Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Ketuban Pecah Dini (KPD) merupakan masalah kesehatan yang cukup


sering terjadi pada ibu hamil. Selain dapat membahayakan janin, KPD juga dapat
membahayakan Ibu. Membran janin memiliki fungsi sebagai penghalang untuk
menghalangi merambatnya infeksi. Setelah ketuban pecah, baik ibu maupun janin
beresiko terjadi infeksi. Ketuban pecah dini dapat terjadi pada atau setelah usia
gestasi 37 minggu dan disebut KPD aterm atau premature rupture of membranes
(PROM) dan sebelum usia gestasi 37 minggu atau KPD pretermatau preterm
premature rupture of membranes (PPROM).1-4
Prevalensi KPD cukup besar dan cenderung meningkat. Kejadian KPD
aterm terjadi pada sekitar 6,46-15,6% kehamilan aterm sedangkan PPROM terjadi
sekitar 2-3% dari semua kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar.
PPROM merupakan komplikasi pada sekitar 1/3 dari kelahiran premature. Kasus
ini telah meningkat sebanyak 38% sejak tahun 1983.2 KPD preterm berhubungan
dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika Serikat.3
Kejadian KPD preterm berhubungan dengan peningkatan morbiditas dan
mortalitas maternal maupun perinatal. Sekitar 1/3 dari perempuan yang
mengalami KPD preterm berpotensi mengalami infeksi berat sedangkan fetus/
neonatus memiliki risiko morbiditas dan mortalitas yang lebih besar dibanding
ibunya. Komplikasi yang sering muncul terkait kasus KPD ini adalah persalinan
prematur dengan potensi masalah yang muncul, infeksi perinatal, dan kompresi
tali pusat in utero.
Mengingat tingginya insiden KPD ditambah dengan tingginya morbiditas
dan mortalitas maternal dan janin akibat komplikasi dari KPD maka pada laporan
kasus ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka KPD, laporan kasus pasien, dan
pembahasan laporan kasus. Melalui laporan kasus ini diharapkan akan
meningkatkan pemahaman menganai KPD sehingga nantinya dapat memberikan
penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap KPD.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) diartikan sebagai pecahnya selaput ketuban
sebelum terjadinya persalinan, dimana setelah diobservasi ibu tidak menunjukkan
tanda-tanda inpartu dalam 1 jam.1 Berdasarkan umur kehamilan, kejadian KPD
dapat diklasifikasikan menjadi:
a. KPD Preterm (Preterm Premature Rupture of Membranes)
Ketuban pecah dini preterm adalah pecahnya ketuban yang ditandai dengan
keluarnya cairan dari vagina, tes nitrazin (+), tes fern (+), dan terjadi pada usia
kehamilan<37 minggu. KPD sangat preterm adalah pecahnya ketuban saat
umur kehamilan ibu antara 24 sampai kurang dari 34 minggu, sedangkan KPD
preterm saat umur kehamilan ibu antara 34 sampai kurang dari 37 minggu.
Definisi preterm bervariasi, namun yang paling sering digunakan adalah
persalinan kurang dari 37 minggu.1,2
b. KPD Aterm (Premature Rupture of Membranes)
Ketuban pecah dini aterm adalah pecahnya ketuban sebelum waktunya yang
terbukti dengan keluarnya cairan dari vagina, tes nitrazin (+), tes fern (+), dan
terjadi pada usia kehamilan ≥ 37 minggu.
2.2 Epidemiologi
Ketuban pecah dini terjadi pada 6-20 % kehamilan.4 Insiden KPD di
Indonesia berkisar antara 2–5 %.3 Kejadian KPD aterm terjadi pada sekitar 6,46-
15,6% kehamilan aterm dan KPD preterm terjadi pada sekitar 2-3% dari semua
kehamilan tunggal dan 7,4% dari kehamilan kembar.2 Kurang lebih dua pertiga
dari pasien dengan ketuban pecah prematur sebelum kehamilan 37 minggu akan
bersalin dalam waktu 4 hari dan kurang lebih 90 % akan bersalin dalam waktu
satu minggu.4
Kejadian ini berhubungan dengan meningkatnya angka kejadian
prematuritas dan infeksi, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap angka
mortalitas dan morbiditas ibu dan janin. Sekitar 1/3 dari perempuan yang
mengalami KPD preterm akan mengalami infeksi yang berpotensi berat, bahkan

2
fetus/neonatus akan berada pada risiko morbiditas dan mortalitas terkait KPD
preterm yang lebih besar dibanding ibunya, hingga 47,9% bayi mengalami
kematian. Kejadian infeksi akibat KPD di negara berkembang adalah 13–47 %.
KPD preterm berhubungan dengan sekitar 18-20% kematian perinatal di Amerika
Serikat.2,3
2.3 Etiologi
Penyebab ketuban pecah dini secara individual pada kebanyakan kasus
masih sulit diketahui, namun biasanya ketuban pecah dini disebabkan oleh :3
1) Faktor kelemahan selaput ketuban
a. Abnormalitas atau rendahnya struktur kolagen, akibat :
- Berkurangnya ketebalan kolagen
- Adanya enzim kolagenase dan protease yang menyebabkan
depolimerisasi kolagen, sehingga elastisitas dari kolagen berkurang
b. Infeksi bakteri melalui mekanisme :
- Aktivitas enzim fosfolipase A2 yang merangsang pelepasan
prostaglandin dan sel interleukin
- Endoktoksin bakteri
- Produksi enzim proteolitik yang menyebabkan lemahnya selaput
ketuban
- Lepasnya radikal bebas dan reaksi peroksidase yang merusak selaput
ketuban
- Peningkatan jumlah lisolesitin dalam cairan amnion yang dapat
mengaktivasi fosfolipid A2
- Ascending infection oleh bakteri.
2) Peningkatan tekanan distensi
Peningkatan tekanan misalnya terjadi pada kehamilan ganda,
polihidramnion, makrosomia, solusio plasenta.
3) Faktor ibu
a. Riwayat kehamilan sebelumnya dengan ketuban pecah dini
Riwayat KPD sebelumnya berisiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini
kembali. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan atau
menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya akan lebih beresiko

3
dari pada wanita yang tidak pernah mengalami KPD sebelumnya karena
komposisi membran yang menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang
semakin menurun pada kehamilan berikutnya.
b. Flora servikovaginal
Bila terjadia ascending infection oleh bakteri flora servikovaginal akan
meningkatkan aktivitas enzim fosfolipase A2 yang merangsang pelepasan
prostaglandin dan sel interleukin
c. Defisiensi Cu, Zn, Vitamin C
Cu, Zn, Vitamin C diperlukan dalam pembentukan struktur kolagen yang
normal dan berperan dalam pembentukan kolagen. Asam askorbat yang
berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen. Kolagen
merupakan komponen utama dari selaput ketuban. Gangguan dari
pembentukan kolagen akan menyebabkan selput ketuban menjadi tidak
elastis dan mudah pecah.
d. Merokok
Merokok menyebabkan penurunan kadar Cu dan vitamin C.
e. Aktivitas seksual
Sperma mengandung senyawa prostaglandin sehingga dapat memicu
kontraksi uterus.
f. Trauma
Trauma dapat meningkatkan tekanan intra uterin secara mendadak dan
menyebabkan pecahnya selaput ketuban.6
2.5 Patofisiologi
Selaput ketuban membatasi rongga amnion. Lapisan ini terdiri atas amnion
dan korion yan berikatan sangat erat. Sel yang meyusun lapisan ini terdiri atas sel
epitel, sel mesenkim, dan sel trofoblas yang terikat erat dalam matriks kolagen
(Gambar 1). Terdapat keseimbangan antara sintesis dan degradasi ekstraselular
matriks. Perubahan struktur, jumlah sel, dan katabolisme kolagen menyebabkan
aktivitas kolagen berubah dan menyebabkan selaput ketuban pecah.

4
Gambar 1. Gambar skematis dari struktur selaput ketuban saat aterm3

Pada persalinan normal, pecahnya ketuban disebabkan oleh peregangan


berulang selaput ketuban akibat kontraksi urerus. Selain itu, perubahan biokimia
pada selaput ketuban menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh dan berperan
dalam pecahnya selaput ketuban.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti penurunan
jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta peningkatan
aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama disebabkan oleh
matriks metaloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu grup enzim yang dapat
memecah komponen-komponen matriks ektraseluler. Enzim tersebut diproduksi
dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada pembelahan triple
helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya MMP-2 dan MMP-9
memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban juga diproduksi penghambat
metaloproteinase/tissue inhibitor metalloproteinase (TIMP). TIMP-1 menghambat
aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2 menghambat aktivitas MMP-2.
TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama dengan TIMP-1.

Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjaga selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relatif lebih
tinggi. Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu
didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari TIMP
yang akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ektraseluler selaput

5
ketuban. Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi
patologis pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada
kehamilan aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan
kadar protease yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang
rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu faktor predisposisi adanya
gangguan pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini.
Mikronutrien lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah
dini adalah asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix
dari kolagen. Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan
ketuban pecah dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang
rendah.6

Gambar 2. Gambar mekanisme multifaktorial yang diteorikan sebagai


penyebab ketuban pecah dini

2.6 Diagnosis
2.6.1 Anamnesis
Pertanyaan prinsip yang ditanyakan adalah sesuai basic four dan sacred
seven. Keluhan utama yang terjadi adalah keluarnya cairan dari vagina yang
terjadi secara tiba-tiba dan tidak dapat dikendalikan. Waktu mulai terjadinya
keluhan, jumlah cairan, warna, kronologi, hal yang memperberat dan
merirngankan keluarnya cairan, serta keluhan yang menyertai keluarnya cairan

6
perlu digali untuk menentukan diagnosis serta meramalkan penyebab dan risiko
terhadap ibu dan bayi.
Selain keluhan, riwayat obstetri, riwayat penyakit sebelumnya, riwayat
penyakit dalam keluarga serta riwayat sosial pasien perlu ditanyakan untuk
memperkuat diagnosis pasien serta mencari faktor-faktor yang terlibat dalam
terjadinya KPD pada pasien2,4
2.6.2 Pemeriksaan Fisik
Dari pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan fisik umum seperti tanda-
tanda vital dan juga keadaan umum pasien. Kemudan pemeriksaan Abdomen yang
terdiri dari pengukuran tinggi fundus uteri, pemeriksaan his dan detak jantung
janin perlu dilakukan untuk mengetahui kondisi janin dan juga keadaan
kehamilan. Pada pemeriksaan vagina perlu dilakukan pemeriksaan vagina toucher
untuk mengetahui apakah adanya bukaan.
Apabila ada keluhan ketuban pecah dalam kehamilan, maka harus
dilakukanpemeriksaan untuk membuktikan bahwa memang benar yang mengalir
keluar adalah air ketuban.
Beberapa cara untuk membuktikan air ketuban:1,4
1. Pada pemeriksaan inspeksi dapat dilihat keluar cairan pervaginam. Cairan bisa
berwarna bening, keruh, maupun kehijauan dan dapat berbau ataupun tidak
berbau.
2. Pada pemeriksaan inspekulo akan ditemukancairan keluar dari osteum uteri
eksternum (OUE). Bila dari hasil anamnesis curiga KPD namun pada
inspekulo tidak tampak cairan keluar dari OUE maka dapat dilakukan
penekanan funsus uteri atau menggoyangkan bagian terendah dari janin dan
mengevaluasi ada tidaknya cairan yang keluar dari OUE. Pada KPD dapat
terlihat tidak keluar cairan dari OUE akibat blockade jalan lahir oleh kepala
janin yang sudah mulai mengalami penurunan. Jika cairan amnion jelas
terlihat mengalir dari serviks, tidak diperlukan lagi pemeriksaan lainnya untuk
mengkonfirmasi diagnosis.

7
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Nitrazin2,5
Pemeriksaan ini dilakukan dengan merendam kertas lakmus merah dengan
cairan ketuban. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur pH cairan vagina
menggunakan secara kualitatif. Tes nitrazin positif apabila kertas lakmus merah
yang akan menjadi biru yang menandakan perubahan dari pH normal vagina
yaitu asam menjadi basa.
2. USG
Pemeriksaan USG dapat berguna untuk melengkapi diagnosis untuk menilai
indeks cairan amnion. Jika didapatkan volume cairan amnion atau indeks
cairan amnion yang berkurang tanpa adanya abnormalitas ginjal janin dan tidak
adanya pertumbuhan janin terhambat maka kecurigaan akan ketuban pecah
sangatlah besar, walaupun normalnya volume cairan ketuban tidak
menyingkirkan diagnosis. Selain itu USG dapat digunakan untuk menilai
taksiran berat janin, usia gestasi dan presentasi janin, dan kelainan kongenital
janin.2

2.7 Penatalaksanaan
Prinsip utama penatalaksanaan KPD adalah untuk mencegah mortalitas
dan morbiditas perinatal pada ibu dan bayi yang dapat meningkat karena infeksi
atau akibat kelahiran preterm pada kehamilan dibawah 37 minggu. Prinsip
penatalaksanaan ini diawali dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan beberapa
pemeriksaan penunjang yang mencurigai tanda-tanda KPD. Setelah mendapatkan
diagnosis pasti, kemudian penatalaksanaan dilakukan berdasarkan usia gestasi.
Hal ini berkaitan dengan proses kematangan organ janin, dan bagaimana
morbiditas dan mortalitas apabila dilakukan persalinan maupun tokolisis.2 Selain
itu didasarkan atas ada tidaknya infeksi maternal ataupun infeksi janin, dan
apakah ibu dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.1
Pada pasien dengan KPD penatalaksanaan dibedakan antara kehamilan
preterm dan kehamilan aterm. Menurut protap Rumah Sakit Sanglah
penatalaksanaan KPD adalah sebagai berikut :5

8
KPD dengan kehamilan aterm
a. Diberikan antibiotika profilaksis, ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
b. Dilakukan pemeriksaan admission test bila hasilnya patologis dilakukan
terminasi kehamilan
c. Observasi temperatur rektal setiap 3 jam, bila ada kecenderungan meningkat
lebih atau sama dengan 37,6 derajat celcius, segera dilakukan terminasi
d. Bila temperatur rektal tidak meningkat, dilakukan observasi selama 12 jam.
Setelah 12 jam bila belum ada tanda-tanda inpartu dilakukan terminasi
e. Batasi pemeriksaan dalam, dilakukan hanya berdasarkan indikasi obstetrik
f. Bila dilakukan terminasi, lakukan evaluasi PS:
- Bila Pelvic Score (PS) lebih atau sama dengan 5, dilakukan induksi dengan
oksitosin drip.
- Bila PS kurang dari 5, dilakukan pematangan serviks dengan ripening
misoprostol 25ug setiap 6 jam maksimal 4 kali pemberian.
KPD dengan kehamilan preterm
a. Penanganan dirawat di RS
b. Diberikan antibiotika: Ampisilin 4 x 500 mg selama 7 hari
c. Untuk merangsang maturasi paru diberikan kortikosteroid (untuk UK kurang
dari 35 minggu) : deksametason 12 mg /hari IM
d. Observasi di kamar bersalin
- Tirah baring selama 24 jam, selanjutnya dirawat di ruang obstetri
- Dilakukan observasi temperatur rektal tiap 3 jam, bila ada kecenderungan
terjadi peningkatan lebih atau sama dengan 37,6 derajat celcius segera
dilakukan terminasi
- Dikerjakan pemeriksaan laboratorium : leukosit dan laju endapdarah (LED)
setiap 3 jam
f. Tata cara perawatan konservatif
- Dilakukan sampai janin viable
- Selama perawatan konservatif, tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan
dalam
- Dalam observasi selama 1 minggu, dilakukan pemeriksaan USG untuk
menilai air ketuban

9
 Bila air ketuban cukup, kehamilan diteruskan
 Bila air ketuban kurang (oligohidramnion), dipertimbangkan untuk
terminasi kehamilan
g. Pada perawatan konservatif, pasien dipulangkan hari ke-7 dengan saran
sebagai berikut:
- Tidak boleh koitus
- Tidak boleh melakukan manipulasi vagina
- Segera kembali ke RS bila ada keluar air lagi
Terminasi kehamilan :
1) Induksi Persalinan dengan drip oksitosin
2) Seksio sesaria bila prasyarat drip oksitosin tidak terpenuhi atau bila drip
oksitosin gagal.
3) Bila skor pelvik jelek, dilakukan pematangan dan induksi persalinan
dengan Misoprostol 25-50 mcg oral tiap 6 jam, maksimal 4 kali
pemberian.
2.8 Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat KPD bergantung pada usia kehamilan.
Dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio sesarea,
atau gagalnya persalinan normal.
1. Persalinan Prematur
Persalinan prematur merupakan komplikasi tersering dari KPD. Setelah
ketuban pecah biasanya segera disusul oleh persalinan. Periode laten
tergantung umur kehamilan. Pada kehamilan antara 28 - 34 minggu 50 %
persalinan dalam 24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu
persalinan terjadi dalam 1 minggu.1,2

2. Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada KPD. Adapun resiko infeksi
yang dapat terjadi adalah:1,3
 Pada ibu terjadi infeksi intrauterine seperti endomyometritis,
korioamnionitis yang berujung pada sepsis.

10
 Pada bayi dapat terjadi septikemia, pneumonia, omfalitis.
Umumnya terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi.
Pada KPD preterm infeksi lebih sering daripada aterm. Secara umum
insiden infeksi sekunder pada KPD meningkat sebanding dengan
lamanya periode laten. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
angka kejadian korioamninitis pada ibu hamil adalah 3,5 – 6,4%.3 Pada
penelitian lain didapatkan 6,8% ibu hamil dengan KPD mengalami
endomyometritis purpural, 1,2% mengalami sepsis, namun tidak ada
yang meninggal dunia. Diketahui bahwa yang mengalami sepsis pada
penelitian ini mendapatkan terapi antibiotik spektrum luas, dan sembuh
tanpa sekuele. Sehingga angka mortalitas belum diketahui secara pasti.
40,9% pasien yang melahirkan setelah mengalami KPD harus dikuret
untuk mengeluarkan sisa plasenta, 4% perlu mendapatkan transfusi darah
karena kehilangan darah secara signifikan. Tidak ada kasus terlapor
mengenai kematian ibu ataupun morbiditas dalam waktu lama.2

3. Hipoksia dan Asfiksia


Dengan pecahnya ketuban terjadi oligohidramnion yang menekan tali
pusat hingga terjadi asfiksia atau hipoksia. Terdapat hubungan antara
terjadinya gawat janin dan derajat oligohidramnion, semakin sedikit air
ketuban, janin semakin gawat.1
4. Sindrom Deformitas Janin
Ketuban Pecah Dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan
janin terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan
janin, serta hipoplasi pulmonar yang nantinya akan berujung pada
sindrom distress pernafasan.1,2

11
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 Identitas

Nama : NWSA
Tanggal lahir : 13 September 1989
Usia : 29 tahun
Alamat : Br Selat, Desa Perean Tengah, Tabanan
Pendidikan : D1
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Hindu
Suku : Bali
MRS : 15 September 2018
Tanggal Pemeriksaan : 15 September 2018

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Keluar cairan pervaginam.
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dalam keadaan sadar dengan diantar oleh keluarga ke VK
UGD BRSUD Tabanan pada tanggal 15 September 2018 pukul 20.35 WITA dari
rujukan Puskesmas Baturiti II dengan keluhan utama keluar cairan pervaginam
sejak pukul 16.30 WITA tanggal 15 September 2018. Saat itu pasien sedang tidur
dan merasa keluar cairan merembes dari kemaluan yang keluar secara tiba-tiba
dan tidak bisa ditahan oleh pasien. Volume cairan yang keluar banyak, cairan
berwarna jernih dan tidak berbau. Saat tiba di BRSUD Tabanan, gerakan janin
masih dirasakan aktif oleh pasien. Sakit perut hilang timbul disangkal, keluarnya
darah dan lendir pada cairan yang keluar dikatakan tidak ada oleh pasien. Keluhan
demam disangkal oleh pasien.

12
3.2.3 Riwayat Penyakit Terdahulu
Selama kehamilan ini, pasien tidak pernah mengalami keluahan yang
sama. Riwayat sakit selama kehamilan disangkal. Riwayat kecelakaan atau
terbentur disangkal oleh pasien. Pasien mengatakan bahwa dirinya mempunyai
riwayat asma, namun selama kehamilan tidak pernah kambuh.

3.2.4 Riwayat Menstruasi


 Hari pertama haid terakhir : 13 Desember 2017
 Tafsiran persalinan : 20 September 2018
 Menarche umur 14 tahun , siklus teratur 30 hari sekali dengan lama
sekitar 3-5 hari sekali
 Keluhan saat haid tidak ada. Frekuensi ganti pembalut pada saat haid
2x dalam 1 hari (60cc)
3.2.5 Riwayat Obstetri
Hamil ini merupakan kehamilan ketiga bagi pasien

Anak, BB Lahir
No. Tahun Usia Jenis Penolong Keadaan Menyusui
partus Kehami- Partus Persalinan anak
lan JK BBL sekarang
(gram)
1. 2013 Aterm SC Nakes ♀ 3100 baik
Elektif gram
2 Hamil ini

3.2.6 Riwayat Kontrasepsi


Pasien sebelumnya pernah menggunakan kontrasepsi.
3.2.7 Riwayat Ante Natal Care
Pasien mengatakan telah memeriksakan kehamilannya sebanyak lebih dari
3 kali. Pasien melakukan pemeriksaan di Puskesmas Baturiti II sebanyak 2 kali
serta di praktik dokter spesialis kandungan sebanyak 1 kali. Pasien mengaku
pernah melakukan pemeriksaan USG sebanyak 1 kali. Pasien sudah mendapatkan
imunisasi tetanus toxoid.

13
3.2.8 Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1 kali sejak delapan tahun yang lalu. Usia pasien saat
menikah yaitu dua puluh tiga tahun.
3.2.9 Riwayat Sosial dan Keluarga
Suami pasien merupakan perokok berat namun tidak mengonsumsi
minuman beralkohol. Pasien sendiri mengaku tidak merokok atau minum alkohol.
Namun Penyakit sistemik pada keluarga seperti hipertensi, diabetes melitus, asma,
dan penyakit jantung. Pasien sudah memilki jaminan kesehatan.
3.3 Pemeriksaan Fisik
3.3.1 Status Present
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 80x/menit
Respirasi : 20x/menit
Temp axila : 36,8 0 C
Berat badan : 55 Kg
Tinggi badan : 150 cm
IMT : 24,4 kg/m2
3.3.2 Status General
Mata : anemia -/-, ikterus -/- , odem palpebra -/-
THT : kesan tenang
Thoraks :
Jantung : S1 S2, tunggal regular, murmur (-)
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Mamae : bentuk simetris, puting susu menonjol, pengeluaran (-),
kebersihan cukup
Abdomen : ~ sesuai dengan status obstetri
Ekstremitas :
akral hangat : Ekstremitas atas +/+
Ekstremitas bawah +/+
Edema : Ekstremitas atas -/-

14
Ekstremitas bawah -/-

3.3.3 Status Obstetri


Abdomen
Inspeksi

 Tampak hiperpigmentasi pada areola mamae


 Tampak perut membesar dengan striae gravidarum
 Tampak sikatrik (+)
Palpasi

 Pemeriksaan Leopold:
I. Teraba bagian bulat dan lunak (kesan bokong)
II. Teraba tahanan keras dan besar dikiri (kesan punggung) dan
teraba bagian-bagian kecil di kanan (kesan ekstremitas)
III. Teraba bagian bulat, keras dan susah digerakkan (kesan kepala)
IV. Bagian bawah kesan belum masuk pintu atas panggul, tangan
pemeriksa konvergen
 Tinggi fundus uteri 34 cm, 3 jari dibawah procesus xipoideus
 His Negatif
 Gerakan janin (+)
Auskultasi
DJJ 170x per menit, punctum maksimum pada abdomen bawah bagian kiri
Vagina
Inspeksi :- Blood slym (-)
- Cairan ketuban (+)
Inspekulo :
- Tampak keluar cairan pada OUE, ketika bagian terbawah digoyangkan
- Tes lakmus jadi biru tua (+)
- Tampak perdarahan aktif (-)

15
Vaginal Toucher (VT):
Pembukaan O 1cm eff 25%
Pendarahan per vaginam: air ketuban merembes jernih
Test lakmus (+)

3.4 Hasil Pemeriksaan Penunjang


PEMERIKSAAN DARAH LENGKAP (15/09/18)
WBC 8.5 10^3/uL
RBC 5.05 10^6/uL
HGB 11.1 g/dL
HCT 32.0 %
MCV 84.2 fL
MCH 29.1 pg
MCHC 34.6 g/L
PLT 289 10^3/uL
RDW 11.7%
MPV 4.98 fL
Neutrofil 66.3 %
Limfosit 25.8 %
Monosit 8.73 %
Eosinofil 1.51 %
Basofil 0.668 %

3.5 Diagnosis
G2P1001 UK 39 Minggu 2 hari T/H + LMR + Riwayat Asma + KPD +
Floating Head + Fetal Takikardi
3.6 Penatalaksanaan
MRS
Cek DL, BT, CT
Kolaborasi dengan dr Sp.OG
Monitoring
Keluhan dan tanda vital

16
KIE
Menjelaskan ke pasien dan keluarga mengenai diagnosis, rencana tindakan
serta resiko dan komplikasi

3.7 Resume
Pasien wanita 29 tahun G2P1001 hamil 39 minggu 2 hari datang dengan
keluhan keluar air pervaginam sejak ± 5 jam sebelum masuk rumah sakit. Air
yang keluar volume banyak, berwarna jernih dan tidak berbau, pasien merasakan
sakit perut hilang timbul, ataupun keluarnya lendir bercampur darah dari
kemaluan. Gerakan janin dirasakan baik.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 110/80 mmHg, nadi
80x/menit, RR 20x/menit, temp rectal 36,8oC. Status general masih dalam batas
normal. Dari pemeriksaan obstetrik, didapatkan tinggi fundus uteri 34 cm, 3 jari
dibawah procesus xipoideus.. His 1x/10 menit , DJJ 170x/menit. Dari VT tidak
ada pembukaan, pendarahan pervaginam : air ketuban merembes jernih dan test
lakmus (+)

3.8 Perkembangan Pasien


Jam Keluhan Tekanan VT His T DJJ Tindakan
Darah rect
21.15 Sakit 110/80 Tidak (3x) 36,7 170- Mengirim
perut (+) mmHg dilakukan dalam 175 pasien ke OK
10’
selama
10”
Pukul 22.08 lahir bayi laki-laki (♂) berat badan 3350 gram secara section cesaria
langsung menangis, AS 7-9, kelainan congenital (-), anus (+)

Observasi 2 jam port partum

17
Waktu TD (mmHg) N (x/mnt) Kontraksi Uterus Perdarahan

23.00 110/70 80 Baik (-)

23.15 110/70 80 Baik (-)

23.30 110/70 80 Baik (-)

23.45 110/70 80 Baik (-)

Follow-up pasien (16/09/2018)

S: nyeri luka jahitan (+), BAB (-), flatus (+), BAK (+), mual (-), muntah (-),
pusing (-)

O: Status Present

TD : 110/70 mmHg

Nadi : 80x/menit

Temp : 36.5 o C

RR : 20x/menit

Status General

Mata : anemia -/-, ikterus -/- , odem palpebra -/-

THT : kesan tenang

Thoraks :

Jantung : S1 S2, tunggal regular, murmur (-)

Pulmo : vesikuler +/+, rhonki-/-, wheezing -/-

Mamae : bentuk simetris, puting susu menonjol, pengeluaran (-),


kebersihan cukup

18
Abdomen : ~ sesuai dengan status obstetri

Ekstremitas :

akral hangat : Ekstremitas atas +/+

Ekstremitas bawah +/+

Edema : Ekstremitas atas -/-

Ekstremitas bawah -/-

Status Obstetri :

- Abdomen : TFU : 2 jari dibawah pusat


Kontraksi (+)

- Vagina : perdarahan aktif (-)


Ass: P2002 Post SC Hari I (KPD + LMR + Floating Head +Riwayat Asma)

Pdx: -

Tx : IUFD RL 500cc

Anbacim 3 x 1 mg

Ondensatron 3 x 4 mg

Ranitidin 2 x 20 mg

KIE :

- Mobilisasi Ibu
- Pemberian ASI eksklusif
- Vulva hygiene

19
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Diagnosis
Untuk diagnosis ketuban pecah dini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pasien mengatakan ini adalah
kehamilan kedua kalinya dan dengan terdapat riwayat keguguran. Dari anamnesis
didapatkan tanda tidak pasti kehamilan berupa amenorea dan terasa gerakan janin
di dalam perut (quickening). Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda tidak pasti
kehamilan berupa hiperpigmentasi areola mamae, pembesaran payudara,
penonjolan kelenjar montgomeri, striae gravidarum pada abdomen, dan
pembesaran abdomen, serta ditemukan tanda pasti kehamilan berupa terabanya
bagian-bagian janin melalui palpasi (pemeriksaan leopold) dan pada auskultasi
terdengar denyut jantung janin di regio kiri bawah umbilicus (170x/menit). Dari
anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut dapat ditentukan bahwa pasien
merupakan G2P1001.
Pada anamnesis didapatkan pasien mengeluh keluar air pervaginamsejak
pukul 16.30 (15/09/18) yang tidak dapat ditahan, jernih, tidak berbau, dengan
volume yang banyak. Keluhan nyeri perut hilang timbul dan keluar lendir
bercampur darah dari kemaluan disangkal. Hal ini sesuai dengan gejala dari KPD
dimana terjadi perembesan cairan ketuban dari kemaluan tanpa diikuti tanda-tanda
persalinan.1-4
Pada pemeriksaan fisik inspeksi didapatkan pengeluaran dari vagina berupa
air ketuban. Dari pemeriksaan palpasi didapatkan tidak terdapat adanya his. Pada
pemeriksaan inspekulo didapatkan tampak keluar cairan dari OUE ketika bagian
terbawah digoyangkan. Pada pemeriksaan dalam vaginal toucher didapatkan hasil
permbukaan 1 cm dan selaput ketuban sudah tidak teraba disertai keluar cairan
jernih. Hal ini sesuai dengan tanda KPD dimana selaput ketuban sudah robek dan
menyebabkan perembesan cairan dari OUE. Cairan yang keluar biasanya
berwarna jernih dan sering berisi partikel – partikel vernix caseosa dan terjadi
tanpa diikuti adanya tanda persalinan (his (-) dan pembukaan serviks 1 cm).1-5

20
Pada pemeriksaan penunjang tes lakmus didapatkan hasil positif dimana
lakmus merah berubah menjadi biru saat direndam dengan cairan yang keluar dari
OUE. Hal ini berarti bahwa cairan tersebut bersifat basa yang sesuai dengan
karakteristik cairan ketuban. Cairan ketuban dapat dibedakan dengan sekret
vagina yang produksinya meningkat menjelang persalinan melalui tes lakmus.
Sekret vagina bersifat asam (pH 4,5) sedangkan cairan ketuban bersifat basa
(pHnya sekitar 7,1 - 7,3) sehingga apabila cairan ketuban diteteskan pada kertas
lakmus merah akan terjadi perubahan warna menjadi biru karena sifat basanya.1
Pemeriksaan mikroskopik tidak dikerjakan karena pada kasus ini cukup
spesifik dan data yang diperoleh dari anamnesis maupun pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang tes lakmus telah dapat mendukung diagnosis Ketuban
Pecah Dini. Selain itu pemeriksaan mikroskopik bukan merupakan pemeriksaan
yang rutin dilakukan.2,5
Setelah menegakkan diagnosis KPD, penting untuk mengetahui usia
kehamilan pasien untuk dapat mengklasifikasikan KPD aterm ataupun preterm
karena berpengaruh terhadap penanganan pasien. Dari anamnesis diketahui bahwa
hari pertama haid terakhir pasien adalah 13 Desember 2017. Dari pemeriksaan
fisik didapatkan TFU setinggi 3 jari di bawah prosesus xipoideus. Berdasarkan
hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik tersebut mendukung usia kehamilan pasien
39 minggu 2 hari.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
tersebut maka pasien ini didiagnosis dengan G2P1001 UK 39 minggu 2 hari
Tunggal/Hidup+Ketuban Pecah Dini+ Locus Menorus Resisten (SC1x) , PBB:
3410 gr.

4.2 Etiologi
Pada pasien ini faktor predisposisi yang mungkin turut berperan terhadap
terjadinya KPD adalah paparan terhadap asap rokok. Paparan asap rokok dapat
menyebabkan rendahnya kadar tembaga dan asam aksorbat. Kadar tembaga dan
asam aksorbat yang rendah yang menyebabkan gangguan pembentukan kolagen
sehingga terjadi abnormalitas struktur membran kolagen plasenta.1
Selain itu, faktor sosioekonomi yang rendah dapat dipertimbangkan menjadi
faktor resiko pada pasien ini. Sosioekonomi yang rendah juga menyebabkan status

21
gizi yang kurang. Padahal, zat-zat makro dan mikro seperti Cu, Zn, serta Vitamin
C diperlukan dalam pembentukan struktur kolagen yang normal dan berperan
dalam pembentukan kolagen. Kolagen sendiri merupakan komponen utama dari
selaput ketuban. Abnormalitas struktur kolagen akan menyebabkan berkurangnya
elastisitas selaput ketuban sehingga menjadi mudah pecah.1,3 Pasien menyangkal
riwayat trauma sebelum mengeluh keluar air pervaginam.
Mendekati akhir masa kehamilan terjadi penurunan kadar progesteron dan
esterogen yang berfungsi untuk menjaga ketenangan rahim, selain itu terjadi
peningkatan kadar prostaglandin yang menyebabkan terjadinya kontrraksi rahim.
Adanya kontraksi uterus dan peregangan berulang ini akan meningkatkan resiko
pecahnya ketuban.

4.3 Penatalaksanaan
Pada pasien ini ditemukan tanda dan gejala gawat janin (DJJ >160x/mnt)
namun tidak ditemukan infeksi intrauterine. Dari hasil anamnesis pasien
menyangkal keluhan demam. Hasil pemeriksaan fisik, frekuensi nadi pasien
dalam batas normal (80x/menit), suhu axilla 36,8oC dan DJJ dalam cukup tinggi
(170x/menit), air ketuban yang keluar berwarna jernih dan tidak berbau. Dari
pemeriksaan penunjang didapatkan WBC 8,5x103/uL dan hasil NST reaktif.
Apabila terjadi infeksi intrauterine maka ketuban yang keluar akan berwarna hijau
keruh dan berbau, terjadi maternal takikardi, peningkatan suhu tubuh maternal,
keluar cairan ketuban dengan yang berbau, dan terjadi leukositosis (WBC >
15.000/uL).
Tanpa adanya infeksi intrauterine dan gawat janin, pada KPD kehamilan
aterm dilakukan ekspektatif pervaginam. Pada pasien dilakukan penatalaksanaan
MRS, expectative pervaginam, dan pemberian amoxicilin tablet 3x500 mg.
Kemudian dilakukan evaluasi 12 jam setelah pecahnya ketuban untuk menunggu
tanda-tanda inpartu.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang diberikan sudah sesuai dengan protap yang
ada. Dalam evaluasi terdapat gawat janin yaitu fetal takikardia sehingga pasien
dilakukan operasi Section Secaria cito untuk menyelamatkan anak dan ibu. Pasien
dikirim ke ruang operasi setelah 2 jam observasi. Dengan hasil operasi, bayi laki-

22
laki (♂) berat badan 3350 gram secara section cesaria langsung menangis, AS 7-
9, kelainan congenital (-), anus (+)

Pemberian antibiotik pada pasien ini dimaksudkan sebagai upaya preventif


untuk mencegah infeksi intrauterine. Namun disini antibiotik yang diberikan
merupakan golongan amoxycilin 3x500 mg. Pemberian antibiotik yang lebih
poten sejak awal akan menyebabkan semakin banyaknya resistensi bakteri
terhadap antibiotik. Di negara lain seperti di Amerika sesuai dengan rekomendasi
ACOG (American College of Obstetrics and Gynaecologist) dan AAP (American
Academy of Pediatrics) antibiotika profilaksis hanya diberikan pada kasus
persalinan dengan faktor risiko infeksi seperti kasus KPD dengan lama ketuban
pecah melewati 18 jam, febris, adanya koloni kuman Streptokokus Grup Beta dan
persalinan kurang 37 minggu. Pembatasan penggunaan antibiotika profilaksis ini
dimaksudkan untuk mengurangi efek samping antibiotika, mencegah resistensi
kuman dan mengurangi biaya.
4.4 Prognosis
Prognosis pada pasien KPD adalah dubia ad bonam dengan
mempertimbangkan wanita yang melahirkan dengan ketuban pecah dini, memiliki
risiko terjadinya infeksi intrauterine dan sepsis neonatorum. Oleh karena itu pada
saat perawatan penting untuk memonitoring keluhan yang dapat mengarah ke
infeksi, dilakukan pemantauan vital sign untuk mengetahui adanya peningkatan
suhu tubuh dan frekuesi nadi serta DJJ. Pada pasien ini, sudah dilakukan
monitoring keluhan dan vital sign. Adapun pemantauan suhu ini dilakukan setiap
3 jam. Selain itu, telah diberikan antibiotik profilaksis berupa amoxycilin 3x500
mg untuk mencegah infeksi. Pada kasus ini tidak terjadi komplikasi pada ibu. Hal
ini dapat dilihat dari tidak didapatkan keluhan demam, peningkatan suhu tubuh,
fetal takikardi, maternal takikardi, maupun cairan amnion yang berbau.
Setelah ibu melahirkan ibu diberikan penjelasan untuk kontrol poliklinik
setelah 7 hari persalinan. Jika ada tanda-tanda infeksi seperti panas, cairan vagina
berbau atau terjadi pendarahan maka ibu diharuskan datang ke UGD BRSU
TABANAN atau tempat pelayanan kesehatan lain secepatnya.

23
BAB V
RINGKASAN

Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fiisk, dan pemeriksaan penunjang, dapat


ditegakkan bahwa pasien ini mengalami KPD, dengan diagnosis G2P1001 uk 39
minggu 2 hari dengan KPD. Pasien mengeluh keluar air pervaginam yang tidak

24
dapat ditahan, jernih, tidak berbau, volume banyak. Pada pemeriksaan fisik
inspeksi didapatkan keluar cairan dari vagina, pada inspekulo tampak keluar
cairan dari OUE, pada vaginal toucher selaput ketuban sudah tidak dapat teraba
disertai keluar cairan jernih, dan tes lakmus positif. Selain itu, keluhan nyeri perut
hilang timbul dan keluar lendir bercampur darah dari kemaluan disangkal, serta
tidak terdapat his, dan permbukaan porsio hanya 1 cm. Hal ini menunjukkan
bahwa pasien mengalami KPD dimana terjadi keadaan pecahnya selaput ketuban
tanpa diikuti tanda-tanda persalinan.
Faktor predisposisi yang terdapat pada pasien ini diperkirakan adalah
paparan terhadap asap rokok, status gizi yang kurang, dan adanya perubahan
hormon menjelang akhir kehamilan. Paparan asap rokok dapat menyebabkan
rendahnya kadar tembaga dan asam aksorbat yang penting untuk pembentukan
kolagen. zat-zat makro dan mikro seperti Cu, Zn, serta Vitamin C diperlukan
dalam pembentukan struktur kolagen yang normal dan berperan dalam
pembentukan kolagen. Kolagen sendiri merupakan komponen utama dari selaput
ketuban. Mendekati akhir kehamilan terjadi penurunan progesteron dan esterogen
serta peningkatan prostaglandin yang menyebabkan kontraksi uterus dan
peregangan berulang.
Pada pasien ini penatalaksanaan yang diberikan sudah sesuai dengan protap
yang ada. Dalam evaluasi terdapat gawat janin yaitu fetal takikardia sehingga
pasien dilakukan operasi Section Secaria cito untuk menyelamatkan anak dan ibu
Prognosis pada pasien ini dubia karena KPD meningkatkan resiko infeksi
intrauterine dan sepsis neonatorum. Namun pada pasien ini telah diberikan
antibiotik profilaksis dan dilakukan monitoring keluhan dan vital sign dimana
pada perkembangan persalinan pasien tidak terjadi komplikasi pada ibu maupun
bayi. Hal ini dapat dilihat dari tidak didapatkan keluhan demam, peningkatan suhu
tubuh, fetal takikardi, maternal takikardi, maupun cairan amnion yang berbau.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Soewarto Soetomo. Ketuban Pecah Dini dalam Ilmu Kebidanan Sarwono


Prawirohardjo. PT BIna Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta 2010.
2. POGI. PNPK Ketuban Pecah Dini. Jakarta: POGI, 2015
3. Hariadi R. dan Karkata MK. Panduan Penatalaksanaan Kasus Obstetri:
Ketuban Pecah Dini. Himpunan Kedokteran Fetomaternal: Jakarta, 2012

26
4. Hariadi R. Ilmu Kedokteran Fetomaternal. Ketuban Pecah Prematur. HKFM
POGI: Surabaya, 2004
5. RSUP Sanglah. Ketuban Pecah Dini dalam Prosedur Tetap Bagian/SMF
Obstetri dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah Denpasar. Bagian/SMF Obstetri
dan Ginekologi FK Unud/RS Sanglah: Denpasar. 2004.
6. Mochtar A. Ketuban Pecah Dini. Ilmu Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka,
Sarwono Prawirohardjo, Jakarta; 2010, p.677-681

27

Anda mungkin juga menyukai