Anda di halaman 1dari 30

LABORATORIUM FARMAKOLOGI-BIOFARMASETIKA

PRAKTIKUM METODE FARMAKOLOGI


JURUSAN FARMASI

PERCOBAAN IV
“ANTIPIRETIK”

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK : II (DUA)
KELAS :E

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2020
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Antipiretik adalah gologan obat dengan target untuk menurunkan temperatur.
Beberapa obat yang termasuk dalam golongan ini adalah acetaminophen, ibu
profen dan aspirin. Sediaan antipiretik sintetik yang banyak dikonsumsi untuk
menurunkan demam, diantaranya adalah parasetamol, ibuprofen dan aspirin.
Seringkali berdampak pada mual, muntah, nyeri dan kerusakan organ., terutama
hati atau kerusakan organ, terutama hati atau hepatoksisitas. Mengingat kerugian
yang ditimbulkan oleh parasetamol, ibuprofen dan aspirin masyarakat mulai
mengurangi penggunaan sedian antipiretik sintetik tersebut dan mulai beralih
ketanaman yang berkhasiat antipiretik ( Jurnalis, dkk. 2016 ).

Demam, nyeri dan inflamasi adalah penyakit yang saling berhubungan yang
ditimbulkan karena aktivitas mediator nyeri dan inflamasi. Mediator ini bekerja
akibat aktivitas enzim fosfolipase dan siklooksigenase karena adanya suatu
rangsangan dari luar. Nyeri dan inflamasi ( radang ) merupakan respon
opatologis dari tubuh karena adanya pengaruh cedera, infeksi kuman atau
senyawa asing yang masuk dalam tubuh. Peradangan akut ditandai rubor, kalor,
dolor, tumor dan fungsio laesa. Peradangan kronis melibatkan peran sel darah
putih terutama sel mononuklear (monosit, makrofag dan limfosit). Antipiretik
mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat enzim
siklooksigenase. Hal ini mengakibatkan sel point hipotalamus direndahkan
kembali menjadi normal sehingga perintah memproduksi panas diatas normal
( Hastuti dan Endrawati, S. 2016 ).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat membuat rancangan
obat dan pengujian antipiretik pada obat-obat antipiretik., mengenal efek obat
antipiretik dan cara kerjanya, serta membuat cara pengolahan data hasil
percobaan. Hal inilah yang melatarbelakangi percobaan ini.
I.2 Tujuan Percobaan
1. Mengetahui cara membuat rancangan percobaan menggunakan hewan uji
dengan pengamatan efek antipiretik.
2. Mengetahui dan mengenal obat antipiretika dan cara kerjanya.
3. Mengetahui dan mempelajari cara pengolahan data hasil percobaan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Dasar Teori


Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi. Suhu tubuh
normal adalah 36-370C. Kebanyakan analgetik memberikan efek antipiretik,
sebaliknya antipiretik juga dapat mengurangi rasa sakit pada penderita. Setiap
obat masing-masing memiliki efek yang dominan, misalnya parasetamol dan
aspirin. Obat-obat tersebut efek antipiretinya lebih besar daripada analgetinya.
Antipiretik mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat
enzim siklooksigenase. Hal ini mengakibatkan set point hipotalamus direndahkan
kembali menjadi normal sehingga perintah memproduksi panas diatas normal
dan pengurangan pengeluaran panas tidak ada lagi. Beberapa senyawa bahan
alam telah digunakan dalam aktivitas pengobatan sejak lama tanpa efek samping.
Maka perlu mencari alternative tumbuhan obat baru untuk mendapatkan obat
yang efektif dan murah ( Hastuti, S dan Endrawati, S. 2016 ).

Demam merupakan gejala yang sering dialami oleh manusia yang ditandai
dengan terjadinya kenaikan suhu tubuh dari batas normalnya. Suhu tubuh normal
berkisar antara 36,5-37,50C. Demam disebabkan oleh infeksi atau stimuli aseptik.
Selain itu demam bisa terjadi karena dampak sekunder infeksi atau stimuli
aseptik, kerusakan jaringan, inflamasi dan lainnya. Salah satu penanganan
demam yang telah banyak diketahui yaitu dengan pemberian antipiretik.
Antipiretik merupakan obat yang digunakan untuk menurunkan suhu tubuh pada
keadaaan demam. Antipiretik banyak terdapat dalam bentuk obat-obatan kimia.
Obat-obatan kimia memiliki efek samping misalnya tukak lambung, tukak
duodenum, gangguan ginjal dan kerusakan hati. Banyaknya efek samping yang
ditimbulkan dari penggunaan obat kimia tersebut menyebabkan masyarakat
memilih menggunakan pengobatan secara herbal dalam menyembuhkan penyakit
(Nurmalasari., dkk. 2018 ).
Penyebab utama demam adalah infeksi oleh bakteri dan virus, meskipun ada
beberapa jenis demam yang tidak diakibatkan oleh kondisi patologis yang lain
seperti serangan jantung, tumor, kerusakan jaringan yang disebabkan oleh sinar
x, efek pembedahan dan respons dan pemberian vaksin. Dinding sel bakteri
mengandung zat yang bersifat pirogen, yaitu dapat menyebabkan peningkatan
suhu. Antipiretik adalah golongan obat dengan target untuk menurunkan
temperature badan. Obat yang termasuk antipiretik adalah acetaminophen,
ibuprofen dan aspirin. Obat yang mampu menurunkan suhu demam kembali ke
suhu normal bekerja melalui penghambatan enzim siklooksigenase-2 di susunan
saraf pusat sehingga dapat mencegah terjadinya konversi asam arakidonat
menjadi prostaglandin yang merupakan mediator demam. Mekanisme aksi
antipiretik adalah dengan memblokade produksi prostaglandin yang berperan
sebagai penginduksi suhu di thermostat hipotalamus . Sediaan antipiretik sintetik
yang banyak dikonsumsi untuk menurunkan demam, diantaranya adalah
parasetamol, ibuprofen dan aspirin (Suproborini., dkk. 2018).

Acetaminophen atau parasetamol merupakan jenis obat-obatan golongan


antipiretik yang paling luas digiunakan diseluruh dunia. Orang tua sering
memberikan terapi parasetamol pada suhu yang rendah 37,90C dengan pemberian
lebih sering dari yang direkomendasikan karena juga digunakan bukan saja untuk
mengatasi demam terapi juga untuk membuat anak lebih tenang dan membantu
anak beristirahat dan tidur lebih nyenyak (Jurnalis., dkk. 2016 ).

Ibuprofen merupakan turunan asam fenil asetat dan telah digunakan secara luas
sebagai antipiretik. Aktivitas antipiretiknya bekerja dihipotalamus dengan
meningkatkan vasodilatasi (pelebaran pembuluh darah) dan menghambat
peningkatan pirogen dengan reseptor didalam nucleus preoptik hipothalamus
anterior, sehingga tidak terjadi peningkatan prostaglandin melalui siklus enzim
siklooksigenase yang berakibat pada penghambatan kerja pirogen di
hyphotalamus ( Juwita., D., dkk. 2016).
II.2 Spesifikasi Hewan Uji
1. Tikus Putih (Rattus Norvegicus) (Angria. 2019)
Klasifikasi : Karakteristik :
Kingdom : Animalia Berat Badan : 200-250 gram
Filum : Chordata Umur : 2-4 bulan
Kelas : Mamalia Jenis Kelamin : Jantan/ betina
Ordo : Rodentia
Famili : Muridae
Genus : Rattus
Spesies : Rattus Norvegicus

II.3 Uraian Bahan


1. Aquadest (FI Edisi III, 1979; 96)
Nama resmi : AQUADESTILLATA
Nama lain : Air suling
RM/BM : H2O/18,02
Rumus struktur :

ganti
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan
tidak memiliki rasa.
Kelarutan : -
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Sebagai pelarut
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar : -

2. NaCl Fisiologis (FI Edisi III, 1979; 409)


Nama resmi : NATRII CHLORIDUM
Nama lain : Infus intravena, natrium klorida
RM/BM : NaCl/50,44
Rumus struktur : Na – Cl
Pemerian : Larutan jernih, tidak berwarna, rasa agak asin.
Kelarutan : -
Khasiat : -
Kegunaan : Zat tambahan
Penyimpanan : Dalam dosis tunggal atau wadah dosis ganda
Persyaratan kadar : Mengandung NaCl tidak kurang dari 0,85%
dan tidak lebih dari 0,95%.
3. Etanol (FI Edisi III, 1979; 65)
Nama resmi : AETHANOLUM
Nama lain : Etanol, alkohol
RM/BM : C2H5OH/46,07
Rumus struktur :

ganti
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, mudah menguap
dan mudah bergerak, bau khas, rasa panas dan
mudah terbakar dengan memberikan nyala biru
tidak berasap.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform p dan
eter p.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Desinfektan
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 94,7% v/v atau
92,0% dan tidak lebih dari 95,2% v/v atau
92,7% C2H6O.
4. NaCMC (FI Edisi V, 2014; 620)
Nama resmi : NATRII CARBOXYMETHYCELLULOSUM
Nama lain : Natrium Karboksil Metil selulosa
RM/BM : -/-
Rumus struktur : -
Pemerian : Serbuk atau granul putih sampai krem,
higroskopik.
Kelarutan : Mudah terdispersi dalam air, membentuk
larutan koloid, tidak larut dalam etanol, eter
dan pelarut organik lain.
Khasiat : Zat tambahan
Kegunaan : Agen suspensi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 65% dan tidak
lebih dari 96%.
5. Aspirin (FI Edisi III, 1979; 43)

Nama resmi : ACIDUM ACETYLSALICYLICUM


Nama lain : Asam Asetilsalisilat / asetosal
RM/BM : C9H8O4 /180,16
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur tidak berwarna, atau serbuk hablur


putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau;
rasa asam
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air, mudah larut dalam
etanol (95 %) P, larut dalam kloroform P dan
dalam eter P
Khasiat : Analgetikum; antipiretikum
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 99,5 % C9H8O4
dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan

6. Ibuprofen (FI Edisi V 2014; 551)

Nama resmi : IBUPROPHEN


Nama lain : Ibuprofen
RM/BM : C19H18O2 / 206,28
Rumus struktur :

Pemerian : Serbuk hablur; putih hingga hampir putih;


berbau khas lemak
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam etanol, dalam aseton
dan dalam kloroform, sukar larut dalam etil
asetat; praktis tidak larut dalam air
Khasiat : Analgetikum; antipiretikum
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 91,0 % dan
tidak lebih dari 103,0% C19H18O2 dihitung
terhadap zat anhidrat
7. Paracetamol (FI Edisi III, 1979; 37)

Nama resmi : ACETAMINOPHENUM


Nama lain : Paracetamol
RM/BM : C8H9NO2 / 151,16
Rumus struktur :

Pemerian : Hablur atau serbuk hablur; tidak berbau; rasa


pahit
Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian
etanol (95%) P, dalam 40 bagian gliserol P dan
dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam
larutan alkali hidroksida.
Khasiat : Analgetikum; antipiretikum
Kegunaan : Sebagai sampel
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik; terlindung dari
cahaya
Persyaratan kadar : Mengandung tidak kurang dari 98,6 % dan
tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2 .
8. Ragi (FI Edisi III, 1979; hal 671)

Nama resmi : YEAST EKSTRACT


Nama lain : Sari ragi
RM/BM : -/-
Rumus struktur : -
Pemerian : Serbuk, kuning kemerahan; sampek coklat, bau
khas tidak buruk
Kelarutan : Larut dalam air, membentuk larutan kuning
sampel cokelat bereaksi dengan asam lemah
Khasiat : -
Kegunaan : Sebagai penginduksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Persyaratan kadar : -
II.4. Uraian Obat
1. Paracetamol (MIMS, 2020)
Indikasi : Nyeri dan demam ringan hingga sedang
Dosis : Dewasa 500 – 1000 mg/hari tiap 4 – 6 jam,
maksimum 4 – 6 jam/hari.
Mekanisme kerja : (Antipiretik) bekerja menghambat sintesis
prostaglandin sehingga dapat mengurangi nyeri
ringan, sedang efek antiinflamasi sangat lemah atau
hampir ada.
Farmakokinetik : Absorbsi : Penyerapan melalui gastrointestinal

12/kg protein 15 dan 25%


Distribusi :

Terjadi di hati (sistem enzim


Metabolisme : mikromolekul)
Efek samping : Ruam kulit, pusing dan mual
Golongan obat : Analgesik

2. Ibuprofen (MIMS, 2020)


Indikasi : Nyeri dan demam
Dosis : 200 – 400 mg tidak lebih dari 1200 mg
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis prostaglandin dalam
jaringan tubuh dengan menghambat setidaknya
2 cyclo – oksigenase (Cox) sebagai invenzia,
menghambat kontraksi, mengubah aktivitas
limfosit.
Farmakokinetik : Absorbsi : Penyerapan 85%
Distribusi : Protein terikat 90 – 95%
Metabolisme : Terjadi dihati dengan cepat
melalui oksidasi menjadi
metabolisme tidak efektif.
Ekskresi : Melalui urin (50 – 60%)
Efek samping : Ruam kulit, pusing dan mual
Golongan obat : Analgesik

3. Aspirin (MIMS, 2020)


Indikasi : Nyeri dan demam
Dosis : 325 – 650 mg tidak lebih dari 975 mg
Mekanisme kerja : Menghambat sintesis prostaglandin,
cyclooksigenase, menghambat aktivitas
antipiretik di analgesik.
Farmakokinetik : Absorbsi : Penyerapan melalui
gastrointestinal bioavalibiliti
80 – 100%.
Distribusi : Terikat pada protein
Metabolisme : Terjadi dihati
Ekskresi : 80 – 100% melalui urin,
keringat, air liur dan feses.
Efek samping : Ruam kulit, pusing dan mual
Golongan obat : Analgesik
4. NaCl Fisiologis 0,9% (MIMS, 2020)
Indikasi : Pengganti cairan pada larutan alkalis
hipotalamus.
Dosis : Dosis bersifat individual, dosis lazim 100
mg/70 kg BB kecepatan infus sampai dengan
7,7 mg/kg/jam.
Mekanisme kerja : Sebagai sumber air elektrolit tubuh serta
meningkatkan dingestik obat dan obat alkalis.
Farmakokinetik : Injeksi NaCl langsung masuk ke dalam
pembuluh darah.
Efek samping : Demam, infeksi pada tempat suntik.
Golongan obat : Kelas terapi, cairan isotonic (mengganti cairan
tubuh).
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM

III.1. Alat dan Bahan


III.1.1. Alat
1. Spot injeksi dan jarumnya
2. Spot oral (sonde)
3. Timbangan hewan
4. Neraca analitik
5. Labu takar
6. Gelas ukur
7. Gelas kimia
8. Erlenmeyer
9. Pipet volum
10. Termometer
11. Batang pengaduk
12. Lumpang dan alu

III.1.2. Bahan
1. Aquadest
2. Etanol 70%
3. NaCl fisiologis 0,9%
4. Na-CMC
5. Sarung tangan
6. Handscoon
7. Masker
8. Kapas
9. Tissue
10. Koran
III.1.3. Obat
1. Parasetamol
2. Ibuprofen
3. Aspirin
III.1.4. Hewan Uji
1. Tikus Putih (Rattus norvegicus)

III.2. Cara Kerja


1. Disiapkan alat dan bahan
2. Diambil tikus dari kandang
3. Diukur suhu awal tikus melalui rektal
4. Diberikan ragi secara subkutan
5. Ditunggu 5 menit
6. Diukur suhu tikus melalui rektal
7. Di injeksikan NaCl fisiologis 0,9% Na CMC, PCT, Ibuprofen dan Aspirin
secara IP
8. Diukur suhu pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25 dan 30 setelah perlakuan
9. Diamati suhu tubuh
III.3 Skema Kerja

Alat Dan Bahan

Tikus

- diukur suhu awal melalui rectal


- diberikan ragi secara subkutan
- ditunggu 5 menit
- diukur suhu melalui rektal

Rute pemberian IP Rute pemberian IP

Aspirin

NaCL Fisiologis 0,9% Na CMC Paracetamol Ibu Profen

- Diukur suhu pada menit ke


5,10,15,20,25 dan 30 setelah
perlakuan

Amati Suhu Tubuh


BAB IV
HASIL DAN PENGAMATAN
IV.1 Hasil Pengamatan
No. Suhu Pengukuran Suhu Menit Ke-
Perlakuan 0’ 5’ 10’ 15’ 20’ 25’ 30’
Tikus Awal
NaCl I 37,7 38,2 38 38 38 38 38,3 38,6
II 37,4 38,1 38,1 38,1 37,9 37,9 37,5 37,4
Fisiologis
III 37,6 36,5 36,9 37 36,8 36,5 36,4 36,4
secara IP
Rata-rata 37,7 38 37,5 37,7 37,7 37,5 37,4 37,5
Suspensi I 38,2 39,1 38,5 39,1 38,2 38,4 38,4 38,9
II 37,1 38,3 38,3 38,2 38,6 38,4 38,9 38,9
Na-cmc
III 37,4 38,4 38,8 38,6 38,6 38,6 38,6 38,6
secara oral
Rata-rata 37,7 38,6 38,8 38,6 38,5 38,5 38,6 38,8
Suspensi I 37,4 38,6 38,8 38,1 38,3 38,1 37,9 38,0
II 36,5 38,7 38,1 38,9 38,8 38,6 38,8 38,4
Na-cmc +
paracetamol III 37,0 38,1 39,1 38,0 38,2 38,0 37,9 37,9
secara oral
Rata-rata 37 38,5 38,7 38,3 38,4 35,2 38,2 38,1
Suspensi I 37 38,8 38,6 38,2 38 38 38,5 37,9
II 39 39,1 38,7 38,7 38,8 38,8 38,8 38,6
Na-cmc +
III 37,8 35,5 38,9 38,7 38,5 38,3 38,1 37
Ibu Profen
Rata-rata 37,9 37,8 38,7 38,5 38,4 38,5 38,5 37,8
Suspensi I 37 39,9 38,8 38,9 38,7 38,5 38,3 38,4
II 38 38,8 38,7 38,8 38,5 38,3 38,1 37,5
Na-cmc +
III 38,4 38,4 38 38 38 37,8 37,8 37,5
Aspirin
Rata-rata 37,8 38,9 38,5 38,7 38,4 38,2 38,5 37,8
Kurva

NaCl Fisiologis 0,9%


Secara IP
39
38 tikus 1
37 tikus 2
36 tikus 3
35
al -0 -5 10 15 20 25 30
aw ke ke ke- ke- ke- ke- e-
hu it it it it it it t k
su en en en en en en en
i
m m m m m m m

Gambar 4.1 kurva Nacl………. (buat bgini semua gmbar)

Suspensi Na CMC
Secara Oral
39
tikus 1
38
tikus 2
37
tikus 3
36
al -0 -5 10 15 20 25 30
aw ke ke ke- ke- ke- ke- e-
hu it it it it it it t k
su en en en en en en en
i
m m m m m m m

Suspensi Na CMC + PCT


Secara Oral
39
38 tikus 1
37 tikus 2
36 tikus 3
35
al e-
0
e-
5 10 15 20 25 30
aw ti k ti k ke- ke- ke- ke- ke-
hu en en it it it it i t
su m m en en en en en
m m m m m
Suspensi Na CMC + Ibuprofen
Secara Oral
40
39 tikus 1
38 tikus 2
37 tikus 3
36
35
34
33

Suspensi Na CMC + Aspirin


Secara Oral
39.5
38.5 tikus 1
37.5 tikus 2
36.5 tikus 3
35.5
al -0 -5 10 15 20 25 30
aw ke ke ke- ke- ke- ke- e-
hu it it it it it it t k
su en en en en en en en
i
m m m m m m m

IV.2 Pembahasan
Antipiretik digunakan untuk membantu mengembalikan suhu set point ke
kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan pelepasan prostaglandin
E2, yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus. Obat ini
menurunkan suhu tubuh hanya pada keadaan demam namun pemakaian obat
golongan ini tidak boleh digunakan secara rutin karena bersifat toksik. Demam
(pyrexia) merupakan kendali terhadap peningkatan suhu tubuh akibat suhu set
point hipotalamus meningkat. Alasan yang paling umum ketika hal ini terjadi
adalah adanya infeksi, kelainan inflamasi dan terapi beberapa obat (Wardani.
2014).
Tujuan dari percobaan ini yaitu untuk mengetahui cara membuat rancangan
percobaan menggunakan hewan uji dengan pengamatan efek antipiretik,
mengetahui obat antipiretika dan cara kerjanya serta cara pengolahan data hasil
percobaan.

Cara kerja pada percobaan ini yaitu dengan menyiapkan alat dan bahan.
Diambil hewan uji yaitu tikus putih sebanyak 15 ekor lalu dibagi kedalam 5
kelompok perlakuan dengan masing-masing kelompok mempunyai 3 ekor
tikus. Tiap tikus diukur suhu awal melalui rektal dan dicatat sebagai suhu awal,
Tiap tikus diberikan ragi secara subkutan dan ditunggu selama 5 menit. Lalu
diukur kembali suhu melalui rektal. Dilakukan perlakuan terhadap 5 kelompok
tikus. Kelompok 1 diberikan NaCl Fisiologis 0,9% melalui rute pemberian
secara intrapetitoneal, kelompok 2 diberikan suspensi Na CMC secara oral,
kelompok 3 diberikan suspensi dengan paracetamol secara oral, kelompok 4
diberikan suspensi Na CMC dengan ibuprofen secara oral, kelompok 5
diberikan suspensi Na CMC dengan aspirin secara oral. Lalu tiap tikus diukur
suhunya pada menit ke-5, 10, 15, 20, 25 dan 30 setelah perlakuan. Diamati dan
dicatat suhu tubuhnya.

Alasan perlakuan dalam percobaan ini yaitu digunakannya obat yang berbeda-
beda pada masing-masing kelompok adalah untuk melihat perbedaan efek
farmakologi yang didapatkan dari masing-masing obat sehingga dapat
membandingkan efektivitas dari obat-obat antipiretik tersebut. Alasan
digunakan Na CMC adalah sebagai pembawa dari obat-obat yang akan
digunakan, karena tidak dapat larut dalam air sehingga dibentuk menjadi
susoensi menggunakan Na CMC. Alasan perlakuan menggunakan ragi roti
sebagai penginduksi karena secara umum ada 4 metode pengujian aktivitas
antipiretik salah satunya yaitu menggunakan ragi roti. Pada ragi roti terdapat
mikroorganisme dimana mikroorganisme akan dianggap sebagai benda asing
yang masuk ke tubuh hewan uji sehingga dapat memicu timbulnya reaksi
demam dengan kata lain ragi sebagai pirogen eksogen. Alasan pemberian ragi
secara subkutan yaitu agar dapat diserap secara perlahan dan dapat memberikan
efek durasi yang cukup panjang. Alasan ditunggu selama 5 menit setelah
pemberian ragi roti yaitu diharapkan setelah 5 menit absorbsi telah berlangsung
sehingga dapat menghasilkan efek. Alasan diukur suhu sebelum dan sesudah
penginduksian agar dapat mengetahui berhasil atau tidaknya proses
penginduksian dengan meningkatnya suhu tubuh hewan uji sekitar 38℃. Na
CMC digunakan sebagai kontrol negative atau kontrol pembanding suspensi
paracetamol, ibuprofen, dan aspirin sebagai kontrol npositif. Alasan
pengambilan data suhu tubuh secara berulang yaitu untuk mengetahui respon
tubuh terhadap pemberian antipiretik pada interval waktu tertentu.

Alasan pengukuran suhu melalui rektal dikarenakan pengukuran yang


dilakukan adalah pengukuran sentral, dimana hasil pengukurannya bisa 1-2°
lebih tinggi karena lebih banyak pembuluh darah, serta tidak dipengaruhi oleh
suhu lingkungan sekitar karena alatnya yang masuk ke dalam tubuh (MIMS,
2020).

Hasil yang diperoleh rata-rata suhu pada kelompok hewan uji untuk perlakuan
NaCl fisiologis 0,9% yaitu rata-rata suhu normal pada menit ke-0 hingga menit
ke-30 yaitu secara berturut-turut 37,6℃, 37,67℃, 37,7℃, 37,56℃, 37,46℃,
37,4℃, 37,46℃. Pada kelompok perlakuan Na CMC yaitu rata-rata suhu yang
didapatkan yaitu 38,6℃, 38,53℃, 38,63℃, 38,46℃, 38,46℃, 38,63℃, dan
38,8 ℃. Pada hewan uji untuk perlakuan NaCMC+ Paracetamol suhu yang
didapatkan yaitu 38,26℃, 38,67℃, 38,3℃, 38,43℃, 38,23℃, 38,2℃, 38,1
℃. Pada perlakuan NaCMC+Ibuprofen didapatkan suhu 37,8℃, 38,37℃,
38,53℃, 38,43℃, 38,36 ℃, 38,46℃, dan 37,83℃. Hasil yang didapatkan
pada perlakuan NaCMC + Aspirin yaitu 38,86℃, 38,5℃, 38,56℃, 38,4℃,
38,2℃, 38,06℃, dan 37,8℃.
Hasil yang diperoleh yaitu penurunan dan kenaikan suhu yang bervariasi pada
tiap kelompok perlakuan. Menurut Putra (2015) penurunan dan kenaikan suhu
kemungkinan disebabkan oleh factor psikologis dari hewan uji seperti stress
akibat pengukuran suhu yang dilakukan secara berulang pada rektal, sensitivitas
terhadap zat yang telah diberikan, kondisi lambung tikus dan juga daya absorbs
terhadap obat. Faktor lain seperti lingkungan, keadaan patologi yang dapat
mengakibatkan efek obat menjadi menurun atau meningkat.

Hasil yang didapatkan apabila dibandingkan dengan literatur Putra (2015)


menyatakan bahwa ibuprofen lebih memberikan efek yang efektif dalam
menurunkan demam apabila dibandingkan dengan paracetamol dan aspirin
terlepas dari efek samping yang diberikan. Berdasarkan literatur apabila
dibandingkan dengan hasil yang didapatkan tidak sesuai hal ini kemungkinan
disebabkan dalam kesalahan pengolahan data.

Paracetamol memiliki indikasi nyeri dan demam ringan hingga sedang.


Paracetamol menghasilkan antipiretik dengan menghambat pusat pengatur
panas hipotalamus. Ibuprofen memiliki indikasi nyeri ringan hingga sedang,
dismendia radang. Ibuprofen menghambat sintesis prostaglandin dalam jaringan
tubuh dengan menghambat setidaknya 2 cyclooksygenase (Cox) isoenzim.
Aspirin memiliki indikasi prafilaksis, nyeri dan demam, nyeri dan peradangan
berkali dengan fanffuan muskulasetal dan sendi. Aspirin bekerja menghambat
sintesis
prostaglandin dan cox. Menghambat kumpulan trombosit, aktivitas antipiretik
dan analgesik (MIMS, 2020).

Berdasarkan kurva hasil perlakuan menunjukkan bahwa kontrol negatif yaitu


NaCl fisiologis 0,9% dan suspensi NaCMC tidak memberikan efek penurunan
suhu. Karena kelompok kontrol negatif merupakan kelompok yang paling kecil
mengalami penurunan suhu karena tidak memiliki efek antipiretik namun masih
memiliki peran dalam mengatasi dehidrasi saat demam berlangsung.

Pada kurva kontrol postif setiap kurva menunjukkan adanya penurunan suhu
tubuh pada hewan uji hal ini dikarenakan paracetamol, ibuprofen dan aspirin
memiliki efek antipiretik (Medscape, 2020). Namun pada kurva menunjukkan
bahwa aspirin mengalami penurunan suhu tubuh pada hewan uji yang paling
signifikan. Menurut Wardani (2014) menjelaskan bahwa aspirin, ibuprofen dan
paracetamol pada dosis yang disetujui memiliki toksibilitas yang setara antara
ibuprofen dan paracetamol lebih baik dibandingkan dengan aspirin.

Demam atau pireksia disebabkan oleh aksi sekunder dari adanya suatu
penyebab berupa kerusakan jaringan, peradangan, dsb, Jaringan tubuh pada
manusia yang sudah terinfeksi atau rusak dapat membentuk pro-inflammantiry
mediator yang dapat mempengaruhi peningkatan sintesis dari prostaglandin E2
yang letaknya berada di dekat daerah preoptik hipotalamus. Proses ini nantinya
akan memicu hipotalamus untuk sesegera mungkin meningkatkan suhu tubuh
diatas normal (Putra., dkk. 2015).

Aplikasi dalam bidang farmasi yaitu seorang farmasis dapat mengetahui dan
mengenal jenis antipiretik sesuai dosis dengan cara yang tepat dan cocok
sehingga mampu mempercepat absorbs tubuh agar dapat menurunkan gejala
penyakit yang diderita.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa :

1. Antipiretik adalah obat yang digunakan untuk membantu mengembankan


suhu set point ke kondisi normal dengan cara menghambat sintesa dan
prostaglandin E2 yang distimulasi oleh pirogen endogen pada hipotalamus.
2. Paracetamol dan ibuprofen memiliki toksibilitas yang setara dan lebih baik
dibandingkan dengan aspirin.

V.2 Saran
Saran dari praktikum kali ini, yaitu agar semua praktikan mampu melakukan
pemberian obat melalui oral, intraperitoneal dan subkutan secara tepat agar tidak
terjadi kesalahan.
DAFTAR PUSTAKA

Angria., N. (2019). Undur-Undur sebagai Antidiabetik. Uwais Inspirasi Indonesia :


Surabaya.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III.


Kemenkes : Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV.


Kemenkes : Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V..


Kemenkes : Jakarta.

Hastuti dan Endrawati., S. (2016). Aktivitas Antipiretik Ekstrak Etil Asetat Daun
Seligi pada Mencit Jantan. Jurnal Biologi Papua. Vol.8 No.1.

Jurnalis., dkk. (2016). Kelainan hati akibat penggunaan Antipiretik. Jurnal Kesehatan
Andalas. Vol.4 No.3.

Juwita., D., dkk. (2016). Perbandingan Efek Antipiretik Antara Ibuprofen dengan
campuran Ibuprofen dan Kafein. Jurnal Farmasi Indonesia. Vol.7 No.4.

Kariyaningtyas. (2018). Uji Antipiretik Patch Ekstrak Etanol Bawang merah (Allium
ascalonicum L.) dengan matriks Kitosan dan Enhancer SPAN-80 terhadap
temperature dan Jumlah Makrofag pada Tikus Putih. Jurnal Praktis dan Ilmu
Farmasi. Vol.5 No.2.

Medscape Applications, (2020). Diakses pada tanggal 14 April 2020 Pukul 16.00
WITA.

MIMS Indonesia. (2020). Diakses pada tanggal 20 April 2020 Pukul 17.00 WITA

Nurmalasari., dkk. (2018). Uji Antipiretik Rebusan Semanggi terhadap Suhu Tubuh
Tikus Putih yang diinduksi vaksin Pentabio. Jurnal Lentera Bio. Vol. 2.
Putra., M. dkk. (2015). Pedoman Keterampilan Medik 3. Airlangga University Press :
Surabaya.

Suproborini, dkk. (2018). Etnobotani Tanaman Antipiretik Masyarakat Dusun Mesu


Buku. Jurnal Farmasi. Vol.1 No.1.

Wardani. (2014). Pengaruh Ekstrak Etanol Belimbing Wuluh Sebagai Antioksidan


terhadap Kadar SGPT serta SGOT Tikus Galur Sporague dawley yang
diinduksi Parasetamol. Jurnal Kimia. Vol.3 No.1

Anda mungkin juga menyukai