Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Obat paling sering digunakan dengan pemberian oral.
Dibandingkan dengan cara-cara lainnya, cara oral dianggap paling
alami, tidak sulit, menyenangkan dan aman dalam hal pemberian
obat. Obat-obat diberikan secara oral dalam bentuk sediaan farmasi
yang beragam, masing-masing dengan keuntungan terapeutik yang
mengakibatkan penggunaannya selektif. Bentuk yang paling populer
adalah tablet, kapsul, suspensi, dan berbagai larutan sediaan farmasi.
Obat-obat yang diberikan dalam larutan biasanya lebih cepat
diabsorbsi dibandingkan pemberian dalam bentuk padat, karena tidak
membutuhkan proses melarut (Ansel, 1989).
Sirup adalah salah satu bentuk sediaan cair yang dalam dunia
farmasi telah dikenal luas oleh masyarakat. Sirup didefenisikan
sebagai sediaan cair berupa larutan yang mengandung sakarosa.
Kecuali dinyatakan lain,kadar sakarosa,tidak kurang dari 64,0% dan
tidak lebih dari 66,0% (Farmakope Indonesia edisi III, 1979).
Sirup merupakan alat yang menyenangkan untuk pemberian suatu
bentuk cairan dari suatu obat yang rasanya tidak enak. Sirup-sirup
terutama efektif dalam pemberian obat untuk anak-anak, karena
rasanya yang enak biasanya menghilangkan keengganan pada
sebagian anak-anak untuk meminum obat. Sediaan cair untuk
pemberian oral biasanya diformulakan sehingga pasien menerima
dosis lazim obat dalam suatu volume pemberian yang menyenangkan
seperti 5 ml (1 sendok teh), 10 ml atau 15 ml (1 sendok makan)
(Ansel, 1989).
Salah satu contoh sediaan sirup yang kita kenal adalah sirup
Metoclopramid HCl. Sirup ini diindikasikan pada berbagai gangguan
saluran cerna dengan gejala mual, muntah, rasa terbakar di ulu hati,
perasaan penuh setelah makan dan gastroparesis diabetik.

1
Dalam memformulasikan suatu sediaan hal penting yang harus
diperhatikan adalah studi preformulasi yang meliputi pengkajian
tentang karakteristik atau sifat-sifat dari bahan obat dan bahan
tambahan obat yang akan diformulasi sehingga mampu membuat
formula yang tepat dan menghasilkan produk akhir berupa sediaan
farmasi yang stabil, berkhasiat, aman dan nyaman ketika digunakan.
Menurut Ansel (1989) setiap obat yang dapat larut dalam air dan
stabil dalam larutan berair dapat ditambahkan pada sirup yang
dibumbui, dilihat dari kelarutan zat aktif metoclopramid HCl yang
sangat mudah larut dalam air dan stabil dalam larutan sehingga cocok
dibuat dalam bentuk sediaan sirup.
Berdasarkan uraian diatas maka penting untuk dilakukan formulasi
sediaan sirup metoklopramid dengan memperhatikan studi
preformulasi sehingga dapat menghasilkan sediaan yang farmasi
yang stabil, berkhasiat dan aman digunakan.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Maksud dari percobaan ini adalah agar mahasiswa dapat
mengetahui, memahami baik teori maupun praktek dalam
formulasi sediaan sirup Metoclopramid HCL.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Tujan dari percobaan ini adalah agar mahasiswa mampu
membuat sediaan sirup metoclopramid HCl yang stabil,
berkhasiat, dan aman digunakan.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II. 1 Defenisi Larutan


II.1.1 Menurut Scovilles
Larutan adalah campuran molekul-molekul dan dua zat atau
lebih untuk membentuk larutan jernih.
II.1.2 Menurut Ansel (1989)
Larutan adalah sediaan cairan yang mengandung satu atau lebih
zat kimia yang terlarut, biasanya dilarutkan dalam air yang
karena bahannya, cara penggunaannya tidak dimasukkan dalam
prooduk lain.
II.1.3 Menurut R. Voight
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung zat terlarut
menurut aturannya di dalam air atau cairan yang didominasi air.
II.1.4 Menurut Parrot
Larutan adalah sistem homogen yang secara kimia dan fisika
terdiri dari dua atau lebih substan.
II.1.5 Menurut Dom Martin
Larutan adalah suatu proses dinamika stabil yang terdiri dari dua
atau banyak komponen yang biasanya berupa gas, cair, atau
padatan.
II.1.6 Kesimpulan
Larutan merupakan suatu proses termodinamika stabil yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut untuk
membentuk larutan jernih.
II. 2 Defenisi sirup
II.2.1 Menurut Ansel (1989)
Sirup adalah sediaan pekat dalam air dari gula atau perngganti
gula dengan atau tanpa penambahan bahan pewangi dan zat
obat.

3
II.2.2 Menurut Farmakope Indonesia Edisi III
Sirup adalah sediaan cair berupa larutan yang mengandung
sakarosa. Kecuali dinyatakan lain, kadar sakarosa C 12H22O11
tidak kurang dari 64,0% dan tidak lebih dari 66,0%.
II.2.3 Menurut Syamsuni (2007)
Sirup adalah larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula
lain yang berkadar tinggi. Kecuali dinyatakan lain kadar sukrosa
dalam sirop adalah 64-66% .
II.1.4 Kesimpulan
Sirup adalah sediaan cair yang mengandung gula dalam
konsentrasi pekat, tidak kurang dari 64-66%.
II. 3 Keuntungan dan Kerugian Sediaan Larutan
II.3.1 Keuntungan sediaan larutan
1. Menurut Dom Martin
a. Larutan sebagai campuran homogen terdistribusi secara
merata.
b. Dosis dapat divariasikan
c. Beberapa obat dapat mengiritasi mukosa lambung ketika
diberikan dalam bentuk sediaan tablet atau kapsul. Iritasi
ini dapat dikurangi ketika obat diberikan dalam bentuk
sediaan larutan karena faktor pengenceran.
d. Aksi obat lebih cepat karena obat diabsorbsi lebih cepat
ketika diberikan dalam larutan.
e. Sediaan larutan mudah ditambahkan perasa, pemanis,
pewarna.
f. Larutan merupakan jenis sediaan yang baik diberikan
kepada anak-anak atau pasien yang tidak bisa menelan
tablet atau kapsul.
g. Obat untuk penggunaan luar lebih mudah dan seragam
aplikasinya jika dibuat dalam bentuk larutan.

4
2. Menurut Scovilles
a. Pengobatan dijamin karena larutan bersifat homogen
b. Larutan dapat diberikan menurut takaran rumah tangga
yang umum
c. Menunjukkan aksi cepat
d. Kejernihan larutan memberikan tampilan yang menarik
3. Menurut A.J Winfield
a. Lebih menguntungkan bagi pasien yang menderita
parkinson, anak-anak, atau pasien lanjut usia dengan
kondisi kronis sulit menelan obat dalam bentuk padat.
b. Obat terdispersi homogen dalam sediaan meski tanpa
dikocok.
II.3.2 Kerugian sediaan larutan
1. Menurut Dom Martin
a. Massa dan kekentalan adalah dua kerugian utama dari
larutan
b. Kapsul dan tablet kurang memakan tempat (ukurannya
lebih kecil dan mudah dibawa) dibandingkan larutan.
c. Beberapa obat tidak stabil dalam bentuk larutan
d. Beberapa obat karena bau dan rasanya yang buruk ,
sangat sulit dibuat dalam larutan yang cocok.
2. Menurut Scovilles
a. Rasa obat lebih terasa ketika dalam bentuk larutan
b. Sebagian besar pelarut dan fluiditasnya membentuk obat
yang kurang praktis jika dibandingkan tablet atau kapsul
c. Dengan radiasi zat aktif dapat terjadi karena reaksi kimia
terjadi paling cepat dalam larutan. Air merupakan katalis
bag sebagian besar reaksi kimia.
3. Menurut A.J Winfield
a. Membutuhkan tempat yang luas dan tida menyenangkan
untuk dibawa kemana-mana

5
b. Kurang stabil secara mikrobiologi dan kimia dibanding
sediaan padat
c. Obat dengan rasa yang tidak menyenangkan sulit dibuat
dalam bentuk larutan oral.
II. 4 Istilah Kelarutan Menurut Teknologi Sediaan Farmasi, Ilmu Resep
dan Farmakope Indonesia Edisi III
Istilah kelarutan Jumlah bagian pelarut yang
II. diperlukan untuk melarutkan 1
5 bagian zat
sangat mudah larut Kurang dari 1
Mudah larut 1 sampai 10
Larut 10 sampai 30
Agak sukar larut 30 sampai 100
Sukar larut 100 sampai 1000
Sangat sukar larut 1000 sampai 10.000
Praktis tidak larut Lebih dari 10.000
Pembagian Larutan
II.5.1 Menurut Formularium Nasional
a. Larutan steril
Meliputi larutan untuk pemakaian luar dalam, pengobatan
luka dan kulit terkelupas, larutan antikoagulan, iritasi
kantung kemih, larutan intraperitonium, dan larutan pekat
untuk penguat injeksi.
b. Larutan nonsteril
Meliputi larutan untuk obat dalam yang langsung diminum
atau larutan yang harus diramu terlebih dahulu, larutan
untuk kulit yang tidak terkelupas dan larutan hemo.
c. Larutan antiseptikum
Larutan yang harus dibuat menggunakan air suling atau air
baru dan wadah yang digunakan harus steril.
II.5.2 Menurut Moh. Anief
a. Larutan makromolekul

6
Suatu larutan yang mengandung keseluruhan mikro unit
yang terdiri dari baik ion, atau molekul seperti alkohol,
sukrosa, ion kalsium, dan ion klorida.
b. Larutan miseler
Solut terdiri dari agregat solut molekul atau ion. Misel
adalah agregat polimolekuler atau poliionikyang dapat
mencapai jarak ukuran partikel koloid.
c. Larutan makromolekul
Suatu sistem dimana solutnya merupaka dispersi molekuler
seperti pada larutan mikro molekuler. Perbedaannya yaitu
bobot molekul dan ukurannya dari makro molekul besar
hingga sistem mempunyai sifat yang unik.
II.5.3 Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV
a. Larutan oral
Merupakan sediaan cair yang dibuat untuk pemberian oral,
mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan
pengaroma, pemanis, yang larut dalam air atau campuran
kosolven air.
b. Larutan topikal
Merupakan larutan yang biasa mengandung air, tetapi
seringkali mengandung pelarut lain seperti etanol dan
pelarut untuk digunakan pada kulit.

II. 6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kelarutan


II.6.1 Menurut Ansel
a. Suhu
Merupakan faktor penting dalam menentukan kelarutan
suatu obat dan dalam mempersiapkan larutannya.

b. Sifat fisika kimia obat

7
Berkaitan dengan sifat zat apakah mudah larut, atau sukar
larut dalam pelarut. Untuk zat terlarut yang bersifat polar
makan digunakan pelarut polar juga.
c. Pengadukan
Jika dilakukan pengadukan, makin halus bubuk, makin luas
permukaan kontak dengan pelarut, makin cepat proses
melarut.
II.6.2 Menurut Bambang Priyambodo
a. pH lingkungan
Dalam pemilihan Ph untuk kelarutan yang memadai,
terdapat banyak pertimbangan.
b. Kosolvensi
Berkaitan dengan campuran pelarut untuk melarutkan zat
tertentu.
c. Konstanta dielektrik
Merupakan sifat suatu pelarut yang berhubungan dengan
jumlah energi yang dibutuhkan untuk memisahkan dua zat
yang berbeda muatan dalam larutan.
d. Kelarutan
Molekul-molekul zat yang terlarut dalam air secara spontan
hingga terbentuk larutan yang stabil.
e. Kompleksasi
Berkaitan dengan besarnya kelarutan suatu obat dapat
ditingkatkan dengan pembentukan kompleks.
f. Modifikasi kimia obat
Banyak obat yang sukar larut dapat dimodifikasi secara
kimiawi menjadi turunan-turunan yang larut dalam air.

II.6.3 Menurut Moh. Anief

8
a. Polaritas
Aturan yang terkenal yaitu like dissolve like yaitu molekul
polar akan larut dalam media serupa yaitu polar begitupun
sebaliknya.
b. Co-solvency
Campuran pelarut yang digunakan untuk melarutkan zat
tertentu
c. Parameter kelarutan
d. Suhu
e. Salting in
Peristiwa bertambahnya kelarutan dari suatu senyawa
organik dengan penambahan suatu garam dalam
larutannya.
f. Salting out
Peristiwa pengendapan zat terlarut disebabkan oleh
penambahan sejumlah besar garam yang sangat mudah
larut pada larutan air dari senyawa organik.

II. 7 Evaluasi Sediaan Sirup


II.7.1 Menurut Fatmawaty dkk (2012)
Evaluasi sediaan non steril (sirup) meliputi:
1. Evaluasi Fisik
a. Uji Organoleptik
Meliputi pemeriksaan bau, rasa, warna menggunakan
panca indera.
b. Penetapan pH
Pengukuran pH cairan menggunakan pH meter yang
telah dikalibrasi.

c. Penetapan Bobot Jenis


Membandingkan bobot zat uji di udara terhadap bobot air
dengan volume dan suhu yang sama.

9
Rumus:
d. Uji Kejernihan
Membandingkan kejernihan larutan uji dengan suspense
padanan, dilakukan di bawah cahaya yang terdifusi
tegak lurus kearah bawah tabung dengan latar belakang
hitam.
e. Uji Viskositas
Mengukur kecepatan bola jatuh melalui cairan dalam
tabung pada temperature tetap.
f. Uji Volume Terpindahkan
Mengukur keseuaian volume sediaan dengan yang
tertulis pada etiket jika dipindahkan dari wadah asli.
g. Uji Intensitas Warna
Dilakukan dengan pengamatan pada sirup mulai 0-4
warna yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan
dengan warna pada minggu 0. Uji ini bertujuan untuk
mengatahui perubahan warna sediaan cair yang
disimpan selama waktu tertentu.
2. Evaluasi Biologi
a. Uji Mikroorganisme
Stabilitas mikrobiologi pada sediaan sirup untuk menjaga
atau mempertahankan jumlah atau menekan
1) Jumlah cemaran mikroba untuk sediaan sirup
Total bakteri aeroba : tidak lebih dari 10.000
CFU/gram atau mL
Total jamur/fungi : tidak lebih 100 CFU/gram atau
mL
2) Uji Efektivitas Pengawet
Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukan dalam
sediaan yang mengandung pengawet dalam selang
waktu tertentu dapat digunakan sebagai parameter
efektivitas pengawet dalam sediaan. Bakteri
diinkubasikan tabung bakteri biologi pada suhu 20-
250C dalam Soybean Casein Digest Agar.

II. 8 Larutan Merupakan Termodinamika Stabil

10
II.8.1 Menurut Martin (1993)
Larutan dikatakan termodinamika stabil karena larutan tidak
memiliki tegangan antarmuka dimana larutan merupakan fase
dinamik yang tidak dapat dipisahkan lagi antara pelarut dan zat.

II.8.2 Menurut Dom Martin


Larutan stabil secara termodinamika karena terdiri dari 2
komponen dan merupakan sistem yang homogen yang
komponennya dapat berupa gas, cair atau padat.

II.8.3 Menurut Sinko (2012)


Larutan yang didalamnya tidak terjadi perubahan sifat
komponen-komponennya selain pengenceran ketika
komponennya

II. 9 Komponen Sirup


II.9.1 Menurut Fatmawaty dkk (2012)
Larutan mengandung zat aktif, zat pembawa seperti air, air
aromatik, etanol, propilenglikol, zat tambahan seperti penstabil
kimia, pewarna, pengaroma, pengawet, pemanis, dan
antioksidan.
II.9.2 Menurut A.J Winfield (2004)
Larutan mengandung pembawa obat di dalam pelarut
dan zat tambahan lain. Zat tambahan lain biasanya terdiri dari
penambah warna, perasa, pengaroma, pemanis, atau penstabil
formula.
II.9.3 Menurut Ansel (1989)
Larutan yang dimaksudkan untuk pemberian oral biasanya
mengandung perasa dan pewarna untuk membuat obat menjadi
lebih menarik dan lezat untuk pasien.

11
BAB III
METODE KERJA

III.1 Formula
III.1.1 Rancangan Formula
Tiap 5 ml mengandung :
Metoklopramid HCl 5 mg
Sukrosa 67%

12
Sorbitol 15%
Tartrazin 0,0005%
Oleum citrii 1%
Aquades ad 5%

III.1.2 Formula Yang Disetujui


Metoklopramid HCl 0,1 %
Sirup simpleks 67 %
Propilenglikol 10 %
Tartrazin 0,0005 %
Oleum citrii q.s
Aquadest ad 100 %

III.2 Master Formula


Nama produk : CLORII Tanggal pengesahan : 24 oktober 2016
SYRUP Nomor reg :DKL 1600600137A1
Nomor bets : A 601001
Produksi Isi bersih : 60 mL
Tanggal Tanggal Dibuat oleh : Disetujui oleh : Nur Hikmah
formula: produksi: 13 PT.
24 desember Pharmindo
oktober 2016
2016

13
Kode Nama bahan Fungsi Jumlah/dosis Jumlah/batch
bahan (10)
01- MH Metokloprami Zat aktif 0,066 g 0,66 g
d
02-SS Sirup simpleks Pemanis 44,22 mL 442,2 mL
03-PG Propilenglikol Anticapsloking 6,6 g 66 g
04-TZ Tartrazin Pewarna 0,033 g 0,33 g
05-0C Oleum citrii Pengaroma 2 tetes 20 tetes
06-AQ Aquadest Pelarut 15,11 151,1

III.3 Cara Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Dikalibrasi botol coklat ad 60 mL
3. Dibuat sirup simpleks
a. Ditimbang 65 g sukrosa dan 0,25 g metal paraben
b. Diukur air sebanyak 100 mL
c. Dilarutkan metal paraben ke dalam air panas
d. Ditambahakan sukrosa, aduk hingga homogeny
e. Dimasukan dalam botol cokat
4. Dilarutkan Metoklopramid HCl dan Tartrazin ke dalam air
secukupnya, aduk ad larut dan dimasukan dalam botol coklat
5. Ditambahakan propilenglikol ke dalam botol, kocok ad homogen
6. Ditambahakan aquadest hingga tanda batas.
7. Diteteskan oleum citrii 1-2 tetes, kocok ad homogen.
8. Diberi etiket dan brosur lalu dimasukan dalam wadah sekunder.

III.4 Perhitungan Bahan


Dilebihkan 10%

Total volume = 60 mL + 6 mL = 66 Ml
1. Metoklopramid HCl 0,1%

2. Sirup simpleks 67%

a. Sukrosa 65%

14
b. Nipagin 0,25%

c. Aquadest = 44,22 mL (28,743+0,11)


= 44,22 mL -28,853
= 15,367 mL
3. Propilenglikol 10%

4. Tartrazin 0,0005%

5. Oleum citrii = 2 tetes


6. Aquades ad 100%
= 66 mL (0,066 + 44,22 + 6,6 + 0,0003 )
= 66 mL 50,8863
= 15,11 mL

III.5 Evaluasi
1. Uji organoleptik
Pengamatan secara visual meliputi pewarnaan, bau, rasa dan
sediaan pada penyimpanan pada suhu rendah 5 0C dan tinggi 350
pada penyimpanan masing-masing 24 jam.
2. Penetapan pH
Pengukuran pH sediaan menggunakan pH meter yang telah
dikalibrasi. Prosedur :
a. Elektroda dibersihkan dengan dengan aquades, dikeringkan
dengan tissue
b. pH meter dikalibrasi dengan dapar pH standar (pH 7)

15
c. elektroda pH meter dimasukkan kedalam sediaan yang akan
diukur
d. menunggu sampai alat menunjukkan angka konstan lalu
mencatat pH-nya
e. menghitung pH rata-rata sediaan.
3. Penetapan bobot jenis
Digunakan piknometer bersih, kering dan telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot jenis piknometer dan bobot air yang baru
didihkan pada suhu 250, atur hingga suhu zat uji kurang 20 0
masukkan dalam piknometer. Atur suhu piknometer yang telah
diisi hingga suhu 250, buang kelebihan zat uji dan timbang
kurangkan bobot piknometer yang telah diisi.
4. Uji kejernihan
Membandingkan kejernihan larutan uji dengan suspensi padanan,
dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi tegak lurus ke arah
bawah tabung dengan latar belakang hitam.
5. Uji viskositas
Untuk mengetahui harga viskositas suatu sediaan menggunakan
alat viskometer Hoeppler. Prosedur :
a. Diisi tabung ostwald dengan sampel
b.Dengan bantuan tekanan atau penghisapan alur cairan
dalam tabung kapiler hingga garis garduasi teratas
c.Buka kedua tabung pengisi dan tabung kapiler agar cairan
dapat mengalir bebas ke dalam wadah melawan tekanan
atmosfer
d.Catat waktu dalam detik yang diperlukan cairan untuk
mengalir dari batas atas hingga batas bawah tabung kapiler.
6. Uji volume terpindahkan
Mengukur kesesuaian volume sediaan dengan yang tertulis pada
etiket jika dipindahkan dari wadah asli. Menggunakan alat yaitu

16
gelas ukur. Sediaan dimasukkan dalam gelas ukur lalu diamati
kesesuaian dengan volume di etiket.
7. Uji intensitas warna
Dilakukan dengan pengamatan pada warna sirup mulai 0-4 warna
yang terjadi selama penyimpanan dibandingkan dengan warna
pada minggu 0. Uji ini bertujuan untuk mengetahui perubahan
warna sediaan cair yang disimpan selama waktu tertentu.
8. Uji efektivitas pengawet antimikroba
Pengurangan jumlah mikroba yang dimasukkan ke dalam sediaan
yang mengandung pengawet dalam selang waktu tertentu dapat
digunakan sebagai parameter efektivitas pengawet dalam
sediaan. Inokulasi mikroba pada sediaan dengan cara
menginkubasi tabung bakteri biologik (Candida albicans,
Aspergillus niger, Pseudomonas aeruginosa, dan Staphylococcus
aureus) yang berisi sampel dari inokula pada suhu 20-25 0C dalam
media Soybean-casein digest agar.

Komposisi : Indikasi :

Tiap 5 mL mengandung Gangguan gastrointestinal, mual,


:Metoclopramid HCl 0,1% muntah dan diabetik gastroparesis.

Dosis :
III.6 Wadah
Simpan pada suhu kamar
CLORII Dewasa 1-2 sendok teh 3x sehari
CLORII
(25-30C), terlindung dari sinar
matahari.
SYRUP 5-14 tahun -1 sendok teh 3x
sehari SYRUP
3-5 tahun sendok teh 2-3x
sehari
1-3 tahun sendok teh 2-3x
sehari

Reg. No. : DKL 1600600137


A1
Batch No. : A 601001
Exp. Date : OKT 2019

17
Diproduksi oleh :
Netto : 60 mL PT. PHARMINDO Diproduksi oleh :
Makassar-Indonesia Netto : 60 mL PT. PHARMINDO
Makassar-Indonesia
III.7 Etiket

INDIKASI CLORII SYRUP


KONTRA INDIKASI
EFEK SAMPING
LIHATPADA BROSUR
Komposisi :
Reg. No. : DKL 1600600137 A1 Tiap 5 mL mengandung :Metoclopramid
Batch No. : A 601001 HCl 0,1%

Netto : 60 mL
Diproduksi oleh :
PT. PHARMINDO
Makassar-Indonesia

18
CLORII SYRUP
Komposisi :
Tiap 5 mL mengandung :
Metoclopramid HCl 0,1%

Farmakologi:
Metoclopramida adalah derivat aminoklorbenzamida yang berkhasiat
memperkuat motilitas dan pengosongan lambung (Propulsivum)
berdasarkan stimulasi saraf-saraf kolinergis, khasiat antidopamin dipusat dan
perifer, serta kerja langsung terhadap otot polos. Maka zat ini sering
digunakan untuk gangguan perstaltik lemah dan setelah pembedahan. Selain
itu, obat ini juga berdaya antiemetis sentral kuat berdasarkan blokade
reseptor dopamin di CTZ. Oleh karenanya metoclopramid digunakan pada
semua jenis mual muntah, termasuk akibat sitostatikum cisplatin-/radioterapi
dan pada migrain, kecuali yang disebabkan oleh mabuk jalan.

Indikasi:
Gangguan gastrointestinal, mual, muntah dan diabetik gastroparesis.

Kontra Indikasi :
Hipersensitif pada metoclopramid, obstruksi GI, pendarahan lambung dan
epilepsi.

Efek samping:
Sedasi, kegelisahan, diare, agitasi, depresi. Efek samping yang jarang terjadi
III.8 antara lain gejala ekstrapiramidal, hipotensi, sindrom neuroleptik dan
Brosur
takikardi (iv). Pada penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan tardive
dyskinesia.

Interaksi obat:
Mengurangi absorbsi obat digoxin dengan obat-obat SSP (depresi)
meningkatkan efek sedasi, dengan phenotiazine menyebabkan timbulnya
reaksi ekstrapiramidal, dengan litium dapat meningkatkan toksisitas
metoclopramid.

Penyimpanan :
Simpan pada suhu kamar (25-30C), terlindung dari sinar matahari.

Perhatian :
Hati-hati pada wanita hamil dan menyusui, pasien gangguan
hati,ginjal,parkinson, atau riwayat depresi. Tidak mengendarai saat
mengkonsumsi obat ini.
19
Reg. No. : DKL 1600600137 A1
Batch No. : A 601001
Exp. Date : OKT 2019
Diproduksi oleh :
PT. PHARMINDO MAKASSAR
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil
Jenis Evaluasi Hasil
Organoleptis Warna : orange
Bau : oleum citrii
Kejernihan Larutan jernih
pH 4
Volume terpindahkan 60 mL

IV.2 Pembahasan

20
Teknologi sediaan adalah cara memformulasi atau merancang
suatu obat menjadi bentuk sediaan dengan menggunakan teknologi.
Sediaan obat adalah bentuk sediaan yang mengandung zat aktif yang
siap digunakan atau dikonsumsi. Perkembangan teknologi
menyebabkan obat tidak lagi dikonsumsi dalam bentuk zat murninya.
Sebelum dilakukan formulasi terlebih dahulu dilakukan studi
preformulasi. Studi preformulasi merupakan tahap awal dari tiap
formulasi baru meliputi pengkajian untuk mengumpulkan keterangan-
keterangan dasar tentang karakteristik fisika dan kimia zat obat yang
dibuat menjadi bentuk sediaan farmasi tersebut (Ansel, 1989).
Dalam praktikum ini dilakukan formulasi sediaan sirup
metoklopramid. Sirup ini diindikasikan untuk memperlancar jalannya
zat kontras pada waktu pemeriksaan radiologik lambung dan
duodenum untuk mencegah atau mengurangi muntah akibat radiasi
dan pasca bedah. Selain itu bermanfaat untuk mempermudah
intubasi saluran cerna. Diindikasikan pada berbagai gangguan cerna
dengan gejala mual muntah rasa terbakar di ulu hati, perasaan penuh
setelah makan dan gangguan cerna misalnya gastroparesis diabetik
(Farmakologi dan Terapi,1995).
Dasar pemilihan bentuk sediaan sirup adalah karena
metoklopramid diindikasikan untuk pasien yang mengalami mual
muntah. Dengan dibuat dalam bentuk sirup dapat mencegah
kemungkinan pasien memuntahkan kembali obat yang ditelan bila
dalam bentuk tablet atau kapsul.
Selain itu salah satu faktor fisika kimia yang penting dari suatu
obat adalah kelarutan, terutama kelarutan dalam air. Agar suatu obat
dapat masuk ke sistem sirkulasi dan menghasilkan suatu efek
terapeutik, ia pertama-tama harus berada dalam larutan. Senyawa-
senyawa yang relatif tidak larut seringkali menunjukkan absorpsi yang
tida sempurna atau tidak menentu (Ansel, 1989). Berdasarkan

21
kelarutan dalam air, metoklopramid sangat mudah larut dalam air
sehingga cocok dibuat dalam bentuk sirup.
Keuntungan zat aktif metoklopramid dibuat dalam bentuk sirup
antara lain obat lebih cepat diabsorbsi karena tidak perlu dihancurkan
bila dibandingkan dengan sediaan tablet, lebih mudah ditambahkan
pengaroma, pemanis dan pewarna, penampilan obat yang lebih
menarik, dapat diberikan pada anak-anak dan orang dewasa yang
sulit menelan tablet atau kapsul.
Dalam pembuatan sirup ini bahan tambahan yang digunakan
antara lain sirup simpleks, propilenglikol, tartrazin, oleum citrii dan
aquadest. Sirup simpleks digunakan sebagai pemanis dan pengawet
karena memiliki kandungan nipagin sebanyak 0,25%.
Penggunaan pengawet perlu diberikan karena sirup merupakan
salah satu preparat farmasi yang menyediakan pertumbuhan bakteri
yang baik sekali, oleh karena itu harus dilindungi terhadap
pertumbuhan mikroorganisme agar efektif, suatu zat pengawet harus
dilarutkan dalam konsentrasi cukup dalam fase air dari suatu sediaan
(Ansel, 1989).
Penggunaan propilenglikol sebagai anticapsloking pada
konsentrasi 10% bertujuan untuk mencegah pembentukan kristal
pada tutup botol.
Tartrazin digunakan sebagai pewarna memberikan warna orange
yang sesuai dengan oleum citrii sebagai pengaroma. Tartrazin
merupakan pewarna yang sangat mudah larut dalam air, aman dan
banyak digunakan.
Pada akhir praktikum dilakukan uji evaluasi terhadap sediaan
yang dibuat, dimaksudkan untuk memastikan apakah sediaan yang
dibuat sudah sesuai dengan syarat-syarat sediaan sirup. Hasil uji
evaluasi yang dilakukan pada praktikum ini antara lain uji
organoleptis yaitu warna orange dan bau oleum citrii . Sesuai dengan
pewarna dan pengaroma yang digunakan. Uji kejernihan

22
menunjukkan hasil jernih tidak ada partikel . Uji pH menggunakan
kertas pH universal menunjukkan pH 4. Uji volume terpindahkan
menggunakan gelas ukur menunjukkan volume sirup yang dihasilkan
sebanyak 60 ml sesuai volume di etiket.

23
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa :
1. Formula sirup metoklopramid terdiri atas zat aktif yang digunakan
metoklopramid, dan zat tambahannya yaitu sirup simpleks sebagai
pemanis dan pengawet, propilenglikol sebagai anticapsloking,
tartrazin sebagai pewarna, oleum citrii ssebagai pengaroma dan
aquadest sebagai pelarut.
2. Evaluasi yang dilakukan pada sediaan sediaan sirup
metoklopramid yaitu organoleptis, pH, kejernihan dan volume
terpindahkan.

V.2 Saran
Kelengkapan alat dan bahan perlu diperhatikan agar dapat
menunjang proses praktikum.

24
Daftar Pustaka

Anief, M. 1986. Ilmu Farmasi. Ghalia Indonesia. Jakarta

Bagian Farmakologi Fakultas Universitas Indonesia. 1995. Farmakologi


dan Terapi. Edisi IV. Gaya Baru. Jakarta

Bambang, P. 2007. Manajemen Farmasi Industri Global. Pustaka Utama.


Yogyakarta.

Dirjen POM. 1978. Formularium Nasional. Edisi II. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia. Jakarta.

Dirjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Departemen


Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Fatmawaty, dkk. 2012. Teknologi Sediaan Farmasi. Makasar

Howard, C.A. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. UI


Press. Jakarta

Martin, D. 1971. Dispensing of Medication. Mark Publishing Company.


USA

Martin. 1993. Farmasi Fisik Dasar-Dasar Kimia Fisik dalam Ilmu


Farmasetik. UI Press. Yogyakarta

Parrot, E. 1971. Pharmaceutical Technology. Durgers Publishing


Company. USA

R. Voight. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Edisi IV. Gadjah Mada
UI Press. Yogyakarta

Scovilles. 1969. The Art Of Compounding. Megraw Hill Book Company.


New York

Sinko. 2011. Farmasi Fisika. EGC. Jakarta

Syamsuni. 2012. Ilmu Resep. EGC. Jakarta

25
Winfield, A.J. dan Richards, R.M.E. 2004. Pharmaceutical Practice.
Churchill Living Stone. London.

26

Anda mungkin juga menyukai