DOSEN PEMBIMBING:
NIP. 196202221983091000
OLEH:
NIM. P07120120072
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022/2023
A. Masalah keperawatan
Gangguan Kebutuhan Aktivitas (Mobilisasi) dengan Diagnosa Gangguan
Mobilitas Fisik
B. Pengertian
Kebutuhan aktifitas merupakan kebutuhan dasar untuk melakukan aktifitas
bergerak). Kebutuhan ini diatur oleh beberapa sistem/organ tubuh diantaranya,
tulang, otot, tendon, ligament, sistem saraf, dan sendi.Mobilitas atau mobilisasi
merupakan suatu kemampuan individu untuk bergerak secara bebas, mudah dan
teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktifitas dalam rangka
mempertahankan kesehatannya (Potter dan Perry, 2008).
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik atau lebih
ekstremitas secara mandiri dan terarah (NANDA,Diagnosa keperawatan 2015-
2017). Suatu keterbatasan dalam kemandirian, pergerakan fisik bermanfaat dari
tubuh atau satu ekstremitas atau lebih dengan tingkatan:
a. Tingkat 0 : Mandiri penuh
b. Tingkat 1 : memerlukan peralatan atau alat bantu
c. Tingkat 2 : memerlukan bantuan orang lain dan alat bantu
d. Tingkat 3 : memerlukan bantuan orang lain, pengawsan orang lain
dan alat bantu.
e. Tingkat 4 : ketergantungan dan tidak dapat melakukan atau
berpartisipasi dalam perawatan
C. ETIOLOGI
a) Penyebab
1. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi seseorang
karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
2. Proses penyakit/cedera
Proses penyakit dapat memengaruhi kemampuan mobilisasi karena dapat
memengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai contoh, orang yang menderita
fraktur femur akan mengalami keterbatasan pergerakan dalam ekstremitas
bagian bawah.Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.Karena
adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban.Ada kalanya
klien harus istirahat di tempat tidurkarena mederita penyakit tertentu.
3. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilisasi dapat juga dipengaruhi
kebudayaan.Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh
memiliki kemampuan mobilisasi yang kuat, sebaliknya ada orang yang
mengalami gangguan mobilisasi (sakit) karena adat dan budaya tertentu
dilarang untuk beraktivitas.
4. Tingkat energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas.Agar seseorang dapat
melakukan mobilisasi dengan baik, dibutuhkan energi yang cukup.Seseorang
yang sedang sakit akan berbeda mobilitasnya dibandingkan dengan orang
sehat apalagi dengan seorang pelari.
5. Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia yang berbeda.
Hal ini dikarenakan kemampuan atau kematangan fungsi alat gerak sejalan
dengan perkembangan manusia.Usia berpengaruh terhadap kemampuan
seseorang dalam melakukan mobilisasi. Pada individu lansia, kemampuan
untuk melakukan aktifitas dan mobilisasi menurun sejalan dengan penuaan.
c) Faktor risiko
Gangguan Artritis
muskuloskeletal Osteoporosis
Fraktur (terutama panggul dan femur)
Problem kaki (bunion, kalus)
Lain-lain (misalnya penyakit paget)
Gangguan neurologis Stroke
parkinson Penyakit
Lain-lain (disfungsi serebelar, neuropati)
Penyakit kardiovaskular Gagal jantung kongensif (berat)
Penyakit jantung koroner (nyeri dada yang sering)
Penyakit vaskular perifer (kardkasio yang sering)
Penyakit paru Penyakit paru obstruksi kronis (berat)
Faktoe sensorik Gangguan penglihatan
Takut (instabilitas dan takut akan jatuh)
Penyebab lingkungan Imobilisasi yang dipaksakan (di rumah sakit atau panti
werdha)
Alat bantu mobilitas yang tidak adekuat
Nyeri akut atau kronik
Lain-lain Dekondisi (setelah tirah baring lama metastasis luas
pada keganasan)
Malnutrisi
Penyakit sistemik berat (misalnya metastasis luas pada
keganasan)
Depresi
Efek samping obat (misalnya kekuatan yang disebabkan
obat antipsikotik)
E. Patofisiologi
Mobilisasi juga dapat dipengaruhi karena gaya hidup, proses penyakit,
kebudayaan, tingkat energi, usia dan status perkembangan. Gaya perubahan gaya
hidup dapat memengaruhi mobilitas seseorang karena berdampak pada kebiasaan
atau perilaku sehiari-hari. Proses penyakit/cidera adalah hal yang dapat
memengaruhi mobilitas karena dapat berpengaruh pada fungsi sistem tubuh.
Seperti, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami keterbatasan
pergerakan dalam ekstremitas bagian bawah.
Orang yang memiliki budaya sering berjalan jauh memiliki kemampuan
mobiltas yang kuat. Begitu juga sebaliknya, ada orang yang mengalami gangguan
mobilitas (sakit) karena adat dan budaya yang dilarang untuk beraktivitas. Tingkat
energi untuk melakukan mobilitas diperlukan energi yang cukup. Usia dan status
perkembangan, dalam hal ini terdapat kemampuan mobilitas pada tingkat usia
yang berbeda.
Gangguan mobilitas dapat terjadi karena kurangnya energi (defisiensi nutrisi)
dalam tubuh sehingga menyebabkan kelemahan pada tubuh. Otot melemah dan
pergerakannya pun menjadi lemah karena nutrisi yang didapatkan tidak sesuai
dengan aktivitas yang dilakukan. Dalam hal ini otot menjadi tidak efektif sehingga
terjadi atrofi pada otot.
F. Pohon Masalah
Stroke Non
Hemoragik
Disfungsi N. Xl
(assesoris)
Penurunan fungsi
motorik dan muskulus
skeletal
Kelemahan pada
ekstremitas kiri
Hemiparase
Gangguan
Mobilitas fisik
Gangguan
muskuloskeletal
G. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pemeriksaan Rontgen
Menentukan lokasi/luasnya fraktur/trauma.
2. Scan tulang, tomogram, scan CT/MRI
Memperlihatkan fraktur juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi
kerusakan jaringan lunak.
3. Arteriogram
Dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
4. Hitung jumlah, komposisi dan volume darah
Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan
bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multipel).
Peningkatan jumlah SDP adalah respon stres normal setelah trauma.
5. Kreatinin
Trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.
6. Profil koagulasi
Perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, trafusi mutipes, atau
cedera hati.
H. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi
1. Penatalaksana Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien,
keluarga, dan pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring
lama, pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta
mencegah ketergantungan pasien dengan melakukan aktivitas
kehidupan sehari-hari sendiri, semampu pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target
fungsional, dan pembuatan rencana terapi yang mencakup pula
perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan
cairan dan elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi,
serta penyakit/ kondisi penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang
dapat menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan
dosisnya atau dihentikan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang
mengandung serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi
medis terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan
gerak sendi (pasif, aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat
otot-otot (isotonik, isometrik, isokinetik), latihan koordinasi/
keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat
bantu berdiri dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau
toilet.
2. Tatalaksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik
kepada dokter spesialis yang kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang
mengalami sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha
untuk mobilitas yang adekuat bagi usia lanjut yang mengalami
disabilitas permanen.
b. Penatalaksanaan lain
1. Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas,
digunakan untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan
fleksibilitas sendi. Posisi-posisi tersebut, yaitu :
a) Posisi semi fowler (setengah duduk)
b) Posisi litotomi
c) Posisi dorsal recumbent
d) Posisi supinasi (terlentang)
e) Posisi pronasi (tengkurap)
f) Posisi lateral (miring)
g) Posisi sim
h) Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
2. Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan
kekuatan dan ketahanan otot serta meningkatkan fungsi
kardiovaskular.. Tindakan ini bisa dilakukan dengan cara melatih
posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur, bergerak ke kursi
roda, dan lain-lain.
3. Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk
melatih kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak,
serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.
4. Latihan isotonik dan isometric
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan
ketahanan otot dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang
berat. Latihan isotonik (dynamic exercise) dapat dilakukan dengan
rentang gerak (ROM) secara aktif, sedangkan latihan isometrik (static
exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan curah jantung dan
denyut nadi.
5. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan
pelatihan untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
a) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
b) Fleksi dan ekstensi siku
c) Pronasi dan supinasi lengan bawah
d) Pronasi fleksi bahu
e) Abduksi dan adduksi
f) Rotasi bahu
g) Fleksi dan ekstensi jari-jari
h) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
i) Fleksi dan ekstensi lutut
j) Rotasi pangkal paha
k) Abduksi dan adduksi pangkal paha
6. Latihan Nafas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai
dampak terjadinya imobilitas.
7. Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu
dengan cara berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk
mengekspresikan kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan
lain-lain.
I. Pengkajian Keperawatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pengkajian riwayat pasien saat ini meliputi alasan pasien yang
menyebabkan terjadi keluhan atau gangguan dalam mobilitas dan
imobilitas, seperti adanya nyeri, kelemahan otot, kelelahan, tingkat
mobilitas dan imobilitas, daerah terganggunya mobilitas dan imobilitas,
dan lama terjadinya gangguan mobilitas.
4. Kemampuan Mobilitas
Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan tujuan untuk
menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk, berdiri, bangun, dan
berpindah tanpa bantuan.
Kategori tingkat kemampuan aktivitas adalah sebagai berikut :
Tingkat
Kategori
Aktivitas/Mobilitas
Derajat Rentang
Gerak Sendi
Normal
Bahu 180
Adduksi : Gerakan lengan kelateral dari posisi
samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh.
Siku
Fleksi : Angkat lengan bawah ke arah depan 30
dan ke arah atas menuju bahu.
abduksi.
6. Perubahan Intoleransi Aktivitas
Pengkajian intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan perubahan pada
system pernapasan, antara lain: suara napas, analisis gas darah, gerakan
dinding thorak, adanya mukus, batuk yang produktif diikuti panas, dan
nyeri saat respirasi. Pengkajian intoleransi aktivitas terhadap perubahan
system kardiovaskular, seperti nadi dan tekanan darah, gangguan sirkulasi
perifer, adanya thrombus, serta perubahan tanda vital setelah melakukan
aktivitas atau perubahan posisi.
Persentase Kekuatan
Skala Karakteristik
Normal
0 0 Paralisis sempurna
8. Perubahan Psikologis
Pengkajian perubahan psikologis yang disebabkan oleh adanya gangguan
mobilitas dan imobilitas, antara lain perubahan perilaku, peningkatan
emosi, perubahan dalam mekanisme koping, dan lain-lain.
K. Intervensi Keperawatan
1. Gangguan mobilitas fisik
Diagnosa
Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan
No Keperawatan
(SLKI) (SIKI)
(SDKI)
L. REFERENSI
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.
Perry & Potter. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta selatan : Dewan Pengurus Pusat