Trauma kepala
Terputusnya Terputusnya
Jaringan otak rusak
kontinuitas kontinuitas
jaringan otot jaringan tulang
dan vaskuler
Kerusakan - Perubahan
sel otak ↑ autoregulasi
Kerusakan - Odema
Gangguan suplai
jaringan tulang ↑ sereberal
darah ke jaringan
Stress
Kejang
Iskemia Mengenai sel saraf
↑ katekolamin
7. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan
Pemeriksaan awal yang paling umum dilakukan karena pemeriksaan ini
dapat dengan cepat dilakukan dan sensitive terhadap perdarahan. Satu
kelemahan CT scan adalah bahwa pemeriksaan tersebut tidak dapat secara
adekuat menangkap struktur fosa posterior.
b. MRI (Magnetic resonance imaging)
Bermanfaat karena artifak tulang diminimalkan sehingga struktur pada dasar
tengkorak dan medulla spinalis dapat divisualisasikan lebih baik dan
perubahan neuronal dapat diamati. Selain itu MRI dapat digunakan untuk
mengevaluasi cedera vascular serebral dengan cara noninvasive.
c. Angiografi serebral
Alat yang berguna dalam mengkaji diseksi dalam pembuluh darah dan tidak
adanya aliran darah serebral pada pasien yang dicurigai mengalami
kematian batang otak.
Risiko prosedur tersebut meliputi rupture pembuluh darah, stroke akibat
debris emboli, reaksi alergi akibat terpajan pewarna radiopak, gagal ginjal
akut akibat pewarna IV, dan perdarahan retroperitoneal dari area
pemasangan selubung setelah infus dilepaskan.
d. Ultrasonografi Doppler Transkranial
Secara tidak langsung mengevaluasi aliran darah serebral dan mekanisme
autoregulasi dengan mengukur kecepatan darah yang melewati pembuluh
darah. Kemampuan pemeriksaan ini dalam meberikan informasi mengenai
autoregulasi serebral dapat mempengaruhi penatalaksanaan dinamik
intracranial pada pasien cedera kepala dimasa yang akan datang.
e. EEG (elektro ensefalogram)
Mengukur aktivitas gelombang otak disemua regio korteks dan berguna
dalam mendiagnosis kejang serta mengaitkan pemeriksaan neurologis
abnormal dengan fungsi kortikal abnormal. Pemeriksaan yang penting
dalam mengeliminasi kejang subklinis atau non konvulsif. Temuan yang
paling umum pada pasien cedera kepala adalah perlambatan aktivitas
gelombang listrik pada area cedera.
f. BAER (brainsteam auditory evoked responses) dan SSEP (somatosensory
evoked potential)
Pemeriksaan prognostik yang bermanfaat pada pasien cedera kepala. Hasil
abnormal dari salah satu pemeriksaan tersebut dapat membantu menegakkan
diagnosis disfungsi batang otak yang tidak akan menghasilkan pemulihan
fungsional yang bermakna.
8. Penatalaksanaan
a. Air dan Breathing
1) Perhatian adanya apnoe
2) Untuk cedera kepala sedang dan berat lakukan intubasi endotracheal.
Penderita mendapat ventilasi dengan oksigen 100% sampai diperoleh
AGD dan dapat dilakukan penyesuaian yang tepat terhadap FiO2.
3) Tindakan hiperventilasi dilakukan hati-hati untuk mengoreksi asidosis
dan menurunkan secara cepat TIK pada penderita dengan pupil yang
telah berdilatasi. PCO2 harus dipertahankan antara 25-35 mmhg.
b. Circulation
Hipotensi dan hipoksia adalah merupakan penyebab utama terjadinya
perburukan pada CKS. Hipotensi merupakan petunjuk adanya kehilangan
darah yang cukup berat, walaupun tidak tampak. Jika terjadi hipotensi maka
tindakan yang dilakukan adalah menormalkan tekanan darah. Lakukan
pemberian cairan untuk mengganti volume yang hilang sementara penyebab
hipotensi dicari.
c. Disability (pemeriksaan neurologis)
Pada penderita hipotensi pemeriksaan neurologis tidak dapat dipercaya
kebenarannya. Karena penderita hipotensi yang tidak menunjukkan respon
terhadap stimulus apapun, ternyata menjadi normal kembali segera tekanan
darahnya normal
Pemeriksaan neurologis meliputi pemeriksaan GCS dan reflek cahaya
pupil
Intervensi Rasional
1. Kaji kecepatan, kedalaman, 1. perubahan dapat menandakan
frekuensi, irama dan bunyi awitan komplikasi pulmonal atau
napas. menandakan luasnya keterlibatan
otak.
2. untuk memudahkan ekspansi paru
2. Atur posisi klien dengan dan menurunkan adanya
posisi semi fowler (15o – 45o). kemungkinan lidah jatuh yang
menyumbat jalan napas.
3. Pada klien yang mengalami
penurunan reflek menelan dan
batuk dapat meningkatkan resiko
3. Kaji reflek menelan dan batuk gangguan pernafasan
klien 4. Mencegah / menurunkan
atelektasis
5. untuk mencegah terjadinya
komplikasi
4. Anjurkan klien latihan napas
dalam apabila sudah sadar.
5. Lakukan kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian terapi.
Kriteria hasil : klien mampu dan pulih kembali setelah pasca akut dan
gerak, mampu melakukan aktivitas ringan pada tahap rehabilitasi sesuai
dengan kemampuan.
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan mobilisasi. 1. dapat mengidentifikasi tingkat
ketergantungan klien.
2. Kaji derajat ketergantungan 2. Untuk mengetahui derajat
klien dengan menggunakan ketergantungan klien :
skala ketergantungan. (0) : Klien mandiri
(1) : Klien memerlukan bantuan
minimal
(2) :Klien memerlukan bantuan sedang,
pengawasan dan pengarahan
(3) : Memerlukan bantuan terus menerus
dan memerlukan alat Bantu
(4) : Memerlukan bantuan total
3. perubahan posisi secara teratur dapat
3. Atur posisi klien dan ubahlah
meningkatkan dan mencegah adanya
secara teratur tiap dua jam
penekanan pada organ yang menonjol.
sekali bila tidak ada kejang.
4. mempertahankan fungsi sendi dan
4. Bantu klien dalam gerakan-
mencegah penurunan tonus otak.
gerakan kecil secara pasif
apabila kesadaran menurun
dan secara aktif bila klien
kooperatif.
5. meminimalkan atrofi otot,
5. Berikan motivasi dan latihan
meningkatkan sirkulasi, membantu
pada klien dalam memenuhi
mencegah kontraktur.
kebutuhan sesuai kebutuhan.
6. program yang khusus dapat
6. Lakukan kolaborasi dengan
dikembangkan untuk menemukan
tim kesehatan lain
kebutuhan yang berarti/menjaga
(fisioterapy).
kekurangan tersebut dalam
keseimbangan, koordinasi dan
kekuatan.
4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan merupakan kegiatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Selama pelaksanaan kegiatan dapat
bersifat mandiri dan kolaboratif. Selama melaksanakan kegiatan perlu diawasi
dan dimonitor kemajuan kesehatan klien
5. Evaluasi
Tahap penilaian atau evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan
terencana tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan
lainnya.
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana kegiatan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses
keperawatan
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono,
Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2016.
Hudak & Gallo, 2017, Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI Volume
2, EGC, Jakarta.