Anda di halaman 1dari 43

METODE UJI DISOLUSI SEDIAAN PADAT

ERIZAL ZAINI

Laboratorium Teknologi Solida


FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS ANDALAS
Bahan Aktif Farmasi

 Bahan Aktif Farmasi dan Bahan Eksipien Farmasi Kebanyakan


Berada dalam Fase Padat.

 Bentuk Sediaan Farmasi yang Populer Dipasaran adalah


Sediaan Padat Terutama, Tablet, Kapsul dan Serbuk Sekitar ± 80
% dan Diberikan Secara Oral, karena Pemberian Sediaan Padat
melalui Rute Oral Lebih Menyenangkan.
Babu and Nangia, Cryst. Growth Des. 2011,11,7,2662–2679

 Sediaan Parenteral juga Ada yang Diformulasi dalam Bentuk


Fase Padat (Dry Injection)

 Sekitar 40 % Bahan Aktif Farmasi yang diformulasi menjadi


bentuk sediaan padat memiliki kelarutan yang rendah dalam air.
Int. J. Pharm. 2007,339,7,3-8

Informasi dan pengetahuan tentang sifat padatan senyawa obat sangat penting
Senyawa Padat Obat secara Umum diklasifikasikan :

 Kristalin : memiliki susunan molekul yang teratur dalam ruang


tiga dimensi. Fase kristalin dapat memiliki susunan dan
konformasi molekul yang berbeda, disebut Polimorf

 Amorf : merupakan padatan yang memiliki susunan kisi kisi


tiga dimensi yang acak dan tidak teratur, tidak memiliki
periodesitas.

 Solvat/Hidrat (pseudopolimorf) : Jika molekul pelarut (air,


metanol dll) menempati posisi yang teratur dalam suatu kisi
kristal. Jika molekul pelarut tersebut air, lazimnya di sebut
hidrat.
Ritonavir: an Extraordinary Example of Conformational
Polymorphism

Gambar . A) Form I dan B) Form II

Form I ritonavir mengalami transformasi fase selama penyimpanan


menjadi form II yang memiliki Ketersediaan hayati rendah. Sehingga
Abbot Laboratories harus menarik semua produk dari pasar.

Bauer, J., Spanton, S., Henry, R., Quick, J., Dziki, W., Porter, W., dan Morris, J.,,
Pharmaceutical Research, 18, 859-866. (2001)
I. Pendahuluan

Penelitian tentang Disolusi telah dimulai pada tahun 1897 oleh Noyes dan Whitney (Profesor kimia
di MIT, USA) , artikel dengan judul “ laju pelarutan senyawa padat dalam pelarut” .

Beliau mempelajari proses disolusi dua senyawa yang sukar larut, asam benzoat dan timbal klorida.

𝑑𝐶
𝑑𝐶 = laju disolusi
= 𝑘 𝐶𝑠 − 𝐶 … . . (𝑒𝑞. 1) 𝑑𝑡
𝑑𝑡 𝐶𝑠 = kelarutan jenuh
𝐶 = konsentrasi senyawa padat pada waktu t
K = konstanta laju disolusi

Dokoumetzidis and Macheras, Int. J. Pharm, 2006,321,1-11


Berdasarkan riset yang dilakukan Ilmuwan Jerman, Brunner dan Tolloczko (1900), laju disolusi
juga dipengaruhi oleh luas permukaan serbuk, kecepatan pengadukan dan temperatur media
disolusi. Sehingga eq. 1, dapat dimodifikasi sebagai berikut :

𝑑𝐶
= 𝑘. 𝑆 𝐶𝑠 − 𝐶 … . . (𝑒𝑞. 2) S = luas permukaan serbuk
𝑑𝑡

Uji dan laju disolusi belum diterapkan secara luas di Industri Farmasi dan juga dalam pengawasan
mutu sediaan obat . Beberapa Farmakope masih menggunakan Uji Disintegrasi untuk menilai
ketersediaan Hayati Obat dalam Plasma.

Dokoumetzidis and Macheras, Int. J. Pharm, 2006,321,1-11


Uji disintegrasi pertama kali secara resmi untuk sediaan tablet dicantumkan
dalam Pharmacopeia
Helvetica pada tahun 1934, yang menggunakan air sebagai medium pada
temperatur 37 ◦C dan diaduk secara periodik.

Sementara United States Pharmacopeia, mencantumkan Uji disintegrasi


pada Edisi ke XIV tahun 1950.

Beberapa metode lain dikembangkan untuk lebih mensimulasikan dengan


kondisi secara in vivo spt : menggunakan cairan lambung buatan ,
memvariasikan nilai pH medium , adanya gerakan peristaltik dan adanya
makanan.

Morrison and Campbell, J. Pharm Sci. 1965, 54,1, 1-8


Hubungan antara Disolusi in Vitro dan Ketersediaan Hayati Obat
dalam Plasma

Laju disolusi partikel obat yang telah mengalami proses disintegrasi dari
sediaan padat (kapsul, Tablet etc) merupakan faktor penting/ utama
dalam menentukan ketersediaan obat dalam plasma.

Semakin banyak jumlah senyawa obat yang terdisolusi dalam medium


saluran cerna, maka akan semakin banyak juga molekul obat yang
diabsorpsi / ber permeasi kedalam membran lipid saluran cerna
.

Edwards, L.J.,. Trans. Faraday Soc. 1951, 47, 1191–1210

Nelson, E.,. J. Am. Pharm. Assoc. 1957, 46, 607–614


Kasus sediaan tablet Tolbutamida yang dipasarkan di Canada

Penelitian terhadap beberapa sediaan tablet tolbutamida mengambarkan uji


disintegrasi secara in vitro tidak dapat membedakan antara partikel senyawa
obat yang terdisolusi lebih cepat atau lambat.

Sedikit Perubahan dalam formula sediaan tablet Tolbutamida menunjukkan


efek hipoglikemik yang sangat signifikan.

Levy, G., Can. Med. Assoc. J. 1964, 90, 978–979.

Varley, A.B.,. JAMA, 1968, 206, 1745–1748.


Kasus dramatis : ketersediaan hayati sediaan tablet digoxin pada tahun
1971 di UK dan USA

Formulasi yang berbeda (sediaan yang berbeda) digoxin memberikan


perbedaan lebih dari tujuh kali lipat kadar plasma digoxin dalam
serum.

FDA USA berkolaborasi dengan Prof. John Wagner (Pakar


Biofarmasetika) untuk melakukan riset dan uji disolusi thd 44 lot dari
32 perusahaan farmasi yang memproduksi tablet digoxin 0.25 mg

Hasil : uji disolusi dapat membedakan dan menjelaskan perbedaan


ketersediaan hayati dari sediaan tablet digoxin.

Lindenbaum, J., Mellow, M.H., Blackstone, M.O., Butler Jr., V.P.,.. N.


Engl. J. Med. 1971, 285, 1344–1347.
Fraser, E.J., Leach, R.H., Poston, J.W.,. Lancet, 1972, 2, 541.
Kasus toksisitas Fenitoin pada sejumlah pasien

Fenitoin merupakan obat anti epilepsi dengan rentang terapetik


yang sempit = 10 – 20 microgram/mL

Perubahan eksipient kalsium sulfat sebagai bahan pengisi tablet


fenitoin dengan laktose menyebabkan kasus toksisitas pada
sejumlah pasien.

Hal ini diakibatkan sifat hidrofilisitas laktosa, meningkatkan disolusi


fenitoin dalam media saluran cerna, shg juga meningkatkan
ketersediaan hayati fenitoin dalam plasma sehingga melewati
rentang terapetik.

Tyrer, J.H., Eadie, M.J., Sutherland, J.M., Hooper, W.D., 1970. Br. Med.
J. 4, 271–273.
Pentingnya Uji Disolusi Sediaan Padat

Uji disolusi untuk memprediksi absorpsi dan


ketersediaan hayati obat

Uji disolusi sebagai tool untuk pengendalian


mutu sediaan padat (Quality Control)
Klasifikasi BCS beberapa senyawa aktif obat di pasaran

Class I – kelarutan Tinggi, Permeabilitas Class II – kelarutan Rendah,


Tinggi Permeabilitas Tinggi

Diltiazem, metformin HCl, metoprolol, Karbamazepin, felodipine, glibenclamide,


parasetamol, propranolol, verapamil asam mefenamat, griseopulvin, ketokenazole,
telmisartan
Class III - kelarutan Tinggi, Class IV – kelarutan Rendah ,
Permeabilitas Rendah Permeabilitas Rendah

Acyclovir, atenolol, captopril, simetidine, Cefuroxime, klortiazide, siklosporin,


ranitidine, neomisin. furosemida, itrakonazol, tobramysin

Amidon, G.L., Lennernas, H., Shah, V.P., Crison, J.R.,. Pharm. Res.
1995, 12, 413–420.
Senyawa Obat yang memiliki kelarutan rendah di pasaran
dan dalam tahap riset dan pengembangan

Kelas BCS % senyawa obat di % senyawa obat dalam


pasaran tahap R&D

I 35 5-10
II 30 60-70
III 25 5-10
IV 10 10-20

Thayer, A. M. Chem. Eng. News


2010, 88 (May 31), 13–18.
Definisi disolusi : proses suatu zat padat memasuki pelarut untuk menghasilkan
suatu larutan. Secara sederhana disolusi adalah proses zat padat melarut.

Tablet/kapsul
Disolusi

Disintegrasi
Zat aktif dlm
sirkulasi sistemik
Granul/aggregat Zat aktif terlarut Efek Farmakologis
Distribusi, dan respom klinis
metabolisme dan
eksresi
Deaggregasi

Disolusi

Partikel Halus

Fasa Farmasetik Fasa Farmakokinetika Fasa Farmakodinamika

Skema proses disolusi hingga respons klinis zat aktif dr sediaan tablet/kapsul
Tahapan yang dilalui oleh sediaan padat dalam tubuh :

1. Tahap awal, adanya kelambatan reaksi awal


2. Pembasahan sediaan tablet/kapsul
3. Penetrasi cairan kedalam sediaan tablet/kapsul
4. Tablet/kapsul terdisintegrasi menjadi granul-granul
5. Deaggregasi granul menjadi partikel-partikel halus (fine)
6. Disolusi zat aktif sediaan tablet/kapsul dalam cairan saluran cerna
7. Absorpsi molekul zat aktif melalui dinding saluran cerna
8. Zat aktif berada dalam sirkulasi sistemik
9. Zat aktif bekerja dan memberikan efek farmakologis
10. Efek farmakologis menyebabkan respons klinis
Peranan Uji Disolusi

 Identifikasi desain formulasi yang memberikan respons terapetik yang


paling baik.
 Untuk persyaratan release produk jadi ke pasaran (Quality Control
Test)
 Verifikasi reprodusibilitas antar batch sediaan padat
 Identifikasi apakah perubahan dalam formula atau proses manufaktur
setelah produk dipasarkan dapat mempengaruhi aktivitas terapetik.
 Sebagai salah satu syarat untuk menentukan apakah produk generik
dapat disetujui atau tidak oleh badan berwenang.

Anand and Yu et al., AAPS Journal, 2011, 13, 3, 328-335


Stagnant
layer
solid

Larutan
ruah

Bentuk sediaan

C sat
Fase ruah atau larutan ruah

C sol C sol
Konsentrasi Matriks
solid

Film lapisan tak bergerak


h

Model teori lapisan difusi yang menggambarkan proses disolusi


Teori Film (teori model lapisan disfusi )

Jika suatu partikel dicelupkan kedalam cairan (media), partikel akan mulai
melarut dan dikelilingi oleh lapisan film pelarut (tak bergerak), dengan ketebalan
(h) yang akan tergantung pd kondisi pengadukan.

Gradien konsentrasi akan terjadi di sepanjang lapisan (film) yang setara dengan (
C sat – C sol). C sat adalah konsentrasi jenuh zat aktif dan C sol adalah
konsentrasi zat aktif dlm larutan ruah.
Jika keadaan tunak telah tercapai mk Hukum difusi I Fick dpt digunakan untuk
menjelaskan proses transport :

J = - D dc/dx

J = arus difusi (jumlah substan per unit waktu yang melewati suatu
luas permukaan tertentu)
D = koefisien difusi
Dc/dx = gradient konsentrasi

Gradien konsentrasi diasumsikan konstan selama proses transport, dan


Dc/dx setara dengan kemiringan garis (C sol - Csat)/ h.
Jika massa yang terlarut (m), volume media disolusi (V) dan luas permukaan
partikel (S). Persamaan dpt diatur kembali :

V/S. dc/dc = - D (C sol – Csat) / h

V. dc/dt = dm/dt = D.S (C sat – C sol)/h = k. S ( C sat – Csol)

K = konstanta laju disolusi


Disolusi Intrinsik

Penentuan laju disolusi intrinsik diperlukan dalam pengembangan senyawa obat


baru dan memilih bentuk molekul yang tepat pada tahap studi preformulasi

Definisi : massa yang terlarut dalam satuan waktu dengan luas permukaan
konstan, yang dinyatakan dalam satuan mg/waktu/cm2

Untuk mempertahankan LP yg konstan, zat aktif dikempa dengan tekanan


hidraulik menjadi pelet yang ukurannya cukup untuk dimasukkan ke dalam ruang
alat pengaduk.
Suhu : 37 °C
Kec. Putaran : 100 rpm

Prinsip penentuan disolusi intrinsik senyawa obat


dc/ dt = D.S (C sat – C sol)
h. v

dc/dt = laju disolusi


S = luas permukaan
D = koefisien difusi
C sat = konsentrasi zat terlarut pada lapisan difusi
C sol = konsentrasi zat terlarut pada media ruah
h = tebal lapisan difusi
v = volume media disolusi
Selama fase awal disolusi , C sat >>>> C sol, LP dan volume media dibuat
konstan , sehingga pada kondisi suhu dan pengadukan konstan, persamaan
menjadi :

dc/dt = k. C sat

Laju disolusi pd equasi diatas disebut sebagai laju disolusi intrinsik dan khas
untuk tiap senyawa padat dlm pelarut tertentu dan kondisi hidrodinamik yang
tetap.
Dengan mengetahui nilai laju disolusi intrinsik akan membantu ahli praformulasi dlm
memprediksi suatu senyawa zat aktif padat, apakah proses absorpsi dibatasi oleh laju
disolusi atau tidak .

Kaplan et al., meneliti disolusi sejumlah senyawa dlm 500 mL media disolusi dengan
pH dari 1 – 8 pada 37 °C dengan kecepatan pengadukan 50 rpm. Hasil penelitiannya
menyimpulkan :

1. Laju disolusi intrinsik : > 1 mg/ menit. Cm2 tidak menimbulkan masalah dlm
proses absorpsi yg dibatasi oleh laju disolusi.
2. Laju disolusi intrinsik < 0,1 mg/menit. Cm2 proses absorpsi akan dibatasi
oleh laju disolusi.
3. Laju disolusi antara 0,1 – 1, diperlukan informasi yang lebih banyak untuk
memprediksi proses dan laju absorpsi.
Sink Condition (kondisi hilang)

Dari persamaan :

dw/dt = D.S/ h ( C sat – C sol )

C sat - C sol = gadient konsentrasi antara konsentrasi solut pada lapisan


difusi setebal (h) yang mengelilingi partikel terlarut dengan
konsentrasi solut dlm larutan ruah
D = fungsi koefisien difusi molekul solut

Kecepatan disolusi maksimal ( dw/dt) jika C sol kecil <<<<


Jika C sol meningkat maka kecepatan disolusi akan menurun krn parameter D
(koefisien difusi) tergantung pada gradient konsentrasi (C sat – C sol).

Pada kondisi in vivo : setelah pemberian sediaan, zat aktif akan mengalami absorpsi
melalui difusi pasif ke dlm sirkulasi sistemik, shg (C sol) rendah dan proses absorpsi
berlangsung kontinyu.

Kondisi in vitro : dimanipulasi sedemikian rupa (kondisi sink)


1. dibuat volume media disolusi yang besar
2. penambahan surfaktan atau pelarut campur dlm media disolusi
3. modifikasi alat uji disolusi
Dalam uji disolusi : C sol < 15 % x C sat, maka C sol tidak mempengaruhi kecepatan
disolusi zat aktif. Maka pada situasi ini disolusi zat padat terjadi pada kondisi Sink.

dw/dt = D/h . S. C sat


Dw/dt = k.S. C sat
Parameter D ( koefisien difusi) tergantung pada suhu oleh karena itu suhu media
disolusi dan viskositas harus dikendalikan dengan hati-hati. Persamaan yang
menjelaskan hubungan D, suhu dan viskositas , persamaan Stokes- Einstein :

D = R.T/ 6 π. R. η N

D = koefisien difusi
R = konstanta gas
T = suhu absolut
N = bilangan Avogadro
η = viskositas
Adanya elektrolit dan perubahan pH dapat mempengaruhi proses difusi yaitu
dengan mengubah ionisasi zat aktif (yang bersifat asam dan basa lemah). Oleh
karena diharapkan media disolusi sesederhana mungkin spt air atau HCl 0,1 N.

Granul zat aktif bobot 550 mg, total luas permukaan 0,28 m2, terdisolusi dlm 500
ml air (suhu 25 °C) pada menit ke 1 terlarut 0,76 gram, kuantitas D/h dihubungkan
dengan k, jika C sat = 15 mg/ml pada suhu 25 °C, berapa k ? Apakah percobaan
terjadi pd kondisi sink ?
Alat Uji Disolusi Farmakope

Kebanyakan alat uji disolusi mengacu pada spesifikasi dan kriteria alat uji disolusi
dari Farmakope Amerika.

Tipe I
Cara keranjang (basket) yang menggunakan pengaduk bentuk keranjang

Tipe II
Cara dayung yang menggunakan pengaduk bentuk dayung . Kedua cara ini
digunakan secara luas dlm berbagai Farmakope di dunia.
Alat tipe keranjang dan dayung
Variasi Alat menurut ketentuan Farmakope :

1. Pelapisan dengan emas (gold plating) pada cara keranjang


baja tahan karat tipe 316 mengandung nikel dan chrom.
untuk mencegah risiko korosif dan peleapasan sesepora ion-ion logam
pelapisan tipis dengan emas dengan ketebalan sampai mencapai 2,5 µm
(0,0001 inchi).

2. Ukuran mesh keranjang


persyaratan ukuran mesh dalam Farmakope Indonesia, USP dan
Farmakope Eropa, adalah untuk keranjang ukuran standar Mesh 40,
digunakan kawat logam dengan ukuran 0,01 inch. Yang akan
menghasilkan lebar nominal lubang 0,381 mm pada masing-masing sisi.
ukuran mesh ini penting diperhatikan, krn salah satu masalah kritis
pengujian menggunakan tipe I adalah tertutupnya lubang-lubang
keranjang oleh partikel – partikel eksipien. Atau lolosnya partikel secara
acak ke bagian bawah wadah disolusi, yg akan menyebabkan variasi
hasil uji disolusi.
3. Pelapisan dengan polifluorokarbon atau senyawa inert yang sesuai
pada cara dayung (Tipe II).
tujuan pelapisan :
1. untuk mencegah korosi dan pelepasan ion-ion yang tdk
dikehendaki kedalam media.
2. untuk melapisi sambungan logam antara batang pengaduk dan
dayung.
Ketentuan Farmakope untuk Alat uji Tipe I & II

1. Geometri dan kelurusan


ada 4 terminologi yang perlu dipahami dengan baik :
Exact center axis of the cylinder of the dissolution flasks (garis sumbu
eksak dari pusat wadah uji disolusi.
Centering (pemusatan) : sumbu batang pengaduk hrs sesuai dengan
ketentuan Farmakope dan jarak terhadap sumbu vertikal wadah bervariasi
± 2 mm (centering or tilt USP/NF ± 2 mm at all points).
Tilt (kemiringan), kemiringan harus memenuhi persyaratan (total 4 mm),
yang akan menyebabkan terjadi deviasi 3,8° pada panjang dayung 6 inch.
Dlm wadah.
eksentrisitas, menggambarkan sudut yang terbentuk selama batang
berputar dengan kecepatan pengujian.
2. Kecepatan pengadukan (RPM)
secara umum 50 RPM untuk tipe dayung dan 100 RPM untuk cara
keranjang. Variasi toleransi kecepatan yang diperbolehkan adalah ± 4 %.
4. Posisi tegak lurus (vertical position) keranjang atau dayung. Farmakope
Indonesia ed. IV mensyaratkan jarak 2,5 cm ± 0,2 cm dari dasar wadah
terhadap bagian bawah keranjang atau dayung.

5. Wadah
wadah uji disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola, tinggi
160 – 175 mm, diameter dalam 98 – 106 mm dan kapasitas nominal 1000
mL. bahan yang digunakan : bersifat inert dan memungkinkan pengamatan
selama uji disolusi. Yg umum digunakan adalah bahan dari gelas atau
plastik.

6. Tempat pengambilan sampel


menurut USP, sampel hrs diambil pada lokasi lebih kurang setengah dari
jarak bagian bawah keranjang atau dayung ke permukaan media disolusi
dan tidak boleh jaraknya kurang dari 1 cm dari dinding wadah uji disolusi.
Alat Uji Disolusi (Hanson SR8 plus)
7. Media disolusi (Farmakope Indonesia ed. IV)
sebagai media digunakan pelarut seperti yang tertera di dalam masing-
masing monografi. Bila media disolusi adalah larutan dapar, pH larutan
diatur sedemikian rupa hingga berada dalam batas 0,05 satuan pH dari
yang tertera pada masing-masing monografi.

8. Waktu (Farmakope Indonesia ed IV)


Bila dlm spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian dpt diakhiri
dalam waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum yang
terlarut terpenuhi. Bila dinyatakan dua waktu atau lebih, sampel (cuplikan)
dpt diambil pd waktu yang ditentukan dengan toleransi ± 2%.
Thank You
Terima Kasih
ありがとうございます

Anda mungkin juga menyukai