Disusun Oleh :
Eka Maolana
Puji dan sukur alhamdulillah saya panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena berkat
rahmat dan hidayahnya saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Analisis Resiko
Bencana Dusun Babakan, Desa Pinara Kecamatan Ciniru Kabupaten Kuningan, Jawa Barat”.
Shalawat serta salam saya curahkan kepada baginda rosul, Muhammad SAW yang telah
memberikan suri teladan menujujalan kebenaran kepada kita semua, jalan kasih sayang, jalan
kedamaian, jalan kebahagiaan, dunia dan akhirat. Shalawat serta salam tercurah pula kepada
keluarganya, para sahabatnya, dan orang-orang yang meniti jalannya dengan sungguh-
sungguh hingga akhir zaman.
Penyusunan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas mata kuliah “Manajemen
Bencana” dan juga bisa untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi saya dan bagi
pembaca.
Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh
karena itu saya mengharapkan kritikan yang bersifat membangun dan saran dari pembaca
untuk melengkapi segala kekurangan dan kesalahan dalam makalah ini. Semoga dengan
makalah ini dapat bermanfaat baik untuk pembaca maupun untuk penyusun Aamiin.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
Latar Belakang.....................................................................................................................4
Rumusan Masalah................................................................................................................6
Tujuan...................................................................................................................................6
BAB II PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN BENCANA / BAHAYA
DAN KERENTANAN..............................................................................................................8
A. Pengenalan Bahaya (hazard).........................................................................................8
B. Pemahaman Tentang Kerentanan Masyarakat..........................................................9
BAB III ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK BENCANA.........................................9
BAB IV PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA.............................11
A. Pencegahan dan Mitigasi..............................................................................................11
B. Kesiapsiagaan.................................................................................................................12
C. Tanggap Darurat...........................................................................................................12
D. Pemulihan.......................................................................................................................13
BAB V MEKANISME KESIAPAN DANPENANGGULANGAN DAMPAK BENCANA
..................................................................................................................................................14
A. Pada Pra Bencana..........................................................................................................14
B. Saat Tanggap Darurat...................................................................................................15
C. Pasca Bencana................................................................................................................15
D. Mekanisme Penanggulangan Bencana........................................................................15
BAB VI ALOKASI DAN PERAN PELAKU KEGIATAN PENANGGULANGAN
BENCANA..............................................................................................................................16
A. Peran dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait.....................................................16
B. Peran dan Potensi Masyarakat.....................................................................................17
C. Pendanaan......................................................................................................................18
BAB VII Laporan Singkat Pemeriksaan Gerakan Tanah Di Kecamatan Ciniru
Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.......................................................................................19
BAB VIII PENUTUP.............................................................................................................22
A. Kesimpulan.....................................................................................................................22
B. Saran...............................................................................................................................22
3
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................23
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara gelogis Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar
yaitulempeng Indo Australia, lempeng Eurasia dan lempeng Pasifik. Lempeng-lempeng
tersebut saling bertumbukan satu sama lainnya yang menyebabkan Indonesia sangat
rawan akan terjadinya bencana (Dumilah, 2017).Secara astronomis, Indonesia terletak pada
koordinat 94oBT-141oBT dan 6oLS-11oLS yang menyebabkan Indonesia terletak pada
garis khatulistiwa sehingga merupakan negara yang disinari oleh matahari sepanjang
tahun (Kartono, 2017). Letaknya yang berada pada lintang 0oatau tropis sehingga memiliki
dua musim yaitu musim hujan dan musim panas dalam satu tahun (Saptono,2007).Intensitas
kedua musim tersebut pada tiap daerah dan tiapkepulauan berbeda-beda, tergantung dari
letak daerah tersebut terhadap posisi bujurnya semakin kearah barat terhadap garis bujur
semakin besar intensitas curah hujannya. Tingginya curah hujan tersebut menimbulkan
berbagai bencana alam. (Saptono, 2007)Kabupaten Kuningan merupakan salah satu
kabupaten yang terletak di bagian Selatan Pulau Jawa serta berada di kaki Gunung
Ciremai. Kondisi topografi Kabupaten Kuningan sangat bervariatif mulai dari dataran
hingga perbukitan namun sebagaian besar wilayahnya merupakan perbukitan dan
pegunungan dengan puncak tertingginya yaitu Gunung Ciremai.Secara morfologi,
Kabupaten Kuningan dibagi menjadi dua bagian yaitu Satuan Morfologi Dataran yang
terlatak di Kecamatan Kuningan, Kecamatan Ciawigebang, dan Kecamatan Garawangi. Pada
morfologi dataran ini mempunyai kemiringan lereng antara 0%-5% dengan bentuk bentang
alam yang datar atau sedikit bergelombang. Satuan Morfologi Perbukitan dibagi menjadi
tiga yaitu Subsatuan Morfologi Perbukitan Landai, Subsatuan Morfologi Perbukitan
Sedang dan Subsatuan Morfologi Pebukitan Terjal. Pada Subsatuan Morfologi Landai
menempati wilayah utara Kabupaten Kuningan. Bentuk bentang alamnya memperlihatkan
relief halus membentuk bukit-bukit dengan kemiringan lereng 5%-15%. Pada Subsatuan
Morfologi Perbukitan Sedang menempati wilayah bagian timur Kabupaten Kuningan.
Bentuk bentang alamnya memperlihatkan relief baik halus maupun kasar,
membentuk bukit-bukit dengan kemiringan lereng 15%-40%. Pada Subsatuan
Morfologi Perbukitan Terjal menempati bagian selatan Kabupaten Kuningan meliputi
Kecamatan Subang, Kecamatan Cilebak, Kecamatan Ciniru dan Kecamatan Salajambe.
Bentuk bentang alamnya memperlihatkan relief kasar membentuk bukit-bukit terjal
dengan kemiringan lereng yang bervariasi namun lebih didominasi oleh lereng yang
curam.Kabupaten Kuningan memiliki iklim tropis dengan temperatur berkisar 19-32oC
dengan kelembaban udara 80%-90%. Semakin ke arah barat suhu udara di Kabupaten
Kuningan semakin rendah karena ketinggian permukaan tanahnya semakin tinggi. Curah
hujan di Kabupaten Kuningan berkisar 1000-1500 mm/tahun. Curah hujan di
Kabupaten Kuningan tidak merata sepanjang tahun. Pada musim penghujan di beberapa
wilayah Kabupaten Kuningan mengalami kekeringan sedangkan di bagian wilayah
Kabupaten Kuningan sekitar Gunung Ciremai dapat mencapai 5000 mm/ tahun.Kondisi
geografis dan kondisi iklim Kabupaten Kuningan yang seperti itu menyebabkan sering
4
terjadinya berbagai bencana. Berikut ini merupakan tabel kejadian bencana yang
terjadi di Kabupaten Kuningan pada rentan tahun 2015-2017.
Jumlah Kejadian
Jenis Bencana
2015 2016 2017
Longsor 90 131 137
Banjir 6 6 15
Puting Beliung 21 41 25
Kebakaran 60 28 40
Sumber : BPBD Kabupaten Kuningan 2018
Berdasarkan data diatas bencana tanah longsor merupakan bencana yang sering
terjadi di wilayah Kabupaten Kuningan dibandingkan bencana lainnya. Setiap
tahunnya, jumlah kejadian tanah longsor terus bertambah. Pada tahun 2015 terdapat 90
kali kejadian, pada tahun 2016 mengalami kenaikan yang signifikan jumlah kejadian
tanah longsor bertambah menjadi 131 kali kejadian, sedangkan pada tahun 2017 jumlah
kejadian bertambah sedikit yaitu sebanyak 137 kali kejadian. Dari data ini
membuktikan bahwa tanah longsor perlu untuk diperhatikan karena terus adanya
peningkatan pada setiap tahunnya.Salah satu kecamatan yang sering mengalami kejadian
tanah longsor adalah Kecamatan Ciniru. Wilayah yang sering mengalami kejadian
tanah longsor di Kecamatan Ciniru adalah Desa Pinara dan Desa Gunungmanik, pada
setiap tahunnya kedua desa tersebut sering mengalami kejadian tanah longsor.
5
Statistik (BPS) Kabupaten Kuningan pada tahun 2018, Kecamatan Ciniru memiliki
jumlahpenduduk sebanyak 18.245 jiwa yang tersebar di sembilan desa, yaitu :
Desa yang memiliki jumlah penduduk tinggi adalah di Desa Cipedes, Desa
Rambatan, dan Desa Cijemit sedangkan desa yang memiliki jumlah penduduk paling rendah
yaitu Desa Longkewang. Penduduk di Kecamatan Ciniru sebagian besar bertemat
tinggal di kawasan potensi longsor tinggi.Melihat peta potensi longsor dan jumlah penduduk
tiap desa di Kecamatan Ciniru dapat diasumsikan bahwa rata-rata penduduk bertempat
tinggal pada potensi longsor tinggi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana tingkat kerentanan tanah
longsor di Kecamatan Ciniru, Kabupaten Kuningan ?”
C. Tujuan
Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui fenomena terjadinya tanah longsor,
dampak yang terjadi, faktor-faktor yang berpengaruh, dan analisis mekanisme kejadiannya.
Dengan diketahuinya permasalahan bencana tanah longsor tersebut, maka dapat dilakukan
penanganannya yang efektif dan efisien serta menjadikan acuan dalam pengurangan
risiko bencana pada lokasi daerah lain yang mempunyai potensi bencana tanah longsor
serupa.
BAB II
PENGENALAN DAN PENGKAJIAN ANCAMAN BENCANA / BAHAYA DAN
KERENTANAN
A. Pengenalan Bahaya (hazard)
Dilihat dari potensi bencana yang ada, Indonesia merupakan negara dengan potensi
bahaya (hazard potency) yang sangat tinggi dan beragam baik berupa bencana alam, bencana
ulah manusia ataupun kedaruratan komplek. Beberapa potensi tersebut antara lain adalah
gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran lahan
dan hutan, kebakaran perkotaan dan permukiman, angin badai, wabah penyakit, kegagalan
6
teknologi dan konflik sosial. Potensi bencana yang ada di Indonesia dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok utama, yaitu potensi bahaya utama (main hazard) dan potensi bahaya
ikutan (collateral hazard). Potensi bahaya utama (main hazard potency) ini dapat dilihat
antara lain pada peta rawan bencana gempa di Indonesia yang menunjukkan bahwa Indonesia
adalah wilayah dengan zona-zona gempa yang rawan, peta kerentanan bencana tanah longsor,
peta daerah bahaya bencana letusan gunung api, peta potensi bencana tsunami, peta potensi
bencana banjir, dan lain-lain.
Ancaman bahaya yang terdapat di wilayah / daerah yang diperoleh dari data kejadian
bencana di desa ciniru kecamatan kuningan.
Tanah Longsor
Longsoran merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan
tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Pemicu dari terjadinya gerakan tanah ini adalah
curah hujan yang tinggi serta kelerengan tebing.
Bencana tanah longsor sering terjadi di Indonesia yang mengakibatkan kerugian jiwa
dan harta benda. Untuk itu perlu ditingkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi jenis bencana
ini.
1. Kerentanan Fisik
Secara fisik bentuk kerentanan yang dimiliki masyarakat berupa daya tahan
menghadapi bahaya tertentu, misalnya: kekuatan bangunan rumah bagi masyarakat yang
berada di daerah rawan gempa, adanya tanggul pengaman banjir bagi masyarakat yang
tinggal di bantaran sungai dan sebagainya.
2. Kerentanan Ekonomi
7
Kemampuan ekonomi suatu individu atau masyarakat sangat menentukan tingkat
kerentanan terhadap ancaman bahaya. Pada umumnya masyarakat atau daerah yang miskin
atau kurang mampu lebih rentan terhadap bahaya, karena tidak mempunyai kemampuan
finansial yang memadai untuk melakukan upaya pencegahan atau mitigasi bencana.
3. Kerentanan Sosial
4. Kerentanan Lingkungan
BAB III
ANALISIS KEMUNGKINAN DAMPAK BENCANA
Semakin tinggi ancaman bahaya di suatu daerah, maka semakin tinggi risiko daerah
tersebut terkena bencana. Demikian pula semakin tinggi tingkat kerentanan masayarakat atau
penduduk, maka semakin tinggi pula tingkat risikonya. Tetapi sebaliknya, semakin tinggi
tingkat kemampuan masyarakat, maka semakin kecil risiko yang dihadapinya.
• 4 Kemungkinan besar (60 – 80% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 10 tahun
mendatang)
• 3 Kemungkinan terjadi (40-60% terjadi tahun depan, atau sekali dalam 100 tahun)
8
• 2 Kemungkinan Kecil (20 – 40% dalam 100 tahun)
Jika probabilitas di atas dilengkapi dengan perkiraan dampaknya apabila bencana itu memang
terjadi dengan pertimbangan faktor dampak antara lain:
• jumlah korban;
5 Sangat Parah (80% - 99% wilayah hancur dan lumpuh total) 4 Parah (60 –
80% wilayah hancur)
3 Sedang (40 - 60 % wilayah terkena berusak)
2 Ringan (20 – 40% wilayah yang rusak) 1 Sangat Ringan (kurang dari 20% wilayah
rusak)
BAB IV
PILIHAN TINDAKAN PENANGGULANGAN BENCANA
Pilihan tindakan adalah berbagai upaya penanggulangan yang akan dilakukan
berdasarkan perkiraan ancaman bahaya yang akan terjadi dan kemungkinan dampak yang
ditimbulkan. Secara lebih rinci pilihan tindakan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
9
A. Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan
untuk menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh
bencana. Tindakan mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian,
yaitu mitigasi pasif dan mitigasi aktif.
Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
3. Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4. Pembuatan brosur/leaflet/poster
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
4. Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
Adakalanya kegiatan mitigasi ini digolongkan menjadi mitigasi yang bersifat non-struktural
(berupa peraturan, penyuluhan, pendidikan) dan yang bersifat struktural (berupa bangunan
dan prasarana).
10
B. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan
masyarakat. Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan
terjadi, kegiatan yang dilakukan antara lain:
2. Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sektor Penanggulangan bencana (SAR,
sosial, kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
5. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung
tugas kebencanaan.
C. Tanggap Darurat
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk
membantu masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa.
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
D. Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan
pada tahap rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana
yang serba tidak menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan
penghidupan masyarakat dapat berjalan kembali.
11
2. Perbaikan prasarana dan sarana umum;
5. Pelayanan kesehatan;
4. Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana;
5. Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat;
BAB V
MEKANISME KESIAPAN DANPENANGGULANGAN DAMPAK BENCANA
Dalam melaksanakan penanggulangan bencana, maka penyelenggaraan penanggulangan
bencana meliputi :
• Tahap prabencana,
• Saat tanggap darurat, dan
• Pascabencana.
12
A. Pada Pra Bencana
Pada tahap pra bencana ini meliputi dua keadaan yaitu :
Situasi tidak ada potensi bencana yaitu kondisi suatu wilayah yang berdasarkan
analisis kerawanan bencana pada periode waktu tertentu tidak menghadapi ancaman bencana
yang nyata.
c. pencegahan;
Pada situasi ini perlu adanya kegiatan-kegiatan kesiap siagaan, peringatan dini dan
mitigasi bencana dalam penanggulangan bencana.
a. kesiapsiagaan
b. peringatan dini
c. mitigasi bencana
Kegiatan-kegiatan pra-bencana ini dilakukan secara lintas sector dan multi stakeholder,oleh
karena itu fungsi BNPB/BPBD adalah fungsi koordinasi.
1. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan sumber daya;
13
4. Pemenuhan kebutuhan dasar;
C. Pasca Bencana
Penyelenggaraan penanggulangan bencana pada tahap pasca bencana meliputi:
1. Rehabilitasi; dan
2. Rekonstruksi.
1. Pada pra bencana maka fungsi BPBD bersifat koordinasi dan pelaksana,
BAB VI
ALOKASI DAN PERAN PELAKU KEGIATAN PENANGGULANGAN BENCANA
A. Peran dan Fungsi Instansi Pemerintahan Terkait
Dalam melaksanakan penanggulangan becana di daerah akan memerlukan koordinasi dengan
sektor. Secara garis besar dapat diuraikan peran lintas sektor sebagai berikut :
14
3. Sektor Sosial, merencanakan kebutuhan pangan, sandang, dan kebutuhan dasar lainnya
untuk para pengungsi
4. Sektor Pekerjaan Umum, merencanakan tata ruang daerah, penyiapan lokasi dan jalur
evakuasi, dan kebutuhan pemulihan sarana dan prasarana.
6. Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral, merencanakan dan mengendalikan upaya
mitigatif di bidang bencana geologi dan bencana akibat ulah manusia yang terkait dengan
bencana geologi sebelumnya
7. Sektor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, merencanakan pengerahan dan pemindahan korban
bencana ke daerah yang aman bencana.
10. Sektor Lingkungan Hidup, merencanakan dan mengendalikan upaya yang bersifat
preventif, advokasi, dan deteksi dini dalam pencegahan bencana.
11. Sektor Kelautan merencanakan dan mengendalikan upaya mitigatif di bidang bencana
tsunami dan abrasi pantai.
12. Sektor Lembaga Penelitian dan Peendidikan Tinggi, melakukan kajian dan penelitian
sebagai bahan untuk merencanakan penyelenggaraan penanggulangan bencana pada masa pra
bencana, tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi.
13. TNI/POLRI membantu dalam kegiatan SAR, dan pengamanan saat darurat termasuk
mengamankan lokasi yang ditinggalkan karena penghuninya mengungsi.
Masyarakat sebagai pelaku awal penanggulangan bencana sekaligus korban bencana harus
mampu dalam batasan tertentu menangani bencana sehingga diharapkan bencana tidak
berkembang ke skala yang lebih besar.
2. Swasta
Peran swasta belum secara optimal diberdayakan. Peran swasta cukup menonjol pada saat
kejadian bencana yaitu saat pemberian bantuan darurat. Partisipasi yang lebih luas dari sektor
swasta ini akan sangat berguna bagi peningkatan ketahanan nasional dalam menghadapi
bencana.
15
3. Lembaga Non-Pemerintah
Penanggulangan bencana dapat efektif dan efisien jika dilakukan berdasarkan penerapan
ilmupengetahuan dan teknologi yang tepat. Untuk itu diperlukan kontribusi pemikiran dari
para ahli dari lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian.
5. Media
Media memiliki kemampuan besar untuk membentuk opini publik. Untuk itu peran media
sangat penting dalam hal membangun ketahanan masyarakat menghadapi bencana melalui
kecepatan dan ketepatan dalam memberikan informasi kebencanaan berupa peringatan dini,
kejadian bencana serta upaya penanggulangannya, serta pendidikan kebencanaan kepada
masyarakat.
6. Lembaga Internasional
Pada dasarnya Pemerintah dapat menerima bantuan dari lembaga internasional, baik pada
saat pra bencana, saat tanggap darurta maupun pasca bencana. Namun demikian harus
mengikuti peraturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Sebagai gambaran lebih rinci, dapat diperiksa pada tabel contoh berikut :
Dep PU
LSM
Depdagri
TNI/POLRI
Depkes
Depsos
Dep.ESDM
BMG
BNPB
dll
Pilihan Instansi
Tindaka
n Kegiatan
Pra bencana 1. Pembuatan Peta
Rawan
saat tidak 2.Penyuluhan
terja- di 3.Pelatihan
bencana
4.Pengembangan SDM
5.Analisis risiko &
bahaya
6 Litbang
7.Dan lain-lain
Pra bencana 1 Pembentukan POSKO
saat terdapat 2.Peringatan
Potensi 3..Rencana Kontinjensi
bencana 4.Dan lain-lain
Pada 1.Pernyataan Bencana
Saat 2. Bantuan Darurat
Tangga 3.Dan lain-lain
16
p
Pasca Bencana 1. Kaji Bencana
2. Rehabilitasi
3. Rekonstruksi
O = Penanggung Jawab
∆ = Terlibat Langsung
C. Pendanaan
Sebagian besar pembiayaan untuk kegiatan-kegiatan Penanggulangan bencana terintegrasikan
dalam kegiatan-kegiatan pemerintahan dan pembangunan yang dibiayai dari anggaran
pendapatan dan belanja nasional, propinsi atau kabupaten/kota. Kegiatan sektoral dibiayai
dari anggaran masing-masing sektor yang bersangkutan.
Bantuan dari masyarakat dan sektor non-pemerintah, termasuk badan-badan PBB dan
masyarakat internasional, dikelola secara transparan oleh unit-unit koordinasi.
BAB VII
Laporan Singkat Pemeriksaan Gerakan Tanah Di Kecamatan Ciniru Kabupaten
Kuningan, Jawa Barat
Dusun Babakan, Desa Pinara
Gerakan tanah terjadi di wilayah Dusun Babakan, Desa Pinara, Kec. Ciniru, Kab. Kuningan,
Prov. Jawa Barat pada hari Senin 19 Februari 2018 malam hari setelah turun hujan deras
17
sebelumnya. Lokasi gerakan tanah terletak pada koordinat 070 05” 17,06” LS dan 1080 30”
42,08” BT, dengan ketinggian sekitar 626 meter diatas muka laut.
Jenis gerakan tanah adalah Longsoran bahan rombakan, dengan kemiringan lereng 360 dan
bagian bawah 200 panjang 305 meter, lebar 52 meter, dengan arah umum gerakan tanah N
100 E. Gerakan tanah mengakibatkan tertutupnya akses jalan desa serta mengancam
perkampungan Dusun Babakan dan Pinara.
• Geologi, Geologi daerah Babakan Pinara disusun oleh Formasi Halang (Tmhg) Anggota
Gunung Hurip, terdiri dari breksi sedimen gunungapi & konglomerat bersusunan andesit dan
basal bersisipan batupasir, serpih dan batulempung pasiran (Kastowo 1975).
• Tataguna Lahan, Tataguna lahan daerah bencana berupa pesawahan dan hutan, kebun
campuran yang menempati lerengnya baik di atas maupun lereng bawah.
• Keairan, Air cukup melimpah di daerah bencana, baik dari dari mata air yang dimanfaatkan
untuk kebutuhan air minum dan MCK.
• Kerentanan Gerakan Tanah, Berdasarkan Peta Prakiraan Wilayah Potensi Terjadi Gerakan
Tanah pada Bulan Februari 2018 (Badan Geologi, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana
Geologi), lokasi gerakan tanah terletak pada daerah yang berpotensi gerakan tanah tinggi,
artinya daerah ini mempunyai potensi tinggi untuk terjadi gerakan tanah apabila dipicu oleh
curah hujan yang tinggi/diatas normal, terutama pada daerah yang berbatasan dengan lembah
sungai, gawir, tebing jalan atau jika lereng mengalami gangguan, sedangkan gerakan tanah
lama dapat aktif kembali.
• Faktor keairan, baik karena curah hujan tinggi berlangsung lama dan munculnya mata air
pada lereng, sehingga air meresap kedalam tanah yang gembur tersebut dan melicinkan
batuan lunak yang kedap air
18
• Adanya lahan menjadi pesawahan
Longsoran bahan rombakan bergerak dengan cepat, berawal air drainase dan mata air yang
menjenuhi lereng, ditambah hujan deras sebelumnya yang mengakibatkan lereng tambah
jenuh air. Air meresap masuk ke dalam tanah lapukan yang tebal, sarang, mudah menyerap
air, sehingga bobot masa tanah bertambah dan kestabilan terganggu dan tanah bergerak
dengan bidang gelincir antara tanah pelapukan dan batuan penyusunnya, yang bertindak
sebagai bidang gelincir gerakan tanah.
7. Saran/Rekomendasi
• Segera dilakukan pembersihan material longsoran yang menutupi badan pada jalan;
• Merubah lahan pesawahan pada lereng bawah dan tengah diselang seling dengan tanaman
palawija untuk mengurangi tingkat kejenuhan tanah atau ditanami pohon yang kuat berakar
dalam untuk menahan lereng;
• Penataan dan pengendalian air permukaan dan mata air dengan membuat permanen drainase
diatas lereng atas dan bawah;
• Mengontrol lereng bagian atas maupun bawah, pada saat musim hujan jika ada tanda tanda
retakan tanah, segera diisi dengan tanah liat dan dipadatkan, jika masih terjadi retakan
semakin lebar segera laporkan ke pihak berwenang;
• Lokasi ini masih berpotensi untuk terjadi gerakan tanah susulan, sehingga perlu sosialisasi
dan kewaspadaan bagi masyarakat di sekitar lokasi bencana dan bila perlu dipasang alat
pantau longsor;
19
BAB VIII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkanbeberapa
hal sebagai berikut ini:
2. Pola persebaran rawan tanah longsor ini yang hampir sering terjadi di wilayah tersebut
karena merupakan perbukitan dan pegunungan dengan lereng yang curam.
B. Saran
Penelitian ini bersifat komputerisasi teknologi yang mengacu kepada
integerasi Sistem Informasi Geografis dan belum menggunakan teknis manual konvensional
dengan tumpang susun peta. Selain itu belum memperhatikan faktor-faktor penyebab
longsor yang lain yaitu faktor arah lereng, pola drainase,jarak dari saluran drainase,
dan jarak dari jalan raya, dalam mengidentifikasikan wilayah Dusun Babakan, Desa
Pinara Kecamatan Ciniru yang rawan longsor di Kabupaten Kuningan, untuk itu terdapat
peluangadanya penyempurnaan penelitian ini dengan memperhatikan faktor-faktor tersebut.
Dalam rangka melakukan pencegahan dari bencana ini. Dapat dilakukan dengan cara
dibawah ini:
20
1.Sebaiknya buatlah terasering (sengkedan), ada lereng yang terjal bila membangun
permukiman
2.Segera menutup retakan tanah dan dipadatkan agar air tidak masuk ke dalam tanah
melalui retakan
3.Sebaiknya jangan menebang pohon di lereng dan jangan membangun rumah di bawah
tebing.
4.Sebaiknya mendirikan permukiman dan bangunan melihat kondisi lereng apabila lereng
tertalalu terjal sebaiknya jangan dilakukan pembangunan di daerah tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA
Badan Penanggulangan Daerah (BPBD) Kabupaten Banjarnegara, 2014. Data Bencana Tanah
Longsor di kabupaten kuningan.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Badan Geologi , di akses 01 April 2021
https://bit.ly/3ug5VU2
Ariani , Aliefia Putri. 2014. Mitigasi Bencana Tanah Longsor. Bandung : IlmuTanah
Universitas Padjajaran
22