Disusun oleh:
Penulis menyadari, makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun dari semua
pihak akan penulis terima untuk menyempurnakan makalah-makalah selanjutnya.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................... 1
A. Latar Belakang................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah............................................................................ 2
C. Tujuan Penulisan.............................................................................. 2
BAB 2 PEMBAHASAN............................................................................. 3
A. Pengertian Kausalitas....................................................................... 3
B. Pengertian Ajaran Kausalitas...........................................................
C. Delik Yang Memerlukan Ajaran Kausalitas.................................... 3
D. Teori-Teori Kausalitas..................................................................... 4
BAB 3 PENUTUP....................................................................................... 9
A. Kesimpulan...................................................................................... 9
B. Saran................................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................. 10
iii
BAB 1
PENDAHULUAN
1
Buku Ajar Hukum Pidana,(Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2016), hal. 110.
2
Andi Sofyan, Nur Azizah, Hukum Pidana, Pustaka Pena Press, Makassar, 2016. Hal. 56.
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Kausalitas?
2. Apa Pengertian Ajaran Kausalitas?
3. Apa Saja Delik Yang Memerlukan Ajaran Kausalitas?
4. Apa Saja Teori-Teori Kausalitas?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui Apa Pengertian Kausalitas
2. Mengetahui Dan Memahami Apa Itu Ajaran Kausalitas
3. Mengetahui Delik Apa Saja Yang Memerlukan Ajaran Kausalitas
4. Memahami Teori Teori Kausalitas
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Kausalitas
Kata kausalitas memiliki banyak makna diantaranya adalah “Hal sebab-
akibat”, artinya setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi
sebab peristiwa lain. Namun dalam hukum pidana “kausalitas” memiliki makna
mencari sebab yang menimbulkan akibat dalam upaya untuk menjawab persoalan
siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat dari perbuatan
tersebut.
B. Pengertian Ajaran Kausalitas
Ajaran Kausalitas adalah Ajaran yang berhubungan dengan usaha untuk
menemukan sebab dari timbulnya akibat. Dalam hukum pidana, sebab yang dicari
adalah suatu perbuatan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan siapa yang
dapat dipersalahkan dan diminta pertanggungjawabannya.
C. Delik Yang Memerlukan Ajaran Kausalitas
Ajaran Kausalitas diperlukan dalam :
Delik Materiil : Delik yang dalam perumusannya mementingkan unsur
akibat , mis. Ps. 338, Ps 359, Ps 360
Delik Omisi tak murni/semu (delicta commissiva per omissionem/
Oneigenlijke Omissiedelicten) : Pelaku melanggar larangan (timbulnya
akibat) dengan pasif (tidak berbuat), Pasal. 194
Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir : tindak pidana yang karena situasi
dan kondisi khusus yang berkaitan dengan pelaksanaan tindakan yang
bersangkutan atau karena akibat-akibat khusus yang dimunculkannya,
diancam dengan sanksi pidana yang lebih berat ketimbang sanksi yang
diancamkan pada delik pokok tersebut. Lihat : Ps 351 (1), Ps 351 (2), Ps
351 (3)3.
3
Buku Ajar Hukum Pidana,(Fakultas Hukum Universitas Udayana, 2016), hal. 111.
3
D. Teori-Teori Kausalitas
1. Teori Bersyarat (Conditio Sine Qua Non)
Atas nama von Buri mengatakan bahwa: “Setiap peristiwa yang
merupakan syarat untuk timbulnya suatu akibat dianggap sebagai sebab dari
akibat yang terjadi”. Yang dianggap sebagai syarat adalah: “Setiap peristiwa
yang jika ditiadakan, maka tidak dapat dibayangkan bahwa akibat tersebut
akan terjadi”.
Penganutnya antar lain: van Hamel, Zevenbergen, Vos, Noyon –
Langemeyer. Van Hamel salah seorang penganut Teori bersyarat menamakan
ajarannya sebagai “absolute causaliteitsleer” atau teori sebab akibat mutlak.
Van hamel menganut teori ini dengan menghubungkannya dengan
“kesalahan (schuld)”.
Contoh:
Syarat/peristiwa 1: A menghina B
Syarat/peristiwa 2: B tersinggung lalu memukul A
Syarat/peristiwa 3: Akibat pukulan B, A terluka
Syarat/peristiwa 4: Karena teledor, A mencuci lukanya dengan air kotor
sehingga infeksi, lalu dirawat di Rumah Sakit.
Syarat/peristiwa 5: C membuat ledakan dekat bangsal tempat A dirawat
Syarat/peristiwa 6: A meninggal karena kaget mendengar ledakan
Menurut teori bersyarat, semua syarat/peristiwa merupakan sebab dari
kematian A.
2. Teori Khusus (Teori Mengindividualisir)
Tokoh dari teori ini adalah Traeger. Inti ajaran teori ini adalah:
membedakan antara syarat (voorwaarde) dengan alasan (aanleiding)
Hanya mencari 1 peristiwa/syarat saja yang harus dianggap sebagai
penyebab dari adanya suatu akibat.
Dalam membatasi syarat yang harus dianggap sebagai sebab maka
penelitian harus didasarkan pada fakta/kenyataan setelah suatu delik atau
peristiwa pidana terjadi.
4
Dari beberapa peristiwa yang merupakan satu rangkaian untuk terjadinya
delik, maka dipilihlah peristiwa/syarat yang dianggap paling/cenderung
dapat dianggap sebagai penyebab terjadinya suatu delik.
5
Berdasarkan contoh tersebut maka dapat diakatakan bahwa orang tersebut
mati karena kepekaannya terhadap racun tertentu tersebut4.
d. Teori letze bedingung dari Ortmann.
Menurut teori ini bahwa sebab merupakan syarat terakhir yang
menghilangkan keseimbangan antara syarat positif dengan syarat negatif,
sehingga menghasilkan syarat positif yang menentukan. Teori ini dapat
menimbulkan kesulitan karena mungkin akan terjadi orang yang seharusnya
dipidana tetapi tidak dipidana. Contohnya A bermaksud membakar rumah B
yang atapnya dibuat dari jerami. Di atas atap rumah B, A meletakkan gelas
pembakar, sedemikian rupa sehingga apabila matahari menyinari gelas tadi
akan menimbulkan panas (api) dan terjadilah kebakaran. Menurut ajaran
Ortmann, A tidak dapat dipidana karena faktor yang terakhir adalah matahari
(keadaan alam)5.
3. Teori Umum (Teori Menggeneralisir)
Fakta-fakta yang ada sebelum delik terjadi (ante factum) menurut
perhitungan yang layak dapat dianggap sebagai sebab timbulnya suatu akibat.
Fakta-fakta tersebut harus dianggap mencakupi berbagai sebab sehingga
menimbulkan akibat. Ajaran inilah yang disebut Teori Umum atau Teori
Menggeneralisir.
Ada beberapa teori berkaitan dengan Teori Umum yang perbedaannya
didasarkan pada pengertian istilah “perhitungan yang layak”.Teori-teori
tersebut adalah:
a. Teori Adequat (teori Keseimbangan Subyektif), tokohnya adalah von
Kries.
Suatu peristiwa yang dianggap sebagai penyebab timbulnya akibat adalah
peristiwa yang seimbang dengan akibat tersebut (menurut perhitungan yang
layak). Perhitungan yang layak adalah peristiwa yang diketahui atau layak
diketahui oleh pelaku/petindak. Oleh karenanya disebut juga dengan
Subjective Prognose (teori keseimbangan subyektif).
4
Takdir, Mengenal Hukum Pidana, Laskar Perubahan, 2013, Hal. 84-87.
5
Muhamad Iqbal, Suhendar, Ali Imron, Hukum Pidana, Unpam Press, Hal. 42.
6
Von Kries memasukkan unsur “kesalahan” dengan alasan bahwa
pengetahuan pelaku erat kaitannya dengan niat pelaku terhadap akibat yang
dikehendakinya.
b. Teori Keseimbangan Obyektif, tokohnya adalah Rumelin.
Perhitungan yang layak menurut teori ini adalah bukan hanya apa yang
diketahui oleh pelaku, tetapi juga apa yang kemudian diketahui oleh Hakim
meskipun hal tersebut sebelumnya tidak diketahui oleh pelaku.
Contoh:
Peristiwa 1: A memukul B yang sedang sakit malaria berat. (orang yang
sakit malaria berat, limpanya membesar)
Peristiwa 2: akibat kena pukulan, B mendapat luka ringan di wajahnya
Peristiwa 3: waktu terkena pukulan, B terjatuh dan akibatnya limpanya
robek.
Peristiwa 4: karena limpanya robek, akhirnya B meninggal.
Seandainya pukulan A disarangkan ke orang lain (C) yang keadaan
kesehatannya normal (baik), maka C hanya akan menderita luka ringan di
wajahnya, tetapi tidak sampai meninggal.
Menurut ajaran von Kries, A tidak dapat dipersalahkan atas kematian B
sebab B memang telah mengidap penyakit yang sangat berat dan A tidak
mengetahui bahwa pukulannya dapat berakibat maut bagi B.
Menurut ajaran Rumelin, A dapat dipersalahkan jika kemudian Hakim
mengetahui bahwa ketika dipukul, B sedang menderita penyakit yang
menurut perhitungan yang layak dapat mengakibatkan kematian.
c. Teori Keseimbangan Gabungan, tokohnya adalah Simons.
Menurut teori ini, perhitungan yang layak adalah perhitungan menurut
pengalaman manusia.
Contoh:
Peristiwa 1: Akibat berkelahi dengan B, A terluka sedang B langsung
pergi.
Peristiwa 2: A memanggil taksi untuk segera membawanya ke Rumah
Sakit.
7
Peristiwa 3: Karena ngebut, taksi tercebur di sungai yang dalam.
Peristiwa 4: A tenggelam dan mati sedang sopir taksi dapat menye-
lamatkan diri.
Catatan:
Menurut teori Keseimbangan Gabungan, A meninggal karena tenggelam
dan karenanya sopir taksi dapat dipersalahkan atas perbuatan ngebutnya
yang mengakibatkan mobil tercebur di sungai.
Menurut teori von Buri, semua peristiwa dipersamakan sebagai
syarat/penyebab timbulnya suatu akibat , yakni kematian A6.
4. Teori Relevansi dari Mezger
Teori ini menjelaskan dalam menentukan hubungan sebab akibat
(causalitas) tidak memunculkan perbedaan antara syarat dengan sebab seperti
teori yang menggeneralisir dan teori yang mengindividualisir, melainkan
dimulai dengan menafsirkan rumusan tindak pidana yang memuat akibat
dilarang. Seterusnya mencoba menemukan perbuatan manakah kiranya yang
dimaksud pada waktu undang-undang itu dibuat. Jadi pemilihan dari syarat-
syarat yang relevan itu berdasarkan pada yang telah dirumuskan dalam
undang-undang. Dari rumusan delik yang hanya memuat akibat yang dilarang
dicoba untuk menentukan akibat dari perbuatan apakah kiranya yang
dimaksud pada waktu membuat larangan itu. Selanjutnya menurut Moletjatno
bahwa jika pada teori-teori yang menggeneralisir dan yang mengindividualisir
pertayaan pokok adalah : adakah kelakuan yang menjadi sebab dari akibat
yang dilarang? Maka pada teori relevansi pertanyaannya adalah : pada waktu
pembuat undang-undang menentukan rumusan delik itu, perbuatan-perbuatan
manakah yang dibayangkan olenya dapat menimbulkan akibat yang dilarang?.
Jika demikian halnya maka teori relevansi bukanlah lagi menyangkut
kasusalitas melainkan mengenai penafsiran undang-undang, suatu teori yang
hanya menyangkut interpretasi belaka7.
6
Takdir, Mengenal Hukum Pidana, Laskar Perubahan, 2013, Hal. 87-90.
7
Muhamad Iqbal, Suhendar, Ali Imron, Hukum Pidana, Unpam Press, Hal. 44
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kata kausalitas memiliki banyak makna diantaranya adalah “Hal sebab-
akibat”, artinya Setiap peristiwa selalu memiliki penyebab sekaligus menjadi
sebab peristiwa lain. Namun dalam hukum pidana “kausalitas” memiliki makna
mencari sebab yang menimbulkan akibat dalam upaya untuk menjawab persoalan
siapa yang dapat dimintai pertanggungjawaban atas suatu akibat dari perbuatan
tersebut.
Ajaran Kausalitas adalah Ajaran yang berhubungan dengan usaha untuk
menemukan sebab dari timbulnya akibat. Dalam hukum pidana, sebab yang dicari
adalah suatu perbuatan ditemukannya sebab, maka dapat ditemukan siapa yang
dapat dipersalahkan dan diminta pertanggungjawabannya.
Ajaran Kausalitas diperlukan dalam : Delik Materiil, Delik Omisi tak
murni/semu (delicta commissiva per omissionem/ Oneigenlijke Omissiedelicten),
Delik yang terkualifikasi/dikwalifisir.
Teori Kausalitas atau yang lebih dikenal sebagai teori sebab-akbat
merupakan salah satu aliran penting dalam ilmu filsafat. Teori-teori Kausalitas
diantaranya adalah teori conditio sine quanon, teori yang mengindividualisasi, dan
teori adequat, dan teori Relevansi.
B. Saran
Demikianlah makalah yang penulis berisikan tentang Kausalitas Dalam
Hukum Pidana. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun
target yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran
digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya penulis
ucapkan terimakasih.
9
DAFTAR PUSTAKA
Sofyan Andi, Nur Azisa. 2016. Hukum Pidana. Pustaka Pena Press, Makassar.
Takdir. 2013. Mengenal Hukum Pidana. Laskar Perubahan,
Mertha I Ketut dkk. 2016. Buku Ajar Hukum Pidana, (Fakultas Hukum
Universitas Udayana),
Iqbal Muhamad, Suhendar, Ali Imron. 2019. Hukum Pidana. Unpam Press,
Banten.
10