MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan Membaca Kitab Kuning
Dosen Pengampu :
Arif Mubaidillah, M.Pd.I
PROGRAM STRATA-1
DESEMBER 2023
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena atas
berkat rahmat, taufiq, hidayah serta karunianya makalah Kasyifat Al-Saja Syarah
Safinat Al-Naja dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya. Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Bimbingan
Membaca Kitab Kuning (BMK)
1. Bapak Dr. H. Habib Bawafi, M.H.I. sebagai dosen pembimbing kami yang
tidak lelah dan bosan untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada kami
setiap saat.
Kami sadar sebagai seorang mahasiswa dan mahasiswi yang masih dalam proses
pembelajaran, penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh karena itu,
kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penulisan makalah ini yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Ada kurang
dan lebihnya kami mohon maaf sebesar-besarnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
PENYUSUN
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………ii
DAFTAR ISI………………………………………………..…………………iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………...……………….…1
A. Latar Belakang………………………………………...………..……….1
B. Rumusan Masalah…………………………………...…………….…….1
C. Tujuan…………………………………………………..…..………….. 1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………….....………………2
A. Lafadz………………………………………………………………......2
B. Terjemah……………………..……………………………….……..….4
Kesimpulan………………………………………………………………..13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Shalat menurut bahasa adalah do'a, karena di dalamnya terkandung dan
terdiri dari doa-doa, adapun shalat menurut istilah adalah, beribadah hanya untuk
Allah dengan perkataan, perbuatan yang diketahui, diawali dengan takbir dan
ditutup dengan salam, disertai niat dan dengan syarat- syarat tertentu.1
Shalat merupakan amal yang pertama kali di hisab pada hari kiamat kelak,
rusak dan tidaknya amal perbuatannya itu tergantung pada rusak atau tidaknya
shalat yang di kerjakan.2
Dalam shalat terdapat kewajiban dan kesunahan didalamnya, salah satu
kesunahan yang ada dalam shalat adalah diam sejenak ( saktah)
Saktah atau berdiam sesaat dalam shalat adalah posisi berdiam dengan
standar lama membaca "subhanallah" sangat disunnahkan bagi orang yang shalat
berjamaah maupun munfarid.
Saktah pun masuk dalam bagian dari sunnah hai'at yang apabila
ditinggalkan (baik sengaja maupun tidak) tidak disunnahkan melakukan sujud
sahwi, kecuali posisi diam imam antara pengucapan "aamiin" dengan membaca
surat dalam shalat jahriyyah, maka ukuran masa yang dipakai adalah sekiranya
makmum dapat membaca Surat Al-Fatihah (dengan perhitungan cara membaca
yang menengah dan normal).
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud saktah dalam Sholat ?
2. Kapan Saktah disunahkan dalam Sholat ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian saktah dalam sholat
2. Mengetahui letak saktah yang disunahkan dalam sholat
1
Abu Malik Kamal bin as-Sayid Salim, Shaheh Fiqih Sunnah, Jakarta Pustaka Azzam,
2007), cet ke-2, h, 333,
2
Dr. Sa'id bin 'Ali bin Wahf al-Quhihani, Eksiklopedi Shalat Menurut al-Qur'an dan as
Sunnah, Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi'i, 2006), Jilid 1. cet ke-II, h, 171,
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Lafadz
3
الالص ياد يق َر يض َّي هللاُ تَ َعاَل َعْنهُ قَ َي َع ْن َج ْع َف ير َّ ك َما َريو ُّ ي ي ض يل قَ َ
الَ :وُُيَق ُق َذل َ ال َف َ
اح يد يي َوَه يذ يه
اص ًدا ه َذا َك ََلَم الْو ي
ُ َ َ
اص يدين ََْنو َك وأَنْت أ ْكرم يمن أَ ْن َيَتيب قَ ي
َ َم ْعنَاهُ :قَ َ َ َ َ َ َ ْ
ي
اعةٌ يم ْن ال ََجَ ََّها أَ ْكثَ ُر الْعُلَ َم ياء يم ْن َْلْ ين الْ َع َّويام ،قَ َ ي
الرابي َعةُ َغ يريبَةٌ جدًّا َوقَ ْد َعد َ
َّ
يي ي الص ََل ية بطَلَت ص ََلتُه اَه قَولُه ب ي
ْي آخ ير الْ َفاِتَة َوآم َ
ْي يُ َس ُّن َص َحابينَاَ :م ْن قَا َْلَا يِف َّ َ ْ َ ُ َ ُ َْ َ أْ
اْلس ين أَنَّه صلَّى هللا علَي يه وسلَّم قَ َ ي ي ي ي
ب ال َعق َ ُ َْ ََ َ ول بَْي نَ ُه َما َرب ا ْغف ْر يِل ل ْل َخ َيَب َْ َ ُ َ أ َّ
َن يَ ُق ُ
ي الضَّاليْي :ر َّ ي
ب ا ْغف ْر يِل آم َ
ْي َ َ
B. Terjemah
الص ََل ية ويهي يمن ا ْْلي ئَ ي ان َّ ي
( فَصل) :يِف ب ي ي
ات الس ْكتَات يِف َّ َ َ َ َْ ََ ٌْ
• Waktu-waktu diam (saktah) di dalam Sholat
Fasal ini menjelaskan tentang saktah (diam) dalam sholat. Saktah termasuk
salah satu sunah hai-ah.
ات الْ ُم ْستَ َحبَّ ية في َيها ( يستَّةٌ) َوُكلُّ َها لَ يطي َفةٌ بيَق ْد يرالس ْكتَ ي َي َّ الص ََل ية) أ َّ ات َّ (س ْكتَ ي
َ
اْلَ ْه يريَّية بيَق ْد ٍر َما
الس َورية فَ يهي يِف َح يق ْاْل َم يام يِف ْ ْي َو ُّ هللا إيََّّل الَّيِت ب ي سبحا َن ي
ْي آم َ َْ َ ُْ َ
وم الْ َف ياِتَ َة يِبي ْعتيبَا ير الْ َو ْس يط الْ ُم ْعتَ َد يلَ ،ويُ َس ُّن لي ْْل َم يام أَ ْن يَ ْشتَغي َل في َيها
يَ ْقَرأُ الْ َمأْ ُم ُ
وت في َيها َع َد ُم ْ
اْلَ ْه ير َوإيََّّل فَ ََل الس ُك ياءة أ َْو ُد َع ياء َسًّرا َوالْ يقَراءةُ أ َْوََل ،فَ َم ْع ََن ُّ بييقر ٍ
َ
وت ْاْل َم يام إي َذا ال ايبن حج ٍر :وََم ُّل س ُك ي الس ُكوت ح يقي َق ًة يِف َّ ي
الص ََلَة ،قَ َ ْ ُ َ َ َ َ ُ ب ُّ ُ َ يُطْلَ ُ
ََلْ يَ ْعلَ ْم أ َّ
َن الْ َمأْ ُم ْوَم قَ َرأ َُها
Saktah yang disunahkan dalam sholat ada 6 (enam). Semua
saktah dalam sholat sangatlah sebentar seukuran membaca tasbih. Dikecualikan
yaitu saktah antara membaca Aamiin dan Surat, maka bagi imam sholat jahriah,
lama saktah yang ia lakukan adalah seukuran makmum membaca Fatihah secara
sedang dan biasa, bukan seukuran membaca subhanallah pada saat itu, artinya pada
saat makmum membaca Fatihah, imam disunahkan membaca Fatihah atau berdoa
dengan pelan, tetapi yang lebih utama baginya adalah membaca Fatihah secara
4
pelan. Dengan demikian, arti diam bagi imam pada saat makmum membaca Fatihah
adalah tidak mengeraskan. Jika arti diam tidak demikian maka sudah barang
tentu tidak dianjurkan diam dengan arti sebenarnya dalam sholat. Ibnu Hajar
mengatakan, “Diamnya imam pada saat itu adalah ketika ia tidak tahu kalau
makmum telah membaca Fatihah.”
6
ي ي
تُ ْت نَ ْفسي َو ْاع َََتف ُ ت َريّب َوأ َََن َعْب ُد َك ظَلَّ ْم َ ْت أَن َ ْك ََّل إلَهَ إيََّّل أَنُ ت الْ َمل َ ْاللَّ ُه ُّم أَن
َو ْاه يديِن،ت َ ْوب إيََّّل أَن
َ ُالذن ُّ َج ًيعا فَيإنَّهُ ََّل يَ ْغ يفر
ُ
بي َذنْي ٍب فَاي ْغ يفر يِل ذُنُ يوّب َي
ْ
ف َع يِن َسيئي َها فَيإنَّهُ ََّل يْلَحسني ْاْلَخ ََلَ يق فَيإنَّه ََّل ي ه يدي يْل ي
ْ اص ير ْ َو،ت َ َْح َسن َها إيََّّل أَن
ْ َْ ُ ْ َْ
ي
َ س إيلَْي
ك أ َََن َ يك َوالشَُّّر لَْي َ اْلَْريُ ُكلُّهُ يِف يَد ْ ك َو َ ْك َو َس َع َدي َ لَبَّ ْي،ت َ ْف َسيئَ َها إيََّّل أَن ُ ص ير ْ َي
اْلم ُد علَى ما قَضيت أ ي
ُ َُستَ ْغف ُرَك َوأُت
وب ْ َ ْ َ َ َ ْ َْ ك َ َت فَل َ ت َريّب َوتَ َعالَْي َ ك تَبَ َارْك َ ك َوإيلَْي َ بي
.كَ إيلَْي
Artinya : Ya Allah. Engkau adalah Raja. Tidak ada tuhan selain Engkau. Ya
Tuhan-ku. Aku adalah hamba-Mu. Aku telah menganiaya diriku sendiri. Aku
mengakui dosaku. Oleh karena itu, ampunilah dosa- dosa karena sesungguhnya
tidak ada yang bisa mengampuni dosa- dosa kecuali Engkau. Tunjukkanlah aku
pada akhlak-akhlak yang paling baik karena sesungguhnya tidak ada yang bisa
menunjukkan ke akhlak-akhlak yang paling baik kecuali Engkau. Jauhkanlah aku
dari akhlak-akhlak yang buruk karena sesungguhnya tidak ada yang bisa
menjauhkan darinya kecuali Engkau. Aku sambut panggilan-Mu dengan setia siap
menerima perintah-Mu. Seluruh kebaikan ada di kuasa-Mu dan seluruh keburukan
bukanlah disandarkan kepada-Mu. Maha Mulia Engkau. Ya Tuhan-ku. Maha
Luhur Engkau. Hanya milik-Mu segala pujian sesuai dengan apa yang telah
Engkau kehendaki. Aku meminta ampunan dari-Mu. Dan aku bertaubat kepada-
Mu.
والشَُّّر لَيس إيلَيك) أَي ََّل ي َقَّرب بييه إيلَيك وقي:( قَولَه
ك َوإيََّّنَا َ ضافَية إيلَْيَ يل ََّل يُ ْفَرُد يِبْْلَ َ َْ ُ ُ َْ َ ْ َ ُْ
يصع ُد الْ َكليم الطَّيب والْعمل َّ ي ي
ُك َخلَ ْقتَه َ س َشًّرا يِبلني ْسبَ ية إيلَْي
َ َّك فَيإن َ يل لَْي
َ َوق،الصال ُح ُ ََ َ ُ ُ َْ َ
اْلَ يط ي يْل ْكم ٍة يِبلْغَ ية وإيََّّنَا هو شٌّر يِبلنيسب ية يْللَ َقك نَ َقلَه ُّ ي
يب ْ عِن َ السويُف ُّي َع ين الْ َم ُ َ َ َْ َ َُ َ َ ُ
Perkataan “seluruh keburukan bukanlah disandarkan kepada-Mu” berarti bahwa
tidak ada keburukan yang dapat digunakan untuk mendekat kepada-Mu.
Menurut qil, perkataan tersebut berarti bahwa keburukan tidak semata-mata
disandarkan kepada-Mu dan hanya ucapan yang baik dan amal yang sholih yang
akan naik ke hadapan-Mu. Menurut qil, perkataan tersebut berarti bahwa tidak ada
keburukan yang dinisbatkan kepada-Mu karena sesungguhnya Engkau telah
7
menciptakan keburukan karena ada hikmah besar dibaliknya, tetapi keburukan
tersebut hanyalah dinisbatkan kepada para makhluk-Mu. Demikian ini dikutip oleh
Suwaifi dari Mughni al-Khotib
ط ُد َع ياء
ُ َو ُش ُروطُهُ ُش ُرو،وت ي ٍ يي ي ي
ُ الْقَراءة َولَْو َس ْه ًوا ِب ََلَف َما لَ ْو َسبَ َق ل َسانُهُ فَ ََل يَ ُف
ٍ يما لَ يو اقْ تَ َدى يِب َم ٍام َجالي
س اح لَ يك َّن ي َفا يرقَه يِف أَنَّه يس ُّن يِف ص ََلَية ْي ي ي
َ اْلنَ َازة َوف َ َُ ُ ُ ُ ياَّلفْتيتَ ي
َن الْ يقراء َة ََل ي ْش ير ْع فييها وََمَّلُه ب ع َد ْي
اَّلفْتيتَ ي يي ي ي ي ي
اح َْ ُ َ َ َ ْ َ َّ س َم َعهُ فَيَأْيِت به بَ ْع َد قيَامه ْل
َ ََو َجل
وتَ ْكبريية ص ََلَية الْعي ي
.يد َ َ َ
Maksudnya, musholli disunahkan bersaktah (diam) di antara doa iftitah dan
ta’awudz.
Teks atau sighot ta’awudz yang paling utama adalah:
9
Ta’awudz disunahkan dibaca di setiap berdiri saat melakukan sholat
gerhana. Kesunahan membaca ta’awudz bisa terlewat sebab telah masuk
membaca Fatihah meskipun karena lupa. Berbeda apabila lisan musholli
terlanjur memulai membaca Fatihah maka membaca ta’awudz masih
disunahkan.
Syarat-syarat kesunahan membaca ta’awudz adalah seperti syarat-syarat
kesunahan membaca doa iftitah, hanya saja membaca ta’awudz tetap disunahkan
di dalam sholat jenazah dan disunahkan dalam masalah apabila makmum
mengikuti imam yang sedang dalam posisi duduk, kemudian makmum duduk
bersama imam, kemudian ia berdiri, kemudian ia disunahkan membaca
ta’awudz, karena makmum belum memulai membaca Fatihah.
Apabila dalam sholat selain sholat Id, tempat membaca ta’awudz adalah
setelah membaca doa iftitah. Apabila dalam sholat Id, tempat ta’awudz adalah
setelah takbir-takbir-nya.
10
ي َّ اح يد يي َوَه يذ يه
اص ًدا ه َذا َك ََلَم الْو ي
َيَتيب قَ ي
َ الرابي َعةُ َغ يريبَةٌ جدًّا َوقَ ْد َعد
َّها أَ ْكثَ ُر َ ُ َ َ
من قَا َْلا يِف َّ ي:ال ََجاعةٌ يمن أَصحابينَا ي ي ي
تْ َالص ََلة بَطَل َ َْ َ ْ ْ َ َ َ َ ق،الْعُلَ َماء م ْن َْلْ ين الْ َع َّوام
ُص ََلتُه
َ
Nawawi berkata dalam kitab at-Tibyan :
Disunahkan membaca aamiin bagi setiap orang yang telah selesai dari
membaca Fatihah, baik di dalam sholat atau di luarnya. Lafadz aamiin memiliki
4 (empat) bahasa. Ulama mengatakan bahwa yang paling fasih di antara empat
bahasa tersebut adalah آمِ يْنyakni dengan membaca mad pada huruf
hamzah dan tidak mentasydid huruf mim. Bahasa yang kedua adalah أمِ ْين
yakni dengan tidak membaca mad pada huruf hamzah. Dua bahasa ini adalah
yang masyhur.
Bahasa yang ketiga adalah آمِ يْنyakni dengan dibaca imalah (amen) disertai
membaca mad pada huruf hamzah, seperti yang diceritakan dari Wahidi dari
Hamzah dan Kisai.
Bahasa yang keempat adalah ِآميْنyakni dengan mentasydid huruf mim disertai
mad pada huruf hamzah, seperti yang diceritakan oleh Wahidi dari Hasan dan
Husain bin Fadhl. Bahasa yang keempat ini dibuktikan dengan adanya riwayat
dari Jakfar Shodiq rodhiallahu
‘anhu bahwa ia berkata, ‘Makna lafadz ِآميْنadalah hamba-hamba yang
menyengaja menuju ke arah-Mu dan Engkau tidak akan mengkhianati hamba
yang menyengaja menuju-Mu.’ Riwayat ini dikatakan oleh Wahidi. Bahasa yang
keempat ini tergolong bahasa yang sangat langka, bahkan kebanyakan ulama
menganggapnya sebagai bahasa yang termasuk kekeliruan dari kaum awam.
Segolongan dari ashab kami berkata bahwa barang siapa membaca ِآميْنdi
dalam sholat maka sholatnya menjadi batal.
11
Pernyataan Mushonnif ‘di antara akhir Fatihah dan amin’, ditambahkan penjelasan
bahwa disunahkan membaca di antara keduanya, ب ا ْغف ِّْر لِّي
ِّ ( َرYaAllah. Ampunilah
aku). Ini berdasarkan hadis dari Hasan bahwa setelah membaca الضالني
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Waktu-waktu diam (saktah) di dalam Sholat yaitu :
1. Saktah antara Takbiratul Ihram dan Doa Iftitah
2. Saktah di antara Doa Iftitah dan Ta’awudz
3. Saktah di antara Fatihah dan Ta’awudz
4. Saktah di antara Akhir Fatihah dan Amin
B. Saran
Demikianlah makalah yang kami susun, semoga memberikan
kemanfaatan, Dan kami mohon maaf apabila dalam penulisan terdapat
kesalahan, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
khususnya.
13
DAFTAR PUSTAKA
Kitab Kasyifatus Saja Fi Syarh Safinatin Naja, Karya Syaikh Muhammad Nawawi
Bin Umar Al-Jawi Al-Bantani
14