BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dewasa ini, infeksi nosokomial masih menjadi masalah krusial di bidang kesehatan di
dunia (WHO, 2002). Salah satu agen mikroorganisme yang menjadi penyebab mayor infeksi
nosokomial adalah bakteri MDR A. baumannii (Multidrug-Resistance A. baumannii). MDR
A. baumannii merupakan bakteri yang resisten terhadap berbagai antibiotik, seperti
Carbapenem, Rifampisin, dan golongan antibiotik lainnya (L Kyungwon, dkk, 2011).
Pada dekade terakhir ini, terjadi peningkatan kasus infeksi bakteri MDR A. baumannii
di dunia sebesar 9% kasus khususnya yang terjadi di ruang ICU (Intensive Care Unit). Hal
tersebut terbukti dengan ditemukannya 41,8% resisten terhadap 7 hingga 8 antibiotik 1.085
isolat bakteri yang ditemukan di Indonesia. Selain itu, dengan karakteristiknya yang mudah
beradaptasi dengan lingkungan dan mekanisme resistensinya, bakteri ini sangat berpotensi
menjadi outbreak di suatu komunitas yang luas dan sangat sulit untuk ditangani (Perez, dkk,
2008).
Salah satu agen antibiotik yang dapat digunakan dalam penatalaksanaan infeksi A.
baumannii adalah Rifampisin. Namun, dalam perkembangannya terjadi resistensi Rifampisin
oleh bakteri MDR A. baumannii melalui mekanisme efflux pump sehingga menurunkan
efektifitas dan sensitifitas Rifampisin terhadap MDR A. baumannii. Mekanisme resistensi
yang dimiliki MDR A. baumannii menjadikannya berada di akhir era antibiotik yang dapat
menghambat aktivitas dan pertumbuhan bakteri tersebut (C Sasitorn, dkk, 2009).
Adanya fenomena resistensi tersebut selanjutnya melatarbelakangi penelitianpenelitian yang bertujuan untuk menemukan kombinasi agen antibakterial yang baru untuk
meningkatkan efektifitas dan sensitifitas antibiotik dalam mengontrol MDR A. baumannii.
Stroberi merupakan salah satu tanaman herbal mengandung senyawa Ellagic acid.
Berdasarkan atas penelitian yang telah dilakukan, senyawa Ellagic acid memiliki aktifitas
inhibisi terhadap efflux pump yang merupakan mekanisme utama terjadinya resistensi pada
bakteri MDR A. baumanni terhadap antibiotik khususnya Rifampisin (C Sasitorn, dkk, 2009).
Berdasarkan permasalahan mengenai resistensi MDR A. baumanni terhadap berbagai
berbagai antibiotik khususnya Rifampisin melalui mekanisme efflux pump dan potensi yang
dimiliki oleh stroberi sebagai agen EPI, penulis tertarik untuk melakukan uji daya hambat
kombinasi Rifampisin dan ekstrak stroberi terhadap bakteri MDR A. baumanni. Hasil uji
bioaktivitas ini diharapkan dapat memberikan gambaran aktivitas EPI Ellagic acid ekstrak
stroberi dalam meningkatkan aktivitas antibiotik Rifampisin terhadap MDR A. baumanni.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Multidrug-Resistance (MDR) Acinetobacter baumannii
Acinetobacter baumannii merupakan bakteri gram negatif aerob, non-fermentatif,
nonspore forming yang dapat diisolasi dari kulit, tenggorokan, dan tempat lain seperti hidung
dan traktus intestinal dari orang yang sehat. A. baumannii merupakan penyebab infeksi
nosokomial antara lain pneumonia, infeksi pada pembuluh darah, meningitis, dan infeksi
traktus urinarius (Chusri, 2009).
Mekanisme resistensi untuk spesies Acinetobacter adalah sama dengan spesies
Pseudomonas (Rice, 2006). Mekanisme resistensi umumnya terbagi dalam 3 kategori yang
secara spesifik atau bersama-sama berperan dalam resistensi Acinetobacter, diantaranya
enzim yang dinonaktifkan oleh mikroba, berkurangnya akses terhadap target bakteri, dan
perubahan fungsi selular.
Mekanisme resistensi A. baumannii terhadap Rifampisin melalui saluran porin dan
protein membran luar lainnya penting untuk transportasi dari agen antimikroba ke dalam sel
untuk mendapatkan akses ke target bakteri. Resistensi antibakteri pada spesies Acinetobacter
telah dikaitkan dengan hilangnya protein dianggap saluran porin dari membran luar (Mussi,
2005). Spesies Acinetobacter juga memiliki efflux pumps yang mampu secara aktif
mengeluarkan berbagai agen antimikroba dari sel bakteri (Bonomo, 2006). Efflux pumps
mechanisms RND (Resistance Nodulation Division) dengan salah satu jenisnya yaitu AdeIJK
menjadi mekanisme resistensi utama terhadap Rifampisin yang sebelumnya menjadi salah
satu modalitas terapi infeksi oleh A. baumannii. Pada bakteri A. baumannii terjadi ekspresi
yang berlebihan pada kromosom yang mengkode efflux system AdeIJK tersebut, sehingga
menyebabkan peningkatan proses eksportasi antibiotik oleh efflux system dan proses uptake
Rifampisin melewati membran sel bakteri sangat terbatas sehingga tidak dapat bekerja
maksimal untuk mengatasi bakteri A. baumannii tersebut (Coyne, 2011).
2.2 Rifampisin
Rifampisin merupakan antibiotik yang berada pada golongan quinolone dimana
merupakan salah satu antibiotik yang digunakan dalam terapi infeksi oleh A. baumannii.Saat
ini, antibiotik Rifampisin dilaporkan menjadi salah satu antibiotik yang telah resisten terhadap
bakteri A. baumannii (Chusri, 2009).
Farmakokinetik Rifampisin yaitu obat ini diberikan secara per oral dan menghasilkan
kadar puncak dalam plasma setelah 2-4 jam. Setelah diserap dari saluran cerna, obat ini
dieksresi melalui empedu dan kemudian mengalami sirkulasi enterohepatik. Masa paruh
eliminasi Rifampisin bervariasi antara 1,5 sampai 5 jam dan akan memanjang apabila terdapat
kelainan fungsi hepar. Ekskresi melalui urin mencapai 30% (Tanu, 2007).
Sedangkan farmakodinamik Rifampisin yaitu obat ini aktif berkerja terhadap sel yang
sedang
bertumbuh.
Kerjanya
menghambat
DNA-dependent
RNA
polymerase
dari
mikobakteria dan mikroorganisme lain dengan menekan mula terbentuknya rantai dalam
sintesis RNA. Inti RNA polymerase dari berbagai sel eukariotik tidak mengikat Rifampisin
dan sintesis RNA-nya tidak dipengaruhi. Rifampisin dapat menghambat sintesis RNA
mitokondria mamalia tetapi diperlukan kadar yang lebih tinggi dari kadar untuk
penghambatan pada kuman (Tanu, 2007).
Rifampisin merupakan salah satu antibiotik spektrum luas yang dapat digunakan
dalam penatalaksanaan infeksi oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Antibiotik ini telah
diketahui memiliki efektivitas yang rendah dalam melawan salah satu bakteri gram negatif
yaitu A. baumannii. Ini disebabkan oleh keterbatasan uptake Rifampisin melewati membran
luar sel bakteri sehingga menurunkan kerentanan bakteri terhadap Rifampisin yang menjadi
tanda terjadinya resistensi (Chusri, 2009).
2.3 Potensi Buah Stroberi
Stroberi (Fragaria ananassa) merupakan salah satu buah yang berada pada famili
Rosaceae dimana buah ini cukup banyak ditemukan di Indonesia khususnya di kawasan
pegunungan. Buah ini dikenal memiliki potensi sebagai antibakteri, antivirus, antimutagenic
dan anticarcinogenic karena adanya kandungan ellagic acid (C14H6O8) yang merupakan
derivat dimeric dari asam gallic (Thakur, 2008). Dalam 100 g ekstrak stroberi terdapat kurang
lebih 5,52 mg ellagic acid (Lovric, 2011). Ellagic acid memiliki senyawa fenol alami yang
kemudian menunjang potensi ellagic acid untuk meningkatkan kerentanan Rifampisin
terhadap MDR Acinetobacter baumanni.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Chusri et al. pada tahun 2009 ditemukan
bahwa senyawa fenol pada ellagic acid dengan konsentrasi 40 M (12mg/L) yang
dikombinasikan dengan 1/4 x MIC Rifampisin dapat mengurangi pertumbuhan bakteri secara
signifikan. Ini disebabkan oleh kemampuan senyawa fenol ellagic acid pada stroberi sebagai
adjuvant antibiotik Rifampisin untuk mengubah pola kerentanan antibiotik terhadap bakteri
gram negatif Acinetobacter baumanni dengan menginhibisi efflux pump AdeIJK. Sehingga
kombinasi antibiotik golongan quinolone Rifampisin dengan senyawa fenol ellagic acid pada
stroberi dapat meningkatkan aktivitas antibakteri dalam penatalaksanaan patogen gram negatif
A. baumannii. Selain potensi tersebut, senyawa fenol ellagic acid yang diperoleh secara alami
dari buah stroberi ini tentunya memiliki toksisitas yang rendah sebagai adjuvant terapi
antibiotik (Chusri, 2009).
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
-
UNUD
Waktu penelitian dilaksanakan selama 3 bulan
K1
O1
K2
O2
P1
O3
P2
O4
P3
O5
Keterangan:
K1 = Kelompok Kontrol Positif menggunakan Rifampisin (20 g).
K2 = Kelompok Kontrol Negatif menggunakan alkohol.
P1 = Kelompok Perlakuan 1, Rifampisin (20 g) dan ekstrak stroberi (150 mg/mL).
P2 = Kelompok Perlakuan 2, Rifampisin (20 g) dan ekstrak stroberi (200 mg/mL).
P3 = Kelompok Perlakuan 3, Rifampisin (20 g) dan ekstrak stroberi (250 mg/mL).
O1, O2, O3, O4, O5 = Post Test 5 kelompok (K1, K2, P1, P2, dan P3) setelah dilakukan
intervensi
3.4 Besar Sampel
Sesuai dengan rancangan penelitian, maka sampel dialokasikan ke dalam 5 kelompok
perlakuan, yaitu 3 kelompok perlakuan (P1, P2, P3), dan 2 kelompok kontrol (K1, K2). Untuk
mengetahui jumlah ulangan (replikasi) pada tiap kelompok, dipergunakan rumus Federer:
( p1)(n1) 15 . Karena jumlah perlakuan (p) adalah 5, maka dapat dihitung jumlah
ulangan minimal tiap kelompok (n) adalah 4. Jadi jumlah minimal sampel seluruhnya adalah
20 sampel.
Antibiotik Rifampisin yang digunakan di dalam penelitian berupa sediaan serbuk terbagi
(pulveres).
Sediaan
pulveres
didapatkan
dari
penggerusan
Rifampisin
kaplet
Zona hambat ekstrak stroberi adalah diameter daerah yang jernih pada lempeng agar.
Interpretasi zona hambat dilakukan dengan mengikuti tabel yang dibuat oleh CLSI
(Clinical and Laboratory Standard Institute), yaitu sensitif, intermediate, resisten.
Alat-alat yang dibutuhkan: 1) tabung reaksi dan rak; 2) Ose; 3) Lampu spiritus; 4)
10
BAB 4
BIAYA DAN JADWAL KEGIATAN
4.1 Jadwal Kegiatan Program
NO
KEGIATAN
1.
2.
3.
Persiapan Proposal
+
Refleksi Awal
Implementasi Kegiatan
3.1 Pembuatan Ekstrak Stroberi
3.2 Pembuatan Media Agar
3.3 Rejuvenasi Bakteri
3.4 Persiapan Suspensi Bakteri
3.5 Pengujian Ekstrak Buah Stroberi
3.6 Pengukuran Zona Hambat
3.7 Penyusunan Draft dan Analisis Data
Penyelesaian & Pengiriman Laporan
4.
BULAN
II
III
= Rp 8.005.000,00
= Rp 400.000,00
= Rp 400.000,00
= Rp 8.005.000,00
= Rp 400.000,00
TOTAL
= Rp 8.405.000,00
(Delapan Juta Empat Ratus Lima Ribu Rupiah)