Anda di halaman 1dari 17

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Batu kandung kemih (Vesikolitiasis) merupakan penyakit terbanyak yang
diderita oleh masyarakat serta menduduki peringkat nomer 3 setelah penyakit
infeksi saluran kemih dan penyakit kelenjar prostat. Vesikolitiasis sering terjadi
pada seseorang yang pekerjaannya kurang gerakan fisik, stres, kegemukan dan
sering menahan kencing. Gaya hidup seseorang yang kurang sehat juga dapat
mempengaruhi terjadinya Vesikolitiasis. Vesikolitiasis di Negara Barat lebih
banyak diderita oleh orang dewasa terutama pada pria (5%) daripada anak-anak
(2-3%). Insiden Vesikolitiasisdi Indonesia lebih tinggi disebabkan karena diet
rendah protein, tinggi karbohidrat dan dehidrasi kronik (Muslim, 2007).
Vesikolitiasis yaitu penyakit dimana didapatkan batu di dalam saluran kemih
terutama pada vesica urinaria, yang dimulai dari kaliks sampai dengan uretra
anterior (Nursalam, 2015). Tanda dan gejala pada Vesikolitiasisyaitu aliran kemih
yang pancarannya tidak kuat atau bahkan hanya menetes dan juga terasa nyeri
(Sjamsuhidajat, 2010). Salah satu tindakan yang dapat dilakukan yaitu
pembedahan pada kandung kemih yang disebut Sectio Alta. Tindakan ini
dilakukan untuk mengangkat batu yang terdapat dalam kandung kemih. Angka
bebas batu pada tindakan ini yaitu 100%. Indikasi dilakukan pembedahan yaitu
jika batu pada kandung kemih terlalu besar, batu keras dan penderita kesulitan
berkemih melalui uretra (Muslim, 2007).
Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan
gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan
daerah genetalia. Setelah proses pembedahan menyebabkan ketidaknyamanan
bagi pasien. Nyeri menyebabkan rangsangan nosiseptif. Setelah proses
pembedahan akan terjadi proses inflamasi pada daerah sekitar operasi, dimana
terjadi pelepasan zat-zat kimia (prostaglandin, histamine, serotinin, bradikinin,
substansi P dan lektrein) oleh jaringan yang rusak dan sel-sel inflamasi dan
nantinya mempengaruhi proses terjadinya nyeri (Ardinata, 2007).
Alasan utama seseorang mencari bantuan perawatan kesehatan adalah untuk
mengurangi gangguan kenyamanan atau nyeri. Nyeri merupakan penyebab utama
ketidakmampuan fisik dan psikologis seseorang, sehingga dapat muncul berbagai
masalah. Menurut Hierarki Maslow terbebas dari nyeri merupakan kebutuhan
dasar manusia secara fisiologi. Kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan yang
sangat primer dan mutlak yang harus dipenuhi untuk kelangsungan hidup setiap
manusia daripada kebutuhan dasar manusia yang lainnya yaitu kebutuhan
keselamatan dan keamanan, kebutuhan mencintai dan dicintai, harga diri serta
kebutuhan aktualisasi diri. Seseorang yang mengalami nyeri, maka akan
mempengaruhi kebutuhan yang lain yang seharusnya dapat terpenuhi dengan
sempurna (Asmadi, 2014).
Hasil pengkajian yang didapatkan dari pasien dengan post Sectio Alta yaitu
pasien mengatakan nyeri pada luka bekas operasi, dirasakan pada perut bagian
tengah, terjadi akibat insisi atau pembedahan, terasa seperti tertusuk dengan skala
7, nyeri muncul saat bergerak. Pasien terlihat meringis menahan sakit, pasien
tampak gelisah, pasien tampak sering menguap dan kantung mata tampak
kehitaman. Ada luka post operasi di abdomen pada daerah suprapubik atau
hypogastrik. Karena adanya tindakan pembedahan yang dilakukan maka
kemungkinan berisiko tinggi infeksi, hal ini diperlukan adanya perawatan luka
yang efektif. Perawatan luka yang efektif ini merupakan suatu penanganan luka
yang terdiri dari pembersihan luka, menutup dan membalut kembali luka sehingga
dapat membantu proses penyembuhan luka.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada asuhan keperawatan ini adalah sebagai
berikut:
1) Apa definisi Vesikolitiasis?
2) Bagaimana Etiologi Vesikolitiasis?
3) Bagaimana patofisiologi Vesikolitiasis?
4) Apa manifestasi klinis Vesikolitiasis?
5) Apa Komplikasi Vesikolitiasis?
6) Bagaimana Pemeriksaan Penunjang Vesikolitiasis?
7) Bagaimana penaltaksaan medis Vesikolitiasis?
1.1 Tujuan
Adapun tujuan pada asuhan keperawatan ini adalah sebagai berikut:
1) Untuk mengetahui definisi Vesikolitiasis ?
2) Untuk mengetahui etiologi Vesikolitiasis?
3) Untuk mengetahui patofisiologi Vesikolitiasis?
4) Untuk mengetahui manifestasi klinis Vesikolitiasis?
5) Apa Komplikasi Vesikolitiasis?
6) Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang Vesikolitiasis?
7) Untuk mengetahui penaltaksaan medis Vesikolitiasis?

1.2 Manfaat
Adapun manfaat pada asuhan keperawatan ini adalah sebagai berikut:
1) Memahami masalah keperawatan yang muncul pada pasien vesikolitiasis
2) Mampu memberikan asuhan keperawatan kepada pasien dengan
Vesikolitiasis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian
Vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika
urinaria atau kandung kemih oleh batu, penyakit ini juga disebut batu kandung
kemih (Smeltzer dan Bare, 2014). Vesikolitiasis merupakan batu yang terjebak di
vesika urinaria yang menyebabkan gelombang nyeri yang luar biasa sakitnya
yang menyebar ke paha, abdomen dan daerah genetalia (Brunner dan Suddarth,
2013).
Batu kandung kemih adalah benda asing yang tidak normal yang terdaoat di
saluran kemih yang mengandung komponen kristal dan matriks organik tepatnya
pada vesika urinaria atau kandung kemih. Batu kandung kemih ini sebagian besar
mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat (Arjatmo, 2014). Karena kandung
kemih berkontraksi untuk mengeluarkan urin maka batu tertekan pada trigonum
yang peka itu dan menyebabkan rasa sakit. Biasanya terdapat sedikit hematuri dan
infeksi yang menyertai keadaan ini (Pearce, 2013).
Vesikolithiasis adalah bentuk deposit mineral, yang paling umum oksalat Ca2+
dan fosfat Ca2+, asam urat dan kristal lain pembentuk batu. Meskipun batu ini
dapat berbentuk dimana saja dari saluran perkemihan, namun batu ini sering
ditemukan pada pelvis dan koliks ginjal. Vesikolithitomi atau Sectio alta adalah
alternatif untuk membuka dan mengambil batu yang ada di kandung kemih,
sehingga pasien tersebut tidak mengalami gangguan pada aliran perkemihannya
(Arjatmo, 2014).
2.2 Etiologi
1) Obstruksi kelejar prostat yang membesar
2) Striktur uretra (penyempitan lumen dari uretra)
3) Neurogenik bladder (lumpuh pada kandung kemih karena lesi pada neuron
yang menginervasi bladder)
4) Benda asing yang dipasang, misalnya kateter
5) Divertikula, urin dapat tertampung pada suatu kantung di dinding vesika
urinaria
6) Shistomiasis, terutama oleh sistoma haemotobium, lesi mengarah keganasan
Hal-hal yang disebutkan diatas dapat menimbulkan retensi urin, infeksi,
maupun radang. Statis, lithiasis dan sistitis adalah peristiwa yang saling
mempengaruhi. Statis menyebabkan bakteri berkembang, sistitis, urin semakin
basa, memberi suasana yang tepat untuk terbentuknya batu infeksi atau struvit.
Batu yang terbentuk bisa tunggal ataupun banyak.
Menurut Smeltzer (2014) bahwa batu kandung kemih disebabkan oleh
infeksi, statis urin dan periode imobilitas (drainase renal yang lambat perubahan
metabolisme kalsium). Menurut Soeparman (2013) faktor-faktor yang
mempengaruhi batu kandung kemih adalah
1) Hiperkalsiuria. Peningkatan kadar kalsium dalam urin.
2) Hipositraturia. Penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air
kemih.
3) Hiperurikosuria. Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih.
4) Penurunan jumlah air kemih, hal ini dikarenakan masukan cairan sangat
kurang.
5) Jenis air yang diminum. Minuman yang banyak mengandung soda dapat
menyebabkan terbentuknya batu air kemih.
6) Hiperoksalouria. Kenaikan ekskresi oksalat di atas normal (45 mg per hari)
karena diet rendah kalsium.
7) Ginjal Spongiosa Medula. Volume air kemih sedikit
8) Batu Asam Urat. Dikarenakan pH air kemih rendah dan hiperurikosuria.
9) Batu Struvit. Dikarenakan adanya infeksi dalam saluran kemih dengan
organisme yang memproduksi urease.
2.3 Patofisiologi
Batu dalam perkemihan berasal dari obstruksi saluran kemih, baik sebagian
ataupun lengkap. Obstruksi yang lengkap dapat berakibat menjadi hidronefrosis.
Batu saluran kemih merupakan kristalisasi dari mineral dari matriks seputar
seperti pus, darah, tumor atau urat. Komposisi mineral dari baru bervariasi kira-
kira ¾ bagian dari batu adalah kalsium fosfat, asam/urine dan custine.
Peningkatan konsentrasi larutan urine akibat dari intake cairan yang rendah dan
juga peningkatan bahan organik akibat ISK atau urin statis, menyebabkan
pembentukan batu, ditambah adanya infeksi, meningkatkan lapisan urin yang
berakibat presipitasu kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat.
Urolithiasis mengacu pada adanya batu kalkuli ditraktus urinarius. Batu
terbentuk ditraktus urinarius ketika konsentrasi substansi tertentu seperti
kalsiumoksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat. Batu juga dapat
terbentuk ketika defisiensi substansi tertentu, seperti sitrat yang secara normal
mencegah kristalisasi dalam urin. Kondisi lain yang mempengaruhi laju
pembentukan batu mencakup pH urin dan status cairan pasien.
Batu dapat ditemukan di setiap bagian ginjal sampai ke kandung kemih dan
ukurannya bervariasi dan deposit granuler yang kecil yang disebut pasir atau
kerikil sampai batu membesar kandung kemih berwarna oranye. Faktor tertentu
yang mempengaruhi pembentukan batu mencakup infeksi, statis urin, periode
immobilisasi (drainase ginjal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).
Faktor-faktor ini mencetuskan peningkatan konsentrasi kalsium di dalam darah
dan urin, menyebabkan pembentukan batu kalsium. Pembentukan batu urinarius
juga dapat terjadi pada penyakit inflamasi usus dan pada individu dengan
ileustomi atau reseksi usus, karena individu ini mengabsorbsi oksalat secara
berlebihan.
2.4 Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius bergantung pada
adanya obstruksi, infeksi dan udema. Ketika batu menghambat aliran urin, terjadi
obstruksi yang menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik dan distensi piala
ginjal serta ureter proksimal. Iritasi batu yang terus menerus dapat mengakibatkan
terjadinya infeksi (Pielonefritis dan sistitis) yang sering disertai dengan keadaan
demam, menggigil dan disuria. Beberapa batu dapat menyebabkan
ketidaknyamanan dan nyeri yang luar biasa (Brunner dan Suddarth, 2013).
Menurut Soeparman (2013) tanda dan gejala batu air kemih adalah:
1) Kencing kurang lancar tiba-tiba terhenti sakit yang menjalar ke penis (apabila
pada pria), merubah posisi kencing, pada anak-anak mereka akan berguling-
guling dan menarik atau menolak.
2) Bila terjadi infeksi ditemukan tanda : sistitis, kadang-kadang terjadi hematuria.
3) Adanya nyeri tekan suprasimpisis karena infeksi/teraba adanya urin yang
banyak (retensi).
4) Hanya pada batu besar yang dapat diraba secara bimanual.
5) Pada pria di atas usia 50 tahun biasanya ditemukan pembesaran prostat.
6) Demam akibat obstruksi saluran kemih memerlukan dekompensasi segera.
7) Koliks.
8) Rasa terbakar pada saat ingin kencing dan setelah kencing.
2.5 Komplikasi
Adapun komplikasi yang mungkin dapat terjadi pada penderita Vesikolitiasis
(Tucker, 2014) adalah :
1) ISK (Infeksi Saluran Kemih)
2) Hidronefrosis
3) Hipertensi
4) Gagal ginjal
Sedangkan menurut Guyton (2013) komplikasi yang dapat terjadi diantaranya:
1) Renal Failure
2) Infeksi
3) Hidronefrosis
4) Avaskuler iskemia
2.6 Pemeriksaan penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang yang mendukung antara lain (Dongoes,
2013) :
1) Urinalisis. Warna mungkin kuning, coklat gelap, berdarah, secara umum
menunjukkan sel darah merah, sel darah putih, kristal (sistin, asam urat,
kalsium oksalat), serpihan, mineral, bakteri, pus, pH mungkin asam
(meningkatkan sistin dan batu asam urat) atau alkalin (meningkatkan
magnesium, fosfat ammonium, atau batu kalsium fosfat).
2) Urin per 24 jam. Kreatinin, asam urat, fosfat, oksalat atau sistin mungkin
akan meningkat.
3) Kultur Urin. Memungkinkan menunjukkan adanya ISK (staphylococcus
aureus, proteus, klebsiela, pseudomonas).
4) Survei biokimia. Peningkatan kadar magnesium, kalsium, asam urat, fosfat,
protein dan elektrolit.
5) Kreatinin serum dan urin
6) Kadar klorida dan bikarbonat serum
7) Hitung darah lengkap. Sel darah putih akan mungkin meningkat
menunjukkan adanya infeksi.
8) Hemoglobin dan hematokrit.
9) Hormon paratiroid. Mungkin meningkat apabila ada gagal ginjal.
10) Foto Rontgen. Menunjukkan adanya kalkuli dan perubahan pada area ginjal
dan sepanjang saluran kemih
11) IVP (Intravenous Pyelography). Pemberi informasi cepat adanya penyebab
nyeri abdominal pada struktur anatomi.
12) Sistoureteroskopi. Visualisasi langsung pada kandung kemih.
13) CT Scan. Mengidentifikasi atau menggambarkan adanya kalkuli dan masa
lain pada ginjal, ureter dan distensi kandung kemih.
14) USG Ginjal. Untuk membantu menentukan adanya perubahan obstruksi dan
lokasi batu.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan
jenis batu, mencegah kerusakan nefron, mengendalikan infeksi dan mengurangi
obstruksi yang terjadi. Adapun penatalaksanaan pada Vesikolitiasismenurut
Soeparman (2013) antara lain :
1) Penanganan Nyeri. Untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat
dihilangkan. Morfin diberikan untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri
yang luar biasa. Mandi air hangat di are panggul dapat bermanfaat menurunkan
nyeri.
2) Terapi Nutrisi dan Medikasi. Hal ini berperan penting dalam mencegah batu
ginjal. Masukan cairan yang adekuat dan menghindari makanan tertentu dalam
diet yang merupakan bahan utama pembentuk batu, misalnya kalsium.
3) Litrottipsi gelombang kejut ekstrokoproreal (ESWL) adalah prosedur non
infasif yang bisa digunakan untuk menghancurkan batu di koliks renal.
4) Metode endourologi. Bidang ini mengembangkan ahli radiologi dan urologi
untuk mengangkat batu renal tanpa pembedahan.
5) Uretroskopi. Mencakup visualisasi dan akses ureter dengan memasukkan suatu
alat uretroskop melalui sistokop.
6) Pelarutan batu. Melalui infus kemolitik, misalnya agen pembuat basa
(acylabina) dan pembuat asam (acydifyng).
7) Pengangkatan batu pada kandung kemih dengan cara Vesikolitotomi atau
Sectio Alta.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

3.1 Pengkajian
1) Biodata klien dan penanggung jawab
2) Keluhan utama
Nyeri pinggang, sakit saat miksi keluar darah serta nyeri pada supra pubis
3) Riwayat penyakit sebelumnya
4) Riwayat penyakit keluarga
5) Pemeriksaan fisik
- Pada abdomen nyeri tekan pada pinggang
- Apakah bledder terasa penuh
- Nyeri pada pangkal paha
6) Pemeriksaan penunjang
- hematuria (bila terjadi obstruksi yang lama
- Lab
- Pemeriksaan pielografi intravena
- Pemeriksaan ultrasonografi
- Adanya batu didalam ginjal, vesika urinaria dan tanda-tanda obstruksi
urin
3.2 Diagnosa
Pada Asuhan keperawatan pasien dengan batu kandung kemih terdapat
diagnose ;
3.2.1 Pre Operasi
1) Nyeri akut berhubungan dengan robekan batu pada vesika urinaria
2) Perubahan eliminasi (BAK) retensio urine berhubungan dengan adanya
penutupan saluran kemih oleh batu dan adanya obstruksi mekanik,
peradangan
3) Anxietas berhubungan dengan koping individu yang infektif mengenai
penyakit
3.2.2 Post Operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan,
inflamasi
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek medikasi,
pembedahan
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terputus jaringan, dampak dari
insisi pembedahan
4) Anxietas berhubungan dengan koping individu yang infektif mengenai
penyakit
3.3 Intervensi
3.3.1 Pre Operasi
1) Nyeri Akut berhubungan dengan robekan pada vesika urinaria.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam nyeri
berkurang/hilang
Kriteria : Melaporkan keluhan nyeri berkurang, klien tampak tenang, klien
dapat tidur/istirahat yang cukup.
Intervensi
1. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik, intensitas (skala 0-10).
Rasional : Membantu mengevaluasi lokasi nyeri, obstruksi dan pergerakan
batu.
2. Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya mengidentifikasi perubahan
terjadinya karakteristik nyeri.
Rasional : pengetahuan klien dengan penyebab nyeri dapat membantu
meningkatkan koping klien dan dapat menurunkan kecemasan
3. Berikan tindakan untuk kenyamanan seperti membatasi pengunjung,
lingkungan yang tenang.
Rasional : meningkatkan relaksasi, mengurangi ketegangan otot, dan
meningkatkan koping.
4. Anjurkan teknik napas dalam sebagai upaya dalam merelaksasi otot.
Rasional : Mengalihkan perhatian sebagai upaya dalam merelaksasi otot
5. Anjurkan/Bantu klien melakukan ambulasi secara teratur sesuai dengan
indikasi
Rasional : meningkatkan jalan keluarnya batu mencegah urine statis dan
mencegah pembentukan batu
6. Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Rasional : membantu mengurangi dan mengilangkan nyeri secara
farmakologi.
2) Retensi urine berhubungan dengan adanya penutupan saluran kemih oleh batu
dan adanya obstruksi mekanik, peradangan
Tujuan : Perubahan pola eliminasi BAK :
Kriteria : Retensio urin teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1 x 24 jam
Intervensi
1. Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan (minimal 3 – 4 liter/hari
sesuai dengan toleransi jantung.
Rasional : Memberikan info tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
seperti infeksi dan perdarahan dapat mengidentifikasi peningkatan
obstruksi atau iritasi ureter.
2. Tampung urine 24 jam catat jika ada batu yang ikut keluar dan kirim
kelaboratorium untuk dianalisa.
Rasional : Meningkatkan hidrasi dapat mengeluarkan bakteri darah dan
dapat mamfasilitasi pengeluaran batu.
3. Observasi perubahan warna, bau, PH urine setiap 2 jam.
Rasional : Dapat membantu dalam mengidentifikasi tipe batu dan akan
membantu pilihan terapi.
4. Kolaborasi dalam memonitor pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit
BUN (Blood Urea Nitrogen), keratin.
Rasional : peningkatan BUN, Kreatinin, dan elektrolit-elektrolit tertentu
menindikasikan adanya disfungsi ginjal.
3) Anxietas berhubungan dengan koping individu yang infektif mengenai
penyakit
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 1 jam kecemasan
tertasi
Kriteria: Klien dapat mengungkapkan perasaannya dan mengidentifikasi cara
yang tepat untuk menangani kecemasannya
Intervensi
1. Adakan kunjungan pada klien dengan personal ruangan bedah sebelum
operasi jika mungkin diskusikan hal-hal yang kiranya dapat menimbulkan
ketakutan kekhawatiran pada klien misalnya masker, lampu, elektroda,
suara outoclave, tangisan kecil.
2. Rasional : dapat memberikan ketenangan/ketentraman hati dan meredakan
kecemasan klien sekaligus memberikan informasi untuk tindakan operatif.
Rasional : Informasikan tentang peran perawat sebagai klien intraperatif
pada klien membina hubungan saling percaya, mengurangi ketakutan akan
kehilangan control dilingkungan yang baru/asing.
3. Identifikasi tingkat ketakukan klien yang mungkin mengharuskan
penundaan prosedur operasi.
Rasional : ketakutan yang berlebihan atau yang menetap dapat
menyebabkan reaksi stress yang berlebihan yang beresiko atau munculnya
reaksi yang merugikan terhadap prosedur pembedahan dan obat anastesi.
4. Perkenalkan staf operasi saat klien dipindahkan keruang operasi
Rasional : memberi hubungan dan kenyamanan psikis
5. Bina hubungan saling percaya, mengurangi ketakutan akan kehilangan
control dilingkungan yang baru/asing.
Rasional : menurunkan ketakuatan bahwa prosedur yang salah mungkin
dilakukan
3.3.2 Post Operasi
1) Gangguan rasa nyeri berhubungan dengan inflamasi dan terputusnya
kontinuitas jaringan
Tujuan : gangguan rasa nyaman nyeri teratasi setelah dilakukan tindakan
keperwatan selama 1x24 jam
Kriteria : Melaporkan keluhan nyeri berkurang
Intervensi
1. Catat karakteristik lokasi dan intensitas nyeri (skala 0-10)
Raasional : memberikan informasi tentang kebutuhan untuk dan atau
keaktifan intervensi
2. Anjurkan untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti latihan napas
dalam
Rasional : menghilangkan ketegangan otot dan dapat meningkatkan
kemampuan koping
3. posisikan sesuai indikasi, misalnya semifowler.
Rasional : dapat menghilangkan nyeri dan menunjang sirkulasi jaringan,
semifowler dapat menurunkan tegangan otot abdomen dan tulang
belakang
4. Berikan informasi tentang ketidaknyamanan yang akan terjadi yang
hanya bersifat sementara
Rasional : pemahaman tentang ketidaknyaman dapat memberikan
keterangan emosional.
5. Kolaborasi: Kolaborasi pemberian analgetik intravena sesuai indikasi,dll
analgetik intra vena akan mencapai pusat nyeri dengan segera
2) kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan efek medikasi,
pembedahan
Tujuan : Gangguan integritas jaringan kulit teratsi setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 3 x 7 jam
Kriteria: klien dapat mendemontrasikan teknik/prilaku yang menunjang
penyembuhan dan pencegahan komplikasi
Intervensi
1. Kaji jumlah dan karakteristik drainase
Rasional : penurunan jumlah drainase mengarah kepada kemajuan proses
penyemabuhan, sedangkan drainase yang tepat/ mengandung darah eksudat
menandakan adanya komplikasi.
2. Anjurkan klien agar tidak menyentuh luka
Rasional : mencegah terkontaminasinya luka
3. Ganjal area insisi pada abdomen dengan bantal pada saat batuk/ bergerak
Rasional : menggunakan tekanan pada luka, meminimalkan resiko
terputusnya jahitan atau rupturnya jaringan
4. Ganti dan keluarkan balutan sesuai indikasi, rawat luka yang menggunakan
teknik aseptic
Rasional : melindungi luka dari injuri mekanik dan kontaminasi, mencegah
akumulasi cairan/eksudat yang dapat mengakibatkan infeksi
5. Kolaborasi: Kolaborasi dalam pemberian es jika diperlukan, penmggunaan
abdominal binder-iritasi luka disertai debridement sesuai kebutuhan.
Rasional : menurunkan pembentukan edema
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan terputus jaringan, dampak dari
insisi pembedahan
Tujuan : infeksi tidak terjadi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
3 x 7 jam.
Kriteria : tidak ada tanda-tanda infeksi luka
Intervensi
1. Observasi tanda-tanda infeksi pad luka post operasi.
Rasional : dapat diketahui secra dini tanda-tanda infeksi pada luka operasi
seperti edema, kemerahan, nyeri, yang bertambah berat/terdapat pus pada
luka tersebut.
2. Monitor tanda-tanda vital, catat serangan panas, perubahan kesadaran,
atau keluhan meningkatnya nyeri yang hebat.
Rasional : merupakan tanda-tanda adanjya peradangan/sepsis yang
berkembang
3. Monitor kelancaran drain, hitung output dan warna cairan
dapat diketahui adanya infeksi pada luka operasi
4. Berikan informasi tentang hal-hal yang mempengaruhi daya tahan tubuh
dengan meningkatkan pengetahuan klien tentang hal-hal yang
mempengaruhi daya tahan tubuh diharapkan klien dapat operatif dengan
tindakan keperawatan yang akan dilakuakan
5. Kolaborasi: Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat yang
sesuai indikasi
Rasional : dapat memberikan propilaksis/menurunkan jumlah organisme
untuk menurunkan membrane lebih lanjut
DAFTAR PUSTAKA

Ardinata, D. (2007). Multidimensional nyeri, Jurnal Keperawatan Rufaidah.


Sumatera Utara, Volume 2: Universitas Sumatera Utara.

Arjatmo Tjokronegoro. (2014). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2.


Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

Asmadi. (2014). Teknik prosedural keperawatan : Konsep dan aplikasi kebutuhan


dasar klien. Jakarta : Salemba Medika.

Brunner and Suddarth. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi. 8
volume 2. Jakarta : EGC.

Dongoes, M. E. (2013). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan, dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :
EGC.

Guyton A. C. (2013). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : EGC

Nursalam.(2015). Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik


Keperawatan Profesional, Edisi 5. Jakarta: Salemba Medika.

Pearce, E C. (2013). Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT.
Gramedia.

Sjamsuhidajat. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Jakarta : EGC.

Smeltzer & Bare. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8 Vol.1. Alih
Bahasa : Agung waluyo. Jakarta. EGC.

Soeparman. (2013). Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta : FK UI.

Tucker, M. (2014). Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, Diagnosa


dan Evaluasi. (Edisi 5), volume 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai