Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN LENGKAP

PRAKTIKUM BLOK SAINS DAN LIQUID


“LARUTAN ORAL”

OLEH:
STIFA B 2021
KELOMPOK III

ASISTEN PENANGGUNG JAWAB:


ALFENNYA TUMBA ALLO

LABORATORIUM FARMASETIKA DAN TEKNOLOGI


FARMASI
PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI MAKASSAR
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Farmasetika merupakan studi tentang kefarmasian yang mempelajari
aspek proses perubahan entitas kimia baru menjadi obat yang dapat
digunakan secara aman dan efektif kepada pasien. Ini melibatkan desain,
pengembangan dan evaluasi obat yang paling sesuai dengan dosis yang
tepat. Studi farmasetik berfokus pada faktor fisika kimia dan biologis yang
menentukan input, distribusi dan eliminasi obat pada hewan dan manusia.
Farmasetik meliputi keseluruhan proses pengembangan entitas kimia baru
menjadi terapi yang disetujui serta aman dan efektif dalam mengobati atau
mencegah penyakit. Dalam farmasetika mempelajari tentang cara
penyediaan obat meliputi pengumpulan, pengenalan, pengawetan dan
pembakuan bahan obat-obatan; seni peracikan obat; serta pembuatan
sediaan farmasi-menjadi bentuk tertentu hingga siap digunakan sebagai
obat; serta perkembangan obat yang meliputi ilmu dan teknologi
pembuatan obat dalam bentuk sediaan yang dapat digunakan dan
diberikan kepada pasien (Syamsuni, 2005).
Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk
tertentu sesuai dengan kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih
dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam ataupun obat luar.
Ada berbagai bentuk sediaan obat di bidang farmasi, yang dapat
diklasifikasikan menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan.
Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu sediaan bentuk cair (larutan sejati, suspensi, dan emulsi),
bentuk sediaan semi padat (krim, lotion, salep, gel, supositoria), dan
bentuk sediaan solida/padat (tablet, kapsul, pil, granul, dan serbuk).
Perkembangan dalam bidang industri farmasi telah membawa banyak
kemajuan khususnya dalam formulasi suatu sediaan, salah satunya
adalah bentuk sediaan larutan (Ansel, 2008).
Larutan merupakan campuran homogen antar dua atau lebih zat
berbeda jenis. Ada dua komponen utama pembentukan larutan, yaitu
zatterlarut (solution), dan pelarut (solvent). Fase larutan dapat berupa fase
gas, cair, atau, fase, padat, bergantung pada sifat kedua komponen
pembentukan larutan. Larutan gas misalnya udara. Larutan padat
misalnya perunggu, paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air
laut, arutan gula dalam air, dan lain-lain. Apabila fase larutan dan fase zat-
zat pembentukannya sama, zat yang berada dalam jumlah terbanyak
umumnya disebut pelarut sedangkan zat lainnya sebagai zat terlarutnya.
Konsentrasi larutan dapat didefinisikan sebagai perbandingan zat terlarut
dengan larutan dan perbandingan zat terlarut dengan pelarut (Ansel,
2008).
Difenhidramin HCl dibuat dalam bentuk larutan umumnya ditujukan
pada anak-anak. Larutan sejati dijadikan sebagai pilihan bentuk sediaan,
karena selain untuk mempermudah pemberian, difenhidramin HCl juga
mudah larut dalam air. Difenhidramin dapat digunakan secara parenteral
untuk keadaan darurat mengobati anaphylatic shock atau saat pemberian
oral tidak memungkinkan. Difenhidramin HCl digunakan untuk mengobati
alergi seperti urticaria dan angiodema, rhinitis, dan conjunctivitis, serta
kulit yang gatal. Difenhidramin HCl juga memiliki sifat sebagai anti emetic
pada mual dan muntah-muntah, terutama digunakan sebagai obat mabuk
perjalanan (diberikan 30 menit sebelum melakukan perjalanan), dan pada
pengobatan vertigo dengan berbagai penyebab (Sweetman, 2009).
I.2 Rumusan masalah
Adapun rumusan masalah dari percobaan ini yaitu bagaimana cara
membuat formulasi sediaan oral dan Bagaimana cara membuat sediaan
larutan oral.
I.3 Tujuan Percobaan
Adapun tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui dan
memahami tentang studi literatur formulasi suatu sediaan larutan dan cara
pembuatan larutan oral yang baik dan benar.
I.4 Prinsip Percobaan
Adapun prinsip percobaan ini yaitu berdasarkan pemilihan bahan
aktif dan bahan tambahan dalam preformulasi sampai formulasi sediaan
larutan obat batuk asma. Dengan pembuatan sediaan tersebut sesuai
prosedur kerja, yang ditempatkan dalam botol coklat, dimasukkan
kedalam wadah dan diberi etiket dan brosur. Adapun metode yang
digunakan yakni metode penambahan bahan aktif ke dalam sirup
sederhana (sirup simpleks dan Flavoring angent).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi Larutan
Larutan adalah suatu campuran homogen yang terdiri dari dua atau
lebih zat dalam komposisi yang bervariasi (Petrucci, 1985). Zat yang
jumlahnya lebih sedikit di dalam larutan disebut (zat) terlarut, sedangkan
zat yang jumlahnya lebih banyak daripada zat-zat lain dalam larutan
disebut pelarut. Sebagai contoh, jika sejumlah gula dilarutkan dalam air
dan diaduk dengan baik, maka campuran tersebut pada dasarnya akan
seragam (sama) di semua bagian (Styarini, 2012).
Larutan oral adalah sediaan air yang dibuat untuk pemberiaan oral,
yang mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan
pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut dalam air atau campuran
kosolven dengan air. Larutan oral ini terbagi menjadi beberapa jenis yaitu
potions (obat minum) berbentuk emulsi atau suspense, elixir, sirup,
netralisasi, saturation, dan potio effervescent (Putra, 2012).
Sifat-sifat suatu larutan sangat dipengaruhi oleh susunan
komposisinya. Untuk menyatakan komposisi larutan tersebut maka
digunakan istilah konsentrasi larutan yang menunjukkan perbandingan
jumlah zat terlarut terhadap pelarut (Khikmah, 2015).
II.2 Macam-macam Larutan Oral
Adapun beberapa contoh sediaan larutan oral yaitu (Fitrian, 2013) :
1. Sirup
Sirup merupakan larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula
lain dalam kadar tinggi. Selain sukrosa dan gula lain, pada larutan oral
dapat ditambahkan senyawa poliol seperti sorbitol dan gliserin untuk
menghambat penghabluran dan untuk mengubah kelarutan, rasa, dan
sifat zat pembawa lainnya. Umumnya ditambahkan juga zat antimikroba
untuk mencegah pertumbuhan bakteri, jamur, dan ragi. Larutan oral yang
tidak mengandung gula tetapi bahan pemanis buatan seperti sorbitol atau
aspartam, dan bahan pengental, seperti gom selulosa, sering digunakan
untuk penderita diabetes.
2. Eliksir
Eliksir merupakan larutan oral yang mengandung etanol sebagai
kosolven (pelarut). Untuk mengurangi kadar etanol yang dibutuhkan untuk
pelarut, dapat ditambahkan kosolven lain seperti gliserin dan propilen
glikol.
3. Mixtura
Mixtura merupakan kumpulan dari beberapa macam campuran atau
larutan yang didalamnya terdapat lebih dari satu macam zat yang dapat
berupa campuran cairan dengan zat padat cairan dengan cairan ataupun
cairan dengan ekstrak kental.
4. Potio
Potio merupakan sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut dimaksudkan untuk pemakaian dalam (peroral).
5. Drops
Drop atau obat tetes adalah sediaan cair yang mengandung bahan
obat atau bahan kimia yang berdosis aktif dan digunakan dalam jumlah
kecil.
6. Linctus
Linctus merupakan sediaan yang dikonsumsi secara oral yang
mengandung bahan yang dapat menawar rasa sakit (yang menenangkan
selaput yang mengalami inflamasi untuk mencegah kontak dengan udara
disekitarnya sehingga dapat menenangkan membran sakit tenggorokan).
II.3 Kegunaan Larutan Oral
Dalam bidang farmasi (obat-obatan), banyak zat aktif yang harus
berada dalam keadaan pH stabil. Perubahan pH akan menyebabkan
khasiat zat aktif tersebut berkurang atau hilang sama sekali. Untuk obat
suntik atau obat tetes mata, pH obat-obatan tersebut harus disesuaikan
dengan pH cairan tubuh. Obat tetes mata harus memiliki pH air mata agar
tidak menimbulkan iritasi yang mengakibatkan rasa perih pada mata.
Begitu juga obat suntik harus disesuaikan dengan pH darah agar tidak
menimbulkan alkalosis atau asidosis pada darah dan untuk menetralkan
darah atau biasanya pada kasus keracunan. Contohnya pada keracunan
asam jengkolat (Wolke, 2003). Di bidang farmasi, kelarutan memiliki peran
penting dalam menentukan bentuk sediaan dan untuk menentukan
konsentrasi yang dicapai pada sirkulasi sistemik untuk menghasilkan
respon farmakologi (Edward dan Li, 2008).
II.4 Istilah Kelarutan
Tingkat kelarutan didefinisikan dengan seberapa banyak zat terlarut
yang terlarut hingga keadaan jenuh atau saturated (Clugston and Fleming,
2000). Kesetimbangan larutan terjadi pada saat jenuh, karena kecepatan
reaksi telah konstan. Satuan dari kelarutan dapat berupa konsentrasi,
molalitas, fraksi mol, rasio mol dan unit lainya (Aulton, 2002).
Istilah Perkiraan Kelarutan
Sangat larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
II.5 Keuntungan dan Kerugian Larutan Oral
II.5.1 Kerugian
Adapun kerugian dari sediaan larutan yaitu (Herlina, 2008):
1. Bersifat voluminous, sehingga kurang menyenangkan untuk dibawa
atau diangkut dan disimpan, lebih berat.
2. Stabilitas dalam bentuk cair kurang baik dibandingkan dalam bentuk
sediaan tablet, kapsul, pil, terutama apabila zat aktif/bahan mudah
terhidrolisis.
3. Larutan/air merupakan media ideal mikroorganisme untuk
berkembang-biak sehingga diperlukan penambahan pengawet yang
lebih banyak dibanding sediaan tablet, pil, krim, dll.
4. Ketepatan dosis tergantung kemampuan pasien dalam menakar obat
rasa obat yang tidak menyenangkan akan terasa lebih tidak enak
apabila dalam bentuk larutan, terutama jika tidak dibantu dengan
pemanis dan pengaroma.
II.5.2 Keuntungan
Adapun keuntungan dari sediaan larutan yaitu (Herlina, 2008) :
1. Lebih mudah ditelan daripada sediaan yang lain, sehingga dapat lebih
mudah digunakan bayi, anak-anak, dewasa, maupun usia lanjut.
2. Segera diabsorpsi karena telah berbentuk sediaan cair (tidak
mengalami proses disintegrasi maupun pelarutan seperti pada
tablet/pil dsb, obat secara homogen terdistribusi keseluruh bagian
tubuh.
3. Sediaan mengurangi resiko terjadinya iritasi lambung oleh zat-zat
iritan (Aspirin, KCl) karena larutan langsung diencerkan dalam
lambung. ,
4. Lebih mudah untuk me nutupi rasa dan bau tidak enak pada obat
dengan cara penambahan pemanis dan pengaroma.
II.6 Karakteristik Sediaan Larutan
Adapun karakteristik dari sediaan larutan yaitu (Budiyani, 2016):
1. Jernih/transparan
2. Kadar bahan aktif sesuai kebutuhan
3. Warna, bau, rasa enak/menarik (akseptabel)
4. Mempunyai kekentalan yang cukup
5. Bahan obat yang stabilitas/kelarutannya dipengaruhi pH (rentang pH
sempit) didapar pada pH tertentu
6. Mempunyai berat jenis tertentu (sebagai penunjang mutu)
7. Bebas dari kontaminasi mikroba
II.7 Komponen Sediaan Larutan
Adapun komponen-komponen sediaan larutan yaitu (Faizah 2016) :
1. Zat aktif
Bahan (zat) aktif adalah setiap bahan atau campuran bahan yang
akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan apabila digunakan
dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam pengertian
lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menghasilkan
khasiat farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis,
penyembuhan, peredaan, pengobatan atau pencegahan penyakit, atau
untuk mempengaruhi struktur dan fungsi tubuh.
2. Zat tambahan
Pemilihan zat tambahan tergantung dari karakter zat aktif dan
karakter sediaan yang akan dibuat. Macam-macam zat tambahan yang
biasa dipakai yaitu:
a. Zat pewarna, untuk menutupi penampilan yang tidak menarik serta
meningkatkan penerimaan pasien. Yang harus diperhatikan dalam
pemilihan zat warna yaitu: kelarutan, stabilitas, ketercampuran,
konsentrasi zat warna dalam campuran, sesuai dengan rasa sediaan,
pH sediaan.
b. Zat pengawet yang digunakan yang tidak toksik, tidak bau, stabil dan
dapat bercampur dengan komponen lain didalam formula, potensi
antibakterinya luas. Contohnya adalah larutan untuk oral yaitu : asam
benzoate, asam sorbet, dan lain-lain, sedangkan untuk pemakainan
topical yaitu nipagin, nipasol, dll.
c. Zat pemanis, contohnya yaitu sukrosa, sorbitol, aspartame, dan lai-
lain.
d. Zat pendapar, digunakan pada zat yang range pH nya kecil. Pemilihan
dapar yang sesuai tergantung dari PH dan kapasitas dapar yang
diinginkan, contohnya buffer laktat, fospat, karbonat, sitrat, boraks, dll.
e. Anticaplocking, yaitu untuk mencegah kristalisasi gula pada tutup
botol. Contohnya adalah sorbitol, gliserol, propilen glikol, dll.
f. Pengaroma, dalam pemilihannya didasarkan pada untuk siapa
konsumenya serta rasa dari zat aktif yang dikandungnya. Contohnya
rasa buah-buahan untuk zat aktif yang berasa asam, vanilla, rasa
jeruk, dll.
II.8 Evaluasi Larutan
Di Indonesia sendiri, setiap produk yang beredar harus memenuhi
persyaratan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang mengacu
pada Farmakope Indonesia (FI) yang dikeluarkan oleh Kementrian
Kesebutan RI. Berikut ini merupakan beberapa evaluasi sediaan cair oral
yang tertera dalam (Dirjen POM, 1995) :
1. Evaluasi Kimia
a. Penetapan kadar obat dalam sediaan
b. Penetapan pH sediaan
e. Stabilitas Kimia
2. Evaluasi Fisik
a Kejernihan larutan (untuk sediaan larutan)
b. Penetapan kekentalan
c. Volume terpindahkan
d. Berat jenis
e. Stabilitas fisika
3. Evaluasi Biologi
a. Uji batas mikroba
b. Uji potensi antibiotik secara mikrobiologi (untuk sediaan antibiotik)
c. Uji efektivitas pengawet antimikroba
d. Stabilitas biologi
II.9 Kerusakan Larutan
Adapun kerusakan larutan yaitu sebagai berikut (Damayanti 2019) :
1. Sifat polaritas zat terlarut dan pelarut
Molekul-molekul dengan distribusi muatan yang sama dapat larut
secara timbale balik, yaitu molekul polar akan larut dalam pelarut polar
dan sebaliknya. Contohnya, polar: air, alcohol, dll. Non polar: benzene,
kloroform, dll.
2. Co-Solvency
Yaitu suatu peristiwa terjadinya kenaikan kelarutan karena
penambahan pelarut lain atau modifikasi pelarut. Contohnya adalah
luminal tidak larut dalam air tetapi dapat larut dalam campuran air-gliserin
(solution petit).
3. Sifat kelarutan
Zat yang mudah larut memerlukan sedikit pelarut dan zat yang sukar
larut memerlukan banyak pelarut (lihat pada tabel kelarutan).
4. Temperatur
Beberapa zat biasanya bertambah larut jika suhunya dinaikkan
(eksoterm), dan adapun jika suhu dinaikkan justru menyebabkan zat
tersebut tidak larut (endoterm). Contohnya adalah senyawa kalsium,
senyawa metilselulosa, dan lain-lain.
5. Salting Out dan Salting In
Salting out adalah suatu peristiwa dimana terjadi pengendapan zat
terlarut dari suatu senyawa organik (kelarutannya berkurang) yang
disebebkan oleh penambahan sejumlah besar senyawa garam pada
larutan air. Contohnya chamopra dan oleum methane pip dalam aqua
aromatic, metilselulosa akan mengendap jika ditambah NaCl. Salting in
adalah peritiwa dimana kelarutan zat utama (zat organik) bertambah
dengan penambahan suatu senyawa garam dalam larutannya. Contohnya
adalah nikotinamid menyebabkan riboflavin larut dalam globulin yang tidak
larut dalam air tetapi dapat larut jika ditambahkan sejumlah NaCl.
6. Pembentukan komplek
Yaitu peristiwa terjadinya interaksi antara senyawa tidak larut dan zat
yang larut dengan membentuk senyawa komplek yang larut. Contohnya
iodium dalam alrutan KI atau Nal dalam air.
7. Pengadukan atau pengocokan
Pada umumnya proses pengadukan atau pengocokan akan
mempercepat proses pelarutan.
8. Ukuran partikel
Dengan memperkecil ukuran partikel suatu bahan dapat
mempercepat kelarutan dari zat tersebut.
II.10 Uraian Obat
II.10.1 Difenhidramin hidroklorida (Dirjen POM, 1995 : 330; Sweetman,
2009 : 577-578)
Nama Resmi : DIFENHYDRAMINE HYDROCHLORIDA
Nama Lain : Difenhidramin hidroklorida
RM/BM : C17H21NO,HCI/291,82 g/mol
Pemerian : Serbuk hablur, berwarna putih, tidak berbau dan
rasa pahit. Jika terkena cahaya, perlahan-lahan
warnanya menjadi gelap. Larutannya praktis netral
terhadap kertas lakmus P.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol dan dalam
kloroform, agak sukar larut dalam aseton, sangat
sukar larut dalam benzena dan dalam eter.
Kelarutan dalam air adalah 858mg/mL, dalam
alkohol 95% 408mg/mL.
Titik leleh : 167⁰–172⁰C
pH Larutan : pH 5% larutan difenhidramin HCl dalam air adalah
4-6.
Stabilitas : Penguraian difenhidramin HCl berhubungan
dengan efek dari hidrogen peroksida dan sinar UV
yang memapar sediaan. Hasil penguraian oleh
hidrogen peroksida adalah toluen, benzofenon,
benzil alkohol, asam benzoat, dan senyawa fenol
termasuk dimetilaminoetanol. Data stabilitas pH
tidak ditemukan.
Nilai pKa : Pada suhu 0o C nilai pKa = 9,67 dan pada suhu
25o C nilai pKa= 9,12 dalam air.
Inkompabilitas : Difenhidramin HCl inkompatibel dengan amfoterisin
B, natrium sefmetazol, natrium sefalotin,
hidrokortison natriumsuksinat, beberapa larutan
barbiturat dan larutan basa atau asam kuat
Efek samping : Difenhidramin HCl digunakan untuk mengobati
alergi seperti urticaria dan angiodema, rhinitis, dan
conjunctivitis, serta kulit yang gatal. Difenhidramin
HCl juga memiliki sifat sebagai anti emetic pada
mual dan muntah-muntah, terutama digunakan
sebagai obat mabuk perjalanan (diberikan 30 menit
sebelum melakukan perjalanan), dan pada
pengobatan vertigo dengan berbagai penyebab.
Khasiat : Antihistamin
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, tidak tembus cahaya
II.11 Uraian Bahan
II.11.1 Aquadest (Dirjen POM, 1979 : Hal 96)
Nama Resmi : AQUA DESTILLATA DESTILLATA
Nama Lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih; jernih; tidak berwarna; berwarna;
tidak berbau; berbau; tidak mempunyai rasa.
Kelarutan : Dalam wadah tertutup tertutup baik.
Penyimpanan : Sebagai sebagai pelarut
II.11.2 Sorbitol (Dirjen POM, 1979 : 567; Allen, 2009 : 679)
Nama Resmi : SORBITOL
Nama Lain : Sorbitolum
RM/BM : C6H14O6O /182,17
Pemerian : Butiran atau kepingan; putih; rasa manis;
higroskopik
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam
etanol (95%) P. dalam metanol P dan dalam asam
asetat P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Zat tambahan
II.11.3 Natrium Benzoat (Dirjen POM,1979 : 96)
Nama Resmi : Natri Benzoas
Nama Lain : Natrium Benzoat
RM/BM : C3H3COONa/144,11
Pemerian : Granul atau serbuk hablur, putih tidak berbau atau
praktis tidak berbau, stabil diudara.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, agak sukar larut dalam
etanol, dan lebih mudah larut dalam etanol 90%
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup dengan baik,
ditempat dingin, tempat kering, pada suhu tidak
melebihi 21°C.
Ph/Pka : 8
Stabilitas : Larutan berairnya mungkin harus di sterilisasi
dengan autoclave
Kegunaan : Pemanis
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
II.11.4 Essence Orange (Dirjen POM, 1979 : 96)
Nama Resmi : ESSENSE ORANGE
Nama Lain : Esensial Jeruk
RM/BM : 441.4 g/mol
Pemerian : Terbuat dari kulit jeruk yang masih segar, diproses
secara mekanik dan terkandung lebih dari 90%
Ketidakstabilan : Ketidakstabilan cahaya adalah fitur yang konsisten
dari semua bentuk folat
Kelarutan : Mudah larut dalam alkohol 90%
Kegunaan : Zat pewarna, pewangi dan perasa
Penyimpanan : Disimpan dalam wadah tertutup dengan baik,
ditempat dingin, tempat kering, pada suhu tidak
melebihi 21°C.
II.11.5 Sunset Yellow (FDirjen POM, 1979 : 96)
Nama Resmi : Sunset Yellow
Nama Lain : Sunset Yellow
RM/BM : C16H10N2Na2O7S2/452.37
Pemerian : Serbuk kuning kemerahan, didalam larutan
memberikan warna orange terang
Kelarutan : Mudah larut dalam air, gliserin dan propilen glikol
(50%), sedikit larut dalam propilen glikol.
Kegunaan : Sebagai pewarna
Penyimpanan : Dalam Wadah tertutup rapat dan tempat sejuk dan
kering
II.11.6 Sirup simpleks (Allen, 2006)
Pemerian : Serbuk kristal tidak berwarna, tidak berbau, dan
mempunyai rasa manis.
Kelarutan : Larut 1 dalam 0,5 bagian air pada suhu 25°C.
Stabilitas : Stabil pada suhu ruang, terkaramelisasi pada suhu
160°C
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup, sejuk dan kering.
BAB III
METODE KERJA DAN RANCANGAN FORMULA
III.1 Rancangan Formulasi
III.1.1 Formula
Tiap 5 mL sediaan mengandung:
Dipenhidramin HCI 12,5 mg Zat aktif
Sirup Simpleks 25% Pemanis
Natrium benzoate 0,1% Pengawet
Sorbitol 20% Peningkat viskositas
Pewarna jingga qs Pewarna
Essence orange qs Perasa
Aquadest ad 60 mL Pelarut
III.1.2 Desain Sediaan
Nomor registrasi : DKL221200137A1
Nomor bets : 202002
Klaim etiket : Etiket putih, botol ad 60 mL
Bahan kemas primer : Botol coklat kaca
Bahan kemas sekunder : Kertas foto
Bahan label/ etiket : Kertas stiker
Bahan leaflet : Kertas hvs
Alat pemakar : Sendok takar
Indikasi sediaan : Mukolitik (pengencer dahak)
III.2 Alat dan Bahan
III.2.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu batang
pengaduk, botol coklat, cawan porselin, corong, gelas ukur, gelas kimia,
lumpang dan alu dan pH meter.
III.2.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu aquadest,
dipenhidramin HCl, essence orange, natrium benzoat, sukralosa dan
sunset yellow.
III.3 Cara kerja
Langkah pertama siapkan alat dan bahan, kemudian kalibrasi botol
60 mL, larutkan zat aktif menggunakan aquadest, selanjutnya larutkan
natrium benzoate menggunakan aquadest di dalam cawan porselin, buat
sirup simpleks pada cawan porselin berbeda dengan melarutkan sukrosa
dalam air panas dengan pengadukan sampai semua larut, masukkan zat
aktif kedalam lumpang, kemudian masukkan natrium benzoat yang telah
dilarutkan, sirup simpleks, dan pewarna gerus hingga homogen,
masukkan zat aktif kedalam lumpang gerus hingga homogen, lalu
tambahkan essence orange secukupnya kemudian dihomogenkan tahap
selanjutnya masukkan sediaan yang homogen kedalam botol yang telah di
kalibrasi, cukupkan hingga tanda batas kalibrasi kemudian beri etiket, lalu
lakukan evaluasi.
BAB IV
PEMBAHASAN
IV.1 Formulasi Sediaan
No Nama Bahan Jumlah Kegunaan
1 Dipenhidramin HCI 1,5 gram Zat aktif
2 Sirup Simpleks 15 gram Pemanis
3 Natrium benzoate 0,06 gram Pengawet
4 Sorbitol 70% 12 mL Peningkat viskositas
5 Sunset Yellow qs Pewarna
6 Essence Orange qs Perasa
7 Aquadest ad 100% Pelarut
IV.2 Tabel Hasil Evaluasi
IV.2.1 Pemeriksaan Fisik
a. Pemerian
Parameter Spesifikasi Kelompok Hasil
1 Rasa manis, berbau
mint, larutan berwarna
2 Tidak berasa, berbau,
larutan berwarna
Larutan tidak
3 Rasa manis dan pahit,
Pemerian berwarna, jernih,
bau khas, larutan
rasa manis dan
berwarna
tidak berbau
4 Rasa manis, berbau
mint, larutan berwarna
merah kekuningan
5 Rasa manis, berbau
mint larutan berwarna
merah kekuningan.
b. Nilai pH
Parameter Spesifikasi Kelompok Hasil
1 pH aquadest : 6,5
pH sediaan : 7,5
2 pH aquadest : 7,6
pH sediaan : 7,5
3 pH aquadest : 6,9
pH 4-7
pH sediaan : 7,5
4 pH aquadest : 6,9
pH sediaan : 7,5
5 pH aquadest : 7,7
pH sediaan : 7,5
c. Penentuan Volume Terpindahkan

Parameter Spesifikasi Kelompok Hasil


1 97,5%
Volume Jika sediaan 2 97,5%
terpindahkan dipindahkan tidak 3 98,5%
terjadi perubahan 4 100%
volume 5 100%
d. Viskositas
Parameter Spesifikasi Kelompok Hasil
1 3,36 x 10-3 N.s/m2
2 2,394 x 10-3 N.s/m2
Viskositas 2000-5000 cps
3 2,394 x 10-3 N.s/m2
4 2,69 x 10-3 N.s/m2
5 2,69 x 10-3 N.s/m2
IV.3 Pembahasan
Sediaan larutan adalah sediaan cair oral yang mengandung satu
atau lebih zat kimia yang terlarut. Misalnya terdispersi secara molekuler
dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling tercampur.
Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka
penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya memberikan
jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik, jika larutan
di encerkan atau tercampur. Larutan oral adalah sediaan cair yang dibuat
untuk pemberian oral, yang mengandung satu atau lebih zat dengan atau
tanpa bahan pengaroma, pemanis, atau pewarna yang larut dalam air
atau campuran kosolven dengan air (Putra, 2012). Alasan menggunakan
larutan oral yaitu kerana molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara
merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan, umumnya
memberikan jaminan keseragaman, dosis dan memiliki ketelitian yang
baik jika larutan di encerkan atau di campur. Bentuk sediaan larutan
digolongkan menurut cara pemberiannya, misalnya larutan oral, larutan
topical, atau penggolongan di dasarkan pada system pelarut dan zat
terlarut seperti spirit, tingtur, dan larutar air (Depkes RI, 2013).
Zat aktif yang di gunakan dalam larutan oral yaitu Dipenhidramin HCI
yang memiliki mekanisme kerja yang dapat menghambat kerja zat alami
tubuh yang berperan dalam munculnya reaksi alergi, seperti mata berair,
bersin, batuk, hidung meler, atau hidung tersumbat, karena alergi atau
batuk pilek. Difenhidramin HCl juga memiliki sifat sebagai anti emetic pada
mual dan muntah-muntah, terutama digunakan sebagai obat mabuk
perjalanan (diberikan 30 menit sebelum melakukan perjalanan), dan pada
pengobatan vertigo dengan berbagai penyebab (Sweetman, 2009).
Adapun bahan tambahan yang terdapat dalam formula yaitu
Dipenhidramin HCI, Sirup Simpleks, Natrium benzoate, Sorbitol 70%,
Sunset yellow, Essence orange, dan Aquadest. Sirup simpleks sebagai
pemanis karena zat aktif Difenhidramin HCl yang memiliki rasa yang pahit,
sehingga dibutuhkan Sirup simpleks sebagai pemanis agar mengurangi
rasa pahit. Natrium benzoat digunakan sebagai pengawet agar sirup
tahan lama. Essence Orange digunakan untuk memberikan perasa sesuai
dengan warna. Sorbitol 70% digunakan untuk meningkatkan viskositas
larutan. Sunset yellow, cocok sebagai pewarna untuk zat aktif dan
aquadest sebagai zat pembawa yang dapat melarutkan zat aktif (Depkes
RI, 2013).
Uji evaluasi fisik sediaan yang dilakukan yaitu organoleptis, nilai pH,
penentuan volume terpindahkan, dan viskositas. Uji organoleptis bertujuan
untuk mengetahui kesesuaian produk akhir dalam hal bentuk, bau, warna,
dan rasa pada bahan-bahan yang digunakan dalam proses formulasi.
Prinsipnya yaitu untuk menguji bentuk, bau, warna dan rasa
menggunakan panca indera (Suwetja, 2007). Pada uji organoleptis
diperoleh hasil bentuk berupa sirup, larutan berwarna merah kekuningan,
rasa manis berbau mint.
Uji pH adalah parameter yang penting diketahui karena skor pH
biasa menunjukkan bahwa telah terjadi proses penyebaran bahan aktif di
dalam sediaan. Cara melakukan uji pH yaitu menggunakan kertas pH
meter yang dicelupkan di sirup. Hasil pengukuran pH pada sirup di
peroleh nilai pH yaitu 7,5. Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang
menyatakan bahwa nilai pH yang baik untuk sirup adalah 4-7 (Dirjen
POM, 1995).
Uji volume terpindahkan dilakukan sebagai jaminan bahwa sediaan
yang dikemas dalam wadah, jika dipindahkan dari wadah aslinya, akan
memberikan volume sediaan seperti yang tertera pada etiket (Dirjen POM,
1995:1089), hasil yang diperoleh yaitu volume terpindahkannya 97,5%,
97,5%, 98,5%, 100%, dan 100%, hal ini sesuai dengan standar menurut
Farmakope Indonesia edisi V tahun 2014  halaman 1614 yang
mempersyaratkan volume rata-rata cairan yang diperoleh tidak kurang
dari 100% dan volume wadah terletak dalam rentang 95%-110% (Dirjen
POM, 1995:1614).
Uji viskositas digunakan untuk menyatakan hambatan atau resistensi
terhadap laju alir suatu produk cair. Kekentalan menunjukkan gaya kohesi
antar partikel maupun molekul yang berikatan menjadi satu (Privindiville et
al., 2000). Semakin besar kekentalan suatu produk cair maka akan
semakin besar gaya yang diperlukan untuk membuat cairan tersebut
mengalir pada kecepatan tertentu (Atkins, 1994). Hasil yang diperoleh
yaitu nilai viskositas 3,36 x 10-3 N.s/m2, 2,394 x 10-3 N.s/m2, 2,394 x 10-3

N.s/m2, 2,69 x 10-3 N.s/m2, dan 2,69 x 10-3 N.s/m2. Hal ini sesuai dengan
literatur yang menyatakan bahwa syarat untuk viskositas sirup 0,37-3-9
dpa’s (Luangrumitchai et al,. 2007).

BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Pada praktikum ini dilakukan percobaan untuk membuat salah satu
sediaan cair yaitu larutan oral. Larutan oral terdiri dari zat aktif dan
beberapa zat tambahan lainnya. Zat aktif yang digunakan yaitu
Difenhidramin yang memiliki indikasi sebagai obat batuk. Obat ini bekerja
dengan cara menghambat kerja sel yang menghasilkan dahak yang tidak
kental untuk dikeluarkan. Adapun hasil evaluasi dari sediaan yang telah
dibuat yaitu pada pemerian pemeriksaan obat jadi didapatkan hasil yaitu
larutan berwarna, rasa manis pahit, dan bau khas. dengan volume
perpindahan yaitu 98,3. Hasil yang didapatkan pada uji pH yaitu 7,5. Dan
pada uji viskositas didapatkan hasil 2394 x 10-3 N.S/m2.
V.2 Saran
V.2.1 Saran Untuk Asisten Dosen
Diharapkan untuk tetap menjaga kerja sama yang baik dengan
praktikan serta tetap sabar dalam membimbing praktikan.
V.2.2 Saran Untuk Dosen
Diharapkan untuk lebih memperhatikan dan membimbing praktikan
selama praktikum berlangsung.
V.2.3 Saran Untuk Laboratorium
Diharapkan untuk lebih memperhatikan kelengkapan alat dan bahan
agar praktikum dapat berjalan dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA
Allen, L. V., Rowe R. C., Sheskey, P. J., Queen, M. E. 2009. Handbook of
Pharmaceutical Excipients Sixth Edition. London : Pharmaceutical
Press and American Pharmacists Assosiation.
Anief, Moh. 2000. Ilmu Meracik Obat: Teori Dan Praktik. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Ansel,H. C. 2008. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Ed IV Alih Bahasa
Ibrahim, F. Jakarta: UI Press.
Budiyani, Ni Komang, Ni Nengah Soniari, And Ni Wayan Sri Sutari. 2016.
Analisis Kualitas Larutan Mikroorganisme Lokal (Mol) Bonggol
Pisang. e-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 5.1: 63-72.
Budiyani, Ni Komang, Ni Nengah Soniari, and Ni Wayan Sri Sutari. 2016.
Analisis Kualitas Larutan Mikroorganisme Lokal (MOL) Bonggol
Pisang. e-Jurnal Agroekoteknologi Tropika 5.1 : 63-72.
Damayanti, Dewi. 2019. Penerapan Berkumur Menggunakan Larutan
Madu untuk Mengatasi Masalah Keperawatan Kerusakan Membran
Mukosa Oral pada Pasien Kanker Payudara. Jurnal Kesehatan
Panca Bhakti Lampung 7.1 : 57-70.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia
Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Farmakope Indonesia
Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan, 2013. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan
penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Kementerian Kesehatan
RI.
Edward Dan Li,. Pramudhita., Willybrordus Yoga Perdana Adhitya., and
Rini Hendriani. 2008. Teknik Peningkatan Kelarutan Obat.
Faizah, Ariyani, W. Widjijono, and N. Nuryono. 2016. Pengaruh Komposisi
Beberapa Glass Fiber Non Dental Terhadap Kelarutan Komponen
Fiber Reinforced Composites. Majalah Kedokteran Gigi Indonesia
2.1 : 13-19.
Fitrian, D. 2013. Pengaruh Desinfeksi Dengan Berbagai Macam Larutan
Desinfektan Pada Hasil Cetakan Alginate Terhadap Stabilitas
Dimensional. Universitas Jember.
Herlina, Elin. 2008. Upaya Peningkatan Kelarutan Hidroklortiazida Dengan
Penambahan Surfaktan Tween 60. Diss. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Khikmah, N. 2015. Pengaruh Konsentrasi NaOH dan Laju Alir pada
Penentuan Kreatinin Dalam Urin Secara Sequential Injection
Analysis. Kimia Student Journal. Vol.1 (1) : 613-615.
Luangnarumitchai, S. Lamlerrthon, S. dan Tiyaboonchai, S. 2007.
Antimicrobial Activity Of Propionibacterium Acnes. Mahidol University
Journal of Pharmaceutical Sciences. 34. 1. 60-64.
Putra, Sitiatava Rizema. 2012. Buku pintar Apotoker. Jogjakarta.
Sudewa, Banu, and Febrian Hadiatna. 2017. Evaluasi Sensor FIT0348
Sebagai Alat Ukur Potential Of Hydrogen (pH) Larutan. Jurnal
Elektro dan Telekomunikasi Terapan (e-Journal) 4.2 : 570-578.
Sweetman, Sean C. 2009. Martindale : The Conplete Drug Reference.
Edisi ke-36. London : Pharmaceutical Press.
Syamsuni. 2005. Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Wolke, R. L. 2003. Kelarutan Dalam Bidang Farmasi. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama.

LAMPIRAN
Lampiran 1. Skema Kerja
1.1 Skema Kerja Pembuatan Sirup Simpleks
Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang sukrosa sebanyak 65 gram

Dilarutkan dengan aquadest panas, ad 100 mL

Disaring kedalam gelas beaker


1.2 Skema kerja Pembuatan Sediaan
Disiapkan alat dan bahan

Dikalibrasi botol 60 mL

Ditimbang bahan yang akan digunakan

Dilarutkan zat aktif menggunakan aquadest

Dilarutkan natrium benzoate dan sunset yellow pada capor yang


berbeda

Dimasukkan natrium benzoate, sirup simpleks, dan sunset yellow


kedalam lumpang, gerus ad homogen

Dimasukkan zat aktif kedalam lumpang, dihomogenkan

Ditambahkan essence orange, dihomogenkan

Dimasukkan kedalam botol yang sudah dikalibrasi

Dicukupkan hingga 100% menggunakan aquadest


Diberi etiket

Dievaluasi
Lampiran 2. Perhitungan
2.1 Bahan
12.5
Dipenhidramine HCL = x 60 mL = 150 mg
5 mL
25
Syrupus simpleks = x 60 mL = 15 g
100 mL
0,1
Natrium benzoat = x 60 mL = 0,06 g
100 mL
20
Sorbitol = x 60 mL = 12 g
100 mL
Aquadest = 60 – (1,5+15+0,06+12)
= 31,44 mL
2.2 Viskositas
t.p
Ƞ =Ƞo
¿ . po
Keterangan :
Ƞ = Viskositas cairan sampel
Ƞo = Viskositas cairan pembanding
t = Waktu alir cairan sampel
¿ = Waktu alir cairan pembanding
p = Massa jenis cairan sampel
po = Massa jenis cairan pembanding

Kelompok 1
Diketahui: Ƞ o (aquadest) = 1 x 10-3 N s/m3
p (sampel) = 5,26 g/mL
po (pembanding) = 1 g/mL
t (sampel) = 14,49 s
¿ (aquadest) = 4,98 s
Ditanyakan: Ƞ …?
Penyelesaian:
t.p
Ƞ =Ƞo
¿ . po
14,49 s x 5,25 g/mL
Ƞ = 1 x 10-3 N s/m3
4,98 s x 1 g/mL
18,25
Ƞ = 1 x 10-3 N s/m3
4,98
Ƞ = 1 x 10-3 N s/m3 x 3,66
Ƞ = 3,66 x 10-3 N s/m3
Kelompok 2
Diketahui: Ƞ o (aquadest) = 1 x 10-3 Ns/m3
p (sampel) = 1.26 g/mL
po (pembanding) = 1 g/mL
t (sampel) = 7,6 s
¿ (aquadest) =4s
Ditanyakan: Ƞ …?
Penyelesaian:
t.p
Ƞ =Ƞo
¿ . po
7,6 s x 1.26 g/mL
Ƞ = 1 x 10-3 N s/m3
4 s x 1 g/mL
9,576
Ƞ = 1 x 10-3 N s/m3
4
Ƞ = 1 x 10-3 N s/m3 x 2,394
Ƞ = 2,394 x 10-3 N s/m3
Kelompok 3
Diketahui: Ƞ o (aquadest) = 1 x 10-3 N s/m3
p (sampel) = 1.26 g/mL
po (pembanding) = 1 g/mL
t (sampel) = 7,6 s
¿ (aquadest) =4s
Ditanyakan: Ƞ …?
Penyelesaian:
t.p
Ƞ =Ƞo
¿ . po
7,6 s x 1.26 g/mL
Ƞ = 1 x 10-3 N s/m3
4 s x 1 g/mL
9,576
Ƞ = 1 x 10-3 N s/m3
4
Ƞ = 1 x 10-3 N s/m3 x 2,394
Ƞ = 2,394 x 10-3 N s/m3
Kelompok 4
Diketahui: Ƞ o (aquadest) = 0,854 N s/m3
p (sampel) = 2,5 g/mL
po (pembanding) = 0,99 g/mL
t (sampel) =5s
¿ (aquadest) =4s
Ditanyakan: Ƞ …?
Penyelesaian:
t.p
Ƞ =Ƞo
¿ . po
5 s x 2,5 g/mL
Ƞ = 0,854 N s/m3
4 s x 0,99 g/mL
12,5
Ƞ = 0,854 N s/m3
3,96
Ƞ = 0,854 N s/m3 x 3,15
Ƞ = 2,69 N s/m3

Kelompok 5
Diketahui: Ƞ o (aquadest) = 0,854 N s/m3
p (sampel) = 2,5 g/mL
po (pembanding) = 0,99 g/mL
t (sampel) =5s
¿ (aquadest) =4s
Ditanyakan: Ƞ …?
Penyelesaian:
t.p
Ƞ =Ƞo
¿ . po
5 s x 2,5 g/mL
Ƞ = 0,854 N s/m3
4 s x 0,99 g/mL
12,5
Ƞ = 0,854 N s/m3
3,96
Ƞ = 0,854 N s/m3 x 3,15
Ƞ = 2,69 N s/m3
2.3 Bobot jenis
W 1−WO
W 2−W 1
Keterangan:
W0 = Bobot piknometer kosong
W1 = Bobot piknometer + aquadest
W2 = Bobot piknometer + cairan
Kelompok 1
Diketahui:
W0 = 19,4
W1 = 44,3
W2 = 46,5
Penyelesaian:
W 1−WO 44,3-19,4
=
W 2−W 1 46,5-44,3
24,9
¿
2,2
= 11,3 g/mL
Kelompok 2
W0 = 17
W1 = 60,1
W2 = 62,4
Penyelesaian:
W 1−WO 60,1 - 17
=
W 2−W 1 62,4-60,1
43,1
¿
2,3
= 18,74 g/mL
Kelompok 3
W0 = 17
W1 = 60,1
W2 = 62,4
Penyelesaian:
W 1−WO 60,1 - 17
=
W 2−W 1 62,4-60,1
43,1
¿
2,3
= 18,74 g/mL
Kelompok 4
W0 = 19,9
W1 = 45,0
W2 = 47,2
Penyelesaian:
W 1−WO 45,0- 19,9
=
W 2−W 1 47,2-45,0
25,1
¿
2,2
= 11,41 g/mL
Kelompok 5
W0 = 19,9
W1 = 45,0
W2 = 47,2
Penyelesaian:
W 1−WO 45,0- 19,9
=
W 2−W 1 47,2-45,0
25,1
¿
2,2
= 11,41 g/mL

Lampiran 3. EWB
3.1 Kelompok 1
Etiket
Wadah

Brosur
3.2 Kelompok 2
Etiket

Wadah
Brosur
3.3 Kelompok 3
Etiket

Wadah
Brosur
3.4 Kelompok 4
Etiket

Wadah
Brosur
3.5 Kelompok 5
Etiket

Wadah
Brosur
Lampiran 4. Dokumentasi
No. Gambar Keterangan

1. Kalibrasi botol 60 mL

Zat aktif dilarutkan dengan


2.
menggunakan aquadest

Natrium benzoat dilarutkan


3.
menggunakan aquadest

4. Sediaan jadi
5. Pengukuran pH sediaan

Sediaan yang telah dimasukkan


6. kedalam botol dan telah diberi
penandaan wadah

Anda mungkin juga menyukai