Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Latar Belakang br /br / Vesikolithiasis merupakan batu yang terdapat pada kandung kemih yang terdiri
atas substans yang membentuk kristal seperti kalisum oksalat, fosfat kalisum, asam urat dan
magnesium. Batu dapat menyebabkan obstruksi, infeksi atau edema pada saluran perkemihan
(Copernito, 1990). Vesikolithiasis lebih sering dijumpai di Afrika dan Asia (terutama Indonesia),
sedangkan di Amerika (baik kulit putih maupun kulit hitam) dan Eropa jarang. Penyakit ini
penyebarannya merata di seluruh dunia akan tetapi utama di daerah yang dikenal dengan stone belt
atau lingkaran batu (sabuk batu). Di Amerika Serikat dan Eropa hanya 2-10% dari populasi pendudukan
yang dapat mengalami penyakit ini. Tingkat kekambuhan setelah serangan pertama adalah 14%, 39%,
dan 52% pada tahun ke 1, 5, dan 10 secara berurutan. Peningkatan insiden telah dicatat di Amerika
Serikat bagian Tenggara yaitu suatu daerah yang dilalui sabuk batu, internasional : Insiden batu kandung
kemih lebih rendah di negara bukan industri. Di Indonesia merupakan negara yang dilalui sabuk batu,
namun beberapa prevalensi batu urine terdapat di Indonesia masih belum jelas (Probo, 2004).Rifki
Muslim pada penelitian tahun 1983 di RSUP dr. Kariyadi Semarang menemukan 156 penderita batu
saluran kemih, yang terbanyak adalah batu kandung kemih (58,97%), diikuti oleh batu ginjal (23,72%),
batu ureter (8,97%), dan batu urethra (2,04%) (Djoko Rahardjo, 2003).Prevalensi batu kandung kemih
pada pria dan wanita di RSUP dr. Karyadi Semarang, dari 105 penderita didapatan hasil jumlah penderita
pria dibandingkan wanita 4 : 1 (Harry Purwanto, 2004).Salah satu penyebab dari batu kandung kemih
kira-kira 75% dari semua batu yang terbentuk terdiri atas kalisum. Penyebab lain seperti masukan diit
tinggi purin, batu asam urat yang menyebabkan pH air kemih rendah, batu struvit yang menyebabkan
infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi urease. Tanda dan gejala batu kandung
kemih adalah nyeri yang ditandai dengan gejala tiba-tiba dan cukup hebat, nyeri bersifat kolik dan
menjalar ke perut bagian bawah (Engram, 1999). Kencing lancar tiba-tiba terhenti, terasa sakit, kalau
terjadi infeksi ditemukan tanda sistitis, kadang-kadang terjadi hematuri, adanya nyeri infeksi ditemukan
suprasimpisis, teraba adanya urine yang banyak dan rasa terbakar. Akibanya akan menimbulkan
komplikasi seperti infeksi saluran kemih (ISK), hidronefrosis, hipertensi, dan gagal ginjal. Upaya
pengobatan batu kandung kemih diantaranya pengangkatan/pembedahan, terapi nutrisi, dan medikasi
ESWL, pelarutan batu, Uretroskopi, metode Endourologi, dll.Sehingga diperlukan peran seorang
perawat, dokter dan tenaga kesehatan lain dalam memberikan asuhan keperawatan pada vesikolithiasis
tidak hanya perawatan fisik tetapi juga keadaan psikologis pasien.

B. Metode

Metode yang kami gunakan dalam menyelesaikan laporan ini adalah :


1. Metode studi pustaka : adalah metode pencarian literature menggunakan buku

2. Metode telaah internet : adalah metode mencari literature dengan menggunakan koneksi internet

C. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulusan ini adalah :

1. Mengetahui definisi, etiologi, manifestasi klinis, dan penatalaksanaan vesikolitiasis

2. Mampu membuat clinical pathway pada kasus nyata vesikolitiasis

3. Mengetahui masalah keperawatan yang mungkin muncul pada vesikolitiasis

4. Mampu mengelompokan prioritas masalah pada vesikolitiasis

5. Mampu menentukan tindakan yang tepat dalam mengatasi masalah yang muncul

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Vesikolitiasis adalah penyumbatan saluran kemih khususnya pada vesika urinaria atau kandung kemih
oleh batu penyakit ini juga disebut batu kandung kemih.( Smeltzer and Bare, 2000 ).

Vesikolitiasis adalah batu yang terjebak di vesika urinaria yang menyebabkan gelombang nyeri yang luar
biasa sakitnya yang menyebar ke paha, abdomen dan daerah genetalia. Medikasi yang diketahui
menyebabkan pada banyak klien mencakup penggunaan antasid, diamox, vitamin D, laksatif dan aspirin
dosis tinggi yang berlebihan. Batu vesika urinaria terutama mengandung kalsium atau magnesium dalam
kombinasinya dengan fosfat, oksalat, dan zat-zat lainnya. (Brunner and Suddarth, 2001)

Batu kandung kemih adalah batu yang tidak normal di dalam saluran kemih yang mengandung
komponen kristal dan matriks organik tepatnya pada vesika urinari atau kandung kemih. Batu kandung
kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat atau fosfat ( Prof. Dr. Arjatm T. Ph.D. Sp. And
dan dr. Hendra Utama, SPFK, 2001 ).

B. Etiologi

Menurut Smeltzer (2002:1460) bahwa, batu kandung kemih disebabkan infeksi, statis urin dan periode
imobilitas (drainage renal yang lambat dan perubahan metabolisme kalsium).

Faktor- faktor yang mempengaruhi menurut Soeparman (2001:378) batu kandung kemih (Vesikolitiasis)
adalah

1. Hiperkalsiuria

Suatu peningkatan kadar kalsium dalam urin, disebabkan karena, hiperkalsiuria idiopatik (meliputi
hiperkalsiuria disebabkan masukan tinggi natrium, kalsium dan protein), hiperparatiroidisme primer,
sarkoidosis, dan kelebihan vitamin D atau kelebihan kalsium.

2. Hipositraturia

Suatu penurunan ekskresi inhibitor pembentukan kristal dalam air kemih, khususnya sitrat, disebabkan
idiopatik, asidosis tubulus ginjal tipe I (lengkap atau tidak lengkap), minum Asetazolamid, dan diare dan
masukan protein tinggi.

3. Hiperurikosuria

Peningkatan kadar asam urat dalam air kemih yang dapat memacu pembentukan batu kalsium karena
masukan diet purin yang berlebih.

4. Penurunan jumlah air kemih

Dikarenakan masukan cairan yang sedikit.

5. Jenis cairan yang diminum

Minuman yang banyak mengandung soda seperti soft drink, jus apel dan jus anggur.

6. Hiperoksalouria
Kenaikan ekskresi oksalat diatas normal (45 mg/hari), kejadian ini disebabkan oleh diet rendah kalsium,
peningkatan absorbsi kalsium intestinal, dan penyakit usus kecil atau akibat reseksi pembedahan yang
mengganggu absorbsi garam empedu

7. Ginjal Spongiosa Medula

Disebabkan karena volume air kemih sedikit, batu kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi
metabolik).

8. Batu Asan Urat

Batu asam urat banyak disebabkan karena pH air kemih rendah, dan hiperurikosuria (primer dan
sekunder).

9. Batu Struvit

Batu struvit disebabkan karena adanya infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi
urease.

Kandungan batu kemih kebayakan terdiri dari :

1. 75 % kalsium.

2. 15 % batu tripe/batu struvit (Magnesium Amonium Fosfat).

3. 6 % batu asam urat.

4. 1-2 % sistin (cystine).

C. Tanda dan Gejala

Menurut Dr willie japans, 1993 bahwa tanda dan gejala atau keluhan tidak selalu ditemukan pada
penderita yang mengidap batu saluran kemih. Bila batunya masih kecil atau besar tapi tidak berpindah,
tidak meregang atau menyumbat permukaan saluran kemih, tidak akan timbul keluhan seperti biasa
sampai suatu saat mungkin ditemukan secara kebetulan pada saat melalukan check up dan poto
roentgen tampak ada batu pada ginjal. Jika pada suatu saat batu tergeser mengelilingi ginjal kebawah,
maka timbullah gejala nyeri hebat pada daerah pinggang. Saluran ureter yang menghubungkan ginjal
dan kandung kamih kecil sekali sehingga batu akan meregangkan dindingnya, bahkan merobek
menyumbat lubang visika. Jika batu berhasil sampai bagian bawah saluran ureter maka nyeri akan
berpindah dan terasa merambat kearah kemaluan atau daerah pangkal paha. Biasanya disertai keluar
darah bersama air. Bila lukanya kecil, darah yang keluarpun sedikit dan hanya dapat dilihat dengan
mokroskop. Sumbatan atau regangan batu pada kandung kemih dapat juga menimbulkan nyeri pada
konstan dan tumpul pda daerah atas kemaluan pada waktu kencing, kencing tidak tuntas, pancaran
kencing tidak kuat.

Batu yang terjebak di kandung kemih biasanya menyebabkan iritasi dan berhubungan dengan infeksi
traktus urinarius dan hematuria, jika terjadi obstruksi pada leher kandung kemih menyebabkan retensi
urin atau bisa menyebabkan sepsis, kondisi ini lebih serius yang dapat mengancam kehidupan pasien,
dapat pula kita lihat tanda seperti mual muntah, gelisah, nyeri dan perut kembung (Smeltzer,
2002:1461).

Jika sudah terjadi komplikasi seperti seperti hidronefrosis maka gejalanya tergantung pada penyebab
penyumbatan, lokasi, dan lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (Hidronefrosis
akut) biasanya akan menyebabkan koliks ginjal (nyeri yang luar biasa di daerah antara rusuk dan tulang
punggung) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (Hidronefrosis
kronis), biasanya tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang
punggung.

Selain tanda diatas, tanda hidronefrosis yang lain menurut Samsuridjal (http://www.medicastore.com, 4
Desember 2009) adalah:

a. Hematuri.

b. Sering ditemukan infeksi disaluran kemih.

c. Demam.

d. Rasa nyeri di daerah kandung kemih dan ginjal

e. Mual.

f. Muntah.

g. Nyeri abdomen.

h. Disuria.

i. Menggigil.
D. Patofisiologi

Penyebab spesifik dari batu kandung kemih adalah bisa dari batu kalsium oksalat dengan inhibitor sitrat
dan glikoprotein. Beberapa promotor (reaktan) dapat memicu pembentukan batu kemih seperti asam
sitrat memacu batu kalsium oksalat. Aksi reaktan dan intibitor belum di kenali sepenuhnya dan terjadi
peningkatan kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat meningkat akan terjadinya batu disaluran
kemih. Adapun faktor tertentu yang mempengaruhi pembentukan batu kandung kemih, mencangkup
infeksi saluran ureter atau vesika urinari, stasis urine, priode imobilitas dan perubahan metabolisme
kalsium. Telah diketahui sejak waktu yang lalu, bahwa batu kandung kemih sering terjadi pada laki-laki
dibanding pada wanita, terutama pada usia 60 tahun keatas serta klien yang menderita infeksi saluran
kemih. ( Brunner and Suddarth. 2001 )

Faktor-faktor resiko mencangkup :

a. Riwayat pribadi tentang batu kandung kemih dan saluran kemih\

b. Usia dan jenis kelamin

c. Kelainan morfologi

d. Pernah mengalami infeksi saluran kemih

e. Makanan yang dapat meningkatkan kalsium dan asam urat

f. Adanya kelainan pada ginjal dan saluran kemih

g. Masukan cairan kurang dari pengeluaran

h. Profesi sebagai pekerja keras

i. Penggunaan obat antasid, aspirin dosis tinggi dan vitamin D terlalu lama. ( Brunner and Suddart,
2001 ).
E. Pathway
F. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjangnya dilakukan di laboratorium yang meliputi pemeriksaan:

a. Urine

- pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman area splitting, organisme dapat berbentuk batu
magnesium amonium phosphat, pH yang rendah menyebabkan pengendapan batu asam urat.

- Sedimen : sel darah meningkat (90 %), ditemukan pada penderita dengan batu, bila terjadi infeksi
maka sel darah putih akan meningkat.

- Biakan Urin : Untuk mengetahui adanya bakteri yang berkontribusi dalam proses pembentukan
batu saluran kemih.

- Ekskresi kalsium, fosfat, asam urat dalam 24 jam untuk melihat apakah terjadi hiperekskresi.

b. Darah

- Hb akan terjadi anemia pada gangguan fungsi ginjal kronis.

- Lekosit terjadi karena infeksi.

- Ureum kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.

- Kalsium, fosfat dan asam urat.


c. Radiologis

- Foto BNO/IVP untuk melihat posisi batu, besar batu, apakah terjadi bendungan atau tidak.

- Pada gangguan fungsi ginjal maka IVP tidak dapat dilakukan, pada keadaan ini dapat dilakukan retrogad
pielografi atau dilanjutkan dengan antegrad pielografi tidak memberikan informasi yang memadai.

d. USG (Ultra Sono Grafi)

Untuk mengetahui sejauh mana terjadi kerusakan pada jaringan ginjal.Menunjukan abnormalitas pelvis
saluran ureter dan kandung kemih.

Diagnosis ditegakan dengan studi ginjal, ureter, kandung kemih, urografi intravena atau pielografi
retrograde. Uji kimia darah dengan urine dalam 24 jam untuk mengukur kalsium, asam urat, kreatinin,
natrium, dan volume total merupakan upaya dari diagnostik. Riwayat diet dan medikasi serta adanya
riwayat batu ginjal, ureter, dan kandung kemih dalam keluarga di dapatkan untuk mengidentifikasi
faktor yang mencetuskan terbentuknya batu kandung kemih pada klien.(Tjokro,N.A, et al. 2001 )

G. Komplikasi

Komplikasi yang disebabkan dari Vesikolithotomi (Perry dan Potter, 2002:1842) adalah sebagai berikut:

1. Sistem Pernafasan

Atelektasis bida terjadi jika ekspansi paru yang tidak adekuat karena pengaruh analgetik, anestesi, dan
posisi yang dimobilisasi yang menyebabkan ekspansi tidak maksimal. Penumpukan sekret dapat
menyebabkan pnemunia, hipoksia terjadi karena tekanan oleh agens analgetik dan anestesi serta bisa
terjadi emboli pulmonal.

2. Sistem Sirkulasi

Dalam sistem peredaran darah bisa menyebabkan perdarahan karena lepasnya jahitan atau lepasnya
bekuan darah pada tempat insisi yang bisa menyebabkan syok hipovolemik. Statis vena yang terjadi
karena duduk atau imobilisasi yang terlalu lama bisa terjadi tromboflebitis, statis vena juga bisa
menyebabkan trombus atau karena trauma pembuluh darah.

3. Sistem Gastrointestinal

Akibat efek anestesi dapat menyebabkan peristaltik usus menurun sehingga bisa terjadi distensi
abdomen dengan tanda dan gejala meningkatnya lingkar perut dan terdengar bunyi timpani saat
diperkusi. Mual dan muntah serta konstipasi bisa terjadi karena belum normalnya peristaltik usus.

4. Sistem Genitourinaria

Akibat pengaruh anestesi bisa menyebabkan aliran urin involunter karena hilangnya tonus otot.
5. Sistem Integumen

Perawatan yang tidak memperhatikan kesterilan dapat menyebabkan infeksi, buruknya fase
penyembuhan luka dapat menyebabkan dehisens luka dengan tanda dan gejala meningkatnya drainase
dan penampakan jaringan yang ada dibawahnya. Eviserasi luka/kelurnya organ dan jaringan internal
melalui insisi bisa terjadi jika ada dehisens luka serta bisa terjadi pula surgical mump (parotitis).

6. Sistem Saraf

Bisa menimbulkan nyeri yang tidak dapat diatasi.

H. Penatalaksanaan

Tujuan dasar penatalaksanaan adalah untuk menghilangkan batu, menentukan jenis batu, mencegah
kerusakan nefron, mengidentifikasi infeksi, serta mengurangi obstruksi akibat batu. Cara yang biasanya
digunakan untuk mengatasi batu kandung kemih (Arif Mansjoer, et.al.2000) adalah :

a. Vesikolitektomi atau secsio alta.

b. Litotripsi gelombang kejut ekstrakorpureal.

c. Ureteroskopi.

d. Nefrostomi.

I. Diagnosa Keperawatan

1. Pre Operasi

Diagnosa I

Gangguan eliminasi b.d obstruksi mekanik batu


Tujuan : perubahan pola eliminasi BAK :

Retensio urin teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan criteria BAK dalam jumlah
normal, pola BAK seperti biasa, nyeri hilang saat kencing

Intervensi :

- Monitor out put intake serta karakteristik urine

Rasional : memberikan info tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi seperti infeksi dan perdarahan
dapat mengidentifikasi peningkatan obstruksi atau iritasi ureter

- Anjurkan klien untuk meningkatkan intake cairan (minimal 3 – 4 liter/hari sesuai dengan toleransi
jantung)

Rasional : meningkatkan hidrasi dapat mengeluarkan bakteri darah dan dapat mamfasilitasi pengeluaran
batu.

- Tampung urine 24 jam catat jika ada batu yang ikut keluar dan kirim kelaboratorium untuk
dianalisa.

Rasional : dapat membantu dalam mengidentifikasi tipe batu dan akan membantu pilihan terapi.

- Observasi perubahan warna, bau, PH urine setiap 2 jam.

Rasional : untuk deteksi dini masalah pengumpulan ureum dan ketidakseimbangan setiap elektrolit
dapat menjadi racun terhadap CNS (Central Nervus System)

- Kolaborasi dalam memonitor pemeriksaan laboratorium seperti elektrolit BUN (Blood Urea
Nitrogen), keratin.

Rasional : peningkatan BUN, Kreatinin, dan elektrolit-elektrolit tertentu menindikasikan adanya disfungsi
ginjal.

2) Diagnosa II

Nyeri b.d distensi kandung kemih

Tujuan : setelah dinfakan keperawatan nyeri teratasi dengan criteria : keluhan nyeri hilang, klien tampak
tenang dan tidak meningkatkan klien dapat tidur/istirahat yang cukup.

Intervensi :

- Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karakteristik, intensitas (skala 0-10). Dan perhatikan tanda-tanda
peningkatan tekanan darah, nadi, tidak bisa beristirahat, gelisah dan rasa nyeri yang meningkat.
Rasional : membantu mengevaluasi lokasi nyeri, obstruksi dan pergerakan batu.

- Jelaskan penyebab nyeri dan pentingnya mengidentifikasi perubahan terjadinya karakteristik


nyeri.

Rasional : pengetahuan klien dengan penyebab nyeri dapat membantu meningkatkan koping klien dan
dapat menurunkan kecemasan.

- Berikan tindakan untuk kenyamanan seperti membatasi pengunjung, lingkungan yang tenang.

Rasional : meningkatkan relaksasi, mengurangi ketegangan otot, dan meningkatkan koping.

- Anjurkan teknik napas dalam sebagai upaya dalam merelaksasi otot.

Rasional : mengalihkan perhatian sebagai upaya dalam merelaksasi otot.

- Anjurkan/Bantu klien melakukan ambulasi secara teratur sesuai dengan indikasi dan
meningkatkan intake cairan minimal 3-4 liter/hari sesuai toleransi jantung.

Rasional : hidrasi meningkatkan jalan keluarnya batu mencegah urine statis dan mencegah
pembentukan batu.

- Catat keluhan meningkatnya nyeri abdomen.

Rasional :obstruksi sempurna pada ureter/vesika urinaria dapat menyebabkan perforasi dan ekstra
vasasi didalam daerah perineal yang memerlukan pembedahan segera.

- Berikan kompres hangat pada punggung.

Rasional : menghilangkan ketegangan otot dan menurunkan reflek spasme sehingga rasa nyeri hilang.

- Pertahankan posisi kateter

Rasional : mencegah urine statis/retensi mengurangi vesiko meningkatnya tekanan renal dan infeksi.

- Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.

Narkotik missalnya : meperidin (Demerol) morphin.

Rasional : biasanya diberikan pada fase akut untuk menurunkan kolik dan meningkatkan relaksasi
otot/mental.

- Antispasmodic seperti flavoxate oxybutynin

Rasional : menurunkan reflek spasme yang dapat menurunkan kolik dan nyeri.

- Kortikosteroid

Rasional : digunakan untuk meningkatkan edema jaringan, untuk memfasilitasi gerakan batu.
2. Post Operasi

Nyeri Akut b.d Agen Cidera Biologis

NOC :

- Pain Level,

- Pain control,

- Comfort level

Kriteria Hasil :

- Mampu mengontrol nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan tehnik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri, mencari bantuan)

- Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri

- Mampu mengenali nyeri (skala, intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)

- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang

- Tanda vital dalam rentang normal

NIC :

Pain Management

- Lakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi

- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan

- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien

- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri


- Evaluasi pengalaman nyeri masa lampau

- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau

- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan

- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan

- Kurangi faktor presipitasi nyeri

- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)

- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi

- Ajarkan tentang teknik non farmakologi

- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri

- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri

- Tingkatkan istirahat

- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil

- Monitor penerimaan pasien tentang manajemen nyeri

Analgesic Administration

- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan derajat nyeri sebelum pemberian obat

- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis, dan frekuensi

- Cek riwayat alergi

- Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu

- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri

- Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal

- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur

- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat


- Evaluasi efektivitas analgesik, tanda dan gejala (efek samping)

3. Resiko Infeksi

infeksi dengan kriteria hasil:

- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi

- Menunjukkan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi

- Jumlah leukosit dalam batas normal

- Menunjukkan perilaku hidup sehat

NIC :

- Batasi pengunjung bila perlu

- Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah tindakan keperawatan

- Gunakan baju, sarung tangan sebagai alat pelindung

- Ganti letak IV perifer dan dressing sesuai dengan petunjuk umum

- Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing

- Berikan terapi antibiotik

- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal

- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas, drainase

- Monitor adanya luka

- Dorong masukan cairan

- Dorong istirahat

- Ajarkan pasien dan keluarga tanda dan gejala infeksi

Kaji suhu badan pada pasien neutropenia setiap 4 jam


DAFTAR PUSTAKA

http://mydocumentku.blogspot.com/2012/03/asuhan-keperawatan-pada-
pasien_28.html#ixzz1loXTC5MZ

Jane, B. (1993). Accident and Emergency Nursing. Balck wellScientific Peblications. London.

Long, Barbara C. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Volume I. (terjemahan). Yayasan Ikatan Alumni
Pendidikan Keperawatan Pajajaran. Bandung.

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.

R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong. (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi Revisi. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.
qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq
qqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqqq

Anda mungkin juga menyukai