Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

“TAHAPAN MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA


KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)”

DOSEN PENGAMPU: DITA WAHYUNI, S.H., M.H.

DISUSUN OLEH:
PRADILLA PERMATA SARI
B1A121021

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS JAMBI
2023

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang maha menguasai seluruh alam semesta beserta
isinya. Lagi maha berkehendak atas segala sesuatu, dan telah menjadikan manusia
sebaik-baiknya ciptaan yang diberikan akal untuk berpikir. Rasa syukur saya ucapkan
karena berkat rahmat dan hidayatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini.

Sholawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabiyullah Muhammad


SAW kepada keluarganya, para sahabatnya, dan kepada kita selaku umatnya. Semoga
limpahan rahmat yang di berikan Allah kepada beliau sampai kepada kita semua.

Makalah ini di buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Advokasi dan Bantuan
Hukum. Namun, penulis sangat menyadari dalam pembuatan makalah ini jauh dari
kata sempurna dan masih banyak kekurangan, baik isi maupun penulisan. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan dapat di gunakan sebagaimana mestinya.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jambi, 06 Oktober 2023

Penulis

2
DAFTAR PUSTAKA

BAB I ........................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN..................................................................................................... 4
A. LATAR BELAKANG ...................................................................................... 4
B. RUMUSAN MASALAH .................................................................................. 6
C. TUJUAN ........................................................................................................... 6
D. MANFAAT ....................................................................................................... 6
BAB II ....................................................................................................................... 7
PEMBAHASAN ....................................................................................................... 7
A. PENGERTIAN MEDIASI PENAL ................................................................. 7
a) Pengertian Mediasi ........................................................................................ 7
b) Pengertian Mediasi Penal ............................................................................... 7
B. TAHAPAN MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA ................................................... 10
a.) Model Mediasi Penal .................................................................................... 10
b.) Kendala-kendala dalam mediasi penal .......................................................... 13
BAB III ................................................................................................................... 14
PENUTUP .............................................................................................................. 14
A. KESIMPULAN ............................................................................................... 14
B. SARAN ............................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………...16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 Ayat (1) Undang-Undang Penghapusan


Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dalam ketentuannya menyebutkan bahwa
Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang
terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara
fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman
untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara
melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.

Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sering diangap bukan sebagai bentuk
kekerasan. Beberapa orang mungkin tidak sepenuhnya menyadari bahwa tindakan
KDRT adalah bentuk kekerasan, hal ini terjadi karena kurangnya pengetahuan
masyarakat tentang konsekuensi KDRT sehingga masyarakat menganggapnya
sebagai hal yang biasa terjadi dalam masalah rumah tangga. Undang-Undang
Penghapusan KDRT memberikan landasan hukum yang kuat yang menjadikan
KDRT yang awalnya merupakan persoalan rumah tangga menjadi urusan Negara.

Dalam praktiknya KDRT sangat sulit diungkap karena beberapa sebab, pertama
karena kekerasan dalam rumah tangga terjadi dalam lingkup rumah tangga yang
dipahami sebagai urusan yang bersifat privasi dimana orang lain tidak boleh ikut
campur. Kedua, korban pada umumnya adalah seorang istri/anak tidak berani
mengambil tindakan, korban memilih untuk diam dan tidak melaporkan kasus
kekerasan ini karena dianggap akan membuka aib rumah tangga sendiri. ketiga,
adanya stigma sosial yang menganggap bahwa kekerasan yang dilakukan suami
dipahami masyarakat sebagai hal yang dianggap wajar dalam kerangka pendidikan
yang dilakukan oleh pihak yang memiliki otoritas untuk melakukannya. Pada posisi
ini korban sering enggan untuk melaporkannya pada aparat penegak hukum karena
khawatir justru akan disalahkan.

Kasus KDRT merupakan sebuah dilema yang tidak mudah untuk dicari jalan
keluarnya. Harus dipikirkan sebuah cara yang melindungi semua orang dalam rumah
tangga, diperlukan cara win-win solution untuk kasus-kasus KDRT. Dalam hal ini
salah satu jalan yang ditempuh adalah dengan menggunakan mediasi, dengan mediasi
maka para pihak akan duduk bersama untuk memecahkan masalah. Korban akan

4
terlindungi dan terlibat dalam setiap tahapan pengambilan keputusan sehingga
kerugian yang dialami korban dapat terobati atau terpulihkan dengan konsekuensi
yang harus dipenuhi oleh pelaku. Hal yang diputuskan dalam mediasi adalah benar-
benar merupakan kebutuhan kedua belah pihak. Sifat mediasi yang rahasia sangat
tepat untuk dilaksanakan dalam kasus-kasus KDRT karena KDRT terjadi dalam
ranah personal yang tidak diketahui masyarakat lain. Kerahasiaan ini menjadi perlu
agar keluarga yang mengalami tindakan KDRT tidak malu secara psikologis dan
sosiologis. Penyelesaian perkara melalui Mediasi Penal dianggap mampu
menjangkau rasa keadilan, kepastian dan kemanfaatan. Mediasi Penal mampu
menyelesaikan perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga, hal ini dikarenakan
masyarakat masih mengutamakan penyelesaian sengketa dengan damai terlebih
dengan sengketa dalam keluarga.

Dalam makalah kali ini, penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut bagaimana
tahapan Mediasi Penal dalam perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Penulis
berharap dengan adanya makalah ini maka kita bisa lebih memahami bagaimana
sebetulnya tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses Mediasi Penal terhadap
pokok perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

5
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa Pengertian Dari Mediasi Penal?

2. Bagaimana Tahapan Mediasi Penal dalam Penyelesaian Perkara Kekerasan


Dalam Rumah Tangga?

C. TUJUAN

1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Mediasi Penal

2. Untuk mengetahui bagaimana tahapan Mediasi Penal dalam penyelesaian


perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga

D. MANFAAT

1. Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya Mediasi Penal dalam kasus


KDRT

2. Memberikan pemahaman terkait Mediasi Penal dalam kasus KDRT

3. Mendorong partisipasi masyarakat dalam implementasi Mediasi Penal

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN MEDIASI PENAL


a) Pengertian Mediasi
Secara Etimologis mediasi berasal dari kata “mediare” yang berarti “berarti
berada di tengah.” Pemaknaan tersebut menunjukkan bahwa adanya peranan
seseorang yang disebut mediator dalam upaya menengahi dalam penyelesaian
sengketa antar pihak. Pemaknaan berada di tengah ini juga mempunyai arti sebuah
kewajiban seorang mediator untuk selalu dalam posisi netral dan tidak berpihak
manapun dalam menyelesaikan sengketa. Pengertian tersebut memiliki kesamaan arti
yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam penjelasannya
arti kata mediasi menurut KBBI lama tahun 1989 berarti proses pengikutsertaan
pihak ketiga dalam penyelesaian suatu perselisihan sebagai penasihat. Pemaknaan ini
berubah seiring dengan adanya penambahan makna dalam KBBI yang memperjelas
kedudukan pihak ketiga dalam menjelaskan pengertian mediasi. Adapaun menurut
KBBI terbaru pengertian mediasi menjadi proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam
penyelesaian suatu perselisihan, yang kedudukannya hanya sebagai penasihat dan
tidak mempunyai wewenang untuk member keputusan untuk menyelesaikan
perselisihan tersebut.1

b) Pengertian Mediasi Penal


Mengenai mediasi penal ini, Barda Nawawi Arief memberikan batasan
peristilahan, pengertian, prinsip kerja, dan model-model mediasi penal sebagai
berikut :

a. Mediasi penal (penal mediation) sering juga disebut dengan berbagai


istilah, antara lain : “mediation in criminal cases” atau ”mediation in penal matters”
yang dalam istilah Belanda disebut strafbemiddeling, dalam istilah Jerman disebut
”Der Außergerichtliche Tataus-gleich” (disingkat ATA) dan dalam istilah Perancis
disebut ”de mediation pénale”. Karena mediasi penal terutama mempertemukan
antara pelaku tindak pidana dengan korban, maka mediasi penal ini sering juga
dikenal dengan istilah ”Victim-Offender Mediation” (VOM), Täter-Opfer- Ausgleich
(TOA), atau Offender-victim Arrangement (OVA).

b. Mediasi penal merupakan salah satu bentuk alternatif penyelesaian


sengketa di luar pengadilan (yang biasa dikenal dengan istilah ADR atau ”Alternative
Dispute Resolution”; ada pula yang menyebutnya “Apropriate Dispute Resolution”).

1
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

7
ADR pada umumnya digunakan di lingkungan kasus-kasus perdata, tidak untuk
kasus-kasus pidana. Berdasarkan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia saat
ini (hukum positif) pada prinsipnya kasus pidana tidak dapat diselesaikan di luar
pengadilan, walaupun dalam hal-hal tertentu, dimungkinkan adanya penyelesaian
kasus pidana di luar pengadilan.

c. Walaupun pada umumnya penyelesaian sengketa di luar pengadilan hanya


ada dalam sengketa perdata, namun dalam praktek sering juga kasus pidana
diselesaikan di luar pengadilan melalui berbagai diskresi aparat penegak hukum atau
melalui mekanisme musyawarah/ perdamaian atau lembaga permaafan yang ada di
dalam masyarakat (musyawarah keluarga, musyawarah desa, musyawarah adat dsb).
Praktek penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan selama ini tidak ada landasan
hukum formalnya, sehingga sering terjadi suatu kasus yang secara informal telah ada
penyelesaian damai (walaupun melalui mekanisme hukum adat), namun tetap saja
diproses ke pengadilan sesuai hukum yang berlaku.

d. Dalam perkembangan wacana teoritik maupun perkembangan


pembaharuan hukum pidana di berbagai negara, ada kecenderungan kuat untuk
menggunakan mediasi pidana/penal sebagai salah satu alternatif penyelesaian
masalah di bidang hukum 5 pidana. Menurut Detlev Frehsee, meningkatnya
penggunaan restitusi dalam proses pidana menunjukkan, bahwa perbedaan antara
hukum pidana dan perdata tidak begitu besar dan perbedaan itu menjadi tidak
berfungsi.2

Menggunakan mediasi penal sebagai salah satu alternative dalam


penyelesaian kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga dianggap sesuai karena sifat
dasar mediasi yang memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada para pihak untuk
menentukan jalannya proses dan hasil kesepakatan yang diinginkan. Keputusan yang
diambil bukan merupakan keputusan dari pihak ketiga tetapi kehendak dan kekuasaan
penuh dari pihak yang berperkara. Mediasi memberikan mekanisme untuk
menyesuaikan kondisi para pihak yang berperkara, mediator dan perkara yang sedang
dihadapi. Metode Mediasi Penal cocok digunakan di Indonesia karena beberapa
alasan yaitu:
1) Budaya masyarakat Indonesia yang mengutamakan penyelesaian
sengketa secara damai berdasarkan musyawarah mufakat, terutama dalam konflik
rumah tangga.

2
Mediasi Penal Dalam Integrated Criminal Justice System oleh Nediyanto Ramadhan, hal. 4-5

8
2) Hukum adat dan Hukum Islam yang masih hidup dan
dipraktekkan oleh masyarakat mendukung dan bahkan memprioritaskan penggunaan
mediasi dalam penyelesaian sengketa secara damai termasuk dalam perkara KDRT.
3) Mayoritas masyarakat masih menganggap perkara KDRT
merupakan masalah internal rumah tangga yang tidak boleh diketahui oleh publik.
Hal ini sesuai dengan sifat dasar mediasi yang wajib menjaga kerahasiaan
penyelesaian sebuah sengketa.
4) Mediasi menjanjikan penyelesaian KDRT yang cepat, murah dan
sederhana dibandingkan dengan penyelesaian di pengadilan. Faktor ini penting untuk
mempersingkat penderitaan yang dialami oleh korban KDRT.
5) Memberikan kesempatan kepada korban untuk di dengar dalam
menceritakan penderitaan yang dialaminya dan mencurahkan perasaan hati sebagai
pemberdayaan perempuan, dimana hal ini biasanya tidak/kurang diperhatikan dalam
proses pengadilan.
6) Korban mendapatkan kesempatan untuk mendapat penjelsan
tentang kekerasan yang terjadi, menerima permintaan maaf atau mendapat
kompensasi atas penderitaan yang dialami yang tidak bisa didapatkan dari proses
pengadilan
7) Pelaku (suami) sebagai salah satu pilar rumah tangga mendapat
kesempatan untuk memperbaiki diri dengan terhindar dari penjara demi melindungi
masa depan keluarga terutama masa depan anak 3.

3
Mediasi Penal Sebagai Alternative Penyelesaian Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Hani Barizatul Baroroh, S.HI,
hal 16-17

9
B. TAHAPAN MEDIASI PENAL DALAM PENYELESAIAN PERKARA
KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
Mediasi muncul sebagai salah satu pemikiran alternative dalam pemecahan
masalah dalam system peradilan pidana. Hal ini berawal dari wacana restorative
justice yang berupaya untuk mengakomodir kepentingan korban dan pelaku tindak
pidana, serta mencari solusi yang menang-menang (win-win solution). Mediasi dipilih
karena dengan mediasi tidak hanya mencari sebuah kepastian hukum tetapi juga
dipaparkan fakta-fakta sehingga yang di dapat adalah sebuah kebenaran serta apa
yang akan diputuskan untuk menyelesaikan masalah kedua belah pihak dapat
dikompromikan tanpa adanya tekanan.

Tujuan utama dari Mediasi Penal adalah sebagai berikut:


a.) melindungi dan memberdayakan korban agar dapat menyampaikan
keinginannya dan mendapatkan rasa keadilan yang diinginkan
b.) memulihkan kehidupan rumah tangga yang saling menghormati hak dan
kewajiban masing-masing pasangan
c.)menekan tingginya angka penceraian di Indonesia 4

a.) Model Mediasi Penal


ada beberapa model mediasi penal yakni:
1) Model informal mediation
Model ini dilaksanakan oleh personil peradilan pidana (criminal justice
personnel) yaitu dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum, Polisi atau Hakim dengan
mengundang para pihak untuk melakukan penyelesaian informal dengan tujuan
tidak melanjutkan penuntutan apabila tercapai kesepakatan.

2) Model Traditional Village or Tribal Moots


Menurut model ini seluruh masyarakat bertemu untuk memecahkan konflik
kejahatan diantara warganya.

3) Model Victim-Offender Medition


Mediasi antara korban dan pelaku merupakan model yang palng sering ada
dalam pikiran orang. Model ini melibatkan bebagai pihak yang bertemu dengan
dihadiri oleh mediator yang ditunjuk. Mediasi ini dapat diadakan pada setiap
tahapan proses, baik pada tahap kebijaksanaan polisi, tahap penuntutan, tahap
pemidanaan atau setelah pemidanaan

4
Mediasi Penal Sebagai Alternative Penyelesaian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Andi Rahmah
dan Syamsiar Arief, hal.15

10
4) Model Reparation Negotiation Programmes
Model ini semata-mata untuk menilai kompensasi atau perbaikan yang harus
dibayar oleh pelaku tindak pidana kepada korban, biasanya pada saat pemeriksaan
di pengadilan. Program ini tidak berhubungan dengan rekonsiliasi antara para
pihak tetapi hanya berkaitan dengan perencanaan perbaikan materil. Dalam mode
ini pelaku tindak pidana dapat diekenakan program kerja agar dapat menyimpan
uang untuk membayar ganti rugi atau kompensasi

5) Model Community Panels Or Courts


Model ini merupakan program untuk membelokkan kasus pidana dari
penuntutan atau peradilan pada prosedur masyarakat yang lebih fleksibel dan
informal dan sering melibatkan unsure mediasi atau negoisasi

6) Model Family and Community Group Conference


Model ini telah dikembangkan di Australia dan New Zealand yang melibatkan
partisipasi masyarakat dalam system peradilan pidana. Tidak hanya melibatkan
pelaku dan korban tindak pidana tetapi juga keluarga pelaku dan warga masyarakat
lainnya dengan harapan menghasilkan kesepakatan dan komperehensif dan
memuaskan korban serta dapat membantu untuk menjaga sipelaku keluar dari
kesusahan atau persoalan berikutnya.

Dari berbagai model mediasi penal diatas maka mediasi penal yang cocok untuk
perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga ditingkat penyidikan, penuntutan umum
maupun persidangan adalah sebagai berikut:
a. Mediasi pada tahap penyidikan
Mediasi yang digunakan dalam tahap penyidikan merupakan kombinasi
model mediasi informal mediation, victim-offender mediation dan reparation
negotiation programmes. Pada tahap ini dapat ditetapkan cara kerja mediasi penal
adalah sebagai berikut:
1.) Penyidik mempelajari kasus atau tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh
pelaku dengan criteria-kriteria tertentu, menawarkan mediasi kepada pelaku dan
korban
2.) Mediasi Penal harus dilakukan secara suka rela dari semua pihak yang terlibat
3.) Mediasi dilakukan secara rahasia sesuai denganprinsip confidentiality
4.) Pelaku dan korban dipertemukan untuk mencari solusi yang menguntungkan
5.) Mediator harus mempunyai sertifikasi dan terlihat sebagai mediator
6.) Jika dicapai kesepakatan dalam mediasi maka mediator memberitahukan kepada
penyidik. Namun bila gagal maka proses perkara dilanjutkan
7.) Hasil kesepakatan mediasi penal merupakan keputusan final, sehingga merupakan
alasan penghapus penuntutan.
11
b. Mediasi penal di tahap penuntutan
Mediasi yang digunakan dalam tahap penuntutan adalah kombinasi antara
bentuk Victim-offender mediation dan Reparation negotiation Programme. Adapun
tahap-tahapnya adalah sebagai berikut:
1.) Jaksa penuntu umum mempelajari tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh
pelaku berdasarkan criteria-kriteria tertentu lalu dapat menawarkan mediasi kepada
korban dan pelaku tindak pidana
2.) Mediasi dilakukan secara suka rela dari pelaku dan korban tindak pidana
3.) Jaksa penuntut umum dapat berposis sebagai mediator maupun dapat melakukan
penunjukan mediator dati luar yang bersertifikat
4.) Mediator mempertemukan pihak pelaku dan korban tindak pidana yang
pelaksanaannya dilakukan secara rahasia
5,) Jika mediasi penal gagal maka perkara pidana akan dilanjutkan dengan proses
pemeriksaan di sidang pengadilan dengan dilakukan penuntutan terhadap tindak
pidananya
6.) Jika mediasi mencapai kesepakatan damai yang diterima oelh semua pihak maka
akta kesepakatan berlaku sebagai putusan yang final dan tidak dapat diadakan
penuntutan sehingga dapat berfungsi sebagai alasan penghapus penuntutan.

c. Mediasi dalam tahap pengadilan


Mediasi ini adalah gabungan dari model Victim-offender mediation dan
reparation negotiation programmes. Adapun tahapan pelaksanaannya adalah sebagai
berikut:
1.) Hakim setelah mempelajari kasus dan tindak pidana KDRT yang dilakukan oleh
terdakwa dapat menawarkan mediasi penal sebagai alternative penyelesaian perkara
dengan perdamaian para pihak
2.) Jika para pihak setuju maka diadakan persetujuan secara suka rela untuk
mengikuti penyelesaian perkara dengan cara mediasi
3.) Hakim dapat bertindak sebagai mediator ataupun dengan mediator diluar
pengadilan yang telah memenuhi syarat dan bersertifikat
4.) Mediasi penal dilakukan berdasarkan prinsip rahasia
5.) Jika mediasi tidak mencapai kesepakatan dalam artian gagal maka proses
pemeriksaan dimuka pengadilan akan dilanjutkan sebagaimana mestinya. Sebaliknya
jika berhasil maka hasil kesepakatan yang dituangkan dalam akta kesepakatan
menjadi berkekuatan tetap sebagaimana putusan pengadilan dan bersifat final
sehingga pelaku tidak dapat dituntut dan diadili kembali dalam proses peradilan
pidana.5

5
Mediasi Penal Dalam Penyelesaian Perkara Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Ni Kadek Ayu Ismadewi, Wiodo
Tresno Novianto, dan Hartiwiningsih, Hal 9-11

12
b.) Kendala-kendala dalam mediasi penal
kebijakan penanggulangan kejahatan melalui mediasi penal dalam
peyelesaian perkara tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga mengalami
beberapa kendala dalam proses penerapannya yaitu:

1.) belum melembaganya proses penyelesaian melalui mediasi penal di


kalangan penegak hukum dan masyarakat
2.) tidak adanya dasar hukum yang kuat dalam penyelesaian melalui mediasi
ini menimbulkan aparat penegak hukum tidak berani melakukan diskresi
3.) system peradilan pidana berujung tombak pada proses penyidikan apabila
tersangka sudah dikenai penahanan pada proses penyidikan maka mau tak mau akan
berlanjut pada proses berikutnya yaitu penuntutan dan persidangan. Apabila
tersangka sudah ditahan maka tidak ada pilihan lain lagi bagi hakim untuk
menjatuhkan pidana penjara alhasil proses mediasi tidak bisa dilakukan.
4.) akibat atau dampak buruk dari tindak pidana kekerasan dalam rumah
tangga cukup parah sehingga korban tidak bisa memaafkan
5.) para pihak tidak mentaati terhadap putusan mediasi misalnya terdakwa
mengulangi tindak pidananya lagi
6.) ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum sehingga
apabila aparat penegak hukum menjadi mediator maka masyarakat memiliki persepsi
negative sehingga menimbulkan kecurigaan yang tidak beralasan. 6

6
Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga oleh Andi Rahmah
dan Syamsier Arief, Hal 18-19

13
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Mediasi Penal proses pengikutsertaan pihak ketiga dalam penyelesaian suatu


perselisihan, yang kedudukannya hanya sebagai penasihat dan tidak mempunyai
wewenang untuk member keputusan untuk menyelesaikan perselisihan tersebut.
Menggunakan mediasi penal sebagai salah satu alternative dalam penyelesaian kasus
Kekerasan Dalam Rumah Tangga dianggap sesuai karena sifat dasar mediasi yang
memberikan kekuasaan sepenuhnya kepada para pihak untuk menentukan jalannya
proses dan hasil kesepakatan yang diinginkan. Keputusan yang diambil bukan
merupakan keputusan dari pihak ketiga tetapi kehendak dan kekuasaan penuh dari
pihak yang berperkara. Mediasi memberikan mekanisme untuk menyesuaikan kondisi
para pihak yang berperkara, mediator dan perkara yang sedang dihadapi. Mediasi
yang digunakan dalam tahap penyidikan merupakan kombinasi model mediasi
informal mediation, victim-offender mediation dan reparation negotiation
programme. Mediasi yang digunakan dalam tahap penuntutan adalah kombinasi
antara bentuk Victim-offender mediation dan Reparation negotiation Programme dan
Mediasi ini adalah gabungan dari model Victim-offender mediation dan reparation
negotiation programme. Tujuan utama dari Mediasi Penal adalah a.) melindungi dan
memberdayakan korban agar dapat menyampaikan keinginannya dan mendapatkan
rasa keadilan yang diinginkan, b.) memulihkan kehidupan rumah tangga yang saling
menghormati hak dan kewajiban masing-masing pasangan, c.)menekan tingginya
angka penceraian di Indonesia.

B. SARAN

Diperlukan penegasan terhadap mediasi penal yang dibakukan dalam bentuk


yang lebih konkrit agar implementasi dan tujuan yang diharapkan dalam proses
penyelesaian tindak pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan
mediasi penal dapat tercapai.

14
DAFTAR PUSTAKA

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)

Mediasi Penal Dalam Integrated Criminal Justice System oleh Nediyanto Ramadhan

Baroroh, H. B. (2012). Mediasi penal sebagai alternatif penyelesaian kekerasan


dalam rumah tangga (KDRT). IN RIGHT: Jurnal Agama dan Hak Azazi
Manusia, 2(1).

Rahmah, A., & Arief, S. (2018). Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian
Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jurisprudentie, 5(2), 251-272.

15

Anda mungkin juga menyukai