aquabidest hingga batas tanda.Larutan
disaring dengan kertas whatman no.42 ke dalam beaker glass, asamkan larutan hingga
pH 2.Buat blanko 100 ml aquabidest yang diasamkan dengan HNO3(p) hingga pH 2.
b. Penyiapan Larutan Stok Fe(NO3)3 10mg/L
Dilakukan dengan cara pengenceran terhadap larutan standar Fe(NO 3)3
1000mg/L. Larutan standar Fe(NO3)3 1000mg/L diambil sebanyak 5 ml dimasukkan
ke dalam labu ukur 50 ml, ditambahkan akuabidestilata yang telah diasamkan sampai
tanda batas sehingga didapat larutan standar Fe(NO 3)3 100mg/L. Kemudian diambil
sebanyak 5 ml dari larutan standar Fe(NO 3)3 dan dimasukkan ke dalam labu ukur 50
ml, ditambahkan akuabidestilata yang telah diasamkan sampai tanda batas sehingga
didapat larutan standar Fe(NO3)3 10mg/L.
12
alat SSA, pekerjaan diulangi sebanyak 3 kali replikasi. Hasil serapan digunakan untuk
menghitung absorbansi rata-rata dari percobaan yang dilakukan, harga SD (Standard
Deviation), RSD (Relative Standard Deviation), dan ketelitian alat.
4. Akurasi
Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada suatu
pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. ICH merekomendasikan
pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3 konsentrasi yang berbeda (3
konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data dilaporkan sebagai persentase perolehan
kembali (%recovery) (Gandjar dan Rohman, 2007).
Persen perolehan kembali seharusnya tidak melebihi nilai presisi RSD.
Rentang kesalahan yang diijinkan pada setiap konsentrasi analit pada matriks dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
(Harmita, 2004).
Sampel air minum diambil 4 kali sebanyak 100 ml. Kemudian masing-masing sampel
dimasukkan dalam beaker glass ditambah dengan 5 ml HNO3. Campuran dipanaskan
perlahan-lahan sampai mendidih. Destruksi diteruskan sambil sewaktu-waktu digoyang,
destruksi dihentikan setelah diperoleh larutan dengan volume 20 ml, kemudian diencerkan
dengan aquabidest panas ke dalam labu ukur 100 ml, didinginkan. Setelah dingin disaring
dengan kertas whatman no. 42, seluruh filtrat dimasukkan dalam erlenmeyer. Labu A tidak
diadisi, labu B ditambah larutan standar 0,2 mg/L sebanyak 5ml, labu C ditambah larutan
standar 0,6 mg/L sebanyak 5ml, kemudian labu D ditambah larutan standar 1,0 mg/L
sebanyak 5ml. Larutan ini dapat diukur terhadap logam Fe dengan SSA. Pekerjaan dilakukan
sebanyak 3 kali untuk masing- masing 3 level konsentrasi (tertinggi, tengah, dan
terendah).penghitungan % recovery dilakukan menggunakan rumus :
14
15
PERHITUNGAN
LOD LOQ
y-LOD = YB + 3SB
y-LOQ = YB + 10SB
Keterangan: YB = a dari persamaan baku y=bx+a
SB = Sy/x
y-LOD dan y-LOQ dianggap y dalam persamaan baku, sehingga didapatkan x yang
merupakan nilai LOD dan LOQ
Fe
Persamaan kurva baku y = 0,08475x + 0,00741
Xi
0,2
0,4
0,6
0,8
1,0
Yi-
Yi
0,0230
0,0417
0,0605
0,0750
0,0911
0,02436
0,04131
0,05826
0,07521
0,09216
-0,00136
0,00039
0,00224
-0,00021
-0,00106
(Yi-
)2
1,8496 x 10-6
1,521 x 10-7
5,0176 x10-6
4,41 x 10-8
1,1236 x 10-6
8,187 x 10-6
Sy/x
= 1,652 x 10-3
= 0,0585 mg/L
= 0,1949 mg/L
% Recovery
1. Air godok 0,2
16
= 88%
2. Air godok 0,6
= 97,2%
3. Air godok 1
= 92,4%
4. Air keran 0,2
= -11%
5. Air keran 0,6
= 91,7%
6. Air keran 1
= 64,9%
7. Air kemasan 0,2
= 0%
8. Air kemasan 0,6
= 47,7%
9. Air kemasan 1
= 57,2%
Nama Sampel
Konsentrasi (mg/L)
%RSD
Mean Abs.
Air godok
0.141
1.7
0.0159
0.157
1.8
0.0177
0.194
1.0
0.0216
0.225
1.3
0.0249
Air keran
0.601
0.8
0.0605
0.599
0.6
0.0603
0.651
0.6
0.0646
0.660
0.9
0.0653
17
Air kemasan
0.145
2.0
0.0163
1.8
0.0164
2.2
0.0191
1.3
0.0220
18
PEMBAHASAN
Percobaan kali ini bertujuan untuk mengetahui kadar logam Fe dalam sampel air serta
validasi dari metode yang digunakan. Pada percobaan kali ini sampel yang digunakan adalah
air godok, air keran, dan air minum kemasan dengan merk Club. Mula-mula sampel
didestruksi menggunakan asam kuat (HNO3). HNO3 ditambahkan ke sampel sebanyak 5 ml
kemudian dipanaskan hingga volume total 20 ml. Destruksi merupakan suatu perlakuan
pemecahan senyawa menjadi unsur-unsurnya sehingga dapat dianalisis. Dalam destruksi
basah, bahan organik diuraikan dalam larutan oleh asam pengoksidasi pekat
dan panas. Proses destruksi ini bertujuan untuk menghilangkan/memisahkan kandungan
ion lain karena kandungan matriks atau ion-ion lain dapat mengganggu proses analisis logam
berat dengan spektroskopi serapan atom. Setelah itu sampel disaring untuk menghilangkan
partikel partikel besar yang dapat menyumbat selang kapiler pada alat.
Larutan baku yang digunakan adalah Fe(NO3)3 dengan seri konsentrasi 0,2 ; 0,4 ; 0,6 ;
0,8 ; 1,0 mg/L. Seri konsentrasi kemudian diukur serapannya dengan spektrofotometer
serapan atom dan diperoleh hasil persamaan kurva baku yaitu y = 0,08475x + 0,00741
dengan r = 0,9998. Nilai r yang diperoleh sudah memenuhi parameter linearitas yang
menandakan bahwa peningkatan konsentrasi selalu diiringi dengan peningkatan absorbansi
yang linear.
Pengukuran kadar Fe dalam sampel dilakukan dengan mengaplikasikan larutan
sampel pada alat spektrofotometer serapan atom. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa hasil pengukuran sudah presisi karena %RSD < 2% (Gandjar dan Rohman, 2007).
Akurasi diukur dengan %recovery atau peroleh kembali dari analit yang ditambahkan ke
sampel. Adisi dilakukan pada setiap sampel dengan konsentrasi adisi 0,2 ; 0,6 ; 1,0 mg/L
sebanyak 5 ml ke dalam 50 ml sampel. Hasil yang diperoleh pada sampel air keran dan air
kemasan tidak memenuhi parameter akurasi karena menurut Harmita (2004), rentang hasil
pengukuran %recovery berada pada 80-110% dapat disimpulkan bahwa metode yang
digunakan kurang akurat untuk mendeteksi kadar Fe dalam sampel air keran dan air kemasan,
hal ini dapat terjadi karena pengaruh matriks terlalu besar sehingga respon dari analit kurang
maksimal.
19
Nilai LOD dan LOQ juga dihitung untuk memenuhi parameter validasi. Hasil yang
diperoleh yaitu untuk LOD adalah 0,0585 mg/L sedangkan untuk LOQ adalah 0,1949 mg/L.
Dapat disimpulkan bahwa metode yang digunakan sudah sensitif.
Hasil absorbansi sampel dari pengukuran kemudian dimasukkan ke dalam persamaan
kurva baku dan diperoleh kadar Fe pada sampel air godok, air keran, dan air kemasan
berturut-turut adalah 0,141 ; 0,601 ; dan 0,145 mg/L. Hal ini membuktikan bahwa air keran
tidak dapat dikonsumsi karena kadar logam Fe melebihi batas yang ditetapkan oleh Menkes
tahun 2002 yaitu kadar besi maksimum yang diperbolehkan adalah 0,3 mg/L. Sementara air
godok dan air kemasan sudah memenuhi persyaratan Menkes mengenai kadar Fe.
20
21
KESIMPULAN
Kesimpulan dari percobaan kali ini adalah terdapat logam Fe dalam sampel air godok, air
keran, dan air kemasan dengan merk Club. Logam Fe diizinkan berada dalam air dengan
tujuan untuk dikonsumsi dalam jumlah tertentu (< 0,3 mg/L). Kadar Fe pada sampel air
godok, air keran, dan air kemasan berturut-turut adalah 0,141 ; 0,601 ; dan 0,145 mg/L
sehingga disimpulkan bahwa air keran tidak aman untuk dikonsumsi karena kadar Fe
melebihi 0,3 mg/L. Alat yang digunakan untuk pengukuran kadar Fe dalam sampel adalah
spektrofotometer serapan atom. Metode yang digunakan sudah spesifik, presisi, sensitif,
namun belum akurat untuk semua sampel air karena pengaruh dari matriks yang terlalu besar
sehingga respon analit tidak maksimal.
22
DAFTAR PUSTAKA
Bernat., Ivant, 1983, Iron Metabolism, Plenum Press, New York, pp 23,24.
Chang, Raymond., 2005, Kimia Dasar : Konsep-konsep Inti, ed 3rd, Erlangga, Jakarta, hal
154.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Mahkluk Hidup. Jakarta:UI-Press.
Fardiaz, Srikandi, 1992, Polusi Air dan Udara, Kanisius, Yogyakarta, hal 59,60.
Farmakope Indonesia ed 3, 1979, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, hal 763.
Ferguson, Jacqueline., 1985, CXC Chemistry, Oxford University Press, New York, pp
143,144.
Gandjar, I.G., Rohman, A.,2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, hal.
459, 460, 465-470.
Gauglitz G., Vo-Dinh T., Handbook of Spectroscopy, 2003, Wiley-VCH, Germany, pp. 436438, 441.
Harmita, 2004, Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya, Majalah
Ilmu Kefarmasian, Vol. 1, No.3, 117 135.
Hua., Tam, http://www.bio.davidson.edu diakses tanggal 9 Oktober 2015.
Kee., Joyce L dan Hayes., Evelyn, R, 1996, Farmakologi : Pendekatan Proses Keperawatan,
EGC, Jakarta, hal 175.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 907/MENKES/ SK/VII/2002
tentang Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air Minum.
Lauffer., Randall.B, 1992, Iron Human and Disease, CRC Press, United States, p 40.
Lindon J. C., Tranter G. E., Holmes J. L., 2000, Encyclopedia of Spectroscopy and
Spectrometry, Elsevier, London, pp. 24, 27, 31.
Marks., Dawn. B, Marks., Allan. D dan Smith., Collen. M, 2000, Biokimia Kedokteran Dasar
Sebuah Pendekatan klinis, Jakarta, EGC, hal 13.
Nordberg G, 1998,Metal: Chemical Properties and Toxicity, In: Stellman Jm (ed);
Encyclopedia of Occupational Health andSafety. 4 ed. Geneva ; ILO.
Palar.H. (1994).Pencemaran dan Toksikologi logam berat.Jakarta :Rineka Cipta.
Poppiti, A. James., 1994, Practical Techniques for Laboratory Analysis, CRC Press, United
States, pp. 35,36.
Prasad., Ananda.S, 1978, Trace Elements and Iron in Human 1st ed, Springer Science +
Business Media, New York, p 101.
23
Sharma., Sanjay.k, 2015, Heavy Metals In Water Presence, Removal and Safety, The Royal
Society of Chemistry, India, pp 5, 138.
Scoog et al., 1999, Analytical Chemistry :,an Introduction, 7th edition, Thompson Learning
Inc., USA, pp. 626-631.
Standar Nasional Indonesia 01-3553, 2006, Air Minum Dalam Kemasan.
Sumardjo, Damian., 2006, Pengantar Kimia : Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran
Dan Program Strata I Fakultas Bioeksakta,Penerbit Buku Kedokteran EGC,
Jakarta, hal 633.
World Health Organization, 2011, Lead in Drinking Water.
World Health Organization, 2015, Water-related Disease.
United States Environmental Protection Agency, 2004, Drinking Water Standards & Health
Effects, United States, EPA.
24