Anda di halaman 1dari 88

BAB I

PENDAHULUAN

Sejak kelahiran seorang anak dalam kedudukannya sebagai individu tampak


keharusan baginya untuk memperoleh pendidikan.
Oleh karena seorang anak pada umumnya lahir di dalam suatu keluarga, maka
kegiatan kependidikan itu selalu dimulai dilingkungan tersebut, dengan
menempatkan ayah dan ibu sebagai pendidik. Kedudukan dan peranan itu tidak dapat
diletakkan oleh setiap orang tua yang secara kodrati berkewajiban memelihara dan
mendidik anak-anaknya. Di lingkungan keluarga kegiatan kependidikan berlangsung
dalam kehidupan nyata (yang sebenarnya) baik dilakukan secara sengaja dan
berencana maupun tidak.
Pengaruh yang diterima anak-anak dilingkungan keluarga semakin tidak
sistematik apabila selain ayah dan ibu serta saudara-saudara sekandung, di dalam
keluarga terdapat pula orang lain seperti : kakek, nenek, paman, saudara sepupu,
pembantu rumah tangga dan lain-lain, meskipun sebahagian dari orang-orang
tersebut masih mempunyai pertalian darah dengan sang anak.
Pada umumnya dalam masyarakat yang kompleks keluarga menghadapi
masalah yang sama, sehingga muncul kebutuhan baru untuk membeerikan
pendidikan bagi anak-anak secara khusus dalam rangka mempersiapkan mereka
memasuki masyarakat dalam arti dapat berdiri sendiri dan dapat hidup layak
bersama-sama orang lain. Respons yang timbul dalam memenuhi kebutuhan itu
biasanya berupa usaha menyelenggarakan sekolah dengan suatu organisasi yang
teratur, di luar lingkungan keluarga masing-masing. Kegiatan kependidikan di
lingkungan tersebut diatur bersama-sama sehingga merupakan kegiatan yang
disengaja, berencana damn sistematik / teratur serta terarah pada suatu tujuan yang
disepakati bersama pula.
Usaha menyelenggarakan sekolah untuk memberikan bekal kepada anak-anak
agar dapat memasuki kehidupan bermasyarakat, perkembangannya seirama dengan
perkembangan masyarakat masing-masing. Salah satu kecenderungan hidup
bermasyarakat adalah munculnya usaha untuk mengatur dan menyusun organisasi
kehidupan bersama yang manifestasinya dalam bentuk terbesar disebut negara
dengan suatu sistem pemerintahan. Pemerintah suatu negara dalam bentuk apa pun
juga, selalu berusaha menentukan kebijaksanaan terhadap semua aspek kehidupan
masyarakatnya, termasuk juga terhadap aspek pendidikan warga negaranya. Oleh
karena itulah tampak kecenderuan bahwa dalam penyelenggaraan sekolah sebagai
usaha bersama, perwujudannya selalu merupakan penjabaran dari kebijaksanaan
pemerintah sejalan dengan cita-cita mendirikan atau terbentuknya negara masing-
masing.
Secara garis besarnya terbentuknya suatu negara dapat dikelompokkan menjadi
dua bentuk sebagai berikut :
1. Pemerintah yang diselenggarakan oleh kelompok minoritas
2. Pemerintah yang diselenggarakan oleh kelompok mayoritas
Dalam pemerintahan mayoritas tampak kecenderungan penyelenggaraan
pendidikan formal berupa sekolah, berbeda dari pemerintah minoritas. Di negara-
negara yang pemerintahannya diselenggarakan oleh rakyat, dari rakyat dan untuk
rakyat terutama yang berbentuk Republik, penyelenggaraan sekolah pada dasarnya
bersifat Sekolah untuk masyarakat (Common School atau Public School).
Penyelenggaraan sekolah seperti itu menunjukkan gejala : “……….its blessing are
open to all and enjoyed by all. The children of many cilture, nationalities, races,
economic levels, and religius haved learned to respect each other through their
associations during their most for mative years in school”1. Dengan kata lain
sekolah diselenggarakan untuk semua lapisan masyarakat tanpa membeda-bedakan
kepentingan pihak yang memerintah dan yang diperintah atau rakyat, karena kedua
belah pihak pada dasarnya memiliki kepentingan dan cita-cita yang sama.
Sejalan dengan uraian di atas maka berarti tujuan membuka dan
menyelenggarakan sekolah, terutama di negara yang diperintah oleh kelompok
mayoritas, yang dewasa ini diatur menurut ketentuan-ketentuan atau kebijaksanaan
pihak yang memerintah, adalah untuk mempersiapkan anak-anak menghadapi tugas-
tugasnya di dalam masyarakat lingkungannya.
Di samping itu mengingat pula bahwa dalam pemerintahan mayoritas sekolah
diselenggarakan untuk seluruh lapisan masyarakat, yang menunjukkan
kecenderungan semakin banyak jumlah anak yang memerlukan sekolah, maka di
1
De Young Chris A and Wynn, Richard : American Education, McGraw Hill Book
Company : New York : 1964 : p. 147
dalam sistem pendidikan proses mengajar belajar diselenggarakan dalam bentuk
pengajaranklasikal. Sejalan dengan itu John Veizey mengatakan bahwa : “pada
permulaan abad ke dua puluh ini bentuk mengajar (pernyelenggaraan sekolah) yang
paling banyak dipergunakan ialah satu orang guru di depan kelas. Kecenderungan itu
bertahan terus hingga sekarang, sehingga pengajaran klasikal dipandang sebagai
bentuk persekolahan yang paling sesuai untuk memenuhi kebutuhan mendidik anak-
anakdalam jumlah yang cukup banyak”2.Kecenderungan itu mengakibatkan sistem
dan isi perndidikan mayoritas pada umumnya disesuaikan dengan bentuk pengajaran
klasikal, agar dapat memenuhi kebutuhan semua anak umur sekolah yang secara
kuantitatif jumlahnya terus menerus bertambah setiap tahun.
Setiap kegiatan kependidikan yang diwujudkan di sekolah berdasarkan
kurikulum tertentu, meerupakan rangkaian atau proses untuk mencapaui tujuan.
Kegiatan itu diselenggarakan sebagai usaha kerja sama sekelompok orang yang
bermaksud mendewasakan anak sesuai dengan tujuan yang dirumuskan di dalam
kurikulumnya. Oleh karena itulah pada setiap sekolah perlu disusun suatu organisasi,
yang menghasilkan pembagian status dan sekaligus pembagian kerja diiringi
pengaturan mekanisme kerja di antara orang-orang yang bekerja sama di suatu
sekolah, sebagai usaha mempertinggi kemungkinan tercapainya tujuan sekolah
tersebut.
Untuk itu suatu sekolah sebagai organisasi kerja harus mampu memanfaatkan
secara efektif setiap personal, sarana dan prasarana yang dimiliki, baik yang tersedia
di sekolah maupun di lingkungan sekitar yang akan meningkatkan efisiensi
pencapaian tujuannya.
Dari sekolah harus dihasilkan manusia-manusia yang tidak saja mampu
menyesuaikan diri dengan masyarakatnya, akan tetapi juga manusia-manusia yang
mampu mengembangkan kehidupan bermasyarakat sehingga masyarakatnya tidak
statis dan bersifat tradisional. Manusia-manusia tersebut adalah manusia pembaharu
yang selalu penuh inisiatif dan kreativitas dalam memajukan kehidupan masyarakat
secara manusiawi. Mampu mewujudkan dan memanfaatkan kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk kepentingan umat manusia dalam kehidupan yang
penuh persaudaraan, ketentraman dan kesejahteraan.
2
Veizey, John : Education in The Modern World : terjemahan L.P, Murtini : Pendidikan di
Dunia Modern : PT. Gunung Agung : Jakarta : hal. 21
BAB II
LATAR BELAKANG LEMBAGA PENDIDIKAN

Sehubungan dengan itu R.M. Mac. Iver. Seorang sosiolog terkemuka


menyatakan bahwa “institusi (lembaga) adalah prosedur yang tetap (pasti) bentuknya
dalam melakukan kegiatan-kegiatan kelompok”3. Sejalan dengan pengertian itu
Bronislow mengemukakan bahwa : “institusi adalah organisasi sistem kegiatan
manusia dalam arti luas, tetap, universial dan tidak terikat satu dengan yang lain
sebagai komponen-komponen yang terdapat secara nyata di dalam suatu unit
kebudayaan”.4
Kedua orang tua dan semua orang dewasa di dalam sebuah keluarga
berkewajiban membantu, menolong, membimbing dan mengarahkan anak-anak yang
belum dewasa di lingkungannya dalam pertumbuhan dan perkembangan mencapai
kedewasaan masing-masing. Usaha itu berlangsung dalam kehidupan nyata yang
bersifat praltis dan langsung. Oleh karena itu setiap anak dilingkungan keluarga akan
memperoleh pengalaman langsung pula dalam pembentukan pribadinya. Di samping
itu usaha tersebut berlangsung pula dalam situasi yang sewajarnya, dalam arti tanpa
direncanakan secara sistematik. Ayah dan ibu secara kodrati menjadi pendidik dan
anak-anak menjadi anak didik. Status yang diperoleh secara alamiah itu dan usaha
kependidikan informal, tanpa keterikatan pada ketentuan-ketentuan pengorganisasian
sebagai wadah kerjasama yang bersifat statis dan kaku, walaupun dilingkungan
tersebut sebenarnya tetap berlangsung proses kerjasama sejumlah orang untuk
mencapai suatu tujuan bersama.
Keluarga sesuai dengan batas-batas kemampuannya, harus berusaha membantu
anak-anak dilingkungannya dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan yang dilakukan
dan dikemnbangkan sekolah. Antara kedua lembaga kependidikan itu diperlukan
kerjasama atas dasar pengertian saling mengisi kekurangan masing-masing. Melalui
kegiatan yang saling menunjang itu akan lebih mungkin dicapai pembentukan
pribadi anak-anak sesuai dengan harapan.

3
Iver, Mac RM : Society; A Text Book of Sociology : 1937; menurut Hughes James, Monroe;
Education in America; Harper & Row Publisher; New York; 1962; p. 117
4
Bronislow, Molinovski : Culture;Enoyclopedia of the Social Scienoe; menurut Hughes
James, Monroe; Ibid, p. 118
Kegiatan pendidikan non formal yang bersifat melembaga diselenggarakan
secara berencana, akan tetapi selalu dapat berubah dan berkembang sesuai dengan
kebutuhan dan kondisi/situasi sesaat pada waktu kegiatan tersebut berlangsung.
Peraturan-peraturan di lingkungan lembaga tersebut pada umumnya lebih longgar
dari pada letentuan-ketentuan yang berlaku dilingkungan lembaga pendidikan
formal. Di samping itu sering terjadi pula dilingkungan pendidikan non formal yang
melembaga, terhimpun sejumlah anak-anak dari tingkat umur kronologis yang
berbeda-beda, sehingga diperlukan beberapa program yang diselenggarakan
serempak bagi masing-masing tingkatan umur anak-anak.
BAB III
KELUARGA SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN

Manusia diciptakan Tuhan terdiri dari dua jenis kelamin, pria dan wanita.
Hubungan antara kedua jenis yang berbeda itu dalam kehidupan manusia, bukan
sekedar kebutuhan biologis. Motif dasar di dalam hubungan itu disamping didasari
oleh kebutuhan biologis untuk mempertahankan jenis sebagai makhluk hidup,
didasari oleh kebutuhan sosial dan kebutuhan moral.
Secara biologis masing-masing harus siap pula memikul peranan alamiah, atau
yang bersifat kodrati sebagai konsekuensi dari hubungan seksual diantara keduanya.
Seorang istri harus bersedia dan siap untuk mengandung.
Setiap orang tua memikul tanggung jawab memelihara dan melindungi anak-
anaknya, terutama dari segi biologis agar anak-anak tumbuh secara wajar. Sedang
sebagai pendidik, mereka memikul tanggung jawab membimbing, membantu dan
mengarahkan perkembangan anak-anak agar mencapai kedewasaan masing-masing
sebagaimana dicita-citakan. Dengan demikian berarti, baik pertumbuhan anak secara
fisik maupun perkembangannya secara rohaniah, keduanya merupakan tanggung
jawab orang tua yang secara kodrati berkedudukan juga sebagai pendidik.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa keluarga adalah lembaga pendidikan
pertama dan utama bagi setiap anak yang lahir, tumbuh dan berkembang secara
manusiawi dalam mencapai kedewasaan masing-masing. Di tengah-tengah dan
diantara anggota keluarga, setiap anak memperoleh pengaruh yang mendasar sebagai
landasan pembentukan kepribadiannya. Oleh karena itu setiap anak memerlukan
tindakan kependidikan yang tepat dari orang tua dan anggota keluarga yang lainnya.
Ditinjau dari sudut Psikologi perkembangan setiap anak memerlukan kegiatan
kependidikan yang sesuai dengan kematangan aspek-aspek kepribadian dan
pertumbuhan fisiknya masing-masing. Secara teoritis pertumbuhan dan
perkembangan yang sifatnya berkesinambungan pada seorang anak, dibeda-bedakan
dan dipisah-pisahkan dalam beberapa fase sebagai berikut :
1. Masa Prenatal (dalam kandungan Ibu sampai saat kelaharian)
2. Masa bayi yang dikelompokkan menjadi Permulaan masa bayi (Earlbabyhood
atau Infancy) umur 0 – 1 tahun dan masa bayi (Baby hood) umur 1 – 3 tahun.
3. Masa anak-anak Childhood) umur 3 – 12 tahun
Pada permulaan Masa anak-anak (Early Childhood) umur 3 – 6 tahun peranan
orang tua sebagai pendidik bertambah luas.
4. Masa remaja umur 12-21 tahun
Masa ini dimulai dengan masa pra remaja yang berlangsung sekitar umur
12 – 15 tahun yang antara lain ditandai dengan semakin meningkatnya dorongan
untuk melakukan percobaan-percobaan (eksperimentasi) dan petualangan
(eksplorasi).
Setelah masa tersebut anak mulai memasuki masa pubertas yang
berlangsung antara umur 15 – 18 tahun. Masa ini ditandai dengan gejala
keinginan melakukan petualangan (eksplorasi) yang semakin meningkat sebagai
usaha mewujudkan diri (self realization) dan penemuan diri (self discovery)
untuk diterima dan diakui sebagai orang dewasa.
Setelah masa tersebut anak mulai memasuki masa pubertas yang
berlangsung antara 15 – 18 tahun. Masa ini ditandai dengan gejala keinginan
melakukan petualangan (eksplorasi) yang semakin meningkat sebagai usaha
mewujudkan diri (self realization) dan penemuan diri (self discovery) untuk
diterima dan diakui sebagai orang dewasa.
BAB IV
SEKOLAH SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN

Kesamaan motif dalam membantu anak-anak untuk mencapai kedewasaan


masing-masing mendorong terbentuknya kelompok yang disebut sekolah. Di dalam
pengelompokkan itu dapat dibeda-bedakan antara :
1. Variabel-variabel atau dimensi-dimensi individual.
2. Struktur yang menagtur mekanisme kegiatan
3. Dinamika yang mewujudkan hubungan fungsional dan hubungan inter
personal.
4. Tujuan yang mengendalikan kegiatan
Variabel-variabel individual muncul karena di dalam organisasi setiap orang
mendapat posisi yang menjuruskan dan membatasi kegiatan yang dapat
dilakukannya. Posisi itu memberikan status pada seseorang di dalam kelompoknya,
yang dapat diartikan sebagai keduduikan dan peranan seseorang menurut pandangan
orang dan menurut dirinya sendiri sebagai anggota kelompok dan anggota
masyarakat.
Basically the reason for the institutionalization of education is the same
as reason for the institutionalization of other large group interest. There has
been firt of all a felt need.
Institutionalization was the solution to a perplexing social problem when
people felt the need for children to be educated in delibarate fashion, their
common response was the organized school, eventually with the rules,
organization, and costums that are attached to it.5
Pendidikan di luar lingkungan keluarga sebagai suatu kebutuhan bersama,
harus dilaksanakan secara teratur, terarah dan sistematik. Sekolah sebagai salah satu
bentuk pada dasarnya bertugas membantu keluarga dalam membimbing dan
mengarahkan perkembangan dan pendayagunaan potensi tertentu yang dimiliki
anak-anak. Kegiatan itu akan berpengaruh langsung terhadap kedewasaan anak-anak
yang menjadi. tanggung jawab sepenuhnya dari orang tua/keluarga. Dengan kata lain

5
Hughes James Monroe : Education in America : Harper & Publisher : New York; 1962, p:
121.
bantuan sekolah dalam mendidik tidak mungkin mengurangi arti dan peranan
keluarga dalam mendewasakan anak-anak.

A. PERANAN SEKOLAH SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN


Every institution centers around a fundamental need, permanently units a
group of people in a cooperative task and has its particular body of doctrine and
its techniques or craft ...... But institution show as a pronounced amalgamation
of functions and have a synthetic chararacter. Each of them satisfied a variety of
need.
Sebuah lembaga pendidikan seperti sekolah tidak boleh diartikan sekedar
sebuah gedung saja, tempat.anak-anak berkumpul dan mempelajari sejumlah
materi pengetahuan. Sekolah sebagai institusi peranannya jauh lebih luas
daripada sekedar tempat belajar.
More commonly term institution applied to those features of social life
which out ~ lost biological generations or survive drastic changes that might
have been expected to bring them to an end,
That real component unit of culture which have a considerable degree of
permanence, universality and independence are the organized system of human
activities call institutions.
Institution are the established from of procedure by with group activities is
carried on.
Peranan sekolah sebagai lembaga pendidikan adalah mengembangkan
potensi manusiawi yang dimiliki anak-anak agar mampu menjalankan tugas-
tugas kehidupan sebagai manusia, baik secara individual maupun sebagai
anggota masyarakat. Kegiatan untuk mengembangkan potensi itu harus
dilakukan secara berencana, terarah dan sistematik guna mencapai tujuan
tertentu. Tujuan itu harus mengandung nilai-nilai yang serasi dengan
kebudayaan, di lingkungan masyarakat yang menyelenggarakan sekolah sebagai
lembaga pendidikan. Oleh karena itulah maka dapat dikatakan bahwa furtgsi
sekolah adalah meneruskan, mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan
suatu masyarakat, melalui kegiatan ikut membentuk kepribadian anak-anak agar
menjadi manusia dewasa yang mampu berdiri sendiri di dalam kebudayaan dan
masyarakat sekitarnya.
Contoh: Sekolah di negara-negara yang dikendalikan oleh pemerintah
jajahan (minoritas), sistem atau pengorganisasiannya diselenggarakan sesual
dengan kepentingan kelompok minoritas. Demikian pula: isi pendidikannya.
Berbeda dengan penyelenggaraan sekolah bilamana negara-negara itu
memperoleh kemerdekaan. Bilamana kemerdekaan mengakibatkan terbentuknya
negara demokratis, maka sistem dan isi pendidikan melalui persekolahan pasti
disesuaikan dengan kepentingan kelompok mayoritas atau rakyat dari semua
lapisan. Dalam perubahan dan perkembangan seperti itu, peranan dan fungi yang
essensi sekolah sebagai lembaga pendidikan (lihat halaman 27 ) tidak akan
mengalami perubahan.
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perubahan dan
perkembangan dapat terjadi, sedang peranan dan fungsi yang essensi selalu
tetap, pada dasarnya disebabkan oleh :
1. Penyelenggaraan sebuah sekolah pada dasarnya bermaksud untuk
menperbaiki mutu atau kualitas kehidupan manusia.
2. Sekolah sebagai lembaga sosial dan lembaga kependidikan tidak dapat
melepaskan diri dari masyarakat sekitarnya.
3. Sekolah diselenggarakan untuk membantu anak-anak agar mampu
memahami dan mampu pula memecahkan masalah-masalah kehidupan di
jamannya masing-masing.
4. Anak-anak yang bersekolah adalah individu yang merupakan totalitas
kepribadian yang dinamis, sehingga harus diperlakukan sebagai subyek
yang mengakibatkan penyelenggaraan sekolah harus disesuaikan juga
dengan konsep-konsep tentang anak di ….. hanya masing-masing.
Interaksi yang terbuka antar masyarakat mengakibatkan tidak ada
masyarakat yang terbelenggu dalam kebiasaan-kebiasdan hidup yang bersifat
tradisional dan statis. Pengaruh antar masyarakat itu biasanya mudah diserap
oleh orang-orang yang terdidik sehingga menimbulkan pola berpikir baru yang
pada tahap permulaan selalu diterapkan di lingkungan sekolah sebagai suatu
masyarakat tersendiri.
B. KEDUDUKAN SEKOLAH DALAM SUATU SISTEM PENDIDIKAN
Menurut asal katanya sistem berasal dari Bahasa Yunani "systema” yang
berarti : “suatu keseluruhan yang tersusun dari pelbagai bagian dan jelas
hubungannya antara yang satu dengan yang lain”. Sejalan dengan pengertian itu
sistem diartikan juga sebagai berikut : “system is a set of facts, rules, laws, . etc.,
organized so as to make up a body of knower a way of doing something: asystem
of government; a system of education. System is orderly method of doing things;
routine.”
Pendidikan sebagai usaha membantu anak-anak mencapai kedewasaan
masing-masing harus diselenggarakan dalam satu kesatuan cara berbuat yang
diorganisasi, sehingga antara usaha yang satu dengan usaha yang lain saling
berhubungan dan saling menunjang atau saling isi mengisi. Sebagaimana telah
diuraikan terdahulu bahwa usaha membantu anak-anak untuk mencapai
kedewasaannya dapat dibedakan antara; usaha yang bersifat informal melalui
keluarga, usaha yang formal melalui berbagai lembaga kependidikan terutama
dalam bentuk sekolah dan usaha yang bersifat non formal di luar kedua usaha
tesebut
Ditinjau dari sudut perkembangan anak dan dengan tidak melupakan
berbagai faktor lain yang mempengaruhinya, maka penjenjangan sekolah di
Indonesia diatur sebagai berikut :
1. Menurut penjenjangannya Sekolah terdiri dari: .
a. Taman Kanak-kanak. .
b. Sekolah Dasar.
c. Sekolah Menengah yang terdiri dari Sekolah Menengah Tingkat
Pertama dan Sekolah Menengah Tingkat Atas.
d. Perguruan Tinggi.
2. Menurut jenis/bentuknya Sekolah terdiri dari :
a. Sekolah Umum, terutama dalam bentuk Sekolah Dasar, Sekolah
Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA).
b. Sekolah Kejuruan yang diselenggarakan untuk mempersiapkan tenaga
kerja tingkat menengah, sehingga pada umumnya bertingkat Sekolah
Lanjutan Atas.
c. Sekolah Khusus untuk anak-anak yang menderita kelainan sehingga
disebut Sekolah Luar Biasa untuk anak-anak cacat mental (lemah
pikiran), Tuna Rungu, Tuna Wicara dan Anak-anak Nakal.
d. Sekolah yang diselenggarakan oleh Departemen Agama dengan
penjenjangan seperti disebutkan di atas, secara berurutan disebut
Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliah dan
Perguruan Tinggi yang bersifat keagamaan.
3. Menurut Penanggungjawab dalam melaksanakan sekolah dibedakan antara :
a. Sekolah Negeri yakni sekolah dan Perguruan Tinggi yang
diselenggarakan oleh pemerintah.
b. Sekolah Bantuan/Subsidi yakni sekolah yang diselenggarakan oleh
masyarakat melalui suatu badan/organisasi tertentu, yang mendapat
bantuan berupa pembiayaan dan tenaga guru dari pemerintah.
c. Sekolah Swasta yakni sekolah yang diselenggarakan sepenuhnya oleh
masyarakat melalui suatu badan atau organisasi/perkumpulan tertentu,
tanpa mendapat bantuan dari pemerintah.

Uraian-uraian tentang sekolah-sekolah tersebut di atas akan dapat ditemui


dalam bab-bab selanjutnya.
Sebagai kesimpulan dari bab ini, dapat dikatakan bahwa penyelenggaraan
pendidikan dalam bentuk lembaga pendidikan formal di suatu negara, khusunya
di Indonesia, padamdasarnya merupakan suatu total sistem yang disebut Sistem
Pendidikan Nasional. Usaha menyelenggarakan atau mengatur penyelenggaraan
pendidikan non formal disesuaikan dengan kondisi dan perkembangan
masyarakat sebagai pelengkap, sehingga sifatnya menunjang kegiatan
pendidikan formal. Sedang mengenai pendidikan informal melalui keluarga
pada dasarnya tidak dilakukan pengaturan yang bersifat khusus, sehingga
seolah-olah berada di luar total sistem yang berlaku. Namun kegiatan ke
pendidikannya yang menjadi tanggung jawab orang tua diharapkan pula searah
dengan kegiatan pendidikan yang lainnya agar tujuan pendewasaan anak-anak
yang dicita-citakan dapat diwujudkan. Dari uraian-uraian di atas maka jelas pula
bahwa tanggung jawab terhadap pendewasaan anak-anak atau tanggungjawab
dalam menyelenggarakan pendidikan harus merupakan tanggung jawab bersama
antara keluarga, masyarakat dan pemerintah.
BAB V
SEKOLAH SEBAGAI LEMBAGA SOSIAL

Dalam ketergantungan itu sejalan dengan peranan dan fungsi sekolah


‘seperti diuraikan dalam bab terdahulu, maka sekolah memikul tugas-tugas sebagai
berikut :
1. Membantu anak-anak memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan bahkan
keahlian yang diperlukan untuk mencari nafkah hidup masing- masing kelak
setelah dewasa.
2. Membantu anak-anak mempelajari cara menyelesaikan masalah-masalah
kehidupan, baik sebagai masalah individu maupun masalah masyarakat.
3. Membantu anak-anak mengembangkan sosialitas masing-masing agar ‘mampu
menyesuaikan diri dalam kehidupan bersama dalam bentuk masyarakat yang
dinumis dan sebagai warga negara suatu bangsa.
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa salah satu tanggung
jawab sekolah adalah mendidik anak-anak memahami cara hidupbermasyarakat
dengan mendayagunakan secara maksimal kehidupan bermasyarakat yang bersifat
nyata di sekitarnya. Dalam realisasinya berarti sekolah harus menyelenggarakan
program-program kependidikan yang dapat mendorong anak-anak untuk
mempergunakan pengetahuan, ketrampilan dan energi yang dimilikinya secara
efektif, dengan melakukan kegiatan-kegiatan yang kreatif dalam kehidupan bersama,
guna menciptakan generasi yang mampu mencapai sukses dalam menghadapi masa
depan. Dalam keadaan seperti itu berarti sekolah bukan sekedar lembaga pendidikan,
akan tetapi juga merupakan lembaga sosial yakni lembaga yang hanya
diseleriggarakan oleh masyarakat dan diselenggarakan untuk kepentingan kehidupan
manusia di dalam masyarakatnya.
Kemampuan hidup bersama itu harus dibina dan dikembangkan sejak: di:
bangku sekolah. Kecenderungan bekerjasama dan bersaing secara jujur dan sportif
harus terus-menerus dibina dengan memanfaatkan berbagai kegiatan atau program
sekolah, baik yang bersifat kurikuler maupun ekstra kurikuler. Guru berkewajiban
memelihara dan membina hubungan manusiawi atau hubungan sosial yang efektif di
kalangan murid-muridnya. Untuk itu dalam perencanaan kegiatan di sekolah dari
para guru, konselor, wali kelas dan. kepala sekolah sebagai administrator dan
pemimpin pendidikan harus berisikan juga dengan kegiatan-kegiatan yang dapat
mengembangkan sikap sensitif anak-anak terhadap orang lain dan bahkan techadap
berbagai jenis hewan dan benda-benda, sebagai persiapan memasuki kehidupan
bersama yang lebih luas di luar sekolah sebelum dan setelah mencapai kedewasaan
masing-masing.

A. PERANAN SEKOLAH DI MASYARAKAT


Di dalam uraian-uraian terdahulu sering dikatakan bahwa sekolah
meérupakan lembaga sosial. Dalarn kedudukan seperti itu berarti sekolah tidak
sekedar merupakan lembaga yang berperanan untuk mempersiapkan anakanak
agar mampu memasuki masyarakat di kemudian hari. Sekolah adalah bagian
integral dari suatu masyarakat, yang berhadapan juga déngan kondisi! nyata
yang terdapat di dalam masyarakat pada masa sekarang. Anak-anak: yang
dersekolah harus dibantu juga untuk mengenal masyarakat di sekitarnya dengan
berbagai perkembangannya yang akan menjadi dasar bagi terbentuknya
masyarakat di masa datang.
Sehubungan dengan itu setiap sekolah harus peka terhadap perubahan,,
perkembangan dan kemajuan masyarakat, agar dapat menjalankan perannya
sebagai lembaga yang bermanfaat dalam mengantarkan anak-anak untuk.
memasuki masyarakatnya. Sekolah dan masyarakat pada dasarnya merupakan:
satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan Perubahan, perkembangan kemajuan
masyarakat langsung atau tidak langsung akan berpengaruh terhadap
penyelenggaraan sekolah. Demikian pula sebaliknya sekolah berperanan dalam
memproses anak-anak agar menjadi potensi yang mampu mengembangkan dan
memajukan kehidupan bermasyarakat. Dengan kata lain melalui sekolah akan
dihasilkan manusia-manusia terdidik sebagai pembaharuan kehidupan bersama
di kermudian hari.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa sekolah akan semakin penting
peranannya, bilamana dibutuhkan oleh masyarakat sekitamya karena mampu
memproses lulusan yang dapat ikut berpartisipasi secara positif dalam
memajukan kehidupan bermasyarakat. Sebaliknya peranan itu akan menurun
atau berkurang, bilamana lulusan yang dihasilkan sekolah ternyata tidak
memiliki kemampuan berpartisipasi dalam memajukan kehidupan
bermasyarakat sehingga cenderung bersifat konsumtif.
Untuk meningkatkan peranannya itu berarti program sekolah, baik dalam
bentuk kurikulum maupun ekstra kurikuler tidak boleh bersifat kaku dan statis.
Program-program kegiatan di sekolah, di samping harus bersifat progresif untuk
mewadahi berbagai perkembangan dan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, harus juga bersifat fleksibel dalam menyesuaikan diri dengan
perkembangan masyarakat. Dengan kata lain program-program sekolah harus
memiliki relevansi yang tinggi dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi
dan dengan kehidupan nyata di masyarakat sekitarnya.

B. PENGARUH KELUARGA TERHADAP SEKOLAH


Rumah dan sekolah merupakan dua jalan yang mempunyai satu tujuan
dalam pendidikan seorang anak. Banyak hal yang telah dipelajari seorang anak
di rumah, sebelum dan selama tahun-tahun bersekolah. Belajar yang dilakukan
di rumah itu, berlangsung melalui bahasa yang didengarnya, tingkah laku yang
dilihat dan ditirunya serta nilai-nilai yang diharuskan dan dimengerti atau
diterimanya. Semuanya itu mewarnai tingkah laku kegiatannya dikelas/sekolah.
Dengan kata lain setiap anak membawa kebiasaan-kebiasaan yang diperolehnya
di lingkungan keluarga sebagai hasil proses sosialisasi yang dilakukannya dalam
bentuk meniru, mengadaptasi dan menseleksi tingkah laku dan sikap anggota
keluarga, terutama dari kedua orang tuanya sesuai dengan kepentingan dan
kemampuannya. Kebiasan-kebiasaan itu tidak sama antara anak yang satu
dengann anak yang lain. Dalam kehidupan sehari-hari antara lain tampak dalam
bentuk tingkah lakusebagai berikut : seorang anak menunjukkan sikap sombong,
angkuh dan memandang rendah pada orang lain/anak lain dikelas/sekolahnya
yang berasal dari keluarga yang kurang mampu.
Kebiasaan-kebiasaan seperti disebutkan di atas mempengaruhi setiap
anak dalam menciptakan dan membina pergaulan dengan anak-anak yang lain di
kelas / sekolah. Di kelas atau di sekolah untuk dapat bergaul secara efektif,
setiap anak harus belajar memahami dan menghargai kebiasaan-kebiasaan di
dalam tingkah laku teman-temannya.
Sebaliknya setiap anak harus belajar pula mengurangi kebiasaan-
kebiasaan yang dibawanya daru rumah masing-masing, bilamana kebiasaan itu
tidak serasi dengan tuntutan pergaulan dikelas / sekolah. Mereka harus saling
menyesuaikan diri dengan kebiasaan anak lain yang mungkin berbeda dengan
kebiasaan-kebiasaan yang telah dikenalnya dilingkungan keluarga.
Setiap guru berkewajiban membantu anak-anak untuk mewujudkan
hubungan manusiawi yang efektif dengan teman-temannya, terutama bagi anak-
anak yang mengalami kesulitan bergaul karena membawa kebiasaan-kebiasaan
dari lingkungan keluarga yang sulit atau tidak diterima oleh anak-anak yang
lain. Misalnya manja, mementingkan diri sendiri, sombong/angkuh, tidak jujur,
malas, suka berbohong dan lain-lain. Sehubungan dengan itu harus diakui bahwa
sukar untuk menetapkan berapa jauh sebenarnya tingkah laku yang kurang baik
itu dilakukan anak-anak secara sengaja, sebagaimana dikatakan oleh James
MARK Baldwin bahwa : “kepribadian manusia itu merupakan hasil interaksi
antara tenaga dari dalam diri anak berupa bakat dengan tenaga sosial-kultural”. 6
Sejalan dengan pendapat itu, W. Stem telah mengetengahkan teori konvergensi
mengenai perkembangan anak-anak.
Teori tersebut menyimpulkan bahwa didalam perkembangan individu,
baik bakat/pembawaan maupun lingkungan mempunyai peranan penting.
Pendapat tersebut dikatakan oleh M.J.Langeveld masih melupakan satu unsur
penting yang disebutnya “kata hati” dan “tanggung jawab kepribadian” pada
manusia yang mengalami perkembangan itu. Dengan demikian berarti anak
yang dirusak perkembangannya dilingkungannya, dapat meluruskan diri kembali
dengan pergantian lingkungan yang memungkinkan sikap anak dalam
hubungannya dengan wataknya akan menjadi lebih baik atau dapat juga
sebaliknya menjadi semakin buruk bila memasuki lingkungan yang lebih buruk.
Oleh karena itulah perlu ditekankan kembali bahwa sangat diperlukan
bantuan dan bimbingan guru terhadap anak-anak yang mengalami kesulitan
bergaul karena latar belakang kehidupan keluarga yang kurang baik. Melalui
6
Langeveld, MJ: Studien Zur Anthropologie Des Kindes: terjemahan IP Siman Djuntak:
Anthropologi Anak : IKIP – Jakarta : 1970; hal.71
bimbingan guru dapat ditumbuhkan kata hati dan tanggung jawab kepribadian
pada anak-anak tersebut, agar bertingkah laku dan bersikap yang serasi dengan
tuntunan kehidupan bersama di lingkungan suatu kelas / sekolah. Bantuan dari
bimbingan itu sangat penting artinya bagi anak-anak dalam mewujudkan
hubungan sosial yang efektif itu secara langsung akan berpengaruh juga
terhadap kehidupannya di lingkungan masyarakat luas kelak setelah
meninggalkan bangku sekolah, terutama dalam kedudukan sebagai warga negara
yang mempunyai hak dan kewajiban.
Salah satu diantaranya adalah pola kehidupan dilingkungan keluarga
dalam masyarakat modern, yang lebih mengutamakan aspek sosial ekonomis.
Dalam keluarga seperti itu keberhasilan seseorang termasuk juga anak-anak
selalu diukur dari status sosial ekonomis yang dapat dicapainya.
Sekolah ikut memikul tanggung jawab untuk mengatasi masalah seperti
disebutkan di atas, dengan tidak sekedar memberikan kesempatan pada anak-
anak dari kelompok masyarakat tertentu yang dapat menjadi murid-muridnya.
Disamping itu sekolah harus terus menerus berusaha berusaha
menyelenggarakan program yang dapat meningkatkan sikap sensitif (sensitivity
education) terhadap kejadian-kejadian yang timbul dalam interaksinya dengan
anak/orang lain. Sifat sensitif akan memungkinkan anak-anak memiliki
kemampuan memahami dan menghormati keadaan, kegiatan atau tingkah laku
orang lain yang berbeda dengan dirinya. Dalam hubungan manusiawi seperti itu,
dikalangan anak-anak akan berkembang hubungan sosial yang efektif
berdasarkesediaan saling memberi dan menerima (take and give) guna
menciptakan saling pengertian yang mendalam antara yang satu dengan yang
lain, sehingga tercipta kehidupan bersama yang harmonis. Situasi pergaulan
yang didasari dengan sikap sensitif, tidak akan dipengaruhi perasaan yang tidak
wajar karena perbedaan status sosial ekonomi keluarga masing-masing. Setiap
anak harus didorong agar aktif berinteraksi dengan anak yang lain guna
memahami peranan masing-masing dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu
semua pengalaman belajar di kelas / sekolah hendaknya dimanfaatkannya bagi
terbentuknya sikap sensitif di kalangan anak-anak.
Sekolah dan guru tidak mungkin menghilangkan perbedaan latar
belakang kehidupan yang diperoleh anak-anak dari keluarganya. Akan tetapi
harus diusahakan agar perbedaan itu tidak menjadi penghambat dalam
mewujudkan hubungan manusiawi yang efektif di antara mereka. Setiap murid
harus dibantu agar memiliki kemampuan menghargai murid-murid yang lain.
Setiap murid harus diberi kesempatan yang luas untuk berinteraksi secara aktif
terutama dalam kegiatan belajar, baik di dalam maupun di luar kelas/sekolah.
Dalam situasi itu dapat diharapkan berlangsung kerjasama yang produktif atau
persaingan yang jujur dan sportif antar anak-anak, berdasarkan sikap saling
menghormati yang harus sudah ditanamkan sejak di lingkungan keluarga dan
ditingkatkan di lingkungan sekolah.

C. PENGARUH LINGKUNGAN SEKITAR TERHADAP SEKOLAH


Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat pluralistis, karena terdiri
dari berbagai suku bangsa dengan kebudayaan Indonesia bukanlah sesuatu yang
padu dan bulat, tetapi terjadi dari berbagai unsur yang tersusun bersimpang siur
di seluruh tanah air. Di wilayah yang sangat luar itu terdapat bermacam-macam
sub kebudayaan, yang berbeda satu dengan yang lain, sebagai hasil pengalaman
sejarah yang berbeda-beda pula. Perbedaan kebudayaan itu mengakibatkan
individu atau kelompok individu memiliki kelakuan kebudayaan yang berbeda-
beda pula. Pribadi atau sekelompok masyarakat dengan berbagai konfigurasi
pada suatu tempat dan waktu, berdasarkan sistem nilai-nilai berupa adat istiadat,
kebiasaan, agama dan peraturan perundang-undangan menguasai dan
berkembang menjadi kelakuan suatu kebudayaan.
Anak sebagai makhluk sosial tidaklah terlepas dari lingkungan
masyarakat sekitarnya yang dijiwai oleh kebudayaan tertentu. Sebelumdan
selama tahun-tahun bersekolah, setiap anak dipengaruhi oleh lingkungan
masyarakat tempat tinggalnya, dalam arti dipengaruhi juga oleh kebudayaan di
lingkungan masyarakatnya.
Sebagai individu dan anggota masyarakat setiap anak harus tunduk pada
nilai-nilai yang tersimpul di dalam adat istiadat, kebiasaan dan hukum-hukum
kemasyarakatan, yang mungkin tidak sesuai atau bertentangan dengan nilai-nilai
dan kepentingan yang bersifat individual dan bersumber dari kata hati masing-
masing. Kenyataan itu sering menampilkan sikap protes yang memerlukan
kesungguhan para pendidik terutama orang tua dan guru dalam melakukan usaha
memperkenalkan aspek-aspek positif dari nilai-nilai yang terkandung di dalam
kebudayaan tradisional itu.
Dilingkungan suatu kelas/sekolah dengan murid-murid yang berasal dari
bermacam-macam suku bangsa, maka sifat pluralistis itu menyebabkan
munculnya bermacam-macam tingkah laku. Keadaan seperti itu sering
menimbulkan hambatan dalam mewujudkan hubungan manusiawi yang efektif
dikalangan anak-anak. Di satu pihak ditemui tingkah laku yang dinilaibaik oleh
etik masyarakat dari suatu suku bangsa, akan tetapi dinilai buruk, kasar, tidak
sopan dan bahkan mungkin disebut kurangajar oleh etik masyarakat dari suku
bangsa yang lain. Di pihak lain terjadi sebaliknya, tingkah laku suatu suku
bangsa dinilai lamban, penakut, lemah dan tak bersemangat oleh etik masyarakat
suku bangsa yang lain. Dikalangan anak-anak keadaan seperti itu, sering
menyebabkan terjadinya perselisihan-perselisihan, yang bilamana terjadi
disekolah akan mempersulit guru-guru dalam mengembangkan hubungan
manusiawi yang efektif guna mewujudkan proses belajar yang memerlukan
sikap kebersamaan.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa setiap anak dari suatu suku bangsa
akan menilai tingkah lakunya dan tingkah laku anak yang lain, berdasarkan etik
masyarakatnya yang mencerminkan kebudayaan yang dipandangnya terbaik.
Dalam keadaan seperti itu guru / sekolah akan menemui hambatan.
Usaha membantuy anak-anak agar mampu memahami tingkah laku
anak / orang lain, baik karena pengaruh kondisi sosial ekonomi keluarga
maupun pengaruh kebudayaan masyarakat sekitarnya, harus dilakukan seawal
mungkin. Sejak dilingkungan keluarga dan disekolah pada tingkat yang
terendah, anak-anak harus dibiasakan dan didoronguntuk mengembangkan
hubungan manusiawi yang efektif dengan teman-temanya, tanpa mebeda-
bedakan yang satu dengan yang lain atas dasar perbedaan status sosial ekonomi
dan latar belakang kebudayaan keluaerga / suku bangsa masing-masing.
Hubungan manusiawi yang diwujudkan dalam sikap hormat
menghormati, saling membantu, bekerja sama atau saling bersedia melakukan
pendekatan adalah sikap yang tidak saja diperlukan bagi kegiatan belajar
bersama tetapi juga berguna bagi kehidupan bersama di masyarakat sekarang
dan di masa yang akan datang.

D. Situasi Sosial Di Dalam Kelas


Kelas bukan sekedar ruangan tempat anak-anak berkumpul untuk
mempelajarui sesuatu dari gurunya. Kelas merupakan masyarakat kecil yang
mencerminkan keadaan masyarakat luas di luar sekolah. Di dalam kelas pada
saat yang sama berkumpul sejumlah anak yang memiliki perbedaan latar
belakang keluarga dan latar belakang kebudayaan menurut suku bangsa masing-
masing.
Situasi kelas yang dinamis hanya timbul karena perbedaan-pervedaan itu
harus dibina untuk memungkinkan setiap anak sebagai individu tumbuh dan
berkembang menjadi pribadinya sendiri. Pribadi hasil perkembangan maksimal
dari setiap aspek yang positif di dalam diri masing-masing. Pribadi yang mampu
menghormati dan menghargai orang lain sebagai pribadi pula. Pribadi yang
bersedia dan dapat uikut serta di dalam kehiduapan bersama.
Uraian-uraian di atas menunjukkan bahwa situasi kelas yang dinamis
memerlukan usaha pembinaan dan pengembangan -hubungan manusiawi yang
efektif antar anak-anak yang menjadi anggotanya. Di dalam hubungan
manusiawi yang efektif itu akan terwujud kerjasama atau persaingan yang jujur
dan sportif antar anak-anak, yang memungkinkan setiap anak sebagai individu
berkembang secara maksimal bersama-sama. Sebaliknya kesulitan bergaul yang
disebabkan perbedaan-perbedaan individu seperti disebutkan di atas, merupakan
faktor yang tidak menguntungkan.
Struktur sosial kelas yang menggambarkan situasi hubungan manusiawi
di dalam kelas secara keseluruhan, dapat diketahui dari perwujudan
persahabatan antar anak-anak yang menjadi anggota suatu kelas. Untuk
mengetahui struktur hubungan sosial itu dapat dipergunakan teknik sosiometrik
sebagai cara untuk memperkirakan atau mengukur sikap penerimaan atau
penolakan antar murid yang satu dengan yang lain. Penggunaan teknik
sosiometrik dimaksudkan juga untuk mengukur hubungan perasaan antar
individu di dalam suatu kelas, tim, perkumpulan atau klab dan dalam berbagai
bentuk kelompok kerjasama yang lain. Hasil teknik sosiometrik akan
memberikan gambaran mengenai dengan siapa seorang anak merasa senang atau
tidak senang melakukan pendekatan dalam kegiatan belajar, bermain-main,
berkemah, piknik, bekerja, duduk sebangku dan lain-lain. Melalui pendekatan
itu akan dapat dilakukan pula kegiatan yang lebih tepat dalam menyusun
komponen kepengurusan berbagai organisasi murid terutama yang bersifat
formal seperti dalam memilih ketua/pengurus kelas dan anggota-anggotanya,
membentuk panitia study tour, panitia peringatan berbagai hari besar/bersejarah
dikelas/sekolah.
Dari sosiogram atau tabel di kalangan murid-murid dari Sekolah Dasar
sampai dengan Sekolah Menengah, pada umumnya dapat ditemui bentuk-bentuk
hubungan manusiawi sebagai berikut :
1. Saling memilih sebagai teman akrab (besi-pal atau paired friendship) antar
dua orang murid.
2. Dipilih atau memilih sebagai teman akrab secara sepihak, sehingga
berbentuk hubungan yang berantai (chains) karena yang dipilih sebagai
teman tidak memilih kembali murid yang memilihnya, akan tetapi memilih
murid lain sebagai teman akrabnya. Demikian seterusnya antar beberapa
orang murid.
3. Saling memilih antar beberapa orang murid tertentu secara terbatas (tiga
atau empat orang murid) sehingga berbentuk kelompok-kelompok kecil
yang terpisah satu dengan yang lain. Kelompok seperti itu disebut klik
(clique) dan yang terbatas antar tiga orang murid disebut juga triangle.
4. Dipilih oleh sebahagian besar murid lain sebagai murid yang disenangi di
dalam kelas/kelompoknya. Murid tersebut disenangi, menjadi bintang kelas
atau menjadi murid yang paling populer di kelas atau di antara teman-
temannya.
5. Memilih murid lain sebagai teman yang disenanginya, akan tetapi tidak
seorang pun murid lain yang memilih murid tersebut sebagai teman yang
disenangi. Murid seperti itu disebut yang disisihkan (isolated).
Faktor hubungan manusiawi merupakan faktor yang penting dalam
perkembangan anak-anak, baik sebagai individu maupun sebagai anggota
masyarakat dan bahkan bagi keberhasilan dalam belajar. Oleh karena itu bagi
keluarga dan sekolah, faktor tersebut tidak boleh diabaikan dan tidak sekedar
dipandang sebagai pekerjaan tambahan yang memberatkan.
BAB VI
LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL DI INDONESIA

Uraian di dalam bab-bab terdahulu telah mengetengahkan bahwa manusia


sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya sehari-hari tidak dapat melepaskan diri
dari keharusan mengadakan komunikasi antara yang satu dengan yang lain dalam
bentuk pergaulan. Individu yang satu membutuhkan individu yang lain dalam
menghadapi masalah kehidupan masing-masing. Kerap kali terjadi beberapa individu
harus menghadapi masalah yang sama, sehingga merasa perlu membentuk kelompok
atau suatu ikatan agar dapat bekerjasama dalam menyelesaikan masalah bersama itu.
Beberapa pengertian tentang organisasi dirumuskan sebagai berikut :
1. Organisasai adalah bentuk kerjasama dari orang-orang untuk mencapai
suatu tujuan tertentu.
2. Organization as the process of identifying and grouping the work to be
performed, defining and deligating responsibility and authority, and
establiships for purpose of enabling people to work most effectively
together in accomplishing objectives7.
3. Organisasi adalah suatu sistem kerjasama dari sekelompok orang untuk
mencapai tujuan bersama.
4. Organisasi adalah suatu proses dengan mana manusia mungkin
bekerjasama untuk tujuan-tujuan group.
5. Pengorganisasian (organizing) : penetapan susunan-suasunan formal dari
kewenangan/kekuasaan yang mengatur, menentukan dan mengkoordinasi
pembagian-pembagian pekerjaan terhadap tujuan yang telah ditetapkan.
6. Organisasi adalah suatu kombinasi daripada orang-orang, peralatan, alat-
alat, perlengkapan-perlengkapan, ruangan kerja serta ruangan
perlengkapan yang diperlukan, dihimpun menjadi satu di dalam
hubungan-hubungan yang sistematis dan efektif untuk mengerjakan
beberapa tujuan yang dimaksudkan.

7
Allen, Louis A.; Management and Organization; McGraw-Hill Book Company New York;
1958. P.57
Bertolak dari pengertian-pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa
unsur-unsur organisasi, khususnya di lingkungan suatu sekolah pada dasarnya terdiri
dari :
a. Adanya sejumlah orang sebagai suatu kelompok, di sekolah terdiri dari Kepala
Sekolah sebagai pimpinan. Guru-guru, pegawai tata usaha, murid-murid dan
lain-lain.
b. Adanya kerjasama antar orang-orang tersebut sehingga mewujudkan mekanisme
kerja dengan menyelenggarakan tugas-tugas dan tanggung jawab masing-
masing sesuai dengan posisi/status di dalam kelompoknya.
c. Adanya tujuan tujuan yang hendak dicapai, di sekolah berupa tujuan
institusional, tujuan kurikulum, tujuan bidang studi/mata pelajaran, tujuan
instruksional dan lain-lain.
Pengelompokan fungsi sebagai sub sistem dalam suatu organisasi dapat
dilakukan dengan beberapa cara sebagai berikut :
1. Sub sistem yang bersifat Struktural
Sub sistem ini berbentuk pembagian satuan kerja yang dilakukan atas dasar
hirarkhi/kepangkatan yang tersusun dari jabatan dengan kepangkatan tertinggi
berurutan ke bawah sampai pada jabatan dengan kepangkatan yang terendah.
Untuk setiap jenjang jabatan ditetapkan persyaratan minimal dan maksimal bagi
seseorang yang akan menjadi pejabatnya.
2. Sub sistem yang bersifat fungsional
Pembagian satuan kerja dalam sub sistem ini dilakukan atas dasar fungsi-fungsi
yang diemban oleh organisasi dengan membagi semua fungsi sampai habis. Satu
sub sistem mengemban salah satu fungsi organisasi. Satu unit kerja dari sub
sistem yang sama tanggung jawabnya dengan suatu unit kerja dari sub sistem
yang lain ditempatkan pada jenjang yang sama. Penempatan pejabatnya selain
didasarkan pada ketrampilan dan keahlian yang sesuai dengan sub sistem
masing-masing, dipengaruhi juga oleh kualitas ketrampilan/keahlian yang
dimiliki. Semakin tinggi jenjang suatu jabatan maka semakin tinggi pula
tuntutan kualitas ketrampilan/keahlian yang harus dimiliki pejabatnya. Demikian
pula sebaliknya, semakin rendah jenjang suatu jabatan maka semakin rendah
pula tuntunan kualitas ketrampilan/keahlian pejabatnya.
3. Sub sistem yang bersifat sektoral
Sub sistem ini diwujudkan dengan melakukan pembagian kerja sesuai dengan
pembidangan unit kerja menurut struktur organisasi atasan atau struktur
organisasi induk. Misalnya struktur organisasi dari suatu organisasi kerja tingkat
propinsi jenis dan jumlah unit kerja yang terdapat didalamnya disesuaikan
dengan struktur organisasi induknya di tingkat pusat. Pejabat suatu unit kerja
yang berbeda tingkatannya itu, yang satu harus lebih tinggi dari yang lain.
Pejabat tingkat pusat misalnya harus lebih tinggi dari pejabat tingkat propinsi di
lingkungan unit kerja yang sama.
Penyelenggaraan persekolahan sebagai lembaga pendidikan formal dalam
kedudukannya sebagai total sistem dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain
berupa tujuan yang hendak dicapai, fase perkembangan anak-anak yang menjadi
muridnya, beban tugas yang dipikul oleh tingkat dan jenis sekolah masing-masing,
kebudayaan dan perkembangannya serta pandangan hidup di dalam masyarakat yang
tidak dapat dilepaskan juga kaitannya dengan faktor kebijaksanaan pemerintah.
Berdasarkan pertimbangan terhadap faktor-faktor tersebut, maka penjenjangan
sekolah di Indonesia diatur sebagai berikut :
1. Jenjang sekolah terdiri dari :
a. Taman Kanak-Kanak
b. Sekolah Dasar
c. Sekolah lanjutan terdiri dari Sekolah Lanjutan Pertama dan Sekolah
Lanjutan Atas
d. Perguruan Tinggi
2. Menurut jenisnya sekolah terdiri dari :
a. Sekolah Umum
b. Sekolah Kejuruan, yang diselenggarakan pada tingkat atas dan selanjutnya
berkembang menjadi spesialisasi pada Tingkat Perguruan Tinggi.
c. Sekolah Khusus yang diselenggarakan oleh Departemen Agama dengan
pelajaran seperti disebutkan di atas terdiri dari : Madrasah Ibtidaiyah,
Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah dan berbagai jenis Perguruan
Tinggi.
d. Sekolah Khusus untuk anak-anak yang berkelain yang disebut Sekolah Luar
Biasa untuk anak-anak Tuna Rungu, Tuna Wicara, Tuna Netra dan Anak-
Anak Nakal.
3. Menurut penyelenggara sekolah, terdiri dari :
a. Sekolah Negeri yang yakni sekolah yang diselenggarakan oleh pemerintah,
baik tingkat pusat maupun daerah.
b. Sekolah Swasta yakni sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat
melalui suatu badan / yayasan tertentu, tanpa mendapat bantuan.
c. Sekolah Subsidi yakni sekolah yang diselenggarakan oleh masyarakat
melalui badan/yayasan tertentu, yang mendapat bantuan dari pemerintah
berupa tenaga guru atau pembiayaan dalam penyelenggaraannya.
Dalam uraian-uraian selanjutnya, fokus pembahasan akan diarahkan pada
sekolah sebagai lembaga pendidikan formal menurut penjenjangannya.
a. Taman Kanak-Kanak
Lembaga ini diselenggarakanuntuk menghubungkan kehidupan di
lingkungan keluarga dengan kehidupan di sekolah. Oleh karena itu kegiatannya
sebahagian besar merupakan perluasan dari kehidupan di rumah dan
diselenggarakan secara tidak terlalu terikat pada kurikulum. Kegiatan-
kegiatannya pada dasarnya berhubungan dengan aspek-aspek sebagai berikut :
1. Kesehatan anak-anak
2. Perlindungan dan kesejahteraan anak-anak
3. Pengembangan kemampuan bekerja sendiri di dalam kegiatan bersama
sebagai persiapan memasuki sekolah dasar
4. Mengembangkan kesediaan bekerjasama di dalam kelompok.
5. Memberi kesempatan yang luas untuk melakukan komunikasi dengan anak-
anak dan orang dewasa di luar keluarga.
6. Memperluas variasi pengalaman anak-anak, sesuai dengan minat dan bakat
masing-masing.
7. Memberikan dasar kemampuan berhitung, membaca/bahasa dan pengenalan
pengetahuan sederhana melalui kegiatan bermain-main dan menyanyi.
8. Mengembangkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, terutama dalam bergaul
dan bekerja.
9. Memupuk keseimbangan mental.
10. Mengembangkan fungsi-fungsi hubungan sosial.
Anak-anak yang memasuki lembaga pendidikan ini pada umumnya
berumur 4 s/d 6 tahun. Dari segi perkembangan berarti mereka adalah anak-anak
yang berada dalamfase permulaan masa anak-anak dengan sikap egosentrisme
yang masih dominan. Oleh karena itulah maka proses belajar diselenggarakan
untuk memberi kesempatan bergaul bagi setiap anak dengan anak-anaklain di
luar lingkungan keluarganya sebagai persiapan memasuki Sekolah Dasar. Proses
belajar seperti itu diselenggarakan dalam bentuk bermain, bernyanyi dan bekerja
secara sederhana. Kegiatan tersebut dapat dilakukan, baik secara perseorangan
maupun bersama-sama dalam kelompok kelas.
Pengelompokan kelas dilakukan menurut umur anak-anak. Akan tetapi
dalam keadaan di suatu sekolah Taman Kanak-Kanak jumlah muridnya sedikit,
mereka dapat digabungkan di dalam satu kelas. Dengan kata lain pembagian
kelas tidaklah dimaksudkan untuk membedakan tingkatan anak-anak, karena
kurikulum pada dasarnya sangat fleksibel. Kegiatan disesuaikan dengan situasi
dan minat anak-anak, tanpa keterikatan pada program kerja yang sistematik.
Kurikulum dan kegiatan yang fleksibel itu tidak berarti dilembaga tersebut
proses belajar mengajar dilakukan tanpa rencana dan metode. Prinsip belajar
berpegang pada semboyan John Dewey “Belajar Dengan Berbuat” (Learning by
Doing), Melalui kegiatan belajar sambil bermain dan berbuat, penekanannya
diletakkan pada pengembangan kemampuan fisik, mental, hubungan sosial dan
emosional sesuai dengan tingkat umur anak-anak.
Lembaga ini walaupun bermaksud mempersiapkan anak-anak untuk
memasuki sekolah yang lebih tinggi, akan tetapi bukanlah persyaratan untuk
memasuki lembaga tersebut atau Sekolah Dasar. Oleh karena itu perkembangan
lembaga ini terutama terjadi dikota-kota, dimana orang tua karena kesibukannya
sangat memerlukan bantuan dalam membimbing anak-anaknya sesuai dengan
tuntutan perkembangan masyarakatnya. Disamping itu karena anak-anak pada
umur ini sebenarnya belum memasuki umur sekolah, maka penyelenggara
lembaga ini tidak menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari pemerintah.
Penyelenggaranya pada umumnya dilakukan oleh masyarakat, baik melalui
badan / yayasan tertentu maupun organisasi-organisasi sosial / pendidikan.
Dengan kaat lain pada umumnya sekolah Taman Kanak-Kanak merupakan
lembaga pendidikan berstatus swasta Sangat sedikit jumlahnya yang
diselenggarakan oleh pemerintah dalam bentuk sekolah Taman Kanak-Kanak
Negeri. Pada beberapa tempat sekolah ini diselenggarakan juga oleh pemerintah
sebagai percobaan atau keperluan penelitian.
b. Sekolah Dasar
Di dalam total sistem berupa pendidikan formal, secara yuridis formal
Sekolah Dasar merupakan unit yang terendah dan ditempatkan sebagai
persyaratan untuk memasuki sekolah pada tingkat berikutnya. Menurut
kurikulum SEkolah Dasar 1975 yang dimaksud Sekolah Dasar adalah :
Sekolah Dasar, untuk selanjutnya di tingkat SD ialah Lembaga
Pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan sebagai dasar untuk
mempersiapkan siswanya yang dapat ataupun tidak dapat melanjutkan
pelajarannya ke Lembaga Pendidikan yang lebih tinggi, untuk menjadi warga
negara yang baik.8
Selanjutnya di dalam kurikulum yang sama dinyatakan oula Tujuan
Institusional sebagai Tujuan Umum Pendidikan di Sekolah Dasar ialah agar
lulusannya :
1) Memiliki sifat-sifat dasar sebagai warga negara yang baik
2) Sehat jasmani dan rohani
3) Memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap dasar yang diperlukan untuk :
a) melanjutkan pelajaran
b) bekerja dimasyarakat
c) mengembangkan diri sesuai dengan asas pendidikan seumur hidup.9
Berdasarkan tujuan umum itu dirumuskan juga tujuan kurikulum sebagai
tujuan khusus lembaga pendidikan yang disebut Sekolah Dasar, yakni agar
lulusannya :
1. Dibidang Pengetahuan :
a. Memiliki pengetahuan dasar yang fungsional tentang :

8
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kurikulum Sekolah Dasar
Tahun 1975; Jakarta : 1975
9
Ibid
1) Dasar-dasar kewarganegaraan dan Pemerintahan sesuai dengan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945
2) Agama yang dianutnya
3) Bahasa Indonesia dan penggunaannya sebagai alat komunikasi
4) Prinsip-prinsip dasar matematika
5) Gejala dan peristiwa yang terjadi disekitarnya
6) Gejala dan peristiwa sosial, baik di masa lampau maupun dimasa
sekarang.
b. Memiliki pengetahuan dasar tentang berbagai unsur kebudayaan dan
tradisi nasional.
c. Memiliki pengetahuan dasar tentang kesejahteraan keluarga,
kependudukan dan kesehatan.
d. Memiliki pengetahuan dasar tentang berbagai bidang pekerjaan yang
terdapat dimasyarakat sekitarnya.
2. Di bidang Ketrampilan
a. Menguasai cara-cara belajar yang baik
b. Trampil menggunakan bahasa Indonesia, lisan dan tulisan
c. Mampu memecahkan masalah sederhana secara sistematik dengan
menggunakan prinsip ilmu pengetahuan yang telah diketahuinya.
d. Mampu bekerja sama dengan orang lain dan berpartisipasi dalam
kegiatan-kegiatan masyarakat
e. Memiliki ketrampilan berolah raga
f. Trampil sekurang-kurangnya dalam satu cabang kesenian
g. Memiliki ketrampilan dasar dalam segi kesejahteraan keluarga dan usaha
pembinaan kesehatan
h. Menguasai sekurang-kurangnya satu jenis ketrampilan khusus yang
sesuai dengan minat dan kebutuhan lingkungannya, sebagai bekal untuk
mencari nafkah.
3. Dibidang nilai dan sikap
a. Menerima melaksanakan Pancasila dan Undang-Undang Adsar 1945
b. Menerima dan melaksanakan ajaran agama dan kepercayaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa yang dianutnya, serta menghormati ajaran agama
dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa yang dianut orang lain.
c. Mencintai sesama manusia, bangsa dan lingkungan sekitarnya.
d. Memiliki sikap demokratis dan tenggang rasa
e. Memiliki rasa tanggung jawab
f. Dapat menghargai kebudayaan dan tradisi nasional termasuk bahasa
Indonesia
g. Percaya pada diri sendiri dan bersikap makarya
h. Memiliki minat dan sikap positif terhadap ilmu pengetahuan
i. Memiliki kesadaran, akan disiplin dan patuh pada peraturan yang
berlaku, bebas danjujur.
j. Memiliki inisiatif, daya kreatif, sikap kritis, rasional dan obyektif dalam
memecahkan persoalan.
k. Memiliki sikap hormat dan produktif.
l. Memiliki minat dan sikap yang positif dan konstruktif terhadap olah raga
dan hidup sehat.
m. Menghargai setiap jenis pekerjaan dan prestasi kerja di masyarakat tanpa
memandang tinggi rendahnya nilai sosial/ekonomi masing-masing jenis
pekerjaan dan berjiwa pengabdian kepada masyarakat.
n. Memiliki kesadaran menghargai waktu.10
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa bagi murid-murid Sekolah
Dasar yang berumur sekitar 6 atau 7 tahun s/d 11 atau 12 tahun, pada
dasarnya “emphasis on equipping him with basic skills, attitude and
appreciations”,11 Sejalan dengan tujuan-tujuan di atas berarti penekanan
pembentukan kepribadian anak-anak secara keseluruhan meliputi aspek-
aspek sebagai berikut :
1) Physical development, health, and body care, This is a broad
category that involves health, safety, sportmanship, and
understanding of growth and maturation.
2) Individual, social and emotional development, This includes
mental health, emotional stability, and grow of personality.

10
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Op. Cit
11
De Young Chris A and Wynn, Richard, Op. Cit, p.116
3) Ethical behavior, standards, values. This area includes respect for
law and for the customs and mores of culture. It involves sport
manship, kindlines, helpfulness, integrity, and honesty.
4) Social relations. This goal is devoted to the individual as a person
in his personal social relations with others, and ideals of others.
5) Social wold. This considers the chilkd in terms of the structure
and the institutions of culture in relation to community, state, and
nation.
6) Physical world (the natural environment). This goal is centered on
an enlarged boncert of science, both biological and physical and
the use of methods of science in solving problems in science and
everyday living.
7) Esthetic develo[ment. Emphasis is placed on appreciation and
expression in art, music, and the crafits. The moral, the
intellectual, and the emotional aspects of esthetic development are
all included.
8) Communication. This covers the wide variety of means by which
man communication with man; reading, writing, composition,
correct usage, spelling, punctuation, speaking, and listening.
9) Quantitative relationships. This includes arithmetic, emphasis on
an understanding of how our number system works and greater
competence in using numbers.12

Aspek-aspek kepribadian tersebut di atas secara singkat dapat


dikelompokkan sebagai berikut : aspek penguasaan pengetahuan dan
pengertian, aspek pengembangan kemampuan dan ketrampilan, aspek sikap
dan minat, aspek pola tingkah laku dalam hubungan sosial, dan aspek
kemampuan menetapkan keputusan dalam menghadapi masalah-masalah.
Sejalan dengan tujuan-tujuan tersebut di atas berarti di lingkungan lembaga
pendidikan formal sejak Sekolah Taman Kanak-Kanak sampai dengan
Perguruan Tinggi, orientasi Tujuan Pendidikan didasarkan pada pendapat
Bloom yang dikenal dengan sebutan Taxonomy Bloom sebagai berikut :
1. Kemampuan Kognitif (Cognitive Domain) meliputi :
a. Penguasaan materi ilmu pengetahuan terdiri dari kemampuan
menghafal, mengingat faakta-fakta yang terdapat dalam materi/bahan
pelajaran, istilah-istilah, pengertian-pengertian, prinsip-prinsip dan
generalisasi-generalisasi yang bersifat teoritis.
b. Pengertian atau pemahaman (comprehension) yang dicerminkan
dalam tiga bentuk tingkah laku yakni, kemampuan menterjemahkan

12
Ibid, p.155
gagasan-gagasan ke dalam bahasa sendiri yang dipahami, kemampuan
menafsirkan dan kemampuan menghubungkan suatu topik dengan
contoh-contoh kongkrit (extra-polation), diiringi dengan menetapkan
kesimpulan-kesimpulannya.
c. Penggunaan materi pengetahuan (application) berupa kemampuan
mempergunakan hasil abstraksi tentang suatu gagasan/pendapat yang
bersifat umum, prosedur dan metode, termasuk juga prinsip-prinsip
teknis ke dalam situasi kongkrit.
d. Analisa berupa kemampuan memilah-milah atau memisah-misahkan
berbagai unsur atau bagian-bagian dari suatu keseluruhan menurut
tingkat-tingkatannya, sehingga menjadi jelas hubungan antara
gagasan yang satu dengan yang lain.
e. Sintesa berupa kemampuan menempatkan atau menyusun unsur-unsur
atau bagian-bagian menjadi bentuk keseluruhan, termasuk juga
kemampuan mengkombinasikan.
f. Evaluasi berupa kemampuan memutuskan atau menetapkan pilihan
tentang suatu nilai di dalam suatu gagasan, pekerjaan, metode, materi
pengetahuan, situasi/keadaan dan lain-lain.
2. Kemampuan Afektif (Affective Domain) yang meliputi perubahan dalam
bidang minat, sikap dan nilai-nilai setelah mempelajari sesuatu atau
setelah mengalami proses belajar. Termasuk juga dalam aspek ini adalah
perubahan dalam apresiasi dan penyesuaian diri secara psikologis dan
sosial
3. Kemampuan Psiko-motor (Psychomotor Domain) yang meliputi
aspekkeseimbangan antara gerak fisik dan psikis, mulai dariyang
sederhana seperti merangkak., berjalan sampai pada yang kompleks
seperti penggunaan waktu senggang, melakukan eksplorasi dan
eksperimentasi dilingkungan sekitar, kegiatan-kegiatan untuk
mempertahankan kehidupan yang layak dan perasaan kebebasan dalam
hidup dan lain-lain. Dalam proses belajar kemampuan psikomotor tampak
juga melalui kegiatan kesenian (menari, melukis, memahat dan lain-lain)
serta kegiatan-kegiatan olah raga (atletik, permainan dan lain-lain.
Proses belajar mengajar di Sekolah Dasar berlangsung secara
klasikal. Oleh karena itu ditetapkan batas jumlah murid di dalam satu
kelas yang secara normal bergerak antara 30 s/d 40 orang murid.
Penyimpangan dari batas tersebut dapat saja terjadi sesuai dengan kondisi
lokal dan kelengkapan peralatan lainnya di sekolah, termasuk juga
dengan memperhitungkan jumlah guru yang mengajar di sekolah tersebut.
Pengelompokkan kelassecara berjenjang seperti disebutkan di atas
secara tidak langsung berhubungan juga dengan batas umur kronologis
anak-anak yang menjadi murid di Sekolah Dasar. Di kelas I secara formal
ditetapkan umur anak-anak sekitar 7 tahun. Oleh karena itu di kelas I
terkumpul murid-murid yang berumur sekitar 6-7 tahun sampai kelas VI
beerarti terkumpul murid-murid yang berumur sekitar 11 – 12 tahun.
Kenyataan itu didasari oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku
yang menyatakan bahwa anak-anak yang berumur 6 tahun berhak
menjadapat pengajaran dan anak-anak yang berumur 8 tahun wajib
memasuki Sekolah.
Setingkat dengan Sekolah Dasar yang berada di bawah
pengawasan dan pengelolaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
diselenggarakan juga Madrasah Ibtidaiyah. Madrasah ini adalah lembaga
pendidikan yang berada di bawah pengelolaan dan pengawasan
Departemen Agama.
Untuk kedua jenis sekolah ini sepanjang penyelenggaraannya
dilakukan dan dibiayai oleh pemerintah, maka disebut Sekolah Dasar
Negeri dan Madrasah Ibtidaiyah Negeri. Sedang yang dikelola oleh
masyarakat melalui suatu badan/yayasan tertentu, disebut Sekolah Dasar
atau Madrasah Ibtidaiyah Swasta. Statusnya disebut Sekolah Dasar
Subsidi atau Madrasah Ibtidaiyah Subsidi bilamana mendapat bantuan
dari pemerintah, baik berupa bantuan dana maupun tenaga guru yang
berstatus pegawai negeri.
d. Sekolah Lanjutan
Sekolah lanjutan sebagai lembaga pendidikan tingkat menengah,
merupakan kelanjutan dari sekolah dasar, yang diselenggarakan untuk anak-
anak yang berumur 12-13 tahun s/d 17-18 tahun. Sekolah ini dipisahkan menjadi
dua tingkat yang masing-masing disebut Sekolah Menengah Tingkat Pertama
(SMTP) dan Sekolah Menengah Tingkat Atas (SMTA).
Sekolah Menengah Tingkat Pertama sebagai lembaga pendidikanyang
berdiri sendiri memiliki tiga tingkatan kelas yakni dari kelas I s/d kelas III. Oleh
karena itu umur kronologis murid pada sekolah ini bergerak antara 12 – 13
tahun s/d 14 - 15 tahun. Secara umum fungsi pokok Sekolah Menengah Tingkat
Pertama adalah :
1. Mengembangkan integritas kepribadian murid
2. Menyalurkan dan memenuhi kebutuhan setiap murid
3. Mengarahkan dorongan melakukan eksplorasi sesuai dengan minat, bakat
dan kemampuan masing-masing
4. Memabntu untuk memperoleh pengetahuan secara sistematik dan
mengembangkan kemampuan penggunaanya secara praktis
5. Memberikan bimbingan dan mengarahkan minat murid dalam belajar
6. Menumbuhkanm kesadaran terhadap minat dan bakat masing-masing
7. Membantu mengembangkan cara belajar yang efisien
8. Mengarahkan pilihan murid dalam memilih sekolah pada tingkat yang lebih
tinggi.
Sejalan dengan fungsi pokok tersebut di atas, maka aspek-aspek
kepribadian yang harus dikembangkan secara keseluruhan melalui Sekolah
Menengah Tingkat Pertama adalah :
1. Kesehatan jasmani dan rohani
2. Perkembangan sosial berupa kemampuan bergaul sebagai anggota keluarga
dan anggota masyarakat termasuk juga di sekolah.
3. Kemampuan dan ketrampilan bekerja secara efektif.
4. Kemampuan berpartisipasi secara baik di dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara
5. Penguasaan pengetahuan dan pengertian secara terarah
6. Kemampuan mempergunakan waktu senggang secara efisien
7. Pembentuk etik dan karakter sebagai warga negara
Berdasarkan fungsi pokok dan aspek-aspek kepribadian yang perlu
dikembangkan tersebut di atas, maka dirumuskan tujuan umum Sekolah
Menengah Tingkat Pertama adalah :
1. Murid memahami hubungan antara lapangan kerja dengan kemampuannya
untuk menumbuhkan kesadaran pengembangan diri secara rasional agar
menjadi anggota masyarakat yang berguna.
2. Mempersiapkan murid agar mampu memikul tanggung jawab sebagai
warga negara suatu bangsa
3. Memberi kesempatan agar murid mampu melakukan kegiatan-kegiatan
yang dapat menimbulkan rasa senang dalam kehidupan sebagai individu
dan sebagai anggota masyarakat.
4. Merangsang perkembangan intelektual dalam menguasai ilmu pengetahuan,
pemahaman dan ketrampilan mempergunakan pikiran secara rasional.
5. Menumbuhkan apresiasi berdasarkan nilai-nilai etis dan keagamaan sebagai
calon warga negara yang baik.
Di Indonesia Sekolah Menengah Tingkat Pertama pada umumnya
bersifat umum (general education), walaupun pada masa lalu dan sekarang
diselenggarakan juga dalam bentuk sekolah kejuruan secara terbatas.
Setiap murid tamatan Sekolah Menengah Tingkat Pertama yang akan
meneruskan ke Sekolah Menengah Tingkat Atas, harus memperhitungkan
apakah kelak akan meneruskan pendidikan ke Perguruan Tinggi atau akan
memasuki lapangan kerja tingkat menengah. Murid yang akan meneruskan ke
Perguruan Tinggi sebaliknya memasuki Sekolah Menengah Tingkat Atas yang
bersifat pendidikan umum (general education) yang disebut Sekolah Menengah
Atas (SMA), walaupun di lingkungan sekolah ini diselenggarakan juga
pembagian jurusan-jurusan. Sedang bagi murid yang bermaksud segera dapat
memasuki lapangan kerja setelah menyelesaikan pendidikan pada Sekolah
Menengah Tingkat Atas, dapat memilih beberapa sekolah kejuruan, yang antara
lain adalah :
1. Sekolah Pendidikan Guru (SPG)
2. Sekolah Menengah Ekonomi Atas (SMEA)
3. Sekolah Teknologi Menengah Atas (SMA)
4. Sekolah Teknologi Menengah Atas (STMA)
5. Sekolah Menengah Kesejahteraan Keluarga (SMKK)
6. Sekolah Menengah Farmasi (SMF) Yang Dahulu Disebut Sekolah Asisten
Apoteker (SAA)
7. Sekolah Pertanian Menengah Atas (SPMA)
8. Sekolah Guru Olah Raga (SGO)
9. Pendidikan Guru Agama (PGA) 6 Tahun Atau PGAA
10. Sekolah Perawat Dan Sekolah Bidan
11. Dan Lain-Lain.
Sekolah-sekolah kejuruan tersebut di atas pada dasarnya bertujuan
mempersiapkan tenaga kerja tingkat menengah sehingga bersifat pendidikan
persiapan kerja (vocational education), karena setelah tamat murid-muridnya
dapat segera memasuki lapangan kerja sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Oleh karena itu kurikulum bagi sekolah kejuruan itu disusun sebagai kurikulum
yang bersifat fungsional, yang berisi aspek teori dan praktek menurut jenis
sekolah yang mempergunakannya. Di samping itu kurikulum sekolah disebut
berisi juga dengan materi-materi untuk pembentukan sikap sebagai warga
negara yang antara lain terdirui dari bidang studi : Bahasa Nasional (Indonersia),
Agama, Pendidikan Moral Pancasila, Olah Raga, Kesenian dan Kesehatan dan
lain-lain.
Sekolah Menengah Atas (SMA) sebagai sekolah umum
menyelenggarakan program yang berhubungan dengan kebutuhan memasuki
Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan lanjutannya. Isi kurikulum lebih
dititik beratkan pada pengetahuan yang bersifat akademik, berbeda dengan
sekolah kejuruan yang lebih menekankan pada ketrampilan yang bersifat praktis
dan fungsional. Pembidangan atau penjurusan yang dilakukan di SMA lebih
bersifat akademik dengan orientasi pada kelompok ilmu pengetahuan, yang
terdiri dari : Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial termasuk Budaya dan Bahsa.
Jurusan Ilmu Pengetahuan Alam dan Jurusan Matematika. Dalam perkembangan
SMA di Indonesia penjurusan ini telah mengalami beberapa kali perubahan,
namun orientasinya tetap pada pengelompokan ilmu pengetahuan yang bersifat
akademik.
e. Perguruan Tinggi
Prinsip pendidikan seumur hidup (Long Life Education) atau belajar
seumur hidup (Life Long Learning) yang mendasari pandangan tentang
pendidikan di Indonesia, pada dasarnya tidak menempatkan kedewasaan sebagai
batas pembentukkan pribadi seseorang. Oleh karena itu bagi anak-anak yang
telah menyelesaikan Sekolah Menengah Tingkat Atas yang berumur sekitar 19 –
20 tahun, terbuka kesempatan untuk melakukan pembentukkan diri secara
berkelanjutan melalui lembaga pendidikan formal yang disebut Perguruan
Tinggi. Di lingkungan lembaga tersebut generasi muda mengalami proses
belajar untuk mem,bentuk kemampuan melakukan penalaran secara ilmiah
dengan mengembangkan cara berpikir kritis dan obyektif.
Proses pendidikan di Perguruan Tinggi terarah pada pencapaian lima
tujuan utama sebagai berikut :
1. Memberikan kesempatan perkembangan individual secara maksimal dalam
berbagai kemampuan guna menjalankan tugas-tugas kehidupannya.
2. Membantu pewarisan kebudayaan kepada generasi muda yang
berkewajiban mengembangkannya di masa yang akan datang.
3. Meningkatkan penguasaan pengetahuan melalui pengembangan
kemampuan melakukan penelitian dan berbagai kegiatan yang kreatif.
4. Membantu mempergunakan hasil belajar dalam kehidupan nyata untuk
meningkatkan kesejahteraan sosial.
5. Meningkatkan kesadaran dan kesediaan dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
Sejalan dengan tujuan itu, pengembangan Perguruan Tinggi di Indonesia
diarahkan untuk :
1. Menjadi pusat pemeliharaan, penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan, sesuai dengan kebutuhan pembangunan masa sekarang dan
masa datang.
2. Mendidik mahasiswa-mahasiswa agar berjiwa penuh pengabdian serta
memiliki rasa tanggung jawab yang besar terhadap masa depan bangsa dan
negara Indonesia.
3. Menggiatkan mahasiswa sehingga bermanfaat bagi usaha-usaha
pembangunan nasional dan pembangunan daerah.
4. Mengembangkan tata kehidupan kampus yang memadai dan tampak jelas
corak khas kepribadian Indonesia.
5. Meningkatkan peranannya bersama-sama lembaga penelitian dalam
kegiatan pembangunan, antara lain dengan cara-cara :
a. Penggunaan kebebasan mimbar akademis dalam bentuk yang kreatif,
konstruktif dan bertanggung jawab, tetaop dijamin sehingga dapat
bermanfaat bagi masyarakat dan pembangunan.
b. Integrasi dan konsolidasi kegiatan-kegiatan mahasiswa dan
cendekiawan sesuai dengan profesinya dalam wadah-wadah yang efektif
sehingga mereka dapat menyumbangkan prestasi-prestasi serta
partisipasi yang positif.
6. Menyempurnakan dan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan
termasuk gedung, peralatan, perpustakaan, fasilitas kerja dan kondisi
kehidupan yang layak bagi seluruh tenaga pendidik dan pengajar.
Berdasarkan tujuan dan peranan Perguruan Tinggi tersebut di atas, maka
kegiatannya difokuskan pada tiga bidang utama yang disebut Tri Dharma
Perguruan Tinggi sebagai berikut :
1. Pendidikan Tingkat Tinggi
Lembaga pendidikan ini berkewajiban meneruskan pengetahuan, ketrampilan
dan keahlian yang telah dikembangkan pada masa-masa lalu, secara ilmiah
dan obyektif guna membentuk tenaga-tenaga profesional yang menguasai
spesialisasi dibidangnya. Proses belajar mengajar dilakukan untuk
mengembangkan kemampuan melakukan penalaran dalam bentuk
kemampuan berpikir kritis, analitis, kreatif, logis dan produktif berlandaskan
obyektivitas. Kegiatan diarahkan agar setiap lulusan mampu menanggapi dan
menyelesaikan masalah-masalah masyarakat/kehidupan dalam rangka
peningkatan kesejahteraan hidup pribadi keluarga dan masyarakat sekitar.
2. Penelitian Ilmiah (Research)
Untuk menunjang pengembangan kemampuan berpikir ilmiah, kritis dan
obyektif, lembaga ini berkewajiban memberikan ketrampilan melakukan
penelitian, baik untuk kepentingan ilmu pengetahuan maupun guna
memajukan kehidupan bermasyarakat sejalan dengan kemajuan dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
3. Pengabdian kepada Masyarakat (Public Service)
Perguruan Tinggi bukan sebuah pulau yang terlepas dari kehidupan nyata
masyarakat disekitarnya. Oleh karena itu setiap lulusannya harus mampu
menjadi anggota masyarakat yang berdaya guna dan berhasil guna.
Mahasiswa tidak saja harus mengenal masyarakat lingkungan sekitarnya
dengan menghayati kehidupan nyata, tetapi juga harus ikut serta dalam
pembinaan dan pengembangan kehidupan yang semakin baik dan sejahtera.
Mahasiswa harus mendapat kesempatan seluas-luasnya untuk
menyumbangkan tenaga, pikiran dan kemampuannya bagi perbaikan tingkat
kehidupan rakyat sesuai dengan bidang/spesialisasi masing-masing.
Pengabdianitu terutama diperlukan oleh masyarakat dipedesaan yang jauh
dari kemajuan teknologi dan mekanisasi. Dengan demikian berarti juga
Perguruan Tinggi harus membina dan mengembangkan sikap kecintaan
terhadap tanah air, bangsa dan negara, sehingga tumbuh kesediaan berkorban
dalam mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Di Indonesia dikenal beberapa bentuk lembaga pendidikan tinggi, baik yang
menyelenggarakan program pencapaian gelar maupun yang tidak. Untuk
Perguruan Tinggi dengan program gelar terdapat tiga tingkatan yakni program
Strata I (S.I), Program Strata II (S.2) dan program Strata III (S.3) atau Pasca
Sarjana/Program Doktor. Semula dijkenal juga program Sarjana Muda
dilingkungan Universitas dan Intitut yang kemudian cenderung dihilanhkan.
Sehingga hanya ada di lingkungan Akademi dan Sekolah Tinggi. Sehubungan
dengan itu di Indonesia dikenal Perguruan Tinggi dalam beberapa bentuk sebagai
berikut :
1. Program Diploma / Akta (Non Gelar)
2. Akademi (Sarjana Muda)
3. Sekolah Tinggi (Sarjana Muda / Sarjana)
4. Universitas dengan berbagai Fakultas (Program Gelar)
5. Institut Dengan Lembaga Fakultas atau Departemen (Program Gelar)
Beberapa di antara Perguruan Tinggi itu diselenggarakan dalam rangka
meningkatkan kemampuan kerja dalam bidang kerja tertentu di lingkungan
pemerintah. Di lingkungan Perguruan Tinggi seperti itu mahasiswa yang diterima
biasanya berasal dari lingkungan kerja yang terbatas, misalnya pegawai suatu
Departemen dari pusat sampai ke daerah.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa unsur-unsur yang tercakup
dilingkungan lembaga pendidikan formal termasuk juga perguruan tinggi, untuk
dapat melaksanakan tugas-tugasnya sekurang-kurangnya terdiri dari :
1. Adanya guru/dosen sebagai pendidik dan pengajar
2. Adanya murid/mahasiswa sebagai anak didik/peserta didik
3. Adanya program yang dikembangkan berupa kurikulum lengkap dengan
tujuan yang hendak dicapai.
4. Adanya proses belajar mengajar sebagai interaksi edukatif yang
terselenggarakan berdasarkan kurikulum.
5. Adanya sarana dan prasarana untuk meningkatkan efisiensi proses mengajar
belajar termasuk gedung dan alat peraga.
BAB VII
STRUKTUR FORMAL LEMBAGA PENDIDIKAN

Lembaga pendidikan formal atau sekolah sebagai organisasi kerja


diselenggarakan secara sengaja, sistematik dan terarah. Sebagai organisasi kerja
setiap personal, sarana dan programnya harus dikendalikan guna menciptakan proses
atau rangkaian kegiatan yang terarah pada tujuan tertentu. Proses mengendalikan
kegiatan bersama yang terarah pada tujuan tertentu. Proses pengendalian kegiatan
bersama yang terarah pada tujuan bersama itu disebut administrasi, yang karena
berlangsung dilingkungan lembaga pendidikan disebut pula administrasi pendidikan.
Disamping itu sekolah sebagai satu kesatuan kerja atau satuorganisasi kerja
pada dasarnya merupakan total sistem yang mengemban volume kerja sebagai
konsekuensi dari tujuan yang hendak dicapai. Volume kerja itu dilingkungan suatu
sekolah harus dibagi menjadi beban kerja yang mengharuskan pembentukan unit-
unit kerja sebagai sub sistem. Setiap unit kerja yang mengemban beban kerja sejenis
dalam satu sub sistem adalah bagian yang tak terpisahkan dari sub sistem yang lain
dengan sejumlah unit-unit kerja di dalamnya.
Berdasarkan uraian-uraian di atas selanjutnya perlu diketengahkan beberapa
uraian tentang masalah-masalah yang mempengaruhi usaha pengembangan sekolah
sebagai total sistem.
A. Fungsi Organisasi dalam Administrasi Pendidikan
Sebagai organisasi kerja, sekolah didirikan untuk mencapai
tujuan tertentu, baik tujuan pendidikan maupun tujuan institusional
menurut jenis dan tingkatan masing-masing. Tujuan umum Pendidikan di
suatu negara bersumber dari tujuan negara sebagaimana dirumuskan di
dalam Undang-Undang Dasar suatu negara. Di negara Indonesia secara
yuridis formal tujuan umum pendidikan itu antara lain dirumuskan di
dalam Undang-Undang No. 4 Tahun 1950 atau No. 12 Tahun 1954
Tentang Pokok-pokok Pendidikan dan Pengalaman, yang berbunyi
sebagai berikut : “Tujuan Pendidikan dan Pengajaran adalah membentuk
manusia susila yang cakap dan warga negara Indonesia yang demokratis
serta bertanggung jawab pada kesejateraan masyarakat dan Tanah Air”.13
Pendidikan Nasional berdasarkan atas Pancasila dan bertujuan
untuk meningkatkan kecerdasan, mempertinggi budi pekerti,
memperkuat kepribadian, dan mempertebal semangat kebangsaan agar
dapat menumbuhkan manisia-manisia pembangunan yang dapat
13
Republik Indonesia; Undang-Undang No. 12 Tahun 1954 Tentang Pendidikan dan
Pengajaran.
membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas
pembangunan bangsa.14
Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan untuk
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah
kemerdekaan…….15

Untuk mencapai Tujuan Umum Pendidikan yang akhirnya akan


mengantarkan juga pada tercapainya tujuan negara, salah satu usaha yang
dilaksanakan adalah dengan mengorganisasi kegiatan-kegiatan lembaga
pendidikan formal. Setiap lembaga pendidikan formal atau sekolah harus
melakukan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatannya agar terarah dan
menunjang pencapaian Tujuan Umum Pendidikan. Usaha mengendalikan
kegiatan-kegiatan itu disebut kegiatan Administrasi.
Adaministrasi diartikan sebagai proses atau rangkaian kegiatan
pengendalian usaha kerjasama sekelompok manusia untuk mencapai tujuan
tertentu yang sudah ditetapkan sebelumnya. Dari pengertian itu jelas bahwa di
satu pihak administrasi berlangsung di dalam suatu organisasi kerja karena
organisasi pada dasarnya berarti usaha kerjasama sejumlah orang untuk
mencapai suatu tujuan.
Administrasi Pendidikan dilingkungan suatu sekolah pada dasarnya
meliputi dua unsur pokok sebagai berikut :
1. Unsur Manajemen Administratif (Administrative Function of Management)
yang terdiri dari :
a. Perencanaan Kegiatan Sekolah
b. Pengorganisasian Sekolah
c. Bimbingan dan Pengarahan Kegiatan di Sekolah
d. Koordinasi kegiatan-kegiatan di Sekolah
e. Penilaian dan Kontrol kegiatan di sekolah
f. Komunikasi di sekolah

14
Republik Indonesia; Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No
IV/MPR/1978; Garis-garis Besar Haluan Negara ; 19.8
15
Republik Indonesia : Undang-Undang Dasar Tahun 1945; Pembukaan : 1945
2. Unsur manajemen operatif (operative function of management) yang terdiri
dari :
a. Ketata Usahaan Sekolah
b. Keuangan Sekolah
c. Kepegawaian di Sekolah
d. Perbekalan di Sekolah
e. Hubungan Masyarakat di Sekolah
Uuntuk memahami tentang kedua unsur administrasi pendidikan itu
dapat dibaca secara lengkap di dalam buku penulis yang berjudul Administrasi
Pendidikan terbitan PT. Gunung Agung 1981. Di dalam buku ini hanya akan
diketengahkan uraian yang erat hubungannya dengan segi penggorganisasian
suatu sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Di lingkungan suatu sekolah berdasarkan kurikulum sebagai rencana
kegiatan yang bersifat umum, kepala sekolah bersama staf pimpinan yakni wakil
kepala sekolah dan wakil kelas, dan bahkan dapat pula dengan mengikut
sertakan guru dan murid perlu disusun perencanaan berupa program kerja
minggunan atau bulanan dan tahunan.

B. Pembagian dan Pembidangan Kerja di Sekolah


Di dalam uraian-uraian terdahulu telah dikemukakan bahwa administrasi
pendidikan hanya akan berfungsi bilamana organisasi sekolah disusun dengan
pola yang memungkinkan terwujudnya kerjasama antar setiap unit kerja dan
setiap personal di lingkungannya. Sehubungan dengan itu maka organisasi
sekolah harus diartikan sebagai berikut :
School Organization may be decribe as means of clearifying and
distributing tasks, responsibility and authority among individuals and group, in
an orderly manner consistent with the purpose of the entire.
Dari pengertian itu jelas bahwa dari sudut pandangan yang paling
terbatas, sebuah sekolah dipandang sebagai total sistem yang
pengorganisasiannya dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yang disebut
Tujuan Institusional. Dengan kata lain sekolah didirikan sebagai organisasi kerja
adalah alat untuk mencapai suatu tujuan sesuai dengan jenis dan tingkatnya
masing-masing.
Organisasi seperti itu ditemui pada Sekolah Tradisional yang berpegang
pada Kurikulum dengan Mata Pelajaran yang terpisah-pisah (Subject Centered
Curiculum). Sebaliknya pada sekolah-sekolah modern yang tujuannya
dirumuskan secara dinamis maka organisasinya akan bersifat fleksibel. Sekolah-
sekolah seperti itu antara lain :
1. Sekolah yang kurikulumnya bersifat atau berpusat pada murid (Child
Centered) yang disebut Sekolah Progresif )Progresive School).
2. Sekolah yang kurikulumnya berorientasi pada masyarakat yang disebut
Sekolah Masyarakat (Community School).
3. Sekolah yang kurikulumnya bersifat komprehensi (Comprehensive) atau
Sekolah Pembangunan.
Pada sekolah-sekolah modern seperti tersebut di atas karena tujuannya
diarahkan pada pembentukan pribadi murid seutuhnya, baik atas dasar
kebutuhan murid, kebutuhan masyarakat maupun kebutuhan lapangan kerja
maka organisasinya harus dikembangkan secara fleksibel sesuai dengan
perubahan dan perkembangan kurikulumnya yang bersifat dinamis dan
fungsional. Organisasi yang fleksibel memungkinkan melakukan penyesuaian
dengan penambahan dan pengurangan beban kerja yang muncul dari kreativitas
dan inisiatif personal di lingkungannya sepanjang memiliki relevansi yang tinggi
dengan tujuan yang hendak dicapai.
Kegiatan administrasi dan kepemimpinan seorang Kepala Sekolah hanya
akan berhasil bilamana ditunjang dengan struktur organisasi yang memberi
kemungkinan berlangsungnya kerja sama antar personal atau antar unit kerja.
Setiap personal didayagunakan secara maksimal dengan memberi kesempatan
berpartisipasi sesuai dengan kemampuan masing-masing. Sehubungan dengan
itu pembagian dan pembidangan tugas dalam kegiatan pengorganisasian,
termasuk juga kegiatan memilih dan menempatkan personal pada unit kerja dan
posisi yang tepat sesuai dengan kemampuan pendidikan dan pengalamannya.

C. Unit Kerja dan Hubungan Kerja di Sekolah


Pembagian dan pembidangan kerja yang menghasilkan unit-unit kerja
seperti diuraikan di atas dalam keseluruhan organisasi disusun menjadi struktur
organisasi sebagai suatu total sistem. Unit-unit tersebut dinamakan jabaatan
struktural yang biasanya secara formal ditetapkan di dalam suatu Surat
Keputusan atau yang sejenis. Jumlah unit kerja di dalam suatu Surat Keputusan
atau yang sejenis. Jumlah unit kerja di dalam suatu struktur organisasi
khususnya dalam bentuk sekolah selain dipengaruhi oleh tujuan yang hendak
dicapai, sangat tergantung pula pada cara yang dipergunakan dalam pembagian
dan pembidangan kerja di sekolah masing-masing.
Untuk itu secara minimal di lingkungan suatu sekolah sebagai organisasi
kerja harus mengandung unit-unit kerja seperti terdapat di dalam bagan di
bawah ini.

TUJUAN
INSTITUSIONAL

DEWAN
KEPALA SEKOLAH
BP.3 WK. KEP. SEKOLAH GURU

TATA USAHA

OSIS WALI KELAS

GURU-GURU

KELAS/MURID KELAS/MURID KELAS/MURID

Keterangan : garis kerja administratif/instruktif


Garis kerja sama /konsultatif

Dari gambar struktur formal organisasi sekolah tersebut di atas


tergambar juga hubungan kerja intern yang bersifat formal, dalam bentuk garis-
garis lurus dan garis-garis putus yang menghubungkan unit kerja yang satu
dengan yang lain. Di samping hubungan kerja intern, suatu organisasi kerja
dapat pula mengembangkan hubungan kerja ekstern. Kedua bentuk hubungan
kerja itu diartikan sebagai berikut :
1. Hubungan kerja intern adalah usaha memperoleh atau memberikan bantuan
antar personal di dalam suatu organisasi kerja sehingga tercipta kerja sama
dalam mewujudkan beban kerja masing-masing.
2. Hubungan kerja ekstern adalah usaha memperoleh atau mendapatkan
bantuan antar personal yang berbeda organisasi kerjanya sehingga tercipta
kerjasama, baik untuk kepentingan salah satu maupun kedua-duanya dari
organisasi kerja yang menyelenggarakan kerja sama tersebut.
Kedua bentuk hubungan kerja itu dapat dikembangkan berdasarkan
bentuk-bentuk komunikasui sebagai berikut :
1. Komunikasi vertikal berupa proses penyampaian dan pemerintahan
informasi, idea/gagasan, pendapat dan saran-saran antar unit kerja yang
tidak sama kedudukannya dalam satu organisasi dan di dalam satu Sub
Sistem. Bentuk komunikasi ini mengakibatkan terjadinya hubungan kerja
intern yang disebut hubungan kerja vertikal yakni usaha menciptakan kerja
sama antar unit kerja yang berbeda hirarchi atau menciptakannya di dalam
suatu sub sistem. Komunikasi vertikal terdiri dari :
a. Komunikasi ke bawah berupa hubungan kerja yang diciptakan oleh unit
kerja yang lebih tinggi dengan unit kerja dibawahnya atau yang lebih
rendah di dalam satu sub sistem. Komunikasi dan hubungan kerja ini
dilakukan dalam bentuk pemberian perintah/instruksi, penjelasan-
penjelasan, pemberian keterangan dan peringatan-peringatan.
b. Komunikasi ke atas berupa hubungan kerja yang diciptakan oleh unit
kerja yang lebih rendah dengan unit kerja di atasnya atau yang lebih
tinggi di dalam satu sub sistem. Komunikasi dan hubungan kerja ini
dilakukan dalam bentuk penyampaian laporan, pemberian informasi,
penyampaian pendapat dan saran-saran,idea dan keluhan-keluhan.
2. Komunikasi horizontal berupa proses penyampaian informasi, idea/gagasan,
pendapat dan saran-saran antar unit kerja yang setingkat, baik dalam satu
sub sistem maupun antar sub sistem. Bentuk komunikasi ini mengakibatkan
terjadinya hubungan kerja horizontal dalam bentuk hubungan kerja intern
yakni usaha menciptakan kerja sama antar unit kerja yang sama. Hubungan
kerja ini antara lain dilakukan melalui rapat-rapat, diskusi, pemberian
informasi, penyampaian pendapat dan saran-saran, penjelasan-penjelasan
dan kegiatan bersama dan lain-lain.
3. Komunikasi Diagonal berupa proses penyampaian informasi, saran-saran,
pendapat dan idea/gagasan dari unit kerja yang lebih rendah kedudukannya
kepada unit kerja yang lebih tinggi antar subsistem yang berbeda.
Komunikasi ini mengakibatkan terciptanya hubungan kerja diagonal
berupa usaha menciptakan kerja sama antar unit kerja yang berbeda
tingkatannya dalam sub sistem yang berbeda pula. Hubungan kerja ini
diselenggarakan dalam bentuk seperti terdapat dalam hubungan kerja
horizontal.
BAB VIII
PENERAPAN ASAS-ASAS ORGANISASI DI SEKOLAH

Dalam uraian-uraian terdahulu telah banyak disinggung tentang asas-asas


organisasi, walaupun secara tidak langsung. Selanjutnya akan diketengahkan uraian
tentang asas-asas organisasi dalam pembinaan dan pengembangan sekolah sebagai
organisasi kerja.
Perlu ditekankan bahwa usaha itu dalam praktek sehari-hari tidaklah semudah
uraian-uraian teoritis yang banyak dikemukakan dalam buku-buku tentang
administrasi dan organisasi. Kerap kali ditemui berbagai masalah dan kesulitan
sehingga diperlukan inisiatif dankreativitas dalam penerapan asas-asas organisasi
sesuai dengan kondisi organisasi kerja masing-masing. Inisiatif dan kreativitas itu
akan menimbulkan berbagai variasi dalam penerapan asas-asas organisasi, sehingga
sifatnya tidak kaku. Penerapan asas-asas tersebut yang dilakukan secara kaku justru
merupakan penghambat bagi pencapaian tujuan organisasi kerja melalui usaha
pengembangan kerja sama antar personal atau antar unit kerja dilingkungan masing-
masing.
A. Bentuk-bentuk organisasi Sekolah
Organisasi kerja sebagai kelompok (group) formal memiliki unit-unit
kerja, baik yang berbeda maupun yang sama jenjangnya. Setiap unit kerja
dipimpin oleh seorang kepala / pimpinan yang menduduki posisi menurut
tingkatan unit kerjanya di dalam keseluruhan organisasi. Posisi, tanggung jawab
dan wewenang di dalam suatu kelompok (group) formal terikat pada struktur
dan dibatasi oleh peraturan-peraturan yang mendasari pembentukan organisasi
kerja tersebut. Tipe-tipe organisasi itu anatar lain sebagai berikut :
1. Organisasi Lini (Line Organization)
Dalam tipe ini semua hak dan kekuasaan berada pada pucuk pimpinan
(pimpinan tertinggi). Personal yang lain disebut bawahan tidak mempunyai
hak dan kekuasaan sekecil apa pun karena hanya berkedudukan sebagai
pelaksana tugas dari atasan. Tidak dibenarkan adanya inisiatif dan kreativitas,
semua tugas harus dilaksanakan sebagaimana diperintahkan.
2. Organisasi Staf (Staff Organization)
a. Staf sebagai Penasehat (Advisory Staff atau Advisory Committee)
b. Staf Eksekutif (Executive Staff)
3. Bentuk Gabungan (Line and Staff Organization)
4. Organisasi Fungsional (Functional Organization)

B. Fungsi dan Tugas Kepala Sekolah


Usaha pengelolaan dan pembinaan sekolah melalui kegiatan
administrasi, management dan kepemimpinan tergantung pada kemampuan
kepala sekolah. Sehubungan dengan itu maka dapat dikatakan bahwa kepala
sekolah, selaku administrator berfungsi merencanakan, mengorganisasikan,
mengarahkan, mengkoordinasikan, dan mengawasi seluruh kegiatan pendidikan
yang diselenggarakan di suatu sekolah. Di samping itu kepala sekolah sebagai
pemimpin pendidikan berfungsi mewujudkan hubungan manusiawi (human
relationship) yang harmonis dalam rangka membina dan mengembangkan kerja
sama antar personal, agar secara serempak seluruhnya bergerak kearah
pencapaian tujuan melalui kesediaan melaksanakan tugas masing-masing secara
efisien dan efektif. Terakhir seorang Kepala Sekolah sebagai manager
pendidikan berfungsi mewujudkan pendaya gunaan setiap personal secara tepat,
agar mampu melaksanakan tugas-tugasnya secara maksimal untuk memperoleh
hasil yang sebesar-besarnya, baik dari segi kualitas maupun kualitas dalam
proses mengajar belajar di sekolah.
Dalam praktek sehari-hari fungsi kepala sekolah tersebut di atas sulit
untuk dibeda-bedakan dan dipisah-pisahkan antara yang satu dengan yang lain.
Oleh karena itu lebih memahami fungsi kepala sekolah. Maka perlu diketahui
tugas-tugasnya. Tugas-tugas pokok kepala sekolah mencakup (tujuh) bidang
sebagai berikut :
1. Bidang akademik yang berkenaan dengan proses belajar mengajar di dalam
dan di luar sekolah.
2. Bidang ketatausahaan dan keuangan sekolah.
3. Bidang kesiswaan
4. Bidang personalia/kepegawaian
5. Bidang gedung dan perlengkapan sekolah
6. Bidang peralatan pelajaran
7. Bidang hubungan sekolah dan masyarakat.
Dihubungkan dengan fungsi kepala sekolah sebagai administrator berarti
harus memiliki kemampuan dan ketrampilan dalam merencanakan,
mengarganisasikan, mengarahkan, mengkoordinasikan dan mengawasi
(mengontrol) ketujuh bidang yang menjadi tugas pokoknya tersebut di atas.
Tugas-tugas pokok itu bilamana diperinci adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan mengatur proses belajar mengajar
a. Menyusun program catur wulan/semester dan program tahunan,
termasuk juga pembagian tugas mengajar
b. Menyusun jadwal pelajaran setiap tahun
c. Mengatur pelaksanaan penyusunan model satuan pelajaran dan
pembagian waktu yang digunakan.
d. Mengatur pelaksanaan evalausi belajar
e. Mengatur norma penilaian
f. Mengatur norma kenaikan kelas/tingkat
g. Mengatur pencatatan kemajuan pelajaran murid
h. Mengatur usaha-usaha peningkatan perbaikan pengajaran
(melaksanakan supervisi intern)
i. Mengatur program pengisian waktu-waktu kosong karena guru
berhalangan hadir.
2. Mengatur kegiatan kesiswaan
a. Mengatur penerimaan murid berdasarkan peraturan penerimaan murid
baru.
b. Mengatur program bimbingan dan penyuluhan
c. Mencatat kehadiran dan ketidakhadiran guru/murid
d. Mengatur program ko-kurikulum (Pramuka, UKS dan lain-lain)
e. Mengatur mutasi (kepindahan) murid.
3. Kegiatan mengatur personalia.
a. Menginventarisasi personalia.
b. Mengusulkan format guru dan merencanakan pembagian tugas-tugas
guru, termasuk menghitung beban kerja guru.
c. Mengusulkan pengangkatan, kenaikan pangkat, perpindahan guru dan
administrasi kepegawaian lainnya.
d. Mengatur kesejahteraan sosial staf sekolah.
e. Mengatur pembagian tugas bilamana guru sakit, cuti, pensiun dan lain
sebagainya.
4. Kegiatan mengatur tata usaha dan keuangan sekolah
a. Menyelenggarakan surat menyurat
b. Mengatur penerimaan keuangan
c. Mengelola penggunaan keuangan
d. Mempertanggungjawabkan keuangan
5. Kegiatan mengatur peralatan pengajaran
a. Mengatur buku-buku pelajaran untuk pegangan guru dan murid
b. Mengatur perpustakaan guru/murid di sekolah
c. Mengatur alat-alat pelajaran/ peraga tiap bidang studi. Ketiga kegiatan
itu meliputi pengadaan, pemeliharaan, penggunaan dan pertanggung
jawabannya.
6. Kegiatan mengatur gedung dan perlengkapan sekolah
a. Mengatur pemeliharaan kebersihan gedung dan keindahan halaman
sekolah (lingkungan sekolah secara fisik) termasuk juga lapangan olah
raga, ruangan senam (aula), kebun sekolah dan lain-lain.
b. Pengadaan dan pemeliharaan perlengkapan sekolah (kursi, meja, lemari,
papan tulis, kapur, perlengkapan tata usaha atau alat tulis menulis kantor
dan lain-lain.).
c. Menyelenggarakan inventarisasi tanah, gedung dan perlengkapan
sekolah, baik yang habis dipakai maupun yang permanen.
7. Mengatur hubungan sekolah dengan masyarakat
a. Menyelenggarakan pembentukan dan secara kontinyu berhubungan
dengan BP3
b. Menerima dan memberikan pelayanan pada tamu
c. Mewakili sekolah dalam hubungan kerja dengan pihak luar.
Dalam menyelenggarakan tugas pokok itulah seorang kepala sekolah
harus mampu melakukan pembagian dan pembidangan kerja dengan membentuk
unit-unit kerja, sesuai dengan besar kecilnya sekolah yang dipimpinnya. Tugas
itu termasuk kemampuan melakukan organisasi sekolah, yang diiringi dengan
kemampuan menseleksi personil untuk ditempatkan dalam

C. Asas-asas Organisasi
Organisasi tidak sekedar berarti wadah sekelompok orang yang bekerja
sama untuk mencapai suatu tujuan,akan tetapi juga merupakan mekanisme yang
berlangsung dalam proses kerja sama itu.
Untuk meningkatkan daya guna organisasi bagi pencapaian tujuan
organisasi, seorang pemimpin termasuk kepala sekolah perlu menguasahakan
penggunaan berbagai asas organisasi. Asas-asas organisasi yang dimaksudkan
adalah sebagai berikut :
1. Kejelasan tujuan
2. Pembagian kerja
3. Kesatuan perintah
4. Koordinasi
5. Rentangan kontrol
6. Kelentunan (flexibility)
Selanjutnya di bawah ini satu persatuan asas tersebut akan dibahas, baik
secara umum maupun dalam penterapannya di lingkungan sekolah sebagai
oeganisasi kerja.
Bilaman struktur organisasi unit sekolah kecil dilukiskan dalam bentujk
bagan, maka sekurang-kurangnya diperoleh gambaran sebagai berikut :
STRUKTUR ORGANISASI UNIT
SEKOLAH KECIL

KEPALA DEWAN
BP3 SEKOLAH GURU

LEMBAGA WAKIL
SOSIAL KEP. SEKOLAH

FUNGSI FUNGSI FUNGSI


KURIKULUM ADMINISTRASI PEMBINAAN
AKADEMIK KEUANGAN KESISWAAN

KOORDINASI WALI TATA KOORDINATOR


BIDANG STUDI KELAS USAHA BIMBINGAN

GURU GURU GURU GURU

MURID / KELAS - MURID / KELAS

KETERANGAN : = Garis konsultasi


= Garis administratif
STRUKTUR ORGANISASI UNIT
SEKOLAH SEDANG

KEPALA DEWAN
BP3
SEKOLAH GURU

WAKIL WAKIL
KEP. SEKOLAH I KEP. SEKOLAH II

FUNGSI FUNGSI
FUNGSI
KURIKULUM ADMINISTRASI
KESISWAAN
AKADEMIK / KEUANGAN

LEMBAGA
SOSIAL

KOORDINASI 1. TATA USAHA


BAGIAN
BIDANG STUDI 2. KEUANGAN
PENGAJARAN
3. KEPEGAWAIAN

KOORDT.
WALI
BIDANG COUNSELOR
KELAS
STUDI

GURU GURU GURU

MURID / KELAS - MURID / KELAS - MURID / KELAS - MURID / KELAS

KETERANGAN : = Garis administratif


= Garis Konsultasi
STRUKTUR ORGANISASI UNIT
SEKOLAH BESAR

BP3 KEPALA SEKOLAH DEWAN GURU

WAKIL WAKIL WAKIL


KEP. SEKOLAH I KEP. SEKOLAH II KEP. SEKOLAH III

LEMBAGA DEWAN
SOSIAL BIMBINGAN

BAG. BAG. TATA BAG.


PENGAJARAN USAHA/KEUANGAN KESISWAAN

URUSAN : URUSAN :
1. PERPUSTAKAAN 1. TATA USAHA KOORDINATOR
2. LABORATORIUM 2. KEUANGAN 1. UKS
3. PENELITIAN 3. SARANA 2. KO-KURIKLM
4. UJIAN 4. KEPEGAWAIAN

KOORDT.
BIMBINGAN

KONSELOR

WALI KELAS – WALI KELAS – WALI KELAS

GURU GURU

MURID / KELAS - MURID / KELAS - MURID / KELAS

KETERANGAN : = Garis Konsultatif


= Garis administratif
BAB IX
PENGELOLAAN KELAS

Sekolah sebagai organisasi kerja terdiri dari beberapa kelas, baik yang
bersifat paralel maupun yang menunjukkanpenjenjangan. Setiap kelas merupakan
unit kerja yang berdiri sendiri dan berkedudukan sebagai sub sistem yang menjadi
bagian dari sebuah sekolah sebagai total sistem. Beberapa faktor yang
mempengaruhi perwujudan management kelas dalam pengertian seperti itu adalah :
A. Kurikulum
B. Bangunan Dan Sarana
C. Guru
D. Murid
E. Dinamika Kelas
F. Lingkungan Sekitar
Keenam faktor tersebut tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling bertautan atau
saling mempengaruhi, walaupun untuk kepentingan uraian secara teoritis akan
diketengahkan satu persatu di bawah ini.
Kompetensi profesi dan kompetensi kemasyarakatan. Kompetensi itu
berkenan dengan kemampuan dasar tehnis edukatif dan admisistratif sebagai berikut:
1. Penguasaan Bahan Yang Meliputi :
a. Menguasai bahan bidang studi masing-masing sesuai dengan kurikulum
b. Menguasai bahan penunjang bidang studi masing-masing
2. Mengelola Program Belajar Mengajar
a. Merumuskan tujuan instruksional
b. Mengenal dan dapat mempergunakan metode mengajar
c. Mampu memilih, menyusun dan menggunakan prosedur instruksional yang
relevan dengan materi dan murid
d. Mampu melaksanakan program belajar mengajar yang dinamis
e. Mengenal dan memahami kemampuan anak didik
f. Mampu merencanakan dan melaksanakan pengajaran remidial.
3. Mengelola Kelas
a. Memiliki kemampuan tata ruang untuk pengajaran
b. Mampu menciptakan iklim belajar mengajar berdasarkan hubungan
manusiawi yang harmonis dan sehat
4. Penggunaan Media/Sumber
a. Mampu mengenal, memilih dan menggunakan media yang tepat
b. Mampu dan bersedia membuat alat-alat bantu pelajaran sederhana
c. Mampu menggunakan dan mengelola laboraturium dalam proses belajar
mengajar
d. Memiliki kemampuan mengembangkan laboraturium
e. Mampu mendorong penggunaan perpustakaan dalam proses belajar
mengajar.
5. Mampu mengelola dan mempergunakan interaksi belajar mengajar untuk
perkembangan fisik dan psikis yang sehat bagi anak-anak.
6. Memiliki kemampuan melakukan penilaian prestasi belajar siswa secara
obyektif dan mempergunakan hasilnya untuk kepentingan proses pendidikan
anak-anak.
7. Memahami fungsi dan program layanan bimbingan dan penyuluhan di sekolah.
a. Menaruh perhatian terhadap perkembangan fisik danpsikis yang sehat
dikalangan murid.
b. Mampu menyelenggarakan program layanan bimbingan dan penyuluhan
sesuai dengan kondisi sekolah.
Berdasarkan uraian-uraian di atas jelas bahwa jabatan guru sebagai suatu
profesi tidak saja mulia karena berhubungan langsung dengan masalah pendewasaan
anak-anak, akan tetapi juga merupakan tugas yang cukup berat. Tugas yang mulia
dan berat itu hanya dapat diwujudkan oleh orang-orang yang memiliki kecintaan
terhadap pekerjaan mendidik, yang pada dasarnya bersumber dari kecintaan pada
anak-anak. Oleh karena itulah maka pemahaman dan pengertian terhadap anak-anak
sebagai anak-anak di dalam proses belajar mengajar di kelas/sekolah menjadi sangat
penting.
Murid sebagai unsur kelas memiliki perasaan kebersamaan yang sangat
penting artinya bagi terciptanya situasi kelas yang dinamis. Setiap murid harus
memiliki perasaan diterima (membership) terhadap kelasnya agar mampu ikut serta
dalam kegiatan kelas. Perasaan diterima itu akan menentukan sikap tanggung jawab
terhadap kelas yang secara langsung berpengaruh pada pertumbuhan dan
perkembangannya masing-masing.
Sikap bertanggung jawab (sense of responsibility) dan sikap merasa memiliki
(sense of belonging/membership) dikalangan murid-murid, akan tumbuh dan
berkembang dengan baik apabila dilakukan tindakan-tindakan pengelolaan
(management) kelas sebagai berikut :
1. Setiap murid diberi kesempatan untuk ikut dalam proses perencanaan kegiatan
kelas yang akan melibatkan dirinya dalam pelaksanaannya. Guru / wali kelas
bilamana perlu sekedar memberikan petunjuk dan bimbingan agar rencana yang
mereka susun sejalan dengan program kurikulum.
2. Setiap murid diberi kesempatan dalam pembagian tugas-tugas untuk
kepentingan kelasnya, baik berdasrkan program yang bersifat kurikuler maupun
program yang disusunnya sendiri.
3. Bilamana guru/wali kelas berhalangan, bagi dan serahkanlah kepercayaan
berupa tanggung jawab mengatur rumah tangga dan disiplin kelas diantara
murid-murid.
4. Doronglah agar setiap murid selalu bersedia mengatur kelasnya melalui kegiatan
rutin sehari-harui seperti : membersihkan kelas, mengatur hiasan/dekorasi kelas,
membersihkan papan tulis dan lain-lain.
5. Kembangkanlah kesediaan bekerjasama dalam setiap kegiatan untuk
kepentingan kelas dan sekolah atau kepentingan bersama.
6. Susunlah bersama-sama murid, tata tertib dan disiplin kelas.
7. Musyawarahkanlah bersama murid-murid bilamana bermaksud mebgundang
seorang tamu ke kelas dalam rangka melaksanakan program kelas, agar mereka
mengetahui siapa yang akan datang dan untuk apa yang bersangkutan datang.
8. Bentuklah panitia atau tim diantara murid bilamana akan menyelenggarakan
kegiatan kelas yang mengikutsertakan semua murid di dalam kelas itu.
9. Mintalah saran murid-murid untuk melengkapi kelas dengan peralatan yang
diperlukan.
10. Bentuklah bersama-sama murid suatu pengurus kelas yang akan bekerja selama
satu tahun ajaran antara lain berupa pengurus perpustakaan kelas, pengurus tim
olah raga, tim kesenian, dan lain-lain.
11. Doronglah agar murid secara terus menerus ikut memikirkan kegiatan kelas dan
berani mengusulkannya untuk dilaksanakan bersama-sama di dalam atau diluar
kelas.
Pengelolaan (Management) kelas dengan mengikutsertakan murid secara
maksimal seperti dikemukakan di atas, tidak sekedar berguna untuk menumbuhkan
perasaan bertanggung jawab, akan tetapi bermanfaat juga bagi pertumbuhan
kepemimpinan. Wali atau guru kelas harus berperanan memberikan pengarahan
(direction) dan koordinasi (coordination) serta melakukan kontrol (controling)
terhadap pelaksanaannya, agar setiap kegiatan terarah atau menunjang pencapaian
tujuan institusional. Sehubungan dengan tugas wali/guru kelas tersebut, bahkan perlu
ditekankan bahwa kegiatan kontrol harus diusahakan juga dilakukan dengan
mengikutsertakan murid.
Di samping tindakan pengelolaan kelas seperti disebutkan di atas, setiap
guru/wali kelas bertanggung jawab pula dalam mengembangkan situasi mengajar
belajar sesuai dengan kurikulum di lingkungan kelasnya masing-masing. Tugas
tersebut meliputui empat aspek sebagaiberikut :
1. Menetapkan bersama guru-guru tentang apa yang akan dipelajari murid
(WHAT).
2. Membantu guru bagaimana menciptakan situasi yang memungkinkan
berlangsungnya proses belajar dan membantu murid bagaimana melakukan
proses belajar berdasrkan bahan-bahan tersebut (HOW)
3. Memberikan motivasi kepada guru kapan mempergunakan bahan tersebut dan
bagi murid kapan mempelajarinya (WHEN).
4. Menilai siapa murid yang berhasil dan gagal dalam melakukan proses belajar
untuk diberikan bantuan yang lebih efektif (WHO).
Dari uraian-uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kelas merupakan unit
tersendiri yang pengelolaannya secara maksimal harus dilakukan dengan
mengikutsertakan murid. Pengelolaan kelas yang berhasil akan menumbuhkan
kebanggaan kelas sehingga meningkatkan rasa solidaritas dan keinginan untuk ikut
berpartisipasi di kalangan murid di kelas tersebut.
Kelas adalah kelompok sosial yang dinamis yang harus dipergunakan oleh
setiap wali/guru kelas untuk kepentingan murid dalam proses kependidikannya.
Dinamika kelas pada dasarnya berarti kondisi kelas yang diliputi program untuk aktif
secara terarah yang dikembangkan melalui kreativitas dan inisiatif murid sebagai
suatu kelompok.
1. Kegiatan administratif manajemen
Sebuah kelas pada dasarnya merupakan suatu unit kerja yang di dalamnya
bekerjasama sejumlah orang untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu
pengelolaan kelas memerlukan tindakan-tindakan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, koordinasi, komunikasi, dan kontrol sebagai
langkah-langkah kegiatan manajemen administratif.
a. Perencanaan kelas
Kurikulum sebagai program umum harus diterjemahkan menjadi
program-program yang kongkrit dengan mengkaitkannya menurut waktu
yang tersedia, yang dapat berbentuk program tahunan, program
semester/catur wulan, program bulanan, program mingguan dan bahkan
mungkin pula berupa program harian.program harian dan mingguan yang
berkenaan dengan kurikulum biasanya disusun dalam bentuk daftar
pelajaran. Program seperti itu tidak memberikan gambaran yang lengkap
mengenai aktivitas kelas.
b. Pengorganisasian kelas
Program kelas sebagai rencana kerja harus bersifat realistuis dalam arti
benar-benar dapat dilaksanakan dan dengan tujuan yang realistis pula
dengan arti benar-benar dapat diwujudkan. Rencana yang realitis itu
dalampelaksanaannya memerlukan personal yang kualitas dan kuantitasnya
sesuai dengan volume kerja yang akan dilaksanakan. Pada giliran berikutnya
berarti wali/guru kelas harus mampu membagi beban kerja dengan
pemberian wewenang dan tanggung jawab secukupnya, kepada semua
personal yang ikut serta dalam pengelolaan kelas.
c. Pengarahan kelas
Setelah program dan organisasi disusun, selanjutnya kegiatan
dilaksanakan. Pelaksanaan kegiatan itu harus diusahakan untuk tidak
menyimpan dari rencana atau program yang telah disusun. Untuk itu dari
wali/guru kelas kerap kali diperlukan instruksi-instruksi dan petunjuk-
petunjuk bahkan bimbingan-bimbingan agar kegiatan tidak menyimpan dari
rel yang seharusnya.
d. Koordinasi Kelas
Koordinasi pada dasarnya berarti kegiatan membawa personal,
material, semua fasilitas, teknik-teknik dan tujuan kedalam suatu hubungan
kerja yang harmonis dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditentukan.
e. Komunikasi Kelas
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan kelas sejak perencanaan sampai
pada kegiatan kontrol dalam segala aspeknya termasuk kegiatan belajar
mengajar, diperlukan hubungan manusiawi yang harmonis.
f. Kontrol Kelas
Dalam bentuk kongkrit dilakukan terhadap realisasi jadwal pelajaran,
disiplin guru dan disiplin murid, pelaksanaan tugas murid, partisipasi setiap
personil dalam program kelas dan lain-lain. Melalui kontrol tersebut dapat
diperoleh data tentang keberhasilan dan ketidak berhasilan setaip kegiatan
tersebut di atas. Pada giliran berikutnya harus diteliti pula sebab-sebab
bilamana ditemui kegagalan-kegagalan, untuk dipergunakan sebagai bahan
dalam melakukan tindakan-tindakan perbaikan.
2. Kegiatan Manajemen Kelas
Kegiatan manajemen administratif kelas harus ditunjang dengan kegiatan
manajemen operatif agar seluruh program kelas berlangsung efektif bagi
pencapaian tujuan. Kegiatan manajemen operatif kelas meliputi:
a. Tata Usaha Kelas
Tata usaha (clerical work atau office work) pada dasarnya berarti usaha
menghimpun, mencatat, mengadakan dan menggandakan, mengirim dan
menyimpan berbagai keterangan tertulis dilingan suatu organisasi atau unit
kerja.
1) Menghimpun keterangan adalah kegiatan mencari atau mengusahakan
tersedianya data, baik yang ada di kelas / sekolah maupun yang belum
ada untuk dipergunakan dalam mengambil keputusan oleh wali/guru
kelas.
2) Mencatat berarti kegiatan menulis berbagai informasi atau keterangan
atau data, baik berupa ikhtiar maupun secara keseluruhan sebagai
petunjuk untuk menemukan sesuatu atau agar dapat dibaca kembali,
dikirim atau disimpan.
3) Mengolah dalam arti mengadakan dan mengandakan adalah kegiatan
menganalisa dan menghubungkan berbagai informasi atau data untuk
disajikan dalam bentuk yang dapat dipakai dan dimanfaatkan, yang pada
gilirannya dilamana diperlukan lebih dari satu perlu diperbanyak agar
setiap personal yang memerlukannya dapat memanfaatkannya untuk
perkembangan dan kemajuan kelas sebagai organisasi / unit kerja.
4) Mengirim berrati menyampaikan berbagai informasi yang diperlukan
oleh pihak lain, baik untuk kepentingan kelas maupun kepentingan pihak
yang diberi informasi dengan mempergunakan media lisan atau tertulis.
5) Menyimpan dimaksudkan adalah kegiatan mengawetkan berbagai
keterangan atau data yang diperkirakan berguna di masa yang akan
datang dalam rangka mengelola kegiatan kelas, dengan mempergunakan
berbagai alat dan cara pada tempat yang aman sertta mudah ditemukan
bilamana diperlukan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perbekalan kelas
berarti kegiatan pengadaan, pengaturan dan pemeliharaan berbagai alat
pembantu yang memungkinkan program kelas berlangsung secara efektif.
Alat kelengkapan kelas itu sebagaimana disebutkan di atas dapat
dibedakan sebagai berikut :
1) Alat-alat kependidikan yang berhubungan langsung dengan proses
mengajar belajar seperti papan tulis, kapur tulis, kertas untuk keperluan
ulangan, berbagai alat peraga, buku sumber, alat olah raga, alat kesenian
dan lain-lain.
2) Alat-alat non kependidikan yang tidak langsung berhubungan dengan
proses belajar mengajar seperti meja kursi guru, meja kursi murid,
lemari, papan absen, buku agenda, buku stambuk, buku raport, buku
pribadi murid, absensi, alat tulis menulis untuk keperluan surat
menyurat, dan lain-lain.
b. Kegiatan keuangan kelas
Pengadaan dan pemeliharaan sarana seperti dikemukakan di atas dan
pelaksanaanbeberapa program kelas berupa kegiatan ekstra kelas, kerap kali
mengharuskan tersedianya sejumlah dana. Dana dari sumber sekolah sendiri
diperoleh dari Kepala Sekolah. Untuk itu diperlukan kemampuan wali/guru
kelas untuk meyakinkan bahwa suatu program diperlukan dalam proses
kependidikan di kelasnya, sehingga menimbulkan kesediaan kepala sekolah
untuk menyisihkan sejumlah dana guna mewujudkannya. Dana tersebut
dapat bersumber dari SPP/Bantuan Subsidi Penyelenggaraan Sekolah, biaya
rutin, sumbangan BP3 atau bantuan lainnya yang dapat diusahakan di
sekolah. Dana dari murid atas dasar musyawarah dalam pengumpulannya
untuk melakukan kegiatan kelas, pengelolaannya dapat dilakukan oleh murid
sendiri dengan pengawasan atau dilakukan oleh wali/guru kelas. Kegiatan
keuangan kelas yang bersifat penentuan kebijaksanaan seperti tersebut di
atas termasuk administrasi keuangan dalam arti luas.
c. Kegiatan pembinaan personal/kepegawaian di kelas.
Kegiatan kepegawaian di lingkungan suatu kelas memang bersifat
terbatas, namun tidak dapat dikatakan tidak ada. Seorang wali/guru kelas
sekurang-kurangnya harus mengetahui siapa saja yang bertugas dikelasnya
dalam rangka mewujudkan proses belajar mengajar, termasuk juga
merencanakan jumlahnya, kualitas dan syarat-syarat lain yang sesuai dengan
kebutuhan kelasnya.
d. Human (Hubungan Masyarakat) Di Lingkungan Kelas
Sebagaimana kegiatan pembinaan personal, dilingkungan sebuah
kelas kegiatan hubungan masyarakat bersifat terbatas walaupun tidak berarti
sama sekali tidak ada. Kegiatan ini secara intern menyangkut usaha
memberikan informasi dan penjelasan pada murid-murid di kelas lain atau
pada guru-guru yang tidak bertugas di kelas tersebut, agar memahami
program yang hendak direalisir di suatu kelas.
3. Kepemimpinan Wali/Guru Kelas
Dinamika kelas dipengaruhi secara langsung oleh kepemimpinan
wali/guru kelas. Kedudukannya sebagai pemimpinan pada tahap pertama
bersifat formal yakni sebagai orang/guru yang ditunjuk memimpin pengelolaan
kelas, walaupun mungkin tidak diiringi dengan surat keputusan.
Tiga bentuk kepemimpinan mungkin diwujudkan wali/guru kelas dalam
usaha menggerakkan personal di lingkungan masing-masing adalah :
a. Wali/guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat otoriter.
Inti dari kesempatan pada dasarnya adalah kemampuan dan
keberanian mengambil yang harus dilaksanakan oleh guru-guru dan atau
murid sebagai pelaksana.
b. Wali/guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat laissez faire
Kepemimpinan ini sebagai kebalikan dari kepemimpinan yang
bersifat otoriter, menempatkan seorang wali/guru kelas sebagai simbol
belaka. Wali/guru kelas tersebut tidak berperanan dalam mengambil
keputusan karena memberikan kebebasan sepenuhnya kepada guru-guru
atau murid-murid untuk mengambil keputusan sendiri-sendiri.
c. Wali/guru kelas sebagai pemimpin yang bersifat demokratis
Wali/guru kelas yang demokratis selalu menghargai kemampuan
guru-guru dan atau murid yang dipimpinnya. Oleh karena itu dalam
mengambil keputusan selalu berusaha menyalurkan pendapat dan buah
pikiran personal yang dipimpinnya, baik secara formal melalui
rapat.musyawarah maupun melalui pembicaraan atau diskusi informal pada
saat istirahat atau kunjungan rumah dan lain-lain. Inisiatif dan kreativitas
guru-guru dan atau murid-murid diberikan kesempatan untuk mewujudkan
dan dikembangkan sepanjang berdaya guna bagi dinamika kelas untuk
mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.
4. Disiplin kelas
Disiplin merupakan bagian yang penting dalam dinamika kelas. Disiplin
kelas diartikan sebagai usaha mencegah terjadinya pelanggaran-pelanggaran
terhadap ketentuan-ketentuan yang telah disetujui bersama dalam melaksanakan
kegiatan kelas, agar pemberian hukuman pada seseorang atau sekelompok orang
(guru atau murid) dapat dihindari.
5. Beberapa pendekatan dan pengelolaan kelas
Dalam uraian-uraian terdahulu telah dikemukakan tentang berbagai
faktor yang dipengaruhi pengelolaan kelas oleh seorang wali/guru kelas, yang
secara tidak langsung telah menggambarkan juga kegiatan-kegiatan yang dapat
dilakukan dalam pengelolaan kelas.
a. Semua tingkah laku yang baik dan yang kerang baik merupakan hasil proses
belajar.
b. Di dalam proses belajar terdapat proses psukologis yang fundamental
berupa penguasaan positif (posituive reinfovcement), hukuman,
penghapusan (extinction) dan penguatan negatif (negative reinforcement).
1) Pendekatan berdasarkan perubahan tingkah laku (behavior-
modification approach)
2) Pendekatan berdasarkan suasana emosi dan hubungan sosial (socio-
emotional climate approach)
Pendekatan pengelolaan kelas berdasarkan suasana perasaan dan
suasana sosial di dalam kelas sebagai sekelompok individu cenderung
pada pandangan Psikologi Klinis dan Konseling (Penyuluhan). Untuk
itu terdapat dua assumsi pokok yang dipergunakan dalam pengelolaan
kelas sebagai berikut :
a) Iklim sosial dan emosional yang baik dalam arti terdapat hubungan
interpersonal yang harmonis antara guru dengan guru, guru dengan
siswa dan siswa dengan siswa merupakan kondisi yang
memungkinkan berlangsungnya proses belajar mengajar yang
efektif.
b) Iklim sosial dan emosional yang baik tergantung pada guru dalam
usahanya melaksanakan kegiatan belajar mengajar, yang didasari
dengan hubungan manusiawi yang efektif.
3) Pendekatan berdasarkan proses kelompok (group process Approach)
Dasar dari pendekatan ini adalah Psikologi Sosial dan dinamika
kelompok yang mengetengahkan dua asumsi sebagai berikut :
1. Pengalaman belajar di sekolah bagi murid berlangsung dalam
konteks kelompok sisial. Asumsi ini mengharuskan wali/guru kelas
dalam pengelolaan kelas selalu mengutamakan kegiatan yang dapat
mengikutsertakan seluruh personal kelas.
2. Tugas guru terutama adalah memelihara kelompok belajar agar
menjadi kelompok yang efektif dan produktif.
4) Pendekatan electis (alectic approach)
Pendekatan ini menekankan pada potensialitas, kreativitas dan
inisiatif wali/guru kelas dalam memilih berbagai pendekatan tersebut di
atas berdasarkan situasi yang dihadapinya.
BAB X
ALAT KELENGKAPAN SEKOLAH

Sekolah sebagai organisasi kerja diselenggarakan oleh sejumlah personal


dalam bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan institusional masing-masing. Kerja
sama itu meliputi seluruh kegiatan, baik yang bersifat kurikuler maupun ekstra
kurikuler termasuk juga kegiatan-kegiatan non edukatif. Untuk melaksanakan
kegiatan-kegiatan itu diperlukan berbagai alat kelengkapan, yang serasi dengan jenis
dan sifat pekerjaanyang menjadi volume kerja sosial sebagai lembaga kependidikan
dan lembaga sosial.
1. Perpustakaan Sekolah / Kelas
Perpustakaan merupakan alat kelengkapan yang langsung berhubungan
dengan mutu pendidikan dalam rangka mencapai tujuannya, karena
mempengaruhi efisiensi proses belajar mengajar.
2. Laboratorium Sekolah
Untuk memberikan kesempatan yang luas bagi guru dan murid
mempelajari ilmu pengetahuan melalui pengalaman langsung diperlukan
laboratiorium sekolah.
3. Badan Pembantu Penyelenggaraan Pendidikan (BP3)
Tanggung jawab penyelenggaraan pendidikan melalui sekolah tidak
sekedar berada di tangan guru sebagai pendidik, tetapi juga merupakan tugas
orang tua dan masyarakat. Kerja sama antara ketiga komponen tersebut dalam
penyelenggaraan pendidikan di sekolah merupakan syarakt mutlak bagi
perkembangan dan kemajuan sekolah sebagai lembaga pendidikan dan lembaga
sosial.
4. Bagian Atau Pusat Pengembangan Alat Pengajaran
Proses pendidikan di sekolah yang diselenggarakandalambentuk kegiatan
belajar mengajar tidak statis.
5. Usaha Kesehatan Kelas
Kondisi kesehatan murid dan personal lainnya sangat besar pengaruhnya
terhadap situasi belajar mengajar di sekolah. Kondisi itu tidak saja berpengaruh
pada gairah mengajar bagi guru atau gairah belajar bagi murid, akan tetapi juga
lebih luas karena mempengaruhi pada keseluruhan pertumbuhan dan
perkembangan murid, baik fisik maupun psikis. Untuk itu maka perlu dibentuk
suatu badan yang disebut Usaha kesehatan Sekolah atau UKS, yang memikul
tiga tugas pokok sebagai berikut :
a. Pelayanan kesehatan bagi murid danguru(School Health Services),
termasuk juga kegiatan Pertolongan Pertama pada Kecelakaan (P3K)
b. Penyelengaraan dan pembinaan Bidang Studi Olah Raga dan Kesehatan
(School Health Education), baik yang bersumber darikurikulum maupun
berupa program sekolah yang bersifat ekstra kelas.
c. Pengadaan dan pemeliharaan lingkungan sekolah yang sehat (School Health
Living) untuk menumbuhkan sikap hidup sehat dengan mengatur sarana
seperti ruang belajar, kamar kecil, warung sekolah, halaman dan lain-lain
secara bersih dan memenuhi prinsip-prinsip kesehatan.
6. Koordinator Bidang Dalam Pelaksanaan Kurikulum
Sekolah bukan sekedar tempat memperoleh pengetahuan dan ketrampilan.
Di sekolah melalui proses belajar mengajar dan pergaulan setiap murid
memperoleh pengalaman yang berpengaruh pada pembentukan pribadinya
secara keseluruhan dalam arti akan membentuk sikap mental tertentu bagi murid
yang mengalaminya.
7. Koperasi Sekolah
Usaha lain yang dapat dikembangkan di sekolah untuk meningkatkan
kesejahteraan guru dan murid yang langsung atau tidak langsung berpengaruh
pada realisasi proses belajar mengajar adalah koperasi sekolah.
8. Organisasi Murid
Dalam uraian-uraian terdahulu telah sering dikemukakan bahwa berbagai
aktivitas dapat diselenggarakan oleh murid-murid, baik aktivitas yang
berhubungan dengan kurikulum maupun yang bersifat ekstra kurikuler.
9. Pramuka Sekolah
Pramuka sebagai salah satu kegiatan pendidikan non formal, dapat
dilaksanakan dan dikembangkan dalam kegiatan ekstra kurikuler dan bahkan
mungkin pula ditingkatkan sebagai kegiatan kurikulum.
10. Dewan Guru
Potensi guru yang sangat menentukan dalam penyelenggaraan sekolah
harus dihimpun agar dapat didayagunajkan secara maksimal dalam membantu
kepala sekolah melaksanakan kepemimpinannya.
11. Bagian Pengajaran Dan Ujian
Sebahagian besar waktu dalam penyelenggaraan sekolah sehari-hari
dipergunakan untuk mewujudkan kurikulum.
12. Tata Usaha Sekolah
Dalam uraian tentang kegiatan manajemen operatif (operative
management) yang berkenan dengan pengelolaan kelas telah dijelaskan
pengertian dan fungsi tata usaha di lingkungan kelas/sekolah.
13. Bagian Penelitian
Lembaga pendidikan formal yang disebut Perguruan Tinggi memikul
tugas mengembangkan Ilmu Pengetahuan, berbeda dengan sekolah yang terbatas
kegiatannya pada usahamewujudkan proses belajar mengajar.
14. Bagian Pengabdian Masyarakat
Sebagaimana bagian penelitian tersebut di atas bagian ini secara khusus
terdapat di lingkungan Perguruan Tinggi. Sedang di sekolah dapat diintegrasikan
dengan unit kerja lain yang dianggap serasi.
BAB XI
PERKEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN
DAN TOKOH-TOKOHNYA

A. Lembaga Pendidikan Formal


Penyelenggaraan lembaga pendidikan formal sangat dipengaruhi oleh
pandangan dan falsafah hidup yang dianut masyarakat sekitarnya, karena
penyelenggaraan lembaga tersebut pada dasarnya bertujuan membantu anak-
anak agar mampu menjalani dan menjalankan kehidupan sebagai orang dewasa
di lingkungan masyarakatnya masing-masing.
Dengan kata lain pendidikan harus diberikan kepada semua orang
termasuk anak-anak dari rakyat. Pandangan itu dimanifestasikan di dalam
organisasi sekolah yang diselengarakan oleh Johan Amos Comenius dalam
bukunya Didaktica Magna yang terdiri dari :
1. Sekolah Ibu (Scola Matema)
2. Sekolah Bahasa Ibu (Scola Vernacula)
3. Sekolah Latin
4. Akademi
Selanjutnya dalam tahun 1700 tercatat beberapa nama sebagai tokoh
bidang pendidikan seperti : John Locke dan Jean Jacques Rousseau, yang
cenderung pada pandangan filsafat rationalisme. Kedua tokoh tersebut menolak
untuk menerima kebenaran ang bersumber pada kepercayaan atau tradisi.
Sumber kebenaran adalah akal manusia. Sehubungan dengn itulah maka John
Locke yang lebih terkenal sebagai tokoh “empirisme” berpendapat
bahwapengalaman atau empiri adalah sumber daripada pengetahuan.
Jean Jacques Rousseau berpedapat bahwa pada hakikatnya manusia itu
baik, tetapi masyarakatlah yang merusaknya. Kodrat yang baik harus dibiarkan
berkembang secara alamiah dan masyarakatlah yang harus diperbaiki. Oleh
karena itulah seperti John Locke, maka Rousseau menekankanpula pada
pendidikan individualistis yang bersifat naturalistik di luar lembaga pendidikan.
Sebagai frobel ternyata Maria Motessori juga terkenal dilingkungan
Taman Kanak-Kanak dengan mendirikan lembaga pendidikan yang disebut
Casa dei Bambini. Dasar pendidikannya adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan diri sendiri
2. Pendidikan harus dimuali dari kodrat anak sesuai dengan perkembangan
yang bersifat individual yang disebutnya vom Kinde aus
3. Kebebasan dalam mengembangkan diri.
4. Penggunaan semua indra yang dimiliki anak.
Menjelang dan dalam tahun 1900 tercatat dalam sejarah beberapa tokoh
pendidikan modern antara lain adalah : Miss Helen Perkuat, John Dewey,
Wiliam Heard Klipatrick, George Kerschensteiner,Ovide Dicroly dan
Rabindranat Tagore.
Miss Helen Perkuat terkenal dengan pengajarannya berupa “Sistem
Dalton”, yang disebut juga Laboratory Plan.asas-asas yang mendasari
sekolahnya adalah :
1. Individualisasi dari seluruh pekerjaan sekolah yang dilakukan dengan cara
belajar dan bekerja sendiri untuk menanamkan rasa bertanggung jawab.
2. Untuk memupuk rasa sosial di dorong dengan menunmbuhkan kesediaan
bekerja guna kepentingan bersama sehingga sistem klasikal tidak perlu
dihilangkan seluruhnya. Akan tetapi hubungan kelas harus lebih longgar
dengan memberikan keaktifan pada anak untuk berinisiatif dan menolong
diri sendiri. Miurid tidak terlalu terikat kepada guru, bahan pengajaran, alat
penmgajaran danlain-lain. Setiap murid dapat maju sesuai dengan bakat dan
kemampuan masing-masing.
3. Murid harus diberi keinsyafan dan kebebasan, akan tetapi tetap dalam
ketertiban atas dasar keinsyafan bukan paksaan. Kebebasan sepenuhnya
diberikan dalam memilih bahan pelajaran, memulai dan memilih waktu
bekerja serta dalam memilih cara belajar dan bekerja, walaupun tetap dalam
batas-batas tertentu.
4. Pelajaran dibagi dalam bentuk tugas-tugas yang harus diselesaikan secara
perseorangan terdiri dari tugas-tugas m,ingguan, bulanan dan tahunan.
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa Sistem Dalton merupakan sistem
yang memusatkan perhatiannya pada anak didik (child Centered) dengan
memberikan kesempatan untuk maju dan berkembang maksimal, sesuai dengan
bakat, minat dan kemampuan masing-masing. Dengan demikian kenaikan kelas
tidak menjadi persoalan secara klasikal, tetapi masalah perseorangan melalui
sistem kenaikan otomatis (otomatic promotion). Sistem tersebut mendasari
bentuk sekolah yang diselenggarakan pada akhir abad ke-20 di negara-negara
maju yang disebut Sekolah Komprehensif (Comprehensive School)
Untuk itu ditekankan bahwa arti hidup yang terpenting adalah mengabdi
kepada negara, sehingga bagi setiap orang :
1. Harus bekerja
2. Pekerjaan tidak dilakukan untuk kepentingan sendiri, akan tetapi untuk
kepentingan masyarakat dan negara
3. Ikut serta secara perseorangan dalam menyempurnakan dan mempertinggi
kesusilaan masyarakat dan warga negara.
Berdasarkan pandangan seperti tersebut di atas G. Kreschenstainer
menyelenggarakan SEkolah Kerja dengan tugas-tugas sebagai berikut :
1. Mempersiapkan anak-anak untuk suatu jabatan di dalam masyaraka
2. Mempertinggi moral pendidikan jabatan dalam bentuk kerja kelompok dan
menciptakan kelompok-kelompok kerja.
3. Pengajaran terarah pada usaha mempertinggi moral masyarakat dan
menyempurnakan negara.
Berdasarkan tugas-tugas tersebut di atas, maka prinsip yang diutamakan di
lingkungan Sekolah Kerja adalah berpikir yang sebenar-benarnya,
menumbuhkan perasaan persatuan dan perasaan bertanggung jawab. Melalui
kerja di sekolah harus dikembangkan keuletan, suka dan mencintai kerja, jiwa
perjuangan, inisiatif, ketelitian, kegotong-royongan dan sikap suka menolong.
Hugo Gaudig dan Otto Scheibner menyelenggarakan sekolah kerja
Leipzig yang mengutamakan pendidikan kepribadian, kemasyarakatan dan
ketuhanan.
Avide Decroly merupakan tokoh Sekolah Kerja yang dinamakan Sekolah
Aktif (L’ecole Aktive), yang mendasarkan pendidikannya pada methode
globalisasi dan pusat minat (centres d’interest). Metode globalisasi
dipergunakannyadalam pelajaran menulis dan membaca permulaan.
DI Indonesia muncul juga tokoh pendidikan yang terkenal yakni Ki Hajar
Dewantara dengan sekolahnya yang disebut Taman Siswa dan Muhammad
Syafei dengan sekolahnya yang disebut Indonesia Nasional School (INS). Kedua
tokoh ini prinsip kependidikannya akan dibahas pada uraian berikutnya.
Dari uraian-uraian tentang perkembangan lembaga pendidikan formal
secara umum tersebut di atas dapat dibedakan dengan jelas prinsip-prinsipnya
sebagai berikut :
a. Sekolah Tradisional yang bersifat intelektualitas dan verbalis karena
kegiatannya berpusat pada guru (teachercentered) dan terikat pada bahan
pelajaran seperti terdapat di dalam buku (book centered). Sekolah ini
cenderung pada penggunaan kurikulum dengan mata pelajaran terpisah-
pisah (separate subject curriculum).
b. Sekolah Progresif yang mengutamakan bakat, minat dan kemampuan
murid secara perseorangan sehingga kegaiatannya berpusat pada murid
yang belajar (child centered). Sekolah ini cenderung pada penggunaan
kurikulum modern dalam arti luas.
c. Sekolah Masyarakat yang mengutamakan kerja untuk kepentingan bersama
dengan bertolak dari kenyataan hidup dan tuntutan masyarakat sekitar,
sehingga kegiatannya berpusat pada situasi aktual di masyarakat (life
centered atau community oriented). Sekolah ini cenderung pada
penggunaan kurikulum yang mengintegrasikan beberapa mata pelajaran
(correlated curriculum dan integrated curriculum). Di samping itu
programnya diarahkan pada mempersiapkan anak didik untuk memasuki
lapangan kerja yang tersedia di masyarakat.
d. Sekolah Komprehensif (Comprehensive School) yang berusaha
memperpadukan ketiga bentuk sekolah tersebut di atas, dengan prinsip
anak sebagai makhluk individual dan makhluk sosial melalui pengalaman
belajar dapat berkembang secara maksimal menuju pada kedewasaan
masing-masing sesuai dengan tuntutan dan kondisi masyarakat di
sekitarnya.
Ditinjau dari cara dan penekanan dalam penyajian materi pendidikan dapat
dibedakan pula perkembangan lembaga pendidikan sebagai berikut :
a. Lembaga pendidikan yang mengutamakan pembentukan intelektual.
b. Lembaga pendidikan yang mengutamakan pembentukan khlak / kesusilaan.
c. Lembaga pendidikan yang mengutamakan pembentukan ketrampilan /
jasmaniah.
d. Lembaga pendidikanyang mengutamakan pembentukan emosi / ekspresi
e. Lembaga pendidikan yang mengutamakan pembentukan kepribadian dalam
seluruh aspeknya secara terpadu.
Sejalan dengan perkembangan lembaga pendidikan formal seperti
diuraiakan terdahulu, selanjutnya akan diketengahkan manifestasinya dalam
perkembangan lembaga pendidikan formal di Indonesia.

B. Perkembangan Lembaga Pendidikan Di Indonesia


Pada masa-masa sebelum kedatangan agama Hindu dan Budha ke
Indonesia, tidak banyak diketahui tentang perkembangan pendidikan. Fakta
sejarah yang pasti pada masa itu hanya menunjukkan bahwa struktur masyarakat
masih sangat sederhana dengan urutan kronologis dari masyarakat primitif pada
jaman batu, yangv kehidupannya tergantung pada alam, berkembang menjadi
masyarakat yang hidup di jaman perunggu dan jaman besi yang sudah mulai
mengendalikan alam.
Sampai pada tahun-tahun terakhir masa pemerintahan penjajahan
Belanada bercokol selama 350 tahun, ternyata penjenjangan lembaga pendidikan
terdiri dari :
1. Pendidikan atau Sekolah Rendah (Lager Onderwijs)
2. Pendidikan Lanjutan atau Sekolah Menengah (Middlebaar Onderwijs)
3. Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Di samping itu terdapat juga Pendidikan Kejuruan (Vak Onderwijs)
terutama pada jenjang Sekolah Menengah.
1. Pendidikan atau Sekolah Rendah (Lager Onderwijs)
Dalam bidang pendidikan sejak jenjang sekolah rendah ternyata usaha
pemerintah lebih diutamakan untuk kepentingan orang-orang Belanda
sendiri. Sekolah Rendah untuk anak-anak Indonesia diselenggarakan secara
terbatas. Sehubungan dengan itu penyelenggaraan Sekolah Rendah
dilakukan dalam dua bentuk secara terpisah yakni :
a. Sekolah Rendah yang mempergunakan Bahasa Belanda sebagai bahasa
pengantar (Westersch Lager School) masing-masing adalah :
1) Sekolah Rendah Eropa untuk anak-anak kulit putih dari negara-
negara barat terutama Belanda (Europese Lager School). Sekolah
ini pertama kali didirikan pada tahun 1818 dengan masa
pendidikan selama 7 tahun. Kadang-kadang sekolah ini menerima
juga murid-murid keturunan Indonesia atau Timur Asing
khususnya Cina, walaupun jumlahnya sangat sedikit.
Bagi anak-anak Indonesia asli biasanya terbatas dikalangan anak-
anak kaum bangsawan atau tokoh-tokoh masyarakat yang
memihak dan mendukung pemerintah jajahan.
2) Sekolah Bumi Putera (Hollandsche Inlandsche School atau HIS)
yang diselenggarakan untuk anak-anak Indonesia, baik dari
lingkungan kaum bangsawan maupun pegawai negeri. Sekolah ini
didirikan pertama kali pada tahun 1914 dengan masa pendidikan
selama 7 tahun.
b. Sekolah Rendah dengan bahasa Indonesia dan bahasa Daerah sebagai
bahasa pengantar :
1) Sekolah Bumi Putera kelas dua (Inlandsche School Tweede Klasse)
yang diselenggarakan untuk masyarakat luas. Yang lamanya lima
tahun, walaupun dalam kenyataannya sangat sedikit anak-anak
yang bersekolah di sekolah ini.
2) Sekolah Desa (Volks School) yang diselenggarakan untuk
masyarakat dengan masa pendidikan selama 3 tahun. Sekolah ini
didirikan pertama kali tahun 1907.
3) Sekolah Rendah lanjutan Sekolah desa (Vervolg School) yang
diselenggarakan untuk masyarakat dengan masa pendidikan selama
2 tahun. Sekolah ini didirikan pada tahun 1914.
c. Sekolah Peralihan (Schakel School) merupakan sekolah yang
diselenggarakan untuk memberi kesempatan bagi murid-murid sekolah
desa meneruskan pelajarannya di sekolah rendah. Sekolah ini
mempergunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan
diperuntukkan bagi masyarakat dengan masa pendidikan lima tahun.
d. Sekolah rendah khusus antara lain diselenggarakan untuk anak-anak
Ambon (Maluku) dalam bentuk :
1) Ambonsche Burger School yang pada tahun 1922 dijadikan HIS.
2) Ambonsche Soldaten School yang diselenggarakan untuk anak-
anak tentara (serdadu) Belanda keturunan Ambon (Maluku),
walaupun terbatas di beberapa kota seperti Jakarta, Magelang dan
Padang dan sebagainya.
e. Sekolah rendah swasta terutama yang diselenggarakan oleh Missi dan
Zending. Salah satu diantaranya adalah sekolah Jawa Belanda
(Hollandsche Javaasche School). Sekolah ini sebahagian besar
mempergunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar yang
banyak didirikan di Tapanuli, Timor dan Manado sebagai daerah yang
penduduknya sebahagian besar beragama Kristen.
f. Sekolah Rendah Khusus untuk anak-anak kaum bangsawan yang
disebut sekolah Raja (Hoofdensche School) yang didirikan pertama kali
di Tondano pada tahun 1965. Sekolah ini kemudian dihapuskan dan
diintegrasikan ke dalam HIS dan Sekolah Rendah Eropa (Europese
Lager School atau ELS).
Dari uraian-uraian di atas jelas bahwa sejak tingkat sekolah rendah,
pemerintah jajahan berusaha menjalankan kebijaksanaan politik pecah belah
(Devide Et Impera) dikalangan bangsa Indonesia. Disamping itu tampak
juga bahwa kebijaksanaan tersebut bermaksud untuk menanamkan rasa
rendah diri di kalangan bangas Indonesia dengan memberikan pendidikan
yang lebih rendah mutunya dari pada pendidikan untuk anak-anak Eropa
(khususnya Belanda) dan bahkan pendidikan untuk rakyat lebih rendah
mutunya dari sekolah untuk anak-anak kaum bangsawan dan keturunan
Cina.
2. Pendidikan Lanjutan atau Sekolah Menengah (Middlebaar Onderwijs)
Satu-satunya Sekolah Menengah Pertama adalah masa penjajahan
adalah Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO). Dari namanya saja jelas
bahwa sekolah ini merupakan perluasan Sekolah Rendah, yang berarti juga
Sekolah Lanjutan setelah Sekolah Rendah. Sekolah ini mempergunakan
bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dan didirikan untuk pertama kali
pada tahun 1914. Murid yang diterima adalah anak-anak Indonesia dan
anak-anak Timur Asing terutama keturunan Cina. Lama pendidikan di
sekolah ini adalah tiga sampai empat tahun.
Untuk anak-anak Eropa khususnya Belanda diselenggarakan
Sekolah Waerga Negara sing (Hoogere Burger School atau HBS) sebagai
kelanjutan dari Europese Lager School (ELS). Sekolah ini mempergunakan
bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dengan masa pendidikan selama
lima tahun. Masa tiga tahun pertama pada sekolah ini disebut juga
Gymnasium. Muridnya selain orang kulit putih, terdapat juga bahasa
Indonesia terutama anak kaum bangsawan dan anak-anak keturunan Cina.
Sekolah ini didirikan pertama kali pada tahun 1860 dan dirubah menjadi
HBS lima tahun pada tahun 1867.
Setingkat lebih tinggi dari sekolah yang disebutkan di atas,
diselenggarakan SEkolah Menengah Umum (Algemeene Middlebaar School
atau AMS) sebagai kelanjutan dari MULO. Bahasa pengantar yang
dipergunakan adalah bahasa Belanda dengan masa pendidikan selama tiga
tahun. Sekolah ini diselenggarakan juga untuk anak-anak Indonesia Timur
Asing khususnya Cina dan didirikan pertama kali pada tahun 1915. Sekolah
ini memiliki dua jurusan atau bagian (ofdeling) yakni :
a. Bagian A adalah jurusan Kebudayaan (cultuur Wetenschap) yang
dibedakan antara Jurusan Sastra Timur (Ostersch Letterkunde) atau
bagian A.1 dan Jurusan Klasik Barat (Westersch Klassik) atau bagian
A.2.
b. Baguiab B adalah Jurusan Pengetahuan Alam (Natuurweten-Schap).
3. Pendidikan Tinggi (Hooger Onderwijs)
Usaha menyelenggarakan Pendidikan Tinggi dalam masa penjajahan
bersifat sangat terbatas.usaha itu muncul karena pengaruh Politik Ethis
(Ethische Politiec) dengan tokohnya yang terkenal bernama van Deventer.
Untuk itu pada tahun 1910 didirikan Perkumpulan Universitas Indonesia
(Indische Universiteits Vereeniging) yang bertujuan mendirikan Perguruan
Tinggi di Indonesia, walaupun masih berada dalam cengkeraman para
penjajah. Beberapa diantara hasil tersebut adalah sebagai berikut :
a. Pendidikan Tinggi Kedokteran
Pada tahun 1851 didirikan Sekolah Dokter Jawa dengan bahasa
pengantar bahasa Melayu / Indonesia. Pada tahun 1902 didirikan
STOVIA atau School Tot Opleiding Voor Indische Artsen. Sekolah ini
menerima murid tamatan ELS, yang kemudian ditingkatkan dengan
menerima tamatan AMS. Dengan demikian sejak tahun 1927 di Jakarta
(waktu itu Batavia) telah berdiri Sekolah Tingkat Tinggi Kedokteran
(Geneeskundige Hoge School) yang menerima mahasiswa tamatan
AMS atau HBS dengan masa belajar selama enam tahun. Demikian
pula di Surabaya pada tahun 1913 didirikan pula Sekolah Kedokteran
yang disebut Nederlandsche Indische Artsenschool (NIAS).
b. Pendidikan Tinggi Hukum
Pada Tahun 1909 Didirikan Sekolah Hukum (Rechtschool) dengan
masa pendidikan selama tiga tahun dan bahasa pengantarnya bahasa
Belanda. Pada tahun 1924 di Jakarta sekolah tersebut ditingkatkab
menjadi Sekolah Hukum Tinggi (Rechts Hogr School) dengan
menerima lulusan AMS dan HBS. Di samping itu pada tahun 1900
sebenarnya sudah diselenggarakan Sekolah Pangreh Praja dan Jaksa
yang disebut OSVIA atau Opleiding School Voor Inlandse Ambtenaren
yang bertujuan mendidik pegawai-pegawai bumiputera.
c. Sekolah Teknik Tinggi
Sekolah ini didirikan pada tahun 1920 di Bandung dan bernama THS
atau Technische Hoge School dengan masa belajar selama 5 tahun.
4. Beberapa Sekolah Kejuruan
Disamping sekolah-sekolah tersebut di atas, selama masa penjajahan
diselenggarakan juga sekolah kejuruan yang terdiri dari :
a. Pendidikan Guru
1) Untuk Guru Sekolag Dasar dilakukan Sistem Magang di sekolah
kelas dua yang dipimpin olej kepala sekolah. Di samping itu
dipersiapkan juga guru melalui Cursus Volks-Onderwijzer (CVO)
yang menerima murid tamatan Sekolah Kelas Dua (Vervolg),
Tamatan CVO menjadi guru bantu di Sekolah Desa.
2) Untuk Sekolah Kelas Dua (Vervolg) dilakukan Sistem Magang di
Sekolah Kelas Dua dengan pimpinan Kepala Sekolah. Di samping
itu diselenggarakan juga Normalcursus selama 2 tahun yang
setelah tamat diangkat menjadi guru bantu biasa yang
berwewenang mengajar sampai kelas iv.
Pada tahun 1914 didirikan normal school (ns) yang
menerima murid tamatan sekolah kelas dua untuk mendidik guru
yang berwewenang mengajar sampai kelas tertinggi pada sekolah
tersebut. Masa belajarnya adalah empat tahun. Kemudian juga
Kweek School (KS) dengan masa belajar mula-mula 6 tahun,
dirubah menjadi 5 tahun dan akhirnya dikurangi lagi menjadi 4
tahun. Guru tamatan sekolah ini berwewenang mengajar sampai
kelas tertinggi pada Sekolah Kelas Dua.
3) Untuk HIS pada tahap permulaan gurunya dididik pada Normal
School dan Kweek School. Kemudian guru untuk sekolah inin
dipersiapkan melalui Hogere Kweek School (HKS) yang menerima
murid tamatan Kweek School dengan masa belajar 3 tahun. Sekolah
ini didirikan pada tahun 1914 dan ditutup pada tahun 1932. Oleh
karena itu selanjutnya diselenggarakan Holands Inlandse Kweek
School yang menerima murid dari HIS untuk bagian rendah
(onderbouw) dan tamatan MULO untuk bagian atas (Bovenbouw)
masa belajarnya masing-masing selama 3 tahun sehingga
seluruhnya berjumlah selama 6 tahun. Sekolah ini didirikan
pertama sekali pada tahun 1927.
4) Kursus Hoofdacte diselenggarakan untuk menjadi kepala HIS
dengan masa belajar selama 2 tahun yang dibedakan antara :
a) Europese Hoofdacte
b) Indische Hoofdacte
b. Sekolah Pertukangan
Pada tahun 1904 diselenggarakan Sekolah Kerajinan rumah yang
sejak tahun 1893sudah didirikan juga oleh Zending. Sekolah ini
memberikan pelajaran mengukir dan menganyam.
Selanjutnya pada tahun 1906 didirikan Koningen Wilhelmina
School (KWS) yang terdiri dari HBS dan Bagian Teknik, yang pada
tahun 1911 bagian tersebut dipisah menjadi Sekolah Teknik yang
menurut catatan sejarah merupakan yang pertama di Indonesia. Setelah
itu di Surabaya didirikan juga sekolah yang sama dengan nama
Koningen Emma School. Masa belajar di sekolah yang disebutkan
terakhir adalah 5 tahun dengan Jurusan Bangunan, Jurusan Listrik dan
Jurusan Ilmu Pesawat.
c. Pengajaran Niaga
Pada tahun 1914 didirikan di Surabaya Sekolah Niaga yang
diselenggarakan pada malam hari. Sekolah ini menerima tamatan HBS
tiga tahun. Selanjutnya sekolah seperti itu didirikan juga di Jakarta pada
tahun 1926.
Disamping itu pada tahun 1922 di Semarang dan pada tahun 1928 di
Surabaya didirikan pula Sekolah Dagang Rendah yang menerima murid
tamatan HIS dan ELS dengan masa belajar selama 3 tahun. Sedang
Sekolah Dagang Menengah pada tahun 1935 didirikan juga di Jakarta
dengan menerima murid dari tamatan MULO. Masa belajar di sekolah
ini adalah selama 3 tahun.
d. Pengajaran Pertanian.
Pada tahun 1911 di Bogor didirikan Cultuur School yang
kemudian dipindahkan ke Sukabumi, dengan masa belajar selama 3
tahun. Sekolah ini terdiri dari Jurusan Pertanian dan Jurusan
Kehutanan. Sekolah pertanian ini didirikan juga di Malang pada tahun
1918. Selanjutnya pada tahun 1911 didirikan Middelbare Landbouw
School atau Sekolah Pertanian Menengah Atas. Sekolah tersebut
didirikan di Bogor dengan menerima murid tamatan HBS 3 Tahun.
Perbedaan prinsip yang membedakannya dengan pendidikan
penjajahan terletak pada :
1. Sistem kependidikan dalam masa kemerdekaan bersifat terpadu karena
tidak terdapat sekolah yang membeda-bedakan murid yang dapat
diterima berdasarkan harkatnya di masyarakat. Pada setiap jenis dan
tingkat sekolah terbuka bagi semua lapisan masyarakat asal memenuhi
persyaratan antara lain berupa test masuk.
2. Isi pendidikan sesuai dengan tujuan institusional setiap sekolah
didasarkan dan diarahkan sepenuhnya pada kepentingan bangsa
Indonesia dalam rangka pembentukan manusia Indonesia seutuhnya.
3. Bahasa pengantar pada semua tingkat dan jenis sekolah mempergunakan
Bahasa Indonesia sebagai Bahasa Nasional.
Lembaga pendidikan yang bersifat nasional dan demokratis itu
ternyata telah dirintis oleh tokoh-tokoh di bidang pendidikan sejak masa
penjajahan sehingga ditempatkan sebagai perintis Pendidikan Nasional di
Indonesia. Tokoh-tokoh tersebut antara lain :
1. Raden Ajeng Kartini (1879 – 1904)
R.A. Kartini yang lahir pada tanggal 21 April 1879 di Mayong
(Jepara) adalah pahlawan nasional yang memperjuangkan hak-hak
kaum wanita Indonesia, yang sangat tertindas pada masa-masa
penjajahan. Perjuangannya itu disalurkan melalui pendidikan dengan
mendirikan Sekolah Gadis pada tahun 1903 di Jepara, kemudian
didirikannya pula di Rembang. Setelah beliau meninggal dunia,
untuk menghormati cita-citanya didirikanlah beberapa Sekolah
Rendah bagi anak-anak wanita pada tahun 1913 di ebberapa kota di
pulau Jawa. Sekolah Rendah itu diberi nama Sekolah Kartini.
2. Raden Dewi Sartika(1884 - 1947)
Sebagaimana R.A. Kartini temyata menurut catatan sejarah Raden
Dewi Sartika yang lahir di Bandung pada tanggal 4 Desember 1884,
adalah juga tokoh wanita yang menyalurkan perjuangannya melalui
pendidikan. Pada tahun 1904 didirikannya Sekolah Istri (Sekolah
Wanita) yang kemudian dirubah namanya menjadi Sekolah Dewi
Sartika. Sekolah tersebut merupakan sekolah wanita yang pertama
sekali di Jawa Barat. Pada tahun 1914 nama sekolah tersebut diganti
menjadi Sekolah Kautamaan Istri yang sejak semula memberikan
pelajaran kerajinan wanita.
3. Rohana Kuddus.
Pada tanggal 20 Desember 1884 di Kota Gadang Sumatera Barat
lahir seorang putri yang bernama Rohana Kuddus, yang kemudian
menjadi tokoh wanita dalam memperjuangkan emansipasi wanita
Indonesia. Pada tahun 1905 didirikannya Sekolah Gadis di Kota
Gadang, yang pada tahun 1911 dinamakannya Sekolah Kerajinan
Amai Satia.
4. Kyai Haji Ahmad Dahlan
K.H. Haji Ahinad Dahlan lebih dikenal sebagai tokoh dalam agama
Islam. Akan tetapi jasanya dalam bidang pendidikan tidaklah sedikit.
Beliau adalah pendiri perkumpulan Muhammadiyah yang aktif
menyelenggarakan sekolah pada semua tingkat dan jenis sejak
jaman penjajahan hingga sekarang,
5. Ki Hajar Dewantara (1889 - 1959).
Seorang tokoh Pendidikan Nasional yang sangat terkenal lahir di
Yogyakarta pada tanggal 2 Mei 1889 bernama R.M. Suwardi
Suryaningrat. Akan tétapi beliau lebih terkenal dengan nama Ki
Hajar Dewantara sebagai pencipta dan pendiri Perguruan Nasional
Taman Siswa. Taman Siswa yang didirikannya pada tahun 1922
terdiri dari :
a. Taman Indria (Taman Kanak-Kanak)
b. Tarian Anak setingkat Kelas I Sampai dengan Kelas III Sekolah
Rendah.
c. Taman Muda setingkat Kelas IV sampai dengan Kelas VI
Sekolah Rendah.
d. Taman Dewasa setingkat SMP.
e. Taman Madya setingkat SMA.
f. Taman Guru B.I. sekolah guru untuk Taman Anak dan Taman
Muda.
g. Taman Guru B. II.
h. Taman Guru B. III. untuk guru Taman Dewasa yang terdiri dari
Bagian A Jurusan Ilmu Pasti/Alam dan Bagian B Jurusan
Budaya.
i. Taman Guru Indria adalah sekolah guru untuk anak wanita yang
bermaksud menjadi guru Taman Indria.
Di samping itu asas pendidikan yang bersifat nasional dan sangat
terkenal dari Sekolah Taman Siswa adalah :
- Asas Kemerdekaan.
- Asas Kodrat Alain.
- Asas Kebudayaan.
- Asas Kebangsaan.
- Asas Kemanusiaan.
Selanjutnya patut juga dicatatkan beberapa semboyan yang
menjiwai Sekolah Taman Siswa sebagai berikut :
- Lawan Sastra Ngesti Mulia (Dengan kecerdasan jiwa menuju ke
arah kesejahteraan).
- Suci Tata Ngesti Tunggal (Dengan kesucian batin dan
teraturnya hidup lahir, kita mengejar kesempumaan).
- Tut wuri handayani (Mengikuti dari belakang sambil memberi
pengaruh)
- Kita berhamba pada sang anak.
- Rawe-rawe rantas, malang-malang putung (Segala yang
menghalangi akan hancur).
6. Mohammad Syafei.
Tokoh pendidikan ini lahir di Kalimantan pada tahun 1899 yang
pada tahun 1922 menjadi guru di Sekolah Kartini Jakarta, bernama
Mohammad Syafei. Beliau mendirikan Indonesische Nederlandsche
School (INS) di Kayutanam Sumatera Barat. Sekarang ini sekolah
itu disebut Perguruan Ruang Pendidik INS yang diartikan
Indonesian National School. Sekolah tersebut diselenggarakan
dengan rencana pelajaran dan metode yang mendekati Sekolah Kerja
Kerschensteiner dan John Dewey. Sekolahnya diselenggarakan
dalam bentuk sebegai berikut :
a. Ruang Bawah.
Tingkat ini bersifat Sekolah Rendah dengan masa belajar selama
7 tahun.
b. Ruang Atas.
Tingkat ini adalah Sekolah Menengah yang lama belajamya
adalah 6 tahun.
Tujuan dari pada sekolah yang diselenggarakan oleh Mohammad
Syafei adalah :
a. Mendidik anak-anak agar mampu berpikir secara rasional.
b. Mendidik anak-anak agar mampu bekerja secara teratur dan
sungguh-sungguh.
c. Mendidik anak-anak menjadi manusia yang berwatak.
d. Menanamkan perasaan persatuan.

Dari uraian-uraian di atas jelaslah bahwa perjuangan kemerdekaan


ternyata berkumandang juga melalui bidang pendidikan, yang sudah mulai
tampak pada masa pemerintahan Jepang berupa :
1. Hapusnya dualisme pengajaran dengan sistem persekolahan sebagai
berikut :
a. Sekolah Rakyat 6 tahun.
b. Sekolah Menengah 3 tahun.
c. Sekolah Menengdli Finggi 3 tahun.
2. Dipergunakannya Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar di
sekolah-sekolah, walaupun bahasa Jepang dijadikan mata pelajaran
wajib.
3. Untuk mengatasi kekurangan guru Sekolah Rendah, péndidikan guru
yang bersifat dualistis pada masa penjajahan Belanda dihapuskan dan
diganti sebagai berikut :
a. Sekolah Guru 2 tahun yang disebut Syootoo Sihan Gakkoo.
b. Sekolah Guru 4 tahun yang disebut Cuutoo Sihan Gakkoo.
c. Sekolah Guru 6 tahun yang disebut Kootoe Sihan Gakkoo.

Sifat nasionalisme yang dipelajari dari bangsa Jepang itu, terutama


melalui lembaga pendidikan formal, yang terbuka bagi seluruh lapisan
masyarakat itu, meningkatkan semangat perjuangan. Oleh karena itulah
pada saat Jepang berada diambang kekalahan dalam Perang Dunia II,
seluruh lapisan masyarakat sudah siap melawan penjajahan Belanda yang
ingin bercokol kembali di bumi Indonesia dengan membonceng melalui
Sekutu. Semangat itu meletus menjadi Revolusi Kemerdekaan di seluruh
pelosok Indonesia, sebagai perjuangan yang mengantar bangsa Indonesia
pada kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945. Sejak saat itu bangsa
Indonesia sudah mulai mengutus diri sendiri termasuk juga di bidang
pendidikan, walaupun pada saat-saat permulaan kemerdekaan usaha menata
kembali bidang pendidikan formal bukanlah pekerjaan yang mudah
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ............................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN................................................................... 1

BAB II. LATAR BELAKANG LEMBAGA PENDIDIKAN........... 4

BAB III. KELUARGA SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN....... 6

BAB IV. SEKOLAH SEBAGAI LEMBAGA PENDIDIKAN .......... 8

BAB V. SEKOLAH SEBAGAI LEMBAGA SOSIAL..................... 13

BAB VI. LEMBAGA PENDIDIKAN FORMAL DI INDONESIA.. 24

BAB VII. STRUKTUR FORMAL LEMBAGA PENDIDIKAN......... 42

BAB VIII. PENERAPAN ASAS-ASAS ORGANISASI DI SEKOLAH 49

BAB IX. PENGELOLAAN KELAS .................................................. 57

BAB X ALAT PERLENGKAPAN SEKOLAH .............................. 68

BAB XI PERKEMBANGAN LEMBAGA PENDIDIKAN DAN

TOKOH-TOKOHNYA........................................................ 71
SISITEM

PENGELOLAAN KELAS

Oleh

Dr. Baderun, S.Pd, M.Pd

NIDN : 2115106201

DOSEN TETAP STIT “AL MUSLIHUUN”

TLOGO KANIGORO BLITAR

WA/HP. 081 334 396 239

Anda mungkin juga menyukai