Anda di halaman 1dari 31

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP DASAR GAGAL GINJAL KRONIK


2.1.1 Definisi
Gagal ginjal kronik adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolik (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin dan Kumalasari,2012:166)
Gagal ginjal kronis atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan gangguan fungsi
ginjal yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk
mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah)
(Suharyanto,2011:183).

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Manusia memiliki sepasang ginjal.Dua ginjal terletak pada dinding posterior
abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal merupakan daerah
lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena renalis, cairan
limfatik, suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari ginjal ke
kandung kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal dilengkapi oleh
kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya yang rapuh.Posisi
ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena ginjal kanan
tertekan oleh organ hati.Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra T12 hingga L3,
sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas dan dua belas.
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma

1
2

ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap.
Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal

Gambar II.1
Anatomi Ginjal
(Sumber: Smeltzer, 2012:1365)

Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang


polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal manusia
terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu membentuk
urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu, pada trauma
3

ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan terjadi penurunan
jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari glomerulus dan tubulus.
Glomerulus terdiri dari sekumpulan kapiler glomerulus yang dilalui
sejumlah besar cairan yang difiltrasi dari darah. Glomerulus tersusun dari suatu
jaringan kapiler glomerulus yang bercabang dan beranastomosis, yang
mempunyai tekanan hidrostatik tinggi (kira-kira 60 mmHg) bila dibandingkan
dengan kapiler lainnya. Kapiler glomerulus dilapisi oleh sel- sel epitel, dan
keseluruhan glomerulus dibungkus dalam kapsula bowman. Sedangkan tubulus
merupakan tempat cairan hasil filtrasi diubah menjadi urin dalam perjalanannya
menuju pelvis ginjal. Meskipun setiap nefron mempunyai semua komponen
seperti yang digambarkan diatas, tetapi tetap terdapat beberapa perbedaan,
bergantung pada seberapa dalam letak nefron pada massa ginjal. Nefron yang
memiliki glomerulus dan terletak di korteks sisi luar disebut nefon kortikal;
nefron tersebut mempunyai ansa henle pendek yang hanya sedikit menembus ke
dalam medula. Kira-kira20-30% nefron mempunyai glomerulus yang terletak di
korteks renal sebelah dalam dekat medula, dan disebut nefron jukstamedular;
nefron ini mempunyai ansa henle yang panjang dan masuk sangat dalam ke
medula.

1.1.2 Fisiologi
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan
memisahkan zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada
kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan
dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan
dikeluarka melalui urine. Selain fungsi yang telah dijelaskan, ginjal juga
mempunyai fungsi multiple yang lainnya, diantaranya yaitu mengeksresikan
produk sisa metabolik dan bahan kimia asing, pengaturan keseimbangan air dan
elektrolit, pengaturan osmolalitas cairan tubuh dan konsentrasi elektrolit,
pengaturan tekanan arteri, pengaturan keseimbangan asam-basa, sekresi,
metabolisme, dan eksresi hormon serta untuk proses glukoneogenesis.
4

Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan


bagian dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu
filtrasi di glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.

Gambar nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan tubulus


(Sumber: Smeltzer, 2012: 1366)
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua bahan-
bahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan mengalir ke
dalam kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang terletak di dalam
korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke ansa henle yang
masuk ke dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa dan kemudian ke
tubulus distal, dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus renalis arkuatus dan
tubulus koligentes kortikal dan masuk ke duktus yang lebih besar yaitu duktus
koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk duktus yang lebih
5

besar yang mengalir menuju pelvis renal melalui papila renal. Dari pelvis renal,
urine akan terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter dan dikeluarkan
melalui uretra.

2.2 Etiologi
Begitu banyak kondisi klinis yang bisa menyebabkan terjadinya gagal
ginjal kronis. Akan tetapi, apapun sebabnya, respon yang terjadi adalah penurunan
fungsi ginjal secara progresif. Kondisi klinis yang memungkinkan dapat
mengakibatkan gagal ginjal kronik bisa disebabkan dari ginjal sendiri dan di luar
ginjal (Muttaqin dan Kumalasari,2012:166).
1) Penyakit dari ginjal :
(1) Penyakit pada saringan (glomerulus)
(2) Infeksi kuman; pyelonefritis, ureteritis
(3) Batu ginjal
(4) Trauma langsung pada ginjal
(5) Keganasan pada ginjal
(6) Sumbatan; batu, tumor, penyempitan atau striktur
2) Penyakit umum di luar ginjal :
(1) Penyakit sistemik; diabetes melitus, hipertensi, kolesterol tinggi
(2) Dislipidemia
(3) SLE
(4) Infeksi di badan; TBC paru, sipilis, malaria, hepatitis
(5) Pre eklamsi
(6) Obat-obatan
(7) Kehilangan banyak cairan yang
2.3 Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit.Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut.
6

Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak
dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reasorbsi protein.
Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukkan jaringan
parut dan penurunan aliran darah ginjal.Pelepasan renin dapat meningkat dan
bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan hipertensi.Hipertensi
mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi (karena
tuntutan untuk reasorbsi) protein plasma dan menimbulkan stress
oksidatif.Kegagalan ginjal membentuk eritropoietin dalam jumlah yang adekuat
sering kali menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk
pada kualitas hidup.Selain itu, anemia kronis dapat menyebabkan penurunan
oksigenasi jaringan di seluruh tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang
ditujukan untuk meningkatkan curah jantung guna memperbaiki oksigenasi.
Refleks ini mencakup aktivasi susunan saraf simpatis dan peningkatan curah
jantung.Akhirnya, perubahan tersebut merangsang individu yang menderita gagal
ginjal mengalami gagal jantung kongestif sehingga penyakit ginjal kronis menjadi
satu faktor risiko yang terkait dengan penyakit jantung (Corwin, 2013:729).
Menurut (Muhammad, 2012:34), perjalanan umum gagal ginjal kronis dapat
dibagi menjadi 4 stadium, yaitu sebagai berikut.
2.3.1 Stadium I (Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40%– 75%)
Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik dan laju
filtrasi glomerulus 40-50% tetapi, sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi. Pada
tahap ini penderita ini belum merasakan gejala gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin
serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau
dengan mengadakan test GFR yang teliti.
2.1.2 Stadium II (Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20% – 50%))
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal
daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat
7

dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila
langkah- langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein
dalam diet.Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
2.3.3 Stadium III (Gagal Ginjal (faal ginjal kurang dari 10%))
Pada tahap ini laju filtrasi glomerulus 10-20% normal, BUN dan kreatinin
serum meningkat. Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari - hari sebagaimana mestinya. Gejala-
gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas,
pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Oleh karena itu, penderita
tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
2.3.4 Stadium IV (End Stage Meal Disease (ESRD)
Stadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur.
Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-
10 ml/menit atau kurang.Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
8
9

2.3.5 Manifestasi Klinis


Menurut (Muhammad, 2012:40), manifestasi klinis pada Gagal Ginjal
Kronik(Chronic Kidney Desease)yaitu sebagai berikut:
1. Gangguan pada Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual/muntah akibat adanya gangguan metabolisme protein
dalam usus dan terbentuknya zat toksik.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur yang
kemudian diubah menjadi ammonia oleh bakteri, sehingga napas
penderita berbau ammonia.
2. Sistem Kardiovaskular
1) Hipertensi.
2) Dada terasa nyeri dan sesak napas.
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
4) Edema
3. Gangguan Sistem Saraf dan Otak
1) Miopati, kelainan dan hipertrofi otot.
2) Ensepalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, dan konsentrasi
terganggu.
4. Gangguan Sistem Hematologi dan Kulit
1) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat kekuningan akibat anemia dan penimbuann urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksik uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
5. Gangguan Sistem Endokrin:
1) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi
insulin.
2) Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki
dan gangguan sekresi imun.
6. Gangguan pada Sistem Lain
1) Tulang mengalami osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik.
10

2.3.6 Komplikasi
Menurut (Corwin, 2013:730), komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
1. Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan
elektrolit, asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
2. Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok
merangsang kecepatan pernapasan.
3. Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
4. Penurunan pembentukan eriropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia
kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan
penyakit ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan
mortalitas.
5. Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
6. Tanpa pengobatan dapat terjadi kima dan kematian.

2.3.7 Pemeriksaan Diagnostik


1) Laboratorium
(1) Laju endap darah: meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan
hipoalbuminemia. Anemia normositer normokrom, dan jumlah retikulosit
yang rendah.
(2) Ureum dan Kreatinin: meninggi, biasanya perbandingan antara ureum
Kreatinin kurang lebih 20:3. Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena
bahan saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan steroid, obstruksi
saluran kemih.
(3) Hiponatremia: umumnya karena kelebihan cairan. Hiperkalemia: biasanya
terjadi pada gagal ginjal lanjut bersama dengan menurunnya diuresis.
(4) Hipokalsemia dan hiperfasfatemia: terjadi karena kurangnya sintesis
vitamin D3 pada GGK.
(5) Phosphate alkaline meninggi akibat gangguan metabolisme tulang terutama
isoenzim fosfatase lindi tulang.
11

(6) Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemik: umumnya disebabkan gangguan


metabolisme dan diet rendah protein.
(7) Peninggian gula darah, akibat gangguan metabolisme karbohidrat pada
gagal ginjal (resistensi terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
(8) Hipertrigliserida akibat gangguan metabolisme lemak disebabkan
peninggian hormon insulin dan menurunnya lipoprotein lipase.
(9) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi menunjukkan PH yang
menurun.
2) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal (adanya batu atau
adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan memperburuk keadaan ginjal, Oleh
sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
3) Intra Vena Fielografi (IVP) untuk menilai sistem palviokalises dan ureter.
Pemeriksaan ini mempunyai resiko penurunan faal ginjal pada keadaan
tertentu, misalnya: usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat.
4) USG untuk menilai besar dan bentuk ginjal, kepadatan parenkim ginjal,
anatomi sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
5) Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri, lokasi dari gangguan
(vaskular, parenkim, ekskresi) serta sisa fungsi ginjal. PKG untuk melihat
kemungkinan: hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia) (Muttaqin dan Kumalasari,2012:172).

2.3.8 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan
mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut:
1) Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis diperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemia
12

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemia dapat


menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
bikarbonat pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia
Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi faktor defisiensi, kemudian
mencari Apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi. Pengendalian gagal
ginjal pada keseluruhan dapat meninggikan HB. Transfusi darah hanya dapat
diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada misalnya ada insufficiency
koroner.
4) Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Natrium
bikarbonat dapat diberikan per oral atau parenteral. Pada permulaan 100 mEq
natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat diulang.
Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.
5) Pengendali hipertensi
Pemberian obat Beta Bloker, Alfa metildopa, dan vasodilator dilakukan.
intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati Karena tidak semua
gagal ginjal disertai retensi natrium.
6) Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh faal
ginjal diganti oleh ginjal yang baru (Muttaqin dan Kumalasari,2012:173).
13

2.4 Konsep Dasar Hemodialisis


2.4.3 Pengertian
Hemodialisis adalah pengalihan darah pasien dari tubuhnya melalui
dialiser yang terjadi secara difusi dan ultrafiltrasi, kemudian darah kembali lagi ke
dalam tubuh pasien. Hemodialisis memerlukan akses ke sirkulasi darah pasien,
suatu mekanisme untuk membawa darah pasien ke dan dari dialiser (tempat
terjadinya pertukaran cairan, elektrolit, dan zat sisa tubuh), serta dialiser. (Mary
Baradero, 2011)
2.4.4 Sejarah Hemodialisis
Dr. Williem Kolff, seorang dokter Belanda, dibangun bekerja dialiser
pertama pada tahun 2013 selama pendudukan Nazi di Belanda. Karena
kelangkaan sumber daya yang tersedia, Kolff harus berimprovisasi dan
membangun mesin awal menggunakan casing sosis, kaleng minuman, sebuah
mesin cuci dan bahkan berbagai barang lainnya yang tersedia saat itu. Selama 2
tahun berikutnya Kolff menggunakan mesin untuk mengobati 16 pasien yang
menderita gagal ginjal akut, tetapi hasilnya tidak berhasil. Kemudian pada tahun
1945, seorang wanita 67 tahun di koma uremik sadar setelah 1 jam hemodialisis
dengan dialyzer, dan tinggal selama 7 tahun sebelum meninggal dari kondisi yang
tidak terikat. Dia adalah pasien pertama yang berhasil diobati dengan dialisis.
(Davita, 2010)
2.4.5 Prinsip Hemodialisis
Dialisis bekerja pada prinsip-prinsip difusi zat terlarut dan ultrafiltrasi cairan
melintasi membrane semipermiabel. Difusi menjelaskan properti dari zat di dalam
air. Zat dalam air cenderung bergerak dari daerah konsentrasi tinggi ke daerah
konsentrasi rendah. Darah mengalir dari salah sat sisi membrane semipermiabel,
dan dialisat, atau cairan dialisis khusus, mengalir di sisi brlawanan. Sebuah
membrane semipermiabel adalah lapisan tipis bahan yang mengandung lubang
berbagai ukuran atau pori-pori. Hal ini meniru proses penyaringan yang terjadi
pada ginjal, ketika darahmemasuki ginjal dan zat lebih besar dipisahkan dari yang
kecil dalam gomerulus. (Kamus Mosby, 2014).
Dua jenis utama dialisis hemodialisis dan dialisis peritoneal, menghilangkan
limbah dan kelebihan air dari darah dengan cara yang berbeda. Hemodialisis
14

menghiangkan limbah dan air dengan sirkulasi darah di luar tubuh melalui filter
eksternal disebut dialyzer, yang berisi membrane semipermiabel. Darah mengalir
dalam satu arah dan dialisat mengalir di seberang. Aliran kontra saat ini darah dan
dialisat memaksimalkan gradient konsentrasi zat terlarut (misalnya kalium, fosfor
dan urea) yang tidak diinginkan yang tingi dalam darah, tetapi rendah atau tidak
dalam larutan dialisis dan penggantian konstan dialisat memastikan bahwa
konsentrasi zat terlarut yang tidak diinginkan tetap rendah dalam sisi membrane.
Larutan dialisis memiliki kadar mineral seperti kalium dan kalsium yang mirip
dengan konsentrasi alami mereka dalam darah yang sehat. Untuk yang lain,
terlarut bikarbonat, tingkat dialisis solusi adalah ditetapkan pada tingkat sedikit
lebih tinggi daripada di darah normal, untuk mendorong difusi bikarbonat di
dalam darah, untuk bertindak sebagai buffer PH untuk menetralkan asidosis
metabolik yang hadir pada pasien ini. (Pendse, 2013).
Pada dialisis peritoneal limbah dan air dikeluarkan dari darah dalam tubuh
dengan menggunakan membran peritoneal dan perioneum sebagai membrane
semipermiabel alami. Limbah dan memindahkan kelebihan air dari darah,
melintasi membran peritoneal dan ke dalam larutan dialisis khusus, yang disebut
dialisat, di rongga perut yang memiliki komposisi mirip dengan cairan darah.
Hemodialisis berlangsung 2-4 jam, ssedang dialisis peritoneal berlangsung selama
36 jam (Mary Baradero, 2011)
2.4.6 Efek Samping Dan Komplikasi
Hemodialisis sering melibatkan pemindahan cairan (melalui ultrafiltrasi),
karena sebagian besar pasien dengan gagal ginjal buang air sedikit atau tidak ada.
Efek samping yang disebabkan oleh menghilangnya terlalu banyak cairan atau
menghapus cairan terlalu cepat, termasuk tekanan darah rendah, kelelahan, sakit
dada, kram kaki, mual, dan sakit kepala.
Sejak hemodialisis membutuhkan akses ke sistem peredaran darah, pasien
yang menjalani hemodialisis dapat mengekspor sistem peredaran darah mereka
untuk mikroba yang dapat menyebabkan sepsis, infeksi yang mempengaruhi katup
jantung (endokarditis) atau infeksi yang mempengaruhi tulang (osteomyelitis).
Heparin adalah anti koagulan yang paling umum digunakan dalam
hemodialisis, karena umumnya diltoleransi dengan baik dan dapat secara cepat
15

dikembalikan dengan protamine sulfat. Alergi heparin jarang menjadi masalah


dan dapat menyebabkan jumlah trombosit rendah.
Komplikasi jangka panjang dari hemodialialisis termasuk amilodosis,
neuropati, dan berbagai bentuk penyakit jantung. Meningkatnya frekuensi dan
lamanya perawatan telah terbukti untuk meningkatkan overload cairan dan
pembesaran hati yang sering terlihat pada pesien tersebut. (Weinrich, 2013).
2.4.7 Akses Vaskular Hemodialisis
Untuk melakukan hemodialisis intermitten jangka panjang, maka perlu ada
jalan masuk ke sistem vascular penderita yang dapat diandalkan. Darah harus
keluar masuk tubuh penderita dengan kecepatan 200 sampai 400 ml/menit. Akses
vascular merupakan aspek yang paling peka pada hemodialisis karena banyak
komplikasi dan kegagalannya. Oleh karena itu, banyak metode yang
dikembangkan untuk mencapai jalan masuk vascular dalam beberapa tahun
belakangan ini. Denominator yang paling sering dipakai pada kebanyakan teknik
akses vascular adalah jalan masuk ke sirkulasi arteri dan kembalinya ke sirkulasi
vena.
Table 3.5
Teknik Utama Vaskular Untuk Hemodialisa
Eksternal (sementara)
Pirau Arteriovenosa (AV) atau sistem kanula
Kateter Vena Femoralis (Lumen Shaldon dan Ganda)
Kateter Vena Subklavia
Internal (permanen)
Fistula AV
Tandur AV
Sumber : Price 2013
2.4.8 Akses Vaskular Eksternal (sementara)
Pirau arteriovenosa (AV) eksternal atau sistem kanula diciptakan dengan
menempatkan ujung kanula dan teflon dalam arteri (biasanya arteria radialis atau
tibialis posterior) dan sebuah vena yang berdekatan. Ujung-ujung kanula
kemudian dihubung-hubungkan dengan selang karet silicon dan suatu sambungan
teflon yang melengkapi pirau. Pada waktu dilakukan dialisis, maka slang pirau
16

eksternal dipisahkan dan dibuat hubungan dengan alat dialisis. Darah kemudian
dialirkan dari ujung arteri, melalui alat dialisis dan kembali ke vena. (Price, 2014)
Kateter vena femoralis dan subklavia sering dipakai pada kasus gagal ginjal
akut bila diperlukan akses vaskular sementara, atau bila teknik akses vaskular lain
tidak dapat berfungsi sementara waktu pada penderita dialisis kronik. (Price,
2011).
Terdapat dua tipe kateter dialisis femoralis. Kateter shaldon adalah kateter
berlumen tunggal yang mmerlukan akses kedua. Jika digunakan dua kateter
shaldon, maka dapat dipasang secara bilateral. Tipe kateter yang lebih baru
memiliki lumen ganda, satu lumen untuk mengeluarkan darah menuju alat dialisis
dan satu lagi untuk mengembalikan darah ke tubuh penderita. Komplikasi yang
terjadi pada kateter vena femorallis adalah laserasi arteria femoralis, perdarahan,
trombosis, emboli, hematoma, dan infeksi. (Price, 2011).
Kateter vena subklavia semakin banyak dipakai karena pemasangannya
mudah dan komplikasinya lebih sedikit dibandingkan kateter vena femoralis.
Kateter vena subklavia dapat digunakan sampai 4 minggu, tetapi kateter vena
femoralis biasanya dibuang setelah pemakaiann 1-2 hari setelah pemasangan.
Komplikasi yabngg disebabkan oleh katerisasi vena subklavia serupa dengan
yang terdapat pada toraks, robeknya arteria subklavia, perdarahan, thrombosis,
embolus, hematoma, dan infeksi. (Price, 2011).
2.4.9 Akses Vaskular Internal (permanen)
Fistula AV diperkenalkan oleh Cimino dan Brescia (2013) sebagai respon
terhadap banyaknya komplikasi yang ditimbulkan pirau Av. Fistula AV dibuat
melalui anatomosis arteri secara langsung ke vena.(biasanya arteria radialis dan
vena sefalika pergelangan tangan) pada lengan yang tidak dominan. Hubungan
dengan sistem dialisis dibuat dengan menempatkan satu jarum distal (garis arteri)
dan sebuah jarum lain diproksimal (garis vena) pada ven ayangg sudah
diarterialisasi tersebut. Umur rata-rata fistula AV adalah 4 tahun dan
komplikasinya lebih sedikit dibandingkan denga pirau AV. Masalah yang paling
utama adalah rasa nyeri pada pungsi vena, terbentuknya aneurisma, thrombosis,
kesulitan hemotasis pascadialisis, dan iskemia pada tangan (steal syndrome).
(Price, 2011).
17

Pada beberapa kasus, pembuatan fistula pada pembuluh darah pasien sendiri
tidak dimungkinkan akibat adanya penyakit, kerusakan akibat prosedur
sebelumnya, atau ukuran kecil. Pada keadaan demikian, maka suatu tandur AV
dapat dianastomosiskan antara sebuah arteri dan vena, dimana tandur ini bekerja
sebagai saluran bagi aliran darah dan tempat penusukan selama dialisis. Tandur
akan membuat tonjolan dibawah kulit dan nampaknya seperti vena yang
menonjol. Tandur AV adalah sebuah tabung prustetik yang dibuat dari bahan
biologis atau bahan sintetik. Komplikasi tandur AV akan sama dengan fistula AV
yaitu thrombosis, infeksi, aneurisma, dan iskemia tangan yang disebabkan oleh
pirau darah melalui prostesis dan jauh dari sirkulasi distal (steal syndrome).
(Price, 2011)
2.4.10 Jenis Hemodialisis
Ada tiga jenis hemodialisis :
1. Hemodialisis konvensional.
Hemodialisis biasanya dilakukan 3 kali seminggu, selama sekitar 3-4 jam
untuk setiap perlakuan dimana darah pasien diambil, keluar melalui tabung
dengan kecepatan 200-400 ml/menit. Tabung terhubung ke jarum dimasukkan
ke dalam fistula dialisis atau cangkok. Darah kemudiann dipompa kembali ke
dalam aliran darah pasien melalui tabung lain. Skema prosedur tekanan darah
pasien dimonitor, dan jika itu menjadi rendah atau pasien mengembangkan
tanda-tanda lain dari volume darah seperti mual, petugas dialisis dapat
mengelola cairan ekstra melalui mesin. Selama perawatan seluruh volume
darah pasien (sekitar 5000cc) bersirkulasi melalui mesin setiap 15 menit.
2. Hemodialisis harian.
Hemodialisis harian biasanya digunakan oleh pasien yang melakukan
pencucian darah sendiri di rumah. Hal ini lebih lembut ttetapi meembutuhkan
akses lenih sering. Hemodialisis harian biasanya dilakukan selama 2 jam,
enam hari seminggu.
3. Hemodialisis nocturnal.
Prosedur dialisis ini mirip dengan hemodialisis konvnsional, kecuali dilakukan
enam malan dalam seminggu dan 6-10 jam per sesi saat tidur. (TOH, 2008)
18

2.4.11 Keuntungan Dan Kerugian


1. Keuntungan :
1) Tingkat kematian rendah.
2) Lebih mengantrol tekanan darah dan kram perut.
3) Kurang pembatasan diet.
4) Toleransi yang lebih baik, dan sedikit komplikasi.
2. Kekurangan :
1) Membutuhkan pasokan yang lebih seperti kualitas air yang tinggi dan
listrik.
2) Membutuhkan teknologi yang handal seperti mesin dialisis.
3) Prosedur rumit dan membutuhkan pengasuh memiliki pengetahuan yang
lebih.
4) Membutuhkan waktu untuk menyiapkan dan membesihkan mesin dialisis
dan beban mesin. (Daugirdas, 2012)
2.4.12 Indikasi Hemodialisis
Keputusan untuk memulai dialisis atau hemofiltration pada pasien dengan
gagal ginjal tergantung beberapa factor. Ini dapat dibagi menjadi indikasi akut
atau kronis.
1. Indikasi untuk dialisis pada pada pasien dengan cidera ginjal akut adalah:
1) Asidosis metabolik, dalam situasi dimana koreksi dengan natrium
bikarbonat tidak praktis atau dapat mengakibatkan overload cairan.
2) Kelainan elektrolit seperti hiperkalemia.
3) Overload cairan tidak diharapkan untuk merespon pengobatan dengan
diuretic.
4) Komplikasi uremia, seperti perikarditis, ensefalopati atau perdarahan
gastrointestinal.
5) Keracunan, yaitu keracunan akut dengan zat dialyzable.
2. Indikasi untuk pasien dengan gagal ginjal kronis:
1) Gejala gagal ginjal.
2) Rendah LFG sering dianjrrkan untuk dimulai pada LFG kurang dari 10-15
mls/min/1,73 m2. Pada penderita diabetes dialisis dimulai sebelumnya.
19

3) Kesulitan dalam medis mengendalikan overload cairan kalium serum dan


atau fosfor saat LFG rendah. (Irwin, 2013)
20

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

2.5 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan


2.5.3 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keeprawatan dan merupakan
suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk menegvaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam,
2013:17).
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171), pengkajian yang dapat dilakukan pada
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah adalah sebagai berikut:
2.5.3.1 Keluhan utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak ada
selera makan anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas
berbau (ureum), dan gatal pada kulit.
2.5.3.2 Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola
napas, kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia,
dan perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta
pertolongan untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
2.5.3.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,
payah jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik Benign Prostatic Hyperplasia,
dan prostatektomi. Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi
sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit
hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab. Penting
untuk dikaji mengenai riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya
riwayat alergi terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan.
2.5.3.4 Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya

24
21

perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien


mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
2.5.3.5 Pemeriksaan Fisik
Menurut (Muttaqin, 2012:171-172), pemeriksaan fisik pada pasien dengan
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
Klien bernapas engan bau urine (feter urenik) sering didapatkan pada fase
ini. Respons uremia didipatakan adanya pernapasan kussmaul. Pola napas cepat
dan dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan koarbon dioksida
yang menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi perawatat akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan
tanda dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3
detik, palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung,
edema penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat
hiperkalemi, dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai akibat
dari penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel
darah merah, dan kehilangan darah.
3) B3 (Brain)
Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti
perubahan proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya kejang,
adanya neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi.Perubahan warna urine, contoh kuning pekat,
merah, coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) B5 (Bowel)
22

Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak
sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisiksecara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari jaringan.

2.5.4 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau bresiko perubahan pola) dari individu atau
kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan
memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan,
membatasi, mencegah dan merubah (Nursalam, 2013 :35).
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal
ginjal kronik adalah sebagai berikut:
2.5.4.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran
mukosa mulut (Surhayanto, 2009:193).
2.5.4.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis (Surhayanto, 2009:193).
2.5.4.3 Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal efek sekunder dari penurunan kalium sel (Muttaqin, 2011:174).
2.5.4.4 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium (Muttaqin,
2011:174).
2.5.4.5 Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan
23

sensasi (neuropati perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas


akumulasi ureum dalam kulit (Muttaqin, 2011:174).
2.5.4.6 Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan
fungsi tubuh, tindakan dialisis, koping maladaptif (Muttaqin, 2011:174).
2.5.5 Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi tulisan tangan
dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam, 2001:51).
2.5.5.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa
mulut.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam, maka masukan nutrisi yang adekuat dapat
dipertahankan.
Kriteria evaluasi:
1) Berat badan stabil
2) Nafsu makan meningkat
3) Tidak ditemukan edema
Intervensi:
1) Kaji status nutrisi: perubahan berat badan, nilai laboratorium (BUN,
kreatinin, protein, besi, dan transferin).
Rasional: Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan
evaluasi intervensi.
2) Kaji pola diet nutrisi: riwayat diet, makanan kesukaan, dan hitung
kalori.
Rasional: Pola diet dulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam
menyusun menu.
3) Kaji faktor yang merubah dalam masukan nutrisi: mual, muntah,
anoreksia, diet yang tidak menyenangkan, depresi, kurang memahami
pembatasan, stomatitis.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat
diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
24

4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan dengan protein


yang mengandung nilai biologis tinggi seperti telur, daging, produk
susu.
Rasional: Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan
nitrogen yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
penyembuhan.
5) Jelaskan alasan pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit
ginjal dan peningkatan urea dan kreatinin.
Rasional: Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara
diet urea, kreatinin dengan penyakit ginjal.
6) Kolaborasi dengan keluarga dalam pemberian makan dengan porsi
kecil tapi sering.
Rasional: Meminimalkan anoreksia dan mual yang berhubungan
dengan status uremik/menurunnya peristaltik.
7) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Rasional:Faktor yang tidak menyenangkan dapat menimbulkan
anoreksia.
8) Timbang berat badan setiap hari.
Rasional:Untuk memantau status cairan dan nutrisi.
9) Observasi dan catat masukan makanan pasien.
Rasional:Mengawasi masukan konsumsi/kualitas kekurangan
konsumsi makanan.
2.5.5.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi
produk sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien dapat berpartisipasi dalam
aktivitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria evaluasi:
1) Berkurangnya keluhan lelah.
2) Perasaan lebih berenergi.
3) Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang
normal setelah penghentian aktivitas.
Intervensi:
25

1) Kaji faktor yang menimbulkan keletihan: anemia,


ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, retensi produk sampah,
depresi.
Rasional: Menyediakan informasi mengenai indikasi tingkat
keletihan.
2) Bantu pasien dalam beraktivitas bila pasien tidak mampu
melakukannya sendiri.
Rasional: Agar bertahap secara mandiri dan tidak ketergantungan
dengan orang lain.
3) Anjurkan aktivitas alternatif pada saat istirahat.
Rasional: Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang
dapat ditoleransi dan istirahat yang cukup.
4) Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis.
Rasional: Istirahat yang adekuat setelah dialisis dianjurkan, bagi
banyak pasien yang melelahkan.
5) Kolaborasi dengan dokter bila keluhan kelelahan menetap.
Rasional: Ini dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan
perlunya penilaian tambahan dalam terapi.
2.5.5.3 Aktual/risiko tinggi aritmia berhubungan dengan gangguan konduksi
elektrikal efek sekunder dari penurunan kalium sel.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam, curah jantung mengalami peningkatan.
Kriteria evaluasi :
1) Klien tidak gelisah.
2) Klien tidak mengeluh mual-mual dan muntah.
3) GCS: 4,5,6.
4) TTV dalam batas normal.
5) Akral hangat dan CRT <3 detik.
6) EKG dalam batas normal dan kadar kalium dalam batas normal.
Intervensi:
1) Monitor tekanan darah, nadi, catat bila da perubahan tanda-tanda
vital dan keluhan dispnea.
26

Rasional: Adanya edema paru, kongesti vascular dan keluhan


dispnea menunjukkan adanya gagal ginjal. Hipertensi
yang signifikan merupakan akibat dari gangguan rennin
angiotensin dan aldosteron. Ortostatik hipertensi juga
dapat terjadi akibat dari defisit cairan intravascular.
2) Beri oksigen 3l/mnt.
Rasional: Memberikan asupan oksigen tambahan yang diperlukan
tubuh.
3) Monitoring EKG
Rasional: Melihat adanya kelainan konduksi listrik jantung yang
dapat menurunkan curah jantung.
4) Kolaborasi dalam pemberian suplemen kalium oral seperti obat
Aspar K.
Rasional: Kalium oral Aspar K dapat menghasilkan lesi usus kesil,
oleh karena itu klien harus dikaji dan diberi peringatan tentang
distensi abdomen, nyeri, atau perdarahan GI.
5) Manajemen pemberian kalium intravena.
Rasional: Pada kasus yang berat, pemberian kalium harus dalam
larutan nondekstrosa, sebab dekstrosa merangsang
pelepasan insulin sehingga menyebabkan K+ berpindah
masuk ke dalam sel. Kecepatan infuse tidak boleh
melebihi 20 mEq K+ per jam untuk menghindari terjadinya
hiperkalemia.
2.5.5.4 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan
dengan penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan
sistemik.
Kriteria evaluasi:
1) Klien tidak sesak napas.
2) Edema ekstremitas berkurang.
3) Piting edema (-).
4) Produksi urine >600 ml/hari.
27

Intervensi:
1) Kaji adanya edema ekstremitas
Rasional: Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2) Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah baring pada saat edema masih
terjadi.
Rasional: Menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama
beberapa hari mungkin diperlukan untuk meningkatkan
dieresis yang bertujuan mengurangi edema.
3) Kaji tekanan darah.
Rasional: Sebagai ssalah satu cara untuk mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat diketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui
dari meningkatnya tekanan darah.
4) Ukur intake dan output.
Rasional: Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
5) Timbang berat badan.
Rasional: Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai
dengan indikasi.
Rasional: Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard
untuk melawan efek hipoksia/iskemia
7) Kolaborasi :
(1) Berikan diet tanpa garam.
Rasional: Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma.
(2) Berikan diet rendah protein tinggi kalori.
Rasional: Diet rendah protein untuk menurunkan insufisiensi
renal dan retensi nitrogen yang akan meningkatkan
28

BUN. Diet tinggi kalori untuk cadangan energy dan


mengurangi katabolisme protein.
(3) Berikan diuretic, contoh: furosemide, spironolakton,
hidronolakton.
Rasional: Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma
dan menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga
menurunkan resiko terjadinya edema paru.
(4) Adenokortikosteroid, golongan prednison.
Rasional: Adenokortikosteroid, golongan prednisone, digunakan
unttuk menurunkan proteinuri.
(5) Lakukan dialisis.
Rasional:Dialisis akan menurunkan volume cairan yang
berlebih.
2.5.5.5 Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
gangguan status metabolic, sirkulasi (anemia, iskemia jaringan) dan
sensasi (neuropati perifer), penurunan turgor kulit, penurunan aktivitas
akumulasiureum dalam kulit.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
Kriteria evaluasi:
1) Kulit tidak kering.
2) Hiperpigmentasi berkurang.
3) Memar pada kulit berkurang.
Intervensi:
1) Kaji terhadap kekeringan kulit, pruritus, ekskoriasi, dan infeksi.
Rasional: Perubahan mungkin disebabkan oleh penurunan aktivitas
kelenjar keringat atau pengumpulan kalsium dan fosfat
pada lapisan kutaneus.
2) Kaji terhadap adanya petekie dan purpura.
Rasional: Perdarahan yang abnormal sering dihubungkan dengan
penurunan jumlah dan fungsi platelet akibat uremia.
3) Monitor lipatan kulit dan area edema.
Rasional: Area-area ini sangat mudah terjadinya injury.
29

4) Gunting kuku dan pertahankan kuku terpotong pendek dan bersih.


Rasional: Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan urine
output.
5) Kolaborasi dalam pemberian pengobatan antipruritus sesuai
pesanan.
Rasional: Mengurangi stimulus gatal pada kulit
2.5.5.6 Gangguan konsep diri (gambaran diri) berhubungan dengan penurunan
fungsi tubuh, tindakan dialysis, koping maladaptif.
Tujuan:Dalam waktu 1 jam pasien mampu mengembangkan koping.
Kriteria evaluasi:
1) Pasien kooperatif pada setiap intervensi keperawatan.
2) Mampu menyatakan atau mengkonsumsi denagn orang terdekat
tentang situasi dan perubahan yang sedang terjadi.
3) Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi.
4) Mengakui dan menggabungkan perubahan ke dalam konsep diri
dengan cara yang akurat tanpa harga dri yang negatif.
Intervensi:
1) Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat
ketidakmampuan.
Rasional: Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana
perawatan atau pemilihan intervensi.
2) Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada pasien.
Rasional: Mekanisme koping pada beberapa pasien dapat menerima
dan mengatur perubahan fungsi secara efektif dengan
sedikit penyesuaian diri, sedangkan yang lain mengalami
koping maladaptive dan mempunyai kesulitan dalam
membandingkan, mengenal, dan mengatur kekurangan
yang terdapat pada dirinya.
30

3) Anjurkan pasien untuk mengekspresikan perasaan.


Rasional: Menunjukkan penerimaan, membantu pasien untuk
mengenal dan mulai menyesuaikan dengan perasaan
tersebut.
4) Catat ketika pasien menyatakan terpengaruh seperti sekarat atau
mengingkari dan menyatakan inilah kematian.
Rasional: Mendukung penolakan terhadap bagian tubuh atau
perasaan negative terhadap gambaran tubuh dan
kemampuan menunjukkan kebutuhan dan intervensi serta
dukungan emosional.
5) Pernyataan pengakuan terhadap penolakan tubuh, mengingatkan
kembali fakta kejadian tentang realitas bahwa masih dapat
menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat.
Rasional: Membantu pasien untuk melihat bahwa perawat menerima
kedua bagian sebagai bagian dari seluruh tubuh.
Mengijinkan pasien untuk merasakan adanya harapan dan
mulai menerima situasi baru.
6) Bantu dan anjurkan perawatan yang baik dan memperbaiki
kebiasaan.
Rasional: Membantu mengingatkan perasaan harga diri dan
mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
7) Anjurkan orang yang terdekat untuk mengijinkan pasien melakukan
sebanyak-banyaknya hal-hal untuk dirinya.
Rasional: Menghidupkan kembali perasaan kemandirian dan
membantu perkembangan harga diri, serta memengaruhi
proses rehailitasi.
8) Dukung perilaku atau usaha seperti peningkatan minat atau
partisipasi dalam aktivitas rehabilitasi.
Rasional: Pasien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan
pengertian tentang peran individu masa mendatang.
31

2.5.6 Implementasi Keperawatan


Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
kegiatan : Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul, menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan,
mempersiapkan lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan
dilaksanankan mengidentifikasi aspekhukum dan etik terhadap resiko dari
potensial tindakan.
2.5.7 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannyasudah berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawat
untuk memonitor “kealpaan” yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.

2.5.8 Dokumentasi
Dokumentasi dalam pelayanan keperawatan adalah bagian dari kegiatan
yang dikerjakan oleh perawat setelah memberI asuhan keperawatan kepada klien.
Dokumentasi keperawatan mempunyai porsi yang besar dari catatan klinis klien
yang menginformasikan factor tertentu atau situasi yang terjadi selama asuhan
dilaksanakan. Dokumentasi dapat pula dijadikan sebagai wahana komunikasi dan
koordinasi antar profesi (interdisipliner) yang dapat dipergunakan untuk
mengungkap suatu fakta actual untuk dipertanggungjawabkan (Setiadi,2012: 203).
Dokumentasi keperawatan bertujuan untuk (Zaidin,2003:78) menghindari
kesalahan, tumpang tindih, dan ketidaklengkapan informasi dalam asuhan
keperawatan, terbinanya koordinasi yang baik dan dinamis antara sesama perawat
atau pihak lain melalui komunikasi tulisan, meningkatkan efisiensi dan efektifitas
tenaga keperawatan, terjaminnya kualitas asuhan keperawatan, perawat mendapat
perlindungan secara hukum, memberikan data bagi penelitian.

Anda mungkin juga menyukai