Anda di halaman 1dari 46

MATERI AL-QURAN HADITS KELAS 10 SMA/MA SEMESTER 2

Ditujukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


“AL-QURAN HADITS DI SEKOLAH”

Dosen Pengampu:
Dr. Devi Arisanti, M.Ag

Disusun Oleh :

1. Hari Amtra Pratama (11910111088)


2. Zaidan Hanif (11910112794)

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Bersyukur kita kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat


dan karunia-nya, sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah ini.
Shalawat serta salam kita lantunkan kepada junjungan alam yakni Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari alam kebodohan menuju
alam berilmu pengetahuan.

Makalah ini dibuat untuk memperdalam pemahaman mengenai materi


ini. Selain itu, makalah ini juga dibuat untuk memenuhi tugas penulis dalam
mata kuliah Psikologi Agama. Pemakalah mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya Ibu Dr. Devi Arisanti, M.Ag selaku dosen mata kuliah Al-
Quran Hadits Di Sekolahyang telah membimbing dan memberikan tugas ini
kepada kami.

Kemudian atas tersusunnya makalah ini, penulis yakin masih ada


kekurangan yang disebabkan latar belakang pendidikan yang dimiliki. Maka
dari itu dengan tangan terbuka penulis siap menerima saran serta kritikan yang
bersifat membangun guna kelengkapan dan kesempurnaan tulisan ini
kedepannya.

Semoga makalah yang telah disusun oleh penulis bermanfaat dalam


menambah khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Pekanbaru, 16 Maret 2021


Pemateri

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i

DAFTAR ISI .................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ......................................................................
C. Tujuan Penulisan ........................................................................
D. Kompetensi Dasar ......................................................................
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengelolaan Kelas....................................................................... 3
B. Pengertian Dari Hadis, Sunah, Khabar, Dan Atsar Rasulullah
SAW............................................................................................ 4
C. Perbedaan Hadis, Sunah, Khabar Dan Atsar ..............................
D. Persamaan Hadits, Sunah, Khabar Dan Atsar ...........................
E. Hadis Sebagai Salah Satu Sumber Ajaran Islam ........................
F. Sejarah Perkembagan Hadis .......................................................
G. Unsur-Unsur Hadis .....................................................................
H. Contoh Sanad, Matan, Rawi Hadis..............................................
I. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an..............................................
J. Hadis Shahih Sebagai Sumber Hukum Islam..............................
K. Biografi Singkat Tokoh-Tokoh Ilmu Hadis Dan Karyanya....

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................. 6
B. Saran ...........................................................................................

2
BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang
Al Qur’an merupakan kitab suci umat Islam sekaligus sebagai dokumen
bagi umat manusia yang menjadi sumber hukum dan petunjuk serta menjelaskan
sistem yang komprehensif dan metode praktis bagi kehidupan. Begitu pula hadis
yang merupakan salah satu sumber ajaran islam, sekaligus penjelas dari al quran.
“Al Qur’an menempati posisi sentral, bukan saja dalam perkembangan dan
pengembangan ilmu-ilmu keIslaman tetapi juga merupakan inspirator, pemandu,
dan pemadu gerakan-gerakan umat Islam sepanjang empat belas abad sejarah
pergerakan umat ini.
Dengan demikian hapalan dan pemahaman terhadap ayat-ayat Al Qur’an
dan hadis mempunyai peran yang sangat signifikan bagi maju mundurnya umat.
Disamping itu pemahaman tersebut dapat mencerminkan perkembangan
pemikiran mereka. Kendatipun demikian, Al Qur’an dalam keyakinan kaum
muslimin tetap merupakan wahyu Ilahi yang kebenarannya bersifat mutlak, baik
bagi kalangan ulama konservatif maupun ulama modernis radikal.
Seiiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern ini, semakin
kompleks pula permasalahan yang muncul di masyarakat. Begitu juga dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi yang semakin pesat memberikan
dampak positif dan negatif bagi para penggunanya. Tergantung dari sisi mana
seseorang menggunakannya.
Pendidikan merupakan hak yang wajib diterima anak, karena pendidikan
berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
bertujuan untuk mengembangkan peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab. Disini sekolah sangat perlu memberikan
pemahaman terhadap ayat-ayat Al-quran supaya pemahaman itu ada pada siswa,

3
sehingga tidak terjadi kekeliruan serta kesalahan ilmu terkait Al quran dan Hadis.
Oleh karena itu disini kita akan membahas sedikit tentang Al quran dan Hadis.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari hadis, sunah, khabar, dan atsar ?
2. Bagaimanakah perbedaan hadis, sunah, khabar dan atsar ?
3. Bagaimanakah persamaan hadits, sunah, khabar dan atsar ?
4. Bagaimanakah hadis sebagai salah satu sumber ajaran islam ?
5. Bagaimanakah sejarah perkembagan hadis ?
6. Apa sajakah unsur-unsur hadis ?
7. Bagaimanakah contoh sanad, matan, rawi hadis ?
8.
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami pengertiandari hadis, sunah, khabar, dan atsar ?
2. Memahami perbedaan hadis, sunah, khabar dan atsar ?
3. Memahami persamaan hadits, sunah, khabar dan atsar ?
4. Memahami hadis sebagai salah satu sumber ajaran islam ?
5. Memahami sejarah perkembagan hadis ?
6. Memahami unsur-unsur hadis ?
7. Memahami contoh sanad, matan, rawi hadis ?
8.
D. Kompetensi Dasar (KD)

4
Kompetensi Dasar (KD)
Materi
Spritual Sosial Pengetahuan Psikomotor
Hadis, Sunah, Menerima Mengamalkan Membandingkan Menyajikan
Khabar, Dan perbedaan sikap kritis pengertian hadis, hasil
Atsar hadis, sunah, dalam sunah, khabar dan perbandingan
Rasulullah khabar, dan mempelajari atsar (macam- hadis, sunnah,
Saw atsar perbedaan macam sunnah khabar dan
rasulullah antara hadis, atsar
saw sunah, khabar
dan atsar
Hadis Menghayati Mengamalkan Menganalinis Menyajikan
Rasulullah hadis sikap jujur sejarah hasil analisis
Sebagai rasulullah sebagai perkembangan sejarah
Sumber sebagai salah implementasi hadis perkembangan
Ajaran Islam satu sumber dari hadis
ajaran islam pemahaman
sejarah
perkembangan
hadis
Memahami Menghargai Mengamalkan Menganalisis Menyajikan
Unsur-Unsur pentingnya sikap kritis unsur-unsur hadis unsur-unsur
Hadis berpegang sebagai hadis sebagai
teguh kepada perwujudan hasil analisis
hadis dari hadis
rasulullah pemahaman
saw unsur unsur
hadis

Menghayati Menghayati Mengamalkan Menganalisis Menyajikan


Fungsi Hadis fungsi hadis sikap proaktif fungsi hadis contoh- contoh
Terhadap Al- terhadap Al- dalam terhadap Al- fungsi hadis
Qur’an Qur’an lingkungannya Qur’an terhadap ayat-
sebagai ayat Al-Qur’an
implementasi
dari pemahan
fungsi hadis
terhadap Al-
Qur’an
5
Hadis Shahih Mmenghayati Mengamalkan Menganalisis Menyajikan
Sebagai keberadaan sikap kritis pembagian pembagian
Sumber hadis shahih terhadap suatu hadis dari segi hadis dari
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hadits, Sunah, Khabar dan Atsar Rasulullah SAW


1. Pengertian Hadits

Hadits menurut bahasa al-Jadid (baru), bentuk jamaknya adalah


ahaadits, bertentangan dengan qiyas.1

Hadits menurut ulama ahli hadits (muhadditsin) adalah segala


ucapan, perbuatan, taqrir (peneguhan/mendiamkan sebagai tanda
membolehkan atau persetujuan), dan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW.
Namun, ulama ushul mendeinisikan hadits lebih sempit lagi, yaitu terbatas
pada ucapan, perbuatan, dan taqrir Nabi Saw yang berkaitan dengan hukum.2

Hadits menurut ulama ushul adalah segala sesuatu yang dikeluarkan


dari Nabi saw. selain al Qur’an al Karim, baik berupa perkataan, perbuatan,
maupun taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum syara.

Contoh hadits

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اِنَّ َم ْااالَ ْع َما ُل بِالنِّيَاتِ َواِنَّ َمالِ ُك ِّل‬
َ ِ‫ قَا َل َرسُوْ ُل هللا‬: ‫ال‬ ِ ‫ع َْن ُع َم َر ْب ِن ْالخَطَّا‬
َ َ‫ب ق‬
)‫عليه‬ ‫ ( متفق‬l‫ئ َمان ََوى‬
ٍ ‫ا ْم ِر‬
1
Mahmud Thanan, Ilmu hadits praktis, Terj: Abu Fuad, (Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,
2010), hlm 13

Syamsul Rijal Hamid, Buku Pintar Hadits Edisi Revisi, (Jakarta: Penerbit Qibla,
2

2014), hlm 107

6
“Dari Umar bin Khatab, ia berkata, Rasulullah saw, bersabda,
“Sesungguhnya segala amal perbuatan itu dengan niat dan sesungguhnya
setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkannya” (Muttafaqun ‘alaih).

2. Pengertian Sunah

As-Sunnah secara etimologi yaitu berarti, jalan yang ditempuh


seseorang dan yang terbiasa dilakukannya dalam kehidupan.3 Sedangkan
secara terminologinya memiliki pengertian yang hampir sama yaitu segala
yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa perkataan dan perbuatan taqrir,
tabiat, budi pekerti, perjakanan hidip, baik sebelum menjadi rasul maupun
sesudah.4

Dalam pengertian tersebut tentu ada kesamaan antara hadis dan


sunah, yang sama–sama bersandar pada Nabi saw, tetapi terdapat kekhususan
bahwa sunah sudah jelas segala yang bersandar pada pribadi Muhammad baik
sebelum atau sesudah diangkat menjadi Nabi, misalnya mengembala kambing,
menikah minimal umur 25 tahun dan sebagainya.

Menurut para ulama hadis, pengertian sunah meliputi biografi Nabi,


sifat-sifat Nabi baik yang berupa fisik, umpamanya; mengenai tubuhnya,
rambutnya dan sebagainya, maupun yang mengenai psikis dan akhlak Nabi
dalam keadaan sehari-harinya, baik sebelum atau sesudah bi’sah atau di
angkat sebagai nabi.5

Ulama Usul Fikih memberikan pengertian bahwa sunah adalah


segala yang dinukilkan dari Nabi Muhammad saw. baik berupa perkataan,
perbuatan maupun takrirnya yang ada sangkut pautnya dengan hukum.6

Contohnya RasulullahShallallaahu‘alaihi wa sallam bersabda :

3
M. Nashiruddin Al Bani, Hadits Sebagai Landasan Akidah Dan Hukum, Terj:
Mohammad Irfan Zein, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002) hlm 19
4
Hamadah, Abbas. Al-Sunnah al-Nabawtyah wa Makanatuha Fi al-Tasyr (Cairo: al
Qounlyah. Tth), hlm. 23
5
Syaifullah Amin, op.cit., hlm 87
6
Ibid. 88

7
ِ ْ‫صنُ لِ ْلفَر‬
،‫ج‬ َ ْ‫ص ِر َوأَح‬
َ َ‫ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِ ْلب‬، ْ‫ب َم ِن ا ْستَطَا َع ِم ْن ُك ُم ْالبَا َءةَ فَ ْليَتَ َز َّوج‬
ِ ‫يَا َم ْع َش َر ال َّشبَا‬
‫م فَإِنَّهُ لَهُ ِو َجا ٌء‬lِ ْ‫صو‬
َّ ‫ َو َم ْن لَ ْم يَ ْستَ ِط ْع فَ َعلَ ْي ِه بِال‬.

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan


untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan
pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang
tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat
membentengi dirinya.” (HR Bukhari, Muslim, Tirmidzi, dan lainnya).

3. Pengertian Khabar

Kabar menurut bahasa an-Naba (berita), bentuk jamaknya adalah


akhbaar.7 Khabar merupakan warta berita yang disampaikan seseorang kepada
orang lain.8 Sedangkan menurut istilah khabar adalah segala sesuatu yang
disandarkan kepada nabi dan para sahabat, jadi setiap hadis termasuk khabar
tetapi tidak setiap khabar adalah hadis.

Adapun pengertian khabar menurut ahli hadits yaitu:

‫صلَّى هللاُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم اَوْ َغي ِْر ِه‬ ِ ُ‫َما ا‬


َ ‫ضفَ اِلَنَّبِ ِّي‬

“Segala sesuatu yang disandarkan atau berasal dari Nabi saw. atau
dari yang selain Nabi saw”.

Kabar (berita) lazimnya selain disandarkan pada sahabat juga


disandarkan kepada tabi’in (generasi setelah sahabat). Jadi, kabar lebih umum
dari hadits, karena di dalamnya termasuk semua riwayat yang bukan riwayat
Nabi Muhammad Rasulullah Saw.9

Contoh khabar seperti tabi’in, yaitu Ubaidillah Ibn Abdillah ibn Uthbah ibn
Mas’ud sebagai berikut:

7
Mahmud Thanan, op.cit., hlm 13
8
Khadijah, Ulumul Hadis, (Medan: Perdana Publishing, 2011) hlm 11
9
Mahmud Thanan, op.cit., hlm 13

8
ْ ‫ال ُّسنَّةُ اَ ْن يُ َكب َِّر ْا ِال َم ِام يَوْ َم ْاالَضْ َحى ٍح ْينَ يَجْ لِسُ َعلَى ْال ِم ْنبِ ِر قَ ْب َل ْال ُخ‬
ٍ ‫طبَ ِة تِ ْس َع تَ ْكبِي َْرا‬
‫ت‬
)‫(رواه البيهقى‬

“Menurut sunnah hendaklah imam bertakbir pada Hari Raya Fitri


dan Hari Raya Adha sebanyak sembilan kali ketika duduk di atas mimbar
sebelum berkhutbah”. (HR. Baihaqi).

4. Pengertian Atsar

Atsar menurut bahasa Sisa dari sesuatu (jejak). 10 Bekas atau


pengaruh. Atsar juga berarti nukilan (yang dinukilkan). Atsar lebih sering
digunakan untuk sebutan bagi ucapan sahabat Nabi Muhammad Rasulullah
Saw.11

Sedangkan menurut istilah, terdapat dua pendapat mengenai atsar.


Pertama, kata atsar sinonim dengan hadis. Kedua, Berbeda dengan hadits.
Yaitu sesuatu yang disandarkan kepada para sahabat dan tabi'in, baik berupa
perkataan maupun perbuatan.12

Contoh seperti perkataan perkataan Ali bin Abi Tholib r.a:

َّ ‫ِمنَ ال ُسنَّ ِة َوضْ ُع ْالكَفِّ تَحْ تَ ال ُس َّر ِة فِى ال‬


)‫صاَل ِة (رواه ابوداود‬

“Termasuk sunnah ialah meletakkan tangan di bawah pusar sewaktu


melakukan shalat”. (HR. Abu Dawud).13

B. Perbedaan Hadits, Sunah, Khabar dan Atsar


Menurut sebagian ulama, sunah lebih luas dari hadis. Sunah adalah segala
yang dinukilkan dari Nabi Muhammad saw., baik berupa perkataan, perbuatan,
takrir, maupun pengajaran, sifat, kelakuan dan perjalanan hidup, baik sebelum

10
Ibid.
11
Syamsul Rijal Hamid, op.cit., hlm 110
12
Mahmud Thanan, op.cit., hlm 14
13
Nur Syam, Al-Qur’an Hadis (Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah, 2014),
hlm 83-84

9
maupun sesudah diangkat menjadi Nabi dan Rasul. Titik berat sunah adalah
kebiasaan normatif Nabi Muhammad saw.
Khabar selain dinisbahkan kepada Nabi Muhammad saw., dapat juga
dinisbahkan kepada sahabat dan tabiin. Khabar lebih umum dari hadis, karena
masuk didalamnya semua riwayat yang bukan dari Nabi Muhammad saw. Atsar
lebih sering digunakan untuk sebutan bagi perkataan sahabat Nabi Muhammad
saw, meskipun kadang-kadang dinisbahkan kepada beliau.
C. Persamaan Hadits, Sunah, Khabar dan Atsar

Menurut sebagian ulama, keempat hal ini adalah sama atau muradif.
Dianggap sama karena sama-sama disandarkan kepada nabi, baik perkataan,
perbuatan maupun ketetapannya.14

‫ما أضيف إلى النبي صلى هللا عليه وسلم من قول أو فعل أو تقرير‬

. Artinya: “Segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi saw.., baik berupa
perkataan, perbuatan maupun taqrir (ketetapan) beliau.”

E. Hadis Rasulullah Sebagai Salah Satu Sumber Ajaran Islam

Seluruh umat Islam telah sepakat bahwa hadits merupakan salah satu
sumber ajaran Islam dan bahwa umat Islam diwajibkan mengikuti hadits,
sebagaimana diwajibkan mengikuti al-Qur'an.

Dalam kaitannya dengan masalah ini Ajaj al Khatib menyatakan: "Al-


Qur'an dan al-Sunnah (al-hadits) merupakan dua sumber hukum syari'at Islam
Yang tetap, umpamanya orang Islam tidak mungkin mampu memahami syariat
Islam dengan tanpa kembali kepada kedua sumber Islam tersebut. Mujtahid dan
orang alim pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan salah satu
dari keduanya.15

Banyak ayat al-Quran atau hadits yang memberikan pengertian bahwa


hadits itu merupakan salah satu sumber hukum Islam. dapat dilihat beberapa dalil,
14
Syaifullah Amin, op.cit., hlm 89
15
Khadijah, op.cit. hlm 14

10
sebagai berikut:

‫ض ٰلاًل ُّمبِ ۡينًا‬ ‫وم ۡن ي َّۡع هّٰللا‬


َ ‫ص َ َو َرس ُۡولَهٗ فَقَ ۡد‬
َ ‫ض َّل‬ ِ َ َ

“Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguh, dia


telah tersesat, dengan kesesatan yang nyata”. (Qs. Al Ahzab : 36)

Dan untuk selanjutnya periksa dan baca surat All Imran: 31, 32, 132 dan
179; An-Nisa': 59, ,64, 65, 80, dan 136; L Maidah: 92; Al-A'raf: 158; Al Nur:
54,56, 62-63; Al Hasyr: 7; Al Ahzab: 21.

ِ َ‫صلَّىاللَّهُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َمقَالَتَ َر ْكتُفِي ُك ْمأ َ ْم َر ْينِلَ ْنت‬


‫ رواه مالك‬.‫ضلُّوا َماتَ َم َّس ْكتُ ْمبِ ِه َما ِكتَابَاللَّ ِه َو ُسنَّةَنَبِيِّ ِه‬ َ ‫أَنَّ َر ُسواَل للَّ ِه‬

“Bahwa Rasulullah Saw. bersabda: "Telah aku tinggalkan untuk kalian,


dua perkara yang kalian tidak akan sesat selama kalian berpegang teguh dengan
keduanya; Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya.". (HR. Malik).

Dari dalil Al-Quran dan Hadits di atas, menunjukkan kepada kita bahwa
berpegang teguh kepada hadits sebagai pegangan dan pedoman hidup adalah
wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada al-Qur'an.

F. Sejarah Perkembagan Hadis

M. Hasbi Asy-Shidieqy membagi perkembangan hadis menjadi tujuh


periode, sejak periode Nabi saw. hingga sekarang, yaitu sebagai berikut.16

1. Periode Pertama: Perkembangan Hadis pada Masa Rasulullah saw.

Periode ini disebut 'Asr al-Wahyi wa at-Takwin (masa turunnya wahyu


dan pembentukan masyarakat Islam). Pada periode inilah, hadis lahir berupa
sabda (aqwal), perbuatan (af'al), dan takrir Nabi yang berfungsi menerangkan
al-Qur'an untuk menegakkan syariat Islam dan membentuk masyarakat Islam.

Para sahabat menerima hadis secara langsung dari rasul dan tidak
langsung. Pada masa Nabi saw kepandaian baca tulis di kalangan para sahahat

16
Ibid. hlm. 98-110

11
sudah bernculan, hanya saja terbatas sekali. Karena kecakapan baca tulis di
kalangan sahabat masih kurang, maka saat itu menekankan untuk menghafal
memahami. memelihara. mematerkan. dan memantapkan hadis dalam amalan
sehari-hari serta menyebarkan kepada orang lain.

2. Periode Kodua: Perkembangan Hadis pada Masa al-Khulafa' Ar-Rasyidin


(11 H-40 H)

Periode ini disebut Aşr at-Tasabbut wa al-Iqlal min al-Riwayah (masa


membatasi dan menyedikitkan riwayat). Nabi saw. wafat pada tahun 11 H.
Kepada umatnya, beliau meninggalkan dua pegangan sebagai dasar bagi
pedoman hidup, yaitu al-Qur'an dan hadis (as-Sunnah yang harus dipegangi
dalam seluruh aspek kehidupan umat).

Pada masa Khalifah Abu Bakar dan Umar, periwayatan hadis tersebar
secara terbatas. Penulisan hadis pun masih terbatas dan belum dilakukan secara
resmi. Bahkan, pada masa itu, Umar melarang para sahabat untuk
memperbanyak meriwayatkan hadis, dan sebaliknya, Umar menekankan agar
para sahabat mengerahkan perhatiannya untuk menyebarluaskan al-Qur'an.

Dalam praktiknya, para sahabat meriwayatkan hadis melalui dua cara,


yakni, Pertama, Dengan lafaz asli, yakni menurut lafaz yang mereka terima
dari Nabi saw. yang mereka hafal benar lafaz dari Nabi. Kedua, Dengan
maknanya saja yakni para sahabat meriwayatan maknanya karena tidak hafal
lafaz asli dari Nabi saw.

3. Periode Ketiga: Perkembangan pada Masa Sahabat Kecil dan Tabiin

Periode ini disebut 'Aşr Intisyar al-Riwayah ila al-Amslaar' (masa


berkembang dan meluasnya periwayatan hadis). Pada masa ini, daerah Islam
sudah meluas, yakni ke negeri Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan pada
tahun 93 H, meluas sampai ke Spanyol. Seiring dengan berangkatnya para
sahabat ke daerah-daerah tersebut, terutama dalam rangka tugas memangku
jabatan pemerintahan dan penyebaran ilmu hadis.

12
Para sahabat kecil dan tabiin yang ingin mengetahui hadis-hadis Nabi
saw. diharuskan pergi ke seluruh pelosok wilayah Daulah Islamiyah untuk
menanyakan hadis kepada sahabat-sahabat besar yang sudah tersebar di
wilayah tersebut. Karena itu di samping tersebarnya periwayatan hadis ke
pelosok-pelosok daerah Jazirah Arab, perlawatan untuk mencari hadis pun
menjadi ramai.

Karena meningkatnya periwayatan hadis, muncullah bendaharawan dan


lembaga-lembaga (Centrum Perkembangan) hadis di berbagai daerah di
seluruh negeri. Adapun lembaga-lembaga hadis yang menjadi pusat bagi usaha
penggalian, pendidikan, dan pengembangan hadis terdapat di Madinah,
Makkah, Bashrah, Syam dan Mesir.

Pada periode ini mulai ada muncul usaha pemalsuan hadis. Hal ini
terjadi setelah wafatnya Sahabat Ali r.a. Pada masa ini, umat Islam mulai
terpecah-pecah menjadi beberapa golongan: Pertama, golongan Ali Ibn Abi
Talib, yang kemudian dinamakan golongan Syiah. Kedua, golongan Khawarij,
yang menentang Ali, dan golongan Muawiyah, dan ketiga: golongan Jumhur
(golongan pemerintah pada masa itu). Pemalsuan itu untuk mendukung
golongan mereka. Oleh sebab itulah, mereka membuat hadis palsu dan
menyebarkannya kepada masyarakat.

4. Periode Keempat: Perkembangan Hadis pada Abad II dan III Hijrah

Periode ini disebut Asr al-Kitābah wa al-Tadwin (masa penulisan dan


pembukuan). Pembukuan secara resmi yang diselenggarakan oleh inisiatif
pemerintah. Adapun kalau secara perseorangan, sebelum abad II H hadis sudah
banyak ditulis, baik pada masa tabiin, sahabat kecil, sahabat besar, bahkan
masa Nabi saw. meskipun dengan kondisi seadanya.

Masa pembukuan secara resmi dimulai pada awal abad II H, yakni pada
masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Abdul Aziz tahun 101 H, Sebagai
khalifah, Umar Ibn Abdul Aziz sadar bahwa para perawi yang menghimpun
hadis dalam hafalannya semakin banyak yang meninggal. Beliau khawatir

13
apabila tidak membukukan hadis, ada kemungkinan hadis-hadis tersebut akan
lenyap dari permukaan bumi bersamaan dengan kepergian para penghafalnya.

Untuk itu, pada tahun 100 H, Sebagai Khalifah meminta kepada


Gubernur Madinah, Abu Bakr Ibn Muhammad Ibn Amr Ihn Hazmin yang
menjadi guru Ma'mar al-Laits, al-Auza'i, Malik, Ibnu Ishaq, dan Ibnu Abi
Dzi'bin untuk membukukan hadis Rasul yang terdapat pada penghafal wanita
yang terkenal, yaitu Amrah binti Abd. Rahman Ibn Sa'ad Ibn Zurarah Ibn
Ades, seorang ahli fikih, murid Aisyah r.a., dan hadis-hadis yang ada pada al-
Qasim Ibn Muhammad Ibn Abi Bakr as Şiddiq, seorang pemuka tabiin dan
salah seorang fukaha Madinah yang tujuh.

Umar juga mengirimkan surat-surat kepada gubernur yang ada di


bawah kekuasaannya untuk membukukan hadis yang ada pada ulama yang
tinggal di wilayah mereka masing-masing. Di antara yang membukukan hadis
atas kemauan Khalifah adalah Abu Bakr Muhammad Ibn Muslim ibn
Ubaidillah Ibn Syihab Az-Zuhri. seorang tabiin yang ahli dalam urusan fikih
dan hadis.

Pembukuan seluruh hadis yang ada di Madinah dilakukan oleh Imam


Muhammad Ibn Muslim Ibn Syihab Az-Zuhri, yang memang terkenal sebagai
seorang ulama besar hadis pada masanya. Kemudian, para ulama besar
berlomba-lomba membukukan hadis atas anjuran Abu Abbas As-Saffah dan
anak-anaknya dari khalifah-khalifah Abbasiyah.

Berikut tempat dan nama-nama tokoh dalam pengumpulan hadis :


Pengumpul pertama di kota Makkah, Ibnu Juraij, Pengumpul pertama di kota
Madinah, Ibnu Ishaq (w. 150 H), Pengumpul pertama di kota Bashrah, al-Rabi'
Ibn Shabih (w. 160 H), Pengumpul pertama di Kuffah, Sufyan at-Tsaury (w.
161 H.), Pengumpul pertama di Syam, al-Auza'i (w. 95 H) dan masih banyak.

Ini terdiri dari ahli-ahli pada abad kedua Hijriah Kitab-kitab hadis yang
telah dibukukan, jumlahnya cukup banyak. Akan tetapi, yang masyhur di
kalangan ahli hadis adalah: Al-Muwata', susunan Imam Malik (95 H-179 H),

14
Al-Magazi wa al-Siyar, susunan Muhammad ibn Ishaq (150 H), Al-Jami',
susunan Abdul Razzaq As-San'any (211 H), Al-Muşannaf, susunan Syu'bah
Ibn Hajjaj (160 H), Al-Muşannaf, susunan Sufyan ibn 'Uyainah (198 H)

5. Periode Kelima: Masa Mentashihkan Hadis dan Penyusunan Kaidah-


Kaidahnya

Abad ketiga Hijriah merupakan puncak usaha pembukuan hadis.


Sesudah kitab-kitab Ibnu Juraij, kitab Muwatta' al-Malik tersebar dalam
masyarakat dan disambut dengan gembira, kemauan menghafal hadis,
mengumpul, dan membukukannya semakin meningkat dan mulailah ahli-ahli
ilmu berpindah dari suatu tempat ke tempat lain dari sebuah negeri ke negeri
lain untuk mencari hadis.

al-Bukhari. Beliaulah yang mula-mula meluaskan daerah-daerah yang


dikunjungi untuk mencari hadis. Beliau pergi ke Maru, Naisabur, Rei,
Baghdad, Bashrah, Kufah, Makkah, Madinah, Mesir, Damsyik, Qusariyah,
Asqalani dan Himsh. Enam tahun lamanya al-Bukhari terus menjelajah untuk
menyiapkan kitab Sahih-nya.

Para ulama pada mulanya menerima hadis dan tidak memerhatikan


sahih-tidaknya. Namun, setelah terjadinya pemalsuan hadis dan adanya upaya
dari orang-orang zindiq untuk mengacaukan hadis, para ulama pun melakukan
hal-hal berikut: Membahas keadaan rawi-rawi dari berbagai segi, baik dari segi
keadilan, tempat kediaman, masa, dan lain-lain. Dan juga memisahkan hadis-
hadis yang sahih dari hadis yang daif.

Ulama hadis yang mula-mula menyaring dan membedakan hadis Ishaq


ibn Rahawaih, seorang imam hadis yang sangat masyhur. Kemudoan Al-
Bukhari menyusun kitab-kitabnya yang terkenal al-Jami as-Şahih. Di dalam
kitabnya, ia hanya membukukan hadis-hadis yang dianggap sahih. Kemudian,
usaha al-Bukhari ini diikuti oleh muridnya yaitu Imam Muslim. Hingga
bermunculan yang mengikuti mereka. Hingga tercipta Şahih al Bukhari, Şahih

15
Muslirn, Sunan Abu Dawud, Sunan at-Tirmidzi, dan Sunan an Nasa'i. Kitab-
kitab itu dikenal di kalangan masyarakat dengan judul al Uşül al-Khamsah.

Tokoh-tokoh hadis yang lahir pada masa ini adalah Ahmad, Al-
Bukhari, Muslim, An-Nasa'i, Abu Dawud, dan masih banyak lainnya.
6. Periode Keenam: Dari Abad IV hingga Tahun 656 H.

Periode keenam ini dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu
pada masa Abasiyyah angkatan kedua. Periode ini dinamakan Aşr at-Tahzīb
wa at-Tartibi wa al-Istidraqi wa al-jami.

Ulama-ulama hadis yang muncul pada abad ke-2 dan ke-3, digelari
Mutaqaddimin, yang mengumpulkan hadis dengan semata-mata berpegang
pada usaha sendiri dan pemeriksaan sendiri, Para ulama abad keempat ini dan
seterusnya digelari Mutaakhirin. Kebanyakan hadis yang mereka kumpulkan
adalah petikan atau nukilan dari kitab-kitab Mutaqaddimin, hanya sedikit yang
dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para penghafalnya

Pada periode ini muncul kitab-kitab sahih yang tidak terdapat dalam
kitab sahih pada abad ketiga. Kitab-kitab itu antara lain: As-Şahih, susunan
Ibnu Khuzaimah, At-Taqsim wa Anwa', susunan Ibnu Hibban, Al-Mustadrak,
susunan al-Hakim, As-Şalih, susunan Abu Awanah dan lainnya.

Di antara usaha-usaha ulama hadis yang terpenting dalam periode ini


adalah: Pertama, Mengumpulkan hadis al-Bukhari/Muslim dalam sebuah
kitab. Yaitu kitab Al-Jami' Bain As-Sahihain oleh Ismail Ibn Ahmad, dan Al-
Baghawi oleh Muhammad Ibn Abdul Haq Al-Asybily. Kedua, Mengumpulkan
hadis-hadis dalam kitab enam. Yaitu Tajridu As-Şihah oleh Razin Mu'awiyah,
dan Al-Jami' oleh Abdul Haqq Ibn Abdul Ar Rahman Asy-Asybily. Ketiga,
Mengumpukan hadis-hadis yang terdapat dalam berbagai kitab. Yaitu Maşabih
as-Sunnah oleh al-Imam Husain Ibn Mas'ud al-Baghawi dan Jami'ul Masänid
wa al-Alqab, olch Abdur Rahman ibn Ali al-Jauzy. Keempat, Mengumpulkan
hadis-hadis hukum dan menyusun kitab-kitab Atrāf.

16
7. Periode Ketujuh (656 H-Sekarang)

Periode ini adalah masa sesudah meninggalnya Khalifah Abasiyyah ke


XVII al-Mu'tasim sampai sekarang. Periode ini dinamakan 'Ahdu As-Syari wa
al-Jami' wa at-Takhriji wa al-Bahsi, yaitu masa pensyarahan, penghimpunan,
pentakhrijan dan pembahasan.

Usaha-usaha yang dilakukan oleh ulama dalam masa ini adalah


menerbitkan isi kitab-kitab hadis, menyaringnya, dan menyusun kitab enam
kitab takhrij, serta membuat kitab-kitab jāmi' yang umum.

Pada periode ini disusun kitab-kitab Zawa'id, yaitu usaha


mengumpulkan hadis yang terdapat dalam kitab yang sebelumnya ke dalam
sebuah kitab tertentu. Di samping itu, para ulama hadis pada periode ini
mengumpulkan hadis-hadis yang terdapat dalam beberapa kitab ke dalam
sebuah kitab tertentu, di antaranya adalah Kitab Jāmi' al-Masanid wa as-Sunan
al-Hadi li Aqwami Sunan, karangan al-Hafidz Ibnu Katsir.

Banyak kitab dalam berbagai ilmu yang mengandung hadis-hadis yang


tidak disebut perawinya dan pentakhrijnya. Sebagian ulama pada masa ini
berusaha menerangkan tempat-tempat pengambilan hadis-hadis itu dan nilai-
nilainya dalam sebuah kitab yang tertentu, di antaranya Takhrij Hadis, al-Kafi
as-Syafi fi Takhrij Ahādis al-Kasysyaf oleh Ibnu Hajar al- Asqalani, dan masih
banyak lagi kitab takhrij lain.

Sebagaimana periode keenam, periode ketujuh ini pun muncul ulama-


ulama hadis yang menyusun kitab-kitab Atraf, di antaranya Atraf al-Musnad
al-Mu'tali bi Atraf al- Musnad al-Hanbali oloh Ibnu Hajar, dan masih banyak
lagi kitab Atraf yang lainnya.

Tokoh-tokoh hadis yang terkenal pada masa ini adalah: Adz-Dzahaby


(748 H), Ibnu Sayyidinnas (734 H), Ibnu Daqiq al-Id, Muglathai (862 H). Al-
Asqalany (852 H), dan masih banyak lagi

8. Fase Pengumpulan dan Penulisan Hadis

17
a. Pengumpulan Hadis

Pada abad pertama Hijriah, yakni masa Rasulullah saw., Khulafa


Rasyidin dan sebagian besar masa Bani Umayyah hingga akhir abad
pertama Hijrah, hadis-hadis itu berpindah-pindah dan disampaikan dari
mulut ke mulut. Masing-masing perawi pada waktu itu meriwayatkan
hadis berdasarkan kekuatan hafalannya. Hafalan mereka terkenal kuat
sehingga mampu mengeluarkan kembali hadis-hadis yang pernah direkam
dalam ingatannya. Ide penghimpunan hadis Nabi secara tertulis untuk
pertama kalinya dikemukakan oleh Khalifah Umar bin Khattab (w. 23
H/644 M). Namun, ide tersebut tidak dilaksanakan oleh Umar karena
khawatir bila umat Islam terganggu perhatiannya dalam mempelajari al-
Qur'an.

Pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang


dinobatkan akhir abad pertama Hijriah, yakni tahun 99 Hijriyah, datanglah
angin segar yang mendukung kelestarian hadis. Umar bin Abdul Aziz
terkenal sebagai seorang khalifah dari Bani Umayyah yang terkenal adil
dan wara' sehingga dipandang sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima.

Beliau khawatir apabila tidak segera dikumpulkan dan dibukukan


dalam buku buku hadis dari para perawinya, mungkin hadis-hadis itu akan
lenyap bersama lenyapnya para penghafalnya. Tergeraklah hatinya untuk
mengumpulkan hadis hadis Nabi dari para penghafal yang masih hidup.
Pada tahun 100 H, Khalifah Umar bin Abdul Aziz memerintahkah kepada
Gubernur Madinah, Abu Bakar bin Muhammad bin Amr bin Hazm untuk
membukukan hadis-hadis Nabi dari para penghafal.

Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Abu Bakar bin Hazm,
yaitu, "Perhatikanlah apa yang dapat diperoleh dari hadis Rasul lalu
tulislah karena aku takut akan lenyap ilmu disebabkan meninggalnya
ulama, dan jangan diterima selain hadis Rasul saw., dan hendaklah
disebarluaskan ilmu dan diadakan majelis-majelis ilmu supaya orang yang

18
tidak mengetahuinya dapat mengetahuinya, maka sesungguhnya ilmu itu
dirahasiakan."

Selain kepada Gubernur Madinah, khalifah juga menulis surat


kepada Gubernur lain agar mengusahakan pembukuan hadis. Khalifah juga
secara khusus menulis surat kepada Abu Bakar Muhammad bin Muslim
bin Ubaidillah bin Syihab az-Zuhri. Kemudian, Syihab Az-Zuhri mulai
melaksanakan perintah khalifah tersebut sehingga menjadi salah satu
ulama yang pertama kali membukukan hadis.

Setelah generasi az-Zuhri, pembukuan hadis dilanjutkan oleh Ibn


Juraij (w. 150 H.), ar-Rabi' bin Şabih (w. 160 H), dan masih banyak lagi
ulama lainnya. Sebagaimana telah disebutkan bahwa pembukuan hadis
dimulai seja akhir masa pemerintahan Bani Umayyah, tetapi belum begitu
sempurna. Pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah, yaitu pada
pertengahan abad II H, dilakukan upaya penyempunaan. Sejak saat itu,
tampak gerakan secara aktif untuk membukukan ilmu pengetahuan,
termasuk pembukuan dan penulisan hadis-hadis Rasul saw. Kitab-kitab
yang terkenal pada waktu itu yang ada hingga sekarang dan sampai kepada
kita, antara lain al-Muwatta oleh Imam Malik dan al-Musnad oleh Imam
as-Syafi'i (w. 204 H). Pembukuan hadis itu kemudian dilanjutkan secara
lebih teliti oleh imam-imam ahli hadis, seperti Bukhari, Muslim, Tirmizi,
Nasai, Abu Dawud, Ibnu Majah, dan lain-lain.

Dari mereka itu, kita kenal al-Kutubu as-Sittah (kitab-kitab enam),


yaitu Sahih Al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan An-Nasal, dan At-Tirmizi,
Tidak sedikit pada masa berikutnya dari para ulama yang menaruh
perhatian besar pada al-Kutubu as-Sittah tersebut beserta kitab Muwatta
dengan cara mensyarahinya dan memberi catatan kaki, meringkas atau
meneliti sanad dan matan-matannya.

b. Penulisan Hadis

19
Sebelum agama Islam datang, bangsa Arab tidak mengenal
kemampuan membaca dan menulis. Namun, ini tidak berarti bahwa tidak
ada seorang pun yang bisa menulis dan membaca. Sejarah telah mencatat
sejumlah orang yang mampu membaca dan menulis. Adi bin Zaid al-Adi
(w. 35 H) misalnya, sudah belajar menulis hingga menguasainya, dan
merupakan orang pertama yang menulis dengan bahasa Arab dalam surat
yang ditujukan kepada Kisra.

Pada masa Nabi, tulis-menulis sudah tersebar luas. Apalagi al-


Qur'an menganjurkan untuk belajar dan membaca. Rasulullah pun
mengangkat para penulis wahyu hingga jumlahnya mencapai 40 orang.
Nama-nama mereka disebut dalam kitab at-Taratib al-Idariyyah. Baladzuri
dalam kitab Futūh al Buldan menyebutkan sejumlah penulis wanita, di
antaranya Ummul Mukminin Hafsah, Ummu Kultsum binti Uqbah, as-
Syifa' binti Abdullah al-Qurasyiyah, Aisyah binti Sa'ad, dan Karimah binti
al-Miqdad.

Para penulis sejarah Rasul, ulama hadis, dan umat Islam


sependapat bahwa al-Qur'an telah memperoleh perhatian yang penuh dari
Rasul dan para sahabatnya. Rasul mengharapkan para sahabat untuk
menghafalkan al-Qur'an dan menuliskannya di tempat-tempat tertentu,
seperti keping-keping tulang, pelepah kurma, batu, dan sebagainya.

Oleh karena itu, ketika Rasulullah wafat, al-Qur'an telah dihafalkan


dengan sempurna oleh para sahabat. Seluruh ayat suci al-Qur'an pun telah
lengkap ditulis, tetapi belum terkumpul dalam bentuk sebuah mushaf.
Adapun hadis atau sunnah dalam penulisannya ketika itu kurang
memperoleh perhatian seperti halnya al-Qur'an. Penulisan hadis dilakukan
oleh beberapa sahabat secara tidak resmi karena tidak diperintahkan oleh
Rasul. Diriwayatkan bahwa beberapa sahabat memiliki catatan hadis-hadis
Rasulullah. Mereka mencatat sebagian hadis yang pernah mereka dengar
dari Rasulullah SAW.

20
G. Unsur-Unsur Hadis
Suatu hadis harus memenuhi tiga unsur. Unsur-unsur ini dapat
mempengaruhi tingkatan hadis, apakah hadis tersebut asli atau tidak. Unsur-unsur
tersebut yaitu:

1. Sanad
Dari segi bahasa, sanad berarti mu’tamad artinya yang menjadi
sandaran, tempat bersandar, arti yang lain sesuatu yang dapat dipegangi atau
dipercaya. Dikatakan demikian karena hadits itu bersandar kepadanya dan
dipegangi atas kebenaranya.
Sedangkan menurut istilah sanad adalah jalan menuju matan, yaitu
para perawi Hadits yang meriwayatkan matan dan menyampaikannya,
dimulai dari perawi yang terakhir yang mengarang kitab sampai kepada
Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam.17 At tahanawi menyatakan bahwa18:
“Dan sanad adalah jalan yang menyampaikan kepada matan Hadis,
yaitu nama-nama para perawinya secara berunutan. Jalan matan tersebut
dinamakan dengan sanad adalah karena musnid berpegang kepadanya ketika
menyandarkan matan ke sumbernya. Demikian juga, para Huffazh
menjadikannya sebagai pegangan (pedoman) dalam menilai sesuatu Hadis,
apakah Shahih atau Dha'if”
Menerangkan rangkaian urutan sanad suatu hadis disebut isnad. Orang
yang menerangkan sanad suatu hadis disebut musnid. Sedangkan hadis yang
diterang kan dengan menyebutkan sanadnya sehingga sampai kepada Nabi
saw. disebut musnad.19
2. Matan
Dari segi bahasa, matan berarti Punggung jalan, Tanah gersang atau
tandus, membelah, mengeluarkan, mengikat.20 Matan ini adalah inti dari apa

17
Muhammad 'Id Al Abbasi, Hadits Sebagai Landasan Akidah dan Hukum, Terj:
Mohammad Irfan Zein, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2002) hlm 22
18
Nawir Yusalem, Ulumul Hadis, (Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya, 1998), hlm,
148-149
19
Mukarom Faisal Rosidin, dkk, Al-Qur’an Hadis Ma Kelas X, , (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2014), hlm 92
20
Ibid. hlm 93

21
yang dimaksud oleh hadis. Matan menurut istilah ilmu hadis yaitu:
‫ما انتهى إليه السند من الكالم فهو نفس الحديث الذي ذكر االسناد له‬
"Perkataan yang disebut pada akhir sanad, yakni sabda Nabi saw. yang
disebut sesudah habis disebutkan sanadnya."
3. Rawi
Rawi yaitu orang yang memindahkan hadis dari seorang guru kepada
orang lain atau membukukannya ke dalam suatu kitab hadis. Rawi pertama
adalah para sahabat dan rawi terakhir adalah orang yang membukukannya,
seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Ahmad dan lain-lain.21
Perawi dapat disebutkan dengan mudawwin (orang yang
mengumpulkan). Sedangkan orang-orang yang menerima hadis dan hanya
meyampaikan kepada orang lain, tanpa membukukannya disebut sanad hadis.
Setiap sanad adalah perawi pada setiap tabaqah (levelnya), tetapi tidak setiap
perawi disebut sanad hadis karena ada perawi yang langsung
membukukanya.22
H. Contoh Sanad, Matan, Rawi Hadis
Untuk lebih memperjelas pemahaman kalian tentang berbagai unsur dalam
sebuah hadis, perhatikan contoh berikut:

‫ب ع َْن َح ْمزَ ةَ ب ِْن‬ ٍ ‫ْث قَا َل َح َّدثَنِي ُعقَ ْي ٌل ع َْن اب ِْن ِشهَا‬ ُ ‫َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْنُ ُعفَي ٍْر قَا َل َح َّدثَنِي اللَّي‬
ُ ِ‫ال بَ ْينَا أَنَا نَائِ ٌم أُت‬
‫يت‬ َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
َ ِ ‫ُول هَّللا‬
َ ‫ْت َرس‬ ُ ‫ال َس ِمع‬ َ َ‫َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُع َم َر أَ َّن ا ْبنَ ُع َم َر ق‬
َ‫ْت فَضْ لِي ُع َم َر ْبن‬ ُ ‫اري ثُ َّم أَ ْعطَي‬ ْ َ‫ي يَ ْخ ُر ُج فِي أ‬
ِ َ ‫ظف‬ َّ ‫ْت َحتَّى إِنِّي أَل َ َرى ال ِّر‬ ُ ‫َح لَبَ ٍن فَ َش ِرب‬ ِ ‫بِقَد‬
‫ رواه البخارى‬.. ‫ال ْال ِع ْل َم‬ lَ ‫ب قَالُوا فَ َما أَ َّو ْلتَهُ يَا َرس‬
َ َ‫ُول هَّللا ِ ق‬ ِ ‫ْالخَطَّا‬

Terjemah: Telah menceritakan kepada kami Sa’id bin ‘Ufair berkata,


Telah menceritakan kepadaku Al Laits berkata, Telah menceritakan kepadaku
‘Uqail dari Ibnu Syihab dari Hamzah bin Abdullah bin Umar bahwa Ibnu Umar
berkata: aku mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Ketika aku tidur, aku
bermimpi diberi segelas susu lalu aku meminumnya hingga aku melihat
pemandangan yang bagus keluar dari kuku-kukuku, kemudian aku berikan sisanya
21
Ibid.
22
Ibid. hlm 120

22
kepada sahabat muliaku Umar bin Al Khathab”. Orang-orang bertanya: “Apa
ta’wilnya wahai Rasulullah Saw.?” Beliau menjawab: “Ilmu”. (HR. Bukhari)

Dari contoh hadis tersebut yang dinamai sanad adalah:

‫ب ع َْن َح ْمزَ ةَ ب ِْن‬ ُ ‫َح َّدثَنَا َس ِعي ُد بْنُ ُعفَي ٍْر قَا َل َح َّدثَنِي اللَّي‬
ٍ ‫ْث قَا َل َح َّدثَنِي ُعقَ ْي ٌل ع َْن اب ِْن ِشهَا‬
َ َ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم ق‬
‫ال‬ َ ِ ‫ُول هَّللا‬ ُ ‫ال َس ِمع‬
َ ‫ْت َرس‬ َ َ‫َع ْب ِد هَّللا ِ ْب ِن ُع َم َر أَ َّن ا ْبنَ ُع َم َر ق‬

Contoh Matan adalah:

‫اري ثُ َّم‬
ِ َ ‫ظف‬ ْ َ‫ي يَ ْخ ُر ُج فِي أ‬ َّ ‫ْت َحتَّى إِنِّي أَل َ َرى ال ِّر‬ ُ ‫َح لَبَ ٍن فَ َش ِرب‬ ُ ِ‫بَ ْينَا أَنَا نَائِ ٌم أُت‬
ِ ‫يت بِقَد‬
‫ال ْال ِع ْل َم‬
َ َ‫ب قَالُوا فَ َما أَ َّو ْلتَهُ يَا َرسُو َل هَّللا ِ ق‬
ِ ‫ ُع َم َر ْبنَ ْالخَطَّا‬l‫ْت فَضْ لِي‬ ُ ‫أَ ْعطَي‬

“Yang disebut rawi/mukharrij adalah:

‫( رواه البخارى‬Rawi terakhir yang membukukan)

Rasulullah SAW » Ibnu Umar » Hamzah bin Abdullah bin Umar » Ibnu
Syihab » ‘Uqail » Al Laits » Sa’id bin ‘Ufair » Bukhairi. Dan urutan ini adalah
merupakan perawi.

I. Fungsi Hadis Terhadap Al-Qur’an


Fungsi hadits terhadap Al-Qur’an secara umum adalah untuk menjelaskan
makna kandungan Al-Qur’an yang sanagat dalam dan global atau li al-bayan
(menjelaskan) sebagaimana firman Allah SWT dalam surah An-Nahl:4423

ّ ‫وأ نزلنآ إليك‬


)٤٤( ‫الذ كر لتبيّن للنّا س ما ن ّزل إليهم ولعلّهم يتفكر ون‬

Artinya: "Dan Kami turunkan kepadamu Al Qur'an, agar kamu menerangkan pada
umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka
memikirkan." (Q.S. An-Nahl: 44).

Namun kemudian para 'ulama hadits merincinya menjadi 4 fungsi hadits


23
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,(Jakarta: AMZAH, 2012)hal: 18.

23
terhadap Al-Qur'an yang intinya adalah sebagai penjabaran, dalam bahasa ilmu
hadits disebut sebagai bayan, fungsi hadits terhadap Al-Qur'an secara detail ada 4,
yaitu:
1. Sebagai Bayanul Taqrir
Dalam hal ini posisi hadits sebagai taqrir (penguat) yaitu memperkuat
keterangan dari ayat-ayat Al-Qur'an, dimana hadits menjelaskan secara rinci apa
yang telah dijelaskan oleh Al-Qur'an, seperti hadits tentang sholat, zakat, puasa
dan haji, merupakan penjelasan dari ayat sholat, ayat zakat, ayat puasa dan ayat
haji yang tertulis dalam Al-Qur'an
Nabi SAW besabda:
‫إنّاهلل يمل للظا لم فاذا أخذه لم يقتله‬
“sesungguhnya Allah SWT memanjangkan kesempatan kepada orang-
orang zalim, apa’bila Allah menghukumnya maka Allah tidak akan melepasnya”
Hadist tersebut cocok dengan firman Allah SWT:
‫و كذالك أخذ ربّك اذا أخذ القرى و هي ظالمة‬
“dan begitulah adzabtuhanmu apabila dia menadzab penduduk negeri
yang berbuat zalim”.(QS. Huud: 102)
2. Sebagai Bayanul Tafsir
Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai tafsir Al-Qur'an. Hadits sebagai tafsir
terhadap Al-Qur'an terbagi setidaknya menjadi 3 macam fungsi, yaitu:
a.       Sebagai Tafshilul Mujmal
Dalam hal ini hadits memberikan penjelasan terperinci terhadap ayat-ayat
Al-Qur'an yang bersifat umum, sering dikenal dengan istilah sebagai bayanul
tafshil atau bayanul tafsir. Contoh: ayat-ayat Al-Qur'an tentang sholat, zakat,
puasa dan haji diterangkan secara garis besar saja, maka dalam hal ini hadits
merincikan tata cara mengamalkan sholat, zakat, puasa dan haji agat umat
Muhammad dapat melaksanakannya seperti yang dilaksanakan oleh Nabi24
b.      Sebagai Takhshishul 'Amm

24
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,(Jakarta: AMZAH, 2012)hal: 19.

24
Dalam hal ini hadits memperkhusus ayat-ayat Al-Qur'an yang bersifat
umum, dalam ilmu hadits sering dikenal dengan istilah bayanul takhshish. Seperti
dalam Q. S. An-Nisa': 11:
‫لذ َك ِر ِم ْث ُل َحظِّ اأْل ُ ْنثَيَ ْي ِن‬
َّ ِ‫صي ُك ُم هَّللا ُ فِي أَ ْواَل ِد ُك ْم ۖ ل‬
ِ ‫يُو‬
Artinya: "Allah mensyariatkan bagimu tentang anak-anak, yaitu: bagian
seorang anak laki-laki sama dengan bagian dua anak perempuan".
Allah berfirman tentang haq waris secara umum saja, maka di sisi lain
hadits menjabarkan ayat ini secara lebih khusus lagi tanpa mengurangi haq-haq
waris yang telah bersifat umum dalam ayat tersebut. Kemudian dikhususkan
dengan hadits Nabi:
‫نخن ـ معا شر اآلنبياء ـ النورث ما تركناه صد قة‬
“kami kelompok para Nabi tidak meninggalkan harta waris, apa yang kamu
tinggalkan sebagai sedekah”25
c.       Sebagai Bayanul Muthlaq
Hukum yang ada dalam Al-Qur'an bersifat mutlak amm (mutlak umum),
maka dalam hal ini hadits membatasi kemutlakan hukum dalam Al-Qur'an.
Seperti dalam Q. S. Al-Maidah: 38:
‫َّارقَةُ فَا ْقطَعُوا أَ ْي ِديَهُ َما‬ ُ ‫َّار‬
ِ ‫ق َوالس‬ ِ ‫َوالس‬
Artinya: "Pencuri laki-laki dan perempuan, maka potonglah tangan mereka".
Difirmankan Allah tentang hukuman bagi pencuri adalah potong tangan, tanpa
membatasi batas tangan yang harus dipotong, maka hadits memberi batasan batas
tangan yang harus dipotong
3.      Sebagai Bayanul Naskhi
Dalam hal ini hadits berfungsi sebagai pendelete (penghapus) hukum yang
diterangkan dalam Al-Qur'an. Seperti dalam Q. S. Al-Baqarah: 180:
ِ ‫صيَّةُ لِ ْل َوالِ َد ْي ِن َواأْل َ ْق َربِينَ بِ ْال َم ْعر‬
‫ُوف‬ ِ ‫ت ِإ ْن تَ َركَ خَ ْيرًا ْال َو‬
ُ ْ‫ض َر أَ َح َد ُك ُم ْال َمو‬
َ ‫ب َعلَ ْي ُك ْم ِإ َذا َح‬
َ ِ‫ۖ ُكت‬
َ‫َحقًّا َعلَى ْال ُمتَّقِين‬
Artinya: "Diwajibkan atas kam, apabila seorang di antara kamu
kedatangan maut, jika ia meninggalkan harta yang banyak, berwasiat untuk ibu-

25
Ibid, hal.20

25
bapak dan karib kerabatnya secara makruf, kewajiban atas orang-orang yang
bertaqwa".
Allah mewajibkan kepada orang yang akan wafat memberi wasiat,
kemudian ayat diatas di naskh dengan hadits Nabi:
‫ق حقّه وال وصيّة لو ارث‬ ّ
ٍّ ‫ان هللا قد أعطى ك ّل ذي ح‬
“sesungguhnya Allah memberikan hak kepada setiap yang mempunyai hak
dan tidak ada wasiat itu wajib bagi waris26”
4.      Sebagai Bayanul Tasyri'
Dalam hal ini hadits menciptakan hukum syari'at yang belum dijelaskan
secara rinci dalam Al-Qur'an. Contoh untuk bagian ini yaitu hadits Rasulullah
SAW tentang zakat fitrah:
‫فر ض زكاة الفطر من رمضان عل لناس صاعا‬:‫ أنّ رسول هللا ص ّل هللا عليه وسلّم‬،‫عن ابن عمر‬
‫أو أنش من المسامين‬،‫أو صا عا من شعير عل ك ّل ح ّر‬،‫من تمر‬
“bahwasannya Rasulullah Saw telah mewajibkan zakat fitrah kepada umat
islam pada bulan Ramadhan satu sha’ kurma atau gandum untuk setiap orang,
baik merdeka atau hamba, laki-laki atau perempuan”

Dengan demikian sesuai dengan Al-Qur’an, firman Allah SWT:


‫خذ من أموالهم صد قة تط ّهر هم وتزكيهم‬
“apabila zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka”(Q.S. al-Taubah: 103)
Bahwasannya hadis-hadis Rasulullah SAW yang berupa tambahan
terhadap Al-Qur’an, merupakan kewajiban atau aturan yang harus ditaati, tidak
boleh menolak atau mengingkarinya dan ini bukanlah sikap mendahului Al-
Qur’an melainkan semata-mata karena perintah-Nya.27
J. Hadis Shahih Sebagai Sumber Hukum Islam

Hadis merupakan salah satu dasar pengambilan hukum Islam setelah


alQuran. Sebab hadis mempunyai posisi sebagai penjelas terhadap makna
yangdikandung oleh teks suci tersebut. Apalagi, banyak terdapat ayat-ayat
26
Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis,(Jakarta: AMZAH, 2012) hal: 21
27
Mohammad Nor Ichwan,Membahas Ilmu-Ilmu Hadis,(Semarang: Rasail Media Group,
2013) hal. 90-91.

26
yangmasih global dan tidak jelas Maknanya sehingga seringkali seorang
mufassirmemakai hadis untuk mempermudah pemahamannya.Seiring dengan
perkembangan ulumul hadis, maka terdapat beberapakalangan yang serius sebagai
pemerhati hadis. Hal ini tidak lain bertujuanuntuk mengklasifikasikan hadis dari
aspek kualitas hadis baik ditinjau darisegi matan hadis maupun sanad hadis.
Sehingga dapat ditemukan hadis-hadis yang layak sebagai hujjah dan hadis yang
tidak layak sebagai hujjah.Posisi hadis sebagai sumber hukum. Tidak lain karena
adanyakesesuaian antara hadis dengan teks suci yang ditranmisikan kepada
NabiMuhammad. Bisa juga dikatakan bahwa hadis merupakan wahyu Tuhan
yangtidak dikodifikasikan dalam bentuk kitab sebab lebih banyak hasil dari
prosesberpikirnya Nabi dan hasil karya Nabi. Akan tetapi bukan berarti hadis
adalahal-Quran. Dengan alasan itu maka selayaknya hadis mendapat perhatian
yangkhusus bagi tokoh cendekiawan Muslim selain studi al-Quran. Agar
khazanahajaran islam benar-benar mengakar dengan melakukan
kontektualisasiterhadap realitas dimana hadis itu hadir. Dalam memahami hadis
Nabi,realitas mempunyai posisi yang sangat penting. Agar hadis Nabi
mampumengakomodir segala realitas yang komplek dan beragam. Dengan itu,
makahadis Nabi tidak akan pernah mati dan terus hidup sampai penutupan
zaman.Akan tetapi , dalam beberapa hal terdapat ciri - ciri tertentu yang
spesifik,sehingga dalam mempelajarinya diperlukan perhatian khusus.Berbeda
ketika kondisi umat islam pada masa Rasulullah tidak dapatbegitu mendapat
kesulitan dalam memecahkan berbagai macam problematikayang berkaitan
dengan masalah agama, hal tersebut di karenakan setiapterjadi sesuatu yang
memerlukan hukum mereka langsung datang menemuirasulullah dan bertanya
tentang hukum dan sekaligus solusi terhadapmasalah- masalah yang terjadi saat
itu, Rasul pun ketika itu langsungmendapatkan wahyu sebagai penjelas dan
yurisprudensi terhadap masalah tersebut.28

K. Biografi Singkat Tokoh-Tokoh Ilmu Hadis Dan Karyanya

a. Imam Bukhori
28
Muhammad, Yusuf Musa Al- Madkhal Li Dirasat Al-Fiqhi Al- Islamy ( Bairut: Dar
AlFikri Al- Araby, t.t ) 69

27
1.      Biografi
Nama lengkap Imam Bukhari  ialah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn
Al-Mughirah Al-Ja’fi  ibn Bardizbah Al-Bukhari.  Beliau lahir pada hari jum’at
malam 13 syawal 194 H / 21 Juli 810 M di Bukhara, Uzbekistan, Asia Tengah. 
Beliau adalah cucu dari seorang Persia bernama Bardizbah pemeluk agama
Majusi. Ayahnya bernama Ismail, seorang ulama besar ahli hadis. Ayahnya
belajar hadis dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah
dipaparkan oleh Imam Bukhari dalam kitab At-Tarikh Al-Kabir. Ayahnya
meninggal pada waktu beliau masih kecil. Beliau mempunyai ibu yang sangat
lemah lembut dan kakak bernama Ahmad.
Ketika beliau dilahirkan, tidak lama kemudian beliau kehilangan
penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati dan ibunya menangis dan terus
berdo’a kepada Tuhan agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya
ibunya bermimpi didatangi abu al-anbiya’ Ibrahim AS dan berkata: “wahai ibu,
Allah telah mengembalikan penglihatan putramu dan kini ia sudah dapat melihat
kembali, semua itu berkat do’amu yang tiada hentinya.”  Ketika ia terbangun,
penglihatan bayinya sudah normal.
Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama. Beliau mulai
belajar hadits saat masih sangat mudah, bahkan masih kurang dari sepuluh tahun.
Beliau berguru pada Syekh Ad-Dakhili, ulama ahli hadits yang masyhur di
Bukhara. Pada usia enam belas tahun, beliau telah menghafal banyak kitab ulama
awal terkemuka, seperti Ibn Al-Mubarak, Waki’, dan sebagainya. Beliau tidak
berhenti pada menghafal hadits dan kitab ulama awal, tapi juga mempelajari
biografi seluruh periwayat yang ambil bagian dalam periwayatan suatu hadits,
tanggal kelahiran dan wafat mereka, tempat lahir mereka dan sebagainya.
Beliau tinggal di Hijaz selama enam tahun untuk belajar hadits dan
melakukan perjalanan ke Baghdad delapan kali. Pada usia 18 tahun beliau sudah
mengarang kitab tentang kehidupan sahabat dan perdebatan pendapat seputar
tabi’in (Qadhaya Shahabah wa Tabi’in). Dilanjutkan kemudian dengan menyusun
buku sejarah yang ditulisnya di samping makam Nabi SAW saat malam-malam
bulan purnama. Beliau juga hafal kitab-kitab hadits karya Mubarak dan Waki bin

28
Jarrah bin Malik. Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau menghimpun hadits-
hadits shahih dalam satu kitab dan dari satu juta hadits yang diriwayatkan 80.000
rawi disaring menjadi 7.275 hadits.
Untuk mengumpulkan dan menyeleksi hadits shahih, Bhukhari
menghabiskan waktu selama 16 tahun untuk mengunjungi berbagai kota guna
menemui para rawi hadits, mengumpulkan dan menyeleksi haditsnya. Di antara
kota-kota yang disinggahinya, antara lain Bashrah, Mesir, Hijaz, (Mekkah,
Madinah), Kufah, Baghdad sampai Asia Barat. Di Baghdad, beliau sering bertemu
dan berdiskusi dengan ulama besar Imam Ahmad bin Hambal. Dari sejumlah kota
itu, beliau bertemu dengan 80.000 rawi. Dari merekalah, Bukhari mengumpulkan
dan menghafal satu juta hadits.
Namun, tidak semua hadits yang dihafal kemudian diriwayatkan, melainkan
terlebih dahulu diseleksi dengan seleksi yang sangat ketat, diantaranya apakah
sanad dari hadits tersebut bersambung dan apakah rawinya hadits itu terpecaya
dan tsiqoh. Menurut Ibnu Hajar Al-Asqalani, Bukhari menulis sebanyak 9.082
hadits dalam karya monumentalnya, Al-Jami’ Ash-Shahih yang dikenal sebagai
Shahih Bukhari.
Diantara guru-gurunya dalam memperoleh hadits dan ilmu hadits, antara
lain Ali bin Al-Madani, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin
Yusuf Al-Faryabi, Makki bin Ibrahim AL-Bakhi dan Muhammad bin Yusuf Al-
Baykandi. Selain itu, ada 289 ahli hadits yang haditsya dikutip dalam kitab
Shahihnya. Banyak pula ahli hadits yang berguru kepadanya, seperti Syeikh Abu
Zahrah, Abu Hatim Tirmidzi, Muhammad Ibn Nasr dan Imam Muslim.
Dalam meneliti dan menyeleksi hadits dan diskusi dengan para rawi, Imam
Bukhari sangat sopan. Kritik-kritik yang beliau lontarkan kepada para rawi juga
cukup halus, namun tajam. Kepada rawi yang sudah jelas kebohongannya, ia
berkata, “Perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama
berdiam diri dari hal itu.” Sementara kepada para rawi yang haditsnya tidak jelas,
beliau menyatakan, “haditsnya diingkari.” Bahkan, banyak meninggalkan rawi
yang diragukan kejujurannya. Beliau berkata, “Saya meninggalkan 10.000 hadits
yang diriwayatkan oleh rawi yang perlu dipertimbangkan dan meninggalkan

29
hadits-hadits dengan jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan rawi, yang
dalam pandangan saya perlu dipertimbangkan.
Beliau wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H (31 Agustus 870 M), dalam
usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal dunia, beliau berpesan bahwa
jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam
dan tidak memakai sorban, serta beliau meninggal dengan tidak meninggalkan
seorang anak pun.
2.      Karya-karyanya
Karya-karya imam bukhari diantaranya : Al-Jami’ As-Shahih (Shahih
Bukhari), Al-Adab Al-Mufrad, At-Tarikh As-Sagir, At-Tarikh Al-Awsat, At-
Tarikh Al-KAbir, At-Tafsir Al-Kabir, Kitab Al-I’lal, Raf’ul yadain fis-Salah,
Birril Walidain, Kitab Al-Asyribah, dan lain-lain.
Persyaratan Bukhari dalam menerima hadits untuk shahihnya:
a)      Periwayatnya haruslah orang berkepribadian sangat luhur dan termasuk
dalam golongan yang sangat tinggi dalam penguasaan literature dan
standar akademisnya.
b)      Harus ada informasi positif bahwa para periwayat saling bertemu dan
bahwa si murid belajar dari syeikhnya.
3.      Metodologi
Metodologi yang digunakan oleh imam Bukhari dalam menyusun kitab
Shahihnya sebagai berikut:
a.       Dalam meriwayatkan hadits, beliau memilih sanad hadits yang
diriwayatkan oleh perowi yang paling sempurna dari sanad-sanad yang
ada.
b.      Dalam shahihnya, beliau membagi topic pembahasannya menjadi
Sembilan puluh satu sub bahasan (kitab).
c.       Memiliki susunan dan penataan yang amat sempurna.
d.      Dalam penyusunannya, beliau mencantumkan banyak sub bahasan yang
berkaitan dengan hukum-hukum syariat, sejarah, perbudakan, zuhud,
adab dan etika, aqidah, dan lain-lain.

30
e.       Hadits-hadits yang terdapat dalam shahihnya merupakan hadits pilihan
dari ratusan ribu hadits, dan diambil khusus hadits-hadits shahih yang
memiliki derajat yang amat sempurna.
f.       Beliau mencantumkan sekitar empat ribu hadits dengan tanpa yang
diulang.
g.      Dalam meriwayatkan satu hadits beliau meriwayatkan dengan beberapa
sanad.
h.      Hadits-hadits yang beliau riwayatkan dengan beberapa sanad memiliki
banyak manfaat, yaitu menunjukkan perbedaan matan yang terdapat
dalam hadits tersebut.
i.        Pemilihan judul bab sangat jeli dan mencerminkan isi hadits-hadits
yang dicantumkan didalamnya, bahkan merupakan hukum dan
kesimpulan dari hadits yang dibawahnya.
j.        Hadit-hadits yang diriwayatkan secara mu’allaq, ternyata telah beliau
riwayatkan secara muttasil dalam bab lain.
b.     Imam Muslim
1.      Biografi
Nama lengkap Imam Muslim adalah Imam Abu Husain Muslim Ibn Al-
Hajjaj ibn Muslim Ibn Kausyaz Al-Qusyairi Al-Naisaburi. Beliau lahir  pada
tahun 204 H di Naisabur dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga
berpendidikan yang haus akan ilmu hadits. Beliau belajar hadits sejak masih
dalam usia dini, yaitu mulai tahun 218 H. Beliau pergi ke HIjaz, Iraq, Syam,
Mesir dan Negara-negara lainnya. Dalam lawatannya Imam Muslim banyak
mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di
khurasan (Iran), beliau mendengar hadits dari Yahya dan Ishak bin Rahuya. Di
Rayyi, beliau mengambil hadits dari Muhammad bin Mihram. Di Irak, beliau
mengambil hadits dari Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah. Dan di
Hijaz, beliau mengambil hadits dari Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya.
Imam muslim berkali-kali mengunjungi Baghdad untuk belajar kepada
ulama-ulama ahli hadits, dan kunjungannya yang terakhir pada 259 H. Pada waktu
Imam Bukhari datang ke Naisabur, Muslim sering datang kepadanya untuk

31
berguru, sebab ia mengetahui jasa dan ilmunya. Dan ketika trjadi fitnah atau
kesenjangan antara Bukhari dan Az-Zihli, beliau bergabung kepada Imam
Bukhari, sehingga hal ini menjadi sebab terputusnya hubungan dengan Az-Zihli.
Imam Muslim banyak menerima pujian dan pengakuan dari para ulama ahli
hadits maupun ulama lainnya. Al-Khatib Al-Bahgdawi berkata: “ Muslim telah
mengikuti jejak Bukhari, memperlihatkan ilmunya dan menempuh jalan yang
dilaluinya. Pernyataan ini tidak berarti bahwa Muslim hanyalah seorang pengekor.
Sebab, beliau mempunyai ciri khas dan karakteristik tersendiri dalam menyusun
kitab, serta metode baru yang belum pernah diperkenalkan orang sebelumnya.
Abu Quraisy Al-Hafiz menyatakan bahwa di dunia ini orang yang benar-benar
ahli di bidang hadits hanya empat orang, salah satu diantaranya adalah Muslim.
Adapun orang-orang yang meriwayatkan hadits darinya ialah Abu Isa Al-
Turmudzi, Yahya bin Sha’id, Muhammad bin Mihlal, Ibrahim bin Muhammad bin
Sufyan (seorang peerawi kitab Muslim), Muhammad bin ishaq bin huzaimah, dan
masih banyak lagi. Mereka telah sepakat mengakui kebesaran imam Muslim,
keimanan, ketinggian martabat, dan kecerdasannya dalam menyusun hadits, serta
sebagai orang yang pertama dan paling baik dalam membuat sistematika
penyusunan hadits.
Shahih muslim merupakan kitabnya yang popular di seluruh dunia dan
namanya terkenal dimana-mana. Dalam menyusun kitabnya itu, beliau
menghabiskan waktu 15 tahun. Dan didalam kitabnya itu beliau menghimpun
sebanyak 12000 hadits yang diseleksinya dari 30000 hadits.
Imam Muslim wafat pada minggu sore dan dikebumikan di kampong Nasr
Abad, salah satu daerah di luar Naisabur, pada hari Senin, 25 Rajab 261 H/ 5 Mei
875 M dalam usia yang tidak terlalu tua, yaitu 55 tahun. 
2.      Karya-karyanya
Imam Muslim meninggalkan karya tulis yang tidak sedikit jumlahnya,
diantarnya: Al-Jami’ Ash-Shahih (Shahih Muslim), Al-Musnan Al-Kabir (kitab
yang menerangkan nama-nama perawi hadits), kitab Al-Asma wal-Kuna, kitab al-
I’lal, kitab al-aqram, kitab al-muhadramin, dan lain sebagainya.
3.      Metodologi

32
Metodologi penyusunan kiatb Shahih Muslim
a.       Sebagaiman Imam Bukhari, Imam Muslim dalam penyusunan hadits,
tidak bermaksud untuk menginfentarisir semuah hadits shahih yang
beliau ketahui.
b.      Dalam penulisan shahihnya, beliau tidak membuat judul setiap bab
secara terperinci.
c.       Menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh dan ta’dil, yakni suatu ilmu yang
digunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits.
d.      Banyak memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi.
e.       Mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad.
4.      Keutamaan shahih Al-Bukhari terhadap Shahih Muslim
a.       Kesepakatan para ulama mengenai shahih Al-Bukhari lebih utama dari
Shahih Muslim, itu dapat diketahui melalui riwayat Imam Al-Nawawi
dan Gurunya, Ibnu Al-Shalah, dll.
b.      Pernyataan Imam Muslim terhadap Imam Bukharii, “Tidak ada orang
yang marah kepadamu (Al-Bukhari) kecuali orang yang dengki, dan
aku bersaksi bahwa di dunia ini tidak ada orang sepertimu.”
c.       Perkataan Imam A-Dzahabi, “ Bahwasannya Shahih Al-Bukhari adalah
satu-satunya kitab islam yang paling utama sesudah Al-Qur’an.
Karenanya, sekiranya ada seseorang bepergian jauh sampai beribu-ribu
pos hanya semata-mata untuk mendengarkan Shahih AL-Bukhari,
niscaya kepergiannya itu tidak sia-sia.”
d.      Perkataan Ibnu Hajar, “Para ulama sepakat mengakui AL-Bukhari lebih
mulia dari Muslim, karena Muslim adalah lulusannya, dia senantiasa
mengambil faedah dari Al-Bukhari dan mengikuti jejak-jejaknya.”
e.       Perkataan Al-Daruguthni, “Bahwa apa yang dilakukan Muslim ialah
mengambil dari shahih AL-Bukhari. Dan karena itu, Muslim
menduduki  posisi meriwayatkan dari Al-Bukhari dengan
menambahkan beberapa tambahan. Meski adanya tambahan itu
menjadikan dia lebih baik, hal itu justru menunjukkan keunggulan Al-

33
Bukhari terhadap Muslim dan menguatkan pendapat bahwa Muslim
mengambil faedah dari Al-Bukhari.”

c.     Imam abu dawud


1.      Biografi
Nama lengkap Abu Dawud adalah Abu Dawud Sulaiman Bin Al-As’ats Bin
Ishaq Bin Basyir Syidad Bin ‘Amr Bin Imran Al-Azdi As-Sijistani. Beliau
dilahirkan pada tahun 202 H / 817 M di Sijistan. Beliau adalah seorang pelanglang
buana untuk kepentingan menuntut ilmu hadits, penghimpun dan penulis kitab
hadits yang meriwayatkan hadits dari ulama’ Irak, Khurasan, Syam, Dan Mesir.
Bapak beliau, yaitu Al-Asy’ats Bin Ishaq adalah seorang rowi hadits Hamad
Bin Zaid. Demikian juga saudaranya, Muhammad bin al-asy’ats, termasuk
seorang yang menekuni dan menuntut hadits dan ilmunya, merupakan teman
perjalanan imam abu dawud dalam menuntut hadits dari para ulama ahli hadits.
Imam Abu Dawud sudah berkecimpung dalam bidang hadits sejak berusia
belasan tahun. Hal ini diketahui mengingat pada tahun 221 H, beliau sudah berada
di Baghdad, dan disana beliau melayat ke kediaman Imam Muslim, sebagaimana
yang beliau katakana, “Aku menyaksikan jenazahnya dan mensholatkannya.”
Walaupun telah pergi ke Negara-negara tetangga Sajistan, seperti Khurasan ,

Baghlan, Harron, Roi Dan Naisabur, setelah Imam Abu Dawud masuk kota
Baghdad, beliau diminta oleh Amir Abu Ahmad Al-Muwaffaq untuk tinggal dan
menetap di bashrah dan beliau menerimanya. Akan tetapi, hal itu tidak membuat
beliau berhenti dalam mencari hadits.
Kemudian, beliau mengunjungi berbagai negeri untuk memetik langsung
ilmu dari sumbernya. Beliau langsung berguru selama bertahun-tahun. Diantara
guru-gurunya adalah Imam Ahmad, Al-Qanaby, Sulaiman Bin Harb, Abu Amr
Adg-Dhariri, Abu Walid Ath-Thayalisi, Abu Zakariya Yahya Bin Ma’in, Abu
Khaitsama, Zuhair Bin Harb, Ad-Darimi, Abu Ustman Sa’id Bin Manshur, Ibnu
Abi Syaibah dan ulama lainnya.

34
Abu Dawud adalah salah seorang ulama yang mengamalkan ilmunya dan
mencapai derajat tinggi dalam ibadah, kesucian diri, wara’ dan kesalehannya.
Beliau adalah seorang sosok manusia utama yang patut diteladani perilaku,
ketenangan jiwa dan kepribadiannya. Sifat-sifat abu dawud ini telah diungkapkan
oleh sebagian ulama yang menyatakan : “abu dawud menyerupai ahmad bin
hanbal dalam perilakunya, ketenangan jiwa dan kebagusan pandangannya serta
kepribadiannya. Ahmad dalam sifat-sifat ini menyerupai Waki’, Waki’
menyerupai sufyan as-sauri, sufyan menyerupai Mansur, Mansur menyerupa
Ibrahim an-nakha’I, Ibrahim menyerupai ‘alqamah dan ia menyerupai ibn mas’ud.
Sedangkan ibn mas’ud sendiri menyerupai nabi saw dalam sifat-sifat tersebut.
Abu dawud mempunyai pandangan dan falsafah sendiri dalam cara
berpakaian. Salah satu lengan bajunya lebar namun yang satunya lebih kecil dan
sempit. Seseorang melihatnya bertanya tentang kenyentrikan ini, beliau menjawab
: “lengan baju yang lebar ini digunakan untuk membawa kitab-kitab, sedang yang
satunya lagi tidak diperlukan. Jadi, kalau dibuat lebar, hanyalah berlebih-lebihan.”
Abu dawud telah menulis hadits-hadits dari Rasulullah saw sebanyak
500.000 hadits, dan dari jumlah itu beliau memilih yang telah disebutkan dalam
kitabnya yaitu kitab Sunan yakni 4800 hadits dan disebutkan mana yang shahih
dan yang mendekati shahih. Dan dalam urusan agama bagi seseorang, kiranya
cukup dengan berpegang empat hadits saja dari sekian banyak hadits yang aku
sebutkan, yaitu:
a.       “sesungguhnya amal itu tergantung dengan niatnya.”
b.      “termasuk tanda kesempurnaan keislaman seseorang ialah
meninggalkan hal-hal yang tiada berguna.
c.       “seorang mukmin tidak akan sempurna keimanannya sampai dia rela
terhadap saudara sebagaimana dia merelakan terhadap dirinya sendiri.”
d.      “sesungguhnya perkara yang halal itu sudah jelas dan yang haram juga
sudah jelas, sedang di antara keduanya merupakan sesuatu yang
syubhat.”
Imam Abu Dawud adalah imam dari imam-imam ahlusunnah wal jamaah
yang hidup di Bashrah, kota berkembangnya kelompok Qadariyah dan pemikiran

35
Khawarij, Mu’tazilah, Murji’ah, Syi’ah Rafidha, Jahmiyah, dan lain-lainnya.
Walaupun demikian, beliau tetap dalam keistiqamahan di atas sunnah dan
membantah qadariyah dengan kitabnya al-qadar. Demikian pula, bantahannya atas
khawarij dalam kitabnya akhkbar al khawarij dan membantah pemahaman yang
menyimpang dari kemurnian ajaran islam yang telah disampaikan oleh
Rasulullah. Tentang hal itu bisa dilihat pada kitabnya As-Sunan yang di dalamnya
terdapat bantahan-bantahannya terhadap Jaahmiyah, murji’ah dan mu’tazilah.
Setelah mengalami kehidupan penuh berkat yang diisi dengan aktivitas
ilmiah, menghimpun dan menyebarluaskan hadits, beliau wafat pada tanggal 16
Syawal 275 H / 889 M dan jenazahnya dishalatkan oleh Abbas bin abdul wahid
al-haasyimy.
2.      Karya-karyanya
Karya-karya imam abu daud antara lain : kitab as-sunan (sunan abu dawud),
kitab al-marasil, kitab al-qadar, an-nasikh wal-mansukh, fada’il al-a’mal, kitab az-
zuhd, dala’il an-nubuwah, ibtida’ al-wahyu, ahbar al-khawarij, dan lain
sebagainya.
3.      Metodologi
Metodologi penyusunan kitab sunan abi daud antara lain :
a.       Beliau tidak hanya mencantumkan hadits-hadits shahih semata
sebagaimana yang telah  dilakukan imam bukhari dan imam muslim,
tetapi beliau memasukkan pula hadits shahih, hadits sanan, hadits dhaif
yang tidak terlalu lemah dan hadits yang tidak disepakati oleh para
imam untuk ditinggalkannya.
b.      Kualitas haditsnya menempati peringkat ketiga setelah Bukhari dan
Muslim.
c.       Beliau membagi kitab sunannya menjadi beberapa kitab, dan tiap-tiap
kitab dibagi pula kedalam beberapa bab.jumlah kitab sebanyak 35 buah,
diantaranya ada 3 kitab yang tidak dibagi ke dalam bab-bab. Sedangkan
jumlah bab sebanyak 1871 bab.
d.      Dalam sunannya, beliau memasukkan 4800 buah hadits. Namun
sebagian ulama ada yang menghitungnya sebanyak 5274 buah hadits.

36
e.       Dalam meriwayatkan hadits yang senada dari beberapa riwayat, beliau
menjelaskan perbedaan pada tiap riwayat dengan cukup rinci.
d.    At-Tirmidzi
1.      Biografi
Nama lengkap Imam Al-Hafiz Abu ‘Isa Muhammad bin ‘Isa bin Saurah bin
Musa bin Ad-Dahhak  As-Sulami At-Tirmidzi. Ia adalah salah seorang ahli hadis
kenamaan, dan pengarang berbagai kitab yang masyhur. Ia lahir pada 209 H di
kota Tirmiz.
Kakek Abu ‘Isa At-Tirmidzi berkebangsaan Mirwaz, kemudiah pindah ke
Tirmidzi dan menetap disana. Di kota inilah, cucunya bernama Abu ‘Isa
dilahirkan. Semenjak kecil Abu ‘Isa sudah gemar mempelajari ilmu dan mencari
hadis. Untuk keperluan inilah, ia mengembara ke berbagai negeri, yaitu Hijaz,
Irak, Khurasan, dan lain-lain. Dalam perlawatannya itu, ia banyak mengunjungi
ulama besar dan guru hadis untuk mendengarkan hadis, kemudian mengahafalkan
dan mencatatnya dengan baik di perjalanan atau ketika tiba disuatu tempat. Ia
tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan tanpa menggunakan dengan seorang
guru dalam perjalanan menuju Mekah.
Ia belajar dan meriwayatkan hadis dari ulama-ulama kenamaan. Diantaranya
kepada Imam Bukhari, ia mempelajari hadits dan fiqh. Ia juga belajar kepada
Imam Muslim dan Abu Dawud. Bahkan, Tirmidzi belajar pula hadits dari
sebagian guru mereka. Guru lainnya adalah Qutaibah bin Saudi Arabia’id, Ishaq
bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin ‘Abdur Rahman, Muhammad bin
Basysyar, ‘Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni’, Muhammad bin Al-Musanna, dan
lain-lain.
Hadits-hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak
ulama. Di antaranya adalah Makhul bin Al-fadl, Muhammad bin Mahmud ‘Anbar,
Hammad bin Syakir, ‘Ai’bd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin
Kulaib Asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-‘Abbas Muhammad bin
Mahbud Al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami’ darinya, dan lain-lain.
Abu ‘Isa At-Tirmidzi diakui keahliannya oleh para ulama dalam hadits,
kesalehan, dan ketakwaannya. Ia terkenal pula sebagai seorang yang dapat

37
dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Para ulama besar telah memuji dan
menyanjungnya, serta mengakui kemuliaan dan keilmuannya. Al-Hafiz Abu
Hatim Muhammad bin Hibban, kritikus hadits, menggolongkan Tirmidzi ke
dalam kelompok ‘Tsiqat’ atau orang-orang yang dapat dipercayai dan kokoh
hafalannya. Ia berkata, “Tirmidzi adalah salah seorang ulama yang
mengumpulkan hadits, menyusun kitab, menghafal hadits, dan ber-muzakarah
(berdiskusi) dengan para ulama.”
Setelah menjalani perjalanan panjang untuk belajar, mencatat, berdikusi,
bertukar pikiran, dan mengarang pada akhirnya kehidupannya ia mendapat
musibah kebutaan. Beberapa tahun lamanya, ia hidup sebagai tunanetra. Dalam
keadaan seperti inilah, akhirnya At-Tirmidzi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmidz
pada malam senin 13 Rajab tahun 279 H (8 Oktober 892) dalam usia 70 tahun.
2.      Karya-karyanya
Imam Tirmidzi banyak menuis kitab, di antaranya : Al-Jami’ Al-
Mukhtasar min As-Sunan ‘an Rasul Allah, terkenal dengan Sunan At-Tirmidzi,
Tawarikh, Al-‘Ilal, At-Tarikh, Al-‘Ilal Al-Kabir, Asy-Syama’il An-Nabawiyyah,
Az-Zuhd, Asma’ Ash-Shahabah, Al-Asma’ wal-Kunya, Al-Atsar Al-Mauqufah.
Tetapi Di antara kitab-kitab tersebut yang paling besar, dan terkenal serta
beredar luas adalah Al-Jami. Kitab ini disusun pada tanggal 10 Zulhijjah 270 H.
Kitab Al-Jami inilah yang mengantarkan Tirmidzi menjadi seorang imam hadis.
kitab ini bermuatan empat belas objek pembahasan ilmu, dengan paparan yang
relefantif dan aplikatif, disertai penjelasan hadis-hadis yang musnad, shahih, dan
dhaif, macam-macam riwayat, reputasi rowi-rowi yang adil dan yang cacat, nama-
nama rawi dan kuniahnya, hadis muttashil dan yang harus ditinggalkan, perbedaan
ulama dalam menerima dan menolak atsar-atsar nabi serta menta’wilkan hadis-
hadisnya. Setiap objek pembahasan ilmu tersebut di atas dibahasnya dalam satu
bab tersendiri, sehingga orang yang membacanya senantiasa merasa berada dalam
taman ilmu yang indah dan tertib. Buku ini telah dibagi menjadi 50 bab dan
mengandung 3956 hadist. Dan kitab yang demikian ini tidaklah datang begitu
saja. Untuk menyusunnya dibutuhkan kemampuan ilmu yang tinggi, pertolongan
Allah SWT, waktu yang penjang dan pemikiran yang dalam.

38
3.      Metode penyusunan bahan
Tirmidzi meletakkan judul, lalu mencantumkan satu atau dua hadis sebagai
sumber penarikan judul tersebut. Sesudah itu, ia memberi pendapatnya tentang
kualitas hadis : Shahih, Hasan, atau Dhaif. Untuk maksud ini, ia menggunakan
suatu terminology yang tidak dipakai ulama awal. Ia juga mencantumkan
pendapat para fakih, kadi, dan imam awal berkenaan dengan persoalan yang
dibahas. Bahkan ia juga menunjukkan, jika ada, hadis yang diriwayatkan sahabat
lain berkaitan dengan persoalan yang sama, sekalipun kaitannya itu dalam
kerangka yang lebih luas.
e.     Imam An-Nasa’i
1.      Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu Abdurahman Ahmad ibn Syu’aib bin ‘Ali ibn
Abi Bakar ibn Sinan An-Nasa’i. Ia terkenal dengan nama An-Nasa’i karena
dinisbatkan dengan kota Nasa’i, salah satu kota di Khurasan. Ia dilahirkan pada
tahun 215 H disebuah tempat bernama Nasa’ demikian menurut Adz-Dzahabi. Ia
bermuka tampan, warna kulitnya kemerah-merahan dan ia senang mengenakan
pakaian garis-garis buatan Yaman. Ia sering ikut bertempur bersama-sama dengan
Gubernur Mesir. Mereka mengakui kesatriaan dan keberaniannya, serta sikap
konsistensinya yang berpegang teguh pada sunah dalam menangani masalah
penebusan kaum Muslimin yang tertangkap lawan.
Imam An-Nasa’i menerima hadits dari Sa’id, Ishaq bin Rwahih, dan ulama-
ulama lainnya dari kalangan tokoh ulama ahli hadits di Khurasan, Hijaz, Irak,
Mesir, Syam, dan Jazirah Arab. Imam An-Nasa’I termasuk di antara ulama yang
ahli di bidang ini dan karena ketinggian sanad haditsnya. Menurut para ulama ahli
hadits, Imam An-Nasa’I lebih kuat hafalannya dibandingkan Imam Muslim dan
kitab Sunan An-Nasa’i lebih sedikit hadits dhaif-nya (lemah) setelah hadits
Shahih Bukhari dan Shahih Muslim. Imam An-Nasa’i pernah menetap di Mesir.
Para gurunya yang nama harumnya tercatat oleh pena sejarah, antara lain
Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ishaq bin Rahawaih, Al-Harits bin Miskin,
Ali bin Kasyram, Imam Abu Dawud, dan Imam Abu Isa At-Tirmidzi.

39
Tidak ada kesepakatan pendapat tentang dimana ia meninggal dunia. Imam
Daraquthni menjelaskan, bahwa di saat mendapatkan cobaan tragis di Damsyik itu
ia meminta supaya di bawa ke Mekah. Permohonannya ini dikabulkan dan ia
meninggal di Mekah, kemudian dikebumikan disuatu tempat antara Safa dan
Marwah. Pendapat yang sama dikemukakan pula oleh Abdullah bin Mandah dari
Hamzah al-‘Uqbi al-Misri dan ulama yang lain.
Sedangkan menurut adz-Dzahabi tidak sependapat dengan pendapat diatas.
Menurutnya yang benar ialah bahwa Nasa’I meninggal di Ramlah, suatu tempat di
Plaestina. Ibn Yunus dalam tarikhnya setuju dengan pendapat ini, demikian juga
Abu Ja’far ath-Thahawi dan Abu Bakar bin Naqatah. Sebagian yang lain
menyatakan bahwa ia dikebumikan di Baitul Maqdis. Ia wafat pada tahun 303 H.
2.      Karya-karyanya
Imam Nasa’I telah menulis beberapa kitab besar yang tidak sedikit
jumlahnya, diantaranya : As-Sunan al-Kubra, As-Sunan As-Sughra, Al-
Khasha’ish, Fada’il as-Shahabah, Al-Manasik, dan lain-lain.
Diantara karya-karya tersebut yang paling besar dan bermutu adalah kita as-
Sunan yang popular dengan istilah sunan an-Nasa’I yang merupakan ringkasan
dari Sunan al-Kubra. Setelah kitab ini selesai disusun, kemudian dia
menghadiahkannya kepada penguasa negeri Ramlah sebagai tanda penghormatan.
Isi dari kitab ini adalah hadis shahih, hasan dan adapula yang hampir serupa
dengannya. Imam Nasa’I sangat teliti dalam menyeleksi hadis-hadis yang termuat
dalam kitab pertamanya
3.      Metodologi penyusunan
Kitab Sunanu Sughra ini penyusunanya menggunakan sistematika bab-bab
fiqh, sebagaimana kebanyakan kitab sunan lainnya. Kitab ini bermuatan hadis-
hadis shahih, hasan, dan dhaif. Tetapi yang dhaif jumlahnya relative sedikit sekali.
Imam Nasa’I sangat teliti dalam penusunan kita as-Sughra. Karenanya ulama
berkata : “kedudukan kita as-sunan as-Sughra di bawah derajat shahih Bukhari
dan shahih Muslim, karena sedikit sekali hadis dhaif di dalamnya”.
Dalam sunanya Imam Nasa’i melakukan beberapa langkah dalam proses
penyusunan hadis, diantaranya :

40
a.       Kitab ini disusun khusus untuk hadis-hadis yang berkaitan dengan
hukum, sesuai dengan namanya. Dalam hal ini, kandungan hadis-hadis
mirip dengan sunan-sunan yang lain
b.      Kitab sunan ini berisi 51 bab. Dalam bab-bab tersebut terdapat rincian
dan uraian yang hampir tidak dijumpai dalam sunan-sunan yang
lainnya.
c.       Melakukan beberapa pengulangan hadis dengan uslub yang berbeda,
sebagaimana dilakukan oleh pendahuluannya Bukhari dan Muslim
d.      Dalam meriwayatkan hadis, beliau sering menimbang, membandingkan
dan menunjukkan perbdedaan antara satu hadis dengan lainnya. Di sisi
lain beliau juga menjelaskan sebab-sebab kedha’ifan hadis-hadis yang
diriwayatkan secara rinci
f.      Imam Ibn Majah
1.      Biografi
Nama lengkapnya adalah Abu Abdillah Muhammad bin Yazid bin Majah
Al-Quzwaini. Namanya dinisbatkan dari daerah Quzwain karena beliau dilahirkan
di daerah itu pada tahun 207 Hijriah (824 M).
Ia berkembang dan meningkat dewasa sebagai orang yang cinta
mempelajari ilmu dan pengetahuan, teristimewa mengenai hadis dan
periwayatnya. Untuk mencapai usahanya dalam mencari dan mengumpulkan
hadis, ia telah melakukan dan berkeliling di beberapa negeri. Ibn Majah mulai
belajar hadis sebelum tahun 233 Hijriah, pada usia sekitar 15 atau 20 tahun
sebagaimana kebiasaan masa itu.
Sebagaimana halnya para Muhaditsin yang dalam mencari hadis-hadis
memerlukan perantauan ilmiah, ia pun berkeliling di beberapa negeri untuk
menemui dan berguru hadis kepada para ulama hadis. dia telah melanglang buana
mencari ilmu ke negeri Irak, Syam, Hijaz, Persia (Iran), dan Mesir kemudian
hijrah ke Bashrah, Kufah, Mekkah, Madinah, Damaskus, Rayyi, dan Fusthath.
Dari tempat perantauannya itu ia bertemu dengan murid-murid Imam Malik dan
Al-Laits, dan dari Mekkah ia banyak memperoleh hadis.

41
Banyak pujian dan penghargaan yang diberikan pada beliau, diantaranya apa
yang telah disampaikan oleh Abu Ya’la al-Khalili al-Qazwini bahwa : “Ibn Majah
adalah seorang yang terpercaya yang disepakati tentang kejujurannya, dapat
dijadikan argumentasi pendapat-pendapatnya. Ia mempunyai pengetahuan luas
dan banyak menghafal hadis.”
Ibn Majah meninggal pada hari Senin 21 Ramadan 273 Hijriah. Jenazahnya
dishalatkan oleh saudaranya, Abu Bakar. Sedngkan pemakamannya dilakukan
oleh kedua saudaranya, Abu Bakar dan Abdullah serta putranya, Abdullah.

2.      Karya-karyanya
Imam Ibn Majah mempunyai banyak karya tulis, diantaranya:
a.       Kitab as-Sunan, yang merupakan salah satu Kutubus Sittah (Enam kitab
hadis yang pokok)
b.      Kitab tafsir al-Qur’an, sebuah kitab tafsir yang besar manfaatnya seperti
diterangkan Ibn Kasir.
c.       Kitab tarikh, berisi sejarah sejak masa sahabat sampai masa Ibn Majah
d.      Dan lain-lain
Tetapi dari berbagai kitab-kitab yang ditulis oleh Ibn Majah, ia memiliki
karya besar dalam disiplin ilmu hadis yang berjudul Kitab as-Sunan. Dia telah
menunjukkan kitab tersebut kepada Abu Zar’ah. Setelah Abu Zar’ah melihatnya,
dia mengaguminya dan berkata, “Menurutku jika kitab ini telah sampai di tangan
orang-orang, maka kitab jami’ atau kebanyakan kitab lainnya tidak akan
terpakai.” Selanjutnya dia berkata, “Di dalam kitab ini barangkali tidak sampai
terbilang tiga puluh hadis yang sanad-sanadnya dhai’if.”
Ciri utama dari kitab as-Sunan ini adalah kitab ini menyajikan sedikit sekali
pengulangan, dan merupakan salah satu yang terbaik dalam pengaturan bab dan
subbab, suatu kenyataan yang diakui oleh banyak ulama.
3.      Metodologi penyusunan Sunan Ibn Majah
Kitab ini adalah salah satu kitab karya Imam Ibn Majah tersebar yang masih
beredar hingga sekarang. Dengan kitab inilah, nama Ibn Majah menjadi terkenal.
Ia menyusun sunan ini menjadi beberapa kitab dan beberapa bab. Sunan ini terdiri

42
dari 37 kitab, berisikan beragam tema hadis. serta terdapat sekitar 1.500 bab,
sedangkan jumlah hadisnya sebanyak 4.000 buah hadis.
Kitab sunan ini disusun menurut sistematika fiqh, yang dikerjakan secara
baik dan jeli. Ibn Majah memulai sunan-nya ini dengan sebuah bab tentang
mengikuti sunnah Rasulullah saw. Dalam bab ini ia menguraikan hadis-hadis
yang menunjukkan kekuatan sunnah, kewajiban mengikuti dan mengamlakannya.
Adapun kedudukan sunan Ibn Majah diantar kitab-kitab hadis, sebagian
ulama tidak memasukkan Sunan Ibn Majah ke dalam kelompok “Kitab Hadis
Pokok” mengingat derajat Sunan ini lebih rendah dari kitab-kitab hadis yang lima.
Diantara mereka adalah al-Hafiz Abud-Fardl Muhammad bin Tahir al-Maqdisi
(wafat pada 507 H) dalam risalahnya Syurutul’ A’immatis Sittah. Sedangkan
sebagian ulama yang lain menetapkannya sebagai salah satu dari al Kutub as
Sitah. Mayoritas mereka adalah ulama Masyriq yang dipelopori oleh Abul Hasan
Ahmad bin Razin al-Abdari as-Sarqisti (wafat sekitar tahun 535 H). Pendapat ini
diikuti oleh Abus Sa’adat Majduddin Ibnul Asir al-Jazairi asy-Syafi’I (wafat 606
H). Demikian pula az-Zabidi asy-Syafi’I (wafat 944 H) dan al hafidh Abdul Ghani
bin Abdul Wahid al Muqaddasy (wafat 600 H).
Mereka mendahulukan Sunan Ibn Majah dan memandangnya sebagai kitab
keenam, tetapi tidak mengkategorikan kitab al-Muwatta’ karya Imam Malik
sebagai kitab keenam, padahal kitab ini lebih shahih daripada Sunan Ibn Majah,
hal ini megingat bahwa Sunan Ibn Majah banyak Zawa’idnya (tambahannya) atas
Kutubul Khamsah. Berbeda dengan al-Muwatta’, yang hadis-hadis itu kecuali
sedikit sekali, hampir seluruhnya telah termuat dalam Kutubul Khamsah.29

BAB III

29
Mukarom Faisal Rosidin, dkk, Al-Qur’an Hadis Ma Kelas X, , (Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI, 2014), hlm 134-152

43
PENUTUP

A. Kesimpulan

Hadits menurut ulama ahli hadits (muhadditsin) adalah segala ucapan,


perbuatan, taqrir (peneguhan/mendiamkan sebagai tanda membolehkan atau
persetujuan), dan sifat-sifat Nabi Muhammad SAW. Sedangkan secara
terminologinya sunah yaitu segala yang bersumber dari Nabi SAW, baik berupa
perkataan dan perbuatan taqrir, tabiat, budi pekerti, perjakanan hidip, baik
sebelum menjadi rasul maupun sesudah. Menurut istilah khabar adalah segala
sesuatu yang disandarkan kepada nabi dan para sahabat, jadi setiap hadis termasuk
khabar tetapi tidak setiap khabar adalah hadis. Atsar menurut bahasa Sisa dari
sesuatu (jejak). Menurut istilah, sanad adalah jalan yang dapat menghubungkan
matan hadis sampai kepada Nabi Muhammad saw. Matan ini adalah inti dari apa
yang dimaksud oleh hadis. Rawi yaitu orang yang memindahkan hadis dari
seorang guru kepada orang lain atau membukukannya ke dalam suatu kitab hadis.

B. Saran
Penenulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan
karena kurangnya ilmu dan pengalaman yang dimiliki penulis, sehingga penulis
memohon maaf atas kekurangan terebut dan meminta kritik dan saran dari
pembaca agar menjadi motivasi bagi penyusun untuk lebih baik lagi kedepannya.

44
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid Khon, 2012, Ulumul Hadis, Jakarta: AMZAH

Al Abbasi Muhammad 'Id. 2002. Hadits Sebagai Landasan Akidah dan Hukum.
Terj: Mohammad Irfan Zein. Jakarta: Pustaka Azzam
Al Bani M. Nashiruddin. 2002. Hadits Sebagai Landasan Akidah Dan Hukum,
Terj: Mohammad Irfan Zein. Jakarta: Pustaka Azzam
Amin Syaifullah. 2020. Al-Qur’an Hadis Ma Kelas X. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pendidikan Islam Kementerian Agama RI
Hamadah, Abbas. Al-Sunnah al-Nabawtyah wa Makanatuha Fi al-Tasyr Kairo: al
Qounlyah
Hamid Syamsul Rijal. 2014. Buku Pintar Hadits Edisi Revisi. Jakarta: Penerbit
QiblaThanan Mahmud. 2010. Ilmu hadits praktis. Terj: Abu Fuad, Bogor:
Pustaka Thariqul Izzah

Muhammad Alawi Al-Maliki, 2006, Ilmu Ushul Hadis, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar

Mohammad Nor Ichwan, 2013, Membahas Ilmu-Ilmu Hadis, Semarang: Rasail


Media Group,

Rosidin Mukarom Faisal, dkk. 2014. Al-Qur’an Hadis Ma Kelas X, , (Jakarta:


Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama RI
Syam Nur. 2014. Al-Qur’an Hadis. Jakarta: Direktorat Pendidikan Madrasah
Yusalem Nawir. 1998. Ulumul Hadis. Jakarta: PT Mutiara Sumber Widya

45

Anda mungkin juga menyukai