Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

“HUBUNGAN ANTARA PUASA SHOLAT DAN ZAKAT”

Untuk memenuhi tugas mata kuliah agama islam

Oleh:

NURFATIKASARI

A 321 19 087

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN

JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat, hidayah, serta karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, penulis
dapat menyusun, serta dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Hubungan
Antara Puasa Sholat Dan Zakat ”. Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu
syarat lulus mata kuliah Agama Islam. Di samping itu, penulis mengucapkan rasa
terima kasih kepada Ibu Prof. Dahliah, dan semua pihak yang telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan pembuatan makalah ini, baik dalam
bentuk moril maupun dalam bentuk materi sehingga dapat terlaksana dengan baik.

Penulis sangat menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini memang masih


banyak kekurangan serta amat jauh dari kata kesempurnaan. Namun, penulis telah
berusaha semaksimal mungkin dalam membuat sebuah makalah ini. Di samping
itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta saran nya dari semua teman-
teman demi tercapainya kesempurnaan yang di harapkan dimasa akan datang.

Palu, 26 April 2020

NURFATIKASARI

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
BAB I.................................................................................................................................1
PENDAHULUAN.............................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................1
1.3 Tujuan................................................................................................................1
BAB II...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN................................................................................................................2
2.1 Pengertian Sholat Puasa dan Zakat.....................................................................2
2.2 Hubungan antara Sholat Puasa dan Zakat...........................................................5
BAB III..............................................................................................................................8
PENUTUP.........................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan........................................................................................................8
3.2 Saran..................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................9

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberadaan hukum Islam di kalangan umat Islam adalah sebagai patokan dan
pedoman untuk mengatur kepentingan masyarakat dan menciptakan masyarakat yang
islami. Kehidupan yang teratur dan sepantasnya diyakini dapat diterima oleh setiap
manusia walaupun menurut manusia ukurannya berbeda-beda. Hukum Islam sebagai
Negara yang bukan mendasari berlakunya huhkum atas nama agama tertentu, maka
Indonesia mengakomodir semua agama. Karena itu, hukum Islam mempunyai peran
besar dalam menyumbangkan materi hukum atas hukum Indonesia.
Begitu juga dalam agama Islam, terdapat berbagai banyak hukum dan berbagai
kewajiban yang terkandung di dalamnya, yakni puasa, zakat, dan sholat. Semua kaum
muslim sepakat bahwa sholat merupakan salah satu dari rukun Islam dna sesungguhnya
shalat diwajibkan kepada kaum muslim sehari lima waktu yaitu 17 rakaat. Keajaiban itu
tidak gugur bagi semua mukallaf, melainkan orang yang sudah meninggal dunia.
Sedangkan zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh orang
yang beragama Islam dan diberikan kepada golongan yang berhak menerimanya (fakir
miskin dan sebagainya) menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Zakat
merupakan rukun Islam yang ketiga.
Dari segi bahasa puasa berarti menahan (imsak) dan mencegah (kaff) dari sesuatu.
Menurut syarak: puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan
niat yang dilakukan oleh orang bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai
terbenam matahari.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari shalat, puasa, dan zakat ?
2. Bagaimana hubungan antara sholat, puasa dan zakat?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Mengetahui pengertian shalat, zakat, dan puasa.
2. Mengetahui hubungan ketiga point dalam rukun Islam.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Shalat, Puasa, dan Zakat


1. Shalat
Shalat menurut bahasa artinya do’a, sedangkan menurut istilah berarti ucapan-
ucapan dan perbuatan yang didahului dengan takbirotul ihkram dan diakhiri dengan
salam. Adapaun kewajiban shalat itu sendiri berdasarkan QS. An-Nisa:103. “ maka
apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah Allah di waktu berdiri, di
waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudia apabila kamu telah merasa aman,
maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana bisa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu
yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.
Semua kaum muslim sepakat bahwa shalat merupakan salah satu dari lima rukun
islam yang disebutkan dalam sabda Rasulullah SAW. “ islam dibangun di atas lima
fondasi (rukun)”. Dan sesungguhnya shalat diwajibkan kepada kaum muslim sehari
lima waktu yaitu sebanyak 17 rakaat. Kewajiban itu tidak gugur bagi semua mukallaf,
melainkan orang yang sudah meninggal dunia. Demikian menurut imam madzhab
kecuali Hanafi. Hanafi berpendapat bahwa ketika seseorang tidak mampu memberi
isyarat dengan kepala maka gugurlah kewajiban shalatnya. Dan Maliki, Syafi’I dan
Hanafi menganggap bahwa ketika pingsan sehari semalam atau kurang harus
mengqada shalatnya, namun Hambali tidak menganggap itu sebagai hal yang
menggugurkan shalatnya.
 Hukuman Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Hukuman atas mukallaf yang meninggalkan shalatnya karena mengingkari
kewajibannya dihukumi sebagai kafir dan wajib dibunuh. Namun ada perbedaan
pendapat atas apa yang menyebabkan ornag tersebut meninggalkan shalatnya da
nada juga penyebutan yang berbeda. Pertama Maliki dan Syafi’I berpendapat
ketika shalanya ditinggalkan Karena malas dan meremehkannya maka ia harus
dibunuh namun ia dibunuh atas nama had, bukan karena dikafirkan menurut
pendapat yang shahih dari mereka. Yang kedua, menurut Syafi’I meninggalkan
satu shalat saja ia wajib dibunuh, namun terlebih dahulu diberi kesempatan untuk
bertobat. Ketiga, menurut Hanafi, orang yang meninggalkan sholat dipenjarakan

2
sampai ia mau shalat. Yang terkahir, Hambali, orang yang meninggalkan satu
shalat harus dibunuh.
 Hukum Orang Kafir Yang Mengerjakan shalat
₋ Menurut Hanafi, jika ia mengerjakan shalat di dalam masjid, baik sendiri
maupun berjamaah di hukum islam.
₋ Menurut Syafi’I, ia tidak dihukum Islam. Kecuali shalatnya di lakukan di
negeri yang memerangi Islam.
₋ Menurut Maliki, kalau ia shalat karena takut akan keselamatan, maka ia tidak
di hukum Islam, namun ketika ia shalat dalam keadaan aman dan tidak ada
yang di takuti maka ia di hukumi Islam..
₋ Menurut Hambali, ketika ia shalat, ia di anggap Islam secara mutlak baik
dalam keadaan apapun
 Waktu shalat fardhu
Menurut empat imam mazhab sepakat bahwa awal waktu dzuhur adalah
ketika matahari sudah tergelincir dan tidak boleh shalat sebelum matahari
tergenlincir. Akan tetapi menurut imam syafi’I dan maliki shalat menjadi wajib
dengan tergelincirnya matahari sebagai wujub muwassa’ hingga panjang
bayangan benda tersebut sama dengan tinggi benda tersebut dan itulah akhir
waktunya. Namun menurut hanafi kewajiban shalat dikaitkan dengan akhir
waktunya. Shalat pada awal waktunya adalah sunnah. Sedangkan maliki memiliki
pendapat tersendiri bahwa akhir waktu dzuhur adalah ketika bayangan tersebut
sama dengan benda tersebut.

2. Zakat
Yang dimaksud zakat adalah jumlah harta tertentu yang wajib dikeluarkan oleh
orang yang beragama islam dan diberikan kepada golongan yang berhak
menerimanya dan menurut ketentuan yang telah ditetapkan oleh syarak. Menurut
Malikiyah, zakat adalah mengeluarkan bagian yang khusus dari harta yang telah
mencapai nishabnya untuk yang berhak menerimanya, jika milik sempurna dan
mencapai haul selain barang tambnag, tanamana, dan rikaz. Hanafiyyah mendefisikan
zakat adalah kepemilikan bagian harta tertentu dari harta tertentu untuk pihak tertentu

3
untuk yang telah di tentukan oleh Allah SWT. Untuk mengharapkan keridhaannya.
Syafi’iyyah mendefinisikan zakat adalah nama bagi sesuatu yang dikeluarkan dari
harta dan badan dengan cara tertentu. Hanafiah mendefinisikan zakat adalah hak yang
wajib dalam harta tertentu untuk kelompok tertentu pada waktu tertentu.
Menurut para ulama zakat merupakan salah satu rukun islam dan wajib bagi para
kaum muslim untuk melakukannya bagi yang merdeka, baligh, dan berakal sehat.
Zakat disini dapat berupa zakat fitrah dan zakat mal. Benda yang wajib dizakati
menurut imam Mazhab adalah :
 Harta yang wajib dikeluarkan menurut syafi’iyyah :
 Masyiyah (hewan ternak); meliputi unta, sapi, kerbau, dan kambing.
 Naqd meliputi ; emas dan perak. Pula termasuk uang emas atau perak.
 Zuru’ (hasil pertanian); padi, kedelai, kacang ijo, jagung, kacang tunggak, dan
gandum.
 Tsimar (buah-buahan); kurna dan anggur.
 Arudh al-tijarah atau harta dagangan.
 Ma’dan (hasil pertambangan emas dan perak) dan rikaz (temuan harta emas dan
perak dari pendaman orang-orang jahiliyah).
Apabilah seseorang mati sebelum melaksanakannya maka zakatnya diambil dari harta
peninggalannya. Menurut tiga imam mazhab. Kalaupun hanafi menganggapna gugur
karena kamatiannya. Apabila jika berwasiat maka zakatnya diambil dari sepertiga
hartanya.

3. Puasa
Dari segi bahasa puasa berarti menahan dan mencegah dari sesuatu. Menurut
syarak : puasa berarti menahan diri dari hal-hal yang membatalkannya dengan niar
yang dilakukan oleh orang bersangkutan pada siang hari, mulai terbit fajar sampai
terbenam matahari. Rukun puasa menahan diri dari dua macam syahwar yakni perut
dan shahwat kemaluan. Maksudnya, menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkannya. Dalam hal ini, mazahb maliki dan syafi’I menambahnkan satu
rukun yang lain, yaitu bernait yang dilakukan pada malam hari.

4
Puasa dilakuka sejak terbit fajar sampai terbenam matahari. Penentuan waktu ini
diambil dari daerah yang malam dan siangnya sama atau dari daerah yang kadang-
kadang siangnya panjang, seperti Bulgaria, dengan mengira-ngira waktu puasa
menurut daerah terdekat. Dalilnya ialah ayat berikut :
“…makan dan minumlah sehingga terang bagimu benang putih dari benag hitam,
yaitu fajar…(Q.S.2.187)”
Pernyataan “benang putih dan benang hitam” dalam ayat diatas bersifat kiasan.
Artinya, terangnya siang dan gelapnya malam. Kondisi ini (terangnya siang dan
gelapnya malam) akan terjadi ketika fajar telah terbit.
 Manfaat puasa yakni :
a. Seorang mukmin dengan puasanya akan diberi pahala yang luas dan tidak
terbatas.
b. Dengan puasa dia akan memperoleh keridhaan Allah SWT. Dan berhak
memasuki surge dari pintu khusus yang hanya disediakan untuk orang-orang
yang berpuasa.
c. Puasa juga akan menjauhka dirinya dari siksaan yang disebabkan oleh
kemaksiatan yang dilakukannya.
d. Puasa merupakan tebusan bagi dosa dari satu tahun ke tahun berikutnya.
e. Puasa adalah jihad melawan nafsun, menangkal godaan dan rayuan setan yang
terkadang terlintas dalam fikiran.

2.2 Hubungan Sholat, Puasa dan Zakat


Zakat adalah kewajiban sebagaimana halnya shalat, puasa dan haji (bagi yang
mampu), dan merupakan bagian dari rukun Islam, sehingga mengabaikannya adalah dosa
besar. Rasulullah SAW dalam hadis riwayat Imam Bukhari, menyebutkan “buniyal
Islamu ‘ala khomsin,” bahwa Islam dibangun di atas lima pilar utama, yaitu syahadat,
shalat, puasa, zakat dan haji.
Dalam Al-Qur'an banyak ayat perintah shalat yang hampir selalu dirangkai
dengan perintah zakat. Pada Indeks Tematik Al-Qur’an Al-Qur’an Al- Hadi, Islamic
Center Jakarta, terdapat 24 ayat Al-Qur’an yang menyebutkan kewajiban shalat dan zakat

5
secara bersamaan, seperti “Aqimu shalah wa atuz zakah” (tegakkan shalat dan tunaikan
zakat) pada surat Al-Baqarah (2) ayat 43.
Kewajiban shalat dan zakat merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Jika sholat adalah tiang agama, maka zakat adalah mercusuar agama. Jika shalat
merupakan ibadah ritual yang paling mulia, maka zakat dipandang sebagai ibadah sosial
yang paling mulia.
Zakat adalah sedekah yang wajib dikeluarkan umat Islam menjelang akhir bulan
Ramadan, sebagai pelengkap ibadah puasa. Zakat merupakan salah satu rukun ketiga dari
Rukun Islam. Kewajiban puasa dan zakat ini sebagaimana juga kewajiban-kewajiban
lainnya seperti shalat dan ibadah haji harus ditunaikan oleh umat Islam. Namun
kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap hari-hari penting puasa termasuk yang
wajib dan yang diharamkan merupakan hambatan dalam kehidupan beragama.
Puasa tetapi tidak shalat, Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin
rahimahullah berkata, “Puasa yang dilakukan oleh orang yang meninggalkan shalat
tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan shalat berarti kafir dan murtad. Dalil
bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk kekafiran adalah firman Allah Ta’ala (yang
artinya),”Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka
(mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu
bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah: 11).
Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Pembatas antara
seorang muslim dengan kesyirikan dan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR.
Muslim no. 82). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, “Perjanjian
antara kami dan mereka (orang kafir) adalah mengenai shalat. Barangsiapa
meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. An-Nasa’i no. 463, Tirmidzi no. 2621,
Ibnu Majah no. 1079 dan Ahmad 5: 346. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini
shahih).
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan suatu
kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan pendapat
tersebut termasuk ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
‘Abdullah bin Syaqiq -rahimahullah- (seorang tabi’in yang sudah masyhur)
mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah pernah

6
menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya akan menyebabkan
dia kafir selain perkara shalat.” Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia
meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa
yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Beberapa ulama besar berpendapat bergandengannya perintah shalat dan
kewajiban zakat dalam Al Quran menyiratkan bahwa Allah tidak akan menerima salah
satu, dari sholat atau zakat, tanpa kehadiran yang lain. Maksudnya shalat akan sia-sia
bila tidak membayar zakat, demikian sebaliknya zakat akan sia-sia jika tidak
melaksanakan shalat.
Para ulama, semenjak zaman sahabat selalu memperingatkan pentingnya
menunaikan kewajiban zakat disamping kewajiban shalat. Bahkan Khalifah Abu Bakar
As-Shiddiq RA menerapkan kebijakan memerangi orang yang enggan berzakat, beliau
mengungkapkan: "Demi Allah, saya akan memerangi orang-orang yang memisahkan
antara shalat dan zakat, karena zakat adalah kewajiban atas harta". (HR Jama'ah ).
₋ Abdullah bin Mas’ud berkata, “Kalian diperintahkan mendirikan shalat dan
membayar zakat, siapa yang tidak berzakat berarti tidak ada arti shalat baginya.”
₋ Ibnu Zaid juga berkata, “shalat dan zakat diwajibkan bersama, tidak secara terpisah-
pisah. Shalat tidak akan diterima tanpa zakat.”
₋ Prof. Dr. Hamka menjelaskan makna “pendusta agama” pada surah Al-Maun (107)
yaitu orang yang tidak peduli dengan nasib anak-anak yatim dan orang-orang miskin
sebagai pendusta agama. QS. Al-Maun ayat 1-3: “Tahukah kamu orang yang
mendustakan agama?; Itulah orang yg menghardik anak yatim; Dan tidak
menganjurkan memberi makan orang miskin.”
Meskipun seseorang telah rajin melaksanakan shalat dan puasa, namun apabila ia yang
tidak peduli terhadap nasib anak yatim dan orang miskin (tidak menunaikan zakat), maka
ia telah mendustai agamanya, itu berarti ia mendustai shalatnya, mendustai puasanya,
mendustai hajinya dan mendustai ibadah lainnya.

7
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada dasarnya, kepentingan ibadah sholat tidak dimaksudkan untuk mengurangi arti
penting zakat, karena sholat merupakan wakil dari jalur hubungan dengan Allah, sedangkan
zakat adalah wakil dari jalan hubungan dengan sesama manusia. Al Quran, sebagai pedoman
hidup orang Islam, secara tegas telah memerintahkan pelaksanaan zakat. Menurut catatan
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, dalam bukunya Pedoman Zakat, terdapat 30 kali
penyebutan kata zakat secara ma^rifah di dalam Al Quran, bahkan kewajiban zakat seringkali
beriringan dengan perintah sholat, seperti misalnya: Dan dirikanlah sholat, tunaikanlah zakat
dan rukuklah bersama orang-orang yang ruku’. (QS: Al Baqarah ayat 43).
Apabila seseorang berpuasa namun dia meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan
tidaklah sah (tidak diterima). Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari
kiamat nanti.

3.2 Saran
Sebagai saran penulis yaitu semaga penulis dan pembaca dapat lebih memahami lebih
jelas tentang hubungan shalat, zakat dan puasa yang saling berkaitan erat. Dan dapat
melaksanakannya dengan baik.

8
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Rukun_Islam

https://islam.nu.or.id/post/read/81958/makna-perintah-zakat-bergandengan-dengan-
perintah-shalat-dalam-al-quran

http://blogkalimana.blogspot.com/2017/07/hubungan-shalat-dan-zakat-shalat-akan.html?
m=1

Anda mungkin juga menyukai