Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN AKHIR FARMAKOKINETIKA DASAR

PERCOBAAN I

SIMULASI INVITRO MODEL FARMAKOKINETIKA

RUTE INTRAVASKULER

Disusun Oleh :

Baiq Deby CL (I1C015008) Putri Afridamayanti (I1C015064)

Wulan Astutik (I1C015030) Amelia Lusiani (I1C015046)

Mega Dewi Legiana (I1C015082) Gita Damai (I1C015100)

Golongan / Kelompok : B1 / 2

Asisten : Qori Amrirullah

Dosen Pembimbing Praktikum : Masita Wulandari, M.Sc., Apt

LABORATORIUM FARMASI KLINIK

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2017

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN


Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Jurusan Farmasi
Jl. Dr. Suparno Kampus Karangwangkal Purwokerto 53133 Banyumas Jawa Tengah

LAPORAN AKHIR
PRAKTIKUM FARMAKOKINETIKA DASAR

Kelompok :2 Golongan : B1
Nama Mahasiswa : 1. Baiq Deby Cahaya Lestari ( I1C015008 )
2. Wulan Astutik ( I1C015030 )
3. Amelia Lusiani ( I1C015046 )
4. Putri Afridamayanti ( I1C015064 )
5. Mega Dewi Legiana ( I1C015082 )
6. Gita Damai ( I1C015100 )
Tanggal praktikum : 16 Maret 2017
Judul Praktikum : Simulasi invitro model farmakokinetika rute Intravaskuler
Nama Asisten : Qori Amrirullah
Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Masita Wulandari, M.Sc., Apt

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Fase farmakokinetik berkaitan dengan masuknya zat aktif ke dalam tubuh.


Pemasukan in vivo tersebut secara keseluruhan merupakan fenomena fisikokimia
yang terpadu di dalam organ penerima obat. Fase farmakokinetik ini merupakan
salah satu unsur penting yang menentukan profil keberadaan zat aktif pada tingkat
biofase dan selanjutnya menentukan aktivitas terapeutik obat. Fase farmakokinetika
teridiri dari absorbs, distribusi, metabolism, dan ekskresi (Aiache, 1993).
Farmakokinetika obat dapat diilustrasikan dalam model yang dikenal dengan
istilah model farmakokinetika atau kompartemen. Model farmakokinetik sendiri
dapat memberikan penafsiran yang lebih teliti tentang hubungan kadar obat dalam
plasma dan respon farmakologik. Salah satu model kompartemen yang biasa
digunakan untuk perhitungan farmakokinetika adalah model kompartemen satu
terbuka.
Mempelajari ilustrasi model kompartemen secara teoritis perlu
didukung dengan aplikasi untuk lebih memudahkan pemahaman mahasiswa. Oleh
sebab itu, pada praktikum ini dilakukan praktikum model farmakokinetika dengan
bahan Metilen red diibaratkan sebagai obat yang beredar di dalam tubuh.
Dengan begitu, mahasiswa dapat lebih jelas memahami bagaimana kinerja obat
didalam tubuh sesuai dengan teori model farmakokinetika.

2
2. Dasar Teori
Model farmakokinetik merupakan model matematika yang menggambarkan
hubungan antara dosis dan konsentrasi obat dalam setiap individu. Parameter dari
model menggambarkan faktor-faktor yang dipercaya penting dalam penentuan
observasi dari konsentrasi atau efek obat. Parameter tersebut antara lain terdiri dari
beberapa parameter antara lain parameter primer yang terdiridari volume distribusi
(Vd); klirens (Cl); dan kecepatan absorbsi (Ka), parameter sekunder terdiri dari
kecepatan eliminasi (K); dan waktu paruh (T1/2), serta parameter-parameter
turunan. Model farmakokinetik tersebut mempunyai aplikasi langsung untuk terapi
obat berkenaan dengan menentukan aturan dosis yang sesuai (Aiache, 1993).

Pemodelan farmakokinetik berguna untuk : (1) memprediksikan konsetrasi obat


di dalam plasma, jaringan, dan urin, (2) mengkalkulasikan dosis optimum obat bagi
setiap pasien, (3) mengestimasikan kemungkinan terakumulasinya obat dan atau
produk-produk metabolismenya, (4) mengkorelasikan konsentrasi obat dengan efek
toksisistas dan efek farmakologinya, (5) mengevaluasi perbedaan konsentrasi yang
terkandung dalam plasma antara formula yang satu dengan yang lainnya, (6)
menjelaskan bagaimana pengaruh perubahan fisioligi dan efek dari penyakit
terhadap absorpsi, distribusi dan eleminisai dari suatu obat, (7) menjelaskan
interaksi obat yang mungkin terjadi (Sukmadjaja et al., 2006).

Model kompartemen yang sering digunakan adalah model


kompartemen satu terbuka, model ini menganggap bahwa berbagai perubahan
kadar obat dalam plasma mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar
obat dalam jaringan. Tetapi model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat
dalam tiap jaringan tersebut adalah sama dengan berbagai waktu. Di samping itu,
obat didalam tubuh juga tidak ditentukan secara langsung, tetapi ditentukan oleh
konsentrasi obatnya dengan menggunakan cuplikan cairan tubuh (Shargel, 1988).
Jika tubuh diasumsikan sebagai satu kompartemen, tidak berarti
bahwa kadar obat sama di dalam setiap jaringan atau organ, namun asumsi yang
berlaku pada model tersebut ialah bahwa perubahan kadar obat di dalam darah
mencerminkan perubahan kadar obat di jaringan. Laju eliminasi ( metabolism dan
ekskresi obat dari tubuh setiap saat sebanding dengan jumlah atau kadar
obatyang tersisa di dalam tubuh pada saat itu) (Ritschel, 1992).
Pada model satu kompartemen terbuka, obat hanya dapat memasuki dan
mempunyai volume distribusi kecil, atau juga dapat memasuki cairan ekstra sel atau

3
bahkan menembus sehingga menghasilkan volume distribusi yang besar. Pada
model satu kompartemen terbuka terlihat seolah olah tidak ada fase distribusi, hal
ini disebabkan distribusinya berlangsung cepat (Wulandari, 2009). Pergerakan obat
di antara kompartemen-kompartemen yang berbeda dari tubuh (darah, jaringan
adipose, hati dan sebagainya) adalah suatu proses yang kompleks dan dinamis serta
tidak mudah dianalisis. Oleh karena itu sebagai pendekatan pertama, diumpamakan
bahwa semua kompartemen tubuh berada dalam kesetimbangan yang cepat dengan
kompartemen pusat (biasanya adalah darah), dan bahwa konsentrasi obat di seluruh
tubuh adalah konstan. Jadi efek terapi obat harus dihubungkan dengan konsentrasi
obat dalam darah (Gunawan et al.,2009).

Gambar 1. Model satu kompartemen.

Prinsip pemakaian model kompartemen satu yaitu tubuh merupakan satu


kompartemen dengan volume = Vd, kadar obat setiap waktu dinyatakan dengan
Cpo, fase distribusi cepat dan tak teramati. Eliminasi obat dari tubuh dianggap
berlangsung menurut reaksi orde ke satu dengan tetapan laju eliminasi (Kel) yang
meliputi tetapan kecepatan metabolisme (Km) dan tetapan laju ekskresi (Ke)
(Hasibuan, 2008).
Parameter farmakokinetika diperlukan untuk menginterpretasi perubahan-
perubahan disposisi obat di dalam tubuh seperti yang terwujud dalam perubahan
nilai parameter. Parameter farmakokinetika terdiri dari parameter primer, sekunder,
dan turunan. Parameter primer terdiri dari ka, Vd, dan ClT, yang dipengaruhi oleh
perubahan salah satu atau lebih variabel fisiologis. Parameter sekunder meliputi k,
t1/2, dan tmaks dimana parameter-parameter tersebut dipengaruhi oleh perubahan
parameter primer yang dikarenakan adanya perubahan suatu variabel fisiologis,
sedangkan parameter turunan nilainya tidak hanya bergantung pada parameter
primer tapi juga dipengaruhi oleh dosis dan kecepatan pemberian obat, contohnya
adalah AUC0-~, AUMC, Cpmaks, dan MRT (Pradana et al., 2013)

Jalur pemberian obat ada 2 yaitu intravaskuler dan ekstravaskuler. Pada


pemberian secara intravaskular, obat akan langsung berada di sirkulasi sistemik

4
tanpa mengalami absorpsi, sedangkan pada pemberian secara ekstravaskular
umumnya obat mengalami absorpsi (Zunilda,.dkk, 1995). Beberapa parameter
model farmakokinetika :
a. T maksimum (Tmaks) yaitu waktu konsentrasi plasma mencapai puncak dapat
disamakan dengan waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi obat
maksimum setelah pemberian obat. Pada Tmaks absorpsi obat adalah terbesar,
dan laju absorpsi obat sama dengan laju eliminasi obat. Absorpsi masih berjalan
setelah tmaks tercapai, tetapi pada laju yang lebih lambat. Harga Tmaks menjadi
lebih kecil (berarti sedikit waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi
plasma puncak) bila laju absorpsi obat menjadi lebih cepat (Shargel, 2005).
b. Konsentrasi plasma puncak (Cmaks) menunjukkan konsentrasi obat maksimum
dalam plasma setelah pemberian secara oral. Untuk beberapa obat diperoleh
suatu hubungan antara efek farmakologi suatu obat dan konsentrasi obat dalam
plasma (Shargel, 2005).
c. Volume Distribusi (Vd) adalah volume yang didapatkan pada saat obat
didistribusikan. Menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi
obat ( C ) dalam darah atau plasma (Shargel, 2005).

Vd = Dosis
Cp
d. AUC (Area Under Curve) adalah permukaan di bawah kurva (grafik) yang
menggambarkan naik turunnya kadar plasma sebagai fungsi dari waktu. AUC
dapat dihitung secara matematis dan merupakan ukuran untuk bioavailabilitas
suatu obat. AUC dapat digunakan untuk membandingkan kadar masing-masing
plasma obat bila penentuan kecepatan eliminasinya tidak mengalami perubahan.
Selain itu antara kadar plasma puncak dan bioavailabilitas terdapat hubungan
langsung (Shargel, 2005).
e. Tetapan Laju Eliminasi dan Waktu Paruh dalam Plasma. Waktu paruh dalam
plasma adalah waktu dimana konsentrasi obat dalamdarah (plasma) menurun
hingga separuh dari nilai seharusnya (Shargel, 2005).

Ke = 2,303 T = 0,693
f. Klirens obat- badalah suatu ukuran eliminasi
Ke obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya, jaringan tubuh atau
organ dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas
(volume distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005).

Cl = Ke x Vd

5
Keterangan :
Vd : Volume distribusi
Cp : Konsentrasi obat dalam plasma
Cl : Klirens obat
Ke : Kecepatan eliminasi

3. Tujuan Percobaan
Tujuan Umum : Memahami konsep farmakokinetika suatu obat.
Tujuan Khusus :
Mempelajari konsep farmakokinetika suatu obat dengan menggunakan
simulasi invitro.
Membedakan profil farmakokinetika suatu obat dengan dosis, rute
pemakaian, klirens dan volume distribusi yang berbeda.

Menerapkan analisis farmakokinetika dalam perhitungan parameter farmakokinetika.

6
B. BAHAN DAN ALAT YANG DIGUNAKAN
a. ALAT
Spektrofotometer
Magnetik Stirrer
Tabung Reaksi
Pipet Ukur
Gelas Beker 1L/2L
Pipet Volume 25ml/30ml
b. BAHAN
Metil merah
Air suling

C. CARA KERJA
a. Macam percobaan

Simulasi

Dilakukan satu macam percobaan secara intravaskuler


I : Dosis 20mg ; CL 200ml/15menit ; Vd 0,5 L
II : Dosis 10mg ; CL 100ml/15menit ; Vd 0,5 L
III : Dosis 20mg ; CL 200ml/15menit ; Vd 1 L
IV : Dosis 10mg ; CL 100ml/15menit ; Vd 1 L

b. Tahapan Percobaan
Hasil
1. Pembuatan larutan baku kerja metilen merah

dilarutkan
10 mg Metilen Merah dalam 50 mL air suling

diencerkan dengan air suling hingga didapat kadar 10, 20,


Larutan Baku
Induk
40, 60, 80 dan 100 ppm

Larutan Baku kerja metilen merah

7
2. Penentuan panjang gelombang () maksimum

Larutan Baku Metil Merah


diamati serapan pada panjang gelombang 530-570 nm
menggunakan spektrofotometer visible
dibuat kurva serapan terhadap panjang gelombang
ditentukan panjang gelombang maksimum

Hasil

3. Pembuatan Kurva Baku


Larutan Baku Kerja Metilen Merah

diamati absorbansinya pada panjang gelombang


maksimum
dibuat tabel hasil pengamatan
dibuat kurva kadar larutan baku kerja terhadap absorbansi
dihitung koefisien korelasinya dan persamaan garisnya

Hasil

8
4. Simulasi model farmakokinetika invitro (Rute intravaskuler, kompartemen
satu terbuka)
Air Suling

dimasukkan ke dalam gelas beker sesuai nilai Vd lalu


jalankan stirrer
dimasukkan ke dalam gelas beker sesuai dosis yang telah
Metilen Merah
ditentukan

diambil dari gelas beker larutan metilen merah sebesar


Sampel
nilai CL dan gantikan volume yang diambil dengan air
suling
diukur serapan sampel pada panjang gelombang
maksimum yang diperoleh dengan air suling sebagai
blanko
dihitung parameter farmakokinetika

Hasil

D. HASIL PERCOBAAN
1. Pembuatan Larutan Baku Standar Metilen Merah
Data penimbangan sampel :

Serbuk metilen merah


Massa wadah 0,2088 mg
Massa penimbangan 0,0100 mg
Massa wadah + metilen merah 0,2188 mg
1. Pembuatan larutan baku kerja 10 ppm, 20 ppm, 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100
ppm

100 ppm M1.V1 = M2.V2

9
200.V1 = 100.10 M1.V1 = M2.V2
V1 = 5 ml ad 10 ml 200.V1 = 40.5
80 ppm V1 = 1 ml ad 5 ml
M1.V1 = M2.V2 20 ppm
200.V1 = 80.10 M1.V1 = M2.V2
V1 = 2 ml ad 5 ml 200.V1 = 20.10
60 ppm V1 = 1 ml ad 10 ml
M1.V1 = M2.V2 10 ppm
200.V1 = 60.10 M1.V1 = M2.V2
V1 = 3 ml ad 10 ml 200.V1 = 10.10
40 ppm V1 = 0,5 ml ad 10 m

10
2. Tabel nilai serapan metilen merah untuk penentuan panjang gelombang maksimal
max : 530 nm
Intersep (a) : 0,021
Slope (b) : 0,010
R 2
: 0,995
Persamaan Regresi Linier : y = 0,021 + 0,010x

Kadar (ppm) Absorbansi


No
10 0,098
1
20 0,206
2
40 0,462
3
60 0,641
4
80 0,858
5
100 0,983
6

3. Penentuan Absorbansi, Kadar, Log C dan T vs log C Larutan Kerja


Kel W Abs K L T vs T1/


ompok aktu orbansi (A) adar og C log C 2 dan k
(T) (C)
1 0 0,46 4 1 a: T1/
0 3,9 ,64 1,644 2=21.38/me
1 0,28 2 1 b: nit
5 9 6,8 ,42 -0,015
3 0,18 1 1 R :- K=
0 2 6,1 ,20 0,999 0.034 /menit
4 0,11 9 0
5 4 ,3 ,96
2 0 0,21 1 1 a: T1/
3 9,2 ,28 1.284 2= 43,31 /
1 0,16 1 1 b: menit
5 8 4,7 ,17 -0,007
3 0,13 1 1 R :- K=
0 5 1,4 ,06 0.999 0,016 /
4 0,10 8 0 menit
5 7 ,6 ,93
3 0 0,20 1 1 a: T1/
9 8,8 ,27 1,126 2= 43,31 /
1 0,16 1 1 b: menit
5 8 4,7 ,16 -0,007
3 0,13 1 1 R :- K=
0 7 1,6 ,06 0,999 0,016 /
4 0,11 9 0 menit
5 1 ,95
4 0 0,11 9 0 a: T1/
4 ,3 ,97 1,003 2= 57,55 /
1 0,10 9 0 b: menit
5 3 ,2 ,96 -0,0054
3 0,09 7 0 R :- K=
0 4 ,3 ,86 0,94 0,012 /
4 0,08 5 0 menit
5 5 ,4 ,73

Perhitungan kadar
y = a + bx
ba
x= y

Kadar (0) Kadar (30)


0,2130,021
x= 0,010

0,1350,021
x= 0,010

= 19,2 mg/L = 11,4 mg/L



Kadar (15) Kadar (45)
0,01680,021
x= 0,010 x=

0,1070,021
0,010

= 14,7 mg/L = 8,6 mg/L






4. Penentuan AUC Total

Kelompo AUC
k total
1 58,80
2 50,02
3 49,95
4 40,05


Perhitungan AUC kelompok 2
( 1,28+1,17 ) .( 150)
- AUC (menit ke 0-15) = 2

= 18,375
( 1,17+ 1,06 ) .(3015)
- AUC (menit ke 15-30) = 2

= 16,725
( 1,06+ 0,93 ) .(4530)
- AUC (menit ke 30-45) = 2

= 14,925
- AUC total = AUC 1 + AUC 2 + AUC 3
= 18,375+ 16,725+ 14,925
= 50,025














5. Kurva AUC
Kelompok 1

log C

0 15 30 45
Waktu (menit)

Kelompok 2

log C

0 15 30 45
Waktu (menit)

Kelompok 3

log C

0 15 30 45
Waktu (menit)

Kelompok 4
1
0.8
0.6
log C 0.4
0.2
0
0 15 30 45
Waktu (menit)


E. PEMBAHASAN
Percobaan ini dilakukan model in vitro farmakokinetika obat secara intravena
yang bertujuan untuk menjelaskan proses farmakokinetik obat dalam tubuh setelah
pemberian injeksi bolus secara intravena dan mengetahui profil farmakokinetik obat.
Percobaan ini menggunakan model farmakokinetik secara in vitro yang digunakan
untuk menggambarkan dan menginterpretasikan sekumpulan data yang diperoleh dari
eksperimen. Dalam metode ini, suatu wadah digambarkan sebagai kompertemen tubuh
dimana obat mengalami profil farmakokinetik dari distribusinya hingga eliminasi obat.
Sampel untuk percobaan ini yaitu metilen merah yang akan diuji aktifitas
farmakokinetiknya dengan menggunakan metode model in vitro.
Pada setiap kelompok memiliki kadar, t dan K e yang berbeda-beda, hal
tersebut karena terdapat 3 macam parameter yang dapat digunakan untuk menjelaskan
profil farmakokinetika obat di dalam tubuh yaitu parameter primer, sekunder dan
turunan. Parameter primer pada percobaan ini meliputi parameter , Vd dan klirens,
parameter sekunder yaitu t dan Ke dan parameter turunannya adalah nilai AUC.
Apabila nilai Vd dan klirens berbeda maka akan mempengaruhi kadar t1/2 dan Ke begitu
pula nilai AUC, oleh karena itu hasil dari setiap kelompok berbeda karna adanya
perbedaan pada Vd dan klirens yang dilakukan (Simaremare, 2013).
Volume distribusi dapat dianggap sebagai volume dimana obat terlarut (Hakim,
2010). Parameter volume distribusi obat memiliki hubungan berbanding terbalik
dengan kadar obat dalam plasma (Cp) dimana ketika suatu obat terikat oleh protein
plasma dalam jumlah besar atau berada didalam pembuluh darah, maka nilai kadar
obat dalam plasma akan semakin tinggi, yang mengakibatkan nilai Vd menjadi lebih
kecil demikian sebaliknya (Simaremare, 2013). Hal ini sesuai dengan percobaan yang
dilakukan dimana kelompok 1 dan 2 yang memiliki nilai Vd rendah sehingga memiliki
kadar yang tinggi . Begitu pula sebaliknya kelompok 3 dan 4 yang memiliki nilai Vd
tinggi sehingga memiliki kadar yang rendah. Dari percobaan yang kami lakukan kadar
yang didapatkan pada masing-masing kelompok mengalami penurunan seiring dengan
bertambahnya waktu pengambilan. Hal ini dikarenakan obat telah mengalami fase
eliminasi (Simaremare, 2013).
Parameter klirens atau Cl merupakan parameter primer yang dapat menjelaskan
kinetika eliminasi suatu obat. Parameter klirens sangat mempengaruhi kinetika
eliminasi suatu obat dimana semakin tinggi harga klirens, maka semakin cepat obat
tersebut tereliminasi dari tubuh, demikian sebaliknya (Simaremare, 2013). Proses
eliminasi obat dari tubuh dipengaruhi oleh proses metabolisme dari obat tersebut
dimana semakin cepat proses metabolisme suatu obat berlangsung maka semakin cepat
pula obat tersebut dikeluarkan dari tubuh. Kelompok 2 dan 4 yang memiliki nilai
klirens terendah menunjukkan bahwa proses metabolisme yang berlangsung lambat se-
hingga menyebabkan sampel berada lebih lama dalam tubuh dan menyebabkan
peningkatan nilai T1/2 dari hasil percobaan nilai klirens yang dimiliki kelompok 2 dan
4 mempunyai nilai yang tinggi. Sebaliknya kelompok 1 dan 3 diketahui memiliki nilai
klirens lebih tinggi dibanding 2 dan 4, hal ini menunjukkan bahwa proses metabolisme
sampel berlangsung cepat sehingga menyebabkan sampel lebih cepat dikeluarkan dari
tubuh dimana dari hasil penelitian diketahui bahwa nilai T1/2 rendah. Pada kelompok
2 dan 3 memiliki nilai t1/2 yang sama. Hal ini dikarenakan kedua kelompok tersebut
memiliki nilai Ke dan nilai slope yang sama (Simaremare, 2013).
Kinetika eliminasi pada percobaan ini selain dapat dikaji dari nilai parameter Vd
dan klirens juga dapat dikaji dari parameter sekunder Ke, T1/2, dan parameter turunan
AUC. Parameter klirens sangat mempengaruhi nilai parameter Ke dan T1/2, dimana
semakin tinggi klirens maka semakin tinggi pula harga Ke sehingga obat cepat
tereliminasi dari tubuh (T1/2 rendah). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian dimana
kelompok 1 dan 3 yang memiliki nilai klirens yang tinggi memiliki nilai Ke yang
tinggi pula sehingga memiliki nilai T1/2 terendah. Demikian sebaliknya, kelompok 2
dan 4 yang memiliki nilai klirens terendah memiliki nilai Ke yang rendah sehingga
memiliki nilai T1/2 tertinggi (Simaremare, 2013).
Parameter AUC merupakan parameter yang mencerminkan jumlah total obat
aktif yang mencapai siklus sistemik. Nilai parameter AUC sangat berkaitan erat dengan
parameter volume distribusi (Vd), semakin besar harga Vd suatu obat maka semakin
kecil harga AUC obat tersebut (Hakim, 2010). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang menunjukkan bahwa nilai Vd masing-masing kelompok uji berbanding terbalik
dengan nilai AUC nya. (Simaremare, 2013).

F. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil praktikum yang dilakukan menunjukkan hasil yang sesuai
dengan literatur pada berbagai parameter farmakokinetika yaitu parameter primer,
parameter sekunder, maupun parameter turunan.

G. DAFTAR PUSTAKA
Aiache, J.M., 1993, Farmasetika 2 Biofarmasi Edisi ke-2, Surabaya: Penerbit
Airlangga University Press.
Gunawan, G.S., 2009, Farmakologi dan Terapi Edisi 5, Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Hasibuan, Malayu, S. P., 2008, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta, PT.
Bumi Aksara.ritchel, 1992, Handbook of Basic Pharmacokitetics, Hamilton, Ilinois.
Pradana. Dhimas A, Hayati, Farida. Sukma. Dian, 2013, Pengaruh Pra-Perlakuan
terhadap Farmakokinetika Eliminasi Rifampisin pada Tikus Wistar Jantan, Jurnal
Ilmiah Farmasi Vol.10 No. 1 (24), Prodi Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Islam Indonesia.
Shargel, L. dan Andrew, A, 1988, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan.
Surabaya : Airlangga University Press
Shargel, L. dan Yu., 2005, Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan, Surabaya:
Airlangga Univeersity Press.
Simaremare, 2013, Pengaruh Jus Buah Durian (Durio zibethinus Murr.) Terhadap
Prifil Farmakokinetik Parasetamol pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan
Galur Wistan, Traditional Medicine Journal, 18 (3), Department of Parmacy, Faculty
of Medicine, Universitas Tanjungpura, Pontianak Indonesia.
Sukmadjaja A. Lucy S. Muhammad Q, 2006, Pengembangan Aplikasi Komputer
Pengolah Data Konsentrasi Obat dalam Plasma untuk Study Pemodelan Parameter
Farmakokinetik, Majalah Kefarmasian 3 (144). Sekolah Farmasi ITB.










PERTANYAAN
1. Apa yang diamksud dengan model farmakokinetika dan mengapa diperlukan model
farmakokinetika? Sebutkan macamnya?
Nasib obat sesudah diminum adalah didistribusikan ke seluruh tubuh oleh cairan
tubuh (darah), tetapi kita tidak dapat mengetahui dengan pasti kemana dan berapa
jumlahnya pada jaringan penerima distribusi. Untuk mengirakan hal tersebut, maka
secara farmakokinetika dibuatlah model-model yang melihat tubuh sebagai
kompartemen. Tujuan dibuat model farmakokinetika ialah untuk menyederhanakan
struktur tubuh (hewan atau manusia) yang begitu kompleks menjadi model
matematik yang sederhana, sehingga mempermudah menerangkan nasib obat
(ADME) di dalam tubuh (Hakim, 2012).
Dikemukakan model satu kompartemen dan model multi kompartemen (yang
terbanyak dua kompartemen dari model multi kompartemen. Model kompartemen
satu terbuka menganggap bahwa berbagai perubahan kadar obat dalam plasma
mencerminkan perubahan yang sebanding dengan kadar obat dalam jaringan. Tetapi,
model ini tidak menganggap bahwa konsentrasi obat dalam tiap jaringan tersebut
adalah sama pada berbagai waktu (Shargel dan Yu, 2005).
Dalam model kompartemen dua dianggap bahwa obat terdistribusi ke dalam dua
kompartemen. Kompartemen kesatu, dikenal sebagai kompartemen sentral, meliputi
darah, cairan ekstraselular, dan jaringan-jaringan dengan perfusi tinggi,
kompartemen-kompartemen ini secara cepat terdifusi oleh obat. Kompartemen kedua
merupakan kompartemen jaringan, yang berisi jaringan-jaringan yang
berkesetimbangan secara lebih lambat dengan obat. Model ini menganggap obat
dieliminasi dari kompartemen sentral (Shargel dan Yu, 2005).
2. Apa yang dimaksud dengan volume distribusi dan klirens suatu obat?
a) Klirens
Klirens suatu obat adalah suatu ukuran eliminasi obat dari tubuh tanpa
mempermasalahkan mekanisme prosesnya. Umumnya jaringan tubuh atau organ
dianggap sebagai suatu kompartemen cairan dengan volume terbatas (volume
distribusi) dimana obat terlarut didalamnya (Shargel, 2005).


b) Volume distribusi (Vd)
Volume distribusi (Vd) menunjukkan volume penyebaran obat dalam tubuh
dengan kadar plasma atau serum. Vd tidak perlu menunjukkan volume penyebaran
obat yang sesungguhnya ataupun volume secara anatomik, tetapi hanya volume
imajinasi dimana tubuh dianggap sebagai 1 kompartemen yang terdiri dari plasma
atau serum, dan Vd menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan kadarnya
dalam plasma atau serum (Setiawati, 2005).
Vd = jumlah obat didalam tubuh
C
Volume distribusi yang diperoleh mencerminkan suatu keseimbangan antara
ikatan pada jaringan, yang mengurangi konsentrasi plasma dan membuat nilai
distribusi lebih besar, dengan ikatan pada protein plasma, yang meningkatkan
konsentrasi plasma dan membuat volume distribusi menjadi lebih kecil.
Perubahan-perubahan dalam ikatan dengan jaringan ataupun dengan plasma dapat
mengubah volume distribusi yang ditentukan adari pengukuran-pengukuran
konsentrasi plasma (Holford, 1998).

3. Parameter farmakokinetika mana yang dikaitan dengan jumlah obat dalam tubuh
untuk pengukuran kadar obat dalam plasma?
Parameter farmakokinetik yang berkaitan dengan jumlah obat dalam tubuh
untuk mengukur kadar obat didalam plasma adalah volume ditribusi. Volume
distribusi adalah volume hipotetik dalam tubuh tempat obat terlarut. Vd adalah salah
satu faktor yang harus diperhitungkan dalam memperkirakan jumlah obat dalam
tubuh. Vd merupakan suatu parameter yang berguna untuk menilai jumlah relatif
obat di luar kompartemen sentral atau dalam jaringan. Volume distribusi
menghubungkan jumlah obat dalam tubuh dengan konsentrasi obat (C) dalam darah
atau plasma (Shargel dan Yu, 2005).
Obatobat yang memiliki volume distribusi yang sangat tinggi mempunyai
konsentrasi yang lebih tinggi di dalam jaringan ekstravaskular daripada obat-obat
yang berada dalam bagian vaskular yang terpisah, yakni obat-obat tersebut tidak
didistribusikan secara homogen. Sebaliknya, obat-obat yang dapat bertahan secara
keseluruhan di dalam bagian vaskular yang terpisah, pada dasarnya mempunyai
kemungkinan minimum Vd yang sama dengan komponen darah di mana komponen-
komponen tersebut didistribusi (Angestiarum, 2015).

4. Jelaskan faktor dari timbulnya variabilitas kadar obat dalam plasma setelah dosis
yang sama diberikan pada pasien yang berbeda!
Berat badan : obat yang besifat lipofilik ketika terjadi kenaikan berat badan makan
volume distribusinya pun akan mengalami peningkatan sehingga kadar obat daram
darah sedikit sedangkan obat yang bersifat hidrofilik tidak berpengaruh ketika
terjadi kenaikan berat badan.
Aliran darah : semakin cepat aliran darah, kecepatan absorbsi semakin besar
sehingga obat lebih cepat dimetabolisme atau berada dalam plasma.
Protein plasma : albumin salah satunya apabila obat banyak yang terikat kuat pada
protein plasma mempunyai Vd yang kecil serta kadar obat dalam darah tinggi.

Sumber:
Angestiarum. 2015. Farmakokinetika Klinik. http://angestiarum-
ff14.web.unair.ac.id. Diakses tanggal 1 April 2016.
Hakim, L. 2012. Farmakokinetika. Yogyakarta: Bursa Ilmu.
Setiawati, A. 2005. Farmakokinetik Klinik Farmakologi dan Terapi Edisi 4.
Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Shargel, Leon dan Andrew B. C. Yu. 2005. Biofarmasetika dan
Farmakokinetika Terapan. Surabaya: Airlangga Univerity Press.

Anda mungkin juga menyukai