Anda di halaman 1dari 29

MPK KOMUNITAS

PROBLEM BASED LEARNING (PBL)-2


FARMAKOTERAPI DAN COMPOUNDING-DISPENSING

Disusun oleh:

Asti Aprilia Putri, S. Farm. 168115087


Nanda Tiasari, S. Farm. 168115102
Seravina Maria Octaviani, S. Farm. 168115108
Sri Wahyuni Towty, S. Farm. 168115111
Veronica Olivia Gita P. D. , S. Farm. 168115115
Wendy Felix, S. Farm. 168115116
Wilda Apriliana Datuan, S. Farm. 168115117

Kelas/ Kelompok : PSPA A/ 5

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
2017
I. PENDAHULUAN

Skenario:
Seorang anak bernama Sandra berusia 4 tahun mengalami keluhan diare, gatal-
gatal dan demam. Diare dan demam yang dialami pasien diketahui terjadi selama 3 hari
belakangan. Anak tersebut juga mengalami gatal-gatal sehari sebelum periksa ke dokter
dan mengalami demam. Keluhan yang terjadi pada anak tersebut belum ditangani dengan
terapi obat apapun. Setelah 3 hari mengalami keluhan, kondisi yang tidak menunjukkan
perubahan pada anak tersebut membuat sang ibu memutuskan membawa anaknya ke
dokter terdekat didaerah kompleks rumahnya. Menurut hasil pemeriksaan, pasien
terdiagnosis mengalami diare, demam dan gatal-gatal serta mendapatkan resep berikut :
dr. Basuki Rangga Jati, SpPD
SIP : 06020101/2015
Jalan Gejayan 21 A
HP. 085629705870
R/ Erysanbe mg 130
Histapan tablet 1/5
Bricasma tablet 1/5
Flagyl mg 100
Sach. Lactis qs
m.f dtd no.xx
S. 3 dd pulv I

R/ Oralit 1/6 sachet


Pulv no XII
S. 3 dd pulv 1
Pro : Anak Sandra (4 tahun)
Alamat : Jalan Kakap Raya 18, Perum Minomartani,
Condong Catur

Obat yang diperoleh kemudian ditebus di Apotek Sehat Waras, saat penerimaan
resep oleh apoteker, apoteker menanyakan beberapa pertanyaan pada sang ibu dan
diperoleh informasi bahwa anak mengalami keluhan diare setelah mengonsumsi rujak
pedas di ruang tamu 3 hari yang lalu, gatal-gatal pada daerah dubur dan selangkangan
dan pasien masih minum dan makan dengan lahap serta ibu pasien mengatakan bahwa
hanya ingin membeli obat separuh karena tidak membawa uang dalam jumlah yang
cukup. Apoteker kemudian memulai melakukan dispensing terhadap obat-obatan yang
diresepkan dokter tersebut dimulai dari tahapan skrining resep.
Saat skrining resep, apoteker menduga adanya beberapa drug related problem yang
terdapat pada peresepan antara lain adanya obat tidak sesuai indikasi, ketidaksesuaian
dosis obat, dan adanya interaksi obat. Dari dugaan tersebut, apoteker memutuskan untuk
melakukan konfirmasi kepada dokter pemberi resep yang merupakan temannyasejak
kuliah. Dokter bersedia berdialog dengan apoteker dan bersedia melakukan penggantian
obat jika apoteker memiliki Evidence Based Medicine terkait hal-hal yang harus
didiskusikan. Selama proses konfirmasi, apoteker memperoleh informasi bahwa hasil
diagnosis pada anak Sandra adalah diare dan yang disebabkan oleh infeksi rotavirus,
gatal-gatal yang disebabkan karena frekuensi BAB yang sering sehingga menyebabkan
iritasi dan lembab pada area dubur dan selangkangan.
Dari hasil konsultasi tersebut, dokter memutuskan penggatian obat sesuai
kebutuhan pasien dengan harga yang lebih terjangkau sehingga pasien dapat menebus
semua obat pada resep tersebut.

II. IDENTIFIKASI MASALAH


1. Antibiotik tidak diberikan kepada pasien
2. Pergantian obat Bricasma dan Histapan
3. Pergantian obat dapat menurunkan harga resep sehingga ibu pasien dapat menebus
secara keseluruhan

III. PEMBAHASAN
SKRINING RESEP

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, skrining resep dibagi menjadi 3 bagian utama, yaitu :
1. ADMINISTRATIF

Meliputi kelengkapan resep yaitu :

Bagian Resep Keterangan


Nama dokter, SIP, alamat
Informasi penulis resep
dokter, nomor telepon
Tidak lengkap, tidak
terdapat kota dan tanggal
Simbol R/, nama kota dan
Superscriptio penulisan resep (terdapat
tanggal penulisan resep
lebih dari 1 antibiotik
dalam 1 tanda R/)
Nama obat dan kekuatan
Incriptio Tidak lengkap
obat
Subscriptio Bentuk sediaan obat
Tidak lengkap (ada
antibiotik tetapi
Signatura Aturan pakai
signaturanya tidak ada
harus dihabiskan)
Garis penutup dan tanda
Tidak lengkap
tangan (paraf) dokter
Identitas Pasien Nama dan umur

2. FARMASETIS

Meliputi :
a. Bentuk sediaan dan kekuatan sediaan : pulveres (racikan), tiap bungkus berisi :

1. Erysanbe Eritromisin 130 mg

(tidak ada keterangan mengenai bentuk sediaan)

2. Histapan tablet Mebhidrolin napadisiliat 1/5

(tidak ada keterangan mengenai kekuatan sediaan)

3. Bricasma tablet Terbutalin 1/5

(tidak ada keterangan mengenai kekuatan sediaan)

4. Flagyl Metronidazol 100 mg

(tidak ada keterangan mengenai bentuk sediaan)

5. Sacch. Lactis Eksipien secukupnya


b. Bentuk sediaan dan kekuatan sediaan : pulveres racikan 20 bungkus, serbuk oralit
1/6 sachet dibuat dalam bentuk pulveres 12 bungkus.

- Stabilitas

Pulveres racikan harus disimpan di tempat yang kering dan terlindung dari
cahaya matahari, dalam wadah tertutup baik diberi silica gel,

- Kompatibilitas (Ketercampuran Obat)

Histapan tablet merupakan tablet salut film (film coated tablet) yang tidak
dapat digerus (dihancurkan) bersama dengan obat-obat lain.

3. KLINIS

a. Ketepatan indikasi

1. Erysanbe Eritromisin 130 mg

Indikasi : anti bakteri untuk mengobati infeksi saluran pernafasan

2. Histapan tab. Mebhidrolin napadisiliat 1/5 tablet

Indikasi : anti-histamin (anti-alergi)


Ketepatan dosis: 50-150 mg/ hari (2-5 tahun)

3. Bricasma tab. Terbutalin 1/5 tablet

Indikasi: mengatasi kejang pada bronkus yang menyebabkan sesak nafas.

4. Flagyl Metronidazol 100 mg

Indikasi : mengatasi infeksti bakteri anaerob

5. Sacch. Lactis Eksipien secukupnya

Indikasi :bahan pengisi pada bentuk sediaan pulveres

6. Oralit cairan elektrolit berisi NaCl 0,52 gram, KCl 0,3 gram,
Glukosa anhidrat 2,7 gram, Trimatrium sitrat dihidrat 0,58 gram.

Indikasi : mengatasi dehidrasi pada penderita diare dengan cara


mengembalikan cairan tubuh yang hilang.
b. Ketepatan Dosis
Berdasarkan kasus, pasien anak bernama Sandra berumur 4 tahun sehingga
persamaan yang lebih tepat digunakan adalah rumus Young (untuk anak dibawah
8 tahun):

(Ansel, 2006)

Perhitungan dosis masing-masing obat berdasarkan resep yang diberikan :


1. Erysanbe 130 mg
Erysanbe mengandung antibiotik Eritromisin, dosis dewasa 500 mg (MIMS,
2017).

4 tahun
Dosis untuk anak = 4 tahun+ 12 x 500 mg

Dosis untuk anak = 125 mg

Range 10% = 112,5-137,5 mg

Jadi, berdasarkan perhitungan rumus Young maka dosis Erysanbe sesuai.

2. Histapan tablet 1/5


Histapan mengandung Mebhydrolin napadisilat sebagai antihistamin, dosis
dewasa 100-300 mg (MIMS, 2017). Jadi Histapan tablet 1/5 dari dosis dewasa
adalah 20-60 mg.

4 tahun
- Dosis untuk anak = 4 tahun+ 12 x 100 mg

Dosis untuk anak = 25 mg

Range 10% = 22,5-27,5 mg

4 tahun
- Dosis untuk anak = 4 tahun+ 12 x 300 mg

Dosis untuk anak = 75 mg

Range 10% = 67,5-82,5 mg


Jadi, berdasarkan perhitungan rumus Young maka dosis Histapan kurang (tidak
sesuai).

3. Bricasma tablet 1/5


Bricasma mengandung Terbutaline sulfate, dosis dewasa 2,5 mg (MIMS,
2017). Jadi Bricasma tablet 1/5 dari dosis dewasa adalah 0,5 mg.

4 tahun
- Dosis untuk anak = 4 tahun+ 12 x 2,5 mg

Dosis untuk anak = 0,625 mg

Range 10% = 0,5625-0,6875 mg

Jadi, berdasarkan perhitungan rumus Young maka dosis Bricasma kurang


(tidak sesuai).

4. Flagyl 100 mg
Flagyl mengandung antibiotik Metronidazole, dosis dewasa 500 mg (MIMS,
2017).

4 tahun
Dosis untuk anak = 4 tahun+ 12 x 500 mg

Dosis untuk anak = 125 mg

Range 10% = 112,5-137,5 mg

Jadi, berdasarkan perhitungan rumus Young maka dosis Flagyl kurang (tidak
sesuai).

5. Oralit 1/6 saches


Oralit mengandung gula dan elektrolit, dosis dewasa 400 ml atau 2 gelas
(MIMS, 2017). Jadi Oralit 1/6 saches dari dosis dewasa adalah 67 ml.

4 tahun
Dosis untuk anak = 4 tahun+ 12 x 400 ml

Dosis untuk anak = 100 ml

Range 10% = 90-110 ml

Jadi, berdasarkan perhitungan rumus Young maka dosis Oralit kurang (tidak
sesuai).

Kesimpulan
Hasil perhitungan dosis berdasarkan usia yang sesuai adalah obat Erysanbe 130
mg sedangkan obat Histapan tablet 1/5; Bricasma tablet 1/5; Flagyl 100 mg; dan
Oralit 1/6 saches kurang (tidak sesuai).

c. Aturan, cara, dan lama penggunaan


Aturan pakai :

1. Erysanbe untuk anak-anak biasanya digunakan 4 kali sehari

2. Histapan 50-150mg/hari

3. Bricasma tidak ada keterangan dosis aturan pakai untuk pasein anak
dibawah 7 tahun.

4. Flagyl 7,5mg/ kg BB setiap 8 jam atau 20-30 mg kg/BB sehari


sekali. Lama penggunaan tergantung pada seberapa parah infeksi yang
dialami, namun biasanya durasi penggunaan selama 7 hari.

5. Oralit digunakan untuk pertolongan pertama pada diare, cara


pakai serbuk oralit dilarutkan sesuai dengan takaran (1 bungkus serbuk dalam
200 mL air), untuk anak umur 1-4 tahun biasanya 3 gelas pada 3 jam pertama
saat diare, dilanjutkan -1 gelas setelah buang air besar. Cairan oralit
diberikan hingga diare berhenti.
Cara pakai : pulveres racikan digunakan sehari 3 kali 1 pulveres dapat
dicampurkan ke dalam makanan ataupun minuman anak. Oralit diminum
setelah dilarutkan dalam air sebanyak 200 mL untuk 1 bungkus.
d. Duplikasi dan atau polifarmasi

Tidak ditemukan duplikasi ataupun polifarmasi pada resep di atas.

e. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, ESO, obat, manifestasi klinis)

Alergi : tidak ada informasi


Efek samping obat :

1. Erysanbe diare, sakit perut hingga muntah, gatal dan kemerahan pada
kulit, sakit kepala, kelelahan.

2. Histapan pada anak-anak dapat menyebabkan stimulasi paradoksal


(gugup, insomnia) jika diberikan dalam dosis tinggi, mulut kering, diare,
muntah, hingga yang paling fatal : syok anafilaksis.
f. Kontraindikasi

Histapan kontraindikasi dengan pasien yang mengalami serangan asma akut


(sesak nafas).

Bricasma (Terbutaline Sulfate) tidak direkomendasikan kepada pasien anak


dengan usia dibawah 12 tahun dimana usia pasien anak Sandra adalah 4 tahun.

g. Interaksi

Terdapat interaksi antara Eritomisin dan Metronidazol(Medscape, 2017).


Pada tahapan skrining resep anak Sandra, ditemukan beberapa permasalahan
sebagai berikut :

ASPEK ADMINISTRATIF ASPEK FARMASETIS ASPEK KLINIS


Informasi pada bagian Terdapat inkompatibilitas Dosis yang dihitung
Superscriptio tidak lengkap dimana tablet Histapan berdasarkan perhitungan
karena tidak terdapat kota dan merupakan tablet salut film rumus Young menunjukkan
tanggal penulisan resep. yang tidak dapat digerus adanya ketidaksesuaian
bersamaan dengan obat dosis pada obat Histapan,
yang lain. Bricasma, Flagyl dan
Oralit.
Informasi pada bagian Erysanbe dan Flagyl Terjadi interaksi serius
Incriptio tidak lengkap merupakan antibiotik. Pada antara Eritromisin dan
dimana tidak terdapat peresepan, dokter meminta Metroidazole.
kekuatan obat yang kedua obat tersebut diracik
digunakan. dalam bentuk pulveres
bersama dengan obat
Histapan dan Bricasma.
Antibiotik tidak dapat
digerus bersamaan dengan
kedua obat tersebut karena
cara penggunaan yang
harus dihabiskan.
Informasi pada bagian Bricasma yang
Signatura tidak lengkap mengandung Terbutaline
dimana penggunaan antibiotik Sulfate yang tidak
tidak terdapat keterangan direkomendasikan pada
harus dihabiskan. anak dengan usia dibawah
12 tahun.
Tidak terdapat garis penutup
dan tanda tangan (paraf)
dokter.

PERMASALAHAN

Dari hasil penggalian informasi dan skrinning resep pasien menemukan adanya
beberapa permasalahan terkait drug related problem (DRP) yang terjadi pada peresepan
sebagai berikut :

No. Jenis Drug Related Problem Keterangan


Pasien diresepkan Bricasma yang mengandung
Terbutaline Sulfate, obat ini diindikasikan untuk
bronkospasme pada pasien asma. Pasien tidak memiliki
riwayat penyakit asma ataupun tidak terdapat keluhan

Obat tidak sesuai indikasi/ gangguan pernapasan.


1. Pasien memperoleh Terbutaline Sulfate yang tidak
obat kurang tepat
direkomendasikan pada anak dengan usia dibawah 12
tahun.
Pasien diresepkan antibiotik dalam penatalaksanaan
diare namun tanda dan gejala tidak menunjukkan
adanya diare akibat infeksi bakteri.
Pasien mengalami demam namun tidak diberikan terapi
2. Ada indikasi tanpa obat
antipiretik
Menurut perhitungan, dosis kurang terdapat pada obat
3. Dosis kurang
Histapan, Bricasma, Flagyl dan Oralit.
Terjadi interaksi serius antara Eritromisin dan
4. Interaksi obat
Metronidazole.
Berdasarkan temuan drug related problem tersebut maka dilakukan analisis
terapi oleh apoteker yang dikomunikasikan kepada dokter menurut Evidence Based
Medicine sebagai berikut :

1. Evaluasi Penatalaksanaan Terapi Diare

Secara klinis penyebab diare dapat dikelompokkan dalam 6 golongan besar


yaitu infeksi (disebabkan oleh bakteri, virus atau infestasi parasit), malabsorpsi,
alergi, keracunan, imunodefisiensi dan sebab-sebab lainnya. Penyebab yang sering
ditemukan di lapangan ataupun secara klinis adalah diare yang disebabkan infeksi
dan keracunan. Pada diare anak di Negara berkembang, diare biasanya sebagian
besar disebabkan oleh rotavirus. Diare biasanya merupakan self limiting atau sembuh
dengan sendirinya, sehingga fokus pada pengobatan ialah pemenuhan cairan dan
pencegahan dehidrasi. Pada 90% kasus anak yang meninggal dunia disebabkan diare
diakibatkan karena kurangnya penanganan dehidrasi pada anak.

Survei yang dilakukan di 6 rumah sakit di Indonesia melaporkan bahwa


rotavirus bertanggung jawab terhadap 60% angka kejadian diare. Pada survei rumah
sakit tersebut ditunjukkan, bahwa kejadian diare rotavirus terjadi sepanjang tahun,
dengan kejadian tertinggi pada musim panas dan kering, yaitu sekitar bulan Juni-
Agustus. Diare karena rotavirus umumnya menyerang anak pada kelompok umur 6-
24 bulan, dengan puncaknya pada usia 9-12 bulan (Kemenkes RI, 2011). Sebuah
penelitian di Jogjakarta menunjukkan bahwa selama Januari 2006 - Maret 2007
didapatkan 353 kasus diare akut, 116 (32,68%) di antaranya positif terinfeksi
rotavirus (Widowati, 2011).
Pada kasus ini, anak Sandra diduga mengalami diare akibat adanya infeksi
Rotavirus. Hal tersebut dapat dilihat dari keluhan lain yang terjadi pada pasien seperti
adanya demam dan gejala dehidrasi sedang yang dialami oleh pasien dimana anak
Sandra dapat minum dan makan dengan lahap. Menurut penelitian Alkali tahun 2015,
gejala yang terjadi pada infeksi rotavirus diantaranya diare, demam, mual, muntah,
dehidrasi hingga gangguan pernapasan. Pada penelitian tersebut, keluhan yang terjadi
pada anak Sandra memiliki presentase yang cukup tinggi terjadi pada anak yang
mengalami infeksi rotavirus. Ditunjukkan bahwa dehidrasi sedang mencapai angka
37,3% sementara itu keluhan demam yang terjadi beserta dengan diare akibat infeksi
rotavirus terjadi sebanyak 72,5 %.

Dengan demikian, dari data yang diperoleh diperlukan evaluasi terapi terkait
dengan peresepan dokter dalam penatalaksanaan diare anak Sandra.

a) Antibiotik tidak diberikan kepada pasien

Berikut alogaritma evaluasi dan managemen pada anak usia 2 tahun hingga 18
tahun berdasarkan Gastroenteritis Care Gudelines (2011). Managemen diare yang
dilakukan bukan untuk pasien ICU, diare >7 hari, diare dengan muntah, hingga diare
akibat penyakit kronis. Jika masih dalam status dehidrasi maka dilanjutkan kedalam
managemen penanganan dehidrasi, namun jika ada tanda dan gejala adanya bakteri
atau virus seperti mual dan muntah, maka dilanjutkan dengan tes laboratorium.
Managemen dalam penatalaksanaan diare pada anak adalah sebagai berikut:

Dalam menentukan tatalaksana dari penyakit diare anak, dilakukan assessment


dari dehidrasi yang dialami anak. Dalam kasus, anak mengalami makan dan minum
banyak yang mana masuk kedalam mild moderate dehidrasi berdasarkan WHO
(2005), CDC (2003) serta Buku Lintas Diare (2011).

Menurut Bailey (2010) dengan menggunakan CDS atau clinical Dehydration


Scale, perhitungan gejala dehidrasi ditentukan dengan angka dimana angako 0 = tidak
dehidrasi, 1-4 = dehidrasi sedabng, dan 5 -8= dehidrasi berat. Dalam kasus, pasien
masuk kedalam dehidrasi sedang dengan hasil 1 yaitu, mudah haus atau suka minum.
Dalam dehidrasi ringan/sedang. Maka penatalaksanaan berdasarkan Buku
Saku Lintas Diare (2011) dan WHO (2005) yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. First line terapi pada pasien anak dengan AGE adalah melalui oral untuk
mengurangi adanya dehidrasi. Untuk mencegahnya, nasihati ibu untuk memberi
cairan tambahan sebanyak yang anak dapat minum:
untuk anak berumur < 2 tahun, beri + 50100 ml setiap kali anak BAB.
untuk anak berumur 2 tahun atau lebih, beri + 100200 ml setiap kali anak BAB.
b. Pada anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri satu atau lebih cairan seperti
larutan oralit, cairan rumah tangga (seperti sup, air tajin, dan kuah sayuran), air
matang.
Beri oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam.
Tentukan jumlah Oralit untuk 3 jam pertama: dalam kasus, anak (2-5 tahun)
maka sebaiknya diberikan 900-1400 ml. Jumlah oralit yang diperlukan = 75
ml/kg berat badan.
- Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas, berikan
sesuai kehilangan cairan yang sedang berlangsung.
- Mulailah memberi makan segera setelah anak ingin makan.
Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan Oralit.
- Minumkan sedikit-sedikit tetapi sering dari cangkir/mangkok/gelas.
- Jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih
lambat.
Berikan tablet Zinc 1 tablet 20 mg selama 10 hari penuh dengan tablet kunyah
atau dilarutkan.
Setelah 3-4 jam, Bila tidak ada dehidrasi, ganti ke Rencana Terapi A (terapi non
dehidrasi). Bila dehidrasi telah hilang, anak biasanya kencing kemudian
mengantuk dan tidur.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi ringan/ sedang, ulangi Rencana Terapi B
Anak mulai diberi makanan, susu dan sari buah.
Bila tanda menunjukkan dehidrasi berat, ganti dengan Rencana Terapi C (terapi
dehidrasi berat).
Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai:
- Tunjukkan cara menyiapkan larutan oralit di rumah.
- Tunjukkan berapa banyak larutan oralit yang harus diberikan di rumah untuk
menyelesaikan 3 jam pengobatan.
- Beri bungkus oralit yang cukup untuk rehidrasi
- Lakukan pemantauan hingga 5 hari. Jika tidak membaik, lakukan kunjungan
ulang.
b) Solusi terkait penggunaan antibiotik :
Didalam resep diberikan obat antimokroba (Flagyl) dimana menurut WHO
(2005), terapi tersebut tidak direkomendasikan karena tidak efektif dan pada
penggunaan khusus seperti adanya amoebiasis atau infeksi saluran cerna. Selain itu,
pada resep dokter juga memberikan antibiotik (Erysanbe) dimana Antibiotik hanya
bermanfaat padaanak dengan diare berdarah (kemungkinan besar shigellosis), suspek
kolera,dan infeksi berat lain yang tidak berhubungan dengan saluran
pencernaan,misalnya pneumonia. Antibiotik akan diberikan jika telah dilakukan kultur
sehingga bekerja sesuai dengan bakteri yang spesifik. Obat-obatan ini tidak mencegah
dehidrasi ataupun meningkatkan status gizi anak, malah dapat menimbulkan efek
samping berbahaya dan terkadang berakibat fatal.
Untuk diare yang disebabkan oleh rotavirus (tinja tanpa darah, muntah dan
dehidrasi berat, diare berat, demam), tentu saja antibiotik tidak diberikan (Kemenkes
RI, 2011).

Kesimpulan dari berbagai guidelines mengenai diare pada anak berdasarkan


CDC 2003, WHO 2005, ESPGHAN 2008, NSWH 2010 dan AMMCOP/MPA 2011
menyebutkan bahwa, ORS atau pengganti cairan sangat disarankan, antibiotik hanya
diberikan jika diketahui adanya bakteri patogen, Antiemetik, antimotilitas dan
adsorbant tidak disarankan, probiotik hanya diberikan sebagai tambahan dan harus
dalam stain spesifik, prebiotik tidak disarankan.

Pasien diberikan oralit untuk mengganti cairan dan elektrolit dalam tubuh
yang terbuang saatdiare. Walaupun air sangat penting untuk mencegah dehidrasi, air
minum tidak mengandunggaram elektrolit yang diperlukan untuk mempertahankan
keseimbangan elektrolit dalam tubuh sehingga lebih diutamakan oralit. Campuran
glukosa dan garam yang terkandung dalam oralit dapat diserap dengan baik oleh usus
penderita diare.
Selain itu, disarankan juga pasien karena pada saat diare, anak akan
kehilangan zincdalam tubuhnya. Pemberian Zinc mampu menggantikan kandungan
Zinc alami tubuh yang hilang tersebut dan mempercepatpenyembuhan diare. Zinc
juga meningkatkan sistim kekebalan tubuh sehingga dapat mencegah risiko
terulangnya diare selama 2-3 bulan setelah anak sembuh dari diare.
Berdasarkan studi WHO selama lebih dari 18 tahun, manfaat zinc sebagai
pengobatan diareadalah mengurangi :1) Prevalensi diare sebesar 34%; (2) Insidensi
pneumonia sebesar 26%; (3) Durasi diare akut sebesar 20%; (4) Durasi diare persisten
sebesar 24%, hingga; (5) Kegagalanterapi atau kematian akibat diare persisten sebesar
42%.
2. Evalusi Penatalaksanaan Terapi Demam
Pada kasus, anak mengalami demam. Dimana demam bisa disebabkan oleh
adanya dehidrasi atau adanya infeksi rotavirus penyebab diare (Alkali, 2012). Jika
demam yang dialami selama 5 hari maka kemungkinan adanya infeksi dari bakteri
Plasmodium. Namun, dalam kasus pasien baru menderita demam selama sehari. Jika
demam memiliki suhu 39 maka, bisa diberikan antipiretik seperti paracetamol.
(WHO, 2005).

2. Evaluasi Terapi Bricasma dan Histapan


Terapi Bricasma yang diberikan kepada pasien terkait dengan pemberian obat
tidak sesuai indikasi, pasien tidak mengalami keluhan gangguan pernapasan apapun
pada kasus ini sehingga apoteker mengkonfirmasi pada dokter untuk tidak
memberikan terapi Bricasma bagi pasien.
Pada evaluasi terapi gatal-gatal yang dialami pasien, pada kasus ini gatal-
gatal terjadi pada bagian dubur dan selangkangan yang diakibatkan kurang terjaganya
kebersihan daerah tersebut akibat diare yang dialami anak Sandra. Oral antihistamin
untuk terapi gatal lokal yang terjadi pada pasien dirasa kurang efektif sehingga pada
kasus ini digantikan dengan bedak salisilat yang digunakan pada daerah yang
mengalami rasa gatal. Selain efektivitasnya, harga bedak salisilat tergolong lebih
murah sehingga dapat mengatasi salah satu kasus pasien yang tidak membawa uang
dalam jumlah yang cukup.
KOMUNIKASI APOTEKER DENGAN DOKTER
Dalam kasus pada PBL 2, pasien mendapat diagnosis dari dokter yaitu diare, demam dan
gatal-gatal. Berdasarkan informasi yang didapatkan tiga hari sebelum datang ke dokter
pasien mencicipi rujak. Dari peresepan yang diberikan oleh dokter, apoteker melakukan
konfirmasi mengenai :
1 Kondis pasien

2 Peresepan bricasma

3 Peresepan histapan

4 Peresepan antibiotik

5 Demam yang dialami pasien

Berdasarkan telaah pustaka yang telah dilakukan, terdapat beberapa informasi terkait
permasalah dalam peresepan, antara lain :

1 Kondisi pasien

Apoteker bertanya kepada dokter terkait kondisi pasien. Berdasarkan


informasi yang didapatkan, pasien mengalami diare, demam dan gatal-gatal
sebelumnya pasien telah mencicipi rujak. Pasien mengalami diare selama tiga hari,
demam dan gatal-gatal satu hari sebelum pengobatan ke dokter. Gatal-gatal diduga
karena anak Sandra mengalami diare dengan frekuensi lebih dari 3 kali sehingga
mengalami iritasi dan lembab pada daerah dubur sehingga memicu munculnya gatal-
gatal. Demam muncul karena adanya infeksi dan dehidrasi akibat diare.

2 Peresepan bricasma
Apoteker mengkonfimasi kepada dokter terkait adanya peresepan bricasma.
Apoteker mendapat informasi dari dokter jika bricasma diberikan sebagai preventif
untuk mengi akibat diare yang disebabkan oleh rotavirus. Diare akibat rotavirus
memicu munculnya mengi hingga asma (Nan, X., 2014).
Apoteker memberikan informasi kepada dokter terkait penggunaan bricasma
pada anak-anak. Bricasma diindikasikan untuk usia 12 tahun keatas. Mengi pada
pasien belum muncul, maka apoteker menyarankan sebaiknya tidak memberikan
vasodilator kepada pasien. Dokter menyetujui saran yang diberikan apoteker.

3 Peresepan histapan

Apoteker mengkonfirmasi terkait peresepan histapan, apoteker memberitahu


dokter terkait kondisi ibu pasien yang hanya memiliki keterbatasan biaya pengobatan,
maka apoteker menyarankan untuk mengganti dengan antihistamin yang memiliki
harga lebih ekonomis untuk pasien tersebut. Pasien mengalami gatal-gatal pada
daerah dubur dan selangkangan, maka apoteker menyarankan untuk memberikan
bedak salicyl saja.

4 Peresepan Flagyl dan Erisanbe

Apoteker mengkonfirmasi kepada dokter terkait pemberian Flagyl dan


Erisanbe. Dokter meresepkan Flagyl dan Erisanbe untuk menangani diare yang
dialami. Apoteker memberikan informasi kepada dokter terkait terapi untuk diare.
Menurut WHO, pasien tergolong dalam kelompok derajat diare as dehydration
sehingga belum membutuhkan antibiotik. Antibiotik dikonsumsi ketika blood
diarrhea,cholera dengansevere dehydration dan infeksi non-intestinal seperti
pneumonia. Berdasarkan guideline di atas, apoteker menyarakan kepada dokter
sebaikanya Flagy dan Erisanbe tidak digunakan.
Berdasarkan WHO, terapi untuk diare dapat
diberikan suplemen zinc (10-20 mg/hari sampai diare berhenti). Selain itu,
berdasarkan penelitian Departement of Child and Adolesoent Health and
Development, WHO, zinc memiliki kemampuan 20 % lebih cepat sembuh dan diare
akan sembuh dari 7 hari. Apoteker juga menyarankan untuk tetap memberikan oralit
sebagai pengganti cairan dan larutan akibat diare.

Maka terapi untuk diare yang disarankan apoteker kepada dokter yaitu oralit
dan suplemen zinc (Depkes RI, 2011). Dokter menyetujui saran yang diberikan
apoteker.

5 Demam yang dialami pasien

Pasien mengalami demam namun belum mendapatkan antipireutik. Apoteker


menyarankan kepada dokter untuk pemberian antipiretik yaitu paracetamol sirup.
Dokter menyetujui saran yang diberikan oleh apoteker.

Berdasarkan konfirmasi dan KIE yang dilakukan oleh apoteker terhadap dokter, maka
peresepan yang diberikan kepada pasien yaitu :

1 Oralit, satu kali setiap setelah BAB

2 Suplemen zink, 1xsehari

3 Paracetamol 500mg, 3x sehari.

4 Bedak salicyl

KOMUNIKASI APOTEKER DENGAN PASIEN


Tahapan konseling:
1. Pembukaan
Pembukaan konseling yang baik antara apoteker dan pasien dapat menciptakan
hubungan yang baik, sehingga pasien akan merasa percaya untuk memberikan
informasi kepada Apoteker. Apoteker harus memperkenalkan diri terlebih dahulu
sebelum memulai sesi konseling. Selain itu apoteker harus mengetahui identitas
pasien (terutama nama) sehingga pasien merasa lebih dihargai. Hubungan yang baik
antara apoteker dan pasien dapat menghasilkan pembicaraan yang menyenangkan dan
tidak kaku. Apoteker dapat memberikan pendapat tentang cuaca hari ini maupun
bertanya tentang keluarga pasien. Apoteker harus menjelaskan kepada pasien tentang
tujuan konseling serta memberitahukan pasien berapa lama sesi konseling itu akan
berlangsung. Jika pasien terlihat keberatan dengan lamanya waktu pembicaraan, maka
apoteker dapat bertanya apakah konseling boleh dilakukan melalui telepon atau dapat
bertanya alternatif waktu/hari lain untuk melakukan konseling yang efektif. Selain itu,
Apoteker dapat menanyakan kepada pasien apakah sudah nyaman untuk konseling di
tempat sekarang atau perlu pindah ke ruang konseling.

2. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi masalah


Pada sesi ini Apoteker dapat mengetahui berbagai informasi dari pasien tentang
masalah potensial yang mungkin terjadi selama pengobatan. Pasien bisa merupakan
pasien baru ataupun pasien yang meneruskan pengobatan.
Mendiskusikan Resep yang baru diterima
a. Apoteker harus bertanya apakah pasien pernah menerima pengobatan
sebelumnya. Apoteker harus bertanya pengobatan tersebut diterima pasien dari
mana, apakah dari Apoteker juga, atau dari psikiater dan lain sebagainya. Jika
pasien pernah menerima pengobatan sebelumnya maka dapat ditanyakan
tentang isi topik konseling yang pernah diterima oleh pasien tersebut.
b. Apoteker sebaiknya bertanya terlebih dahulu tentangpenjelasan apa yang telah
diterima oleh pasien. Ini penting untuk mempersingkat waktu konseling dan
untuk menghindari pasien mendapatkan informasi yang sama yang bisa
membuatnya merasa bosan atau bahkan informasi yang berlawanan yang
membuat pasien bingung. Diskusi ini juga harus dilakukan dengan kata-kata
yang mudah diterima oleh pasien sesuai dengan tingkat sosial - ekonomi pasien.
c. Regimen pengobatan, pasien harus diberitahu tentang guna obat dan berapa
lama pengobatan ini akan diterimanya. Pada tahap ini Apoteker juga harus
melihat kecocokan dosis yang diterima oleh pasien sehingga pengobatan
menjadi lebih optimal.

d. Kesuksesan pengobatan, pasien sebaiknya diberitahukan tentang keadaan yang


akan diterimanya jika pengobatan ini berhasil dilalui dengan baik.
Pada kasus, Apoteker melakukan skrining resep dan mengajukan three prime
questions kepada pasien, yaitu:
1. Apakah dokter telah memberitahukan tujuan terapi dari pengobatan?
2. Apakah dokter telah memberitahukan harapan dari pengobatan?
3. Apakah dokter telah memberitahukan cara penggunaan obat?
Setelah itu, Apoteker bertanya kepada ibu pasien mengenai keluhan sakit yang dialami
anak Sandra. Apoteker memperoleh informasi bahwa anak Sandra mengalami diare
selama 3 hari dan gatal-gatal pada kulit dan demam. Ibu dari pasien belum melakukan
pengatasan apapun selama 3 hari. Selama 3 hari, anak Sandra nafsu makan pasien
baik dan frekuensi minum air yang baik pula. Setelah mengetahui keluhan sakit yang
dialami oleh pasien, Apoteker meminta pasien untuk menunggu sejenak, karena
Apoteker akan melakukan konfirmasi kepada dokter terkait resep yang diberikan.
Apoteker memperoleh informasi penggantian obat dan penambahan dosis obat.

Obat Zinc Paracetamol Oralit Bedak Salicyl


Sirup
60 ml
Indikasi Mengurangi lama Menurunkan Mencegah Mengurangi
dan tingkat demam yang terjadinya gatal-gatal
keparahan diare dialami pasien dehidrasi akibat
Mengurangi banyaknya
frekuensi buang air cairan yang
besar keluar
Mengurangi volume
tinja
Menurunkan
kekambuhan diare
pada 3 bulan
berikutnya
Interaksi Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Kontraindikas Hipersensintif Hipersensitif Hipersensitif Hipersensitif
i terhadap obat dan terhadap obat dan terhadap obat terhadap obat
komponen obat komponen obat dan komponen dan komponen
obat obat

Perhatian Sesuaikan dosis Hepatotoksik Tidak ada Tidak ada


untuk anak-anak perhatian perhatian
dengan berat khusus khusus
badannya
Efek Samping Mual, muntah dan Ruam dan Mual, muntah Kulit
sakit kepala pembengkakan dan keram mengalami
pada kulit perut iritasi dan
terasa perih
Dosis 20 mg Zinc, 1 kali 3 kali sehari 1 200 ml (1 Taburkan pada
sehari setelah makan, sendok teh setelah gelas) setiap area yang gatal
selama 10-14 hari makan, bila perlu kali BAB
berturut-turut

4. Diskusi untuk mencegah atau memecahkan masalah dan mempelajarinya


Setiap alternatif cara pemecahan masalah harus didiskusikan dengan pasien. Apoteker
juga harus mencatat terapi dan rencana untuk monitoring terapi yang diterima oleh
pasien. Baik pasien yang menerima resep yang sama maupun pasien yang menerima
resep baru, keduanya harus diajak terlibat untuk mempelajari keadaan yang
memungkinkan tercipta masalah terhadap pengobatan dapat diminimalisasikan.
5. Menyampaikan terapi non farmakologi
Selain pengobatan dengan obat, ibu pasien dapat membantu pasien (anak Sandra)
melakukan terapi tanpa obat untuk diare, antara lain:
Makan sup bening. Hindari minum susu selama masih mengalami diare.
Apabila pasien tetap harus minum susu, susu formula dibuat lebih encer
sampai dua kali lipat. Hindari makanan padat, dapat diganti dengan bubur, roti
atau pisang.
Cuci tangan setiap selesai buang air untuk mencegah penularan.
Menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
6. Cara pembuatan oralit
Pasien menerima oralit sachet yang dapat langsung diminum dengan mencampur
oralit dengan 200 ml air matang. Pasien dapat diberikan oralit setiap kali BAB
sebanyak 200 ml. Ibu pasien dapat membuat larutan oralit dengan cara sebagai
berikut:
Siapkan wadah bersih (seukuran teko)
Masukkan setengah sendok teh garam dapur dan 8 sendok teh gula pasir ke
dalam wadah
Tambahkan 1 liter air matang, Bisa menggunakan 5 gelas air (setiap gelas
belimbing adalah sekitar 200 ml). Pastikan hanya menggunakan air putih,
tidak boleh dicampur teh, jus buah, sup, dan lain-lain
Aduk sampai rata. Gunakan sendok atau kocokan untuk melarutkan bahan-
bahan di atas ke dalam air. Setelah satu menit atau lebih dari pengadukan yang
kuat, biasanya sudah benar-benar terlarut. Selanjutnya oralit sudah jadi
dan siap diminum. Cairan oralit dapat disimpan selama 24 jam. Jangan
menyimpannya lebih lama lagi.
7. Cara minum zinc
Masukkan tablet zinc dispersible ke dalam satu sendok makan air putih
matang atau ASI
Dapat dibantu dengan digoyanggoyang atau diaduk-aduk
Tablet yang telah larut dapat diminum
8. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh
Apoteker harus memastikan apakah informasi yang diberikan selama konseling dapat
dipahami dengan baik oleh pasien dengan cara meminta kembali pasien untuk
mengulang informasi yang sudah diterima. Dengan cara ini pula dapat diidentifikasi
adanya penerimaan informasi yang salah sehingga dapat dilakukan tindakan
pembetulan.
9. Menutup diskusi
Sebelum menutup diskusi sangat penting untuk Apoteker bertanya kepada pasien
apakah ada hal-hal yang masih ingin ditanyakan maupun yang tidak dimengerti oleh
pasien. Mengulang pernyataan dan mempertegasnya merupakan hal yang sangat
penting sebelum penutupkan sesi diskusi, pesan yang diterima lebih dari satu kali dan
diberi penekanan biasanya akan diingat oleh pasien.
10. Follow-up
Fase ini agak sulit dilakukan sebab terkadang pasien mendapatkan Apoteker yang
berbeda pada sesi konseling selanjutnya. Oleh sebab itu dokumentasi kegiatan
konseling perlu dilakukan agar perkembangan pasien dapat terus dipantau.

Etiket pada obat yang akan diterima pasien:


3. Pergantian obat dapat menurunkan harga resep sehingga ibu pasien dapat
menebus secara keseluruhan
Perhitungan Harga Obat menurut Resep Awal
Asumsi harga pada ISO
PPN = 10 %, Mark Up = 25 %
Biaya Racik = Rp 5.000,-
Erysanbe
Harga Obat (ISO) : 100 tablet (10 strip = 10 tablet)
1 box = Rp. 145.000,- / 100 tablet = Rp. 1450,-/tab
HJA :Rp. 1450,-/tab x 1,1 x 1,25 = Rp. 1993,75,-/tablet
Histapan
Harga Obat (ISO) : 100 tablet (10 strip = 10 tablet)
1 box = Rp. 60.000,- / 100 tablet = Rp. 600,-/tab
HJA :Rp. 600,-/tab x 1,1 x 1,25 = Rp. 825,-/tablet
Bricasma
Harga Obat (ISO) : 100 tablet (10 strip = 10 tablet)
1 box = Rp. 237,424,- / 100 tablet = Rp. 2374,-/tab
HJA :Rp. 2374,-/tab x 1,1 x 1,25 = Rp. 3264,25,-/tablet
Flagyl
Harga Obat (ISO) : 100 tablet (10 strip = 10 tablet)
1 box = Rp. 571,010,- / 100 tablet = Rp. 5710,-/tab
HJA :Rp. 5710,-/tab x 1,1 x 1,25 = Rp. 7851,25,-/tablet
Sacch. Lactis
Secukupnya, kemungkinan tiap 1 bungkus pulveres membutuhkan = 100 500 mg =
20 x 500 mg = 10000 mg = 10 gram
Rp 80,- / gram = Rp 800 ,-
Oralit
Harga Obat (ISO) : 1 sachet oralit (200 mL) Rp. 5.00,-
HJA : Rp. 500,- x 1,1 x 1,25 = Rp. 687,5,-
Jumlah Jumlah yang Total harga
Obat Harga obat
Obat harus dibayar per R/
Oralit 2 sachet Rp. 687,5,-/sachet Rp. 1.375,- Rp.1.375,-
Erysanbe 10,4 tab Rp. 1993,75,-/tab Rp. 21.931,25
Histapan 4 tab Rp. 825,-/tab Rp. 3.300,-
Bricasma 4 tab Rp. 3264,25,-/tab Rp. 1.650,-
Flagyl 8 tab Rp. 7851,25,-/tab Rp. 62.810,-
Sacch. Lactis 10 gram Rp 80,- / gram Rp. 800,-
Uang R/
1 R/
racik Rp. 5.000,-/R/ Rp. 5.000,- Rp. 95.491,-
Total Pembayaran Rp. 96.866,-
Solusi Setelah dilakukan analisis terkait pergantian obat untuk obat yang akan
diresepkan yaitu :
Perhitungan Harga Obat setelah Pergantian Obat
Suplemen Zink 20 mg
Harga Obat (ISO) : 1 strip (10 tablet) = Rp. 8.000,-
HJA :Rp. 8.000,- x 1,1 x 1,25 = Rp. 11.000,-
Oralit
Harga Obat (ISO) : 1 sachet oralit (200 mL) Rp. 500,-
HJA : Rp. 500,- x 1,1 x 1,25 = Rp. 687,5,-
Paracetamol Syrup 60 mL
Harga Obat (ISO) : 1 botol Paracetamol Syr = Rp. 7425,-
HJA : Rp. 7425,- x 1,1 x 1,25 = Rp. 10.209,-
Bedak Salicyl 60 gram
Harga Obat (ISO) : Rp. 7.175,-
HJA : Rp. 7.175,- x 1,1 x 1,25 = Rp. 9.865,-

Jumlah Total harga


Obat Jumlah Obat Harga obat yang harus per R/
dibayar
Oralit 10 sachet Rp. 687,5,-/sachet Rp. 6.875,-
Zink 1 strip (10 tablet) Rp. 11.000,-/strip Rp. 11.000,-
PCT Syrup 1 botol Rp. 10.209,-/ botol Rp. 10.209,-
Bedak
1 pcs
Salicyl Rp. 9.865,-/pcs Rp. 9.865,- Rp.37.949,-
Total Pembayaran Rp. 37.949,-
Total yang harus dibayar oleh ibu pasien adalah Rp. 37.949,- dan obat dapat ditebus
seluruhnya oleh ibu pasien.

IV. KESIMPULAN
Apoteker melakukan skrining resep, dispensing, dan compounding, kemudian
apoteker berkomunikasi dengan dokter untuk hal-hal yang harus didiskusikan terkait
terapi yang diterima oleh pasien. Keputusan terapi yang diberikan kepada pasien
merupakan hasil diskusi apoteker dan dokter yang akan disampaikan kepada pasien
melalui KIE. Dari kasus ini, maka terapi yang diberikan kepada pasien anak Sandra yaitu
Oralit 10 sachet (1 sachet=200 mL), Suplemen zink, Paracetamol Syrup 60 mL, dan
bedak Salicyl 60 gramsehingga total harga obat yang harus dibayar oleh Ibu dari anak
Sandra yaituRp. 37.949,-

DAFTAR PUSTAKA

1. Ansel, H.C., Prince, S.J., 2006. Kalkulasi Farmasetik Panduan untuk Apoteker. Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, hal. 108-114.
2. Alkali, B. R., 2015, Clinical Symptoms of Human Rotavirus Infection Observed in
Children in Sokoto, Nigeria, Advances in Virology, pp.1-6.

3. Depkes RI, 2011, PDF. Buku Saku Lintas Diare Edisi 2011, Departemen Kesehatan RI.
4. Direktorat Bina Farmasi dan Klinik, 2007, Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian
di Sarana Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.
5. James, M.A., 2011, PDF. Evidence-Based Care Guideline for Prevention and
Management of Acute Gastroenteritis (AGE) in children age 2 mo to 18 yrs, Health
System Excellent Center.
6. Malaysia Pediatric Association, 2011, PDF. Guidelines on The Management of Acute
Diarrhoe in Children, College of Pediatric.
7. Nan, X., Wu J., Zhou Y., Sun, M.,, and Li H. 2014. Epidemiological and clinical studies
of rotavirus induced diarrhea in China from 19942013. Research Paper. Department of
Molecular Biology.
8. http://reference.medscape.com/drug-interactionchecker diakses pada tanggal 8 Maret
2017 pukul 18.00.
9. http://mims.com/indonesia/drug/info/erythromycin/, diakses pada tanggal 8 Maret 2017
pukul 19.03.
10. http://mims.com/indonesia/drug/info/erysanbe/?type=brief, diakses pada tanggal 8 Maret
2017 pukul 19.30.
11. http://mims.com/indonesia/drug/info/mebhydrolin/, diakses pada tanggal 8 Maret pukul
19.34.
12. http://mims.com/indonesia/drug/info/histapan/?type=brief, diakses pada tanggal 8 Maret
pukul 19.40.
13. http://mims.com/indonesia/drug/info/terbutaline/, diakses pada tanggal 8 Maret 2017
pukul 19.45.
14. http://mims.com/indonesia/drug/info/bricasma/?type=brief, diakses pada tanggal 8 Maret
2017 pukul 19.48.
15. http://mims.com/indonesia/drug/info/metronidazole/, diakses pada tanggal 8 Maret pukul
19.55.
16. http://mims.com/indonesia/drug/info/flagyl-flagyl%20forte/?type=brief, diakses pada
tanggal 8 Maret 20.00.
17. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2011. Penanganan Anak Diare Di Rumah.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
18. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2011, Situasi Diare di Indonesia, Bakti
Husada, Jakarta.
19. WHO, 2005, PDF. The Treatment of Dhiarhoea: A Manual For Physicians and Senior
Health Worker, Geneva.

Anda mungkin juga menyukai