BAB I
PENDAHULUAN
1
pembentukan batu. Setiap pasien batu renal harus minum palingsedikit 8 gelas
sehari air sehari untuk mempertahankan urin encer, untuk penatalaksanaan
kolaboratif dilakukan pengangkatan batu atau ESWL (Smeltzer dan Bare, 2001).
Berdasarkan kasus diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil kasus ini
sebagai laporan tugas akhir PLBK (Praktik Belajar Lapangan Komprehensif)
Keperawatan Kritis, untuk menambah pengalaman penulis dalam melakukan
asuhan keperawatan dan mengaplikasikan teori yang telah dipelajari di
pendidikan.
2
1.3. Manfaat Praktik Belajar Lapangan Komprehensif
1. Bagi pendidikan
Mamfaat
PBLK bagi pendidikan ini yaitu mampu meningkatkan kompentensi
lulusan yang profesional dalam menghasilakn tugas akhir.
Mamfaat PBLK bagi lahan praktik ini yaitu dapat meningkatkan mutu
pelayanan dilahan praktik dengan melakukan penerapan intervensi kasus
sesuai dengan kasus kelolaan mahasiswa sehingga dapat melakukan asuhan
keperawatan secara komprehensif
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
dalam air kencing dan nyeri perut dan pinggang berat. Batu ginjal kadang-kadang
disebut renal calculi. (Fundamental, 2001).
2.1.2. Etiologi
Factor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu pada saluran kemih
mencakup infeksi, statis urin, dan periode imobilitas (drainase renal yang lambat
dan perubahan metabolisme kalsium). Hiperkalsemia dan hiperkalsuria sebagai
factor penyebab pembentukan batu saluran kemih dapat dipengaruhi oleh
hipertiroidisme, asidosis tubular renal, malignasi, penyakit granulomatosa
(sarkoidosis, tuberculosis) yang menyebabakan peningkatana produksi vitamin D
oleh jaringan granulomatosa, konsumsi vitamin D yang berlebihan, konsumsi susu
dan alkali yang berlenihan dan penyekit mieloproliferatif (leukemia, polisitemia,
mielomultipel), yang menyebabkan proliferasi abnormal sel darah merah dari
sum-sum tulang (Smeltzer dan Bare, 2001).
2.1.3. Patofisiologi
Mekanisme terbentuknya batu pada saluran kemih atau dikenal dengan
urolitiasis belum diketahui secara pasti. Namun ada beberapa faktor predisposisi
terjadinya batu antara lain : Peningkatan konsentrasi larutan urin akibat dari intake
cairan yang kurang dan juga peningkatan bahan-bahan organik akibat infeksi
saluran kemih atau stasis urin menyajikan sarang untuk pembentukan batu.
Supersaturasi elemen urin seperti kalsium, fosfat, oxalat, dan faktor lain
mendukung pembentukan batu meliputi : pH urin yang berubah menjadi asam,
jumlah solute dalam urin dan jumlah cairan urin. Masalah-masalah dengan
metabolisme purin mempengaruhi pembentukan batu asam urat. pH urin juga
mendukung pembentukan batu. Batu asam urat dan batu cystine dapat mengendap
dalam urin yang asam. Batu kalsium fosfat dan batu struvite biasa terdapat dalam
urin yang alkalin. Batu oxalat tidak dipengaruhi oleh pH urin.
Imobilisasi yang lama akan menyebabkan pergerakan kalsium menuju
tulang akan terhambat. Peningkatan serum kalsium akan menambah cairan yang
akan diekskresikan. Jika cairan masuk tidak adekuat maka penumpukan atau
4
pengendapan semakin bertambah dan pengendapan ini semakin kompleks
sehingga terjadi batu.
Batu yang terbentuk dalam saluran kemih sangat bervariasi, ada batu yang
kecil dan batu yang besar. Batu yang kecil dapat keluar lewat urin dan akan
menimbulkan rasa nyeri, trauma pada saluran kemih dan akan tampak darah
dalam urin. Sedangkan batu yang besar dapat menyebabkan obstruksi saluran
kemih yang menimbulkan dilatasi struktur, akibat dari dilatasi akan terjadi refluks
urin dan akibat yang fatal dapat timbul hidronefrosis karena dilatasi ginjal.
Kerusakan pada struktur ginjal yang lama akan mengakibatkan kerusakan
pada organ-organ dalam ginjal sehingga terjadi gagal ginjal kronis karena ginjal
tidak mampu melakukan fungsinya secara normal, Maka dapat terjadi penyakit
GGK yang dapat menyebabkan kematian (Price Sylvia, 1995).
Pathway
mengkonsumsi minuman
dan makanan yang Asupan air kurang Kurang aktivitas
mengandung Ca tinggi
UROLITIASIS
5
DP 1
DP 2
Urin menetes dan ayang-ayangan
Nyeri Akut
Retensi Urine
2.1.4. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan edema. Ketika batu mengahambat aliran urin, terjadi
obstruksi, menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala ginjal
serta ureter proksimal. Infeksi pielonefritis san sisitis yang disertai menggigil,
dmam, dan disuria dapat terjadi dari iritasi batu, jika ada menyebabkan sedikit
gejala namun secara perlahan merusak unit fungsionalginjal sedangkan yang lain
menyebabkan nyeri yang luar biasa dan ketidaknyamanan.
Batu yang terjebak diureter menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa,
akut dan kolik yang menyebar ke paha genitalia. Pasien sering merasa ingin
berkemih, namun hanya sedikit urin yang keluar, dan biasanya mengandung darah
akibat aksiabratif batu.kelompok gejala ini disebut kolik ureteral.
Umumnyapasien akan menegeluarkan batu dengan diameter o,5 sampai 1 cm
secara spontan. Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya arus diangkat atau
dihancurkan sehingga dapat diangkat atau dikeluarkan secara spontan.
Batu yang terjebak dikandung kemih biasanya menyebabkan gejala iritasi
dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan hematuria. Jika batu ini
menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, aka terjadi retensi urin. Jika
6
infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius,
disertai sepsis yang mengancam kehidupan pasien (Smeltzer dan Bare, 2001).
2.1.5. Komplikasi
1. Adanya obstruksi
2. Infeksi akibat diseminasi partikel batu ginjal atau bakteri akibat
obstruksi
3. Gangguan fungsi ginjal (Krisanty, dkk. 2009)
2.1.7. Penatalaksanaan
a. Medikamentosa: dengan ukuran batu <5mm diharapkan batu keluar secara
spontan atau dilarutkan dengan bikarbonas natrikus (hanya batu asam urat).
Kemudian terapi analgesik, memperlancar urin dengan diuretik dan minum
banyak
b. Extracoporeal shockwave litotryosi (ESWL)
Batu dipecahkan menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih
c. Endourologi
Tindakan invasif minimal untuk mengeluarkan batu saluran kemih dengan
pemecahan batu dan kemudian dikelurkan melalui saluran kemih melalui
alat yang langsung dimasukkan kedalam saluran kemih. Alat dimasukkan
melalui uretra atau melalui insisi kecil pada kulit. Pemecahan batu dapat
dilakukan secara mekanik, energi hidrolik, energi gelombang suara atau
laser
d. Bedah laparoskopi: untuk mengambil batu ureter
e. Bedah terbuka
- Pyelolithotomy: mengeluarkan batu melalui pelvik ginjal
- Neprolitotomy; insisi kedalam ginjal untuk mengeluarkan batu
- Uretrolithotomy: mengangkat batu dari kandung kemih
(Krisanty, dkk. 2009).
7
2.2. Konsep Dasar Keperawatan
2.2.1. Pengkajian Keperawatan
Pasien yang di duga mengalami batu ginjal di kaji terhadap adanya nyeri
dan ketidaknyamanan. Keparahan dan lokasi nyeri ditentukan bersamaan dengan
radiasi nyeri. Berikut akan diuraikan beberpa hal-hal yang perlu di kaji pada klien
dengan masalah urolitiasis.
1) Nyeri dan ketidaknyamanan
Kaji adanya nyeri pada daerah pinggang, uretra, dan nyeri pada saat
berkemih.
2) Distensi abdomen, mual, muntah, dan diare
3) Tanda-tanda infeksi
Kaji adanya tanda-tanda infeksi pada traktus urinarius seperti menggiggil,
demam, dysuria, sering berkemih, hestitency.
4) Obstruksi
Kaji adanya pola berkemih yang sering dengan jumlah yang sedikit,
oligouria, ataupun anuria.
5) Hematuria
Hematuria sering dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa
saluran kemih yang disebabkan oleh batu dalam saluran kemih.
6) Factor predisposisi
Factor predisposisi penyebab terbentuknya batu pada saluran kemih
mencakup riwayat adanya anggota keluarga yang menderita penyakit yang
sama, kanker atau gangguan sum-sum tulang, atau diet tinggi kalsium atau
purine.
7) Factor presipitasi
Hal yang dapat di kaji adalah adanya dehidrasi, imobilisasi yang lama, dan
adanya infeksi
8) Pengetahuan pasien
Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit batu saluran kemih, factor
penyebab, dan hal-hal yang perlu dihindari. Dengan adanya pengetahuan tentang
penyakit diharapkan dapat merubah pola hidup klien (Wilkinson, JM. 2006)
8
1. Nyeri berhubungan dengan inflamasi, obstruksi dan abrasi traktus
urinarius
2. Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan stimulasi kandung
kemih oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral
3. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual,
muntah
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
5. Kurang pengetahuan tentang pencegahan kekambuhan batu saluran
kemih berhubungan dengan kurang terpaparnya informasi tentang
penyakit
6. Cemas berhubungan dengan tindakan invasif, pemeriksaan dan
persiapan operasi
7. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka
operasi dan drain
(Wilkinson, JM. 2006)
9
untuk 3. Kontrol lingkungan
mengurangi yang dapat
nyeri, mencari mempengaruhi nyeri
bantuan seperti suhu ruangan,
3. Melaporkan
pencahayaan dan
bahwa nyeri
kebisinga
berkurang dengan 4. Kurangi faktor
menggunakan presipitasi nyeri
5. Kaji tipe dan sumber
manajemen nyeri
4. Mampu nyeri untuk
mengenali nyeri menentukan intervensi
6. Ajarkan tentang teknik
(skala, intensitas,
non farmakologi:
frekuensi dan
napas dala, relaksasi,
tanda nyeri)
5. Menyatakan rasa distraksi, kompres
nyaman setelah hangat/ dingin
7. Berikan analgetik
nyeri berkurang
6. Tanda vital dalam untuk mengurangi
rentang normal nyeri:
7. Tidak mengalami 8. Tingkatkan istirahat
9. Berikan informasi
gangguan tidur
tentang nyeri seperti
penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan
berkurang dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur
10
tindakan output
2. Monitor
keperawatan
penggunaan obat
diharapkan retensi
antikolinergik
urin
3. Monitor derajat
pasien teratasi
distensi bladder
dengan kriteria 4. Instruksikan pada
hasil: pasien dan keluarga
1. Kandung kemih untuk mencatat output
kosong urine
5. Sediakan privacy
secarapenuh
2. Tidak ada untuk eliminasi
6. Stimulasi reflek
residu urine
bladder dengan
>100-200 cc
3. Intake cairan kompres dingin pada
dalam rentang abdomen
7. Kateterisaai jika perlu
normal
8. Monitor tanda dan
4. Bebas dari ISK
5. Tidak ada gejala ISK (panas,
spasme bladder hematuria, perubahan
6. Balance cairan
bau dan konsistensi
seimbang
urine)
11
2. Mengidentifikasi dan mengurangi takut
5. Berikan informasi
,
faktual mengenai
mengungkapkan
diagnosis, tindakan
dan
prognosis
menunjukkan
6. Libatkan keluarga
tehnik untuk
untuk mendampingi
mengontol
klien
cemas 7. Instruksikan pada
3. Vital sign dalam
pasien untuk
batas normal
menggunakan tehnik
4. Postur tubuh,
relaksasi
ekspresi wajah,
8. Dengarkan dengan
bahasa tubuh
penuh perhatian
dan tingkat 9. Identifikasi tingkat
aktivitas kecemasan
10. Bantu pasien mengenal
menunjukkan
situasi yang
berkurangnya
menimbulkan
kecemasan
kecemasan
11. Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan,
persepsi
12. Kelola pemberian obat
anti cemas
12
kriteria hasil: tangan sebagai alat
1. Klien bebas dari pelindung
5. Ganti letak IV perifer
tanda dan gejala
dan dressing sesuai
infeksi
2. Menunjukkan dengan petunjuk
kemampuan umum
6. Gunakan kateter
untuk mencegah
intermiten untuk
timbulnya
menurunkan infeksi
infeksi
3. Jumlah leukosit kandung kencing
7. Tingkatkan intake
dalam batas
nutrisi
normal
8. Berikan terapi
4. Menunjukkan
antibiotik
perilaku hidup
9. Monitor tanda dan
sehat
gejala infeksi
5. Status imun,
sistemik dan lokal
gastrointestinal,
10. Pertahankan teknik
genitourinaria
isolasi k/p
dalam batas 11. Inspeksi kulit dan
normal membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan
cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
16. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia
setiap 4 jam
13
Behavior dan keluarga
2. Jelaskan patofisiologi
Setelah dilakukan
dari penyakit dan
tindakan
bagaimana hal ini
keperawatan pasien
berhubungan dengan
diharapkan
anatomi dan fisiologi,
menunjukkan
dengan cara yang
pengetahuan
tepat
tentang proses
3. Gambarkan tanda dan
penyakit dengan
gejala yang biasa
kriteria hasil:
muncul pada penyakit,
1. Pasien dan
dengan cara yang
keluarga
tepat
menyatakan 4. Gambarkan proses
pemahaman penyakit, dengan cara
tentang penyakit, yang tepat
5. Identifikasi
kondisi, prognosis
kemungkinan
dan program
penyebab, dengan cara
pengobatan
2. Pasien dan yang tepat
6. Sediakan informasi
keluarga mampu
pada pasien tentang
melaksanakan
kondisi, dengan cara
prosedur yang
yang tepat
dijelaskan secara
7. Sediakan bagi
benar
keluarga informasi
3. Pasien dan
tentang kemajuan
keluarga mampu
pasien dengan cara
menjelaskan
yang tepat
kembali apa yang
8. Diskusikan pilihan
dijelaskan
terapi atau
perawat/tim
penanganan
kesehatan lainnya 9. Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second
14
opinion dengan cara
yang tepat atau
diindikasikan
10. Eksplorasi
kemungkinan sumber
atau dukungan,
dengan cara yang
tepat
15
Batu Cetak Ginja Di Ruang Rawat Bedah Gedung A RSUPN Cipto
Mangunkusumo Jakarta didapatkan hasil:
Batu saluran kemih merupakan salah satu masalah kesehatan yang
terjadi di daerah perkotaan. Salah satu jenis batu saluran kemih adalah batu
cetak ginjal. Pasien pasca pembedahan batu cetak ginjal dengan PNCL
biasanya mengalami retensi urin. Akibat dari retensi urin yang terlalu lama
akan mengakibatkan inkontinensia overflow. Tujuan penulisan ini adalah
untuk melakukan analisis evidence based mengenai kegel exercise dalam
mengatasi masalah inkontinensia urin pada pasien pasca operasi batu cetak
ginjal.
Hasil dari latihan kegel pada pasien terbukti efektif dlam mengurangi
inkontinensia urin psca pembedahan. Rekomendasi dari penulis adalah
perawat perlu mengajarkan latihan kegel kepada pasien pasca operasi batu
cetak ginjal untuk mengatasi inkontinensia urin.
16
BAB III
TINJAUAN KASUS
B. Penanggung Jawab
Nama : Ny. Marni
Hub. Dengan klien : Istri
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Pematang Siantar
17
II. KELUHAN UTAMA
Pasien mengatakan nyeri pada daerah pinggang dan sakit saat berkemih,
nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, biasanya lama nyeri sekitar 30
menit, nyeri lebih terasa saat buang air kecil, skala nyeri 7, Hal ini sudah
dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, wajah pasien meringis kesakitan, pasien
sering memegang perut bagian bawah.
Genogram,
18
Tn. S Ny.
M
Keterangan:
: laki-laki
: perempuan
: pasien
: Tinggal satu rumah
: laki-laki sudah meninggal
: perempuan sudah meninggal
19
TB / BB : 165 / 56
Nadi : 82 x/i
RR : 20 x/i
20
Bentuk payudara simetris, aereola berwarna hitam, tidak ditemukan
benjolan pada payudara, tidak ditemukan benjolan dan lesi pada aksila
dan klavikula.
9. Pemeriksaan Thoraks/ dada
a. Inspeksi thoraks
Bentuk thoraks datar, irama pernafasan teratur, RR: 20x/i, tidak
ditemukan penggunaan alat bantu pernafasan, tidak ditemukan
sianotik pada perifer
b. Pemeriksaan paru
Pada pemeriksaan vocal fremitus getaran dada kiri dan kanan sama,
pemeriksaan vocal resonan besar suara dilapang dada kiri dan kanan
sama, tidak ditemukan suara nafas tambahan, perkusi sonor.
c. Pemeriksaan jantung
Ditemukan pulsasi iktus cordis di area sternalis kiri linea
medioklavikularis kiri, pulsasi iktus kordis teraba 2 jari
d. Auskultasi jantung
Tidak ditemukan bunyi mur-mur, HR: 82 x/i
e. Pemeriksaan abdonem
Pada inspeksi tidak ditemukan benjolan, tidak ada bekas luka
operasi, bentuk abdomen supel, tidak ditemukan bayangan vena
pada dinding pembeluh darah, peristaltik usus 15x/i, pada palpasi
tidak ditemukan nyeri tekan, tidak ditemukan pembesaran hepar,
tidak ditemukan pembesaran liin, tidak ditemukan nyeri di titik Mc.
Burney, perkusi abdomen redup, tidak ditemukan acites.
f. Pemeriksaan genitalia
Lubang uretra di tengah, tidak ditemukan haemoroid, tidak
ditemukan peradangan pada genitalia dan anus pasien.
g. Pemeriksaan kesadaran
Tingkat kesadaran compos mentis, tidak ditemukan kaku kuduk,
orientasi pasien baik, semua pertanyaan perawat dapat dijawab
dengan baik.
h. Nervus cranial
1. Nervus olfaktorius: pasien mampu mengenali bau kopi saatdi
dekatkan dihifung pasien
2. Nervus optikus: pasien mampu menyebutkan jumlah jari perawat
pada jarak 1 meter
3. Nervus okulomotorius, troklear dan abdusens: pasien mampu
menggerakkan bola mata kesegala arah
4. Nervus fasialis: wajah pasien simetris, pasien mampu tersenyum
21
5. Nervus vestibulo: pasien mampu mendengar bunyi detak jarum
jam pada jarak 5 cm
6. Nervus glossofaringeus dan vagus: pasien mampu mengunyah
dan menelan nasi biasa
7. Nervus assesoris: pasien mampu mengangkat bahu kiri dan
kanan dengan tahanan
8. Nervus hipoglosus: pasien mampu menjulurkan lidah
i. Fungsi motorik
Pasien mampu menggerkkan tangan dan kaki dengan bebas kesegala
arah
j. Fungsi sensorik
Pasien masih mampu merasakan dingin dan hangat, mampu
merasakan sentuhan tangan perawat
k. Refleks
refleks bisep (+), refleks trisep (+)
C. Pola makan
Pasien mengatakan biasanya makan 3x sehari, makanan yang dimakan
adalah nasi biasa, ikan dan sayur serta pisang, pasien mengatakan tidak ada
22
mengkonsumsi makanan tambahan dan tidak ada keluhan mengenai makan, hanya
saja selera makan bisa berkurang karena menahan rasa nyeri.
D. Pola minum
Pasien mengatakan biasanya mengkonsumsi air putih sebanyak 4 gelas
setiap hari. Pasien mengatakan sering mengkonsumsi alkohol bersama dengan
teman-temannya di warung.
E. Kebersihan diri
Pasien mengatakan sejak sakit pasien masih mampu melakukan perawatan
diri secara mandiri. Aktivitas makan, minum, mandi, berkemih, berpakaian bisa
dilakukan sendiri tanpa bantuan dari keluarga.
Darah
lengkap
12-16 Gr/dl
Hemoglobin 12.4 37-47%
Normal
Hematokrit 34.5 4.000-
Normal
Leukosit 8.500
10.000mm Normal
Senin, 150.000-
Trombosit 293.000
Normal
21 Juli 390.000m
Mcv 81.6
2017 m Normal
Mch 25.9
80-100mm Normal
Mchc 32.7
26.5- Normal
Gol. Darah A
Ureum 18 35.5pg
Normal
Creatinin 0.93 32.0-37.0
Normal
Asam urat 3.52 15-39
Normal
0.91-1.31
3.51-7.11
23
Tampak
22 Juli bayangan opak Urolitiasis
4 BNO
2017 di proyeksi sinistra
ureter kiri
ANALISA DATA
24
berkemih mengeluh nyeri dan ureter)
air kencing kadang-kadang
disertai dengan darah.Klien
mengatkan, selama ini sering
mengkonsumsi minuman
beralkohol, nyeri ketuk ginjal
(+), pasien mengatakan selalu
merasa tidak puas bila
berkemih, urin sering menetes,
pasien sering berkemih tetapi
urin yang keluar sedikit
25
berkemih tetapi urin yang keluar sedikit
26
3.3 Intervensi Keperawatan
Nama : Tn. Susanto
Umur : 57 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
No. Diagnosa Rencana tindakan keperawatan Implementasi Evaluasi
Tujuan Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut Level nyeri Management nyeri 07.30 WIB
Setelah dilakukan Menilai tingkat
berhubungan 1. Kaji tingkat nyeri Menanyakan S:Klienmengatakan
tindakan keperawatan intensitas nyeri Nyeri sedikit
dengan agen pasien baik secara keluhan klien
nyeri dapat berkurang untuk berkurang, skala
cedera verbal maupun non terhadap nyeri,
dan terkontrol dalam intervensi nyeri 4
biologis verbal dengan Klien tampak
waktu 1x2 jam dengan lanjut Masih terasa
menggunakan skala kooperatif
kriteria hasil: nyeri saat
nyeri (1-10) Klien
Klien mengatakan berkemih
mengatakan O:
nyeri berkurang 2. Kaji factor paliatif
Menilai factor nyeri pada Ekspresi masih
Skala nyeri 2-3 dan yang
Nyeri saat berkemih paliatif dan daerah meringis
memperberat nyeri Skala nyeri 4
berkurang yang pinggang Nyeri ketuk
Ekpresi wajah
memperberat disertai dengan ginjal(+)
tampak rileks 3. Ajarkan teknik
nyeri demam, nyeri
nonfarmakologis bila A:Masalah teratasi
biasanya
nyeri muncul (teknik sebagian
Mengurangi hilang timbul,
27
distraksi, relaksasi, sensasi nyeri skala nyeri 7,
dan masase dengan cara nyeri saat P:Lanjutkan
pengalihan berkemih, intervensi
4. Bantu klien untuk perhatian dan keperawatan 1sampai
07: 50 WIB
mengidentifikasi tarik nafas 7
Mengajarkan
tindakan memenuhi dalam
klien teknik
kebutuhan rasa
tarik nafas
nyaman yang telah
dalam
berhasil dilakukan
selama ini Menilai
07:35 WIB
kemampuan
5. Kaji sensivitas klien
Melakukan
klien dalam
terhadap obat
pengukuran
mengatasi
anlgesik
vital sign pada
nyeri
6. Informasikan kepada klien
pasien tentang T : 37C
prosedur yang dapat RR: 20 x/i
TD :120/80
meningkatkan nyeri.
Menilai
mmHg
7. Kolaborasi sensivitas klien P : 80 x/i
pemberian analgesic terhadap
08:00WIB
28
analgesic Memberikan
dengan nyeri injeksi
ketorolac 1
Pengetahuan
ampul
mempengaruhi
perilaku klien
08:30WIB
dalam
Menanyakan
menangani
kembali respon
nyeri
klien terhadap
Analgesic
nyeri, Klien
berfungsi untuk
mengatakan
mengurangi
nyeri sudah
sensasi nyeri
berkurang,
skala nyeri 4
29
retensi urin 2. Monitor derajat Menilai berkemih,
O: Hematuria, jumlah
pasien teratasi dengan distensi bladder distensi pasien
urin 200cc, pasien
kriteria hasil: kandung kemih mengatakan ya
dipasang kateter
1. Kandung kemih 3. Instruksikan pada tetapi urin
Menilai
kosong pasien dan yang keluar A:Masalah belum
balance cairan
secarapenuh keluarga untuk hanya menetes teratasi
2. Tidak ada residu
mencatat output
urine >100-200 cc P:Lanjutkan
urine 08.30 WIB
3. Intake cairan
Memberi rasa intervensi
Melakukan
dalam rentang
nyama saat keperawatan 1 sampai
4. Sediakan privacy palpasi pada
normal
berkemih 7
4. Bebas dari ISK untuk eliminasi simfisis pubis
5. Tidak ada spasme
Merangsang pasien, tidak
bladder
5. Stimulasi reflek buang air kecil ditemukan
6. Balance cairan
bladder dengan distensi
seimbang
kompres dingin kandung
Membantu
pada abdomen. kemih
pasien untuk
6. Kateterisaai jika
buang air kecil
08:50 WIB
perlu
Melihat Berkolaborasi
komplikasi dari dengandokter
7. Monitor tanda dan
30
gejala ISK (panas, batu ureter dalam
hematuria, melakukan
perubahan bau pemasangan
dan konsistensi kateter, urine
urine) yang keluar
200cc
berwarna
kemerahan
31
1 21 juli Nyeri akut berhubungan 07.30 WIB Nurainun
2017 dengan agen cedera Menanyakan keluhan klien terhadap S:Klienmengatakan
Nyeri sedikit berkurang,
biologis nyeri, Klien tampak kooperatif
skala nyeri 4
Klien mengatakan nyeri pada daerah
Masih terasa nyeri saat
pinggang disertai dengan demam, nyeri
berkemih
biasanya hilang timbul, skala nyeri 7, O:
nyeri saat berkemih, Ekspresi masih
meringis
8.0 WIB Skala nyeri 4
Mengajarkan klien teknik tarik nafas Nyeri ketuk ginjal(+)
dalam A:Masalah teratasi sebagian
32
klien terhadap nyeri, Klien mengatakan
nyeri sudah berkurang, skala nyeri 4
P:Lanjutkan intervensi
09.00 WIB
keperawatan 1 sampai 7
Berkolaborasi dengandokter dalam
melakukan pemasangan kateter, urine
yang keluar 200cc berwarna kemerahan
33
34
BAB IV
PEMBAHASAN
Sedangkan pada tinjauan kasus, klien memiliki sedikit urine, urine 24 jam
700 cc, pasien tidak hematuria, pasien distensi abdomen, dan merasa nyeri pada
bagian luka operasi posr uretrolitomy, pasien juga melena, pasien oedema dan
pasien melakukan transfuse darah.
Pasien mengatakan nyeri pada daerah pinggang dan sakit saat berkemih,
nyeri seperti ditusuk-tusuk, nyeri hilang timbul, biasanya lama nyeri sekitar 30
menit, nyeri lebih terasa saat buang air kecil, skala nyeri 7, Hal ini sudah
dirasakan sejak 2 minggu yang lalu, wajah pasien meringis kesakitan, pasien
sering memegang perut bagian bawah. Pasien mengatakan setiap kali berkemih
35
mengeluh nyeri dan air kencing kadang-kadang disertai dengan darah.Klien
mengatkan, selama ini sering mengkonsumsi minuman beralkohol, nyeri ketuk
ginjal kiri (+), pasien mengatakan selalu merasa tidak puas bila berkemih, urin
sering menetes, pasien sering berkemih tetapi urin yang keluar sedikit.
Tidak ditemuan perbedaan antara teori dan kasus, semua yang dituliskan
dalam teori dapat ditemukan kepada pasien.
36
adalah management nyeri sedangkan untuk diagnosa retensi urine interensi yang
disusun adalah urinari retension care
BAB V
PENUTUP
1.1. Kesimpulan
1. Hasil pengkajian keperawatan yang ditemukan pada Tn. S adalah,
pasien mengeluh nyeri pada daerah pinggang dan terasa nyeri saat
berkemih, pasien sering berkemih tetapi urine yang keluar sedikit,
menetes dan tidak puas.
2. Dignosa keperawatan yang diangkat pada kasus Tn. S adalah nyeri
akut berhubungan dengan agen cedera bilogis dan retensi urine
berhubungan dengan sumbatan (batu ureter)
3. Intervensi yang disusun untuk masalah nyeri akut adalah management
nyeri sedangkan untuk masalah retensi urin intervensi yang disusun
adalah urinri retension care
4. Implementasi keperawatan dilakukan sesuai dengan yang telah
disusun di intervensi keperawatan, intervensi yang tidak sempat di
implementasikan dioperkan kepada perawat untuk dilanjutkan
5. Hasil evaluasi yang ditemukan pada Tn.S untuk masalah nyeri akut
masalah teratasi sebagian sedangkan masalah retensi urine masalah
belum teratasi
37
1.2. Saran
1. Kepada mahasiswa
Sebaiknya saat melakukan asuhan keperawatan pasien diikuti sampai
selesai sehingga seluruh penatalaksanaan yang dilakukan pada pasien
bisa diikuti sampai selesai dan bisa dipahami oleh mahasiswa.
38