Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TAFSIR TABI ’IN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Tafsir

Dosen Pengampu: Dr. Faizah Ali Syibromalisi, M.A.

Disusun oleh:

Kelompok 4

Aiman Alfaridjie 11220340000097

Ahmad Fathoni Hanippudin 11220340000118

Muhammad Aryudha 11220340000047

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah ‘Azza wa Jalla yang senantiasa melimpahkan rahmat, nikmat
dan karunia-Nya, sehingga pemakalah mampu menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Tafsir Tabi’in”. Tidak lupa, shalawat serta salam tercurahkan kepada Baginda Agung
Rasulullah ‫ ﷺ‬yang telah membimbing kita menuju jalan yang lurus, sampai akhirnya
zaman telah dipenuhi dengan ilmu pengetahuan.

Adapun penyusunan makalah ini, bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata
kuliah metode tafsir dan menambah wawasan tentang pengertian tabi’in sebagai mufassir,
berbagai sarana yang membantu tabi’in dan contoh-contohnya,madrasah tafsir pada masa
tabi’in berserta ciri-ciri dan karya-karyanya dengan dosen pengampu Dr. Faizah Ali
Syibromalisi, M.A.

Pemakalah berharap agar makalah ini mampu memberikan pengetahuan bagi


pembaca. Dengan kerendahan hati, pemakalah memohon maaf, apabila ada kesalahan dalam
proses pembuatan makalah. Pemakalah membuka kritik dan saran yang membangun sebagai
bagian revisi makalah metode tafsir ini.

Ciputat, 12 Oktober 2023

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Latar Belakang..............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................5
BAB II.......................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.......................................................................................................................6
A. Pengertian Tabi’Sebagai Mufassir..............................................................................6
B. Sumber yang Membantu Tabi’in dalam Menafsirkan..............................................7
a. Al-Qur’an...................................................................................................................7
b. Riwayat Nabi..............................................................................................................7
c. Penafsiran Sahabat....................................................................................................7
d. Ahli Kitab...................................................................................................................7
e. Ijtihad Para Tabi’in..................................................................................................7
C. Ciri-ciri Tafsir Tabi’in.................................................................................................12
D. Perbedaan dengan Tafsir Sahabat..............................................................................13
BAB III.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
A. Kesimpulan....................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 15

3
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejarah al-Qur’an menunjukkan bahwa kitab suci al-Qur’an memang tidak mudah
dapat dipahami, karena artinya sangat luas. Kesulitan menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an
terletak dalam mu’jizat bahasa dan isi kitab suci tersebut, dan tidak semua dapat mengetahui
arti dan maksudnya. Karena al-Qur’an mengandung pengetahuan dan pelajaran yang penting,
suci dan murni yang tidak dapat dipahami dan diamalkan dengan sempurna, melainkan oleh
mereka yang tinggi budi pekertinya, jernih dan bersih pikirannya, suci dan murni pula
jiwanya.

Bagi yang menguasai ilmu lebih luas ia pasti mampu memahami al-Qur ‘an secara
lebih baik. Karena itulah, pada setiap kali Allah Swt berbicara tentang dalil ketuhanan-Nya
dan keesaan-Nya selalu disertai dengan sebutan orang-orang yang berakal, orang-orang yang
berilmu, orang-orang yang mendengar, berfikir atau orang yang mau menarik pelajaran.
Semua itu sebagai isyarat bahwa manusia bisa menjangkau hakekat makna ayat-ayat al-
Qur’an dengan salah satu daya kesanggupan tersebut.

Penafsiran al-Qur’an telah tumbuh pada masa hidup Nabi dan beliaulah sebagai
mufassir al-Awwal dari kitab Allah untuk menerangkan maksud-maksud wahyu yang
diturunkan kepadanya. Namun setelah Rasulullah wafat maka tafsir para tabi’in menempati
urutan ketiga setelah tafsir Rasululullah.

Keterangan tersebut di atas menunjukkan bahwa Tabi’in melakukan penafsiran


diantaranya karena Rasulullah sebagai penafsir pertama telah wafat, secara otomatis tugas
sebagai penyampai yang diembang oleh Rasulullah sebelumnya, beralih ke pundak para
sahabat dan dilanjutkan oleh para tabi’in. Mengenai penggantian seperti ini telah disinggung
Abd Muin Salim dalam Konsepsi Kekuasaan Politik dalam al-Qur’an, beliau menjelaskan
bahwa kata kerja khalafa-yakhlufu dalam al-Qur’an dipergunakan dalam arti “mengganti”
baik dalam konteks penggantian generasi ataupun dalam pengertian penggantian kedudukan
kepemimpinan.

Bagi para tabi’in mempelajari tafsir al-Qur’an sangat mudah karena memang al-
Qur’an diturunkan dengan bahasa mereka, dan karena suasana dan peristiwa turun ayat dapat
mereka saksikan, disamping itu mereka menerima al-Qur’an langsung dari shahibir Risalah
4
dan mempelajari tafsir al-Qur’an pun dari beliau sendiri. Meskipun demikian, mereka itu

5
berbeda dalam memahami ayat al-Qur’an, ada ayat yang terang bagi sebahagian tabi’in, tetapi
bagi tabi’in lain justru belum jelas.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian tabi’in sebagai mufassir?
2. Apa sumber atau sarana yang membantu tabi’in dalam menafsirkan?
3. Bagaimana ciri-ciri tafsir tabi’in?
4. Apa perbedaan tafsir tab’in dengan tafsir sahabat?

6
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Tabi’in Sebagai Mufassir

Menurut bahasa: kata tabi’in merupakan jamak dari kata tâbi’i (‫ )تابعي‬atau tâbi’ (‫)تابع‬
yang merupakan isim fa’il dari kata tabi’ahu (‫ه‬GGG‫ )تبع‬yang bermakna “yang berjalan
dibelakangnya”. Sedangkan menurut istilah: tabi’in adalah orang yang bertemu dengan sahabat
yang muslim dan mati dalam keadaan islam. Ada juga yang mengatakan “orang yang bersama
sahabat”
Bila pengertian tabi’in ini adalah generasi yang hidupnya tidak mengalami kehidupan
Nabi maka permulaan periode tabi’in dimulai sejak tahun 12 H stelah Nabi wafat, seperti kibar
al-tabi’in Sa’id bin Al Musayyab yang lahir pada tahun 13 H dan wafat pada 94 H. Namun
dengan pengertian tersebut, setelah Nabi wafat justru merupakan momen “karir” puncak para
Ssahabat dimana beberapa tokoh tafsir Al Quran dari kalangan tabi’in baru dilahirkan, seperti
Mujahid bin Jabr yang lahir pada 21 H saat pemerintahan Khalifah ‘Umar dan meninggal pada
104 H.
Para tabi’in adalah sosok-sosok yang berasal dari beragam daerah dan kebudayaan
yang mendapatkan pengetahuan dari para sahabat. Para sahabat relatif berasal dari wilayah yang
sama atau berdekatan di kawasan (Mekkah-Madinah dan wilayah sekitarnya) yang pernah
berhubungan antara yang satu dengan yang lain dalam satu situasi perjuangan Islam awal
meskipun di penghujung usianya, para sahabat berada dan menetap di wilayah yang berbeda-
beda dan berjauhan dalam territorial kekuasaan umat islam.1
Tafsir yang dari Rasulullah dan para sahabat tidak mencakup semua ayat al-Qur’an.
Mereka hanya menafsirkan bagian-bagian yang sulit dipahami bagi orang-orang di masanya.
Kemudian kesulitan akan pemahaman tersebut semakin meningkat secara bertahap di saat
manusia bertambah jauh dari masa Nabi dan sahabat. Maka para tabi’in yang menekuni bidang
tafsir merasa perlu untuk menyempurnakan sebagian kekurangan itu.2
Sebagaimana sebagian sahabat terkenal dalam bidang tafsir, sebagian tabi’in yang
belajar dari mereka juga terkenal dalam bidang tafsir. Sejarah mencatat tiga aliran tafsir pada
periode tabi’in ini, yaitu Mekkah, Madinah, dan Kuffah. Mekkah merupakan aliran dari sahabat
‘Abd Allah bin ‘Abbas, Madinah merupakan aliran dari Ubay bin Ka’b, dan Kufah merupakan

1
Syukron Affani, Tafsir Al Quran Dalam Sejarah Perkembangannya (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019)
2
Manna’ Khalil al-Qatan, Studi Ilmu-ilmu Qur’an terj. Mudzakkir AS (Bogor: Pustaka Litera
Antar Nusa, 2011), hlm.461.
7
aliran dari sahabat ‘Abd Allah bin Mas’ud.3
Munculnya para mufassir dikalangan tabi’in erat kaitannya dengan berakhirnya periode
sahabat yang menjadi guru-guru para tabi’in. mufassir dikalangan tabi’in banyak yang
menyebar ke berbagai daerah kekuasaan Islam sekaligus menjadi guru-guru tafsir di daerah
mereka. Periode ini bermula pada masa tabi’in yang notabenenya sebagai generasi kedua Islam.
Al-Shabuni menyebut bahwa mufassir pada masa tabi’in jumah sangatlah banyak, lebih banyak
daripada mufassir para sahabat. Banyak tokoh penafsir muncul dari kalangan sahabat yang telah
memberikan sumbangan besar dalam menafsirkan al-Qur’an, sehingga para generasi selanjutnya
dapat mengambil penafsiran dari pemikiran mereka.4

B. Apa saja sarana-sarana yang digunakan oleh Tabi’in dalam menafsirkan ayat

Menurut ustadz Muhammad Husain Adz-Dzahabi dalam memahami kitab Allah, para
Mufassir mengacu pada :

a. Al-Qur’an

b. Riwayat Nabi SAW

c. Penafsiran Sahabat

d. Keterangan Ahli Kitab

e. Ijtihad para tabi’in

Tafsir yang dinukilkan dari Rasulullah dan para sahabat tidak mencakup semua ayat al-
Qur’an, mereka hanya menafsirkan bagian-bagian yang sulit dipahami bagi orang-orang yang
semasa dengan mereka. Seiring perjalanan waktu, kesulitan dalam memahami Al-qur’an ini
kian meningkat ketika era Nabi SAW dan para sahabat kian jauh, sehingga para Tabi’in yang
berkecimpung dibidang tafsir perlu untuk melengkapi kekurangan ini, lalu mereka
menambahkan penafsiran sesuai tingkat kesulitan pemahaman yang ada. Setelah itu, generasi
setelah tabi’in datang, lalu mereka menyempurnakan penafsiran al-Qur’an secara bertahap
dengan mengacu pada pengetahuan tentang bahasa arab yang mereka kuasai, kisah-kisah
shahih yang terjadi di era turunnya al-Qur’an dan sejumlah perangkat pemahaman dan media-
media pembahasan lain yang menjadi acuan bagi mereka.

3
Syukron Affani, Tafsir Al Quran Dalam Sejarah Perkembangannya (Jakarta: Prenadamedia Group, 2019).hlm.
4
Muhammad Ali As-Sabuni, at-Tibyan fi Ulum al-Quran, hlm. 341
8
Kemudian yang menjadi sarana tabi’in dalam menafsirkan Al-Qur’an adalah madrasah tafsir
yang dibuat oleh para sahabat. Adapun madrasah-madrasah tafsir pada masa tabi’in terbagi
menjadi :

1.Madrasah Ibnu Abbas di Makkah

Banyak ulama tafsir terkenal di kalangan tabi’in. Namun thabaqat ulama Makkah mereka
adalah murid-murid Ibn Abbas telah menempati posisi terdepan di bidang ini. Mereka adalah
orang-orang yang paling mengerti tentang tafsir, sebagaimana disebutkan oleh Ibn Taimiyyah.
Murid Ibn Abbas yang paling populer ada lima, yaitu :

a) Mujahid ibn Jabr

Mujahid dilahirkan pada tahun 21 H dan wafat pada tahun 103 H. Ia adalah Mujahid ibn
Jabr Al-Makki Maula al-Sa’ib Ibn Abi al-Sa’ib, murid Ibn Abbas paling tsiqah r.a. Ia adalah
imam yang tsiqah, alim dan ahli ibadah. Tafsirnya digunakan oleh Imam Syafi’i, Imam
Bukhari dalam Shahih-nya. Mujahid adalah orang yang paling alim pada masanya dalam
bidang tafsir. Diriwayatkan bahwa ia berkata: “Aku menyodorkan bacaan Al-Qur’an kepada
Ibn Abbas sebanyak tiga puluh kali”. Ada juga riwayat yang menyatakan tiga kali saja. Tidak
ada pertentangan antara kedua riwayat ini, penyodoran pertama yang sampai 30 kali adalah
untuk hafalan, bacaan dan tajwid. Sedang penyodoran yang kedua adalah untuk penafsiran dan
penghayatan kandungannya. Mujahid berkata, aku menyodorkan Al-Qur’an kepada Ibn Abbas
tiga kali. Di setiap ayat aku berhenti menanyakan maknanya, mengenai apa ia turun dan
bagaimana ia turun. Sehubungan dengan ini, imam Nawawi berkata, ‘apabila datang kepadamu
tafsir dari Mujahid maka cukuplah untukmu”. Artinya tafsir itu sudah cukup, tidak perlu lagi
tafsir yang lain.

b) Said ibn Jubair

Ia adalah Muhammad Said ibn Jubair Ibn Hisyam al-Asadi (27 H- 114 H), berasal dari
Habasyah. Ia mempunyai banyak sahabat dan mengambil dari imam-imam dari kalangan
mereka. Yang terpenting adalah Ibn Abbas dan Ibn Mas’ud. Ia termasuk pemuka dan imam
tabiin. Ia sangat menguasai tafsir, hadist dan fiqh. Ia telah berguru kepada Ibn Abbas dan
mengambil Al-Qur’an dan tafsir darinya. Di samping menghimpun qira’ah-qira’ah yang kuat
dari para sahabat dan menggunakan bacaan-bacaan itu. Kemampuan qira’ah seperti itu telah
memberinya keluasan untuk memahami Al-Qur’an, mengetahui makna-maknanya dan

9
mencermati rahasia-rahasianya. Namun hal demikian, ia menahan diri dari mengemukakan
pendapatnya sendiri. Ini membuat sebagian ulama lebih mendahulukan tafsirnya dibanding
tafsir Mujahid dan murid-murid Ibn Abbas lainnya. Qatabadah rahimahullah mengatakan
bahwa Sa’id adalah tabi’in mengerti tafsir.

c) Ikrimah

Ia adalah Abu Abdillah Ikrimah al-Barbari al-Madani Maula Ibn Abbas (25 H-105H),
berasal dari Barbar kawasan Maghrib. Ia termasuk tabi’in pilihan dan pembesar mufasissirin
dan ulama yang mengamalkan ilmunya. Ia meriwayatkan dari Ibn Abbas, Ali ibn Abi Thalib,
Abu Hurairah dan lain-lain. Ia juga berkelana ke berbagai negara. Ia pernah pergi ke Afrika
dan berkunjung ke Yaman, Syam, Irak dan Khurasan untuk menyebarkan ilmunya. Ia telah
mencapai derajat yang tinggi dalam bidang keilmuan, khususnya dibidang tafsir.

Hubaib ibn Abi Tsabit Hubaib berkata, telah berkumpul dihadapanku lima orang yang
belum pernah aku jumpai orang yang semisal mereka, yaitu Atha’, Thawus, Sa’id ibn Jubair,
Ikrimah dan Mujahid. Sa’id dan Mujahid melemparkan pertanyaan-pertanyaan kepada
Ikrimah. Keduanya tidak bertanya tentang tafsir kecuali ditafsirkannya. Ketika pertanyaan
keduanya habis, Ikrimah berkata, ayat ini turun berkenaan dengan masalah ini, sedang ayat itu
turun berkenaan dengan masalah ini. Diantara pujian orang kepadanya adalah perkataan Jabir
ibn Zaid bahwa Ikrimah adalah orang yang paling alim. Juga perkataan al-Syafi’I : Tidak ada
orang yang lebih tahu tentang Kitabullah dibanding Ikrimah. Dan masih banyak komentar-
komentar yang memujinya dan menunjukkan status ilmiahnya. Meski demikian, ulama
berbeda pendapat berkenaan dengan ke-tsiqah-annya. Sebagian mengatakan ia adalah tsiqah,
sedang yang lain mengatakan ia tidak tsiqah. Tak seorang pun mencela keadilannya. Imam al-
Bukhari berkata : “Tidak seorang pun rekan kami yang tidak berhujjah dengan Ikrimah”.

2. Madrasah Ubay bin Ka’ab di Madinah

Adapun di Madinah al-Munawwarah, tempat memancarnya hidayah dan menancapnya


iman, maka guru tafsir kaum tabi’in disana adalah seorang sahabat agung yaitu Ubay ibn
Ka’ab. Ditambah sahabat-sahabat lain yang memilih tetap tinggal di Dar al-Iman. Para tabi'in
banyak menafsirkan Al-Qur’an yang kemudian disebarluaskan kepada generasi selanjutnya
sampai kepada kita. Pada aliran ini telah berkembang ta’wil terhadap ayat-ayat al-Qur‟an
dengan kata lain pada aliran di Madinah ini telah timbul model penafsiran bir ra’yi, kalau
begitu tafsir bi al - ra’yi tidak perlu dijauhi sepanjang memiliki argumentasi yang kuat, baik
dari sisi bahasa maupun logika.
10
Dari kalangan tabi’in yang terkenal dibidang tafsir di Madinah ada tiga, yaitu :

a) Abu al-Aliyah adalah Rafi’ibn Mihran al-Rayyabi maula al-Rayyabi

Ia msuk Islam dua tahun setelah Rasulullah SAW wafat. Ia termasuk periwayat Ubai ibn
Ka’b dan yang lain. Yang meriwayatkan darinya adalah al-Rabi’ ibn Anas, seorang tabi’i
tsiqah. Banyak ulama memberikannya kesaksian akan keilmuannya dan keutamaannya. Para
penulis al-Kutub al-Sittah telah menyepakatinya. Ia wafat tahun 90 H, menurut pendapat yang
paling kuat.

b) Muhammad ibn Ka’ab al-Qurzi

Ia telah meriwayatkan dari Ali, Ibn Mas’ud dan Ibn Abbas, di samping meriwayatkan dari
Ubai ibn Ka’b dengan wasithah (perantara). Ia dikenal tsiqah, adil dan wara’. Ia alim dibidang
hadis dan takwil Al-Qur‟an. Ibn Aun berkata, aku belum pernah melihat orang yang lebih alim
tentang takwil Al-Qur’an dibanding al-Quradhi. Ibn Hibban berkata, ia termasuk pemuka
warga Madinah dalam hal ilmu dan keagamaan. Ia ditakhrij oleh penulis al-Kutub al-Sittah. Ia
wafat tahun 118 H.

3. Madrasah Ibnu Mas’ud di Kuffah

Seperti halnya di Makkah terdapat Ibn Abbas sebagai guru tafsir pada masa tabi'in, di Irak
terdapat Abdullah ibn Mas'ud yang diberi kepercayaan oleh Umar untuk memimpin Kuffah. Di
Kuffah beliau juga mengajarkan tafsir kepada penduduk Kuffah (dipandang para ulama
sebagai cikal bakal lahirnya ahli ra'yi). bersifat ra’yi dalam hal ini wajar karena jauh dari pusat
study hadist yang ada di madinah sebagai akibatnya maka timbul banyak masalah khilafiyyah
dalam menafsirkan al-quran yang selanjutnya memunculkan metode istidlal (mengambil ayat
sebagai dalil yang bersifat deduktif). Di antara murid-muridnya yang terkenal adalah :

a) Alqamah Ibn Qais

Ia lahir disaat Rasulullah SAW masih hidup. Ia meriwayatkan dari Umar, Utsman, Ibn
Mas’ud dan lain-lain. Ia termasuk periwayat paling populer dari Ibn Mas‟ud. Banyak ulama
yang menilainya tsiqah. Imam Ahmad berkata, ia seorang tsiqah dari ahli kebaikan. Ia ada di
al-Kutub al-Sittah. Ia meninggal pada tahun 61 atau 62 H.

b) Masruq ibn al-Ajda’ ibn Malik ibn Umayyah al-Hamdzani al-Kufi al-Abid

Ia seorang yang wara’ dan zahid. Ia banyak menyertai Ibn Mas‟ud, disamping
meriwayatkan pula dari Khulafa’urrasyidin dan yang lain. Ia imam di bidang tafsir, alim
11
terhadap Kitabullah.

Banyak ulama yang menilainya tsiqah. Ibn Ma’in berkata, ia tsiqah, la yus’al ‘anbu (tidak
dipertanyakan). Al-Qadli Syuraih meminta pertimbangannya dalam memutuskan masalah-
masalah penting. Yang meriwayatkan darinya adalah al-Sya’bi, Abu Wa’il dan yang lain
karena kejujuran riwayatnya. Para penulis al-Kutub al-Sittah juga mentakhrijnya. Ia wafat pada
tahun 63 H.

Dalam menafsirkan Al-Qur’an terkadang para tabi’in melakukan ijtihad dengan 2 cara :

1. Mereka kadang – kadang mengutamakan pendapat seorang sahabat dari pendapat sahabat
yang lain, hal ini jika pendapat yang diutamakan itu menurut ijtihad lebih dekat dengan Al-
Qur’an dan As-Sunnah.

2. Mereka sendiri berijtihad

Faktor-faktor yang mendukung Ijtihad tabi’in dalam menafsirkan al-Qur’an adalah:

1. Pemahaman mereka terhadap tata bahasa arab dan segala bentuk rahasianya

2. Pemahaman mereka terhadap kebiasaan atau watak orang arab

3. Pengetahuan mereka terhadap kisah-kisah israilliyat

4. Daya pikir yang kuat dan pengetahuan yang luas

Metode yang digunakan pada masa tabi’in tidak jauh berbeda dengan masa sahabat, karena
para tabi’in mengambil tafsir dari sahabat yang dikenal dengan tafsir bil ma’tsur. Contoh :
pada surah Al-Imron ayat 133

‫َو َس اِر ُع ۤۡو ا ِاٰل ى َم ۡغ ِفَر ٍة ِّم ۡن َّرِّبُك ۡم َو َج َّنٍة َع ۡر ُض َها الَّسٰم ٰو ُت َو اَاۡلۡر ُۙض ُاِع َّد ۡت ِلۡل ُم َّتِقۡي َۙن‬

“dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas
langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,”

Penafsiran kata Muttaqin dalam ayat diatas, dengan menggunakan kandungan ayat berikutnya
menjelaskan bahwa yang dimaksud adalah orang-orang yang menafkahkan hartanya, baik
diwaktu lapang maupun diwaktu sempit, dan orang-orang yang saling memaafkan. Contoh
lain, Mujahid dengan beberapa sarjana segenerasinya memberikan interpretasi ayat-ayat al-
Qur’an yang dijadikan sebagai pijakan metaforis terhadap teks keagamaan. Salah satu
contohnya adalah penafsiran Mujahid terhadap al-Baqarah ayat 65

12
‌ۚ ‫َو َلَقۡد َع ِلۡم ُتُم اَّلِذ ۡي َن اۡع َتَد ۡو ا ِم ۡن ُك ۡم ِفۡى الَّس ۡب ِت َفُقۡل َنا َلُهۡم ُك ۡو ُنۡو ا ِقَر َد ًة َخاِس ِٔــۡي َن‬

“dan Sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar diantaramu pada hari
Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka: "Jadilah kamu kera yang hina".

Frasa "jadilah engkau kera yang hina" oleh Mujahid tidak diartikan secara fisik bahwa orang
berubah wujud menjadi kera, akan tetapi hanya perilakunya. Hal ini disebabkan kalimat
tersebut merupakan permisalan, matsal, yang dipakai oleh Tuhan, seperti halnya dalam al-
Jumu'ah ayat 5:

‫َم َثُل اَّلِذ يَن ُح ِّم ُلوا الَّتْو َر اَة ُثَّم َلْم َيْح ِم ُلوَها َك َم َثِل اْلِح َم اِر َيْح ِم ُل َأْس َفاًرا‬

Artinya : "Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan taurat kepadanya, kemudian mereka


tidak memikulnya, adalah seperti keledai yang membawa kitab-kitab tebal". 5

C. Bagaimana ciri-ciri tafsir tabi’in dan perbedaannya dengan tafsir sahabat

Telah dijelaskan bahwa tafsir tabi’in tidak jauh berbeda dengan tafsir di masa sahabat,
misalnya dari segi metode menafsirkan al-Qur’an. Metode yang digunakan tabi’in sebagai
berikut.
 Menafsirkan al-Qur’an dengan al-Qur’an, seperti yang dilakukan sahabat.
 Menafsirkan al-Qur’an dengan hadis Nabi.
 Menafsirkan al-Qur’an dengan tafsir sahabat.
 Ijtihad, jika mereka tidak menemukan jawaban di dalam al-Qur’an, hadis, dan tafsir
sahabat.6

Pada masa tabi’in ini, tafsir tetap konsisten dengan metode talaqqi wa talqin (penerimaan
dan periwayatan). Tetapi setelah banyak ahli kitab masuk Islam, para tabi’in banyak menukil
dari mereka isra’iliyat yang kemudian dimasukkan ke dalam tafsir. Misalnya yang diriwayatkan
dari Abdullah bin Salam, Ka’ab Al-Ahbar, Wahab bin Munabbih, dan Abdul Malik ‘Aziz bin
Juraij. Di samping itu, pada masa ini mulai timbul silang pendapat mengenai status tafsir yang
diriwayatkan dari mereka karena banyaknya pendapat-pendapat mereka. Namun demikian
pendapat-pendapat tersebut sebenarnya hanya bersifat keberagaman pendapat, berdekatan satu
dengan yang lain. Dan perbedaan itu hanya dari sisi redaksional, bukan perbedaan yang bersifat

5
Husen Al-Arif, Tafsir Tabiin dalam perkembangan penafsiran Al-Quran,
(https://mynewblogcalonsarjana.blogspot.com/2017/12/tafsir-tabiin-dalam-perkembangan.html?m=1,

6
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hal 67
13
kontradiktif.7

Sementara perbedaan tafsir di masa tabi’in dan tafsir di masa sahabat adalah:
1. Di masa sahabat, al-Quran belum ditafsirkan secara menyeluruh. Sedangkan di masa tabi’in
tafsir sudah mencakup sebagian besar ayat al-Quran.
2. Pada masa sahabat perbedaan pemahaman tidak banyak terjadi, Sedangkan di masa tabi’in
sangat banyak.
3. Sahabat merasa cukup dengan menafsirkan ayat secara global, Sedangkan di masa tabi’in
muncul penafsiran pada setiap ayat dan kosa kata.
4. Pada masa sahabat belum terjadi perbedaan mazhab, Sedangkan di masa tabi’in banyak
terjadi perbedaan mazhab
5. Pada masa sahabat tafsir masih dalam bentuk hadits dan riwayat, Sedangkan di masa tabi’in
tafsir sudah menjadi disiplin ilmu tersendiri.
6. Pada masa sahabat tafsir hanya sedikit di masuki israiliyat, Sedangkan di masa tabi’in tafsir
banyak merujuk kepada riwayat israiliyat dan ahli kitab.8

BAB III

7
Manna al-Qattan, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an Terjm. Aunur Rafiq el-Mazni, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2012), hlm. 428

8
Samsurrohman, Pengantar Ilmu Tafsir, (Jakarta: Amzah, 2014), hal 66
14
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dalam metode menafsirkan al-Qur’an tidak jauh berbeda antara generasi sahabat dengan
generasi tabi’in. Sementara dalam persoalan karakteristiknya, maka karakteristik tafsir generasi
sahabat berbeda dengan karakteristik tafsir tabi’in. Karateristik tafsir tabi’in telah mencakup
sebagian besar ayat al-Qur’an, perbedaan pemahaman semakin banyak, muncul penafsiran
terhadap setiap ayat dan kosa kata, banyak terjadi perbedaan mazhab, tafsir sudah mulai
dibukukan, tafsir masih dalam bentuk hadis dan riwayat, tafsir sudah mulai menjadi disiplin
ilmu tersendiri meskipun masih berbentuk riwayat, serta tafsir banyak merujuk kepada riwayat
isrā’iliyāt dan Ahli Kitab.

15
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qaththan, Manna, Pengantar Studi Ilmu Al-Quran, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2007

Adz-Dzahabi, Muhammad Husein, (2005). Al-Tafsir wal Mufassirun (Kairo: Dar Al-Hadits)

Affani, Syukron, Tafsir Al-Quran Dalam Sejarah Perkembangannya, Prenadamedia Group,


Jakarta, 2019

As-Sabuni, Muhammad Ali, at-Tibyan fi Ulum al-Qur’an, Beirut:Dar al-Kutub al-


Ilmiyyah. 1997

Samsurrohman. Pengantar Ilmu Tafsir. Amzah. Jakarta. 2014

Husen Al-Arif, Tafsir Tabiin dalam perkembangan penafsiran Al-Quran,


(https://mynewblogcalonsarjana.blogspot.com/2017/12/tafsir-tabiin-dalam-
perkembangan.html?m=1, diakses pada 10 Oktober 2023, 22:09

16

Anda mungkin juga menyukai