Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMBANGUNAN KARAKTER (AGAMA )


SUMBER AJARAN ISLAM (SUNNAH/HADIST)
Dosen Pembimbing : Nur Apriyani. S. Hi., M. Pd

KELOMPOK 5

- MUH DWI ARDIANTO (2361201045)


- DIAN RAJA SAPUTRI (2361201027)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN


SEKOLAH TINGGI ILMU MANAJEMEN INDONESIA
(STIMI) YAPMI MAKASSAR

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Sumber Ajaran Islam (Sunnah/Hadis) dengan baik dan selesai tepat pada
waktunya.
Saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi saya sendiri dan
pembaca pada umumnya dalam kehidupan masyarakat dan beragama, sehingga
terciptalah masyarakat yang bertaqwa.
Dalam pembuatan makalah ini masih banyak kesalahan dan kekurangan.
Saya berharap kritik dan saran dari para pembaca, agar makalah berikutnya
menjadi lebih baik.

Makassar,19 september 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.Latar Belakang..........................................................................................................4
2.Rumusan Masalah.....................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PENDAHULUAN.............................................................................................................6
3. Konsep Dasar Sunnah dan Hadis............................................................................6
4.Macam-macam sunnah dan hadis..........................................................................11
5.Sejarah sunnah dan hadis.......................................................................................13
6.Kedudukan dan fungsi sunnah/hadis.....................................................................15
7.Pengamalan sunnah/hadis......................................................................................17
PENUTUP.......................................................................................................................18
8.Kesimpulan...............................................................................................................18
9.Saran.........................................................................................................................18

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Hadits merupakan sumber ajaran agama Islam, pedoman hidup kaum
muslimin yang kedua setelah Al-quran, Bagi mereka yang telah beriman
kepada Al-quran sebagai sumber hukum, maka secara otomatis harus
percaya bahwa hadits sebagai sumber hukum islam juga. Apabila hadits
tidak berfungsi sebagai sumber hukum, maka kaum muslimin akan
menghadapi kesulitan-kesulitan dalam hal cara shalat, kadar dan ketentuan
zakat, cara haji dan lain sebagainya. sebab ayat-ayat Al-quran dalam hal
itu hanya berbicara secara global dan umum, yang menjelaskan secara
terperinci justru Sunnah Rasulullah, selain itu juga akan mendapat
kesukaran-kesukaran dalam hal menafsirkan ayat-ayat yang musytarak,
dan muhtamal, dan sebagainya yang mau tidak mau memerlukan hadits
atau sunnah untuk menafsirkannya atau menjelaskanya.
Pemahaman Umat terhadap Islam harus melalui Al-quran dan Al-hadits.
Teks Al-quran yang global memerlukan penjelasan dari Hadits. Pada masa
Nabi, Umat Islam tidak mendapat kendala dalam memahami Al-quran
maupun Hadits. Tetapi setelah Nabi wafat, timbul permasalahan berkaitan
pemahaman terhadap Al-quran ataupun Hadits. Penyelamatan terhadap Al-
quran telah lebih dahulu dilakukan yang kemudian disusul dengan
pendewanan hadits sekitar seratus tahun kemudian.
Mengenai Al-Quran, Tidak sorang pun yang mengaku muslim akan
meragukan bahwa isinya benar dari Allah yang maha mengetahui dan
maha meliputi segalanya. Demikian pula halnya dengan keterangan-
keterangan dari Rasululah saw, yang selalu di imbangi oleh wahyu ilahi,
baik dalam ucapan maupun tindakannya. Hanya saja, disebabkan ucapan-
ucapan Rasulullah tidak di catat secara teliti di masa hidupnya seperti yang
telah dilakukan terhadap ayatayat Al-Quran, maka timbulah beberapa

4
persoalan disekitar hadits-hadits beliau, baik yang bersangkutan dengan
aqidah (ihwal keimanan) atau Syariah (hukumhukum yang mengatur
hubungan antara manusia dengan Tuhannya atau dengan sesamanya). Dan
mengingat bahwa aqidah adalah pokok agama, para ulama menetapkan
bahwa sumber pengambilanya haruslah Mutawatir dan qat’iy (Yakni
diriwayatkan oleh sejumlah besar orang yang terpercaya dan tidak
diragukan sedikitpun keotentikan dalam sumbernya dan juga dalam hal
makna yang di kandungnya). Dalam kenyataannya pernyataan ini hanya
bisa dipenuhi oleh ayat ayat Al-Quran saja, sedangkan kebanyakan hadits
yag beredar sekarang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang saja
(hadits ahad) sehingga sulit untuk dapat memenuhi persyaratan tersebut.
Hadits nabi saw, mengenai aqidah ini paling-paling dapat dianggap hanya
sebagai penunjang dan penjelas bagi ayat-ayat Al-quran.

2.Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan konsep sunnah/hadis?
2. Bagaimana kedudukan dan fungsi sunnah/hadis?
3. Bagaimana pengalaman sunnah/hadis dalam kehidupan

5
BAB II
PENDAHULUAN

3. Konsep Dasar Sunnah dan Hadis


1. Pengertian sunnah dan hadis
a. Devinisi sunnah
Kata sunnah terdiri dari akar huruf sin (‫ )س‬dan huruf nun (‫ )ن‬yakni (‫) سن‬,
sunnah bermakna sawwara (gambaran), sedangkan secara etimologi, Ibnu Manzur
mendefinisikan sunnah sebagai al-tariqah (jalan) atau as-sirah (sikap), yakni jalan
manusia yang lurus atau sikap manusia yang baik.1 Fazlur Rahmat menyatakan
sunnah seperti kata sannu at-tariq yaitu jalan lurus yang berada di depan atau yang
tidak menyimpang. Selanjutnya menyatakan bahwa pengertian sunnah adalah
sebagai sebuah jalan lurus yang tidak menyimpang baik ke kiri maupun yang
kanan, dan juga memberikan arti sebagai sebuah penengah diantara hal-hal yang
bersifat ekstrim. Dalam kaitan ini Fazlur Rahman menceritakan bahwa di dalam
suratnya kepada Usman al-Batti, ketika ia menerangkan pendapatnya mengenai
seorang Muslim yang berdosa, atau ketika menentang ke ekstriman orang-orang
khariji, Abu Hanifah menyatakan bahwa pendapatnya itu adalah sama dengan
pendapat ahl al-adl wa as-sunnah atau orang-orang penengah yang berada di jalan
tengah.
Dalam sejarah lahirnya sunnah menurut sebagian pendapat bagi kaum
muslimin periode awal, sunah berarti sekedar praktik yang dijadikan kaum
muslimin sendiri. Dapat dinyatakan disini bahwa konsep sunnah Rasul dalam
Islam, timbul setelah datangnya Nabi. Al-Qur‟an berulang kali menyuruh kaum
muslimin untuk mematuhi perintah Rasulullah saw dan menyatakan perilaku
beliau yang ideal. Oleh karena itulah kaum muslimin semenjak semula menerima
perilaku beliau sebagai model bagi mereka atas dasar ajaran Al-Qur‟an.
Semasa Rasulullah masih hidup, sunnah mengandung kesesuaian
tindakan para sahabat dengan tindakan Rasulullah. Mereka menata kehidupan
berdasarkan Al-Qur‟an sebagaimana dicontohkan dan digambarkan oleh perilaku

6
Rasulullah. Tidak ada hukum tersendiri yang di perlukan untuk mendukung
kelurusan tindakan-tindakan mereka kecuali perkataan dan perilaku dari
Rasulullah. Setelah Rasulullah wafat, para sahabat masih memilki Al-Qur‟an,
perilaku Rasulullah, dan kebiasaan-kebiasaan mereka sendiri yang di praktikkan
semasa Rasulullah masih hidup. Para sahabat menetap di berbagai kota diluar
Arabia, Mereka tidak hanya menjadi penyampai sunnah Rasul, tetapi juga menjadi
penafsiran dan penguraiannya. Kemudian dari kelakuan dan pendapat para
sahabat lambat laun dipandang sebagai contoh oleh generasi berikutnya.Beberapa
ulama berpendapat mengenai sunnah dan hadis, antara lain:
1. Al-Imam Ibnu Taimiyyah berkata, “hadis ketika tidak dikaitkan
dengan sesuatu berarti segala yang diriwayatkan dari Nabi saw. Sesudah beliau
menjadi Nabi, baik perkataannya maupun pekerjaannya ataupun taqrirnya”.
2. Al-Imam Al-Kamal ibn Humam berkata, “sunnah itu segala yang
diriwayatkan dari Nabi saw. Perbuatan atau perkataan”, sedangakan “hadis husus
mengenai perkataan saja”.
3. Dr. Taufiq berkata, “sunnah menurut lughat dan istilah ulama salaf
adalah khiththah (garis kerja) dan jalan yang diikuti”, maka yang di namakan
sunnah Nabi hanyalah perbuatan yang beliau praktikkan terus menerus dan diikuti
oleh sahabatnya. Sedangkan “hadis adalah pembicaraan-pembicaraan yang
diriwayatkan oleh seseorang atau dua orang lalu mereka saja yang mengetahuinya,
tidak menjadi pegangan atau amalan umum”.
Sunnah secara literal berarti “jalan hidup (sirah) atau jalan (thariqoh)
yang baik maupun yang buruk”. Ibnu Taimiyyah menggungkapkan bahwa sunnah
adalah adat kebiasaan (al-adaah), yakni jalan (thariqoh) yang terus diulang-ulang
oleh beragam manusia, baik yang dianggap sebagai ibadah ataupun bukan ibadah.
Ulama hadis sunni umumnya beranggapan bahwa sunnah merupakan sinonim dari
kata hadis, khabar, dan atsar. Mereka mendefinisikan sunnah sebagai “sesuatu
yang diriwayatkan dari Nabi saw baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan,
penampilan fisik dan budi pekerti, sema saja sebelum kenabian ataupun
disandarkan kepada Nabi stabi‟in. Mayoritas berasal dari Nabi saw baik berupa
perkataan, perbuatan, ataupun persetujuan, sahabat,

7
Selanjutnya ada dua arti sunnah yang saling berhubungan erat, namun
harus di perbedakan, pertama, sunnah bermakna perilaku nabi, dan memperoleh
sifat baik. Namun, yang perlu di ingat bahwa nabi sangat berkepentingan untuk
mengubah sejarah sesuai dengan pola yang di kehendaki Allah. Fazlur Rahman
menegaskan sangat tidak rasional apabila kita berpendapat bahwa Al-Qur‟an
dianjurkan tanpa menyinggung aktivitas-aktivitas Nabi Muhammad saw, karena
merupakan latar belakang yang sangat penting yang mencakup bidang politik,
kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan lain-lain. Kedua, sepanjang tradisi
(perilaku Nabi) tersebut berlanjut secara diam-diam, maka kata sunnah juga di
terapkan pada kandungan aktual perilaku setiap generasi sesudah Nabi, sepanjang
perilaku tersebut dinyatakan sebagi meneladani pola perilaku Nabi, untuk itu
kandungan sunnah dengan sendirinya pasti mengalami perubahan dan sebagian
besar berasal dari kaum muslimin. Adapun perubahan-perubahan yang terjadi ini
adalah hasil dari kesimpulan atau interpretasi terhadap sunnah Nabi oleh para
sahabat dan generasi selanjuntnya.
b. Devinisi hadis
Pembahasan tentang konsep hadis berkaitan dengan kehidupan
Rasulullah saw yang diambil dari seluruh ucapan, perbuatan, dan tindakan beliau
yang ditafsirkan oleh para sahabat sebagai sikap menyetujui atau tidak menyetujui
sesuatu yang disebut taqrir. Oleh karena itu, membahas hadis perlu kehati-hatian
dan melebihi norma-norma ilmiah karena pembenaran terhadap perilaku
Rasulullah saw oleh peneliti hadis akan menjadi pedoman hidup umat islam.
Kata hadis di ambil dari kata dasar huruf arab ( ‫ ح د ث‬- - ), dan menurut
ar-Razi adalah adanya sesuatu setelah tidak adanya sesuatu, sedangkan Ibnu
Manzur memberi makna hadis dengan jadid (yang baru), yang merupakan lawan
qadim (yang lama), selain itu Subkhi juga memaknai hadis dengan khabar berita).
Kata hadis telah di ulang-ulang di dalam Al-Qur‟an sebanyak 28 kali dengan
rincian 23 kali dalam bentuk mufrad (al-hadis) dan 5 kali dalam bentuk jamak
(hadis), kata ini juga digunakan dalam kitab-kitab hadis di banyak tempat.
Contoh salah satu penggunaan kata hadis di dalam Al-Qur‟an yang
berbentuk mufrod adalah surat Az-Zumar,23:

8
‫ِدْيِث‬ ‫َن الَح‬ ‫ُهللَا َن َّز َل َاْح َس‬
‫ِك َتاًبا‬.
Artinya: “Allah tidak akan menurunkan perkataan yang paling baik yaitu
Al-Qur‟an”. (Q.S Az-Zumar:23)
Sedangkan contoh penggunakan kata hadis dalam bentuk jamak di dalam
Al-Qur‟an adalah pada surat Yusuf, 6:
‫َو َك َذ اِلَك َيْج َتِبْيَك َرُّبَك َو ي َُعِّلُم َك ِم ْن َتْاِو َيِل اَالَح اِدْيِث‬
Artinya: “Dan demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi
Nabi) dan di ajarkannya kepadamu sebagian dari ta‟bir mimpi-mimpi”.(Q.S
Yunus:6)
Menurut Fazlur Rahman devinisi Hadis secara Harfiyah adalah cerita,
penuturan, laporan, atau sebuah narasi singkat yang mempunyai tujuan untuk
memberikan informasi tentang apa yang di katakan, di lakukan, disetujui atau
tidak disetujui oleh Nabi, dan juga informasi yang sama mengenai para sahabat,
terutama sahabat khulafa al-rasyidin. Dari makna hadis yang disampaikan Fazlur
Rahman ini dapat diambil kesimpulan bahwa dua narasi informasi yang di dapat
dari Nabi dan para sahabat adalah mempunyai kata sinonim yaitu hadis atau
berita.12 Fungsi dari hadis yaitu ayat Al-Qur‟an yang di turunkan kepada
Rasulullah saw. Membawa keterangan-keteragan yang bersifat mujmal (general),
tidak mufashshal dan kerap kali membawa keterangan bersifat mutlaq, tidak
muqayyid. Misalnya, perintah sholat dalam Al-Qur‟an yang masih sangat mujmal.
Al-Qur‟an tidak menyebutkan atau menerangkan tentang bilangan raka‟atnya,
syarat, rukun dan tata caramya sama sekali. Ayat Al-Qur‟an tentang sholat
tersebut tidak dapat di jalankan dengan baik, apabila tidak di peroleh syarah atau
penjelasan yang berkaitan dengan hal-hal yang lainnya dan di temukan dalam
hadis Rasulullah, dengan demikian, diperlukan adanya keterangan dan ketetapan
hadis Nabi saw. Untuk menyampaikan syariat dan undang-undang kepada
ummat.13 Allah swt berfirman dalam Al-Qur‟an surah An-Nahl : 44
Artinya: “Dan telah kami turunkan kepada engkau al-Dzikir untuk
engkau terangkan keadaan manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka suka berfikir”

9
Secara literal kata hadis mengandung arti “baru (jadid) dan berita
(khabar), selain itu kata hadis dapat pula berarti pemberitahuan (ikhbar).
Penggunaan arti pemberitaan untuk mensifati hadis telah dikenal dikalangan
masyarakat Arab pra-Islam. Pengertian umum kata hadis itu sebagaimana halnya
kata shalah, ruku‟, sujud, dan zakah kemudian mengalami pergeseran dibawah
pengaruh kuat ajaran Islam. Kata hadis selanjutnya digunakan secara khusus
untuk menunjuk salah salu jenis pengkabaran dalam agama, dengan tanpa
meninggalkan maknanya yang umum. Ketika menjadi istilah teknis hadis
kemudian didefinisikan secara beragam oleh banyak ulama dan berbagai latar
belakang keilmuan dan aliran. Sebagian ulama hadis Sunni mendefinisikan hadis
sebagai suatu yang disandarkan kepada Nabi saw, baik berupa perkataan,
perbuatan, persetujuan penampilan fisik dan budi pekerti.
Definisi hadis memang berbeda-beda, sebagian ulama berkata bahwa
hadis adalah segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Nabi saw, meliputi perkataan
(qaul), perbuatan, atau ketetapan (taqrir), termasuk sifat khuluqiyyah (berkaitan
dengan akhlak Nabi) dan khalqiyyah (berkaitan dengan fisik Nabi), baik sebelum
bi‟tsah (diutus menjadi rasul) maupun sesudahnya. Definisi tersebut dianut oleh
ulama ahli hadis. Mereka beramsumsi bahwa Nabi saw adalah uswah khasanah
sehingga semua yang datang dari beliau layak untuk dijadikan teladan hidup.
Namun ulama ushul fiqih justru berkata lain. Tidak semua yang dinisbatkan
kepada Nabi saw dapat disebut sebagai hadis. Menurut mereka yang disebut hadis
atau sunnah adalah segala yang keluar dari Nabi saw, selain Al-Qur‟an baik
berupa ucapan, perbuatan atau ketetapan yang layak untuk dijadikan dalil dari
hukum syar‟i. Sehingga ucapan dan perbuatan Nabi yang berkaitan dengan posisi
beliau sebagai manusia biasa, atau yang berkaitan dengan tradisi Arab dan hal itu
tidak ada kaitannya dengan persoalan tugas Nabi menyampaikan syariat, maka
tidak bisa dikategorikan sebagai hadis dan sunnah. Pandangan ini berangkat dari
asumsi bahwa Nabi saw adalah seorang musyarri‟ (pembuat syariat). Perbedaan
asumsi dasar ini membawa implikasi terhadap perbedaan pandangan mereka
terhadap hadis.

10
Hadis adalah sebuah pernyataan historis dan bukan deskripsi
meneyeluruh mengenai bagian tertentu dari masa silam. Hadis menceritakan
bahwa Nabi saw pernah memutuskan perkara berdasarkan satu saksi dan satu
sumpah. Jadi tampak bahwa setiap hadis adalah satu pernyataan disekitar Nabi
saw. Kaitannya dengan ajaran agama bagi para ulama seperti halnya bagi seluruh
sejarawan adalah penting bahwa pernyataan itu memang benar. Dalam filsafat
epistimologi dikembangkan beberapa teori kebenaran, namun untuk mengkaji
kebenaran laporan sejarah terbagi menjadi dua, yaitu teori korespondensi (apabila
pernyataan sesuai dengan fakta dan sebaliknya apabila tidak sesuai dengan fakta
maka pernyataan tersebut tidak benar) dan teori koherensi.
4.Macam-macam sunnah dan hadis
a. Macam-macam sunnah
Bahwa ulama ahli ushul fiqh membagi sunnah menjadi tiga, yaitu:
Sunnah qauliyyah, sunnah fi'liyyah, dan sunnah taqririyah. Berikut ini
penjelasannya:
a) Sunnah Qablliyah
Berdasarkan sumber buku yang sama, sunnah qauliyah diartikan sebagai
seluruh perkataan Nabi Muhammad SAW yang didengar oleh sahabat dan
diteruskan oleh para tabi'in. Dalam referensi lain, yaitu menurut buku 165
Kebiasaan Nabi SAW oleh Abduh Zulfidar Akaha, sunnah ini menjadi yang
banyak ditemui dalam kitab-kitab hadis. Seperti misalnya sabda beliau,

‫َم ْن َك اَن ُيْؤ ِم ُن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َفاَل ُيْؤ ِذ َج اَرُه َو َم ْن َك اَن ُي ْؤ ِم ُن ِباهلل َو اْلَي ْو ِم اآْل ِخ ر َفْلُيْك رْم َض ْيَفُه َو َم ْن َك اَن‬
)‫ (متفق عليه عن أبي هريرة‬. ‫ُيْؤ ِم ُن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َفْلَيُقْل َخْيًرا َأْو ِلَيْص ُم ْت‬
Artinya: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir, maka
janganlah ia menyakiti tetangganya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan
Hari Akhir, hendaknya dia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa yang beriman
kepada Allah dan Hari Akhir, maka hendaknya dia berbicara yang baik-baik atau
diam." (Muttafaq Alaih dari Abu Hurairah).
b) Sunnah Fi’liyah

11
Mengutip buku Abduh Zulfidar Akaha tadi, sunnah fi'liyah diartikan
sebagai segala sesuatu yang mencakup perbuatan yang dilakukan Nabi SAW, baik
dalam hal ibadah atau juga muamalah, atau baik hanya sekali dua kali dilakukan,
atau sering dilakukan
c) Sunnah Taqririyah
Sunnah taqririyah adalah suatu perbuatan yang dilakukan oleh para
sahabat, dimana Nabi SAW mengetahuinya, namun beliau hanya diam saja.
Beliau tidak melarangnya atau menyuruhnya. Beliau juga tidak pernah
mendiamkan sesuatu, kecuali sesuatu yang benar. Hal ini dikutip dari buku oleh
Abduh Zulfidar Akaha.
Contoh dari sunnah taqririyah sendiri, misalnya seperti diamnya
Rasulullah ketika beliau mengetahui Khalid bin Walid memakan daging dhab
(binatang sejenis biawak, ia lebih kecil namun tidak buas), atau ketika beliau diam
saat mengetahui para sahabat duduk sambil tertidur di masjid dalam keadaan
wudhu saat menunggu iqamah, kemudian mereka shalat tanpa berwudhu lagi.
b. Macam-macam hadis
1. *Hadis Sahih:* Hadis ini dianggap sahih atau benar. Mereka memiliki
rantai sanad (silsilah perawi) yang kuat dan teks yang dapat dipercaya.
2. *Hadis Hasan:* Hadis ini juga dianggap baik dan dapat diterima,
meskipun tingkat kepercayaannya sedikit di bawah hadis sahih.
3. *Hadis Dhaif:* Hadis ini dianggap lemah dalam hal sanad atau
kontennya. Mereka mungkin tidak bisa dijadikan dasar dalam hukum Islam.
4. *Hadis Mawdu:* Hadis ini dianggap palsu atau diciptakan. Mereka
memiliki konten yang tidak benar dan tidak dapat diterima dalam hukum Islam.
5. *Hadis Mutawatir:* Hadis ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh
banyak perawi pada setiap generasi, sehingga kebenarannya dianggap pasti.
6. *Hadis Ahad:* Hadis ini adalah hadis yang diriwayatkan oleh hanya
satu atau beberapa perawi, sehingga kebenarannya kurang pasti.
7. *Hadis Qudsi:* Hadis ini berisi perkataan Allah yang disampaikan
oleh Nabi Muhammad SAW. Mereka memiliki status khusus dalam tradisi Islam.

12
5.Sejarah sunnah dan hadis
a. Sejarah sunnah
Secara bebas, istilah sunnah dan al-Hadits memiliki arti yang sama, yaitu
tradisi Nabi, tetapi suatu kajian yang kritis atas istilah-istilah ini memperlihatkan
bahwa dalam fase perkembangan awalnya makna kedua istilah tersebut tidak
identik. Sunnah pada pokoknya berarti jalan setapak, perilaku, praktik, tindak-
tanduk atau tingkah laku . Istilah ini secara langsung mengandung arti praktik
normatif atau model perilaku, apakah baik atau buruk dari seseorang, kelompok
atau masyarakat tertentu. Cara dimana Allah bertindak terhadap generasi-generasi
yang lalu, dalam alQur’an diistilahkan sunnatullah. (Q.S. al-Isra’: 77) Sedangkan
sunnah generasi masa lalu (Q.S. al-Anfal: 38) merujuk pada praktik dan adat
kebiasaan mereka. Sejumlah ayat al-Qur’an secara jelas menunjukkan bahwa
sunnah berarti praktik atau perilaku. (Q.S. al- Fathir: 43)
Sunnah adalah sebuah konsep perilaku yang diterapkan kepada aksi-aksi
fisik maupun kepada aksi-aksi mental. Selanjutnya sunnah ini tidak hanya tertuju
kepada sebuah aksi sebagaimana adanya tetapi selama aksi ini secara aktual
berulang atau mungkin sekali dapat berulang kembali. Dengan perkataan lain,
sunnah adalah sebuah hukum tingkah laku, baik yang terjadi sekali saja maupun
yang terjadi berulang kali. Dan karena sesungguhnya tingkah laku yang kita
maksudkan di sini adalah tingkah
laku dari perilaku-perilaku yang sadar, pelaku-pelaku yang “memiliki”
aksi-aksi , maka sunnah tidak hanya merupakan sebuah hukum tingkah laku
(seperti hukum-hukum dari benda alam) tetapi juga merupakan sebuah hukum
moral yang bersifat normati , keharusan moral adalah sebuah unsur yang tak dapat
dipisahkan dari pengertian konsep sunnah
Berbagai kontroversi seputar sunnah, baik yang kuno maupun modern,
harus dipandang sebagai akibat wajar yang esensial dari upaya orang muslim
untuk menyesuaikan doktrin terhadap perubahan keadaan. Karena sunnah

13
merupakan simbol kewenangan Nabi Muhammad SAW, dan merupakan sumber
kesinambungan dengan masa lalu, tak ada perselisihan ajaran, tak ada kontroversi
hukum, tak ada penambahan tafsir yang dapat dilakukan tanpa merujuk kepada
sunnah.
b. Sejarah hadis
Berbagai kontroversi seputar sunnah, baik yang kuno maupun modern,
harus dipandang sebagai akibat wajar yang esensial dari upaya orang muslim
untuk menyesuaikan doktrin terhadap perubahan keadaan. Karena sunnah
merupakan simbol kewenangan Nabi Muhammad SAW, dan merupakan sumber
kesinambungan dengan masa lalu, tak ada perselisihan ajaran, tak ada kontroversi
hukum, tak ada penambahan tafsir yang dapat dilakukan tanpa merujuk kepada
sunnah.
Berbagai kontroversi seputar sunnah, baik yang kuno maupun modern,
harus dipandang sebagai akibat wajar yang esensial dari upaya orang muslim
untuk menyesuaikan doktrin terhadap perubahan keadaan. Karena sunnah
merupakan simbol kewenangan Nabi Muhammad SAW, dan merupakan sumber
kesinambungan dengan masa lalu, tak ada perselisihan ajaran, tak ada kontroversi
hukum, tak ada penambahan tafsir yang dapat dilakukan tanpa merujuk kepada
sunnah.
Berbagai kontroversi seputar sunnah, baik yang kuno maupun modern,
harus dipandang sebagai akibat wajar yang esensial dari upaya orang muslim
untuk menyesuaikan doktrin terhadap perubahan keadaan. Karena sunnah
merupakan simbol kewenangan Nabi Muhammad SAW, dan merupakan sumber
kesinambungan dengan masa lalu, tak ada perselisihan ajaran, tak ada kontroversi
hukum, tak ada penambahan tafsir yang dapat dilakukan tanpa merujuk kepada
sunnah.
Berbagai kontroversi seputar sunnah, baik yang kuno maupun modern,
harus dipandang sebagai akibat wajar yang esensial dari upaya orang muslim
untuk menyesuaikan doktrin terhadap perubahan keadaan. Karena sunnah
merupakan simbol kewenangan Nabi Muhammad SAW, dan merupakan sumber
kesinambungan dengan masa lalu, tak ada perselisihan ajaran, tak ada kontroversi

14
hukum, tak ada penambahan tafsir yang dapat dilakukan tanpa merujuk kepada
sunnah. Berbagai kontroversi seputar sunnah, baik yang kuno maupun modern,
harus dipandang sebagai akibat wajar yang esensial dari upaya orang muslim
untuk menyesuaikan doktrin terhadap perubahan keadaan. Karena sunnah
merupakan simbol kewenangan Nabi Muhammad SAW, dan merupakan sumber
kesinambungan dengan masa lalu, tak ada perselisihan ajaran, tak ada kontroversi
hukum, tak ada penambahan tafsir yang dapat dilakukan tanpa merujuk kepada
sunnah.
6.Kedudukan dan fungsi sunnah/hadis
Kedudukan Sunnah (Hadits) dalam sumber ajaran Islam sangat strategis, bagi
kehidupan dan penghidupan umat. Yang mana Sunnah (Hadits) berfungsi sebagai
penjabar (bayan) dari ayat-ayat al-Qur’an.7 Baik itu, sebagai bayan al-ta’kid,
bayan al-tafsir dan bayan al-tashri’.
Allah mengutus para nabi dan Rasul-Nya kepada ummat manusia untuk
memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benara agar mereka bahagia dunia
dan akhirat. Rasulullah lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’ (seruan Allah sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’I tsubut) seperti Al-Qur’an dan
Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanniy tsubut)
seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.
a. Kedudukan hadis
Hadis Sebagai Sumber Hukum Islam Kedudukan Sunnah dalam Islam
sebagai sumber hukum. Para ulama juga telah konsensus dasar hukum Islam
adalah al-Qur’an dan Sunnah. Dari segi urutan tingkatan dasar Islam ini Sunnah
menjadi dasar hukum Islam (Tashri’iyyah) kedua setelah al-Qur’an.
Fungsi hadis Sebagai salah satu sumber hukum Islam, hadits memiliki
beberapa fungsi, di antaranya sebagai berikut:
1. Memperjelas Isi Al-Qur’an (Bayan At-Taqrir)
Fungsi hadits yang pertama yakni memperjalas isi Al-Qur’an, sehingga
lebih mudah untuk dipahami. Hal ini menjadikan hadits sebagai petunjuk bagi
manusia dalam menjalankan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT.

15
2. Menggantikan Aturan yang Lampau (Bayan Nasakh)
Fungsi hadits yang ketiga adalah menggantikan aturan yang telah
lampau. Mengutip buku Hadits Ahkam Ekonomi oleh Imengutip buku Hadits
Ahkam Ekonomi oleh Iwan Permana (2021), para ulama berpendapat bahwa
bayan nasakh adalah ketentuan yang baru dapat menghapus ketentuan yang lama
karena ketentuan yang baru dianggap lebih cocok dan sesuai dengan
perkembangan zaman.
3. Memberi Kepastian Hukum yang Tidak Ada dalam Al-Qur’an (Bayan
At-Tasyri’)
Fungsi hadits yang berikutnya adalah memberi kepastian hukum Islam
yang tidak dijelaskan di dalam Al-Qur’an. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bahwa Al-Qur’an memaparkan suatu perkara secara universal.
Adapun peran hadits adalah memberi kepastian tentang hukum yang belum
dijelaskan dalam Alquran.
4. Menafsirkan Isi Al-Qur’an (Bayan At-Tafsir)
Bayan at-tafsir artinya hadist berfungsi sebagai pemberi tafsir pada isi
Al-Qur’an yang masih majmuk dan memberi batasan pada ayat yang sifatnya
masih mutlak.
b. Kedudukan sunnah
Sunnah dapat digolongkan atau diklasifikasikan kedalam tiga bagian,
yaitu; Pertama, As-Sunnah qauliyah (perkataan), contohnya: seluruh ibadah yang
dimiliki tersebut menyertai niat (orang yang meniatkan); Kedua, As-Sunnah
fi’liyah (perbuatan), contohnya: aturan menunaikan ibadah sholat, mengerjakan
amalan haji, adab dalam berpuasa, dan memutuskan persoalan berdasarkan sanksi
dan sumpah; Ketiga, As-Sunnah taqririyah (ketetapan), membolehkan ataupun
tidak melanggar hal yang telah dilandaskan oleh seorang sahabat, ataupun
diberikan kepada beliau, kemudian tidak menentang, maupun tidak menyalahkan
serta menunjukan bahwa beliau telah meridhainya.
Fungsi Sunnah sebagai penjelas terhadap al-Qur’an Sunnah berfungsi
sebagai penjelas atau tambahan terhadap alQur’an. Tentunya pihak penjelas
diberikan peringkat kedua setelah pihak yang dijelaskan. Teks al-Qur’an sebagai

16
pokok asal, sedang sunnah sebagai penjelas (tafsir) yang dibangun karenanya.
Dengan demikian segala uraian dalam Sunnah berasal dari al-Qur’an. AlQur’an
mengandung segala permasalahan secara paripurna dan lengkap, baik menyangkut
masalah duniawi maupun ukhrawi, tidak ada suatu masalah yang tertinggal.
Sebagaimana firman Allah s.w.t.,dalam Surat al-An‘am (6): 38.
7.Pengamalan sunnah/hadis
1. Tahajjud, karena kemuliaan seorang mukmin terletak pada
tahajjudnya. Insya Alloh doa mudah termakbul dan kita semakin dekat dengan
Alloh.
2.Membaca Al-Qur’an setiap hari. Sesibuk apapun kita, bacalah walau
beberapa ayat.
3. Dzikir setelah sholat. Ini yang dicontohkan Nabi. Subhanallah
Walhamdulillah Walaa ilaa haillallah Allahu Akbar.
4. Menjaga Shalat Sunnah Rawatib. Mau kan dibangunkan rumah di
surga? (HR. Muslim no. 728)
5. Dzikir Pagi dan Petang. “Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam
hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan
suara di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
lalai.” (QS. Al Araf:205)
6.Jangan tinggalkan masjid. Karena surga ganjarannya bagi pemuda yang
hatinya terpaut dengan masjid. Al Hadits.
7. Menjaga sholat dhuha, karena salah satu kunci rezeki terletak pada
sholat dhuha.
8. Jaga sedekah setiap hari. Alloh menyukai orang yang suka
bersedekah, dan malaikat Alloh selalu mendoakan kepada orang yang
bersedekah setiap hari. Insya Alloh, Allah membalas dengan berlipat
ganda.
9. Menjaga wudhu, karena Alloh menyayangi hamba yang menjaga
wudhu.
10. Amalkan istighfar setiap saat. Dengan istighfar masalah yang terjadi
karena dosa kita akan dijauhkan oleh Alloh.

17
PENUTUP
8.Kesimpulan
A. Konsep Sunnah dan Hadis:
1. Sunnah: Sunnah mengacu pada semua tindakan, perkataan, persetujuan, dan
perilaku Nabi Muhammad SAW. Sunnah adalah contoh tindakan dan ajaran
praktis yang menjadi pedoman bagi umat Islam dalam menjalani kehidupan
sehari-hari. Ini mencakup aspek ibadah, akhlak, etika, dan banyak aspek lainnya
dalam kehidupan seorang Muslim.
2. Hadis: Hadis adalah catatan atau laporan tertulis tentang tindakan, perkataan,
atau persetujuan Nabi Muhammad SAW. Hadis ini diriwayatkan oleh perawi yang
terpercaya dan memiliki berbagai tingkat keabsahan, seperti sahih, hasan, dhaif,
dan mawdu. Hadis digunakan sebagai sumber penting dalam penentuan hukum
dan pedoman dalam Islam.
B. Kedudukan Dan Fungsi Sunnah/Hadis
1. Kedudukan yang Tertinggi: Sunnah dan Hadis memiliki kedudukan yang
sangat tinggi dalam Islam. Mereka bersama-sama dengan Al-Quran membentuk
dua sumber utama hukum dan pedoman bagi umat Islam.
2. Penjelasan dan Pelengkap Al-Quran: Sunnah dan Hadis membantu menjelaskan
dan melengkapi ajaran yang terdapat dalam Al-Quran. Mereka memberikan
konteks dan penjelasan yang lebih rinci tentang cara menjalani kehidupan sesuai
dengan ajaran agama.
C. Pengalam Tentang Sunnah/Hadis
Sunnah adalah contoh nyata tindakan Nabi Muhammad SAW, yang dianggap
sebagai insan terbaik dalam sejarah Islam. Melalui Sunnah, umat Islam dapat
belajar tentang nilai-nilai moral, kebaikan, dan karakter yang diharapkan dalam
kehidupan.
9.Saran
Demikianlah makalah yang penulis buat, penulis menyadari dalam
penulisan makalah ini banyak sekali kesalahan dan kekurangan, untuk itu kritik
dan saran yang konstruktif demi kesempurnaan makalah ini dan berikutnya besar

18
harapan penulis, semoga makalah ini bisa memberikan sedikit manfaat bagi
membaca pada umumnya dan penulis pada khususnya, Aamiin

19

Anda mungkin juga menyukai