Anda di halaman 1dari 6

PENYEBARAN INFEKSI NOVEL CORONAVIRUS DAN PENTINGNYA

KESIAPSIAGAAN DALAM MENGHADAPI RISIKO PENULARAN


DI INDONESIA

1. Pendahuluan
Novel coronavirus, disebut juga COVID-19 atau 2019-nCOV, merupakan
jenis virus korona baru yang muncul pada akhir tahun 2019 di Wuhan, China.
Infeksi dengan gejala utama yang mirip pneumonia tersebut berpotensi
memperburuk status kesehatan masyarakat (Chen dkk., 2020). Angka kejadian
kasus yang naik secara signifikan dan bertambahnya jumlah negara yang terinfeksi
mendasari WHO untuk mendeklarasikan situasi darurat global atau Public Health
Emergency of International Concern (PHEIC) dalam pertemuan kedua Emergency
Committee pada 30 Januari 2020 di Swiss.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengumumkan bahwa Indonesia
sementara ini berada pada status bebas virus korona. Meskipun demikian, virus
merupakan mikroorganisme yang dapat menular ketika berada pada lingkungan
yang mendukung. Penulisan esai ini bertujuan untuk memberikan gambaran
komprehensif mengenai potensi penyebaran novel coronavirus serta pentingnya
kewaspadaan pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam menghadapinya.

2. Pembahasan
Komisi Kesehatan Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China pada 31 Desember
2019 melaporkan sejumlah kasus dengan gejala mirip pneumonia menjangkit warga
lokal dengan riwayat kunjungan ke pasar hewan “Wuhan’s Huanan Seafood
Wholesale Market”. Peningkatan jumlah korban yang disebabkan oleh kasus baru
ini mendorong dilakukannya penyelidikan lebih lanjut. Setelah melalui serangkaian
penelitian, pada tanggal 9 Januari 2020 Center for Disease Control (CDC) China
berhasil mengidentifikasi strain baru virus korona yang dinamai novel coronavirus
sebagai agen kausatif (ECDC, 2020).
Novel coronavirus yang tergolong Betacoronavirus memiliki kemiripan
dengan severe acute respiratory syndrome-related coronavirus (SARS-CoV) serta
Middle East respiratory syndrome-related coronavirus (MERS-CoV) (ECDC,
2020). Ketiganya menimbulkan gejala demam, batuk kering, sakit tenggorokan,
serta napas tersengal, sementara gejala diare hanya ditemukan pada individu
terinfeksi SARS-CoV atau MERS-CoV. (Wang dkk., 2020; Huang dkk., 2020). Di
sisi lain, menurut Huang dkk. (2020) ketiganya juga memiliki perbedaan
patogenesitas.
Dengan meninjau adanya kesamaan dan perbedaan karakteristik 2019-
nCOV dengan virus betakorona lainnya, maka studi lanjutan masih diperlukan
untuk mengenali dan menentukan penanganan virus baru ini secara tepat (CDC,
2020). European Center for Disease Prevention and Control (ECDC)
mengungkapkan bahwa keterbatasan informasi epidemiologis serta data klinis
menjadi hambatan dalam melakukan studi dan penilaian risiko di negara – negara
tetangga China.
Litbangkes menyatakan banyak penyakit baru yang muncul pada abad
keduapuluh satu, salah satunya adalah infeksi novel coronavirus. Hal ini dipicu oleh
beberapa faktor seperti pindahnya habitat hewan ke pemukiman manusia,
perubahan ekosistem dan iklim, serta mutasi genetik (Litbangkes, 2020). Hal
tersebut menjadi alasan mengapa manusia harus menjaga jarak dengan hewan.
Penyakit emerging dan zoonosis ini menular antarmanusia-hewan dan juga
antarmanusia. Penderita dengan gejala yang terlihat atau simptomatis memiliki
potensi tertinggi penularan virus melalui droplet seperti batuk atau bersin. Virus
masuk ke dalam tubuh individu lain melalui mulut atau hidung yang kemudian
dihantarkan ke paru – paru oleh saluran pernapasan (WHO, 2020). Beberapa
kategori seperti pelaku perjalanan dari daerah terjangkit, pekerja kesehatan, serta
pelaku kontak dengan pengidap sudah sepatutnya lebih waspada dan melakukan
upaya pencegahan (ECDC, 2020; CDC, 2020; Kemenkes, 2020).
Hingga saat ini, penyebaran infeksi 2019-nCOV masih bersifat progresif
mengingat belum ditemukannya vaksin sebagai agen preventif. Gambar (1)
menunjukkan lebih dari 99% kasus terjadi di China dengan akumulasi sementara
59.822 dari 60.349 kasus. Infeksi juga menjangkit beberapa negara di Benua Asia,
Eropa, Amerika, maupun Australia walaupun jumlahnya jauh lebih sedikit. Jumlah
kasus ini diharapkan menurun apabila peneliti berhasil menemukan metode terapi
untuk mengobati infeksi novel coronavirus.
Gambar 1. Grafik jumlah kasus infeksi 2019-nCOV (John Hopkins CSEE, 2020)

Berdasarkan John Hopkins CSSE, Indonesia tidak termasuk dalam daftar


negara terjangkit. Indonesia menggunakan metode Polymerase Chain Reaction
(PCR) untuk mendeteksi penularan virus melalui pengamatan susunan genetik
mikroorganisme. Hasil pemeriksaan Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan (Litbangkes) di bawah pengawasan perwakilan WHO Indonesia
melaporkan sebanyak 64 suspect penderita virus 2019-nCOV di Indonesia
dinyatakan negatif. Namun perilaku masyarakat Indonesia yang berobat saat tingkat
keparahan penyakit sudah berat menyebabkan adanya kemungkinan deteksi
penyakit yang kurang menyeluruh.
Meskipun tidak ditemukan pengidap novel coronavirus di Indonesia, upaya
preventif harus dilakukan sampai WHO menyatakan status darurat global usai.
Interaksi antarmanusia dan antarmanusia-hewan merupakan rantai yang tidak dapat
diputus sehingga risiko penularan virus tetap ada. Di Indonesia, website Kemenkes
dan Litbangkes menjadi media penghubung antara pemerintah, instansi kesehatan,
dan masyarakat dalam melaksanakan upaya pengendalian status kesehatan.
Informasi yang disampaikan berguna dalam pengambilan kebijakan kesehatan serta
sebagai sumber yang kredibel untuk meluruskan mitos yang beredar di tengah
masyarakat.
Dalam menghadapi risiko penularan virus 2019-nCOV, Pemerintah
Indonesia telah melakukan berbagai upaya preventif. Edukasi Perilaku Hidup
Bersih dan Sehat (PHBS) dipublikasikan secara masif melalui website Kemenkes,
himbauan langsung, maupun media sosial. PHBS tersebut meliputi menjaga
kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri, serta anjuran segera berobat
untuk individu dengan gejala gangguan saluran napas (Kemenkes, 2020). Namun
sejauh ini pedoman tersebut belum dilaksanakan sepenuhnya oleh seluruh lapisan
masyarakat. Oleh karena itu, informasi yang sudah disampaikan sebaiknya diikuti
oleh pengawasan pelaksanaan PHBS oleh pihak terkait.
Sementara itu, Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Kemenkes telah mengadakan sosialisasi pedoman kesiapsiagaan terhadap seluruh
profesi. Sebanyak 100 rumah sakit di Indonesia ditunjuk khusus untuk menangani
infeksi novel coronavirus. Selain itu, kapasitas laboratorium juga ditingkatkan
untuk mendeteksi persebaran infeksi. Aktivitas penerbangan dan pelayaran
antarnegara dijaga ketat. Sebagai upaya cadangan, lokasi karantina di beberapa
wilayah telah disiapkan untuk pemantauan dan pendampingan intensif dari Dinas
Kesehatan setempat (Kemenkes, 2020). Upaya pencegahan tersebut diharapkan
mampu melindungi Indonesia dari kemungkinan terburuk penularan novel
coronavirus.

3. Kesimpulan
Tidak ada jaminan status bebas infeksi novel coronavirus di Indonesia
akan bertahan selamanya. Virus tersebut tetap memiliki potensi untuk menular.
Dengan pertimbangan bahwa novel coronavirus adalah virus baru, maka penelitian
lanjutan diperlukan untuk mengenali karakteristik, menentukan risk assessment
hingga metode penanganan yang tepat untuk penderita. Huang dkk. (2020)
menyatakan bahwa pemeriksaan autopsi atau biopsi dapat dilakukan untuk
mengenali penyakit lebih dalam.
Penyakit baru memberi dampak yang tidak dapat diprediksi karena
manusia belum memiliki kekebalan terhadap penyakit ini. Oleh karena itu,
pencegahan penyakit lebih diutamakan untuk menghindari risiko penularan yang
dapat menimbulkan kerugian di berbagai aspek. Indonesia memerlukan rancangan
kesiapan yang matang, kelancaran komunikasi antarinstitusi terkait, informasi yang
terbaru dan kredibel, fasilitas kesehatan dan laboratorium yang memadai, tenaga
kesehatan yang kompeten, serta masyarakat yang siaga. Novel coronavirus
merupakan peringatan untuk semua pihak sehingga sudah sepatutnya untuk
diwaspadai, bukan ditakuti.
DAFTAR PUSTAKA

Center for Disease Control and Prevention, 2020, Coronavirus Disease (COVID-
19), Tersedia dari: https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-
ncov/index.html, Diakses pada: 10 Februari 2020
Chen, Y., Liu, Q., Guo, D., 2020, Emerging coronavirus: genome structure,
replication, and pathogenesis, 1-18
European Center for Disease Prevention and Control, 2020, Ourbreak of acute
respiratory syndrome associated with a novel coronavirus, Wuhan, China;
first update, Rapid Risk Assessment, 1-12.
Huang, C. dkk., 2020, Clinical features of patients infected with 2019 novel
coronavirus in Wuhan, China, The Lancet, 395(10223):497-506
John Hopkins CSEE, 2020, Coronavirus COVID-19 Global Case, Tersedia dari:
https://gisanddata.maps.arcgis.com/apps/opsdashboard/index.html#/bda7
594740fd40299423467b48e9ecf6, Diakses pada: 14 Februari 2020
Kemenkes, 2020, Kesiapsiagaan Menghadapi Novel Coronavirus, Tersedia dari:
https://www.kemkes.go.id/article/view/20012900002/Kesiapsiagaan-
menghadapi-Infeksi-Novel-Coronavirus.html, Diakses pada: 14 Februari
2020
Litbangkes, 2020, Mengenal Penyakit Infeksi Emerging, Tersedia dari:
http://infeksiemerging.kemkes.go.id/pengantar-infeksi-
emerging/#.XkaHDmgzbIU, Diakses pada: 14 Februari 2020
Wang, C., Horby, W.H., Hayden, F.G., Gao, F.G., 2020, A novel coronavirus
outbreak of global health concern, The Lancet, 395(10223): 470-473.
WHO, 2020, Coronavirus disease (COVID-19) outbreak, Tersedia dari:
https://www.who.int/emergencies/diseases/novel-coronavirus-2019,
Diakses pada: 12 Februari 2020

Anda mungkin juga menyukai