IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Tn. M.Nor Adly
Tempat, Tanggal Lahir : Tabalong, 5 Maret 1994
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Perumahan Persada Sayang Blok H2, Kediri
No. Rekam Medis : 001533
1
III. PEMERIKSAAN OBJEKTIF
a. Pemeriksaan Ekstra Oral
Muka : t.a.a
Pipi Kanan : t.a.a
Pipi Kiri : t.a.a
Bibir Atas : t.a.a
Bibir Bawah : Pada bibir bawah sinistra, terdapat
ulser, berwarna putih kekuningan tepi
kemerahan, single, diameter 1 mm ,batas
ireguler, bentuk oval, sakit
Sudut Mulut : t.a.a
Kelenjar Limfe
Submandibularis kanan kiri : tidak teraba, tidak sakit
Submentalis : tidak teraba, tidak sakit
Leher : tidak teraba, tidak sakit
Kelenjar Saliva
Parotis kanan : t.a.a
Parotis kiri : t.a.a
Sublingualis : t.a.a
Lain-Lain : t.a.a
b. Pemeriksaan Intra Oral
Mukosa Labial Atas : t.a.a
Mukosa Labial Bawah : Pada mukosa labial dextra rahang
bawah, terdapat ulser, single, berwarna
putih kekuningan tepi kemerahan, batas
jelas, diameter 3 mm, bentuk oval,
sakitr, jaringan sekitar normal
Komisura Kanan : t.a.a
2
Komisura Kiri : t.a.a
Mukosa Bukal Kanan : Pada mukosa bukal dextra terdapat
karatosis, berwarna putih memanjang
dari gigi p1-m mengikuti dataran oklusal,
batas ireguler, tidak sakit.
Mukosa Bukal Kiri : Pada mukosa bukal sinistra terdapat
karatosis, berwarna putih memanjang
dari gigi p1-m mengikuti dataran oklusal,
batas ireguler, tidak sakit.
Labial Fold Kanan : t.a.a
Labial Fold Kiri : t.a.a
Bukal Fold Atas : t.a.a
Bukal Fold Bawah : t.a.a
Gingiva Rahang Atas : t.a.a
Gingiva Rahang Bawah : Pada mukosa gingiva anteriorrahang
bawah terdapat makula, berwarna merah
kecoklatan, sepanjang gigi c-c, bentuk
ireguler, tidak sakit, jaringan sekitar
normal.
Palatum : t.a.a
Lidah
Pada lateral lidah kanan terdapat lekukan berbentuk scalloped ,
bentuk ireguler, batas jelas, multiple, bilateral, sewarna dengan
jaringan sekitar, tidak sakit.
Pada 2/3 anterior lidah terdapat pseodomembran, berwarna putih
kekuningan, tidak dapat dikerok, tidak sakit.
Pada 1/3 anterior lidah terdapat papula, multipel, diameter 1 mm,
bewarna kemerahan, tidak dapat dikerok, tidak.
3
IV. DIAGNOSIS SEMENTARA : Stomatitis Aftosa Rekuren
Minor
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG :-
b. Farmakologis
4
Aturan pakai periokin gel :
VIII. PEMBAHASAN
a. Definisi Stomatitis Aftosa Rekuren
b. Faktor Predisposisi
Sampai saat ini, etiologi SAR masih belum diketahui dengan pasti.
Ulser pada SAR bukan karena satu faktor saja tetapi multifaktorial yang
memungkinkannya berkembang menjadi ulser. Faktor-faktor ini terdiri
dari pasta gigi dan obat kumur sodium lauryl sulphate (SLS), trauma,
genetik, gangguan immunologi, alergi dan sensitifitas, stres, defisiensi
nutrisi, hormonal, merokok, infeksi bakteri, penyakit sistemik, dan obat-
5
obatan. Kasus SAR yang dialami oleh pasien diatas diduga terjadi karena
faktor stres ( Langlais, 2009).
c. Klasifikasi SAR
Tipe minor mengenai sebagian besar pasien SAR yaitu 75% sampai
dengan 85% dari keseluruhan SAR, yang ditandai dengan adanya ulser
berbentuk bulat dan oval, dangkal, dengan diameter 1-10 mm, dan dikelilingi
oleh pinggiran yang eritematous. Ulserasi dari tipe minor cenderung
mengenai daerah-daerah non-keratin, seperti mukosa labial, mukosa bukal
dan dasar mulut.Ulserasi biasa tunggal atau merupakan kelompok yang
terdiri atas 4-5 ulser dan akan sembuh dalam waktu 10-14 hari tanpa
meninggalkan bekas jaringan parut (Glick, 2015).
6
2. SAR Tipe Mayor
Tipe mayor diderita 10%-15% dari penderita SAR dan lebih parah dari
tipe minor. Ulser biasanya tunggal, berbentuk oval dan berdiameter sekitar
1-3 cm, berlangsung selama 2 minggu atau lebih dan dapat terjadi pada
bagian mana saja dari mukosa mulut, termasuk daerah-daerah berkeratin.
Ulser yang besar, dalam serta bertumbuh dengan lambat biasanya terbentuk
dengan bagian tepi yang menonjol serta eritematous dan mengkilat, yang
menunjukkan bahwa terjadi edema. Selalu meninggalkan jaringan parut
setelah sembuh dan jaringan parut tersebut terjadi karena keparahan dan
lamanya ulser (Glick, 2015).
7
3. SAR Tipe Herpetiformis
8
d. Etiopatogenesis
1. Etiologi
Etiologi belum diketahui pasti. Namun beberapa faktor yang turut
berperan dalam timbulnya lesi SAR antara lain herediter, psikologi,
gangguan hipersensitif atau alergi, hormonal, gangguan sistem imun (Glick,
2015).
Faktor pencetus pada kasus : Stress
2. Tahap perkembangan SAR
Tahap perkembangan SAR dibagi kepada 4 tahap yaitu:
Tahap premonitori, terjadi pada 24 jam pertama perkembangan lesi
SAR.Pada waktu prodromal, pasien akan merasakan sensasi mulut
terbakar pada tempat dimana lesi akan muncul. Secara mikroskopis sel-
selmononuklear akan menginfeksi epitelium, dan edema akan mulai
berkembang.
Tahap pre-ulserasi, terjadi pada 18-72 jam pertama perkembangan lesi
SAR. Pada tahap ini, makula dan papula akan berkembang dengan tepi
eritematus. Intensitas rasa nyeri akan meningkat sewaktu tahap pre-
ulserasi ini.
Tahap ulseratif akan berlanjut selama beberapa hari hingga 2
minggu.Pada tahap ini papula-papula akan berulserasi dan ulser itu akan
diselaputi oleh lapisan fibromembranous yang akan diikuti oleh
intensitas nyeriyang berkurang.
Tahap penyembuhan, terjadi pada hari ke – 4 hingga 35. Ulser
tersebutakan ditutupi oleh epitelium. Penyembuhan luka terjadi dan
sering tidak meninggalkan jaringan parut dimana lesi SAR pernah
muncul (Roger, 2000).
9
Mekanisme stress menjadi ulser :
(Hernawati, 2013)
10
e. Diagnosa
Diagnosis SAR didasarkan pada anamnesa dan gambaran klinis dari
ulser. Biasanya pada anamnesa, pasien akan merasakan sakit dan terbakar
ditanyakan sejak dari umur berapa terjadi, lama (durasi), serta frekuensi
ulser. Setiap hubungan dengan faktor predisposisi juga harus dicatat. Pada
pemeriksaan fisik dapat ditemukan ulser pada bagian mukosa mulut dengan
bentuk yang oval dengan lesi ±1 cm yang jumlahnya dapat single atau
biopsi, dan kultur bila ulser tidak kunjung sembuh ( Michael, 2015).
f. Diagnosa Banding
Traumatik Ulser
1. Persamaan :
a. Ulser
b. Tepi kemerahan
d. Sakit
e. Terapi
11
2. Perbedaan :
Perbedaan SAR TU
(Regezi, 2012).
12
g. Perawatan
Dalam upaya melakukan perawatan terhadap pasien SAR, tahapannya
adalah :
1. Edukasi bertujuan untuk memberikan informasi mengenai penyakit yang
dialami yaitu SAR agar mereka mengetahui dan menyadarinya.
2. Instruksi bertujuan agar dapat dilakukan tindakan pencegahan dengan
menghindari faktor-faktor yang dapat memicu terjadinya SAR.
3. Pengobatan bertujuan untuk mengurangi gejala yang dihadapi agar pasien
dapat mendapatkan kualitas hidup yang menyenangkan (Soeprapto, 2016).
Tindakan pencegahan timbulnya SAR dapat dilakukan diantaranya
dengan menjaga kebersihan rongga mulut, menghindari stres serta
mengkonsumsi nutrisi yang cukup, terutama yang mengandung vitamin B12
dan zat besi. Menjaga kebersihan rongga mulut dapat juga dilakukan dengan
berkumur-kumur menggunakan air garam hangat atau obat kumur. SAR juga
dapat dicegah dengan mengutamakan konsumsi makanan kaya serat seperti
sayur dan buah yang mengandung vitamin C, B12, dan mengandung zat besi.
Perawatan pasien SAR yang berhubungan dengan stres psikologis, dapat
dilakukan dengan mengurangi tingkat stres yang diamati, dengan cara
konseling dan psikoterapi pada kasus SAR yang parah dan dukungan sosial
teman atau keluarga pada kasus yang kurang parah (Soeprapto, 2016).
Pada kasus tersebut dilakukan pemberian antiseptik topikal berupa
Periokin gel serta pemberian multivitamin Becom C. Periokin gel
mengandung Chlorhexidine 0,2%. Pemberian antiseptik bertujuan untuk
menghambat atau merusak mikroorganisme di permukaan suatu jaringan
hidup sehinga dapat mencegah infeksi (Ardi, 2013). Komposisi dari Becom C
antara lain Vitamin B1 50 mg, Vit B2 25 mg, Vit B6 10 mg, Vit B12 5 mg,
Calcium Pantotenate 18,4 mg, Nicotinamide (Vit B3) 100 mg, Vit C 500 mg.
Pemberian vitamin C secara oral berfungsi dalam pembentukan kolagen.
13
Kolagen merupakan senyawa protein yang mempengaruhi integritas struktur
di jaringan ikat sehingga berperan dalam penyembuhan luka (Almatsier,
2002).
IX. KESIMPULAN
14
X. DAFTAR PUSTAKA
Almatsier, S. 2002. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama.
Ardi, Fajar. 2013. Efektivitas Mencuci Tangan Menggunakan Cairan
Pembersih Tangan Antiseptik. Kesmas Journal. Vo;. 7. No. 2.
ISSN: 1978-0575.
Glick M. (2015). Burket’s oral medicine diagnosis and treatment 11th.
Hamilton: BC Decker Inc.
Hernawati, Sri. 2013. Mekanisme Selular dan Molekuler Stress terhadap
Terjadinya Rekuren Aptosa Stomatitis. Jurna; PDGI. Vol. 62, No. 1.
Hal 37-40.
Langlais RP, Miller CS, Nield- Gehrig JS. 2013. Atlas Berwarna Lesi
Mulut yang Sering Ditemukan. 4rd ed. Indonesia : EGC . P.172
Michael, G., William, M., and Feagans, C.D. 2015. Burket’s Oral
Medicine. 12th Ed. USA : People’s Medicl Publishing House. P. 86
Regezi, J.A. 2012. Oral Pathology : Clinical pathologic correlations. 6th
Ed. USA : Elsevier Saunders
Roger. 2000. Recurrent Aphthous Stomatitis : Clinical Characteristic and
Associated Systemic Disorder. Seminars in Cutaneus Medicine and
Surgery.
Soeprapto, Andrianto. 2016. Pedoman dan Tatalaksana Praktik
Kedokteran Gigi. Yogyakarta: STPI Bina Insan Mulia.
15