Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

“TEORI TENTANG SEBAB AKIBAT (KAUSALITAS”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Pidana
Dosen Pengampu : Atu Karomah, S.H.,M.Si.

Disusun Oleh :
Kelompok 7
1. Amalina Hidayah 211120019
2. Andina 211120021
3. Awaluddin Ryan Anggara 211120022

KELAS HTN/A/III
JURUSAN HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH
UIN SULTAN MAULANA HASANUDDIN BANTEN
TAHUN AKADEMIK 2022/2023
Kata Pengantar
Bersyukur dan Ikhlas kita haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat dan
inayahnya-Nya makalah yang yang diberi judul “Teori Tentang Sebab Akibat (Kausalitas)”
dapat selesai. Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Hukum Pidana dan
untuk menambah wawasan kepada pembaca dan penulis.

Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Atu Karomah, S.H.,M.Si sebagai dosen dari mata
kuliah Hukum Pidana ini, yang sudah mengintruksikan kepada kami tugas ini sehingga bisa
meningkatkan wawasan dan pengetahuan bagi kita semua. Semoga makalah ini bisa memberikan
informasi tentang “Teori Tentang Sebab Akibat (Kausalitas)” yang dapat bermanfaat bagi kita
semua. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu dalam proses
penyusunan makalah ini.

Kami mengetahui, tugas yang telah disusun masih belum bisa dikatakan sudah dapat
menghasilkan yang terbaik. Sebab itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan untuk
menyempurnakan makalah ini. Atas perhatian dan waktunya yang telah diluangkan, kami ucapkan
terimakasih.

Serang, 11 November 2022

Penulis,
Daftar Isi

Kata Pengantar...................................................................................................................................... 1
Daftar Isi ................................................................................................................................................ 2
BAB I ..................................................................................................................................................... 3
(PENDAHULUAN) ............................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang .......................................................................................................................... 3
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ....................................................................................................................... 3
BAB II .................................................................................................................................................... 4
(PEMBAHASAN) .................................................................................................................................. 4
A. Ajaran Kausalitas ...................................................................................................................... 4
B. Ajaran Kausalitas dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana ........................................ 4
C. Macam – Macam Ajaran Kausalitas ......................................................................................... 7
D. Ajaran Kausalitas Dalam Perbuatan Pasif ............................................................................. 10
BAB III ................................................................................................................................................ 11
(Penutup) ............................................................................................................................................. 11
A. Kesimpulan .............................................................................................................................. 11
B. Saran ........................................................................................................................................ 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 12
BAB I
(PENDAHULUAN)
1.1 Latar Belakang
Perbuatan merupakan elemen fisik dari suatu kejahatan. Dalam sistem hukum common law
sering disebut dengan actus reus. Perbuatan ini menjadi fokus awal dari pembuktian suatu
tindak pidana yang dilakukan oleh suatu subjek–natuurlijk persoon dan recht persoon. Suatu
perbuatan dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana jika perbuatan tersebut telah diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
Persoalan mengenai kausalitas terlihat sangat sederhana, namun hal tersebut tidaklah
demikian adanya. Ajaran kausalitas dalam ilmu pengetahuan hukum pidana digunakan untuk
menentukan tindakan yang mana dari serangkaian tindakan yang dipandang sebagai sebab dari
munculnya akibat yang dilarang. Jan Remmelink, mengemukakan bahwa yang menjadi fokus
perhatian para yuris hukum pidana adalah apa makna yang dapat dilekatkan pada pengertian
kausalitas agar mereka dapat menjawab persoalan siapa yang dapat dimintai
pertanggungjawaban.

1.2 Rumusan Masalah


A. Apa Itu Ajaran Kaulitas
B. Apa Itu ajaran Kaulitas Dalam Kitab Undang – Undang Pidana
C. Apa Macam – Macam Ajaran Kaulitas
D. Apa Ajaran Kaulitas Dalam Perbuatan Pasif

1.3 Tujuan Penelitian


A. Untuk Mengetahui Ajaran Kaulitas
B. Untuk Mengetahui Ajaran Kaulitas Dalam Kitab Undang – Undang Pidana
C. Untuk Mengetahui Macam – Macam Ajaran Kaulitas
D. Untuk Mengetahui Ajaran Kaulitas Dalam Perbuatan Pasif
BAB II
(PEMBAHASAN)
2.1 Ajaran Kausalitas
Sebab dalam Kamus Bahasa Indonesia Lengkap adalah karena asal mula, hal yang
menjadikan timbulnya sesuatu, terjadi karena sebab akibat. 1 Dengan demikian, setiap
kejadian baik kejadian alam maupun kejadian sosial tidaklah terlepas dari rangkaian sebab
akibat, baik peristiwa alam maupun sosial yang terjadi adalah merupakan rangkaian akibat
yang sudah ada sebelumnya, dalam hal ini peristiwa yang satu memengaruhi yang lain
sehingga merupakan satu lingkaran sebab akibat.2
Adapun tujuan mempelajari sebab akibat adalah pertama untuk mengetahui dan
menentukan hubungan sebab akibat yang berarti menentukan ada tidaknya telah terjadi suatu
tindakan yang dapat dipidana. Kedua untuk menentukan siapa yang harus
dipertanggungjawabkan atas suatu akibat tertentu yang berupa suatu tindak pidana. 3
2.2 Ajaran Kausalitas dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana
Ajaran sebab akibat dalam Kitab UndangUndang Hukum Pidana terdiri dari dua elemen
yaitu, pertama elemen objektif dan kedua elemen subjektif.
1.) Elemen objektif.
Yaitu perbuatannya sendiri. Elemen objektif ialah melawan hukum. Elemen objektif
menunjukkan pada perbuatan yang dapat dihukum, merupakan suatu perbuatan yang
bertentangan dengan hukum positif dan dapat menimbulkan akibat yang dilarang oleh hukum
dengan ancaman pidana. Unsur yang diperlukan dari perbuatan yang dapat dihukum dilihat
dari elemen objektif ialah melawan hukum. Bila tidak ada unsur melawan hukum, maka delik
tidak ada.
2.) Elemen Subjektif
Yaitu manusia yang berbuat. Elemen subjektif dari suatu perbuatan yang dapat dipidana
ialah kesalahan yang mana kesalahan ini menyatakan bahwa akibat yang ditimbulkan oleh
pelaku dan yang tidak dikehendaki oleh undang-undang dapat dipertanggungjawabkan
kepadanya.
Dalam undang-undang hukum pidana, sebab akibat dirumuskan antara lain sebagai berikut : 4
a. Penyebab dirumuskan secara jelas. Yaitu berupa suatu kelakuan yang dilarang atau
diharuskan. Misalnya terdapat dalam pasal : 5

1
Eko Hadi Wiyono, “Kamus Bahasa Indonesia Lengkap”, (Palanta, 2007), hlm. 555.
2
Andi Hamzah, “Asas-Asas Hukum Pidana”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 174.
3
S.R. Sianturi, “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya”, (Jakarta : Alumni Ahaem-Petehaem,
1986), hlm. 125.
4
R. Tresna, Asas-Asas Hukum Pidana, Disertasi Pembahasan beberapa perbuatan pidana, Tiara, Jakarta,
1959, hal. 24.
5
Andrio Jackmico Kalensang, “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan Penerapannya”,
Lex Crimen, 2016: 14, file:///C:/Users/Personal/Downloads/13493-26938-1-SM%20.pdf
1.) Pasal 194 ayat 2 KUHP yang berbunyi “Kalau lantaran perbuatan itu ada orang
mati, sitersalah dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara dua puluh
tahun”6
2.) Pasal 351 ayat 3 KUHP yang berbunyi “Jika perbuatan itu menjadikan mati
orangnya, dia dihukumpenjara selama-lamanya tujuh tahun”7.
Kelakuan/tindakan tersebut adalah merupakan sebab (causa, oorzaak) dari kelakuan
seseorang. delik tersebut, tidak disyaratkan lagi mencari sebab dari kelakuan atau
tindakan tersebut lebih jauh kedepan.
Dalam beberapa pasal KUHP ditentukan kelakuan/tindakan yang dilarang atau
diharuskan yang merupakan penyebab (causa) dari suatu akibat tertentu.
3.) Pasal 187 ayat 3 KUHP yang berbunyi “Menimbulkan kebakaran, ledakan atau
banjir” 8.
Dengan sengaja dalam rangka pembuktian telah terjadi atau tidaknya suatu delik yang
dilarang dalam pasal tersebut.
b. Suatu akibat dirumuskan secara jelas, yaitu suatu kenyataan yang ditimbulkan oleh
seuatu penyebab (causa). Sehubungan dengan uraian tersebut , maka luka atau matinya
seseorang yang dirumuskan dalam Pasal : 9
1.) Pasal 194 (2) KUHP yang berbunyi “Kalau lantaran perbuatan itu ada orang mati,
sitersalah dihukum penjara seumur hidup atau penjara sementara dua puluh
tahun”10
2.) Pasal 351 (3) KUHP yang berbunyi “Jika perbuatan itu menjadikan mati
orangnya, dia dihukumpenjara selama-lamanya tujuh tahun”11
Dan sebagainya itu, adalah merupakan akibat yang dirumuskan secara jelas. Apabila
dalam hal ini diungkapkan juga misalnya bahwa akibat dari matinya seorang ayah, telah
sangat terlantar anak-anaknya yang ditinggal mati, maka pengungkapan tersebut lebih
berfungsi sebagai keadaan yang memberatkan (penuntutan/penjatuhan) pidana.
c. Dapat disimpulkan bahwa sebab dan akibat itu sebagaimana dirumuskan sekaligus.
Kalau diperhatikan perumusan dalam Pasal :12

6
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 158.
7
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 244.
8
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 154.
9
Andrio Jackmico Kalensang, “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan Penerapannya”,
Lex Crimen, 2016: 15, file:///C:/Users/Personal/Downloads/13493-26938-1-SM%20.pdf
10
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 158.
11
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 244.
12
Andrio Jackmico Kalensang, “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan Penerapannya”,
Lex Crimen, 2016: 15, file:///C:/Users/Personal/Downloads/13493-26938-1-SM%20.pdf
1.) Pasal 338 KUHP yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja menghilangkan
jiwa orang lain, dihukum, karena makar mati, dengan hukuman penjara selama-
lamanya lima belas tahun” 13
2.) Pasal 351 (1) KUHP yang berbunyi “Penganiyaan dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp 4.500,-”14
d. Jika seseorang melanggar “jam malam”, maka pelanggaran itu adalah merupakan
sebab, dan akan terganggu keamanan negara sebenarnya belum merupakan akibat.
Setelah terganggu keamanan negara, bagaimanapun kecilnya, barulah dapat dikatakan
telah timbul akibat. Dalam pasal ini, tidak disyaratkan apakah telah terjadi gangguan
keamanan negara, tetapi delik sudah Sebab (causa) dirumuskan berupa suatu tindakan
tertentu, tanpa mensyaratkan telah timbul akibatnya. 15 Terdapat dalam Pasal :
Pasal 122 (2) KUHP yang berbunyi “Barang siapa dalam tempo perang dengan
sengaja melanggar sesuatu peraturan yang diadakan dan diumumkan oleh Pemerintah
untuk menjaga keselamatan negara” 16 dipandang sempurna (voltooid) terjadi.
e. Akibat dirumuskan berupa suatu kenyataan tertentu, akibat dirumuskan berupa suatu
kenyataan tertentu, tanpa menentukan suatu kelakuan/tindakan tertentu sebagai
sebabnya. 17 Terdapat dalam pasal :
1.) Pasal 359 KUHP yang berbunyi “Barang siapa karena salahnya menyebabkan
matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan
selama-lamanya satu tahun”18
2.) Pasal 360 KUHP yang berbunyi :
“(1) : Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan orang luka berat dihukum
dengan hukuman penjara selama-selamanya lima tahun atau hukuman kurungan
selama-selamanya satu tahun.”
“(2) : Barang siapa karena menyebabkan orang luka sedemikian rupa sehingga
orang itu menjadi sakit sementara atau tidak dapat menjalankan jabatannya atau
pekerjaannya sementara, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya
sembilan bulan atau hukuman kurangan selama-lamanya enam bulan atau
hukuman dengan setinggi-tingginya Rp 4.500,-“19

13
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 240
14
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 244
15
Andrio Jackmico Kalensang, “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan Penerapannya”,
Lex Crimen, 2016: 15, file:///C:/Users/Personal/Downloads/13493-26938-1-SM%20.pdf
16
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 117
17
Andrio Jackmico Kalensang, “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan Penerapannya”,
Lex Crimen, 2016: 16, file:///C:/Users/Personal/Downloads/13493-26938-1-SM%20.pdf
18
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hHlm 248
19
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 248
Akibatnya' adalah luka atau matinya seseorang. Hubungan akibat dengan suatu
tindakan yang tidak ditentukan itu adalah kealpaan. Dengan perkataan lain hanya
akibat saja yang ditentukan, sedangkan penyebabnya boleh terjadi suatu bentuk
tindakan yang berada dalam “pengaruh” kealpaan pelaku. 20
f. Perumusan sebab dan akibat, dapat disimpukan sebagai tidak diperlukan, dalam rangka
telah terjadi atau tidaknya suatu delik.
Contohnya Andong disebabkan kebutuhannya pada uang untuk merawat keluarganya
yang menderita sakit, dan kusir (yang dirugikan) yang untuk waktu tertentu tidak bisa
lagi mencari nafkah sehari-hari sebagai akibat dari hilangnya kudanya, tidak menjadi
persoalan dalam hal penentuan telah terjadinya tindak pidana pencurian. 21Terdapat
dalam Pasal :
Pasal 362 KUHP yang berbunyi : “Barang siapa mengambil sesuatu barang yang
sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan
memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan
hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya
Rp.900,-” 22
Pengungkapan dalam hal ini bermaksud untuk menentukan “keadaankeadaan” yang
dapat dijadikan sebagai halhal yang meringankan atau memberatkan pidana. 23
g. Perumusan sebab-akibat “tercakup” dalam jiwa pelaku yang berbentuk “pendorong”
(sebab) dan kenyataan/peristiwa yang dikehendaki (akibat).24

2.3 Macam – Macam Ajaran Kausalitas


Adapun teori sebab akibat menurut doktrin dikenal kepada tiga teori, yaitu sebagai berikut.
1. Conditio Sine Qua Non (Teori Syarat)
Teori sebab akibat yang dicetuskan oleh Von Buri. Menurut Von Buri, suatu perbuatan
atau masalahnya haruslah dianggap sebagai “sebab” dari suatu akibat apabila perbuatan
atau masalah itu merupakan syarat dari akibat itu. 25
Jadi teori ini memandang bahwa suatu akibat tidak akan mungkin bisa terjadi apabila tidak
ada suatu rangkaian hal yang merupakan syarat bagi timbulnya akibat itu sendiri. Teori ini
juga dinamakan teori ekuivalensi, yaitu karena menurut pendiriannya, tiap-tiap syarat adlah
sama nilainya (ekuivalen). 26 Contoh : Ahmad meminjamkan senapannya kepada Bujang
untuk dipakai dalam berburu hewan di hutan. Di dalam hutan Bujang menyuruh Chalik
membawa senapan itu. Pada waktu itu Chalik bermain-main dengan senapan tersebut

20
Andrio Jackmico Kalensang, “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan Penerapannya”,
Lex Crimen, 2016: 16, file:///C:/Users/Personal/Downloads/13493-26938-1-SM%20.pdf
21
Andrio Jackmico Kalensang, “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan Penerapannya”,
Lex Crimen, 2016: 16, file:///C:/Users/Personal/Downloads/13493-26938-1-SM%20.pdf
22
R. Soesilo, Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
edisi ke- 6, (Bogor: Politela, 1993), hlm 249
23
Andrio Jackmico Kalensang, “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan Penerapannya”,
Lex Crimen, 2016: 16, file:///C:/Users/Personal/Downloads/13493-26938-1-SM%20.pdf
24
Andrio Jackmico Kalensang, “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan Penerapannya”,
Lex Crimen, 2016: 16, file:///C:/Users/Personal/Downloads/13493-26938-1-SM%20.pdf
25
H.M. Rasyid Ariman, Fahmi Raghib, “Hukum Pidana”, (Malang: Setara Press, 2016). Hlm. 275.
26
Moeljatno, “Asas-Asas Hukum Pidana”, (Jakarta: Bina Aksara, 1985). hlm. 92.
sehingga akhirnya senapan it meletus mengenai Darmawan yang akhirnya Darmawan
meninggal dunia. Menurut teori Conditio Sine Qua Non dari Von Buri ini, maka perbuatan
dari Ahmad, Bujang, dan Chilik tersebut merupakan sebab dari meninggalnya Darmawan.
2. Individualiserende Theorie (Teori Khusus)
Teori ini menjelaskan bahwa dalam mencari satu masalah dari rangkaian perbuatan
tersebut, maka didasarkan kepada keadaan yang nyata yang menyebabkan akibat yang
timbul. 27 Dengan demikian, teori ini ajarannya didasarkan pada in concreto. Ajaran teori
ini mencari sebab ialah setelah akibatnya timbul, yaitu dengan mencari keadaan yang
nyata, in concreto. Dari rangkaian perbuatan-perbuatan masalah dipilih “satu” perbuatan
yang dapat dianggap sebagai sebab dari pada akibat. Jadi ajaran ini mencarinya in
concreto.28
Contoh : Ahmad meninju Bujang sehingga Bujang merasa sakit dan akhirnya Bujang ke
rumah sakit untuk berobat, di dalam perjalanan Ahmad tertabrak mobil Khairuddin
akibatnya Bujang meninggal dunia. Contoh tersebut diatas, menurut teori individual, yang
harus bertanggung jawab atas meninggalnya Bujang adalah Khairuddin. Penganut teori ini
lin adalah Birkmeyer, Binding, dan Kohler. Menurut Birkmeyer, hanya syarat yang
terbesar pengaruhnya terhadap timbulnya akibat, itulah yang beharga sebagai sebab.
Teorinya disebut Mest Wirksamste Bedingung. Kemudian, Binding berpendapat diantara
syarat-syarat terdapat perbedaan. Ada syarat yang mencegah timbulnya akibat dan ada pula
yang mendorong timbulnya akibat. Maka dianggap sebagai sebab itu adalah perbuatan
yang mendorong ke arah timbulnya akibat jika dibandingkan dengan perbuatan atau
masalah yang mencegah. Jadi pendapat Binding kembali kepada ajaran Van Buri. Teorinya
adalah Vebergewicht atau Gleichgewwicht. Selanjutnya, menurut Kohler, syarat yang harus
dianggap sebagai sebab ialah peristiwa yang menimbulkan suatu akibat. 29
3. Generaliseerende Theorie (Teori Umum)
Teori ini menjelaskan bahwa sebab akibat yang timbul dengan mencari ukuran dengan
perhitungan pada umumnya yang berarti ukuran itu ditentukan abstracto. 30 Kemudian,
menurut A. Zainal Abidin Farid, inti teori yang menggeneralisasi (Generaliserende
Theorie) adalah harus dipilih satu faktor saja, yaitu yang menurut pengalaman manusia
pada umumnya dipandang sebagi sebab. 31 Teori menggeneralisasi (Generaliserende
Theori) ini terbagi atas tiga, yaitu sebagai berikut.
1.) Teori Adequat Subjektif
Teori ini dipelopori oleh J.Von Kries yang menyatakan bahwa perbuatan yang harus
dianggap sebagai sebab daripada akibat yang timbul adalah perbuatan yang seimbang
dengan akibat. 32 Menurut Simons, perhitungan yang layak adalah menurut pengalaman
manusia normal. 33

27
Teguh Prasetyo, “Hukum Pidana”, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2014), hlm. 170.
28
Satochid Kartanegara, “Hukum Pidana Kumpulan Kuliah, Bagian Satu”, (t.t.: Balai Lektur Mahasiswa, t.th.), hlm.
225.
29
H.M. Rasyid, Fahmi Rahgib, “Hukum Pidana”, (Malang: Setara Press, 2016) hlm. 278-279.
30
Teguh Prasetyo, Loc. Cit
31
A. Zainal Abidin Farid, “Hukum Pidana I”, (Jakarta: Sinar Grafika, 1995), hlm. 211.
32
Satochid Kartanegara, “Hukum Pidana Kumpulan Kuliah”, (Jakarta.: Balai Lektur Mahasiswa, 1985) hlm. 227.
33
Ibid, hlm. 228.
Contoh : Si Ahmad meninju Bujang dengan tangan terbuka. Karena Bujang merasa
sakit, Bujang pergi ke rumah sakit untuk berobat. Di tengah perjalanan Ahmad ditabrak
oleh Syukur yang sedang mengendarai mobil yang akibatnya Bujang meninggal dunia.
Menurut Teori Adequat Subjektif dari J. Von Kries, bahwa perbuatan yang
dianggap menyebabkan meninggalnya Bujang menurut perhitungan yang layak, yakni
menurut pengalaman manusia adalah perbuatan Syukur, yaitu menabrak dengan mobil.
Jadi perhitungan yang layak oleh J. Von Kries dirumuskan sebagai masalah – masalah
yang diketahui oleh si pembuat sendiri.
2.) Teori Adequat Objektif
Teori menjelaskan bahwa yang menjadi sebab atau akibat adalah faktor objektif
yang diramalkan dari rangkaian faktor – faktor yang berkaitan dengan terwujudnya
delik setelah delik itu terjadi. 34 Teori ini dipelopori oleh Rumelin yang ajarannya
disebut teori obyectifenachttraglicher prognose atau peramalan yang objektif karena
dalam mencari kausa dari suatu akibat pada faktor objektif yang dipikirkan dapat
menimbulkan akibat. Jadi teori Rumelin adalah penentuan objektif keadaan yang
diketahui oleh umum. 35
Contoh teori ini telah diilustrasikan oleh Satochid Kartanegara sebagai berikut.
Rayanzza memukul Azher. Pukulan tersebut menurut perhitungan layak tidak akan
menimbulkan kematian Azher. Akan tetapi, ternyata Azher kemudian meninggal.
Pemeriksaan dokter atas diri Azher menunjukkan bahwa Azher sebetulnya menderita
sakit malaria yang berat. Menurut Ilmu Kedokteran, jika seseorang menderita sakit
malaria berat, ada bagian dalam tubuhnya yang mengalami pembengkakan. Jika bagian
yang bengkak itu dipukul, bagian yang bengkak dapat pecah dan mengakibatkan mati.
Jika Azher dalam kondisi sehat, menurut perhitungan yang layak, pukulan Rayyanza
tidak mungkin menyebabkan kematian. 36
Mengenai ilustrasi di atas secara penetuan objektif sebagaimana yang dikemukakan
oleh Rumelin, Rayyanza tetap dapat diminta pertanggungjawaban pidana karena telah
menganiaya Azher yang mengakibatkan kematian. Sebaliknya, apabila ditinjau dari
teori adequat penentuan subjektif dari Von Kries, terlebih dahulu harus diselidiki
apakah sakitnya Azher diketauhi oleh Rayyanza. Apabila Rayyanza tidak
mengetahuinya, tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana. Sebaliknya jika
Rayyanza mengetahui keadaan sakitnya Azher, Rayyanza dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana.
3.) Teori Adekuat dari Trager
Menurut teori ini, akibat delik haruslah in heft algemeen voorzienbaar artinya pada
umumnya dapat disadari sebagai sesuatu yang mungkin sekali dapat terjadi. Van
Bemmelen mengomentari teori ini dengan menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
in het algemeen vorzienbaar ialah een hoge mate van waarschijnlikjkheid yang artinya

34
Andi Hamzah, “Asas-Asas Hukum Pidana”, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), hlm. 179.
35
Eddy O.S. Hiariej, “Prinsip – Prinsip Hukum Pidana”, (Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka), hlm. 172.
36
Satochid Kartanegara, “Hukum Pidana Kumpulan Kuliah”, (Jakarta.: Balai Lektur Mahasiswa, 1985), hlm. 231 –
232.
disadari sebagai sesuatu yang sangat mungkin dapat terjadi. 37 Teori Trager dalam hal
ini dapat dikelompokkan ke dalam teori adequat subjektif dari Von Kries.
Selain teori yang telah dikemukakan tersebut diatas, ada lagi teori yang dikemukakan oleh
Simons, yakni teori keseimbangan gabungan (antara subjektif dan objektif). Menurut Simons,
yang dimaksud dengan perhitungan yang layak adalah menurut penagalaman manusia. 38
Contoh : Ivan memukul Cipung , sampai Cipung luka dan akhirnya Ivan lari. Kemudian,
Cipung memanggil ojek untuk membawa ke rumah sakit karena ojek terlalu kencang dan
akhirnya jatuh, sehingga Cipung meninggal. Menurut contoh ini, kematian Cipung akibat dari
jatuhnya Cipung. Karenanya, yang dapat dipersalahkan adalah tukang gojek.

2.4 Ajaran Kausalitas Dalam Perbuatan Pasif


Dilihat dari macam unsur tingkah lakunya, tindak pidana dibedakan antara tindak pidana
aktif atau tindak pidana positif (tindak pidana comissi) dan tindak pidana pasif atau tindak
pidana negatif (tindak pidana omisi).
Tindak pidana omisi adalah tindak pidana yang terwujudnya oleh sebab perbuatan pasif
atau tidak berbuat aktif, tidak berbuat mana melanggar suatu kewajiban hukum (rechtsplicht)
untuk berbuat sesuatu.39
Van Hamel mengatakan, bahwa seseorang yang tidak berbuat dapat dianggap sebagai
sebab dari suatu akibat, jika memang ia mempunyai kewajiban hukum untuk berbuat. Istilah
kewajiban hukum ditafsirkan sebagai kewajiban yang bersumber kepada hukum dan yang
timbul karena jabatan, pekerjaan dan juga keputusan-keputusan yang menjadi kesadaran dalam
masyarakat.
Perbuatan yang bertentangan dengan hukum ditafsirkan sebagai :
a. Merusak hak subjektif seseorang menurut undang-undang.
b. Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban (hukum) pelaku menurut
undang-undang.
c. Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan undang-undang.
d. Melakukan sesuatu yang bertentangan dengan kepatutan dalam masyarakat.40

37
http://digilib.unila.ac.id/8262/2/bab%20II.pdf, diakses 12 November 2022.
38
S.R. Sianturi, “Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya”, (Jakarta : Alumni Ahaem-Petehaem,
1986), hlm. 129.
39
Adam Malik, “Ajaran Kausalitas Dalam Hukum Pidana dan Macam-macamnya”, Situs Hukum, Maret 10, 2021,
https://www.situshukum.com/2021/03/ajaran-kausalitas-dalam-hukum-pidana.html.
40
Abdul Rajak Manik, “Hubungan Sebab Akibat (Kausalitas) Dalam Hukum Pidana Dan Penerapannya Dalam
Praktek”, 123dok, Desember 13, 2008, https://123dok.com/document/6qmwko7z-hubungan-akibat-kausalitas-
pidana-penerapannya-praktek-pengadilan-kabanjahe.html.
BAB III
(Penutup)
3.1 Kesimpulan
Hubungan sebab akibat dalam suatu tindak pidana, atau lazim disebut ajaran kausalitas,
sangat penting dipahami seluruh aparat penegak hukum. Sebab, aparat yang memproses suatu
tindak pidana perlu mengetahui penyebab terjadinya suatu akibat tindak pidana. Akibat itu
adalah suatu unsur delik materiil.
Adapun tujuan mempelajari sebab akibat adalah pertama untuk mengetahui dan
menentukan hubungan sebab akibat yang berarti menentukan ada tidaknya telah terjadi suatu
tindakan yang dapat dipidana. Kedua untuk menentukan siapa yang harus
dipertanggungjawabkan atas suatu akibat tertentu yang berupa suatu tindak pidana.

3.2 Saran
Demikianlah tugas yang kami dapat sampaikan. Tentunya masih banyak kekurangan dalam
penulisan makalah ini. Kritik dan saran sangat kami harapkan dari pembaca untuk perbaikan
dan evaluasi dari apa yang penyusun dapat sajikan.
DAFTAR PUSTAKA

Kalensang, Andrio Jackmico . “Hubungan Sebab Akibat (Causaliteit) Dalam Hukum Pidana dan
Penerapannya Dalam Praktik.” Lex Crimen , 7 September 2016: 14 - 16.
Ariman , H.M. Rasyid , dan Fahmi Rahgib . Hukum Pidana . Malang : Setara Press, 2016.
Farid , A. Zainal Abidin . Hukum Pidana. Jakarta : Sinar Grafika, 1995.
Hamzah, Andi. Asas - Asas Hukum Pidana. Jakarta : Rineka Cipta , 2010.
Hiariej, Eddy O.S. Prinsip - Prinsip Hukum Pidana . Yogyakarta : Cahaya Atma Pustaka, 2014.
Ibid. “Hukum Pidana Sebab Akibat .” Hukum Pidana, 2017: 125 - 128 .
Kartanegara, Satochid . Hukum Pidana Kumpulan Kuliah. Jakarta: Balai Lektur Mahasiswa, 1985.
Lampung , Universitas . Digital Repository UNILA. 20 Oktober 2015 .
http://digilib.unila.ac.id/8262/2/bab%20II.PDF (diakses November 12, 2022).
Malik, Adam . Situs Hukum. 10 March 2021. https://www.situshukum.com/2021/03/ajaran-
kausalitas-dalam-hukum-pidana.html (diakses November 13, 2022).
Manik, Abdul Rajak. 123dok. 13 December 2008. https://123dok.com/document/6qmwko7z-
hubungan-akibat-kausalitas-pidana-penerapannya-praktek-pengadilan-kabanjahe.html
(diakses November 13, 2022).
Moeljatno. Asas - Asas Hukum Pidana . Jakarta: Bina Aksara, 1985.
Prasetyo , Teguh . Hukum Pidana . Jakarta : Raja Grafindo, 2014.
Sianturi, S.R. Asas - Asas Hukum Pidana di Indonesia dan Penerapannya. Jakarta: Alumni Ahaem
- Petehaem, 1986.
Soesilo, R. Kitab Undang - Undang Hukum Pidana serta Komentar - Komentarnya Lengkap Pasal
Demi Pasal. Bogor: Politela, 1993.
Wiyono, Eko Hadi . “Kamus Bahasa Indonesia Lengkap.” Palanta (Palanta), 2007: 555.

Anda mungkin juga menyukai