Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah
suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Agus Tessy, 2001).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada
saluran kemih (Enggram, Barbara, 1998).
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari
semua umur baik pada anak-anak, remaja, dweasa maupun umur lanjut. Akan tetapi dari
dua jenis kelamin tersebut ternyata wanita lebih sering terkena dari pada pria dengan
angka populasi umur kurang lebih 5-15%. Infeksi saluran kemih pada bagian tertentu dari
saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia coli : rtesiko dan
beratnya meningkat dengan kondiisi seperti refluks vesikouretral, obstruksi saluran
perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen uretral baru, septikemia. (Susan
Martin Tucker, dkk, 1998).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah istilah umum yang dipakai untuk
menyatakan adanya invasi mikroorganisme pada saluran kemih. Prevalensi ISK di
masyarakat makin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Pada usia 40 60 tahun
mempunyai angka prevalensi 3,2 %. Sedangkan pada usia sama atau diatas 65 tahun kira-
kira mempunyai angka prevalensi ISK sebesar 20%. Infeksi saluran kemih dapat
mengenal baik laki-laki maupun wanita dari semua umur baik anak-anak, remaja, dewasa
maupun lanjut usia.
Akan tetapi dari kedua jenis kelamin, ternyata wanita lebih sering dari pria
dengan angka populasi umum kurang lebih 5-15%. Untuk menyatakan adanya ISK harus
ditemukan adanya bakteri dalam urin. Bakteriuria yang disertai dengan gejala saluran
kemih disebut bakteriuria simptomatis. Sedangkan yang tanpa gejala disebut bakteriuria
asimptomatis. Dikatakan bakteriuria positif pada pasien asimptomatis bila terdapat lebih
dari 105 koloni bakteri dalam sampel urin midstream, sedangkan pada pasien simptomatis
bisa terdapat jumlah koloni lebih rendah.
Prevalensi ISK yang tinggi pada usia lanjut antara lain disebabkan karena sisa
urin dalam kandung kemih meningkat akibat pengosongan kandung kemih kurang efektif,
mobilitis menurun, pada usia lanjut nutrisi sering kurang baik, sistem imunitas menurun.
Baik seluler maupu humoral, adanya hambatan pada aliran urin, hilangnya efek bakterisid
dari sekresi prostat. Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan penyakit yang perlu
mendapat perhatian serius.
Di Amerika dilaporkan bahwa setidaknya 6 juta pasien datang kedokter setiap
tahunnya dengan diagnosis ISK. Disuatu rumah sakit di Yogyakarta ISK merupakan
penyakit infeksi yang menempati urutan ke-2 dan masuk dalam 10 besar penyakit (data
bulan Juli -Desember). Infeksi saluran kemih terjadi adanya invasi mikroorganisme pada
saluran kemih. Untuk menegakkan diagnosis ISK harus ditemukan bakteri dalam urin
melalui biakan atau kultur (Tessy, Ardaya, Suwanto, 2001) dengan jumlah signifikan
(Prodjosudjadi, 2003).

1
B. Rumusan Masalah
a. Konsep Dasar Penyakit :
1. Definisi Infeksi Saluran Kemih
2. Patofisiologi dan Penyebab Infeksi Saluran Kemih
3. Tanda dan Gejala Infeksi Saluran Kemih
4. Pemeriksaan Diagnostik
5. Penatalaksanaan Medik
b. Asuhan Keperawatan :
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
4. Implementasi
5. Evaluasi

C. Tujuan
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada penderita Infeksi Saluran
Kemih (ISK)

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


1. Definisi Infeksi Saluran Kemih
Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau Urinarius Tractus Infection (UTI) adalah
suatu keadaan adanya infasi mikroorganisme pada saluran kemih (Agus Tessy, 2001).
Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada
saluran kemih (Enggram, Barbara, 1998).
Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-laki maupun perempuan dari
semua umur baik pada anak-anak, remaja, dweasa maupun umur lanjut. Akan tetapi
dari dua jenis kelamin tersebut ternyata wanita lebih sering terkena dari pada pria
dengan angka populasi umur kurang lebih 5-15%. Infeksi saluran kemih pada bagian
tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri terutama scherichia
coli : resiko dan beratnya meningkat dengan kondisi seperti refluks vesikouretral,
obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen uretral baru,
septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998).
Infeksi traktus urinarius pada pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi
yang berasal dari uretra seperti juga pada wanita. Namun demikian, panjang uretra
dan jauhnya jarak antara uretra dari rektum pada pria dan adanya bakterisidal dalam
cairan prostatik melindungi pria dari infeksi traktus urinarius. Akibatnya UTI pada
pria jarang terjadi, namun ketika gangguan ini terjadi kali ini menunjukkan adanya
abnormalitas fungsi dan struktur dari traktus urinarius.
Infeksi saluran kemih adalah infeksi akibat berkembang biaknya
mikroorganisme di dalam saluran kemih, yang dalam keadaan normal air kemih tidak
mengandung bakteri, virus atau mikroorganisme lain. Infeksi saluran kemih kemih
dapat terjadi baik pria maupun wanita dari semua umur, dan dari kedua jenis kelamin
ternyata wanita lebih sering menderita infeksi daripada pria (Sudyo Aru, dkk 2009).
Jenis infeksi saluran kemih, antara lain :
a. Kandung kemih (Sistitis)
b. Uretra (Uretritis)
c. Ginjal (Pielonefritis)
Klasifikasi menurut letaknya :
a. ISK atas
- Pielonefritis akut (PNA) : proses infeksi parenkim ginjal yang disebabkan
infeksi bakteri
- Pielonefritis kronis (PNK) : kemungkinan akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil
b. ISK bawah
- Perempuan (sistiitis : presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai
bakteriuria bermakna)
- Sindrom Uretra Akut (SUA) presentasi klinis sititis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril) sering dinamakan sistitis bakterialis)

3
- Laki-laki sistitis, prostatis, epidimidis, dan uretritis
Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut, dibedakan menjadi :
a. ISK uncomplicated (simple) merupakan ISK sedrhana yang terjadi pada penderita
dengan saluran kencing tak baiak, anatomic maupun fungsional normal. ISK ini
pada usia lanjut terutama mengenai penderita wanita dan infeksi hanya mengenai
mukosa superfacial kandung kemih.
b. ISK complicated, sering menimbulkan banyak masalah karena sering kali kuman
penyebab sulit diberantas, kuman penyabab sering resisten terhadap beberapa
macam antibiotika, sering terjadi bakterimia, sepsis dan shock. ISK ini terjadi bila
terdapat keadaan-keadaan sebagai berikut :
- Kelainan abnormal saluran kencing, misalnya batu, reflex vesiko uretral
obstruksi, atoni kandung kemih, paraplegia, kateter kandung kencing menetap
dan prostatitis
- Kelainan faal ginjal : GGA maupun GGK
- Gangguan daya tahan tubuh
- Infeksi yang disebabkan karena organism virulen seperti prosteus yang
memproduksi urease
(Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC
Jilid 2, halama139)

2. Patofisiologi dan Penyebab Infeksi Saluran Kemih


Akumulasi etiologi dan
factor resiko (infeksi
Makanan terkontaminasi Jaringan paruttotal
mikroorganisme,
mikroorganisme masuk tersumbat
penggunaan steroid
lewat mulut
dalam jangka panjang,
usia lanjut, anomaly Obstruksi saluran kemih
saluran kemih, cidera yang bermuara ke vesika
HCL (lambung) urinaria
uretra, riwayat ISK

Hidup Tidak hidup

Usus terutama pleg player


Resiko infeksi Peningkatan tekanan VU

Kuman mengeluarkan
Mati Penebalan dinding VU
endotoksin

Bakterimia primer Difagosit kontraksi otot VU

Procesia pada kulit dan Kesulitan berkemih


Tidak difagosit
hipertermi
Retensi urine
Bakterimia sekunder Pembuluh darah
kapiler

4
Hipotalamus Ureter Reinteraksi abdominal

Menekan termoreguler Iritasi Uretral Obstruksi

Hipertermi Oliguria Mual muntah

Peradangan Gangguan eliminasi Kekurangan volume


urine cairan

Peningkatan Depresi saraf perifer


frekuensi/dorongan
kontraksi uretral
Nyeri

(Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC


Jilid 2, halama143)

3. Tanda dan Gejala Infeksi Saluran Kemih


Gejala gejala dari infeksi saluran kemih secara umum sering meliputi:
a) Anyang-anyangan atau rasa ingin buang air kecil lagi, meski sudah dicoba untuk
berkemih namun tidak ada air kemih yang keluar.
b) Sering kencing dan kesakitan saat kencing, air kencingnya bisa berwarna putih,
cokelat atau kemerahan dan baunya sangat menyengat
c) Warna air seni seni kental/pekat seperti air teh, kadang kemerahan bila ada darah
d) Nyeri pada pinggang
e) Demam atau mengigil, yang dapat menandakan infeksi telah mencapai ginjal
(diiringi rasa nyeri di sisi bawah belakang rusuk, mual atau muntah)
f) Peradangan kronis pada kandung kemih yang berlanjut dan tidak sembuh-sembuh
dapat menjadi pemicu terjadinya kanker kandung kemih
(Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC
Jilid 2, halama140)

4. Etiologi Infeksi Saluran Kemih


Jenis-jenis mikroorganisme yang menyebabkan ISK, antara lain:
a) Escherichia Coli: 90 % penyebab ISK uncomplicated (simple)
b) Pseudomonas, Proteus, Klebsiella : penyebab ISK complicated
c) Enterobacter, staphylococcus epidemidis, enterococci, dan-lain-lain.
Prevalensi penyebab ISK pada usia lanjut, antara lain:
a) Sisa urin dalam kandung kemih yang meningkat akibat pengosongan kandung
kemih yang kurang efektif
b) Mobilitas menurun
c) Nutrisi yang sering kurang baik
d) Sistem imunitas menurun, baik seluler maupun humoral

5
e) Adanya hambatan pada aliran urin
f) Hilangnya efek bakterisid dari sekresi prostat.
(Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC
Jilid 2, halama140)

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisis
1) Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar
(LPB) sediment air kemih
2) Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air
kemih. Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa
kerusakan glomerulus ataupun urolitiasis.
b. Bakteriologis
1) Mikroskopis
2) Biakan bakteri
c. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik
d. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
e. Metode tes
1) Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess
untuk pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami
piuria. Tes pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang
mengurangi nitrat urin normal menjadi nitrit.
2) Tes Penyakit Menular Seksual (PMS):
Uretritia akut akibat organisme menular secara seksual (misal, klamidia
trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
3) Tes- tes tambahan
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi
juga dapat dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari
abnormalitas traktus urinarius, adanya batu, massa renal atau abses,
hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV atau evaluasi ultrasonic,
sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk mengidentifikasi
penyebab kambuhnya infeksi yang resisten.

5. Penatalaksanaan Medik
Penanganan Infeksi Saluran Kemih (ISK) yang ideal adalah agens
antibacterial yang secara efektif menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan
efek minimal terhaap flora fekal dan vagina.

Terapi Infeksi Saluran Kemih (ISK) pada usia lanjut dapat dibedakan atas:
a. Terapi antibiotika dosis tunggal

6
b. Terapi antibiotika konvensional: 5-14 hari
c. Terapi antibiotika jangka lama: 4-6 minggu
d. Terapi dosis rendah untuk supresi
Pemakaian antimicrobial jangka panjang menurunkan resiko kekambuhan
infeksi. Jika kekambuhan disebabkan oleh bakteri persisten di awal infeksi, factor
kausatif (mis: batu, abses), jika muncul salah satu, harus segera ditangani. Setelah
penanganan dan sterilisasi urin, terapi preventif dosis rendah.
Penggunaan medikasi yang umum mencakup: sulfisoxazole (gastrisin),
trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP/SMZ, bactrim, septra), kadang ampicillin atau
amoksisilin digunakan, tetapi E. Coli telah resisten terhadap bakteri ini. Pyridium,
suatu analgesic urinarius jug adapt digunakan untuk mengurangi ketidaknyamanan
akibat infeksi.
Pemakaian obat pada usia lanjut perlu dipikirkan kemungkinan adanya:
a. Gangguan absorbsi dalam alat pencernaan
b. Interansi obat
c. Efek samping obat
d. Gangguan akumulasi obat terutama obat-obat yang ekskresinya melalui ginjal
Resiko pemberian obat pada usia lanjut dalam kaitannya dengan faal ginjal:
a. Efek nefrotosik obat
b. Efek toksisitas obat

B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Asuhan Keperawatan Pielonefritis Akut
Pielonefritis akut adalah peradangan pada pideum dengan manifestasi
pembentukan jaringan parut pada ginjal dan dapat menyebabkan kerusakan pada
ginjal, gagal ginjal, pembentukan abses (misalnya nefrik, perinefrik), sepsis, syuk,
atau kegagalan multisystem
a. Etiologi
Penyebab dari pielonefritis, meliputi hal-hal berikut:
1) Uropatogen. Agen bakteri, meliputi Escherichia coli, klebsiella, Proteus, dan
Staphylococcus aureus.
2) Infeksi saluran kemih. Terutamapada kondisi statis kemih akibat batu saluran
kemih, refluks vesikoureter dan penurunan imunitas pada proses penuaan,
serta peningkatan kadar glukosa dalam urine pada pasien diebetes miletus
dimana akan menyebabkan pertumbuhan bakteri lebih besar.
b. Patofisiologi
Invasi bakteri pada perenkim ginjal memberikan manifestasi
peradangan dalam bentuk pielonefritis. Infeksi dipengaruhi oleh faktor invasi
bakteri dan faktor imunologis host. Faktor bakteri seperti Escherichia coli yang
bersifat uropatogenik menempel pada selepitel, dan mampu bertahan dari
pembersihan aliran urine. Invasi bakteri ini melekat pada epitel dan memicu
respon peradangan pada tubulointerstisial. Faktor host melakukan proses
fagositosis dalam urine secara makpsimal pada pH 6,5-7,5 osmalalitas dari 485

7
mosm. Apabila nilai-nilai ini menyimpang akan mengakibatkan penurunan
proses fagositosis secara signifikan.
Bila pertahan host terganggu sehingga meningkatkan kemungkinan
infeksi. beberapa faktor yang berperan untuk meningkatkan kondisi infeksi,
meliputi: (1) obstruksi saluran kemih, (2) refluks vesicoureteral, (3) pengosongan
kandung kemih tidak lengkap, (4) penggunaan obat spermisida, (5) diabetes
miletus, (6) atrifi mukosa vagina, (7) prostatitis, (8) imunodefisiensi (bawaan
atau diperoleh), (9) agen organisme yang mampu menguraikan urea sehingga
terjadi perubahan pH secara signifikan (misalnya: Proteus, E.Coli, Klebsiella,
Pseudomonas, Staphylococus), dan (10) kehamilan.
Obstruksi merupakan faktor yang paling penting untuk memudahkan
penempelanbakteri di urutelium. kondisi ini meniadakan efek pembilasan aliran
urine, memungkinkan terjadinya statis urine, menyediakan media bakteri untuk
berkolonisasi, perubahan aliran darah intrarenal, dan memengaruhi pengiriman
neutrofil.
Pengosongan kandung kemih mungkin tidak lengkap, biasanya terkait
dengan penggunaan obat (misalnya: antikolinergik). Spermisida nonoxynol-9
menghambat pertumbuhan laktobasilus, yang menghasilkan peroksida hidrogen.
Hubungan seksual yang seringmenyebabkan trauma mekanik lokal ke uretra pada
kedua pasangan. Diabetes miletus menghasilkan neuropati kandung kemih
otonom, glukosuria, disfungsi leukosit, microangiopathy, dan nephrosclerosis.
Atrofi mukosa vagina pada wanita postmenopouse merupakan predisposisi untuk
kolonisasi patogen saluran urine dan UTI karena pH lebih tinggi (5,5 vs 3,8) dan
tidak adanya laktobasilus. Bakteri prostatitis (akut atau kronik) menghasilkan
bakteriuria.
Kompilakasi dari obstruksi dengan infeksi termasuk hidrinefrosis,
pionefrosis, urosepsis, dan pielonefritis xanthogranulomatous. Proteus
merupakan spesies yang mampu menguraikanurea, namun, E.Colli, klebsiella,
Pseudomonas, dan staphylococcus dapat menghasilkan urease sehingga mereka
juga terlibat dalam pembentukan kalkulus staghorn.
Kehamilan (hormonal dan perubahan mekanis) merupakan predisposisi
seorang wanita mengalami infeksi saluran kemih. Hidroureter kehamilan
merupakan efek sekunder untuk untuk kedua faktor hormonal dan mekanik,
diwujidkan sebagai dilatasi dari pelvis ginjal dan ureter sehingga memberikan
kesempatan pada bakteri untuk menempel diurotelium. Uterus yang membesar
menggantikan kandung kemih sehingga ikut mengakibatkan adanya statis urine.
Respon perubahan patologis pada saluran kemih sehingga kemih
bagian atas akan memberikan berbagai masalah keperawatan pada pasien yang
mengalami pielonefritis akut.
c. Pengkajian Anamnesa
Keluhan utama yang sering didapatkan meliputi keluhan nyeri dan keluhan
iritasi miksi (disuria,hematuria,piuria,urgensi).
1) Pemeriksaan fisik

8
Keadaan umum klien lemah dengan tingkat kesadaran biasanya
compos mentis. Pada TTV sering didapatkan adanya perubahan seperti : suhu
tubuh meningkat dapat melebihi 39,4oC frekuensi denyut nadi mengalami
peningkatan, serta frekuensi meningkat sesuai dengan peningkatan suhu
tubuh dan denyut nadi. Tekanan darah tidak terjadi perubahan secara
signifikan kecuali adanya penyulit seperti sklerotik arteri renal yang sering
didapatkan. adanya peningkatan tekanan darah mmHg yang memberikan
indikasi terjadinya syok sepsis.
B1 (Breathing). Bila tidak melibatkan infeksi sistemik, pola napas an
jalan napas dalam kondisi efektif walau secara frekuensi mengalami
penigkatan.
B2 (Blood). Bila tidak melibatkan infeksi sistemik, satatus kardiovaskular
tidak mengalami perubahan walau secara frekuensi denyut jantung
mengalami peningkatan. Perfusi perifer dalam batas normal, akral hangat,
CRT <3 detik.
B3 (Brain). Pada wajah, biasanya tidak didapatkan adanya perubahan,
konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, mukosa mulut tidak
mengalami peradangan. status neurologis tidak mengalami perubahan,
tingkat kesadaran dalam batas normal dimana orientasi (tempat, waktu,
orang).
B4 (Bladder)
Inspeksi Tidak ada pembesaran pada suprapubis, tidak ada kelainan
pada genitalia eksterna. didapatkan adanya hematuria, piuria,
dan urgensi. Pada pielonefritis yang mengenai kedua ginjal
sering didapatkan penurunan urine output karena terjadi
penurunan dari fungsi ginjal.
Palpasi Sering didapatkan distensi kandung kemih. Pada palpasi,
area kostovertebra sering didapatkan adanya perasaan tidak
nyaman dan mungkin didapatkan adanya massa dari
pembesaran ginjal akibat infiltrasi sel-sel inflamasi pada
palpasi ginjal.
Perkusi Perkusi pada sudut kontovetebra memberikan stimulus nyeri
lokal disertai suatu penjalaran nyeri ke pinggang dan perut.
Auskultasi Tidak didapatkan adanya bruit ginjal.
B5 (Bowel). Didapatkan adanya mual dan muntah, serta anoreksia
sehingga sering didapatkan penurunan berat badan terutama pada
pielonefritis kronik. Penurunan peristaltik usus sering didapatkan.
B6 (Bone). Didapatkan adanya malaise dan adanya kelemahan fisik
secara umum.
2) Pengkajian Diagnostik
Laboratorium
Pada pemeriksaan darah menunjukkan adanya leukositosis disertai
peningkatan laju endap darah, urinalisi terdapat piuria, dan hematuria.
Pada pielonefritis akut yang mengenai kedua sisi ginjal akan

9
mengakibatkan terjadinya penurunan faal ginjal. Hasil kultur urine
terdapat bakteriuria dan tes sensitive dilakukan untuk menentukan
organisme penyebab sehingga dapat ditemukan agens antimikrobial yang
tepat.
Radiografi
Pemeriksaan foto polos abdomen menunjukkan adanya kekaburan dari
bayangan otot psoas dan mungkin terdapat bayangan radio opak dan batu
saluran kemih. Pada PIV terdapat bayangan ginjal membesar dan terdapat
keterlambatan pada fase nefrogram. Perlu dibuat diagnosis banding
dengan inflamasi pada organ pelvis.
Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasound dapat dilakukan untuk mengetahui lokasi
obstruksi ditraktus urinarius; menghilangkan obstruksi adalah penting
untuk menyelamatkan ginjal dari kehancuran.
3) Penatalaksanaan Medik
Tujuan terapi adalah mencegah terjadinya kerusakan ginjal lebih
lanjut, meliputi hal-hal berikut ini.
Pemberian antibikroba yang sesuai dengan hasil uji sensitive yang
bersifat bakterisidal dan berspektrum luas seperti golongan
aminoglikosida yang dikombinasikan dengan aminopenisilin (ampisilin
atau amoksilin), aminopensilin dikombinasi dengan asam klavulanat atau
sulbaktam, karboksipenisilin, sefalosporin, atau fluoroquinolone.
Simtomatik, untuk menurunkan keluhan nyeri dan demam.
d. Diagnosis Keperawatan
1) Perubahan pemenuhan eleminasi urine b.d. respons inflamasi saluran kemih,
iritrasi saluran kemih.
2) Nyeri b.d. respons inflamasi akibat infeksi pada pielum dan parenkim ginjal.
3) Hipertermi b.d. respons sistemik sekunder dari infeksi pada pielum dan
parenkim ginjal
4) Risiko kekambuhan infeksi saluran kemih b.d. tidak terpajannya pemenuhan
informasi, misintrepetasi, kesalahan sumber informasi, rencana perawatan
rumah,
5) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d. intake nutrisi
yang tidak adekuat, efek sekunder dari anoreksia, mual muntah.
6) Kecemasan b.d. prognosis penyakit, ancaman, kondisi sakit, dan perubahan
kesehatan.

e. Rencana Keperawatan
Intervensi yang dilakukan bertujuan menurunkan keluhan klien, menghindari
penurunan dari fungsi ginjal, serta menurunkan resiko komplikasi.
Untuk intervensi pada masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan, sedangkan pada masalah keperawatan kecemasan, intervensi
dapat disesuaikan pada masalah yang sama pada pasien glomerulonefitis akut.

10
Perubahan eliminasi urine b.d respons inflamasi saluran kemih, iritasi saluran
kemih
Tujuan :
Dalam waktu 3 x 24 jam gangguan eliminasi dapat teratasi secara optimal sesuai
kondisi klien

Kriteria evaluasi :
- Tidak ada keluhan iritasi dalam melakukan miksi, seperti disuria dan urgensi
- Mampu melakukan miksi setiap 3-4 jam
- Produksi urine 50 cc/jam, urine tidak keruh atau urine yang keluar bewarna
kuning jernih.
Intervensi Rasional
Kaji pola berkemih dan catat
Mengetahui fungsi ginjal
produksi urine tiap 6 jam
Palpasi kemungkinan adanya Menilai perubahan kandung kemih akibat
distensi kandung kemih. dari infeksi saluran kemih.

Pada kondisi istirahat, maka ada kesempatan


Istirahatkan pasien
jaringan untuk memperbaiki diri.
Anjurkan untuk miksi setiap 3-4 Mempercepat dan meningkatkan pembilasan
jam. pada saluran kemih
Anjurkan klien untuk minum
Membantu mempertahankan funsi ginjal
minimal 2.000 cc/hari
Pemerikasaan kultur dan uji sensitivitas dapat
Kolaborasi
menentukan jenis anti mikroba yang sesuai.
- Diagnostik kultur dan uji
Antimikroba yang bersifat bakterisid dapat
sensivitas
membunuh kuman yang diberikan sesuai
- Pemberian antimikroba
dengan uji sensitivitas.

Nyeri b.d. reaksi inflamasi respons inflamasi akibat infeksi pada pielum dan
parenkim ginjal
Tujuan:
Dalam waktu 1 x 24 jam nyeri kurang berkurang/hilang atau teradaptasi.

Kriteria evaluasi:
- Secara subjektif mendapatkan nyeri berkurang atau dapat diadaotasi. Skala
nyeri 0-1 (0-4)
- Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri.
- Nyeri tidak gelisah

Intervensi Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan Mengetahui fungsi ginjal
tindakan pereda nyeri
nonfarmakologi dan noninvasif.
Lakukan manajemen nyeri Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan
keperawatan: o2 kejaringan yang mengalami iskemia
- Atur posisi fisiologis sekunder dari inflamasi, istirahat akan
- istirahat klien menurunkan kebutuhan o2 jaringan perifer

11
- Manajemen lingkungan: sehungga akan meningkatkan suplai darah
lingkungan tenang, kurang kejaringan. Lingkungan tenang akan
cahaya. dan batasi menurunkan stimulus nyeri eksternal atau
pengunjung. kesensitivan terhadap cahaya dan
- Ajarkan teknik relaksasi menganjurkan klien untuk beristirahat dan
pernapasan dalam. pembatasan pengunjung kakan membantu
- Ajarkan teknikdistraksi pada meningkatkan kondisi o2 ruangan yang akan
saat nyeri berlangsung apabila banyak pengunjung yang
berada diruangan.
Meningkatkan asupan o2 sehingga akan
menurunkan nyeri sekunder dari iskemia.
Distraksi (pengalihan perhatian) dapat
menurunkan stimulus internal dengan
mekanisme peningkatan produksi endorfin
dan enkefalin yang dapat memblok reseptor
nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan presepsi nyeri.

Nyeri b.d. reaksi inflamasi respon inflamasi akibat infeksi pada pielumdan
parenkim ginjal
Intervensi Rasional
Berikan kesempatan waktu Istirahat akan merelaksasi semua jaringan
istirahat bila terasa nyeri dan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
berikan posisi yang nyaman,
misalnya pada saat tidur, bagian
belakannya dipasang bantal
kecil
Tingkatkan pengetahuan tentang Pengetahuan yang didapat akan membantu
sebab-sebab nyeri dn mengurangi nyerinya dan dapat membantu
menghubungkan berapa lama mengembangkan kepatuhan klien terhadap
nyeri akan berlangsung. rencana terpeutik
Obeservasi tingkat nyeri dan Pengkajian yang optimal akan memberikan
respon motorik klien 30 menit perawat data objektif untuk mencegah
setelah pemberian obat kemungkinan komplikasi dan melakukan
analgetik untuk mengkaji intervensi yang tepat
efektivitasnya, serta setiap 1-2
jam setelah tindakan perawatan
selama 1-2 hari.
Kolaborasi dengan dokter untuk Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
pemberian anlgetik nyeri akan berkurang

Hipertensi berhubungan respon sistemik sekunder dari infeksi pada pielum dan
parenkim ginjal
Tujuan:
Dalam waktu 3x 24 jam perawatan suhu tubuh menurun

Kriteria Evaluasi:
Suhu tubuh normal 36-37oC
Intervensi Rasional

12
Monitor suhu tubuh pasien Peningkatan suhu tubuh bisa menjadi stimulus
penahan cairan yang dapat mnengganggu
kontrol dari sistem saraf pusat.
Penuhi hidrasi cairan tubuh Pemenuhan hidrasi cairan tubuh oleh perawat
melalui via oral atau via intravena dengan
jumlah total pemberian cairan 2.500-3.000
ml/hari yang bertujuan selain sebagai
pemeliharaan juga untuk meningkatkan
produksi urine yang juga meberikan dampak
terhadap penegluaran suhu tubuh melalui
sistem perkemihan.
Beri kompres dingin di Memberikan repon dingin pada pusat pengatur
kepala dan aksila panas dan pada pembuluh darah besar.
Pertahankan tirah baring total Mengurangi peningkatan sistem metabolisme
selama fase akut, umum yang memberikan dampak terhadap
peningkatan suhu tubuh secara sistemik
Kolaborasi pemberian terapi: Antipiretik bertujuan untuk membantu
antipiretik dan antimikroba menurunkan suhu tubuh, sedangkan
antimikroba dapat mengurangi inflamasi
sekunder dari toksin

Risiko kekambuhan infeksi saluran kemih b.d. tidak terpajannya pemenuhan


informasi, misinterpretasi, kesalahan sumber informasi, rencana perawatan
rumah.
Tujuan:
Dalam waktu 1 x 24 jam informasi kesehatan terpenuhi

Kriteria evaluasi:
- Pasien mampu menjelaskan kembali pendidikan kesehatan yang diberikan.
- Klien termotivasi untuk melaksanakan penjelsan yang telah diberikan.
Intervensi Rasional
Kaji tingkat pengetahuan klien Tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh
tentenag intervensi menurunkan kondisi sosial ekonomi klien. Perawat
risiko kekambuhan dan rencana menggunakan pendekatan yang sesuai
perawatan rumah. dengan kondisi individu klien. Denga
mengetahui tingkat pengetahuan tersebut
perawat dapat lebuh terarah dalam
memberikan pendidikan yang sesuai dengan
pengetahuan klien secara efesien dan efektif.

Risiko kekambuhan infeksi saluran kemih b.d. tidak terpajannya pemenuhan


informasi, misinterpretasi, kesalahan sumber informasi, rencana perawatan
rumah
Intervensi Rasional
Cari sumber yang Keluarga dekat dengan klien perlu dilibatkan
meningkatkan penerimaan dalam pemenuhan informasi untuk
informasi menurunkan resiko misinterpretasi terhadap
informasi yang diberikan. Khususnya pada
klien yang mengalami perdarahan sekunder

13
dari perforasi ulkus peptikum.
Intervensi menurunkan Penggunaan kateter terus menerus biasanya
kekambuhan: digunakan oleh pasien yang mengalami
- Informasikan untuk disfungsi saraf dalam kontrol BAK, seperti
menghindari penggunaan pada pasien stroke, cidera tulang belakang,
kateter terus menerus. atau kandung kemih neurogenik.
- Informasikan untuk Penggunaan kateter merupakan alternatif
mengkonsumsi cairan pilihan untuk menurunkan frekuensi
minimal 2.500 ml/hari masuknya kateter kedalam saluran kemih.
- Idenifikasi, khususnya pada Cairan adekuat akan meningkatkan produksi
orangtua yang memiliki urine yang berguna dalam proses pembilasan
anak dengan ISK berulang. kuman disaluran kemih. Anak-anak dengan
- Tekankan petnitingnya ISK berulang akibat kelainan struktu saluran
mempertahankan asupan kemih memrlukan evaluasi segera gejala
nutrisi yang mengandung saluran urine dan pengobatan yang tepat.
protein dan kalori yang Diet TKTP dan cairan yang adekuat
tinggi, serta asupan cairan memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik
yang cukup setiap hari tubuh. Pendidikan kesehatan tentang hal
tersebut meningkatkan kemandirian klien
dalam perawatn penyakitnya. Olehkarena
sedikit bukti yang mendukung teori bahwa
diet saring (Blender) lebih menguntungkan
dari pada makan biasa, maka klien telah
dianjurkan untuk makan apa saja yang
disukaninya. Namun, ada beberapa
kewaspadaan untuk dipertimbangkan pada
tahap awal peyembuhan. Selain itu, upaya
dibuat untuk mentralisasi asam dengan
makan tiga kali eshari makanan biasa.
Makan sedikit tapi sering tidak diperlukan
selama antasida atau penyekat histamin
digunakna (Smeltzer, 2002)
Berikan informasi tentang Manajemen nyeri dilakukan untuk
manajemen nyeri keperawatan peningkatan kontrol nyeri pada klien
Berikan informasi pada klien Istirahat sangat penting untuk pemulihan.
yang akan menjalani perawatan Kegiatan hatus minimal, pasien tidak boleh
rumah, meliputi: kembali bekerja selama 2 minggu untuk
- Anjurkan pasien untuk memberikan waktu untuk infeksi yang akan
istirahat dihilangkan dan bagi pasien untuk
- Informasikan agar pasien memulihkan kekuatan fisik.
meminum obat antibiotik Pasien harus minum antibiotik seperti yang
sesuai jadwal diarahkan dan meneylesaikan pengobatan
- Anjurkan untuk sebgaimana telah ditetapkan. Hal ini
mengkonsumsi cairan meminimalkan resiko kekambuhan dan
minimal 2.500 ml/hari perkembangan organisme resisten.
Menghindari dehidrasi sangat penting bagi
fungsi ginjal pasien. Ketika sakit individu
minum kurang dan meberikan manifestasi
untuk terjadinya dehidrasi, oleh karena
pasien tidak bisa mengukur berat urine yang

14
spesifik dirumah, mereka harus minum
cukup air atau cairan lainnya untuk
menghasilkan urine berwarna terang hampir
seperti air.

Resiko kekambuhan infeksi saluran kemih b.d. tidak terpajannya pemenuhan


infomasi,misinterpretasi, kesalahn sumber informasi, rencana perawatan
rumah.
Intervensi Rasional
- Informasikan bahwa sangat Urine keruh, gejala disuria, urgensi, dan
penting untuk kontrol bila frekunsi merupakan tanda penting terjadinya
terdapat perubahan pada kekambuhan. Alat kontrasepsi dalam rahim
eliminasi urine. merupakan salah satu predisposisi
- Anjurkan pasien wanita kekambuhan. Penggunaan hormonal bila
dalam mengganti alat tidak ada kontraindikasi merupakan alternatif
kontrasepsi dalam rahim. pilihan. Klien yang sebelum pembedahan
- Hindari merokok. telah terbiasa merokok akan memperlambat
- Anjurkan untuk proses penyembuhan mungkin akan diterima
semampunya melakukan oleh pasien.
manajemen nyeri non- Merokok berperan dalam memperburuk
farmakologik pada saat kondisi penyakit kanker lambung melalui
nyeri muncul tiga cara, meliputi:
- Mengirup asap akan meningkatkan kadar
karbon monoksida (CO) darah.
Hemoglobin, komponen darah yang
mengangkut oksigen, lebih mudah terikat
kepada CO dari pada O2 . jadi oksigen,
yang disuplai kejaringan esofagus untuk
proses peneymbuhan menjadi sangat
berkurang
- Asam nikotin pada tembakau memicu
pelepasan ketekolamin, yang
menyebabkan konstriksi arteri aliran
darah dan oksigenasi jaringan menjadi
terganggu;
- Merokok meningkatkan adhesi trombosit,
mengakibatkankemungkinan peningkatan
pembentukan trombus yang akan
memperpanjang proses penyembuahan
akibat penurunan suplai darah pada area
lokal.
Beberapa agen nyeri farmakologik biasanya
memberikan reaksi negatif pada
gastrointesinal.
Berikan motivasi dan Intervensi untuk meningkatkan keinginan
dukungan moral. kilen dalam pelaksanaan prosedur
pengembalian fungsi pasca bedah
esofagektomi.

15
(Arif Muttaqin, Kumala Sari. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sitem
Perkemihan. Penerbit : Salemba Medika) halaman 90-98

2. Asuhan Keperawatan Uretritis


Uretritis adalah peradangan uretra sebagai manisfestasi dari infeksi pada
uretre. meskipun berbagai kondisi klinis dapat menyebabkan iritasi uretra tersebut,
istilah uretritis biasanya diperuntukan untuk menggambarakan peradangan uretra yang
disebabkan oleh penyakit menural seksual (PMS). uretritis biasanya dikatagorikan
menjadi salah satu dari dua bentuk, berdasarkan etiologi: uretritis gonokokal (GU)
dan uretritis nongonococcal ( NGU).
a. Etiologi
1) Gonokokal Uretritis. gonokokal uretritis (80% kasus) disebabkan oleh
gonorrhoeae N, yang merupakan gram negative intraseluler.
2) Nongonococcal Uretritis, NGU disebabakan oleh trachomatis C, Urealytium
U, hominis M, dan vaginalis T. pada beberapa kasus bisa berhubungan
dengan venereum lymphogranuloma, herpes simpleks, sifilis, mikobakteri,
atau infeksi saluran kemih dengan striktur uretra.
3) Pada pasien bladder retraining dengan kateteriasasi intermiten, 10 kali lebih
mungkin terjadi uretritis dengan kateter lateks dibandingkan dengan kateter
silicon.
b. Patofisiologi
Uretritis adalah kondisi infeksi yang dapat menular, biasanya menular
secara seksual dan dikatagorikan sebagai uretritis ( yaitu: akibat infeksi dengan
Neissmatis,gonorrhoeae ) atau NGU ( yaitu: akibat infeksi dengan Chlamydia
trachomatis, Ureaplasma urealytium, Mycoplasma, Genitalium Mycoplasma, atau
Trichomonas vaginalis).
Organisasi Neisseria gonorrhoeae ini terutama menginfeksi uretra pada
pria sehingga menyebebkan uretritis. pada wanita, serviks merupakan tempat
infeksi utama . infeksi juga terjadi pada tempat lain di traktus genetalia. prostat,
glandula veskulosa, dan epididimis lazim terserang pada pria, menyebabakan
peradagan akut supuratif yang di ikuti dengan fibrosis dan terkadang sterilisasi.
Pada pria, manisfetasi yang lazim adalah di suria dan secret uretra
purulen, sedangkan pada wanita, servisitis dapat menimbulkan secret vagina.
gejala-gejala sistemik biasanya todak ada. Alasan utama yang membuat penyakit
ini sukar dikendalikan adalah kemungkinan asimtomatik gonorhoe pada kedua
jenis kelamin, yang menimbulkan sumber karier yang dampak sehat. penyakit
asimtomatik jaug lebih sering di kalangan wanita. Identifikasi karier asimtomatik
dengan melacak kontak-kontak seksual pasien simtomatik yang baru terinfeksi
adalah penting. Resiko infeksi setelah satu kali hubungan seksual dengan
pasangan yang terinfeksi diperkirakan 20-30% ( CDC, 2006). Diagnosis gonorhoe
ditegakan melalui apusan langsung pada secret uretra dan vagina. pewarnaan gram
menunjukkan diplokokus gram-negatif baik ekstraseluler maupun didalam
netrofil. diagnosis tersebut harus di pastikan dengan biakan yang memerlukan

16
media khusus danlingkungan tinggi CO2. Biakan ini penting dilakukan karena
spesies Neisseria selain gonokokkus mungkin terdapat komensal dala vagina.
Sekitar 40% kasus NGU disebabkan oleh Clamydia trachomatis,
Clanydia trachomatis juga merupakan penyebab penting servitis purulen pada
wanita dan infeksi anorektum pada homoseksual pria. Sindrom Reiter ( uretritis,
sirvisiti pada wanita, konjungtivitis, arthritis, dan lesi mukokutan tipikal) terkait
dengan infeksi klamidia lebih dari 70% kasus. uji diagnosik klamidia dengan
mengisolasi agen di dalam biakan jaringan atau dengan metode imunologik saat
ini telah tersedia secara rutin. pada beberapa kasus lainnya, NGU merupakan
menisfestasi atipikal herpes simpleks dan infeksi Trikomoniasasi vaginalis. Pada
lebih dari 10 kasus, tidak ditemukan penyebabnya. Pada kasus NGU denga
Clamydia-negatif ini, Ureaplasma erealiticum atau Mycoplasma genitalium
merupakan penyebab yang paling mungkin.
Uretritis pascatrauma dapat terjadi pada 2-20% dari pasien yang
berlatih kateterisasi intermiten. kejadian uretritis memiliki rasio 10 kali lebih
mungkin terjadi dengan kateterlateks dibangdingkan dengan kateter silicon.
c. Pengkajian Anamnesa
Untuk mendapatkan pengkajian riwayat penyakit pada pasien harus dilakukan
secara hati-hati agar bisa membedakan antar PMS dan penyebab kainnya uretritis.
Pertanyaan bisa sangat pribadi dan perawat berupaya untuk tidak menyinggung
perasaan pasien dalam bentuk jijik, geli, atau menghakimi riwayat seksual pasien.
Jika pasien merasa tidak nyaman, mereka mungkin tidak datang dengan informasi
penting yang mungkin dapat membantu dalam penetaklasaan .
1) Keluhan utama
Keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan seluran kemih, seperti
disuria dan pengeluaran duh tubuh ( secret yang berasal dari iritasi uretra ).
2) Riwayat penyakit,
Pengkajian riwayat penyakit, meliputi hal-hal sebagai berikut.
Pengkajian penggunaan kondom dalam melakukan hubungan seksual.
Usia saat hubungan seksual pertama: dalam pengecualian beberapa
kelompok agama yang mendorong pernikahan dan monogami pada usia
dini. usia yang lebih mudah pada hubungan seksual pertama berkorelasi
dengan peningkan resiko tertular PMS.
Jumlah panagan seksual: individu dengan beberapa pasangan cenderung
terjangkit PMS. pangan monogamy sangat jarang untuk mengalami kontak
dengan kuman.
Prefensi seksual: laki-laki homoseksual memiliki tingkat tertinggi PMS,
kemudian laki-laki heteroseksual, wanita homoseksual.
Mulainya keluhan akibat iritasi uretra umumnya muali 4 hari samapi 2
minggu setelah kontak dengan pasangan yang terinfeksi atau pasien
mungkin tanpa gejala. kemudian aka nada keluhan rabas uretra, cairan bisa
kuning, hijau coklat, atau bercampur darah, dan produksi rabas tidak
berhubungan dengan aktifitas seksual.

17
Keluhan disuria biasanya tidak disertai adanya frekuensi dan urgensi.
keluhan lain berupa perasaan gatal uretra, bukan rasa sakit atau terbakar.
keluhan pembesaran skortum akibat epididimitis, orchitis, atau keduanya.
pada wanita, keluhan-keluhan tersebut lebih parah apabila terjadi pada
menstruasi.
Pengkajian lain yang penting adalah mengenai adanya penggunaan alat
kateter untuk mendeteksi adanya uretritis pascatrauma. keluhan sistemik
(misalnya: demam, arthritis reaktif), iritasi, atau ruam (telapak tangan dan
telapak kaki).
3) Pemeriksaan fisik
Secara umum kebanyakan pasien dengan uretritis tidak didapatkan gejala khas
sebagai tanda-tanda sepsi, seperti demam, takikardi, tachypnea, atau hipotensi.
focus utama pemeriksaan adalah pada alat kelamin.
4) Pemeriksaan pria
Sebelum pemeriksaan, perawat sangat penting untuk menjaga kewaspadaan
untuk ( universal precautions), seperti penggunaan sarung tangan, pakaina
terlindung rabas uretra, dan lain-lain. pastikan kondisi privasi sudah terjaga,
dan pemenuhan informasi sebelim melakukan pemeriksaan fisik sangat
penting untuk terjadinya suatu kerja sama yang baik antara perawat dan
pasien. Beberapa tahapan dalam memeriksa alat kelamin pria adalah sebaigai
berikut.
Pakaian pasien dilepas seluruhnya dan memeriksa pakaian ada sekresi
yang menempel pada pakaian atau celana dalam. hal ini dapat
menghasikan informasi tambahan.
Periksa pasien adanya lesi kulit yang mungkin mengindikasikan PMS
lainya, seperti kondiloma acuminatum, herpes simpleks, atau silifis.
apabila pasien tidak disunat, pemeriksaan harus menarik kembali kulup
untuk memeriksa adanya suatu lesi dan eksudat yang dapat bersembunyi
dibawah,
Periksa lumen meatus uretra distal tentang adanya suatu lesi, striktur, atau
debit uretra.
Perah penis dengan lembut dari pangkal penis ke glans, setiap rabas yang
keluar dari meatus uretra dilihat jenis dan warna cairan yang keluar.
palpasi dilakukan sepanjang uretra untuk memeriksa adanya fluktuasi,
kelembutan, kehangatan, dan adanya kelainan.
periksa testis untuk menilai adanya masa atau peradangan. palpasi seluran
spermatika, apakah ada pembekakan, nyeri, atau tanda-tanda peradangan
orkhitis atau epididimitis
palpasi prostat untuk menilain adanya kelembutan atau adanya tanda-tanda
peradangan prostat dengan cara colok dubur.
5) Pemeriksaan wanita
Seperti pada pemeriksaan pria, sebelum pemeriksaan, sangat penting bagi
perawat untuk menjaga kewaspadaan umum ( universal precautions), seperti

18
penggunaan sarung tangan, dan pakaian terlindung rabas uretra. pastiakan
kondisi privasi sudah terjaga. pemenuhan informasi sebelum melakukan
pemeriksaan fisik sangat penting untuk terjadinya suatu kerja sama yang baik
antara pasien dan perawat. Beberapa tahapan dalam memeriksa alat kelamin
wanita adalah sebagai berikut.
pasien harus dalam posisi lithotomy.
periksa kulit untuk setiap lesi yang mungkin menunjukan adanya PMS
lainnya.
palpasi pengeluaran uretra dengan memasukan jari kedalam vagina interior
dan menekan kedepan pada sepanjang uretra. setiap pengeluaran uretra
harus menjadi sampel pemeriksaan.
ikuti pemeriksaan uretra dengan pemeriksaan panggul lengkap
6) Pengkajian Diagnosa
Laboratorium
Uretritis dapat didiagnosis berdasarkan: (1) keluarnya cairan dari uretra
mukopurulen atau purulen, (2) pap uretra yang menunjukan setidaknya 5
leukosit per lapangan minyak pencelupan terhadap mikroskop, dan (3)
spesiemen urine yang menunjukkan esterase leukosit pada tes dipstick atau
setidaknya 10 sel darah putih ( leukosit) per bidang pada mikroskop.
semua pasien dengan uretritis harus diuji untuk Gonorrhoeae N, dan C.
trachomatis.
7) Pengkajian penatalaksanaan medis
pemberian antibiotic untuk mencegah morbiditas dan untuk mengurangi
penularan penyakit kepada orang lain. terapi antibiotic harus mencangkup
baik gonokokus uretritis dan uretritis nongoncoccal (NGU)
menghindari kontak seksual juga mencegah infeksi ulang dari pasien.

d. Diagnosa keperawatan
1. Nyeri b.d respons iritasi pada uretra.
2. Gangguan eliminasi urine b.d disuria, sekunder dari respons iritasi pada uretra.
3. Pemenuhan informasi b.d misinterpretasi, risiko penyebaran dan trasmisi
penyakit menural seksual .
e. Rencana Keperawatan
Tujuan dari rencana keperawatan adalah diharapkan pada evaluasi didapatkan
penurunan stimulus nyeri, membaikan pola eliminasi urine, penurunan risiko
penyebaran, dan transmisi penyakit menural seksual.
Untuk intervesi pada masalah keperawatan nyeri intervesi dapat disesuaikan
dengan masalah yang sama pada pasien batu ginjal.

(Arif Muttaqin, Kumala Sari. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sitem


Perkemihan. Penerbit : Salemba Medika) halaman 226-231

19
3. Asuhan Keperawatan Sistitis Interstisial
Sistitis interstisial adalah suatu sindrom klinik peradangan kandung kemih yang di
tandai dengan frekuensi BAK siang dan malam hari, urgensi, dan nyeri penggul, serta
etiologi tidak diketahui.
a. Etiologi
Etiologi sistitis interstitial belum diketahui dan kemungkinan multifaktorial.
beberapa faktor yang memungkinkan adalah sebagai berikut.
1) Peran patogenik dari sel mast didalam lapisan mukosa kandung kemih.
2) Kekurangan lapisan glikosaminoglikan pada permukaan lumen kendung
kemih sehingga peningkatan permeabilitas jaringan submukosa yang
mendasari untuk zat beracun dalam urine.
3) Infeksi dengan egen ( misalnya: virus lambat atau bakteri ).
4) Produksi toksin dalam urine.
5) Reaksi hipersensitivitas neurogenik atau peradangan diperantarai secara local
pada kangdung kemih.
6) Manifestasi dari disfungsi otot dasar panggul atau disfungsional pengeluaran
urine.
7) Gangguan autoimun.
b. Patofisiologi
Patofisiologi sistitis interstisial masih kurang dipahami. berbagai etiologi telah
dianjurkan, tidak ada yang cukup menjelaskan secara baik bagaimana proses
tersebut dapat dijelaskan. hal ini mungkin menunjukan bahwa sistitis interstisial
merupakan sejumlah kondisi yang belum terdifinisi dari berbagai patologis yang
berbeda, akhirnya hadir sebagai sindrom klinis frekuensi BAK, urgensi, dan nyeri
panggul.
Secara klinis, sistitis interstisial di bagi menjadi dua sub-kelompok yang
berbeda berdasrkan temuan pada saat pelaksanaan sistoskopi dan overdistension
kandung kemih.katagori ini adalah jenis ulseratif ( yaitu: klasik ) dan nonul seratif.
Pada kondisi ulseratif, pemeriksaan sitoskopi didapatkan adanya jaringan
kemerahan pada permukaan epitel kandung kemih dengan satu atau lebih lesi
ulseratif. kondisi ini adalah cirri khas sistitis interstisial klasik.
Biopsi temuan menunjukan bahwa lesi ulserstif dapat transmural, terkait
dengan perubahan inflamasi yang di tandai dengan jaringan granulasi, infiltrasi sel
mats, dan dalam beberapa kasus, dapat berupa fibrosis, bentuk klasik interstisial
cystitis dapat dikaitkan dengan kapasitas kandung kemih semakin kecil dari waktu
ke waktu.
Namun, setelah overdistension, pada pemeriksaan sistoskopik didapatkan
tanda glomerulations berupa lesi kecil di kubah dan dinding lateral kandung
keminh, serta iritasi mukosa kecil dan perdarahan sub mukosa. temuan di opsi
kandung kemih pada pasien ini lebih sederhana dibandingkan dengan yang
ditemukan pada pasien dengan sistitis interstisial klasik.
c. Pengkajian

20
Timbulnya gejala sering, tetapi tidak selalu akut, dan pasien kadang-kadang
mampu menggambarkan saat dimana gejala dimulai. pasien sering
mengasosiasikan timbulnya gejala dengan kateterisasi tertentu ISK, kandung
kemih atau operasi panggul.
Pasien dengan sititis interstitial memiliki insiden tinggi bergantung pada
kondisi yang terkait, termasuk alergi, irritable bowel syndrome, vibromyalgia, dan
pulvitis focus.
Interstitial cystitis ditandai dengan periode eksaserbase diikuti oleh periode
variable premise. gejala frekuensi, urgensi, sakit, dan disuria dapat bervariasi
harian, mingguan, atau mungkin konstan dan berhenti selama berbulan-bulan atau
tahun dan kemudian menghilang secara spontan dengan atau tanpa terapi. pada
wanita, gejala ini dapat berfluktuasi relative terhadap siklus ovulasi, selain itu data
terakhir menunjukan bahwa beberapa pasien hamil mungkin mengalami periode
premise selama trimester ke 2 dan ke 3.
Pasien dengan cititis interstitial mungkin mengeluhkan adanya tekanan, rasa
tidak nyaman atau sakit pada panggul, rasa samar pengosongan kandung kemih
tidak lengkap, atau sensasi konstan atau paksaan untuk membatalkan.
Selanjutnya, lapisan emosional dan psikologis besar untuk pengaduan karena
durasi dan keparahan gejala mungkin atau mungkin tdak hadir, dan pasien
mungkin memiliki respon yang tidak lengkap pada terapi sebelumnya.
Premisi spontan terjadi pada sebanyak 50% dari pasien pada rata-rata 8 bulan.
Nyeri pada kandung kemih adalah keluhan umum. Pasien mungkin mengeluh rasa
sakit pada panggul secara konstan atau nyeri berhubungan dengan kandung kemih
yang penuh. Dispareunia adalah umum disebanyak 50 % dari perempuan. Pada
pasien pria dengan sistitis interstitial sering mengeluh adanya nyeri perineum,
pangkal paha, penis, atau nyeri skrotum dan kondisi ini pada keluhan hampir
mirip pada pasien dengan diagnose prostadynia atau prostatitis non bachteria
(syndrome nyeri panggul kronis). inkontinensia urin cukup langka. Pasien dengan
keluhan utama inkontinensia mungkin membutuhkan evaluasi lebih lanjut.
termasuk study urodinamik.
Pasien dengan sistitis interstitial memiliki insiden tinggi kondisi yang terkait,
termasuk alergi, irritable bowel syndrome, vibromialbia, dan pultitis focus.
dispareunia, masalah yang berhubungan dengan seks, serta penurunan frekuensi
libido dan orgasme juga umum.
d. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri b.d respons inflamasi kandung kemih
2) Perubahan eliminasi urin b.d peradangan kandung kemih.
3) Kecemasan, b.d tindakan infansif diagnostic
4) Penemuan Informasi b.d tindakan diagnostic infasi perencanaan pasien pulang
e. Rencana Keperawatan
Tujuan dari rencana keperawatan adalah diharapkan pada evaluasi didapatkan
penurunan stimulus nyeri, membaiknya pola eliminasi urin, penurunan resiko

21
infeksi pasca bedah, penurunan kecemasan, dan mempersiapkan klien secara
optimal untuk dilakukan pembedahan.
Untuk intervensi pada masalah keperawatan pemenuhan informasi,
ketidakseimbangan nutrisi, perubahan pola miksi, dan kecemasan pada
disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien batu ginjal. semnetara itu,
untuk intervensi pada masalah keperawatan resiko tinggi infeksi, dapat
disesuaikan dengan masalah yang sama pada pasien trauma ginjal
f. Evaluasi
Hasil diharapkan setelah mendapatkan intervensi keperawatan adalah sebagai
berikut.
1) Penurunan skala nyeri
2) Pola miksi optimal
3) Terpenuhinya Informasi kesehatan.
4) Kecemasan berkurang

(Arif Muttaqin, Kumala Sari. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sitem


Perkemihan. Penerbit : Salemba Medika) halaman 208-210

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Pada bab ini penulis dapat menyimpulkan antara lain:
Pada pengkajian penulis menyimpulkan data melalui kejadian kasus secara
luas,wawancara, pemeriksaan fisik, riwayat atau adanya faktor-faktor resiko, manifestasi
klinik infeksi saluran kemih, psikologi pasien, tidak dilakukan karena penulis tidak
mengkaji langsung pada klien , melainkan penulis hanya mendapat data dari ilustrasi
kasus yang di dapat. Diagnosa yang ada pada teori tetapi tidak ada pada kasus adalah
perubahan pola eliminasi urine ( disuria, dorongan, frekuensi, dan atau hokturia )
berhubungan dengan obstruksi mekanik pada kandung kemih ataupun struktur urinarius,
dll, sedangkan diagnose yang ada pada teori dan pada kasus adalah infeksi, gangguan rasa
nyaman nyeri dan kurang pengetahuan.
Dalam membuat perencanaan keperawatan penulis menyesuaikan dengan
kondisi klien secara luas saat dikaji dan membuat prioritas masalah sesuai kebutuhan
dasar manusia menurut Maslow dan kebutuhan utama klien.

22
Dalam pelaksanaan keperawatan penulis melakukan tindakan keperawatan berdasarkan
rencana tindakan yang telah dibuat.
Dalam evaluasi penulis dapat menyimpulkan bahwa semua diagnosa dapat
teratasi dan tujuan keperawatan tercapai. Namun kendalanya penulis tidak dapat
mendokumentasikan data dengan baik sehingga untukmembuat evaluasi mengalami
kesulitan, hal ini dikarenakan penulishanya mendapatkan data berdasarkan pedoman
kasus. Infeksi Saluran Kemih (ISK) adalah suatu keadaan adanya infeksi bakteri pada
saluran kemih(Enggram, Barbara, 1998). Infeksi saluran kemih dapat mengenai baik laki-
laki maupun perempuan dari semua umur baik pada anak-anak, remaja, dweasa maupun
umur lanjut. Akan tetapi dari dua jenis kelamin tersebut ternyata wanita lebih sering
terkena dari pada pria dengan angka populasi umur kurang lebih 5-15%. Infeksi saluran
kemih pada bagian tertentu dari saluran perkemihan yang disebabkan oleh bakteri
terutama scherichia coli : rtesiko dan beratnya meningkat dengan kondiisi seperti refluks
vesikouretral, obstruksi saluran perkemihan, statis perkemihan, pemakaian instrumen
uretral baru, septikemia. (Susan Martin Tucker, dkk, 1998). Infeksi traktus urinarius pada
pria merupakan akibat dari menyebarnya infeksi yang berasal dari uretra seperti juga pada
wanita.
B. SARAN
Untuk pembaca, teman sejawat dan penulis agar dapat memprioritaskan masalah
sesuai kebutuhan dasar manusia dan masalah utama klien tersebut, walaupun
pendokumentasian data tidak dapat dilakukan karena data yang diperoleh hanya
berdasarkan ilustrasi kasus secara luas tetapi rencana tindakan dapat dilakukan dengan
baik. Dianjurkan agar dapat mendokumentasikan semua data pada klien baik verbal
maupun obyektif degan benar sehingga dapat membuat evaluasi dengan baik untuk
menunjang pendokumentasian yang baik.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Muttaqin, Kumala Sari. (2014). Asuhan Keperawatan Gangguan Sitem Perkemihan.
Penerbit : Salemba Medika

Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC Jilid 2
(2015)

Tessy Agus, Ardaya, Suwanto. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam: Infeksi Saluran
Kemih. Edisi: 3. Jakarta: FKUI.

23

Anda mungkin juga menyukai