Anda di halaman 1dari 76

MANGIR

Keluarga Teater PeBei

MANG

1
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

DRAMATIC PERSONAE

Ki Ageng Mangir Wanabaya

Baru Klinting

Putri Pambayun

Suriwang

Kimong

Tumenggung Mandakaraa

Ki Ageng Pemanahan

Pangeran Purbaya

Tumenggung Jagaraga

Tumenggung Pringgalaya

Panembahan Senapati

Demang Pajang

Demang Patalan

Demang Pandak

Demang Jodog

Pencerita (Troubabour)

Beberapa Prajurit

Beberapa Penari

Beberapa Penduduk

BABAK PERTAMA

pencerita (troubadour) bercerita dengan iringan gendang kecil sebelum layar diangkat
Siapa belum pernah dengar

2
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Cerita lama tentang Perdikan Mangir


Sebeleh barat daya Mataram?
Dengar, dengar, dengaraku punya cerita.
Tersebut Ki Ageng Mangir Tua, Tua Perdikan
Wibawa ada dalam dadanya
Bijaksana ada pada lidahnya
Rakyat Mangir hanya tahu bersuka dan bekerja
Semua usaha kembang, bumi ditanami jadi
Datanglah hari setelah sebelum menanti
Pesta awal sura
Ronggeng, wayang, persabungan, gelut, lomba tombak,
Dekat-jauh, tua-muda, bujang-perawan, semua datang
Di dapur Ki Ajeng Mangir Tua
Habis pisau di perajang terpakai.
datanglah perawan Mendes mohon pada Ki Ageng
Pinjami si Mendes ini piasu sebilah
Hanya tinggal belati pusaka
Boleh kau menggunakan, tapi jangan kau lupa di panggku dia jadi bahala.
perawan mendes terlupa,
belati pusaka dipangkunya
Ah, ah, bayi mendadak terkandung dalam rahimnya
Lahir ke atas bumi berwujud ular sanca
-Inilah aku, ampuni, Bunda, jasadku begini rupa
Malu pada perdiknya
Malu pada sanak tetangga
Ki Ageng lari seorang diri
Jauh ke gunung Merapi
Mohon ampun pada Yang Maha Kuasa
Ki Ageng Mangir Tua berapa. Dia Bertapa!
Datang seekor ular padanya
Melingkar mengangkat sembah
- Inilah Baru Klinting sendiri
Datang untuk berbakti
Biar menjijikan begini
Adalah putramu sendiri.
Ki Ageng mengangkat muka

3
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Kecewa melihat sang putra


- Tiada aku berputra seekor ular
Kecuali bila berbakti
Dengan kepala sampai ekor
Dapat lingkar Gunung Merapi
Tepat di hadpan Ki Ageng Mangir Tua
Baru Klinting lingkari Gunung Merapi
Tinggal hanya sejengkal
Lidah dijelirkan untuk menyambung
Ki Ageng memenggalnya dengan keris pusaka
Ular lari menghilang
Tinggal sejengkal lidah
Dijadikannya tombak pusaka
Itulah konon tombak pusaka
Si Baru Klinting

(Layar) – TERBUKA PELAN PELAN DALAM TINGKAHAN GENDANG PENCERITA,


MENGANGAKAN PANGGUNG YANG GELAP GULITA.

(Pencerita) – BERJALAN MUNDUR MEMASUKI PANGGUNG GELAP DENGAN PUKULAN


GENDANG SEMAKIN LEMAH, KEMUDIA HILANG DARI PANGGUNG.

(Setting) – SEBUAH RUANG PENDOPO DI BAWAH SOKO-SOKO GURU TERUKIR


BERWARNA (Polichromed), DILENGKAPI DENGAN SEBUAH MEJA KAYU DAN BEBERAPA
BANGKU KAYU. DIATAS MEJA BERDIRI SEBUAH GENDI BERCUCUK BERWARNA
KEHITAMAN. DEKAT PADA SEBUAH SOKO GURU BERIDIR SEBUAH JAGANG TOMBAK
DENGAN 7 BILAH TOMBAK BERDIRI PADANYA. LATAR BELAKANG ADALAH
DINDING RUMAH DALAM, SEBAGIAN TERTUTUP DENGAN RANA KAYU BERUKIR DAN
SEBUAH AMBIN KAYU BERTILAM TIKAR MENDONG.

1. BARU KLINTING : (DUDUK DI SEBALAH BANGKU PADA UJUNG MEJA


MENOLOH KEPADA PENONTON). Hmm! (DENGAN
PERBUKUAN JARI-JARI TANGAN MEMUKUL POJOKAN
MEJA, DALAM KEADAAN MASIH MENOLEH PADA
PENONTON). Sini, kau Suriwang!

4
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

2. SURIWANG : (MEMASUKI PANGGUNG MEMBAWA SEKAT MATA


TOMBAK TAK BERTANGKAI, BERHENTI DENGAN SATU
TANGAN BERPEGANG PADA SEBUAH SOKO GURU).
Inilah Suriwang, pandai tombak terpercaya Baru Klinting
(MENGHAMPIRI BARU KLINTING, MELETAKKAN
IKATAN TOMBAK DIATAS MEJA). Pilih mana saja, Klinting,
tak bakal kau dapat mencela.
3. BARU KLINTING : (MENCABUT SEBILAH, MELEMPAR-TANCAPKAN PADA
DAUN MEJA, MANGANGKAT DAGU). Setiap mata bikinan
Suriwang sebelas prajurit Mataram tebusan.
4. SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain. Segala apa yang baik untuk Suriwang, lebih
baik lagi untuk Klinting laksana kebajikan menghiasi wanita
jelita, laksana bintang menghiasi langit-lebih, lebih baik lagi untuk
Wanabaya, Ki Ageng Mangir.
5. BARU KLINTING : (MEMBERI ISYARAT DENGAN KEPALA) Tinggalkan yang
tertancap ini. Singkirkan selebihnya di ambin sana.
6. SURIWANG : (MENGAMBIL IKATAN MATA TOMBAK, MENDEKATKAN
MULUT PADA BARU KLINTING). Mengapa kau tak
perintahkan balatentara Mangir menusuk masuk ke benteng
Mataram melindas raja dan semua calonnya?

BARU KLINTING (PERGI MENGHINDARI)

7. SURIWANG : (MEMBAWA IKATAN MATA TOMBAK, BICARA PADA


DIRI SENDIRI). Baru Klinting seperti dewa turun ke bumi dari
ketiadaan. (MENGANGGUK-ANGGUK). Anak desa ahli siasat
dengan Ronggeng Jaya Manggilingan digilingnya balatentara
Mataram, pulang ke desa membawa kemenangan. (PADA BARU
KLINTING). Masiih kau biarkan Panembahan Senopati
berpongah dengan tahta dan mahkota?
8. BARU KLINTING : (BERSILANG TANGAN). Mataram takkan lagi mampu
melangkah ke selatan. Kepungan Mangir sama tajam dengan
mata pedang pada lehernya. Pada akhirnya bakal datang dia
merangkak pada kaki kita. Minta hidup dan nasi.
9. SURIWANG : (MELETAKKAN IKATAN TOMBAK DI ATAS LANTAI,
MENGHAMPIRI BARU KLINTING). Bakal datang dia
merangkak pada kaki kita, minta hidup dan nasi.

5
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

10. BARU KLINTING : Belum mampu pandanganmu menembus hari dekat mendatang?
Dia akan datang – hari penghinaan itu. Kan meruap hilang impian
Panembahan, jadi raja tunggal menggagahi pulau jawa. Bakal
telanjang diri dia dalam kekalahan dan kehinaan.
11. SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain, Klinting. Perdikan Mangir sudah lima
turunan bediri. Lapanglah jalan bagi sri Maharatu Dewi Auhita
Majapahit. Demak tak berani raba. Pajang tak pernah jamah. Ai-
ai-ai, PANEMBAHAN SENAPATI : , anak ingusan kemarin,
kini mau coba-coba kuasai Mangir.
12. BARU KLINTING : Ada pula hendak kau katakan, Suriwang .
13. SURIWANG : Mataram bernafsu mengangkang di atas Mangir! Ai-ai-ai.
Mengangkat diri jadi raja, kirimkan patihnya Singaranu – ke
Mangir, Klinting, - menuntut takluk dan upeti, barang gubal dan
barang jadi. Perdikan Mangir hendak dicoba! Pulang tangan
hampa, balik kembali dengan balatentara. Kau telah bikin
panglima Mataram, Takih Susetya, berantakan dangan supit
urangnya. Ai-ai-ai tak bisa lain, tak bisa lain. Klinting, kau benar-
benar dewa turun ke bumi – tumpas mereka dengan Ronggeng
Jaya Mangilinganmu. Kemana panglima Mataram itu kini
menghilang larikan malunya?
14. BARU KLINTING : Bikin kau tombak tambahan – delapan ratus mata senilai ini
(MENUDING PADA MATA TOMBAK TERTANCAP DI ATAS
MEJA)
15. SURIWANG : Delapan ratus lagi – bukan cuma Mataram, Ki Ageng Mangir
Muda.
16. BARU KLINTING : (MEMPERINGATKAN). Mangir akan tetap jadi Perdikan, tak
bakal jadi kerajaan. Semua orang boleh bersumbang suara, semua
berhak atas segala, yang satu tak perlu menyembah yang lain,
yang lain sama dengan semua.
17. SURIWANG : (MENCARI MUKA BARU KLINTING). Dan tombak yang
delapan ratus lagi ?
18. BARU KLINTING : Masih belum kenal kau apa itu raja ?Raja jaman sekarang?
Masih belum kenal kau Panembahan Senapati ? Mula-mula
membangkang pada Sultan Pajang, ayah angkat yang mendidik
dan membesarkannya, dan memunuhnya untuk bisa marak jadi
raja Mataram? Adakah kau sudah pikun tak ingat bagimana

6
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

patah memahkotai diri dengan dusta, Mengaku Putra Sri


Baginda Bhre Wijaya ?
19. SURIWANG : Ai-ai-ai memang tak bisa lain, dengan modal dusta berlaku
durjana.. hanya untuk bisa jadi raja.
20. BARU KLINTING : Wanabaya, Ki Ageng Mangir Muda, tak bakal jadi raja.
21. SURIWANG : Tak bakal jadi raja! Buat apa pula tombak tambahan?
22. BARU KLINTING : Bukan buat naikkan Wanabaya ke takhta, buat tumpas semua raja
dengan nafsu besar dalam hatinya, ingin berkangkang jadi yang
dipertuan. Mangir tak boleh dijamah.
23. SURIWANG : Mangir tak boleh dijamah! Ai-ai-ai, tak bisa lain.
24. BARU KLINTING : Semakin banyak tombak kau tempa, semakin banyak kau bicara.
Panggil sini orang baru pembikim tangkai tombak itu.
25. KIMONG : (MASUK KE PANGGUNG, MEMBUNGKUK-BUNGKUK
KEMUDIAN MENGANGKAT SEMBAH) Kimong, inilah
sahaya.

BARU KLINTING Dan SURIWANG : (MENGANGKAT DAGU DAN MATA MEMBELIAK)

26. SURIWANG : Dia bersahaya dan bersembah, Klinting.

BARU KLINTING (MENINGGALKAN SURIWANG, PERGI KE MEJA, MECAPUT MATA


TOMBAK TERTANCAP DAN MENGAMAT-AMATI)

27. SURIWANG : (MENGGERTAK), Kudengar suaramu seperti keluar dari


kerongkongan orang Perdikan, bungkuk dan sembahmu benar-
benar Mataram.
28. KIMONG : (MENUNDUK NGAPURANCANG), Ya, inilah Kimong, datang
untuk mengabdi pada Wanabaya, Ki Ageng Mangir Muda, juru
tangkai tombak pekerjaan sahaya
29. SURIWANG : Bicaramu panjang-panjang, lambat dan malas. Bukan tempatmu
kau Perdikan, dari keDEMANG tetangga pun kau bukan!
30. KIMONG : Juru tangkai tombak (MENYEMBAH), ahli kayu sono keling
jarang bandingan, perawat senjata pusaka lima bupati, demang dan
semua nayaka...
31. SURIWANG : Dari mana kau?
32. KIMONG : Parangtritis desa sahaya.

7
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

BARU KLINTING (MEMPERDENGARKAN KETUKAN PERBUKUAN JARI-JARI PADA


MEJA)

33. SURIWANG : Kau anggap gampang menipu Perdikan? (MENDENGUS


MENGHINAKAN). Berapa lama kau membudak di istana
Mataram.
34. KIMONG : Saya hanya orang desa.
35. SURIWANG : Mengaku hanya orang desa ! Kalau benar rai dari Parangtritis,
berapakah jarak dari Mangir ke Laut-Kidul?
36. KIMONG : Tujuh ribu lima ratus langkah (MENYEMBAH)
37. SURIWANG : Dari Mangir ke Mataram?
38. KIMONG : Lima belas ribu langkah.
39. SURIWANG : Kau takkan balik ke Mataram, Karena Laut Kidul lebih dekat
untukmu.
40. KIMONG : Ampuni sahaya, dengar Ki Ageng butuhkan juru tangkai, bergesa
sahaya datang untuk mengabdi. Inilah sahaya, tinggal si juru
tngkai tombak.

SURIWANG : (MENDENGUS)

BARU KLINTING : (SETELAH MEMERIKSA TOMBAK-TOMBAK DI JAGANG


MENGHAMPIRI KIMONG DEGAN BERSILANG TANGAN, MENGGELENG-GELENG,
MENGANGKAT DAGU MEMBUANG PANDANG, TERSENYUM MENGGIGIT)

41. SURIWANG : Datang menghadap karena dengar warta. Dari mana kau dengar Ki
Ageng Muda ada di Mangir?
42. KIMONG : Warta tertiup lalu dari desa ke desa.
43. SURIWANG : Tak ada mulut Mataram bisa dipercaya
44. KIMONG : Orang Parangtritis sahaya, bukan mulut Mataram.
45. SURIWANG : Bicara kau, Klinting. Bukankah tepat kata-kataku?
46. BARU KLINTING : Apakah kau sudah lupa pada dusta orang yang ber-bagi kasih
pengecer cinta? Sama dustanya dengan pengabdi pada dua
majikan.
47. SURIWANG : Pengabdi pada dua majikan. Ini dia orangnya! (MENUDING
PADA KIMONG)
48. BARU KLINTING : Dengan mulutnya yang berdusta, hatinya serta mengabdi hanya
pada diri sendiri.
49. SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain.

8
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

50. KIMONG : (BINGUNG MENATAP MEREKA BERGANTI GANTI). Ah-ah


51. SURIWANG : Kau mulut yang berdusta, hati hanya mengabdi pada diri sendiri,
arah semua gerakan hanya harta.
52. BARU KLINTING : Hati dalam dadanya compang-camping, Suriwang seperti sayap
elang tua.
53. SURIWANG : Sedang dadanya bolong seperti tahang kosong. Dimana tempat
orang berdada bolong berhati compang-camping, Klintong?
54. BARU KLINTING : Setidak-setidak bukan di tempat di mana tombak diberi bertangkai.
55. KIMONG : Sahaya ada ipar di sini, setiap waktu bisa jadi saksi.
56. SURIWANG : Ipar? Di antara kau dan istimu ada ipar. Di antara kau dengan
Mangir hanya ada Mataram. Terkutuk kau, budak raja. (PADA
BARU KLINTING) Bukankah kau benar Klinting?

BARU KLINTING (BERDILANG TANGAN, MANGANGGUK-ANGGUK)

57. SURIWANG : Antara Mangir dan Laut Kidul hanya tujuh ribu lima ratus langkah.
Antara Mangir Mataram lima belas. Kau tak kembali ke Mataram,
tidak berhenti di Mangir.
58. KIMONG : Ampuni sahaya jangan beri sahaya Laut Kidul. Beri sahaya sono
keling. Empat puluh batang tangkai dalam sehari inilah tangan
sahaya, sanggup kerjakan tanpa dusta.
59. BARU KLINTING : Hmm..
60. SURIWANG : (MENUDING PADA KIMONG) Keluar!
61. KIMONG : (KELUAR MEINGGALKAN PANGGUNG DISAMBUT OLEH
TANGAN-TANGAN YANG MENANGKAP. DI ATAS
TANGAN-TANGAN ITU NAMPAK BEBERAPA TOMBAK
TELANJANG) Ampun! Ampuni saya.
62. BARU KLINTING : (MENGHAMPIRI SURIWANG, DENGAN ISYARAT
MENGAJAK KEMBALI KE MEJA). Berapa saja telik dalam
seminggu!
63. SURIWANG : Berapa kiranya yang telah kena tangkap?
64. BARU KLINTING : Takkan habis-habis, sebelum Mataram batal jadi kerajaan.
65. SURIWANG : Takkan kau lupakan, Klinting, raja dan telik laksana celeng dengan
penciumnannya.
66. BARU KLINTING : (MENGAMBIL MATA TOMBAK DARI ATAS MEJA DAN
MEMERMAINKANNYA). Mataram telah mengubah diri jadi
kerajaan, Suriwang, setiap kerajaan adalah negeri telik,

9
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

PANEMBAHAN SENAPATI : bunuh ayah angkatnya, Sultan


Pajang, bukankah juga dengan telik-teliknya? Luka Parah, dibawa
pulang dan mati di bilik sendiri.
67. SURIWANG : Mangir bukan Pajang, Klinting. Wanabaya bukan Hadiwijaya. Tua
Perdikan bukan Sultan bukan raja. Telik Mataram takkan bisa
kiprah di Mangir. Lolos dua empat kena! Semua akan masuk
perangkap. Huh-huh, budak raja bukan orang mardika. Seribu telik
Mataram tak bakal bikin Mangir merangkak, seperti keong
memikul upeti persembahan. Klinting, nukankah tak ada orang
Perdikan butuhkan raja?
68. BARU KLINTING : Bahkan kambing-kambingnnya tak butuhkan
69. SURIWANG : Baru Klinting yang jenaka.
70. BARU KLINTING : Dimana pun jua, Suriwang, raja jadi beban semua.
71. SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain, jadi beban semua.
72. BARU KLINTING : Seorang di atas kepala sekian laksa! Tombakmu jua yang
menjungkirkannya.
73. SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain
74. Kepala seseorang : (MENONGOL PADA TEPIAN SEBEN). Baru Klinting! Para
demang pimpinan rata, Demang Patalan, Demang Jodog, Demang
Pajangan, dan Demang Pandak! (KEPALA SESEORANG ITU
MENINGGALKAN PANGGUNG)
75. SURIWANG : Kalau para gegeduk rata berdatangan begini, Klinting, tiba saatnya
buat Suriwang ini meminta diri (MELETAKKAN IKATAN
TOMBAK DI ATAS AMBIN. MENGUSAPKAN TELAPAK
TANGAN PADA DADA BARU KLINTING. KELUAR
PANGGUNG).

DEMANG PATALAN Dan DEMANG JODOG : (MASUK KE PANGGGUNG)

76. DEMANG PATALAN : Kau telah lebih dulu di sini Klinting!


77. DEMANG JODOG : Aku lihat mata tombak di atas meja
78. BARU KLINTING : (MEMUNGUT MATA TOMBAK ITU DAN MELEMPAR-
TANCAPKAN PADA DAUN MEJA); Delapan rayus lagi, harus
jadi dalam sepuluh hari.
79. DEMANG JODOG : Kita menang, pulang, buat mengasoh dari perang. Masih juga
tanganmu gerayangan bikin pekerjaan

10
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

80. BARU KLINTING : Kau masih sperti di medan perang, masih merah seperti kepiting
panggang
81. DEMANG JODOG : Ah, kau, Klinting yang pandai berolok
82. BARU KLINTING : Tak mengkerut kehijauan seperti sebelum bertarung lawan
Mataram
83. DEMANG PATALAN : (TERTAWA) Pada gelagat pertama, siapa tidak, takut pada
Mataram. Semua mengkerut kehijauan. Kalau bukan karena kau,
kau goncang bangunkan untuk melawan, dan Wanabaya gemilang
memimpin serang, semua kami telah ditelan Senapati.

BARU KLINTING : (TERTAWA TERKULUM)

84. DEMANG JODOG : Sekarang bocah angon pun bangkit melawan


85. BARU KLINTING : Mana Demang Pajang dan Demang Pandak?
86. DEMANG JODOG : Masih di luar sana selesaikan pertengkaran
87. BARU KLINTING : Kalian berdua, apakah sudah selesai?
88. DEMANG PATALAN : Kaulah yang selesaikan, Baru Klinting. Aku tarik pergi Demang
Jodog, tinggalkan Ki Ageng Mangir Muda di sana sendiri
89. BARU KLINTING : Masih kudengar gamelan berlagu
90. DEMANG JODOG : Dan masih menari dia disana seperti gila, laksana merak jantan,
kembangkan bulu kejantanan dan ketampanan; mengigal
menggereki si Adisaroh penari. Patalan tidak setuju.
91. DEMANG PATALAN : Istirahat perang bukan mestinya berganti dengan gila menari, biar
pun Adisaroh secantik dewi.
92. DEMANG JODOG : Beri dia kemepatan –seseorang perjaka tampan, verani-tangkas di
medan perang, lincah di medan tari, baru lepas dari brahmacarya
kerena kemenangan. Beri dia kesempatan.
93. BARU KLINTING : Inikah pertengkaran kalian? Juga Demang Pajangan dan Pandak?
94. DEMANG JODOG : Demang Pajanaganberpihak pada Jodog. Demang Pandak berpihak
pada Patalan
95. DEMANG PATALAN : Wanabaya, Ki Ageng Mangir Muda tidak semestinya terlambat
datang. Hanya karena Adisaroh penari, juga Pajangan dan Pandak
terlambat datang

DEMANG PAJANGAN Dan DEMANG PANDAK : (MEMASUKI PANGGUNG)

96. DEMANG PAJANGAN : : Apa guna jadi pria kalau bukan untuk mendapatkan wanita?
97. DEMANG PANDAK : Tidak bisa. Untuk sekarangan ini, tidak bisa.

11
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

98. DEMANG PAJANGAN : : Apa guna ketampaan Wanabaya? Apa guna kecantikan pada
Adisaroh?
99. DEMANG PANDAK : Tidak bisa! Tidak bisa!
100. DEMANG PATALAN : Kau lihat sendiri, Klinting, Pandak sama dengan Patalan – tidak
bisa terima Ki Wanabaya
101. DEMANG PAJANGAN : : Baru Klinting, apa warta?
102. BARU KLINTING : Inilah aku, Bangku-bangku telah menunggu
103. DEMANG PANDAK : (PERGI KE MEJA, MENGAMBIL GENDI DARI TANGAN
PUNDAK). Panas kepala ini, melihat Adisaroh hanya mau layani
Ki Wanabaya.
104. DEMANG PATALAN : (PERGI KE MEJA, MENGAMBIL GENDI DARI TANGAN
PAJANGAN). Panas juga perut ini mesti menunggu kalian begini
lama.
105. DEMANG JODOG : (TERAWA MERINGIS, MENDUDUKKAN DIRI DI ATAS
BANGKU). Semua demam panas, yang kepala, yang badan, yang
perut. Hanya Jodog inintinggal tenang, setuju Ki Wanabaya tegak
habis istirahat perang, menari gila kitari si Adisaroh. Bagi yang
bijaksana hanya ada tawa dan anggukan kapala. (TERTAWA,
KEMUDIAN MENGAMBIL GENDI DAN MINUM JUGA)
106. DEMANG PATALAN : Heran aku, Klinting, belum setengah hari kau tinggalkan garis
depan, pesta panen telah selesai kau persiapkan.
107. BARU KLINTING : Mereka yang telah teteskan keringat pada bumi ini, berhak
berpesta syukur untuk Sri Dewi. Tak pernah ada tahun lewat sejak
leluhur pertama buka Perdikan ini.
108. DEMANG JODOG : Diawali pesta ini dengan tandak di Balai Perdikan. Luarbiasa, tak
pernah terjaid sebelumnya.
109. DEMANG PATALAN : (MENGHAMPIRI DEMANG JODOG, MENARIKNYA
BERDIRI DARI DUDUKNYA). Kau beranikan dia datangkan
rombongan tandak entah daru mana asalnya, kau biarkan dia
mabok kepayang. Lupa darat lupa laut, lupa mula lupa wasana.
110. DEMANG JODOG : (MENGHINDARI, MENGHAMPIRIBARU KLINTING)
111. DEMANG PATALAN : (MENGIKUTI DEMANG JODOG DAN MENYALAHKAN).
Lupa perang belum selesai, kemenangan mutlak belum lagi di
tangan!

12
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

112. DEMANG JODOG : Klinting! – seorang perjaka tampan dan bergaya, menang perang
berlepas brahmacarya, lelah perang baru pulang dari medan-
apakah dia tidak berhak bersuka?
113. DEMANG PATALAN : Adakah kau hendak lupakan Klinting?
114. DEMANG PANDAK : Betul. Dia belum lagi melpas brahmacarya. Dia juga perjaka,
hanya sayang tak tampan rupa. Tidak bisa, tak ada yang berhak
untuk bergia, juag Wanabaya Ki Ageng Mangir Muda tidak. Tidak
bisa! Tidak biasa!
115. DEMANG JODOG : Semua berhak bersuka, tepat pada giliran dan waktunya, juga
semua prajurit di garus depan sana.
116. DEMANG PATALAN : Jodog dalam hatimu ada pamrih pribadi. Kau sendiri hendak
melompat pada kesempatan pertaman
117. DEMANG PAJANGAN : : Semua kita telah perang. Semua punya hak untuk bersuka. Juga
kau, Klinting
118. DEMANG PATALAN : Kau Klinting sang bijaksana, kaulah sekarang yang bicara
119. DEMANG JODOG : Sudah lelah kami bertengkar, bicara kau, Klinting
120. BARU KLINTING : Boleh saja bertengkar, hanya jangan berkelahi
121. DEMANG PAJANGAN : : Ada juga harganya bertengkar bertarik urat, membela Wanabaya
tampan dan Adisaroh rupawan
122. DEMANG PATALAN : Klinting, bukankah dalam lelah perang kita berjumpa, guna
rundingkan, langsung masuk Mataram atau tidak? Mestikah acara
berkisah jadi Wanabaya dengan si Tandak?
123. BARU KLINTING : Kau Patalan, yang tinggal berbatasanlangsung dengan garis depan
Mataram, semua perihatin dengan kedemanganmu
124. DEMANG PATALAN : : Langung masuk Mataram atau tidak?
125. BARU KLINTING : Akan datang masanya masuki Mataram dengan tangan
berlanggang . tidak sekarang. Senapati masih terjaga oleh berapis-
lapis balatentara, bentang batu bata, dusun dusun bersejata dekat
benteng, sebrangi code, Gajah Wong sebelum sampai ke istana.
Biar dulu Mataram terpagari dari selatanya..
126. DEMANG PATALAN : Siapa tidak percaya? Di medan perang Klinting perwira, di
Perdikan Klinting bijaksana, Ronggeng Jaya Manggilingan denagn
dua puluh gegeduk bikin porak porada Mataram. Tapi hari
Mataram belum dapat dihitung dengan jari. Bukan waktunya
untuk bersuka. Kerahkan balatentara Mangir, biar bersuka dalam
benteng Mataran, berjoged ronggeng dalam asrama.

13
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

127. DEMANG PANDAK : Jangan bicara lagi tentang si tandak, Wanabaya juga hidup dari
semua, tak berhak bersuka sendiri.
128. DEMANG JODOG : Biar betapa pun Mataram akan jatuh. Jangan biarka Patalan dan
Pandak tidak mengerti, Klinting. Biar Mataram tak bisa dihitung
dengan jari, busa dibilang dengan beberapa kali tenggelamnya
matahari. Bodoh nian bila tidak sembari berpesta bersukaria.
129. DEMANG PAJANGAN : : Kau kehilangan lidahmu, Klinting.
130. DEMANG JODOG : Bukan kehilangan lidahnya, Klinting benarkan Wanabaya.
131. DEMANG PUNDAK Benarkan Wanabaya? Tak bisa! Tak bisa!
132. DEMANG JODOG : Klinting tak benarkan berhati panas serbu Mataram
133. DEMANG PATALAN : Diam!
134. BARU KLINTING : Adakah kalian timbang, dengan menggereki di tandak, Wanabaya
boleh dua hatinya?
135. DEMANG PATALAN : Pasti belah dua, utnuk perang dan untuk Adisaroh si tandak.
136. DEMANG PANDAK : Tidak bisa, tidak bisa, Wanabaya tetap panglima terbaik satu-
satunya, hanya...
137. DEMANG PAJANGAN : : Kau akui hak Wanabaya, Klinting? Dengan bersuka dia akan
lekang di medan perang
138. DEMANG PANDAK : Tidak bi...
139. BARU KLINTING : Belum selesai kalian bertengkar?
140. DEMANG PATALAN : Baik, memang tepat pada waktunya kau bicara.
141. BARU KLINTING : Dengarkan sekarang. Memang Patalan di tempat terdekat dengan
Mataram. Dia berhak dapatkan perhatian lebih banyak. Mangir
dan Pajangan berbentengkan sungai Bedog. Itu bukan berarti
untuk Patalan semua harus pukul Mataram tanpa perhitungan.
142. DEMANG PATALAN : Aku mengerti, kau tak setuju itu. tapi Ki Wanabaya bermain
berahi, dlam keadaan belum selesai
143. BARU KLINTING : Untuk bersuka sekedarnya tak ada celanya. Dia berhak sebagai
panglima, telah selamatkan kalian semua, keDEMANG dan
membuat rakyatnya.
144. DEMANG PAJANGAN : : Jodog, Klinting benarkah kita.
145. BARU KLINTING : Aku hanya benarkan Wanabaya, selama dia hanya bersuka
sekedarnya.
146. DEMANG PATALAN : Dia bukan sekedarnya bersuka, Katakan itu, Pandak
147. DEMANG PANDAK : betul dia bukan sekedar besuka. Nafasnya terdengar berat, matanya
berpandang jalang.

14
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

148. BARU KLINTING : Benarkah itu, Jodog dan Pajangan?


149. DEMANG JODOG : Siap tidak terengah-engah di dekat jetita semacam itu/ Tapi
sungguh mati, hati Wanabaya tekkan terbelah dua.
150. DEMANG PANDAK : Siapa tau hati orang. Nyatanya nafasnya berat pandangannya
jalang.
151. BARU KLINTING : Kalian semua sudah dengar kata-kataku. Kenyataan tinggal pada
Wanabaya sendiri. Panggil dia kemari
152. DEMANG PATALAN : Takkan beranjak dari tempat dia sebelum gong terakhir berheti.
153. BARU KLINTING : Panggil dia kemari
154. DEMANG JODOG : (PERGI KE SEBEN MEMBERI PERINTAH KEMUDIAN
KEMBALI MENGHAMPIRI BARU KLINTING). Orang sudah
lari memanggilnya.
155. DEMANG PATALAN : Mari kita periksa hatinya.
156. DEMANG PANDAK : Aku dengar gamelan telah berhenti.
157. DEMANG PATALAN : Dengarkan sebelum Wanabaya, ki Ageng Mangir Muda, tiba.
Patalan belum akan dia. Dengarkan. Dalam setiap karya penting
dan bahaya. Klinting, kau selalu ada di muka. Dalam setiap suka
kaui menghilang entah kemana. Sekarang Wanabaya di pucak
suka, kau ragu termangu-mangu. Kau juga perjaka, sayang tak
setampan Wanabaya. Lihat iru buktinya...(menuding ke arah
jalanan)

SEMUA – (TERDIAM MENGIKUTI ARAH TUDINGAN) BARU KLINTING DAN DEMANG


PANDAK (TERBELIAK)

158. DEMANG PANDAK : Nah kau liat sendiri, Pajangan


159. DEMANG JODOG : Benar kau keliru.Yang begitu tak dapat ditenggang
160. DEMANG PAJANGAN : : (MENEPUK DEMANG JODOG). Bagaimana bisa jadi begitu?

KEPALA SESEORANG – (MENONGOL DARI SEBEN). BARU KLINTING, WANABAUA, KI


AGENG MANGIR MUDA, DATANG. (MENINGGALKAN PANGGUNG)

161. DEMANG PATALAN : Apa kau bilang sekarang, Klinting?


162. BARU KLINTING : (BERSILANG TANGAN MEMPERHATIKAN JALANAN)
jangan sambut dia.
163. DEMANG PANDAK : Adakah dia dibawa kemari diajak berunding tentang perang?
164. DEMANG JODOG Memang tidak patut untuk seorang panglima....

15
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

165. BARU KLINTING : Memang tidak patut, yang pandai berperang tapi tak pandai pimpin
diri sendiri. Diam semua sekarang. Wanabaya sudah mulai naik
tangga.

WANABAYA DAN RATU PEMBAYUN (MEMASUKI PANGGUNG, BERGENGGAMAN


TANGAN, TERACUHKAN SECARA DEMONSTRATIF KE DEPAN UTNUK DILIHAT SEMUA
ORANG)

166. WANABAYA : Inilah Ki Ageng Mangir Muda Wanabaya. Datang menggandeng


tandak tanpa tandingan. (menatap mereka seorang demi seorang).
Tak ada yang menyambut Ki Wanabaya? Baik Adisaroh yang
jaya, berilah hormat pada para tetua Perdikan.
167. PUTRI PEMBAYUN : (TETAP DALAM GANDENGAN WANABAYA) Inilah
Adisaroh Waranggana bayaran, mengembara dari desa ke desa
mencari penghidupan. (MEMBERI HORMAT DENGAN
GERAK BADAN). Dibelakang menyusul rombongan wiyaga
TUMENG. MANDARAKA, PANGERAN PURBAYA,
TUMENG. JAGARAGA DAN

TUMENG. PRINGGALAYA (MASUK KE PANGGUNG DALAM PAKAIAN SAMARAN


ORANG DESA BERDIRI DI BEAKANG PUTRI PEMBAYUN, MEMBERI HORMAT SECATA
PERDIKAN PADA TETUA PERDIKAN)

168. BARU KLINTING : Dirgahayu kalian semua, Mangir selalu sembut tamu-tamunya,
dengan gembira dan tulus hati. Dirgahayu Adisaroh, waranggana
tanpa tara dan rombongan. (MENGANGKAT DAGU MENATAP
WANABAYA). Dan kau, wajahmu merah seperti masih di medan
perang menggandeng putri cantik di hadapan kami. Katakan
kandungan hati, sebelum salah terka kami nemebak isi dadamu.

DEMANG PATALAN,DEMANG JODOG, DEMANG PAJANGAN DAN DEMANG PANDAK


(BERGERAK MENGELILINGI WANABAYA DAN PUTRI PEMBAYUN, MANAKSIR DAN
MENIMBANG-NIMBANG)

169. WANABAYA : (MASIH TETAP MENGGANDENG PUTRI PEMBAYUN)


Kalian terlongok-longok seperti melihat naga. Mata kalian
pancarkan curiga dan hati tak suka. Katakan, siapa tak suka

16
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Wanabaya datang menggandeng perawan jelita. Katakan, ayoh


katakan siapa tidak suka.
170. DEMANG PATALAN : : (MENGHAMPIRI WANABAYA) Sungguh tidak patut, seakan
Perdikan tak bisa berikan untukmu lagi.
171. WANABAYA : Siapa lahi akan katakan tidak patut?
172. DEMANG PANDAK : Tidak patut untuk seorang panglima.
173. DEMANG JODOG : Semula ku kita sekedar bersuka.
174. DEMANG PAJANGAN : : Benar Patalan, kalau berkembang begini rupa.
175. WANABAYA : Juga akan kau katakan tidak patut?
176. DEMANG PANDAK : Juga tidak patut untuk seorang Tua Perdikan
177. DEMANG PAJANGAN : : Waranggana masybur, lenggangnya membelah bumi, lenggoknya
menyesak dada, senymnya menawan hati, tariannya
menggemaskan, sekarang tingkahnya bikin susah semua orang.
178. WANABAYA : : Siapa yang jadi susah karena dia?
179. DEMANG JODOG : Jantannya tampan, gagah berani di medan perang. Klinting,
bukankah sayang kalau dia tak bisa pimpin diri sendiri.
180. BARU KLINTING : Wanabaya, Ki Ageng Mangir Muda, bukan hanya perkara suka
atau tidak, patut atau tidak, bisa pimpin diri sendiri atau tidak, jau
sendiri yang lebih tahu! Perdikan ini milik semua orang, bukan
hanya Wanabaya Muda si Tua Perdikan Mangir.
181. WANABAYA : Kalau bukan aku yang pimpin perang, sudah kemarin dulu kalian
terkapar di bawah rumput hijau.

BARU KLINTING : (TERTAWA MEMBALIK BADAN PUNGGUNGI WANABAYA)

182. DEMANG PATALAN : Dia lupa, semua membikin dia jadi Tua Perdikan dan panglima
perang. Sendiri, Wanabaya tak ada arti, sebutir pasir berkelap-
kelip sepi di bawah matari.
183. TUMENG. MANDARAKA : Adisaroh, mari kita pergi. Mereka bertengkar karena kita.
184. WANABAYA : (MENOLEHPADA TUMENG. MANDARAKA) Tak ada yang
bisa larang Wanabaya di rumah ini. Menggandeng Adisaroh jaya.
Adisaroh, adakah takut kau hadapi para tetua desa ini?
185. PUTRI PEMBAYUN : Dalam gandengan tangan Ki Wanabaya Muda, bahkan di bawah
bayang-bayangnya, semut pun tiada kan getar.
186. WANABAYA : Benar sekali, semut pun tiada kan kecut. (MENGANGAT
GANDENGAN TINGGI-TINGGI) Inilah Adisaroh, perawan
waranggana kubawa kemari akan kuambil untuk diriku sendiri.

17
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

187. BARU KLINTING : (MELANGKAH MAJU MENGHAMPIRI PUTRI PEMBAYUN).


Dari mana asalmu, kau, perawan?
188. TUMENG. MANDARAKA : Anakku dia, penari tanpa tandingan dari berpuluh desa.
189. BARU KLINTING : Penari tanpa tandingan dari berpuluh desa. Siapa tak percaya?
Bicara dengan mulutmu sendiri, kau, perawan jelita!
190. PUTRI PEMBAYUN : Adapun diri ini, dari sebuah dukuh sebelah timur, seberang tujuh
sungai.
191. WANABAYA : (menggerutu) Dia periksa Adisaroh seperti pada anaknya sendiri.
192. BARU KLINTING : Mengapa ikut naik ke pendopo ini?
193. WANABAYA : : Apa guna bertanya-tanya ? Ki Wanabaya sudah suka.
194. PUTRI PEMBAYUN : Di ganteng ki Ageng Mangir Muda begiini, siapa yang dapat
lepaskan diri?
195. DEMANG JODOG : (MENGEJEK) Datang dengan Ki Ageng Mangir Muda dengan
semau sendiri.
196. DEMANG PANDAK : Siapa yang dulu suka? Wanabaya ataukah kau?
197. DEMANG PATALAN : Memang tak ada salahnya perjaka dan perawan saling kasmaran,
(MENGHAMPIRI WANABAYA), tetapi Perdikan bukan
milikmu pribadi.
198. DEMANG PANDAK : Membawa wanita milik semua pria...
199. TUMENG. MANDARAKA : Anakku bukan sembarang waraggana, dididik baik adab, terlatih
tahu sopan setiap waktu, setiap saat.
200. DEMANG PATALAN : Seperti bukan prajurit perang, tak dapat kendalikan diri lihat
kecantikan, jatuh kasmaran lupa daratan.
201. WANABAYA : (TERSENYUM) Ayoh, katakan semua. Juga kau, Klinting apa
guna sembunyi di belakang lidah yang lain?
202. BARU KLINTING : Bicaralah kau sepuas hati
203. DEMANG PATALAN : Biar kami tau apa di hatimu, bisa kami kaji dan uji – Oh perang
belum lagi selesai, kemenangan belum lagi terakhir... Kasmaran
tandak lupa daratan, Mataram masuh jaya berdiri.
204. WANABAYA : Mataram? Apa daya PANEMBAHAN SENAPATI : ? Dihadapan
Wanabaya Muda? Sumpit urangnya telah buyar tertadahi
Ronggeng Jaya Manggilingan, Hen-dak mengepung ganti
terkepung. Dilepaskannya Dirada Keta, gajah yang mengamuk
tumpas masuk dalam perut Ronggeng, Bila dusun-dusun luar
benteng kita pukul hari ini.

18
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

205. TUMENG MANDARAKA : (TERTAWA TERKEKEH) Mataram? Apa arti Mataram? Dijentik
dengan jelingking kiri, akan runtuh dia seperti seungguk nasi basi.
206. DEMANG PANDAK : Diam kau, Pak Tua tak tahu diri padamu belum ada orang
tanyakkan perkara. (PADA WANABAYA) Wanabaya Muda, Ki
Ageng Mangir Muda, bukankah kau datang untuk dapatkan
anggukan dari Baru Klinting ? Tak patut kau sekasar itu padanya.
Pergi kau padanya, tahu diri kalau butuh anggukan.

DEMANG PATALAN : (MENGGERUTU) PERANG PUN BELUM DISELESAIKANNYA...

207. WANABAYA : (MENGGANDENG PUTI PEMBAYUN MENGHAMPIRI


BARU KLINTING) Lihatlah ini, Klinting, Ki Ageng Mangir
Muda datang padamu menggandeng dara waranggana, untuk
dapatkan anggukan kelapa darimu, dari Baru Klinting sang
bijaksana.
208. BARU KLINTING : Seperti Mataram miskin putri rupawan, Bedsah dulu kratonnya dan
kau boleh pondong semua perawannya.
209. WANABAYA : Yang seorang dalam gentengan tangan ini, Klinting, berlaksa lebih
berharga dari semua putri, dari semua jenis wanita, di seluruh
Mataram, di seluruh bumi. Wanabaya Ki Ageng Mangir Muda
hanya hendaki yang ini.
210. DEMANG PATALAN : (MENGHAMPIRI WANABAYA MENYERANG) Belum lagi
kau injakkan kaki di kraton Mataram- putri- putrinya tak pernah
menggarap bumi, dibesarkan hany untuk kepuasan pria, halus tak
pernah kerja, tak kena sinar surya.
211. BARU KLINTING : Dengarkan kata Demang Patalan
212. WANABAYA : Ki Ageng Mangir Muda telah dengarkan semua. Hanya yang ini
atas segala-gala. Tak pernah Wanabaya sukai wanita. Sekali
diperbolehkan, tak ada yang mampi kisarkan kemauannya.
213. BARU KLINTING : (MENINGGALKAN WANABAYA DAN PUTRI PEMBAYUN).
Hanya mata buta dan hati batu tak tergiur cair lihat Adisaroh
waranggana.
214. DEMANG PATALAN : (MENGIKUTI BARU KLINTING, MENEGUR). Klinting!
215. DEMANG PANDAK : (MENGHAMPIRI BARU KLINTING DARI SAMPING). Siapa
pun takkan rela wanita sejelita itu tergenggam pria selain
Wanabaya. Apakah Mataram akan jadi petaruh?
216. WANABAYA : Klinting, kau belum lagi memberikan anggukan kepala.

19
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

217. BARU KLINTING : (MENDEKATI PUTRI PEMBAYUN). Dihadapan tetua dan


gegduk rata Mangir kau gandeng Ki Wanabaya Muda. Kau,
perawan dari tujuh sungai seberang timur, berapa pria telah kau
remas dalam tanganmu?
218. PUTRI PEMBAYUN : Ini yang pertama.
219. BARU KLINTING : Tak patut berbohong di hadapan para tetua bukankah semua lihat,
bukan kau, hanya Wanabaya gemetar tanpa daya dalam
gandengan?
220. TUMENG. MANDARAKA :ki ageng mangir muda yang pertama dan satu-satunya. Orang setua
aku berani sumpah sampai mati. (menoleh pada rombongannya).
Katakan, teman-teman wiyaga.
221. PANGERAN PURBAYA : Sejak bayi dalam penjagaanku, sampai besar tak pernah lepas dari
mataku.
222. TUMENG. JAGARAGA : Semua penggangggu tunggang-langgang oleh lidah, oleh tanganku.
223. TUMENG. PRINGGALAYA: pontang-panting, lintang-pukang oleh sepakan kakiku.
224. DEMANG PANDAK : bersahut-sahut seperti burung di pagi hari.
225. BARU KLINTING : (bersilang tangan menghampiri rombongannya wiyaga, menatap
mereka seorang demi seorang. Pada Demang Jodog). Laku mereka
seperti pedagang ikan, berjual bangkai berbunga puji.
226. DEMANG JODOG : (berbisik dengan tangan tercorong pada mulut pada Baru Klinting).
Aku pun jadi curiga.
227. WANABAYA : Anggukanmu belum kulihat, Klinting. Juga kalian, Pantalan,
Jodog, Pandak dan Pajangan. Keliru kalau kalian anggap, aku
datang menggandeng perawan ini, untuk mengemis sepotong
kemurahan. Dara Adisaroh hanya untukku seorang. Bumi dan
langit tak kan bisa ingkari. (pada Putri Pambayun). Sejak detik ini
kau tinggal di sini, jadi rembulan bagi hidupku, jadi matari untuk
rumahku.
228. TUMENG. MANDARAKA : Ki Ageng Mangir Muda Wanabaya, siapa tidak gembira jadi
mertua, dapatkan menantu panglima perang masyhur gagah
berani, tua Perdikan Mangir? Hanya saja belum tepat caranya.
Adisaroh anakku bukan anak burung, bisa diambil dari sarang di
atas pohon.
229. PANGERAN PURBAYA : (meninggalkan rombongan, menghampiri Wanabaya) sungguh
tidak tepat caranya. Adisaroh bukan selembar daun kering, tertiup

20
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

angin jatuh di mana saja. (pada TUMENG. Jagaraga). Aku belum


bisa terima, anak momongan direnggut seperti rumput.
230. TUMENG. JAGARAGA : Tanpa Adisaroh waranggana, nasib rombongan akan berantakan,
buyar, masing-masing akan terpaksa pergi terbungkuk membawa
lapar.
231. WANABAYA : Takkan kubiarkan kalian lapar. Seluruh rombongan jadi
tanggungan di tangan Ki Ageng. Harap jangan kalian anggap
rendah Wanabaya Muda. Biar bukan raja, aku masih jaya
berlumbung daya.
232. TUMENG. MANDARAKA :(berunding dengan isyarat dengan rombongannya; berbatuk-batuk
minta perhatian).
233. WANABAYA : (Pada TUMENG. MANDARAKA). Bapak tua, kau lihat sendiri,
Adisaroh sambut tanganku dengan suka sendiri. (memperlihatkan
gandengan tangan). Wanabaya tidak lepaskan, Adisaroh
mengukuhi.
234. TUMENG. MANDARAKA :Kapan dimulai sebuah adat, orang tua di sisihkan tanpa diajak
damai?
235. DEMANG PATALAN : Lihat Klinting, mereka anggap para tetua ini angin belaka.
236. DEMANG PANDAK : Dan kau belum atau tidak berikan anggukan kepala.
237. WANABAYA : (sekali lagi mengangkat tinggi gandengan). Lihatlah ini, aku
genggam tangannya, dia genggam tanganku. (memperlihatkan
pada setiap orang). Siapa ingkari kenyataan ini?
238. BARU KLINTING : Biarkan Wanabaya curahkan isi hatinya.
239. TUMENG. MANDARAKA :Apa pun terjadi, bumi dan langit memang tak bisa ingkari, tali
hubungan telah terjadi. Hanya caranya belum terpuji. (pada Putri
Pambayun) Bicaralah kau, perawan, biar terdengar oleh smeua
tetua Perdikan.
240. PUTRI PEMBAYUN : (tanpa ragu-ragu). Inilah diri, dalam gandengan Ki Ageng Mangir
Muda Wanabaya. Telah diulurkan tangannya kepadaku, dan aku
menyambutnya. Apalagi masih harus dikatakan? Hendak
diambilnya aku untuk dirinya sendiri semata.
241. DEMANG PANDAK : Bukan begitu cara bicara perempuan desa.
242. PUTRI PEMBAYUN : Inilah diri, dari dukuh seberang tujuh sungai sebelah timur.
243. PANGERAN PURBAYA : Tak cukup hanya diambil untuk dirinya sendiri semata.
244. DEMANG PATALAN : Hendak diambilnya untuk dirinya sendiri semata, seakan seorang
tandak pernah hanya untuk seorang saja.

21
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

245. PANGERAN PURBAYA : Jangan menghina! Belum lagi kami setujui maksud Ki Wanabaya
Muda.
246. WANABAYA : (Pada TUMENG. MANDARAKA) Begini cara di Perdikan
Mangir semua tergantung pada yang muda, orangtua hanya setuju
mengiyakan. Katakan padanya, Klinting, di sini tak ada cara lebih
terpuji daripada begini.
247. DEMANG PATALAN : Kita semya bicara tentang nasib Mangir, nasib Mataram, hanya
Wanabaya dan rombongan waranggana sibuk tawar-menawar.
(Pada Baru Klinting) Kau hanya punya kata-putus, putuskan
sekarang juga, sebelum berlarut menjadi bencana.
248. BARU KLINTING : Juga Wanabaya punya hak bicara, tak semestinya kita tindas hasrat
dalam hatinya. Apa jadinya sungai yang tak boleh mengalir? Dia
akan mengamuk melandakan banjir.
249. DEMANG PATALAN : Tak bisa aku tunggu begini lama.
250. BARU KLINTING : Patalan takkan dilanda Mataram dalam sebulan ini. Lakumu
seperti tertimpa kebakaran.
251. WANABAYA : Klinting, patutkah seorang tua Perdikan dan panglima dibiarkan
menunggu begini lama?
252. DEMANG PANDAK : Jangan berikan anggukan.
253. DEMANG PATALAN : Biar Mataram lebih dulu dibereskan.
254. DEMANG JODOG : Kau sendiri Wanabaya Muda, mulaikah perang kau lupakan?
255. WANABAYA : Tak patut panglima diuji seperti itu.
256. DEMANG PAJANGAN : : Menjawab pun kau tidak sudi. Berat mana Mataram atau
Adisaroh waranggana?
257. WANABAYA : Pertanyaan-pertanyaan ini, apakah berarti Wanabaya bukan
panglima lagi?
258. DEMANG PATALAN : Benar kata Pajangan, menjawab pun kau tidak sudi. Kau lihat itu
sendiri, Klinting.
259. WANABAYA : (melepas gandengan, maju menantang para demang seorang demi
seorang). Dengarkan kalian, orang-orang nyinyir, tak mengerti
perkara perang. Setajam-tajamnya senjata, bila digeletakkan
takkan ada sesuatu terjadi. Sebagus-bagusnya panglima perang,
bila ditinggalkannya senjata dan balatentara sebesar-besar pasukan
akan binasa. Apakah kalian belum mengerti ini?

22
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

260. BARU KLINTING : Wanabaya Muda, kau mulai memeras untuk dibenarkan, untuk
dapat anggukan. Kau yang diasuh oleh Perdikan sejak pertama kali
melihat matari, hatimu mulai terbelah hanya karena waranggana.
261. WANABAYA : Aku datang bukan untuk dituduh diselidiki. Aku butuhkan
anggukan, bukan gelengan. Kalau gelengan aku dapatkan jangan
sesekali Ki Wanabaya Muda ini.
262. BARU KLINTING : Ingat kalian apa aku katakan tadi?
263. DEMANG PANDAK : Benar, seorang panglima yang tak dapat pimpin diri sendiri...
264. WANABAYA : Diam kau, Pandak, Wanabaya Muda tak butuhkan suaramu.
265. DEMANG PATALAN : Benar hatinya telah belah dua.
266. DEMANG JODOG : Menyesal aku telah biarkan dia bersuka...
267. BARU KLINTING : Lebih berat bagimu Adisaroh waranggana.
268. PANGERAN PURBAYA : Adisaroh adinda, mari tinggalkan rumah sengketa ini.
269. WANABAYA : Diam kalian romongan wiyaga! Kalau tak mampu bantu Adisaroh
dan aku, jangan melintang di tengah jalan Ki Wanabaya Muda.
270. BARU KLINTING : Melihat ini, bagimu Adisaroh waranggana sama bobot dalam
timbangan dengan perang. Kalau bukan berhati belah, hatimu
tidak satu lagi.
271. DEMANG PATALAN : Satu hati dengan satu kesenangan.
272. BARU KLINTING : (merunding Wanabaya) Bagi dia perang dan Adisaroh memang
kesenangan.
273. WANABAYA : (melepaskan gandengan pada Putri Pambayun, mengahadap Baru
Klinting; tapi tak keluar suara dari mulutnya).
274. BARU KLINTING : Demang Pajangan, bawa Adisaroh dan rombongan ke belakang,
biar kita selesaikan perkara Ki Wanabaya Muda ini.

DEMANG PAJANGAN : : (mengiringkan). PUTRI PAMBAYUN, TUMENG.


MANDARAKA, PANGERAN PURBAYA, TUMENG. JAGARAGA, TUMENG.
PRINGGALAYA : (meninggalkan panggung).

275. BARU KLINTING : Memalukan – seorang panglima, karena kecantikan perawan telah
relakan perpecahan. Berapa banyak perawan cantik di atas bumi
ini? Setiap kali kau tergila-gila seperti seekor ayam jantan, tahu
sarang tapi tak kenal kandang.
276. WANABAYA : Telah kalian cemarkan kewibawaan Wanabaya Muda di hadapan
orang luar. Kalian sendiri yang relakan perpecahan.
277. BARU KLINTING : Jawab keangkuhannya itu Patalan!

23
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

278. DEMANG PATALAN : Kau kira kewibawaan datang padamu dari leluhur dan dewa-
dewa? Dia datang padamu berupa pinjaman dari Perdikan Mangir,
desamu.
279. BARU KLINTING : Tanpa Mangir desamu kau juga selembar daun yang akan luruh di
mana saja. Jatuh di Mataram kau akan ikut perangi kami.
Kebetulan di Mangir kau perangi Mataram.
280. DEMANG PATALAN : Dia belum mengerti, kepanglimaan bisa batal dari dirinya. Tidak
percuma orang tua-tua tak boleh diabaikan pengalamannya.
281. DEMANG PANDAK : Kalau kita benarkan tingkahnya, semua perjaka Mangir dan desa-
desa tetangga akan tiru contohnya. Semua perawan akan
tinggalkan desa, mengamen cari lelaki siapa saja.
282. DEMANG PAJANGAN : : (masuk ke panggung). Telah kutempatkan mereka di gandok*
sana. Adisaroh dalam bilik dalam, rawatan nenek tua.
283. BARU KLINTING : Perang belum lagi selesai, kau beri semua tambahan kerja. Apakah
itu patut untuk seorang panglima?
284. WANABAYA : Sudah kudengar semua suara keluar dari mulut kalian. Juga dalam
perkara ini aku seorang panglima. Jangan dikira kalian bisa
belokkan Wanabaya. Sekali Wanabaya Muda hendaki sesuatu, dia
akan dapatkan untuk sampai selesai.
285. DEMANG PATALAN : Kau tak lagi pikirkan perang.
286. WANABAYA : sudah kalian lupa apa kata Wanabaya ini? Hanya setelah
Wanabaya rebah di tanah dia takkan bela Perdikan lagi? Lihat,
Wanabaya masih tegak berdiri.
287. DEMANG PANDAK : Biasanya kau rendah hati, sehari dengan Adisaroh, kau berubah
jadi pongah, terkebur bermulut nyaring, berjantung kembung.
288. WANABAYA : Diam, kau yang di bawah perintahku di medan perang, tidak
percuma Wanabaya disebut Ki Ageng Mangir Muda, tidak sia-sia
Mangir angkat dia jadi tua Perdikan dan panglima.
289. DEMANG JODOG : benar, dia sudah berubah, Patalan.
290. WANABAYA : Suaranya yang berubah, hati dalam dadanya tetap utuh seperti Laut
Kidul.
291. BARU KLINTING : Suaranya berubah sesuai dengan hatinya.
292. WANABAYA : (bergerak kearah jagang tombak).
293. DEMANG PAJANGAN : : (mengambil mata tombak dari atas meja dan diselitkan pada
tentang perutnya).

24
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

294. BARU KLINTING : Apa guna kau coba dekati jagang tombak? Hanya karena wanita
hendak robohkan teman sebarisan? Tidakkah kau tahu, dengan
jatuhnya semua temanmu kau akan diburu-buru Mataram seperti
babi hutan?
295. DEMANG JODOG : Tenang kau, Wanabaya. Buka hatimu, biar semua selesai
sebagaimana dikehendaki. Memang perjaka berhak dapatkan
perawan, tapi bukan cara berandalan macam itu, apa pula bagi
seorang panglima. Bukankah aku tidak keliru. Klinting sang
bijaksana.
296. BARU KLINTING : (bersilang tengan, mengangguk-angguk).
297. DEMANG PANDAK : Aku masih belum bisa terima, Ki Ageng Mangir Muda mengajak
bertengkar di depan orang luar-hanya untuk tunjukkan wibawa
didepan Adisaroh dan rombongannya.
298. BARU KLINTING : Karena mudanya dia ingin berlagak kuasa, memalukan seluruh
Perdikan. Tiadakah kau merasa bersalah pada teman-temanmu
sendiri, kau, Ki Ageng Mangir Muda, Wanabaya?

Semua – (datang melingkari Wanabaya)

299. BARU KLINTING : Jawab apakah artinya Wanabaya tanpa Perdikan tanpa balatentara?
Tanpa teman-temanmu sendiri, tanpa kewibawaan yang
dipinjamkan?
300. WANABAYA : Di atas kuda dengan tombak di tangan, bisa pimpin balatentara,
menag atas Mataram, Perdikan harus berikan segala kepadaku.
301. BARU KLINTING : Tuntut semua untukmu di tempat lain! Ludah akan kau dapatinya
pada mukamu. Kau boleh pergi dan coba sekarang juga.
302. WANABAYA : (menatap para tetua seorang demi seorang). Kalian hinakan
Wanabaya Muda.
303. BARU KLINTING : Tanpa semua yang ada, kau, jawab sendiri. Kau, Wanabaya, apa
kemudia arti dirimu?
304. WANABAYA : (membuang muka, merenung, bicara pada diri sendiri). Sekarang
mereka pun dapat usir aku. Apakah kemudian aku jadi anggota
waranggana? Berjual suara dari desa ke desa? Dari panglima jadi
tertawaan setiap muka? Adisaroh pun boleh jadi tolak diriku pula?
305. BARU KLINTING : jawab, kau, kapala angin! kau anggap semua ini bayang-bayang
semata?
306. WANABAYA : (berendah hati). Apakah Wanabaya tak berhak punya istri?

25
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

307. WANABAYA : Diam kalian rombongan wiyaga! Kalau tak mampu bantu Adisaroh
dan aku, jangan melintang di tengah jalan Ki Wanabaya Muda.
308. BARU KLINTING : Melihat ini, bagimu Adisaroh waranggana sama bobot dalam
timbangan dengan perang. Kalau bukan berhati belah, hatimu
tidak satu lagi.
309. DEMANG PETALAN : Satu hati dengan satu kesenangan.
310. BARU KLINTING : (menuding Wanabaya) Bagi dia perang dan Adisaroh memang
kesenangan.
311. WANABAYA : (melepaskan gandengan pada Putri Pambayun, menghadap Baru
Klinting; tapi tak keluar suara dari mulutnya)
312. BARU KLINTING : DEMANG Pajangan, bawa Adisaroh dan rombingan ke belakang,
biar kita selesaikan perkara Ki Wanabaya Muda ini.

DEMANG PAJANGAN : (mengiringkan). PUTRI PAMBAYUN,


TUMENG.MANDARAKA, PANGERAN PURBAYA, TUMENG.JAGARAGA,
TUMENG.PRINGGALAYA (meninggalkan panggung).

313. BARU KLINTING : Memalukan – seorang panglima, karena kecantikan perawan telah
relakan perpecahan. Berapa banyak perawan cantik di atas bumi
ini? Setiap kali kau tergila-gila seperti seekor ayam jantan, tahu
sarang tapi tak kenal kandang.
314. WANABAYA : Telah kalian cemarkan kewibawaan Wanabaya Muda di hadapan
orang luar. Kalian sendiri yang relakan perpecahan.
315. BARU KLINTING : Jawab keangkuhannya itu Patalan!
316. DEMANG PATALAN : Kau kira kewibawaan datang padamu dari leluhur dan dewa-dewa?
Dia datang padamu berupa pinjaman dari Perdikan Mangir,
desamu.
317. BARU KLINTING : Tanpa Mangir desamu kau juga selembar daunyang akan luruh di
mana saja. Jatuh di Mataram kau akan ikut perangi kami.
kebutulan di Mangir kau perangi Mataram.
318. DEMANG PETALAN : Dia belum mengaerti, kepanglimaan bisa batal dari darinya. Tidak
percuma orang tua-tua tak boleh diabaikan pengalamannya.
319. DEMANG PANDAK : Kalau kita benarkan tingkahnya, semua perjaka Mangir dan desa-
desa tetangga akan tiru contohnya. Semua perawan akan
tinggalkan desa, mengamen cari lelaki siapa saja.
320. DEMANG PAJANGAN : (masuk ke panggung). Telah kutempatkan mereka di gandok* sana.
Adisaroh di dalam bilik dalam, rawatan nenek tua.

26
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

321. BARU KLINTING : Perang belum lagi selesai, kau beri semua tambahan kerja. Apakah
itu patut untuk seorang panglima?
322. WANABAYA : Sudah kudengar semua suara keluar dari mulut kalian. Juga dalam
perkara ini aku seorang panglima. Jangan dikira kalian bisa
belokkan Wanabaya. Sekali Wanabaya Muda hendaki sesuatu, dia
akan dapatkan untuk sampai selesai.
323. DEMANG PATALAN : Kau tak lagi pikirkan perang.
324. WANABAYA : Sudah kalian lupa apa kata Wanbaya ini? Hanya setelah Wanabaya
rebahan di tanah dia takkan bela Perdikan lagi? Lihat, Wanabaya
masih tegak berdiri.
325. DEMANG PANDAK : Biasanya kau rendah-hati, sehari dengan Adisaroh, kau berubah
menjadi pongah, tekebur bermulut nyaring, berjantung kembung.
326. WANABAYA : Diam, kau yang di bawah perintahku di meda perang, tidak
percuma Wanabaya disebut Ki Ageng Mangir Muda, tidak sia-sia
Mangir angkat dia jadi tua Perdikan dan panglima.
327. DEMANG JODOG : Benar, dia sudah berubah, Patalan.
328. WANABAYA : Suaranya yang berubah, hati dalam dadanya tetap utuh seperti Laut
Kidul.
329. BARU KLINTING : Suaranya berubah sesuai dengan hatinya.
330. WANABAYA : (bergerak kearah Jagang tombak).
331. DEMANG PAJANGAN : (mengambil mata tombak dari atas mejadan diselitkan pada
tentang perutnya).

*GANDOK – PAVILYUN

332. BARU KLINTING : Apa guna kau coba dekati jagang tombak? Hanya karena wanita
hendak robohkan teman sebarisan? Tidakkah kau tahu, dengan
jatuhnya semua temanmu kau akan diburu-buru Mataram seperti
babi hutan?.
333. DEMANG JODOG : Tenang kau, Wanabaya. Buka hatimu, biar semua selesai
sebagaimana dikehendaki. Memang perjaka berhak dapatkan
perawan, tapi bukan dengan cara berandalan macam itu, apa pula
bagi seorang panglima. Bukankah aku tidak keliru, Klinting sang
bijaksana.
334. BARU KLINTING : (bersilang tangan, mengangguk-angguk).

27
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

335. DEMANG PANDAK : Aku masih belum bisa terima, Ki Ageng Mangir Muda mengajak
bertengkar di depan orang luar hanya untuk tunjukan wibawa, di
depan Adisaroh dan rombongannya.
336. BARU KLINTING : Karena mudanya dia ingin berlagak kuasa, memalukan seluruh
Perdikan. Tiadakah kau merasa bersalah pada teman-temanmu
sendiri, kau, Ki Ageng Mangir Muda. Wanabaya?.

SEMUA – (DATANG MELINGKARI WANABAYA)

337. BARU KLINTING : Jawabapakah artinya Wanabya tanpa Perdikan tanpa balatentara?
Tanpa teman-temanmu sendiri, tanpa kewibawaan yang
dipinjamkan?.
338. WANABAYA : Di atas kuda dengan tombak di tangan, bisa pimpin balatentara,
menang atas Mataram, Perdikan harus berikan segala kepadaku.
339. BARU KLINTING : Tuntut semua untukmu di tempat lain! Ludah akan kau dapati pada
mukamu. Kau boleh pergi dan coba sekarang juga.
340. WANABAYA : (menatap tetua seorang-demi seorang). Kalian hinakan Wanabaya
Muda.
341. BARU KLINTING : Tanpa semua yang ada, kau, jawab sendiri. Kau, Wanabaya, apa
kemudia arti dirimu?.
342. WANABAYA :(membuang muka, merenung, berbicara pada diri sendiri).
Sekarang mereka pun dapat usir aku. Apakah aku kemudian
menjadi anggota waranggana? Berjual suara dari desa ke desa?
Dari panglima jadi tertawan panglima setiap muka?
Adisaroh pun boleh jadi tolak diriku pula?.
343. BARU KLINTING : Jawab, kau, kepala angin! Kau anggap semua ini bayang-bayang
semata?
344. WANABAYA : (berendah hati), apakah Wanabaya tak berhak punya istri?
345. BARU KLINTING : Hanya untuk bertanya seperti itu lagakmu seperti dunia sudah
milikmu sendiri. Jawab, kalian, pertanyaan bocah ingusan ini.
346. DEMANG JODOG : Tak ada yang sangkal hak setiap perjaka.
347. DEMANG PAJANGAN : Aku pun tak rela Adisaroh jatuh tidak di tangan kau.
348. DEMANG PATALAN : Juga menjadi hakmu leburkan Mataram.
349. WANABAYA : Dengar kalian semuaterhadap Mataram sikap Wanabaya tak
berkisar barang sejari. Ijinkan aku kini memperistri Adisaroh.
Tanpa mendapatkannya aku rela kalian tumpas di sini juga. Jangan
usir aku, terlepas dari Perdikan ini. Beri aku anggukan, Klinting,

28
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

dan kalian para tetua, grgrduk rata Mangir yang perwira. (berlutut
dengan tangan berkembang ke atas pada orang-orang di
hadapannya). Aku lihat tujuh tombak bediri di jagang sana.
Tembuskanlah dalam diriku, bila anggukan tiada kudapat. Dunia
jadi tak berarti tanpa Adisaroh dampingi hidup ini.
350. BARU KLINTING : Terlalu banyak kau bicara tentang Adisaroh. Kurang tentang
Mangir dan Mataram. Siapkan tombak-tombak! Lepaskan dari
sarungnya.

PARA DEMANGAN— MENGAMBIL TOMBAK DARI JAGANG, MENGEPUNG WANABAYA


DENGAN MATA TOMBAK DIACUNG PADANYA.

351. BARU KLINTING : Tombak-tombak ini akan umpas kau, bila nyata kau punggungi
leluhur, berbelah hati pada Perdikan, khianati teman-teman dan
semua. Bicara kau!
352. WANABAYA : (menatap ujung tombak satu per satu, dan mereka seorang demi
seorang). Dengarkan leluhur suara darahmu di atas bumi ini,
darahmu sendiri yang masih berdebar dalam tubuhku, Ki Ageng
Mangir Wanabaya Muda. Darah ini tetap murni, ya leluhur di alam
abadi, seperti yang lain-lain, lebih dari yang lain-lain dia sedia
mati untuk desa yang dahulu kau buka sendiri, untuk semua yang
setia, karena dalam hati ini hanya ada satu kesetiaan. Tombak-
tombak biar tumpas sendiri, kalau tubuh ini tak layak didiami
darahmu lagi.
353. DEMANG PATALAN : (melempar tombak ke dekat rana, menolong Wanabaya berdiri).
Katakan, Adisaroh takkan bikin kau ingkar pada Perdikan.
354. WANABAYA : Adisaroh takkan bikin Wanabaya ingkar pada Perdikan.
355. BARU KLINTING : Kau akan tetap melawan Mataram.
356. WANABAYA : Leluhur dan siapa saja yang dengar, inilah Wanabaya, akan tetap
melawan Mataram.
357. DEMANG PATALAN : Membela keDEMANG sahabat Mangir.
358. WANABAYA : Membela keDEMANG sahabat Mangir.
359. DEMANG JODOG : Dengan atau tanpa Adisaroh kau tetap setiawan.
360. WANABAYA : Dengan atau tanpa Adisaroh Wanabaya setiawan.
361. DEMANG PAJANGAN : Setiawan sampai mati.
362. WANABAYA : Setiawan sampai mati.

29
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

363. Baru Klinting, bukankah patut sudah dia apat anggukan? Tunjukan matamu pada Klinting, kau,
Wanabaya.
364. BARU KLINTING : Lihatlah betapa semua temanmu ikut pikirkan kepentinganmu.
365. WANABAYA : Aku telah bersalah. Baru Klinting yang bijaksana!
366. BARU KLINTING : Lihatlah aku. (mengangguk perlahan-lahan).

PARA DEMANG – MERANGKUL WANABAYA.

367. BARU KLINTING : Pergi kau dapatkan pengantinmu.


368. WANABAYA : (ragu meninggalkan panggung dalam iringan mata semua yang
ditinggalkan)
369. BARU KLINTING : Kita semua masih curiga siapa waranggana san rombongannya.
Kalau ada Suriwang, dia akan bilang; Ai-ai-ai memang tak bisa
lain. Tanpa Wanabaya cerita akan mengambil suara lain. Dilarang
dia pun akan berkembang lain. Pukul tengara, pertanda pesta
panen telah dibuka.

30
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

BABAK KEDUA

Setting – Taman bunga disamping rumah Ki Ageng Muda Wanabaya. Di atas tanah yang ditinggikan
barang 20cm., ditahan dengan papan, berdiri sebatang pohon mangga besar, dikelilingi bangku-
bangku panjang dari kayu. Latar belakangsamping rumah, yang dihias dengan sangkar-sangkar
burung dan ayam aduan.

Suara – Lagu Jawa yang murung, sayup-sayup.

370. PUTRI PEMBAYUN : (bersandar pada batang mangga, merenung jauh, seakan sedang
mendengar lagu dari kejauhan itu).

Suara – Lagu mendadak berhenti.

371. PUTRI PEMBAYUN : (tergagap-gagap, mengeluh). Sudah empat kali tiga puluh hari.
Janji ini, apakah hari ini harus ditepati.
372. WANABAYA : (masuk kepanggung dari belakang Putri Pembayun, diam-diam,
menunduk meniup rambut istrinya).
373. PUTRI PEMBAYUN : (terperanjat, menoleh ke belakang). Kakang suka kageti aku
begini.
374. WANABAYA : Kau melamun, adikku kekasih. Apakah tersinggung hatimu
kularang menenenum dan mengantih? (Berdiri di hadapan Putri
Pembayun).
375. PUTRI PEMBAYUN : Sudah semestinya, biar tak mengganggu jabang bayi di bawah
jantung ini.
376. WANABAYA : Selalu juga kudapati kau sedang mengimpi. Adakah terluka hatimu
memasak dan membatik kau ku larang juga?.
377. PUTRI PEMBAYUN : Sudah semestinya, kakang takut asap pedihkan mata si kekasih ini.
378. WANABAYA : Apa konon masih kurang pada si kakang?.
379. PUTRI PEMBAYUN : Tak ada suami lebih baik dari Ki Ageng Mangir Muda Wanabaya.
380. WANABAYA : Bukan aku lebih baik dari yang lain. Setiap wanita Perdikan
berbahagia dengan suaminya, seorang untuk dirinya semata.
381. PUTRI PEMBAYUN : Kakang, diriku merasa hidup di sorga, tanpa duka tanpa sengsara,
setiap hari kesukaan semata.
382. WANABAYA : (tertawa). Makin hari kau makin pelamun, adikku kekasih,
membikin hati Kakang meraba-raba.

31
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

383. PUTRI PEMBAYUN : Tak sabar diri ingin periksa, siapa anak yang bakal datang pada
kita.kalau lelaki apakah dia bakal segagah bapanya…
384. WANABAYA : Bila lelaki dia akan gagah-berani, setiawan pelindung Perdikan ini.
Seratus Mataram akan direbahkannya sekali gebah. (Lunak).
Kalau wanita, Adisaoh sayang, dia pasti cantik-jelita seperti
ibunya, penakluk hati seluruh bumi Jawa.
385. PUTRI PEMBAYUN : Pohonku dia bakal seorang pria, sekembah segagah ayahnya….
386. WANABAYA : (tertawa memandang jauh). Tak ada yang lebih berbahagia dari si
Wanabya menjadi bapa, dari anak kelahiran rahim istrinya.
(Tertawa). Dan kau sediri. Adisaroh kekasih, tiadakah kau rindu
kampung halaman, sebelah timur seberang ujung.
387. PUTRI PEMBAYUN : Terlalu rindu kakang, sekalipun tidak seperti di sini – di sini
wanita dapatkan segala-galadamai dan suka, setia dan cinta.
388. WANABAYA : Kau terlalu rindu kampung-halaman, juga kau berbahagia di
Perdikan. Empat bulan kau telah saksikan, tak ada lelaki perbudak
wanita di istana. Orang-orang berbangsa itu lupa, wanita tak lain
dari Ibu bangsa. Maka jangan kau suka melamun Adisaroh kekasih
si kakang. Gelisah hati melihat, seakan kakang tak cukup
bertimbang rasa.
389. PUTRI PEMBAYUN : Tak ada yang lebih dari Kakang. Kalaupun Adisaroh mati, semoga
matilah di sini, di bawah naungan beringin, ditingkah kicauan
burung tiada henti.
390. WANABAYA : Bukan waktu bagimu bicara perkara mati.
391. PUTRI PEMBAYUN : Kata orang tua-tuabila berbahagia ingatlah pada maut yang
semakin dekat. Bila hadapi mati hendaknya orang menghitung
semua kebahagiaan yang sudah terlewati.
392. WANABAYA : Ah-ah-ah, kata-kata kosong belaka. Semua yang ada bukankah
hanya buah usaha? Sang maut bukan urusan kita. Kau akan
lahirkan anak kita dengan selamat. Kau akan saksikan anakmu,
cucu dan buyutmu. Adisaroh! Leluhur, bumi dan langit bakal jaga
keturunan kita, sampai dunia belah dua, dan burung-burung tak isa
bertengger lagi.
393. PUTRI PEMBAYUN : Aku harus percaya, karena bapa anakku yang bicara.
394. WANABAYA : Apa yang masih kau lamunkan lagi? Lihat sejoli belibis di angkasa
sana. Adakah mereka suka bermenung seperti kau? Tidak,

32
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Adisaroh kekasih kakang, karena semua sudah ada pada mereka.


Katakan, Adisaroh belahan jiwa, apa yang masih kurang?
395. PUTRI PEMBAYUN : (membawa Wanabaya meninggalkan tanah ketinggian). Setiap
malam, kakangku Wanabaya, bila, semua sudah lelap, pepohonan
terangguk-angguk mengantuk, dan angin tak juga jera berkelana,
Adisaroh istrimu bangun hati mengucap syukur daptkan suami
seperti Kakang. Aku memohon ya, Kau Sang Pembikin Nyawa,
kecuali mati, jangan pisahkan kami berdua, jangan Kau biarkan
kami bercerai sendiri-sendiri.
396. WANABAYA : (meletakkan satu tangan pada pundak Putri Pambayun). Tak
pernah kau bicara tentang perpisahan atau tentang perceraian.
Bukankah kau tak halangi si Kakang berangkat ke medan-perang?
397. PUTRI PEMBAYUN : Setiap Kakang berangkat ke medan-perang, aku tahu Kakang pasti
pulang.
398. WANABAYA : Dan kau takutkan perpisahan-perceraian.
399. PUTRI PEMBAYUN : Setiap malam bila Kakang di medan-perang, tak lain kerjaku dari
besarkan kepercayaan,Kakang pasti menang, di mana saja
bertahan ke mana saja menyerang.
400. WANABAYA : Setiap malam, Adisaroh kekasih?
401. PUTRI PEMBAYUN : Setiap malam tanpa senggang, si bayi ini jadi saksi.
402. WANABAYA : Manakah ada wanita utama dari adis si Kakang? Pada suami
berbakti, diam-diam berbudi?
403. PUTRI PEMBAYUN : Namun setiap perpisahan menakutkan, setiap perceraian
mengecutkan seakan suatu latihan, Kakang akan tinggalkan aku
seorang diri, untuk selama-lamanya.
404. WANABAYA : Lhahdalah.
405. PUTRI PEMBAYUN : Ke mana diri dan bayi ini nanti akan pergi?
406. WANABAYA : Demi langit dan bumi, demi leluhur keramat berbahagia – tak
bakal, Adisaroh kekasih, tak bakal kau aku tinggalkan.
407. PUTRI PEMBAYUN : Biar kau bersujud padamu, untuk puji terimakasih-ku
408. WANABAYA : Sujud padauk? (curiga) Bukan adat wanita desa bersujud pada
guru-suami. Apakah kehendaki aku mati dahulu untuk bias kau
sujudi?
409. PUTRI PEMBAYUN : Ampun, kang, betapa takut kau tinggalkan sendiri, di sini dan di
mana saja, di dunia ini juga di dunia lain.

33
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

410. WANABAYA : Adisaroh, dalam mengandung betapa banyak rusuh dalam dadamu.
Mari berjalan-jalan. Nikmati keindahan tamanmu. Sebentar lagi
kakang akan berangkat lagi, agak jauh dari garis depan.
411. PUTRI PEMBAYUN : Jangan, kang, nanti Kakang terlupa, terlambat di perbatasan.
Taman takkan berkisar, perbatasan bias bergeser.
412. WANABAYA : Perempuan bijaksana, pandai peringatkan suami pada tugasnya.
(Tiba-tiba menoleh kea rah rumah). Ada yang dating, Adisaroh
kekasih. (pergi meninggalkan panggung).
413. PUTRI PEMBAYUN : Suami gagah-berani taka da seperti dia, tampan dermawan,
kasihnya tidak tara. Di mana lagi seorang wanita dapatkan suami
seperti dia! (membelai perut). Kau jabang bayi, Ki Ageng Mangir
kecil, jangan permalukan ibumu nanti bila saksikan matari.
(kembali ke bawah pohon manga dan duduk di atas bangku,
berkecap sebentar). Ah-ah, hari tugas terakhir – habisnya suatu
perjanjian.
414. TUMENG.MANDARAKA : (memasuki panggung membawa angkul kayu dengan mata berlapis
baja; berdiri pada suatu jarak di hadapan Putri Pambayun;
meletakkan cangkul di tanah dengan tangan masih memgangi
tangkai; mata ccuriga ditebarkan ke mana-mana). Cucunda Gusti
Putri Pambayun!
415. PUTRI PEMBAYUN : (berubah airmuka, waspada). Nenenda MANDARAKA Juru
Martani.
416. TUMENG.MANDARAKA : Terpaksa nenenda dating kini untuk menagih janji.
417. PUTRI PEMBAYUN : Dia datang menagih janji.
418. TUMENG.MANDARAKA : Bukankah darah satria tak patut diperingatkan? Dan janji ditepati
seperti matari pada bumi setiap hari?
419. PUTRI PEMBAYUN : (berdiri maju selangkah mendekati). Apakah Putri Pambayun
sudah mulai Nampak hina di mata nenenda?
420. TUMENG.MANDARAKA : Tetap cantic-rupawan, semakin hari semakin bersinar, tanda
bersuka berbahagia. Maka neneda datang pada cucunda kini –
selesai sudah masa bersuka, bercinta dan berbahagia.
421. PUTRI PEMBAYUN : Nenenda Maduraka, ingatkan nenenda waktu kita tinggalkan
kraton Mataram, ke utara ke Sendang Kasihan, di malam buta
tanpa saksi mata?
422. TUMENG.MANDARAKA : (terbatuk-batuk dan mengganguk-angguk).

34
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

423. PUTRI PEMBAYUN : Kita semua berganti pakaian orang desa. Sahaya jadi waranggana
untuk mengamen ke desa-desa?
424. TUMENG.MANDARAKA : Ya-ya, cucunda, untuk mengemban tugas Mataram, kita Bersama
datang kemari.
425. PUTRI PEMBAYUN : Bukankah di Sendang Kasihan juga, di malam buta, bintang pun
segan melihat pada kami, nenenda Madaraka bilang
beginiCucunda Putri, dalam sekejap mata Ki Aging Mangir Muda
akan jatuh tergila-gila, menyembah kaki cucunca Putri mengemis
kasih?
426. TUMENG.MANDARAKA : Tidak salah, cucunda Gusti Putri Pambayun. Bukankah benar
demikian nyatanya?
427. PUTRI PEMBAYUN : Dan nenenda katakana jugaKi Ageng Mangir Muda si Wanabaya,
tua dekil bergigi goang, kulit mengkilat putih bersisik, berkaki
pincang bertongkat cendana?
428. TUMENG.MANDARAKA : (terbatuk-batuk, menggaruk tengkuk). Tak lain memang itu
nenenda katakana.
429. PUTRI PEMBAYUN : (turun dari tanah ketinggian diikuti oleh MANDARAKA, tiba-tiba
berpaling padanya). Ya, nenenda?
430. TUMENG.MANDARAKA : Ya, ternyata, Ki Wanabaya, seorang perjaka gagah dan tampan,
penunggang kuda tangkas, pemain tombak perkasa, berani
berperang pandai bercinta.
431. PUTRI PEMBAYUN : Betapa nenenda bias berdusta pada sahaya.
432. TUMENG.MANDARAKA : Bukankah benar si Wanabaya jatuh cinta tergila-gila, tergenggam
di tangan cucunda?
433. PUTRI PEMBAYUN : Sahaya yang jatuh cinta padanya pada pandangan pertama.
434. TUMENG.MANDARAKA : Tidak mengapa, si Wanabaya telah dalam kekuasaan Gusti Putri,
perpecahan telah terjadi dengan si ular Baru Klinying.
435. PUTRI PEMBAYUN : (merengut meninggalkan TUMENG.MANDARAKA, menuding
ke bawah padanya). Dusta! Semua dusta (menutup mata dengan
dua belah tangan). Patutkah putri raja, sulung permasisuri,
didustai seperti ini?
436. TUMENG.MANDARAKA : Bukan dustai sulung permaisuri. Tak ada dusta dalam mengemban
tugas ayahandamu baginda. Semua titah berasal dari takhta, kalis
dari dosa bersih dari nista, harus dilaksanakan sebaiknya, tak
peduli bagaimana caranya.

35
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

437. PUTRI PEMBAYUN : (menatap TUMENG.MANDARAKA). Bila begini jadinya, berapa


kali aku masih akan berdusta dan didustai lagi?
438. TUMENG.MANDARAKA : Demi sang Baginda Penembahan Senapati, bohong, dan dusta
tiada, karena raja adalah dewa di atas bumi. Semua laku
melaksanakannya tak mungkin keliru.
439. PUTRI PEMBAYUN : (lari ke samping, menutuo muka, punggung tersengal-sengal). Juga
membunuh dan menghianati suami?
440. TUMENG.MANDARAKA : (menghampiri, meangguk-angguk). Ya, bila semua demi titah
baginda. Titah dari takhta adalah titah dewa. Bukankah cucunda
berbakti pada guru-dewa? Bukankah itu juga sumpah setiap
wanita, pada waktu naik ketangga bersama seorang pria yang
bakal jadi suaminya?
441. PUTRI PEMBAYUN : Juga membunuh dan mengkhianati! (terjerit dari balik telapak
tangan). Mengerti sahaya kini, mengapa kakanda Rangga, putra
pertama dari ibu Jipang-Panolan, pytra ayahanda sendiri, dibunuh
oleh ayahanda, digantung pada puncak pohon ara.
442. TUMENG.MANDARAKA : Dia bahayakan kewibawaan ayahandamu baginda. Kebenaran ada
di tangan raja, hidup dan mati kepunyaannya.
443. PUTRI PEMBAYUN : Sekarang nenenda datang menagih janji, agar aku khianati suami
sendiri.
444. TUMENG.MANDARAKA : Bukan mengkhianati, hanya membawanya menghadap
ayahandamu baginda, ayahandamu sendiri.
445. PUTRI PEMBAYUN : Akan ditumpas dia oleh ayahanda. Putra sendiri ayahanda tega
menyudahi, apa pula menantu anak desa.
446. TUMENG.MANDARAKA : Taka da baginda bertitah hendak menyudahinya.
447. PUTRI PEMBAYUN : Sedang prajurit Mangir hendak digiling musnah, apa pula orang
pertama, panglima dan Tua Perdikan.
448. TUMENG.MANDARAKA : Putri, Putri Pambayun gusti, sulung permaisuri, cucunda bukan
warga Perdikan, Mangir atau mana saja. Cucunda darah Mataram.
Langit tak dapat mengubah, bumi tak dapat mengganti. Mangir
bukan Mataram. Mataram bukan Mangir. Ayahandamu bukan Ki
Ageng dari desa mana pun, satu-satunyaPenambahan Senapati ing
Ngalaga – satu-satunya di bumi Jawa.
449. PUTRI PEMBAYUN : Tak bolehkah sahaya memilih di antara dua? Hanya satu di antara
dua? Betapa nenenda aniaya sahaya.

36
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

450. TUMENG.MANDARAKA : Nenenda hanya tahu satu perkaramengabdi pada ayahandamu


baginda, demi Mataram jaya dan raya. Besok atau lusa diri takkan
lagi bias berbakti, bibir takkan dapat bergerak dan lidah kelu tak
bergetar lagi.
451. PUTRI PEMBAYUN : (pergi menghindar ke tempat lain, kepala menengadah ke langit,
menoleh pada TUMENG.MANDARAKA). Sahaya suka pada
Perdikan ini, sahaya hanya cintai suami sendiri. (kembali
menengadah ke langit). Ya, Kau Sang Pembikin Nyawa, apakah
memilih satu di antara dua terlalu banyak, tak diperbolehkan untuk
diri yang sebatang ini? (mengadu pada dunia). Suami seperti dia,
takkan kudapatkan di istana – pandai Menenggang, kata lakunya
menawan.
452. TUMENG.MANDARAKA : Nenenda tua ini tentu percaya, taka da yang lebih jantan dari Ki
Wanabaya, taka da yang lebih mengerti hati wanita dari pada dia.
Cucunda, cucunda Gusti Putri Pambayun, tak ingatkah kau kala
bersujud pada kaki baginda? Bukankah cucunda sendiri
mempersembahkan janji-bakti, sedia lakukan apa saja untuk
ayahanda raja Mataram?
453. PUTRI PEMBAYUN : (membelalak ketakutan dalam mengingat-ingat). Masih ingat
sahaya, waktu itu, ayahanda baginda habis titahkan bunuh kakanda
Rangga, agar digantung dengan tali pada puncak pohon ara.
Kemudian datang warga, titah telat terlaksana, tubuhnya
tergantung-gantung ditiup angin dari Laut Kidul, bakal habis
dimangsa gagak dari Laut Kidul, bakal habis dimangsa gagak dan
elang. Menggigil ketakutan sahaya bersujud pada ayahanda, takut
dibunuh maka persembahan janji-bakti, apa saja baginda
kehendaki.
454. TUMENG.MANDARAKA : Tidak patut darah satria sesali janji, ke manapun pergi, langit dan
bumi menuntut ditepati.
455. PUTRI PEMBAYUN : Sedang nenenda sekarang, terus mengawasi sahaya seakan diri
sudah pesakitan untuk dibunuh mati.
456. TUMENG.MANDARAKA : Nenenda hanya menjaga, sulung permasuri tak bakal kena cedera;
tetap dengarkan ajaran dan adat darah raja-raja, tak leleh
mutusatria terkena gelombang Samudra. Sudra. satria terkena
gelombang samudra sudra.

37
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

457. PUTRI PEMBAYUN : Bahkan cara neneda memandang, begini menganiaya sahaya dan
bayiku ini, seperti dosa selangit dan sebumi jadi tanggungan
sahaya.
458. TUMENG.MANDARAKA : Juga tugas berat di punggung nenenda tua ini, Gusti Putri
Pambayun takkan lebih berat, masih muda, dunia terbuka di depan
mata, haridepan masih panjang menujulur samai kaki langit.
459. PUTRI PEMBAYUN : Betapa nenenda pandai berpilin kata. TIdak percuma dari agul-agul
Demak terangkat jadi Juru Martani Sultan Hadiwijaya, dengan
warta dan kata menanggulangi negara. Apalah arti Pambayun
dalam pilinan kata nenenda? (Dengan mata menyala menghampiri
Tumemnggung MANDARAKA). Sahaya sukai Perdikan ini.
Sahaya cintai suami sendiri. (Meninggalkan TUMENG.
MANDARAKA).
460. TUMENG.MANDARAKA : Gusti! Gusti Putri Pambayun, cucunda.
461. PUTRI PEMBAYUN : (ragu-ragu dan berhenti) Tak ingin sahaya dengarkan kata nenenda
lagi. (Menoleh) Pada suami sahaya hendak lebih berbakti.
462. TUMENG.MANDARAKA : Berbakti pada musuh adalah musuh. Ingat-ingat, cucunda, tak
pernah ada cerita orang desa menang melawan raja.
463. PUTRI PEMBAYUN : (terkejut, ragu-ragu, membelai perut). Jabang bayi ini, jangan
dengarkan ucapan nenenda Juru Martani. Untukmu kata-katanya
tak mengandung syakti. Ingat-ingat, anakku, semoga kau lelaki,
akan selalu tahu, nenendamu inginkan jiwa bapamu, dikirimkan
ibumu ke Mangir untuk menangkap Ki Ageng dengan cinta.
Ampuni aku, anakku, jabang bayi. Memang aku berdosa, tapi kau,
kau, kalis bersih kau dari dosa ibumu. Dalam hidup hanya sekali
berdusta, berkali dibohongi, sekali bertemu bapamu, menggelepar
dalam genggaman cintanya, selesai sudah cerita tentang bohong
dan dusta. Dan kau, nak, ditiupkan nyawamu ke dalam perutku
oleh Yang Maha Kuasa. Dia Yang Maha Besar merestui
bagaimana bias nenendamu raja mataram mengutuki?
464. TUMENG.MANDARAKA : Tidak layak mengumpat nenenda, apalagi baginda raja Mataram.
Segala apa diusahakan baginda demi kejayaan Mataram. Kejayaan
Mataram! Semua menyingkir demi kejayaannya. Buang perasaan
kecil-mengecil, cucunda. Hanya ada satu keagungan Mataram.
465. PUTRI PEMBAYUN : Ya Tuhan, akhirnya tagihan dating juga.
466. TUMENG.MANDARAKA : (menengok kea rah jalan, mengambil cangkul).

38
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

467. WANABAYA : (memasuki panggung, berseri-seri) Lihat, Adisaroh kekasih, masih


ada waktu untuk disamping istri. Ai, Bapak tua!
468. TUMENG.MANDARAKA : Bukankah indah taman ini jadinya?
469. WANABAYA : Tak mungkin bias lebih bergaya.
470. TUMENG.MANDARAKA : Nyi Ageng, jadikah dikehendaki kolam ikan tambra?
471. PUTRI PEMBAYUN : Mengapa sekarang baru ditanya?
472. TUMENG.MANDARAKA : Ki Ageng, berilah aku batu barang tiga punggahan, kolam tambra
biar selesai segera.
473. WANABAYA : Hanya tiga punggahan? (tertawa) Biar aku urus dulu sebelum
berangkat sebentar nanti. (Keluar dari panggung).

TUMENG. MANDARAKA dan PUTRI PAMBAYUN (mengikuti Wanabaya pergi dengan


pandangan meraka).

474. TUMENG.MANDARAKA : Memang suami luarbiasa, untuk istrinya dia kerjakan semua,
dengan sisa waktunya yang sedikit dari garisdepan. Betapa bangga
seorang wanita punya suami seperti dia takkan pernah terdapat di
istana.
475. PUTRI PEMBAYUN : Mengejek tanpa mencibir nenenda juga ahli. Hanya karena dia
bukan berdarah satria, dilahirkan dibesarkan dan tetap akan
menjadi orang desa.
476. TUMENG.MANDARAKA : (menggaruk-nggaruk kepala). Mencibir tidak, mengejek pun
bukan. Sesungguhnya dia pria budiman.
477. PUTRI PEMBAYUN : Terdengar sumbang kata tak keluar dari hati, bermanis tanpa cara,
bergurih penuh pamrih. Takkan tahan orang menenggang bicara
dan sikap nenenda. Katakan sudah apa sekarang dikehendaki.
478. TUMENG.MANDARAKA : Tak lain dari cucunda sendiri mengetahui inilah hari akhir janji,
empat kali tiga puluh hari, seratus dua puluh kalo matari telah
tenggelam. Masih ingatkah cucunda, kita dapat panggilan dari Ki
Wanabaya Muda, untuk main di Balai Perdikan Mangir? Dan
nenenda bilang beginiha, sekarang tiba waktunya?
479. PUTRI PEMBAYUN : Semua tentang diri dibangkit-bangkitnya, semua tipu dan dustanya
didiamkannya.
480. TUMENG.MANDARAKA : Cucunda pasti belum lupaPanggilan dari Wanabaya Muda, tak lain
dari pertanda, dia sudah bebas berbrahmacarya, akan segera jatuh
dalam kekuasaanmu, untuk segera dipersembahkan, hidup atau
mati ke hadapan baginda.

39
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

481. PUTRI PEMBAYUN : Tak dapat membujuk Pambayun, sekarang nenenda berkeras
482. TUMENG.MANDARAKA : Dari seluruh rombongan tinggal nenenda masih di Perdikan, untuk
peringatkan putri buat terakhir kali.
483. PUTRI PEMBAYUN : Yang lain-lain telah pulang ke Mataram, per-sembahkan
Pambayun membangkang.
484. TUMENG.MANDARAKA : Hari ini nenenda datang minta diri.
485. PUTRI PEMBAYUN : Juga akan adukan Pambayun membangkang pada ayahanda
baginda? Bergabung dan bersetia pada musuh, khianati bapa
punggungi negara?
486. TUMENG.MANDARAKA : Sebaliknya.
487. PUTRI PEMBAYUN : Sebaliknya?
488. TUMENG.MANDARAKA : Akan nenenda persembahkan, dalam seminggu lagi pada hari yang
sama, Putri Pambayun akan datang bersujud, dengan putra
menantu Ki Ageng Muda Wanabaya.
489. PUTRI PEMBAYUN : Takkan sahaya biarkan bayi ini tiada berbapa.
490. TUMENG.MANDARAKA : Sebaliknya, hanya putra kelahiran Putri Pambayun, sulung gusti
permaisuri, bakal gantikan ayahandamu baginda, marak jadi raja
Mataram, raja seluruh bumi dan manusia Jawa.
491. PUTRI PEMBAYUN : Dengan jiwa suami Pambayun tebusannya. (Memekik) Tidak!
Suamiku lebih berharga dari empat takhta.
492. TUMENG.MANDARAKA : Sebaliknya, putra Pambayun akan naik ke takhta, Mangir akan
dikukuhkan jadi Perdikan, per-musuhan akan segera dihentikan.
493. PUTRI PEMBAYUN : Yang memulai dengan dusta akan mengakhirinya dengan
merampas nyawa.
494. TUMENG.MANDARAKA : Sebaliknya. Karena setiap hari ayahanda baginda kirimkan Tanya
Adakah kiranya Pambayun telah berbahagia? Bila telah
mengandung, manakah putranda menantu, biar perkawinan kami
beri restu. Ayahanda dan ibunda Pambayun tak mampu lagi
menahan rindu, siang dan malam putri kesayangan terkenang…
495. PUTRI PEMBAYUN : (menunduk, melangkah pelan-pelan, sebentar memandang ke atas,
sebentar ke bawah menebarkan pandangan pada dunia). Rindukan
Putri kesayangan – perkawinan akan mendapat restu.
496. TUMENG.MANDARAKA : (pada diri sendiri). Bimbangkah kini dada yang tegar, luluh-cair
terpanggil rindu seorang bapa. Dengan bayi dalam kandungan, dia
butuhkan kasih sebanyak-banyanya, dari suami, orang tua dan

40
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

siapa saja. (Pada Pambayun). Seminggu lagi Mataram tunggu


cucunda dan suami.
497. PUTRI PEMBAYUN : (menatap TUMENG. MANDARAKA sambil duduk pada bangku
pohon mangga).
498. TUMENG.MANDARAKA : Nenenda TUMENG. MANDARAKA Juru Martani ini akan atur
semua. Sekarang hari terakhir. Ditambah tidak bisa. Seminggu lagi
cucunda, Mataram akan berpesta menggu Putri Pambayun dengan
putra dalam kandungan calon raja mataram, raja seluruh bumi dan
orang Jawa, dengan Ki Ageng Mangir Muda Wanabaya, putra
menantua Tua Perdikan dalam pengukuhan. Datang, cucunda.
Jangan kecewakan ayahanda baginda dan Mataram. Gamelan akan
menyambut sepanjang jalan, umbul-umbul akan berkibaran setiap
langkah, permusuhan sekaligus akan selesai, tak perlu ada prajurit
tewas dan mengharumi bumi. Bila tidak, seluruh prajurit Mataram
akan tumpah landa Mangir. Semua rahasia Perdikan telah ditangan
nenenda ini. Ijinkan kini, nenenda minta diri. (Memberi hormat,
meninggalkan panggung).
499. PUTRI PEMBAYUN : Dia pergi, pergi ke Mataram, tinggalkan perintah tanpa boleh
bertawar. (Memandang ke atas). Mungkinkah Mataram bakal
berpesta sambut diri, bayi dan suami, perkawinan dilimpahi resty,
Perdikan dianugrahi perkukuhan? (Berdiri meninggalkan tanah
ketinggian). Bisakah dipercaya? (sekali lagi menengadah).
Dengarkan, Kau, Sang Pembikin Nyawa, bisakah yang berawal
dusta berkembang berbuah percaya? (Tangan dikembangkan ke
atas). Pada anak desa barangali Kau tak berkata, mungkinkah pada
putri raja Kau juga membisu? (Bergerak gelisah). Begini aku
sekarang, terjepit antara balatentara Mataram di sana, balatentara
Mangir di sini, antara orang tua dan suami. (Kembali ke bawah
pohon mangga). Jabang bayi, Dia Sang Pembuat Nyawa tak
berkata apa-apa. Bicaralah kau sekarang, anakku saying. Satu
minggu, anakku. Tinggal satu minggu. Kau belum lagi tahu,
TUMENG. MANDARAKA sama timbang sama bobot dengan
titah ayahanda baginda. Tinggal kau, anakku saying, bisikkan pada
bundamu apa harus kuperbuat. Kau belum tahu, dalam emapat kali
tiga puluh hari. Mataram telah siapkan penyerangan. Hanya satu
minggu diberikan pada ibumu…

41
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

500. Suara PANEMBAHAN SENAPATI : – Pambayun putriku tersayang, dengarkan deburan darah
raja-raja, dikodratkan memerintah bumi dan manusia. Tinggalkan
desa, tinggalkan Mangir, kembali kau dengan si bayi ke Mataram.
Ke Mataram, anakku tersayang. Ke Mataram. Bawa serta manantu
kami, si tampan gagah-berani Wanabaya…
501. PUTRI PEMBAYUN : (menjerit). Darah suami Pambayun bukan untuk pembasuh takhta,
(Pada Wanabaya dalam pikiran), Berbahagialah kau, anak desa,
nafsu tidak menunggangimu seperti kuda, tak kenal watak lahap
kuasa rakus akan nyawa… (meninggalkan panggung).
502. TUMENG.MANDARAKA : (memasuki panggung membawa cambuk kuda). Siapa tega tengahi
kebahagiaan dua merpati, rukun seia-sekata seperti gigi dengan
gusinya, laksana tangan dengan jarinya. Tapi Mataram kerajaan
yang dijanjikan, kubina sejak umbut sampai batang. Orang setua
ini, tak patut mati tanpa peninggalan. Kelak dikemudian hari, bila
orang bicara tentang Mataram, dia akan berkata Mataram? Itulah
kerajaan bikinan Ki Juru Martani, TUMENG. MANDARAKA,
pujangga dan penasihat PANEMBAHAN SENAPATI : . Inilah
aku. Kerajaan tenggelam, kerajaan bangun karena tanganku.
(meninggalkan panggung).
503. SURIWANG : (memasuki panggung dengan mata mencari-cari). Kemana saja
semua orang ini kosong seperti rumah keong. (Berpaling ke
jalanan dan meninjau-ninjau). Nampak seperti bukan Ki
Wanabaya, bukan Baru Klinting, yang menunggang kuda seperti
itu.
504. PUTRI PEMBAYUN : (muncul ke panggung). Suriwang!
505. SURIWANG : Nyi Ageng. Sudahkan Ki Ageng berangkat?
506. PUTRI PEMBAYUN : Belum Suriwang. Ki Ageng baru saja pergi, mencari batu.
Sebentar pun akan kembali.
507. SURIWANG : Aku lihat kuda Ki Ageng, berpacu cepat kepulkan debu. Benar
dugaanku, bukan Ki Wanabaya penunggangnya. Atau, apakah Ki
Ageng berkuda?
508. PUTRI PEMBAYUN : Tidak, Suriwang. Coba lihat di kandang sana.

SURIWANG (lari keluar)

509. PUTRI PEMBAYUN : Sebentar mereka akan tahu, Juru Martani TUMENG.
MANDARAKA kubiarkan mengambil kuda, lari pulang ke

42
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Mataram seberangi sungai Progo. Ke barat kemudian ke utara,


hindari garis depan. (merenung ke tanah). Orang apa aku ini?
Mengapa tak kutegah tak kusampaikan pada suami? (gelisah). Istri
apa aku ini? Dapatkah suami percaya pada diri?
510. SURIWANG : (Masuk ke panggung). Siapa berani tunggangi kuda panglima
Wanabaya?
511. PUTRI PEMBAYUN : Tiada aku tahu, Suriwang.
512. SURIWANG : Nyi Ageng mesti tahu, palimg tidak dengarkan langkahnya, dan
melongok siapa penunggangnya.
513. PUTRI PEMBAYUN : Mana aku tahu, Suriwang, kalau diri sedang lelap tertidur?
514. SURIWANG : Tak ada perempuan Perdikan tidur waktu begini.
515. PUTRI PEMBAYUN : Juga tidak kalua sedang mengidam?
516. SURIWANG : Mengidam pun tentu berjaga bila suami tiada. Aku tak bias terima.
Kan kusampaikan pada Ki Baru Klinting. (lari meninggalkan
panggung)
517. PUTRI PEMBAYUN : Orang apa aku ini? Bingung tak menentu, tak percaya pada cinta
suami, tak kutegah Ki Juru Martani? Ah, si tua bangka, yang tak
pernah lupa segala, sebaliknya selalu lupa harus mati……. Setua
itu, menunggan kuda seperti drubiksa.* (Kacau). Sebentar lagi
mereka kan tahu, Putri Pambayun campur tangan dengan
perlariannya. Apa aku mesti perbuat? Apa? Apa?
518. WANABAYA : (Masuk ke panggung). Belum juga kau masuk, Adisaroh kekasih?
Terlalu lama di luar tak baik untuk kandungan. Ah, aku lihat
Suriwang lari seperti kerbu gila. Apa gerangan perbuat?
519. PUTRI PEMBAYUN : ( Menghampiri Wanabaya, bermanja). Kakang…..
520. WANABAYA : Batu akan segera tiba, sebentar lagi akan jadi kolammu untuk
tambra. Senangkah kau pada ikan, Adisaroh?
521. PUTRI PEMBAYUN : Begitu Kakang pergi, kuperhatikan burung-burung dalam sangkar
itu. Dari manakah datangnya, Kakang? Pecah dari telor,
mengembarai angkasa, tertangkap manusia, dikurung sampai entah
berapa lama….. Tidak, Kang, tak suka lagi aku pada tambra. Dan
jago aduan dalam kurungan itu, Kang. Terkurung pula entah
sampai berapa lama, untuk mati tarung di gelanggang sabung.
522. WANABAYA : Aneh begini kau sekarang.
523. PUTRI PEMBAYUN : Ada kau rasakan angin, Kang?
524. WANABAYA : Mengapa pula kau tanyakan angin?

43
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

525. PUTRI PEMBAYUN : Dari mana pula datangnya, Kang?


526. WANABAYA : Dari mana? Dari Laut Kidul menjamah puncak-puncak bukit,
sampai ke Mangir menjenguk Adisaroh kekasih.
527. PUTRI PEMBAYUN : Betapa penuh kasih kata-kata Kakang sekarang. Dari mana
datangnya burung, Kang?
528. WANABAYA : (Menatap Putri Pambayun) Ku rindu pada kampong halaman,
istriku sayang? (menuding ke langit). Lihatlah disana, burung
berbaris terbang. Dari mana dia? Dan kemana dia? Siapa tahu,
alam seluas ini? Kau rindu kampung halaman.
529. PUTRI PEMBAYUN : Dalam kesibukan perang begitu, patutlah seorang istri ajukan
sesuatu?
530. WANABAYA : Ki Ageng Mangir Muda seorang panglim, Tua Perdikan, juga
seorang suami. Mengapa ragu bicara?
531. PUTRI PEMBAYUN : Ya, Kang, jangan jadi gusar hatimu, memang aku rindu kampung
halaman. Apalah arti rindu seorang istri dibandingkan urusan
perang?
532. WANABAYA : Hati Wanabaya seluas samudra, bisa dilayari semua perkara.
Kapan kau berniat berangkat?
533. PUTRI PEMBAYUN : Kakang, kalau bisikan si bayi kau anggap penting di sela-sela
perang…

Suara dari luar panggung …. Ki Ageng!

534. WANABAYA : (Menjenguk ke samping panggung). Katakan segera.

Suara dari luar panggung – Agaknya Baru Klinting akan terlambat tiba. Dia berpacu ke jurusan barat
entah kemana.

535. WANABAYA : (Melambaikan tangan menyuruh pergi, berjalan berpikir). Tak


pernah terjadi Klinting terlambat datang. Berpacu ke jurusan barat,
apa gerangan diurusnya? (menghampiri putri pambayun). Katakan
sekarang kau berniat berangkat.
536. PUTRI PEMBAYUN : Betapa sibuknya si Kakang.
537. WANABAYA : Ayoh katakan, sebelum Baru Klinting datang. Dia akan balik,
kalau jalanan terputus oleh progo.
538. PUTRI PEMBAYUN : Tiadakah Kakang akan kecewa dengarkan permohonanku?
539. WANABAYA : Aku akan antarkan kau pulang, degan candu dalam iringan
pasukan Mangir.

44
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

540. PUTRI PEMBAYUN : Ah, Kakang, Kakangku yang budiman. Tidakkah Kakang akan
kecewa?
541. WANABAYA : Kecewa? Apa akan dikecewakan seorang Wanabaya? Perang
menang kasih bersambut? Cinta tak bertepuk sebelah tangan?
Semua telah didapatnya dalam hidupnya.
542. PUTRI PEMBAYUN : Tidakkan Kakang akan berdukacita?
543. WANABAYA : Semakin aneh saja kau ini, Adisaroh istri kekasih! Apa Wanabaya
dukacitakan? Barangsiapa telah dapatkan semua, bisa kehilangan
segala. Semua yang kuterima, bukankah kuberikan lagi pada
dunia? Kecuali cinta untuk diriku sendiri? Wanabaya tak kan
kehilangan sesuatu. Dia tak kan berdukacita.
544. PUTRI PAMBAYUN : Tidakkah Kakang akan murka?
545. WANABAYA : Yang murka adalah dia yang dikecewakan oleh nafsu. Adisaroh
bagi Wanabaya sudah segala-galanya.
546. PUTRI PEMBAYUN : Aku harus percaya.
547. WANABAYA : Kau tak pernah meminta, istriku kekasih. Sekali minta hanya ingin
pulang ke kampung halaman.
548. PUTRI PEMBAYUN : Kalau begitu, dengarkan aku sekarang. Kakang. Aku akan melihat
kampong dengan bayi dalam kandungan, dengan suami dalam
gandengan, bersembah-bakti pada orangtua, untuk dapatkan restu
atas perkawinan kita.
549. WANABAYA : Lhahdalah. Bukankah bapak tua sudah restui?
550. PUTRI PEMBAYUN : Bapak tua bukanlah ayah kandungku, Kakang.
551. WANABAYA : Jadi kalian berdua sudah berdusta!
552. PUTRI PEMBAYUN : Ya, Kang, kami berdua telah berdusta.
553. WANABAYA : Lhahdalah, wanita secantik ini pandai berdusta.
554. PUTRI PEMBAYUN : Apa daya seorang wanita, yang telah jatuh cinta tergila-gila pada
perjaka Wanabaya? Kalau tiada berdusta mana mungkin Kakang
sudi pada diriku?
555. WANABAYA : Lhahdalah. Juga berdusta kau kiranya asalmu dari dukuh sebelah
timur, seberang tujuh sungai?
556. PUTRI PEMBAYUN : Itupun dusta, Kakang. Kakangku Wanabaya.
557. WANABAYA : Lhahdalah. Dua kali Ki Ageng Mangir Muda terkena pecundang.
558. PUTRI PEMBAYUN : Bukan tujuh bukan tiga seberangi kali, hanya dua, Kakang,
Kakangku Wanabaya, dan dua lagi.

45
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

559. WANABAYA : Lhahdalah, hanya dua dan dua lagi, sungai Winogo, Opak dan
Oya, lebih jauh dari Imogiri? Bagaimana Adisaroh pada suami
bisa berdusta begini?
560. PUTRI PEMBAYUN : Tak pernah aku dustai suami setelah jadi istri.
561. WANABAYA : Di Perdikan tak ada orang perlu berdusta.
562. PUTRI PEMBAYUN : Ampuni istrimu ini. Sekarang baru aku katakana, sedang Kakang
sela perang.
563. WANABAYA : Baru tahu aku istriku pandai bicara. Dari tujuh sungai kini tinggal
dua, dan dua lagi. Apakah dari timur pun kini berpindah ke barat?
564. PUTRI PEMBAYUN : Syukur tidak Kakang.
565. WANABAYA : Mangir berbenteng dua kali, Progo di barat, Bedog di timur. Di
seberang mana dukuh Adisaroh, wanita bukan Perdikan yang
pandai berdusta.
566. PUTRI PEMBAYUN : Sebagai istri aku tak pernah berdusta. Dari Mangir seberangi
sungai Bedog di timur, seberangi sebatang lagi, sebatang lagi, dan
sebatang lagi.
567. WANABAYA : Lalui keDEMANG Patalan bila lalui sungai Winogo, kemudian
Opak dan sungai Oya. Mustahil demang Patalan tiada tahu.
Dustamu menjadi tiga!
568. PUTRI PEMBAYUN : Setengah hari dengan tandu.
569. WANABAYA : Setengah hari dengan tandu – sepersepuluh hari dengan kuda!
Tepat ke timur atau tenggara?
570. PUTRI PEMBAYUN : Tak langsung ke timur tak terus ke tenggara. Bukan barat bukan
utara. (menuding). Hanya arah timur laut sana.
571. WANABAYA : (membelalak). Lhahdalah - timur laut, seberangi empat
sungaiBedog, Winongo, Code dan Gajah Wong. Ma-ta-ram!
572. PUTRI PEMBAYUN : Suatu kebetulan telah bikin yang maha kuasa lahirkan aku disana,
tepat Ma-ta-ram.
573. WANABAYA : (membelalak memunggungi putri pambayun. Berjalan mondar-
mandir gelisah antara sebentar menoleh pada putri pambayun) ma-
ta-ram! Ma-ta-ram! Dia kelahiran Ma-ta-ram! Karena tergila-gila
kecantikannya diri kurang periksa. Ya, langit dan bumi, kemana
mesti kusembunyikan mukaku ini? (cepat berbalik pada putri
pambayun). Di luar atau dalam benteng kau tinggal.
574. PUTRI PEMBAYUN : (menghindari Wanabaya). Kini Kakangku gusar, murka,
berdukacita.

46
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

575. WANABAYA : Siapa tak gusar, murka, berdukacita kalau soalnya Mataram?
Bukankah Mataram hanya muara, tempat prajurit Mangir
mengalir?. Baru Klinting pun terlambat datang. Cepat katakana,
kau perempuan pendusta! Di luar atau dalam benteng?
576. PUTRI PEMBAYUN : Tak pernah Adisaroh dustai suami. Bukankah untukmu seorang
bayi ini kukandungkan?
577. WANABAYA : (beringas). Diluar atau dalam benteng?
578. PUTRI PEMBAYUN : (Menghadap pada Wanabaya). Inilah aku, Adisaroh istrimu, dari
seberang kali Gajah Wong di dalam benteng.
579. WANABAYA : Lhahdalah (bertolak pinggang). Lhahdalah. (melangkah dan
memprotes diri pada dunia). Wanabaya panglima Mangir,
beristrikan orang Mataram, seberang Gajah Wong dalam benteng.
Kalau begitu dia juga berdusta pada namanya. (berbalik
menghadap pada putri pambayun, mata membelalak). Katakan,
sekarang juga, Adisaroh bukankah nama dusta.
580. PANEMBAHAN SENAPATI : (berlutut di hadapan suami). Kakang, dewa suamiku, inilah aku…

WANABAYA (membelakangi)

581. PUTRI PAMBAYUN : (merangkak ke depan Wanabaya, menengadah). Inilah aku…

WANABAYA (melangkah menghindar)

582. PUTRI PAMBAYUN : (berjalan dengan lutut dan tangan, merangkul kaki Wanabaya,
menengadah). Ampuni istrimu yang berdusta, inilah aku, betul
kau, Kakang dewa-suamiku, bukan Adisaroh namaku.
583. WANABAYA : (melihat ke bawah pada wajah Putri Pambayun). Apa arti air mata
Mataram untuk Ki Ageng Mangir ?
584. PUTRI PAMBAYUN : Telah kurendahkan diri begitu rupa, dengan bayi anakmu di
hadapmu…..
585. WANABAYA : Jangan sentuh kakiku, katakana siapa kau sebenarnya.
586. PUTRI PAMBAYUN : Inilah aku, Pambayun, Putri Permaisuri Mataram.
587. WANABAYA : (jatuh berlutut pada satu kaki, dua belah tangan terulai dan jari-
jemari menggelegar). Putri Pambayun Mataram! (meneleng
melirik pada Putri Pambayun, yang masih juga merangkul
menggelesat pada kakinya).
588. PUTRI PAMBAYUN : Inilah diri, hukumlah semau hatimu.

47
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

589. WANABAYA : (menengadah ke langit, pelan-pelan berdiri, meronta kasar


melepaskan diri kaki dari rangkulan Putri Pambayun, dengan
tangan gemetar menarik eris di tentang perut). Ah! (keris
disarungkannya lagi. Mengangkat tangan menutupi kuping).
Klinting (gemetar suaranya) Baru Klinthing. Betapa lama. Ke
mana kau ? (melangkah cepatke samping, berseru) Klinthing!
(kembali ketengah panggung). Ah, Klinthing. Tak pernah kita
berpisah kecuali demi perempuan ini (merunding pada Putri
Pambayun). Tak pernah berpisah, laksana petir dengan guruh,
seperti bahu dengan tinju. Hanya karena kau, perempuan
Mataram, perempuan pendusta, ke mana au sembunyikan mukaku
ini ? (menengadah k langit). Kau, Kau Yang Punya Hidup, Kau
Yang Punya Mati, tunjukkan padaku suatu temoat, di mana dapat
kutaruh muaku ini. (menebah dada). Jagad Dewa, Jagad
Pramudita…
590. PUTRI PAMBAYUN : (berdiri, menghampiri). Tiada kau hukum aku ? Bumi dan Langit
tak dapat ingkari, inilah Putri Pambayun Mataram istrimu, inilah
bayi dalam kandungan anakmu, dua-duanya tetap bersetia
kepadamu…
591. WANABAYA : Jangan dekati aku. Melihat pun aku tak sudi. Sekiranya tahu aku
siapa kau ini.. Putri pertama permaisuri, dikirimkan pada
Wanabaya si anak desa! Kalah medan perang menipu berdusta tak
kenal malu. Jangan dekati Wanabaya, kau telik Mataram bedebah.
592. PUTRI PAMBAYUN : Demi si bayi, demi kita bertiga, demi langit dan bumi, dengarkan
masih sepatah lagi, karena ada pesan dari ayahanda baginda.
593. WANABAYA : Pesan dari raja tak tahu sopan, pada tua Perdikan si anak desa – tak
butuh Wanabaya pada gudang muslihat Mataram…
594. PUTRI PAMBAYUN : Tua Perdika Mangir sama tingginya dengan raja Mataram. Sejak
sekarang taka da permusuhan. Inllah Putri Pambayun pembawa
pesan. Yang ada kini putra menantu dan ayahanda baginda.
595. WANABAYA : Dengan liciknya dikirimkan telik putrinya sendiri…
596. PUTRI PAMBAYUN : Kakang, Kakangku, guru-suamiku, guru-dewaku, bapa dan
bayiku…
597. WANABAYA : (melangkah menghindar) Yang keji dan rendah begini….
598. PUTRI PAMBAYUN : (berdiri di belakang Wanabaya) Sia-sialah hidup bangsa kita
selama ini, melihat wajahku pun kau tak sudi lagi ?

48
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

599. WANABAYA : (pada dunia) Dikorbankannya putri kesayangan, hanya karena


gentar mengeletar pada Mangir. Kau raja, yang mau tetap
bertakhta, korbankan segala-gala asal tetap bermahkota…
600. PUTRI PAMBAYUN : Tiadakah kau dengar, Kakang, bisikan si bayi? Tiada kau ampuni,
tiada kau kasihilagi kami? Luoakah kau sudah pada kata-kata
sendirirela mati untuk istri, hidupmu hiudpku, hidupku hidupmu?
601. WANABAYA : Diam!
602. PUTRI PAMBAYUN : Adisaroh dan Putri Pambayun sama, kakang, dua-duanya istri
tunggal Ki Wanabaya, pesan ayahanda baginda agar datang ke
Mataram dalam seminggu ini, untuk terima restu bagi perkawinan,
mertua bertemu putra menantu, calon nenek dengan calon cucu.
603. WANABAYA : (menghindari Putri Pambayun) Hendak digiringnya Ki Ageng
Mangir Muda Wanabaya ke Mataram tanpa berlawan.
604. PUTRI PAMBAYUN : Permusuhan berganti perdamaian…Mataram akan sambut dengan
pesta seluruh negeri….
605. WANABAYA : Janji pendusta adalah dusta, dengan tipu mau hindari perang..
606. PUTRI PAMBAYUN : Kalau musuh tinggal musuh, ayah mertua tetap seorang ayah,
bersembah-bakti tetap kewajiabnnya.
607. WANABAYA : Diam, kau pendusta anak pendusta, berceloteh korban Mataram
untuk Mataram. Perdikan untuk Perdikan. Antara kedua-duanya
taka da pertemuan. Pergi, jangan hampiri Ki Ageng Mangir Muda.
608. PUTRI PAMBAYUN : (ragu-ragu meninggalkan panggung)
609. WANABAYA : (pergi ke bangku pohon mangga, duduk bertopang dagu. Tiba-tiba
menutup dua belah kuping) Baru Klinting, kurang apa si
Wanabaya, mengapa dikutuk begini rupa hanya karena cinta ?

Suara-derap beberapa ekor kuda.

610. WANABAYA : (berdiri tegak). Klinting…Baru Klinting Suara-suara dari luar


panggung- semua sudah tak ada, Kinting Semua ? Seluruh
rombongan Waranegara. Juga kuda KI Wanabaya tiada. Keparat.
Ki Ageng!KI Ageng!
611. BARU KLINTING : (melompat dari kuda, membawa cambuk, memasuki panggung) Ki
Ageng, mana Bapak Tua mertuamu ?
612. WANABAYA : Betapa alam kau kutunggu-tunggu. (memeluk Baru Klinting)
613. BARU KLINTING : Gila! (menyorong Wanabaya). Mana mertuamu ?
614. WANABAYA : Tiada aku punya mertua.

49
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

615. BARU KLINTING : Bapak tua kepala rombongan waranegara ?


616. SURIWANG : (masuk ke panggung). Benar dia telah lari, orang tua Bangka,
mampu mencuri kuda Ki Ageng Mangir dan melarikannya,
Klinting, panggil Nyi Ageng untuk diperiksa. (lari meninggalkan
panggung)
617. BARU KLINTING : Begini semua jadinya.
618. WANABAYA : Klinting, ah, Baru Klinting sahabatku, kita telah bersumpah
bersama berbrahmacarya, suatu senja di puncak Merapi, untuk
dapatkan terang pandang dan persahabatan sejati.
619. BARU KLINTING : Tak kau jawab di mana mertuamu, tak cukup dengan bilang tak
bermertua lagi.
620. WANABAYA : Aku datang sebagai pengembara, kata Ki Ageng Mangir Tua
padamu bantu anak muda ini, bersetia kalian dalam hidup dan
mati. Turun klian kembali ke Mangir, tanggulangi Perdikan dan
meluapnya kerakusan Mataram. Bukankah telah kita perangi
Senapati dan balatentaranya ?
621. BARU KLINTING : Hendak kau sembunyikan mertuamu. Kau lupa, istrimu tak
mungkin lari…
622. WANABAYA : Karena kau, terpilih aku jadi Ki Ageng Perdikan,yang termuda di
seluruh negeri. Di medan perang dan Perdikan bukankah kita teap
bergandengan tak terpisahkan ?
623. BARU KLINTING : (mondar-mandir). Cepat selesaikan kicauanmu.
624. WANABAYA : Dalam suka kau kutinggal seprang diri. Klinting, sahabatku,
saudaraku, kini kutukan menimpa diriku begini…seperti aku tak
pernah jadi panglima membawa pulang kemenangan ke Perdikan.

SURIWANG (masuk ke panggung mengiringkan Putri Pambayun)

625. WANABAYA : (menuding Putri Pambayun). Dia, istriku, anak Matram, anak
Senapati, putri pertama permaisuri.
626. BARU KLINTING : Putri Pambayun ?
627. PUTRI PAMBAYUN : Inilah diri, Putri Pambayun Mataram.
628. BARU KLINTING : Telik!
629. PUTRI PAMBAYUN : Telik Mataram tertinggal seorang diri di tengah-tengah musuhnya
sebagai nampaknya, dia tetap istri setia Ki Ageng Mangir Muda
Wanabaya. Dalam kandungannya adalah bayi anaknya.

50
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

630. BARU KLINTING : (menghampiri Putri Pambayu). Cantik tiada tara, telik ulung tiada
terduga. Wanabaya! Lihatlah dia untuk terakhir kalinya.
631. PUTRI PAMBAYUN : Akan kujalani hukuman, hanya setelah serahkan anak pada suami.
Kau bernafsu hendak menghukum aku, karena cemburu pada
keberuntungan Ki Wanabaya.
632. BARU KLINTING : Bedebah! Kau kira ini kraton Mataram! Kata-katamu pingah
bernada tinggi.
633. PUTRI PEMBAYUN : Aku cintai Perdikan ini, aku cintai suami sendiri…
634. BARU KLINTING : Kau biarkan Bapak tua lari pulang ke Mataram, mancuri kuda
panglima Mangir, untuk sampaikan segala pada bapakmu.
635. PUTRI PAMBAYUN : Untuk sampaikan, Ki Wanabaya, putra mertua raja Mataram, akan
datang bersembah-bakti, pada hari yang sama minggu mendatang,
bersama istri Putri Pambayun.
636. BARU KLINTING : Suriwang, lihatlah perempuan ini, tak menegerti Mangir bukan
Mataram, merasa berdaulat memerintah semua orang. Wanabaya,
apa aku bilang, lihat istrimu yang cantic sepuas hati, sebelum kami
kirimkan ke negeri, di mana semua takkan kembali lagi.
637. PUTRI PAMBAYUN : Putri Pambayun kebih percaya pada suami, pada ketulusan
cintanya.
638. BARU KLINTING : (menatap Wanabaya) Apakah benar dia cintai kau dengan tulus,
Wanabaya ?
639. WANABAYA : (mengangguk)
640. BARU KLINTING : Kau putra Perdikan tak tahu diri.
641. WANABAYA : Tak bakal aku khianati Perdikan ini. Kalau dia kau bunuh mati,
aku takkan menghalangi, dengan syarat sandingkan mayatnya
pada bangkaiku, bersatu lahat didalam tanah, di bawah beringi
lapangan Mangir.
642. BARU KLINTING : Lihatlah. Suriwang, panggil para ggeduk rata.
643. SURIWANG : Ki Wanabaya dan kau terlambat berangkat, mereka telah jalan
mendahului.
644. BARU KLINTING : Tak dengar kau apa kataku ? Pergi dan laksanakan!
645. SURIWANG : (meninggalkan panggung)
646. BARU KLINTING : Patutkah seorang panglima memberi malu pada barisan, pada
Perdikan? •
647. WANABAYA : Tidak patut, Klinting, terlambat aku me ngetahui, terlambat kan
dan kalian mengerti

51
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

648. BARU KLINTING : Hanya telik tiada tarn bisa bikin nar bagini nupa. Pambayun! Tidak
percuma kau jadi sulung mahkota, pandai berdarma bakti pada
takhta
649. PUTRI PEMBAYUN : Katakan sesalamu, asal tidak keluar dari hati cemburu pada
suamiku.
650. BARU KLINTING : Berperisai kau selalu pada suamimu. Dia pun patut dihukum mati.
651. PUTRI PEMBAYUN : Juga kau sendiri, yang bersumpah satu hidup dan dalam mati
dengan Ki Wanabaya.
652. BARU KLINTING : (terperanjat). Di Mataram mereka tahu sum pah brahmacarya dan
sumpah Merapi, satu dalam hidup dan dalam mati. Kau telik ulung
yang tahu segala, hendak mati me ngajak bertiga
653. DEMANG PATALAN : (masuk, melompat dari kuda) Klinting, apa telah terjadi?
Kutunggu kalian diseberang sungai Bedog Terlalu lama maka
kupulang lagi. Sampai di depan rumah bertemu de ngan Suriwang,
dengar berita menggoncang kan ini. Dengarkan sebelum
keputusan dijatuhkan. Kau, Pambayun dengarkan juga betapa
tingkah bapamu dikerahkan ba latentara baru dari utara,
Kabupaten-kabu paten taklukan Mataram Selaka mereka datang,
langsung seberangi sebelah kanan, Progo dan Bedos, langsung
seberangi selelah kiri, batang Gajah Wong dan Opak, entah ke
mana belum ada yang periksa. Selama empat bulan membisu, tiba-
tiba pa da hari ini balatentara Mataram keluar dari benteng rapat
baris ke selatan. Kedemang anku jadi bulan-bulanan. Pambayan
telik Mataram, kau sekarang yang katakan, apa maksud
Panembahan Senapati?
654. PUTRI PEMBAYUN : Dengan Sarpa Kurda, ayahanda baginda hendak tarik seluruh
balatentara Mangir ke Patalan, dengan seluruh balatentara dari
utara akan melingkar menyapu Perdikan dan semua keDEMANG
sekawan.
655. BARU KLINTING : Mulut telik tak bisa dipercaya
656. PUTRI PEMBAYUN : Semua suara Putri Pambayun, yang sampai pada telinga suaminya,
tak pernah mengandung dusta.
657. DEMANG PATALAN : Perempuan tabah hadapi mati! Patut kalau berdarah satria.

suara derap kuda. demang jodog, demang pajangan , demang pandak dan suriwang (masuk ke
panggung beriringan, kemudian Semmi berhenti mengatasi Putri Pembayun)

52
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

658. DEMANG PAJANGAN : inilah macam orangnya


659. WANABAYA : Diam! Kita semua bersalahIstriku dapat dan boleh dihukum tapi
tak rela aku siapapun hinakan dia. Juga aku dan kalian semua patut
dihukum karena kurang waspada
660. BARU KLINTING : (menghindar, bersilang tangan, mengge leng-geleng)
661. WANABAYA : (menarik istrinya pada bahunya)
662. DEMANG JODOG : Seperti dua pasang tikus kedinginan
663. WANABAYA : Dia yang paling pandai menghita adalah juga yang pandai berganti
kulit. Pambayun, istriku, relakah kau mati bersama?
664. PUTRI PEMBAYUN : Tak bercerai kita, Kakang Wanabaya, dalam hidup dan dalam
mati.
665. WANABAYA : Juga rela di medan perang melawan Mataram?
666. PUTRI PEMBAYUN : Untukmu dan Perdikan, Kang, di mana dan kapan saja
667. WANABAYA : Adisaroh! Pambayun! Kau pandai bikin lega hati si Kakang. (Pada
Baru Klinting) Sini, kau, Klinting
668. BARU KLINTING : (menghampin Ya, aku mengerti. Tiadakah kau salah kata,
Pambayun, putri Mataram?
669. PUTRI PEMBAYUN : Inilah Putri Pambayun, istri Ki Wanabaya
670. BARU KLINTING : Baik, seluruh kekuatan dikerahkan masuk ke benteng Mataram.
Patalan! Berangkat kau sekarang juga ke Mataram, kibarkan tinggi
bendera Mangir pertanda duta. Sampaikan, pada hari yang sama
minggu mendatang, ki Ageng Mangir Muda Wanabaya dan istri,
Putri Pambayun, akan datang bersembahbakti pada
PANEMBAHAN SENAPATI : (berpaling pada Wanabaya)
Berperisai kalian berdua, kita akan langsung masuk benteng
menye rang istana. Tetap kau pada pendiranmu, Nyi Ageng
Mangir Muda?
671. PUTRI PEMBAYUN : Tetap, Klinting, juga kurelakan bayi di ba wah jantung ini
672. DEMANG PATALAN : Berbaris kita semua langsung masuk istana Mataram
673. DEMANG PANDAK : Penyelesaian gilang gemilang. Langsung ke Mataram
674. SURIWANG : Persetan dengan sanggar tombak! Aku pun ikut dalam barisan
serbu Mataram
675. BARU KLINTING : Serbu Mataram

53
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

BABAK KETIGA

Wanabaya dengan Baru Klinting tombak pusaka


Dua belas depa panjang tangkat
Pambayun diiringi, benteng dimasuki.
Gapura gapura penyambutan ini, mengapa?
Semakin dekati kraton semakin sempit dan rendah?
Baru Klinting sang tombak pantang menunduk.
Setiap lewat tangkai dipotong biar tetap tegak.
Di bawah kaki PANEMBAHAN SENAPATI : sang mertua
Baru Klinting tombak pusalaa tiada bertangkai lagi
Dengan Putri Pambayun Wansabaya bersembah-bakti.
Senapati Mataram sambut kepala menantu
Dihantamkan pada Watu Gilang di bawah kaki
Pecah
Wanabaya menjelempah di bawah takhta
Di kota Gede adalah kuburan keluarga raja
Hanya satu makam diterjang tengah pagar tembok
Di situ Wanabaya diistirahatkan.
Dari pusat ke kaki diakui dia menantu raja
Dari pusat ke kepala dianggap dia musuh Mataram
Membujur sunyi.
Di luar wilayah kuburan keluarga maja
Selesai di sini aku punya cerita
Seorang panglima tak terkalahkan di medan perang
Tertipu tewas di lunki musuh karena cinta
(Keluar dari panggung)
Layar Terbuka cepat
Setting - Balairung Kraton Mataram. Di samping takhta terdapat kursi kayu biasa

54
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

676. TUMENG MANDARAKA : (dalam pakaian kraton berlutut mencang kung di pinggir samning
panggung, mengangguk-angguk, menggerak gerakkan te ngan,
seakan sedang bira dengan sese orang yang tidak nampak.
Kemudian lam bet laun berdiri berpaling ke arah fentangnya, di
mana berdiri Ageng Pemanahan)
677. TUMENG.MANDARAKA : : (melintasi depan takhta menghampiri Ageng Pamanahan). Hari
Ini hari pesta, hari besar segala, taldan terlupakan sepan jang
jaman. Wanabaya akan datang untuk kutip kebinasaannya sendiri.
Mataram ting gal jaya megah untuk selama-lamanya (ter towa
terdagguk-angguk), Ki Ageng Pama nahan, adinda, putramu
baginda, dengan tamatnya Wanabaya, takkan lagi terhalang
luaskan daerah praja sampai hanya laut batasnya, melingkupi
seluruh bumi Jawa
678. KI AGENG PAMANAHAN : (dengan gerak selah menggeletar karena) Ya-ya-ya, hmm men
hmm, dimulai dengan impian, yu-ya ya, hmm hmm hmm, impian!
679. TUMENG.MANDARAKA : Tiadakah kau bangsa. putra adinda raja yang pertama? Dulu
impian sekarang ke nyataan. Mengapa adinda jadi termangu?
Bukankah Mataram balalnya tinggal ber kembang? Alar mulai
menancap di perut bumi, batang mulai tumbuh mencalarawan
bunga dan buah sudah nampak di depan?
680. KI AGENG PAMANAHAN : Ya ya-ya, hum-hmm hmm, dan betapa banyak korban
persembahan, dan masih juga anakanda baginda menghadapi
banyak lawan
681. TUMENG.MANDARAKA : Tak ada kebesaran jatuh sebagai karunia dari langit. Bukankah
semua mesti digalang dan pasir dan kerikil? Dilepa diikat dengan
keringat? Dibilon cerlang bersinar dengan alal pikir?
682. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, dengan korban persembahan berbaris tak habis-habis,
hmm-mm-hmm. Harsa untuk sebuah impian
683. TUMENG.MANDARAKA : Korban persembahan tak habis-habis? Sedang si tua renta yang tak
tumbuh lagi, tetap butuh santap dan minum setiap hari. Hanya
yang mati tak butuhkan sesuatu lagi. Hidup bagi yang satu, binasa
bagi sepuluh yang lain!
684. KI AGENG PAMANAHAN : Hmm hmm-hmm, kini Wanabaya, suami cucunda tercinta
Pambayun Putri. Tega, te pa tega, kau, KI Juru Martani.
(lelangkah Fra dengan fongkat, pada tangan yang gemetar) Di
mana tadi tempat dudukku? Sudah lama kita pernah bicarakan?

55
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Pada suatu kali akan lahir raja abadi, bukan raja musiman seperti
Patah Demak anak beranak dan Handiwijaya Pajang. Tak lain
putranda adinda raja pilihan itu. Mangapa adinda ragu dengan
korban cucu menantu?
685. KI AGENG PAMANAHAN : Hmmm-hmm-hmmm, bukankah juga seperti kita, dia bercinta,
ingin mati hanya pada usia muda
686. TUMENG. MANDARAKA : Cucu adinda sudah berpuluh, apa beratnya korbankan satu, toh
hanya anak desa?
687. KI AGENG PAMANAHAN : Kanda Juru Martani, hmmm, bukankah sebelum satu bakal datang
ini, sudah ada satu yang dikorbankan – ya-ya-hmm, juga atas
nasihat kanda Juru Martani?
688. TUMENG. MANDARAKA : Ah, Dinda Pemanahan, bukankah sudah aku patokkan, Raden
Rangga dikandungkan wanita taklukan dari Jipang-Panolan?
Bukan dari benih Sutawijaya anandamu. Rangga bukan cucumu.
689. KI AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmmm-hmmm, Rangga darahku, darah Sutawijaya, darah
Pamanahan. Tak semudah itu kakanda Juru Martani bisa yakinkan
hati ini. Biar wanita taklukan, dia tetap menantuku, Rangga tetap
cucuku.
690. TUMENG. MANDARAKA : Betapa aneh adinda ini, setelah Sutawijaya marak jadi raja
Mataram, bergelar PANEMBAHAN SENAPATI : ing Ngalaga,
adinda semakin banyak ragu. Apakah sia-sia saja usaha Ki Juru
Martani selama ini?
691. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmmm-hmmm-hmmm, kau yang jatuhkan kerajaan lain
untuk dirikan Mataram kau perancang nasib Jawa dan
manusianya- hmm-hmm-hmmm membikin tangan kita berdua
berlumuran darah dan nyawa.
692. TUMENG. MANDARAKA : Kau bimbang di tengah jalan, Pamanahan adinda. Kembali kau
tidak bisa. Dan barang siapa ragu maju barang setapak lagi,
ditentukan membantu oleh ragunya sendiri. Lupakan Rangga,
relakan Wanabaya.
693. KI AGENG PAMANAHAN : (berdiri, memandang takta) Untuk kursi ini, membikinnya jadi
pusat kehidupan di Tanah Jawa, hmm-hmmm-hmmm-yaa-yaa-
yaa, hitamlah tangan ini berlumuran darah dan nyawa.
694. TUMENG. MANDARAKA : (mengjhampiri Ki Ageng Pamanahan, memperhatikan tangan
sendiri) Lihatlah ini, bagi siapa saja yang tidak tua, kalislah tangan

56
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

dari warna tambahan. Kau sudah mulai tua, Pamanahan adinda.


Tanda-tanda tua adalah kecut pada katahati sendiri.
695. KI AGENG PAMANAHAN : Dimulai dengan impian....hmm-hmm-hmm
696. TUMENG. MANDARAKA : Dengan impian, setelah kau pulang kalah perang, mengawal
Adipati Unus, melawan Peranggi di Malaka. Ha, aku lihat adinda
berseri, terkenang pada pendapat lama; bangsa kulit putih ini tak
dapat dilawan dengan senjata yang ada; kerajaan Jawa harus
masuk lebih jauh ke pedalaman, Laut telah jadi milik mereka.
697. KI AGENG PAMANAHAN : (membelalak memandang ke atas, pada masa lalu sendiri)
698. TUMENG. MANDARAKA : Dan waktu Arya Panangsang kita kalahkan. Sultan Hadiwijaya
janjikan karunia. Pati atau Mentaok, bukankah kita Mentaok-
Mataram sekarang? Karena kita setuju dirikan keajaan tepat
menurut gagasan lama?
699. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya-hmm-hmm-hmmm. Mentaok jadi Mataram
700. TUMENG. MANDARAKA : Serahkan kataharimu pada Ki Juru Martani ini. Pandanglah yang
depan sana – Mas Jolang, cucumu bakal raja Mataram, Rangsang,
cucumu bakal jadi panglimanya. Setiap tetes darahmu akan
berkuasa di setiap tempat di Bumi Jawa. Kau dan aku akan tetap
hidup, dalam gagasan, dalam diri mereka.
701. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya-hmm-hmm-hmm, tetap hidup dalam gagasan.
702. TUMENG. MANDARAKA : Tak ada guna menjadi muda kalau hari tua menjadi ragu, adinda.
Tiada sesuatu bakal tercapai dengan beragu-ragu. Pusatkan
perhatian pada hari ini, hari penggalangan Mataram yang kedua;
binasannya Ki Ageng Mangir Muda Ki Wanabaya.
703. KI AGENG PAMANAHAN : (memelai dada, berjalan tertatih-tatih, mengmapiri takhta, meniup
debu atasnya)
704. TUMENG. MANDARAKA : (menuding). Bahkan debunya kau tak suka. Bukankah Wanabaya
tak lain dari debu atas takhta?
705. KI AGENG PAMANAHAN : (tak jadi menyekakan tangan pada takhta untuk
memberishkannya). Ya-ya-ya hanya debu di atas takhta.
706. TUMENG. MANDARAKA : mendirikan kerajaan adalah panggilan tidak setiap dan sembarang
orang bisa. Nah, kau diam sekarang, Pamanahan adinda. Akhirnya
kebesaran raja-raja Jawa mendatang, anak cucu keturunanmu
sendiri, lebih penting dari hitamnya tangan, jauh lebih penting dari
darah dan nyawa persembahan.

57
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

707. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya-hmm-hmm-hmm. Lebih penting dari darah nyawa


persembahan.
708. TUMENG. MANDARAKA : Dengarkan sekarang. Betapa mesti kau bangga. Pembayun telah
laksanakan tugasnya. Dia telah berhasil belah dwi-tunggal
Klinting-Wanabaya. Tanpa Klinting Wanabaya tak ada harga.
Klinting, Pamanahan adinda, si akal tajam, anak haram Ki Ageng
Mangir Tua, terkucilkan tadinya dari masyarakatnya, hidup melata
di bawah bayang-bayang, kulit busik bersisik, melata-lata seperti
ular di balik-balik ranting.
709. KI AGENG PAMANAHAN : (mendengarkan, terangguk-angguk) Ya-ya-ya, telah terbelah dua
dwi tunggal.
710. TUMENG. MANDARAKA : Dara luar biasa cucumu itu, sama dengan adinda sendiri semasa
muda. Keuletan, kesetiaan dan kepatuhannya jadi jaminan jayanya
Mataram.
711. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm, dia rela korbankan (terbatuk-batuk)
suami tercinta untuk Mataram.
712. TUMENG. MANDARAKA : Dan pada hari ini, hari besar ini, akan adinda saksikan cucu
menantu, suami tercinta Putri Pembayun, akan merangkak
menghampiri takhta serahkan nyawa, untuk Mataram Jaya.
713. KI AGENG PAMANAHAN : Untuk Mataram Jaya, ya-ya-ya
714. TUMENG. MANDARAKA : Mati untuk dia!
715. KI AGENG PAMANAHAN : Mati! Ya-ya-ya,hmm-hmm-hmm. (membelakangi takhta,
memalingnya tanpa menlihat) Kemudian apa beda antara takhta
dan pembantaian.
716. TUMENG. MANDARAKA : Dunia tak bicara tentang perbedaan, juga tak ada yang bicara
tentang kesamaanya. Hanya satu; kewibaan untuk Mataram
717. KI AGENG PEMANAHAN Hmmmmmmmm, betapat terlambat tahu di hari tua; jalan kearah
dia adalah dusta,aniaya, perang, darah dan binasa. Ya-ya –ya
(mengukuhkan pegangan pada tongkat, kembali duduk di atas
bangku)
718. TUMENG. MANDARAKA : Kau salah lagi, adinda. Jalan itu adalah jalan semua orang pilihann,
dikodratkan memeritah semua rumput tunduk nyiur pun meliuk,
bumi tertuding menguningkan padi, hutan dutebah berubah jadi
huma; dilambai balatentara datang, ditiup musuh sujud takluk,
persembahkan negeri, rakyat dan putri-putrinya. Itulah jalan
semua dewa di atas bumi, penguasa tuggal satu satunya, penentu

58
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

benar dan salah, yang baik dan yang buruk, hukuman dan karunia,
hidup dan mati....
719. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, memang luar biasa, hmm-hmm-hmm dan semua dimulai
dengan impian, ya-ya-ya
720. TUMENG. MANDARAKA : Impian bukan sembarang impian, petunjuk dan langit kepada
bumi. Yang tanpa mimpi takkan dapatkan dunia yang dapatkan
dunia tak perlu mimpi lagi, karena semua sudah miliknya
721. KI AGENG PAMANAHAN : Impian lebih indah, tak berlumur darah
722. TUMENG. MANDARAKA : Yang tak berdarah mati. Yang kekurangan darah lemah. Hanya
yang berlumuran darah saja perkasa. Ada adinda dengar? Perkasa!
(tertawa). Dan hanya si lemah berkubang dalam airmatanya
sendiri.
723. PANEMBAHAN SENAPATI : : (masuk panggung, menegur). Berapa puluh tahun sudah,
pamada dan ayahanda tak pernah sellesai bertikai?
724. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, tak pernah selesai bertikai.
725. TUMENG. MANDARAKA : Anakanda baginda, berbahagia pemanda masih segar sampai hari
ini, untuk jadi saksi runtuhnya Mangir dan Wanabaya.
726. KI AGENG PAMANAHAN : (gelisah; mengetuk-ngetuk tongkat, kemudian menarik diri ke
belakang takhta)
727. TUMENG. MANDARAKA : Silahkan anakanda baginda duduk tidak di atas takhta. Hari ini
bukan hari negara, hanya hari keluarga, untuk selesaiakn perkara
antara menantu dan mertua.
728. PANEMBAHAN SENAPATI : : (duduk di atas bangku). Telah kami dengar suara canang
pertanda persiapan dimulai.
729. KI AGENG PAMANAHAN : (bertatih-tatih pergi ke latar depan)
730. TUMENG. MANDARAKA : Benar, pertanda persiapan dimulai.
731. KI AGENG PAMANAHAN : Takkan lama lagi. Pembayun cucu kesayangan datang dengan
membawa bayi cicitku, dalam kandungan. Dan Wanabaya si gagah
mendampinginya. Ya-ya-ya
732. TUMENG. MANDARAKA : Bayi itu tetap cicit adinda. Hanya Wanabaya saja harus binasa.
733. PANEMBAHAN SENAPATI : Diamlah sudah ayahanda (pada TUMENG.MANDARAKA).
Takkan meleset rencana pamanda?
734. TUMENG. MANDARAKA : (menghampiri Panembahan Senapati). Adakah pernah rencana Ki
Juru Martani meleset sejak Sultan Trenggono Demak, Sultan
Hadiwijaya Pajang, sampai Mataram sekarang ?

59
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

735. PANEMBAHAN SENAPATI : Jadi pasti beddebah bodoh itu bakal ke mari, Klinting dan
Wanabaya.
736. TUMENG. MANDARAKA : Seperti jago dengan taji.
737. PANEMBAHAN SENAPATI : Siapa tak ingin lihat si Klinting agul-agul Mangir sebelum mati?
Jangan biarkan dia terlalu dekat pada takhta.
738. TUMENG. MANDARAKA : Semua telah terperici dalam acara.
739. PANEMBAHAN SENAPATI : Masih tak sela kami, patih Mataram Singaranu diusir dari Mangir.
Tuntutan takhluk dan upeti diketawakan, seperti PANEMBAHAN
SENAPATI : seorang pelawak kahabisan dagelan.
740. TUMENG. MANDARAKA : Hari ini hari pembalasan. Jago dan tajinya Akan akhiri permainan.
Takkan lagi ada panglima Mataram bisa dikalahkan.
741. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, TUMENG. Takih Susetya, panglima Mataram yang
dikalahkan ….
742. TUMENG.MANDARAKA : Tak perlu disesali. Sudah tepat dia dibikin binasa, daripada
Mataram jadi tertawaan. Dia sendiri malu pada muka sendiri, lari
ke Laut Kidul mencari gelar (gelar-formasi perang) baru Sarpa
Kurda, ajaran Ki Blantik dari gua Langsih. Ya, anakanda baginda.
743. KI AGENG PAMANAHAN : (menghampiri TUMENG.MANDARAKA). Ceritai adinda ini
sudah lupa diri siapa TUMENG.Susetya.
744. TUMENG.MANDARAKA : Pamanahan adinda selalu lupa, aku terus juga mengulang ulang
cerita. Begini, dinda, Takih Susetya pulang ke Mataram
membawa Sarpa Kurda, gelar baru mengandung syakti. Dia
sendiri lihat di selatan sana, betapa ronggeng (ronggeng-nama
suatu formasi perang) yang hancurkan semua mangsa, kuda,
macan, sapi, babi dan manusia, ditumpas hanya oleh seekor ular
sanca, yang memangut mangut cepat ke depan, mengebas-ngebas
perkasa ke belakang dengan buntutnya, hancurkan semua
ronggeng.
745. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya, ronggeng dikalahkan ular sanca.
746. TUMENG.MANDARAKA : Sekarang anakanda baginda sudah perintahkan laksanakan Sarpa
Kurda. Setiap panglima bisa lakukan. Beruntung Jaya Amisana,
duta pembawa damai di Mangir bertemu dengan Susetya di
perjalanan. Kini Mangir akan tumpas oleh Sarpa Kurda Mangir
akan tumpas oleh Sarpa Kurda. Mangir harus terima hukuman,
telah permain-mainkan duta damai Jaya Amisena. Nah,

60
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Pamanahan adinda, tidakkah patut Klinting dan Wanabaya terima


hukuman ?
747. KI AGENG PAMANAHAN : Terima hukuman ? ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm.
748. TUMENG. MANDARAKA : Mulai hari ini, balantentara Mataram ekor Sarpa Kurda, bukan
hanya bebas menjamah Laut Kidul, juga mengebas ke utara, ke
daerah MAngir dan sekawanannya.
749. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, semua terjadi karena cucu tersayang Pembayun
dijadikan umpan. Hmm-hmm-hmm. Dijadikan umpan! Apa pula
bakal karunianya ?
750. TUMENG.MANDARAKA : Hanya yang tidak ragu dapatkan segala-galanya.
751. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, yang ragu tinggal menjadi batu. Hmm-hm hmm, cucu
rupawan, rahimnya hanya untuk bibit raja-raja, bibit sudra
sekarang dikandungnya. Ya-ya-ya.
752. TUMENG.MANDARAKA : Persembahan, dinda dengar, apa ada kerajaan berdiri tanpa
korban-persembahan ?
753. PANEMBAHAN SENAPATI : Sudah, diam, biarkan si pikun ayahanda. Ludah yang basi tak
bakal mengandung api, gerak buyutan tak bakal tegakkan tongkat.
754. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya. tongkat tak bisa berdiri. Tangan buyutan masih bisa
dirikan. Yang tak berdiri di atas keiklasan akan rerak jatuh di
tanah.
755. TUMENG.MANDARAKA : Kami bisa tenggang-menenggang sejak dahulu, anakanda baginda.
(Pada Ki Ageng Pamanahan). Yang berdiri di atas Keiklasan pun
akan rerak jatuh di tanah juga. Dua-duanya tiada beda. Juga semua
akan sirna ditelan bumi. Daripada tiada suatu apa, lebih baik
berdiri sesuatu, berdiri megahagung di atas tiada apa-apa,
menjulang tinggi di atas bumi. Itulah Mataram Jaya.
756. PANEMBAHAN SENAPATI : Hentikan, pamanda, waktunya sudah desak begini.
757. TUMENG.MANDARAKA : Apa dikuatirkan ? rencana telah masak ditempa. Mataram takkan
teperdaya. Balatentara pengiring Mangir, dengan panglima
bersama bininya, di jalanan sempit diapit sawah, gelar macam
apapun akan percuma. Ronggeng pun akan tenggelam dalam
lumpur. Tidak keliru. Wanabaya dan Klinting akan masuk mati
dalam bubu.
758. KI AGENG PAMANAHAN : (terbatuk-batuk). Diri yang tua Bangka begini, masih harus
saksikan cucu menantu binasa di depan mata. Terlalu, ya ya-ya,
hmm-hmm-hmm, terlalu.

61
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

759. TUMENG.MANDARAKA : (Memimping Ki Ageng Pamanahan, mendudukkannya di samping


Panembahan Senapati). Nah duduklah diam-dia di sini.
760. PANEMBAHAN SENAPATI : Ayahanda yang berbahagia, buang dari hati Klinting dan
Wanabaya, duri di mata Mataram. Sekarang balatentarA Mangir
sedang mendatangi, dengan Pambayun dan suami sebagai perisai.
Meleset dari rencana, Mangir akan mengamuk di dalam banteng,
binatang-binatang dengan kejahatan dalam kalbunya itu.
761. KI AGENG PAMANAHAN : Mengamuk dalam banteng? (terbatuk-batuk).
762. TUMENG.MANDARAKA : Maka mereka dibikin tak bisa membuka gelar. Jalanan lebar
dipersempit dengan pagar. Di desa Cepit balatentara Mangir akan
dielu-elu, dengan tari dan tuak, dengan nyanyi dan tandak. Seluruh
barisan akan dipenggal tengah dengan hiburan, tersekat di jalanan
sempit, takkan dapat teruskan perjalanan berlenggang tangan. Di
depan banteng, separoh dari separoh lawan akan disambut oleh
semua perawan banteng Mataram. Jembatan sungai Gajah Wong
di dalam banteng telah dibongkar dan disempitkan. Di mulutnya
akan menunggu barisan dan anak-anak nayaka,
mempersembahkan diri dan sajian. Tak ada di antara prajurit desa
itu akan tahan kena sintuhan tangan lembut para dara Mataram.
Mereka akan menggigil mengemis kasih, tepat seperti Wanabaya
di hadapan Pambayun. Begitu panglimanya, begitu juga
prajuritnya.
763. PANEMBAHAN SENAPATI : Hati-hati pamanda Ki Juru Martani.
764. TUMENG.MANDARAKA : Dijamin takkan meleset biar separoh jari. Wanabaya sendirI sudah
beri contoh, anak-buah takkan dapat ditahan ikuti jejaknya.
(tertawa). Memasuki istana mereka akan tinggal beberapa gelintir.
Apalah arti akal Klinting tanpa pasukan ? Laksana ular
ditinggalkan badan, bisa melihat, mendengar, merasa, tapi tak
bisa berbuat apa-apa.
765. KI AGENG PAMANAHAN : Begitulah bakal jadinya, perancang tanpa tandingan! Ya-yaya,
hmm-hmm-hmm.
766. TUMENG.MANDARAKA : Semua akan berjalan sesuai dengan rencana. Mangir boleh punya
rencananya sendiri. Balatentaranya yang kehausan berbaris,
terkena tuak berganja (tertawa) apalah artinya!
767. KI AGENG PAMANAHAN : (Terbatuk-batuk). Bukan laku satria.
768. TUMENG.MANDARAKA : Setelah bebas bahaya baru orang jadi satria.

62
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

769. KI AGENG PAMANAHAN : (Tertawa terbungkuk-bungkuk, betbatuk-batuk). Satu rumus untuk


satu keadaan. Dua rumus untuk keadaan, ya-ya-ya.
770. PANEMBAHAN SENAPATI : Apa saja semua ini, ayahanda ?
771. TUMENG.MANDARAKA : Demi Mataram Jaya, semua benar dan dibenarkan. (Pada Ki Ageng
Pamanahan). Dinda, dengan takluknya Mangir, hanya dengan
lenyapnya Perdikan, kelak orang akan tahuKi Ageng Pamanahan,
tak lain dari dia, yang turunkan semua raja Jawa sampai akhir
jaman. Lebih baik sesuatu daripada tiada sesuatu apa.
772. PANEMBAHAN SENAPATI : Ada terdengar derap kuda.
773. TUMENG.MANDARAKA : (mencorangi kuping). Itulah telik kedua yang sedang datang.
Sebentar lagi akan terdengar warta gembira.(Berpaling ke
samping). Ya, memang dia. (berjalan ke samping, melambaikan
tangan, berdiri mencangkung memandang ke bawah,
mendengarkan sambi mengangguk-angguk). melambaikan tangan
menyuruh pergi. Kembali menghampiri Panembahan Senapati).
Ya, anakanda baginda, Pamanahan adinda, memang benar telik
kedua. Wartanyatelah berangkat balatentara Mangir; Wanabaya
naik kuda putih iringkan tandu Putri Pamabayun. Paling depan
Baru Klinting menunggang kuda coklat pacal panggung.*(Pancal
panggung-berkaki belang putih keempat-empatnya). Berkibaran
umbul-umbulnya, balatentaranya berderap ditingkah gamelan
seratus gendang.
774. PANEMBAHAN SENAPATI : (terkejut). Balatentara besar ?
775. TUMENG.MANDARAKA : Makin besar makin terpuji, semua akan punah di Mataram.
776. PANEMBAHAN SENAPATI : Panggil Patih Singaranmu, dia perlu tahu.
777. TUMENG.MANDARAKA : Sabar anakanda baginda. Ki Wanabaya bukan urusa Negara. Dia
hanya anak nakal di dalam keluarga. SarpA Kurda telah bergerak
melingkari Perdikan dan keDEMANG keDEMANG sekawan. Tak
ada sesuatu patut dikuatirkan.
778. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, Takih Susetya dibinasakan, warisannya dilaksanakan .
779. TUMENG.MANDARAKA : Semua demi Mataram Jaya.
780. KI AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmm-hmm, semua ditempuh demi Mataram, segala jalan,
pembinasaan dan penumpasan. (Mengangguk-angguk lebih cepat
karena tuanya). Betapa lama-betapa lama sampai kapan ? Ya-ya-
ya.

63
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

781. TUMENG.MANDARAKA : Pamanahan adinda, tiada barang yang lama bangunkan Negara,
karena yang kemudian tak dapat diukur dengan waktu.
782. PANEMBAHAN SENAPATI : Pamanda Juru Martani, tak semudah itu hati dibikin tenang. Tiga
ribu tombak balatentara Mangir, bakal datang, dengaN hanya akal
pamanda Juru Martani akan tanggulangi.
783. TUMENG.MANDARAKA : Modalnya hanya percaya, anakanda baginda pada MANDARAKA
Ki Juru Martani ini. (mengusap dada sendiri).
784. PANEMBAHAN SENAPATI : Tiga ribu tombak!
785. TUMENG.MANDARAKA : (tertawa meyakinkan) Sekeras –keras watak prajurit Jawa, di mana
saja sama jua, jinak bila disuguh enak, lunak seperti merpati bila
dijamu hati, lupa segala bila diajak bersuka-ria. Hanya raja kuat
bisa lain dari selebihnya, menguasi kawula melalui wataknya.
786. PANEMBAHAN SENAPATI : Taluan canang kraton sudah terdengar.
787. TUMENG.MANDARAKA : Nah, Pamanahan adinda, itulah tengara sang panglima. Berarti
dwi-tunggal Klinting-Wanabaya sedang bergerak masuk ke dalam
jebakan. Kenangkan hari ini hari menembus kekalahan, menembus
dengan Perdikan Mangir dan kedemangan-keDEMANG sekawan.
Takluknya mereka akan bikin Mataram dapatkan tiga ribu prajurit
tambahan. Maka baris ke timur akan segera dapat dirancang, dari
Mataram ke Madiun, dari Gresik ke Blambangan. Laut
selingkupan Jawa sebelah sana akan jadi pagar Mataram.
788. TUMENG. MANDARAKA : : Nah, Pemanahan adinda, itulah tengara sang panglima. Berarti
dwi-tunggal Klinting-Wanabaya sedang bergerakmasuk ke dalam
jebakan. Kenangkan hari ini hari menebuskekalahan, menebus
degan Perdikan Mangir dan kedemangan-keDEMANG sekawan.
Takluknya mereka akan bikin Mataram dapatkan tiga ribu
prajurit tambahan. Maka baris ke rimur akan segera dapat
dirancang, dari Mataram ke Madiun, dari Gresik ke Blambangan.
Laut selingkupan Jawa sebelah sana akan jadi pagar Mataram.
789. PANEMBAHAN SENAPATI : Ayahanda sudah dengar sendiri: baris ke timur akan segera dapat
dirancang, hanya berhenti bila berjumpa laut impian mahal
Demak dan Pajang. Mataram saja bisa laksanakan.
790. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, sampai di mana kiranya cucuku tersayang Pembayun
sekarang?

64
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

791. TUMENG.MANDARAKA : Balatentara Mangir itu berbaris keras, uh-uh, kaki dan bahu biasa
pikul padi ke kota. Hitunglah jari sampai lima ratus kali, dan
Pembayun cucunda beserta suami akan selalu ada di sini.
792. PANEMBAHAN SENAPATI : Ada kami dengar taluan canang kedua. Dan ada kami dengar
derap rombongan kuda.
793. TUMENG.MANDARAKA : Rombongan Pengawasan persiapan. Takkan lama lagi barisan
mngelu-elu akan berarak sambut Mangir di tepi desa Cepit.
794. PANEMBAHAN SENAPATI : Jangan sampai terjadi balatentara Mangir termangu berhenti,
bimbang karena curiga.
795. TUMENG.MANDARAKA : Curiga berarti perang. Mataram jauh lebih waspada, betegur ketat
ditempat-tempat penumpasan (Memegangi kuping sendiri).
Bukankah aku tak salah dengar? Keretaku telah datang
menjemput?
796. KI AGENG PAMANAHAN : (menghampiri TUMENG.Mandaraka yang siap-siap hendak
pergi). Nanti dulu (berbisik). Jadi benar-benar aku harus saksikan,
cucu menantu binasa di bawah mataku?
797. TUMENG.MANDARAKA : (juga berbisik). Seperti Pamanahan adinda sudah lupa siapa Ki
juru Martani ini. Jangankan cucu menantu anak desa, cucu
darahmu sendiri, begitu dia lemahkan Mataram, begitu bisa
akibatkan perpecahan kerajaan, seperti Rangga, Seperti Wnabaya
nanti, tempatnya yang paling tepat hanyalah akhirat.
798. KI AGENG PAMANAHAN : (membuang muka). Begini semua jadinya.
799. TUMENG. MANDARAKA : (memberi hormat pada PANEMBAHAN SENAPATI : dan Ki
Ageng Pamanahan). Ki Juru Martin akan berangkat, mengawasi
pelaksanaan acara.
800. PANEMBAHAN SENAPATI : Mengiringkan keselamatan, PANEMBAHAN SENAPATI : telah
siap di tempatnya.
801. TUMENG.MANDARAKA : (meninggalkan panggung diiringi oleh Ki Ageng Pamanahan).
802. KI AGENG PAMANAHAN : (berbalik, berjalan tertatih-tatih pergi pada Panembahan
Senapati). Ya-ya-ya, si tua renta yang bisa semua, ingat segala
kecuali mati. Pergikah dia menjemput Pambayun? Atau hendak
binasakan balatentara desa? (menuding Panembahan Senapati).
Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm kau raja Mataram, PANEMBAHAN
SENAPATI : ing Ngalaga, hanya anak wayang di tangan Ki Juru
Martin. Ya-ya-ya.

65
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

803. PANEMBAHAN SENAPATI : Sahaya hanya anak wayang di tangan Yang Maha Kuasa. Pesaing
dan pelawan Mataram, semua yang masih tegak dan berdiri, wajib
runduk berkiblat pada takhta ini. Mataram tak sudi berbagi.
Mataram berdiri berarti, Yang Maha Kuasa kodratkan semua jadi
miliknya. Yang melintang patah, yang mebujur gugur, yang tegar
rebah. Karena, ayahanda, tak ada gunanya Yang Maha Kuasa
benarkan putrananda jadi raja, bila yang lain-lain tidak
dikodratkan merangkak di bawah kakinya.
804. KI AGENG PAMANAHAN : Bagi diri saya sudah setua ini, ya-ya-ya, ah, betapa panjang
mengelimantang jalan darah dan mati ini hmm, hmm, hmm, jalan
sempit untuk dapatkan taklukan, taklukan sebanyak-banyaknya
semua digiling rata, pipih bersama tanah.
805. PANEMBAHAN SENAPATI : Jalan itu di ada saja sama jua, ayahanda yang mulia. Bahkan
rumput merunduk berikan punggung, hewan langit, darat, dan laut,
datang menghadap persembahkan daging. Manusia diatur untuk
takluk menyembah, karena di atas mereka hanya ada Tuhan, di
antaranya ada raja, satu-satunya yang mulia. Bukankah dulu
ayahanda sendiri telah ajarkan?
806. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, jalan sempit telah ditempuh, beban nurani semakin
berat, sampai di tempat di mana takhta berdiri megah, kini mata
silau tak tahan melihat, hitam tak terhapuskan.
807. PANEMBAHAN SENAPATI : Jalan sempit, jalan para raja, hanya terbuka bagi dia dengan
saraf besi berhati baja. Untuk itu dia manusia pilihan – hanya
seorang di antara berjuta. Itulah jalan satria. Bukankah ayahanda
juga dulu telah ajarkan?
808. KI AGENG PAMANAHAN : Barangkali sini bukan tempatku lagi.
809. PANEMBAHAN SENAPATI : Sahaya telah pilih jalan terbaik tunjukkan ayahanda sendiri,
jalan sempit di antara manusia, jalan di mana hukum ditemukan, di
mana setiap orang diikat kepadanya hanya seorang naik di atas
semua
810. KI AGENG PEMANAHAN : (berjalan ke tempat di mana TUMENG.Mandaraka pergi). Ya-ya-
ya, rasanya masih lama telik ke tiga akan tiba.
811. PANEMBAHAN SENAPATI : Masih lima ratus hitungan jari.
812. KI AGENG PAMANAHAN : Tetapkah sudah hati ankanda baginda, akan habisi jiwa menantu
sendiri — menantu yang belum dikenal?

66
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

813. PANEMBAHAN SENAPATI : (tertawa). Selaksa anak menantu ditimbang kelewat ringan
dibanding dengan kejayaan Mataram.
814. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, pantas anak sendiri anakanda pun tega menghabisi.
815. PANEMBAHAN SENAPATI : Mataram menjanjikan mati, bagi siapa saja pembikin lemah,
retak, pecah.
816. KI AGENG PAMANAHAN : Apakah seorang raja tak perlu jadi seorang bapa bagi anaknya?
817. PANEMBAHAN SENAPATI : Dia bapa tunggal dari anaknya yang tunggal: negara.
818. KIAGENG PAMANAHAN Hmm, hmm, hmm, (memegang dan melihat-lihat tangan
Panembahan Sanapati). Tangan ini, ya-ya-ya, tangan ini – tangan
seorang yang dulu bayi, dilahirkan oleh istriku, tangan dari anak
yang dilahirka oleh istriku, tangan dari anak yang lahir karena
benih dalan badanku – ya-ya-ya. Hmm, hmm, hmm, tangan ini
tega membunuh keturunannya sendiri.
819. PANEMBAHAN SENAPATI : Manusia menjadi kuat dan keras bukan karena benih dirinya.
Raksasa tanpa umpan setiap hari untuk hatinya yang haus dan
lapar, akan menjadi bubur, bisa disantap setiap orang.

Suara – sangkakala

820. PANEMBAHAN SENAPATI : Itulah tanda pasukan pengawal mulai siaga. Dari menara akan
nampak tinggalkan tikungan jalan simpang tiga desa Cepit
balatentara anak desa.
821. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm.
822. PANEMBAHAN SENAPATI : Kuatkan hati, ayahanda yang mulia, kalau tiada kemampuan untuk
seterusnya, biar buat hari ini saja.

Suara – derap seekor kuda.

823. KI AGENG PAMANAHAN : (kembali pergi ke samping). Tak salah lagi, itu telik ke tiga.
(berdiri mencangkung bertumpu pada tongkat, mengangguk-
angguk mendengarkan. Kemudian mengisyaratkan dengan tangan
menyuruh pergi. Kembali pada Panembahan Senapati). Memang
telik ke tiga, membawa warta: balatentara Mangir terlalu cepat
bergerak. Mereka telah melewati Cepit. Ya-ya-ya, hmm, hmm,
hmm, katanya waktu tinggal tiga ratus hitungan jari. Telah
diucapkan pidato elu-elu, ucapan selamat datang atas nama Sri
Baginda PANEMBAHAN SENAPATI : ing Ngalaga, Sayidin
Panatagama ing Tanah Jawa untuk yang terhormat Tua Perdikan

67
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Mangir Wanabaya dan istri. Ya-ya-ya, berhasil mereka dibelah


tengah dengan nyanyian dan tari, tuak dan tandak. Semangat
perangnya lamas tersentuh jari-jemari para perawan Mataram.
Tempat seperti rencana Ki Juru Martain. Ya-ya-ya, begini semua
jadinya, hmm, hmm,hmm.
824. PENAMBAHAN SENAPATI (mengangguk-angguk puas). Ki Juru Martani, si tua renta pandai
menempa rencana. Bersiap-siap kita sekarang ayahanda. (memberi
hormat, meninggalkan panggung).
825. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hari keluarga, bukan hari negara. Hmm, hmm, hmm,
takhta akan kosong, dengan prajurit tetap siaga bersiaga bersiap
tempur. Hmm, hmm, hmm (menghitung jari).

Suara – gong kraton.

826. PANGERAN PURBAYA, TUMENG.JAGARAGA, TUMENG.PRINGGALAYA : (masuk ke


panggung, menyembah pada KI AGENG PAMANAHAN : dan
mengambil tempat duduk di lantai menghadap takhta).
827. KI AGENG PEMANAHAN : (berjalan menghampiri takhta, berdiri di sampingmya). Kalian
telah awali pekerjaan ini, ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm, ugas kalian
juga untk mengakhiri, ya-ya-ya.

PANGERAN PURBAYA, TUMENG.JAGARAGA, TUMENG.PRINGGALAYA


(berbareng menggangkat sembah, membenarkan).

828. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, tentunya semua persiapan sudah sempurna.


829. PANGERAN PURBAYA : (Mengangkat sembah). Sempurna sebagaimana dititahkan
ayahanda baginda.
830. KI AGENG PEMANAHAN : Cucunda pangeran purbaya, Wanabaya bukankah dikaruniakan
kepadamu sebagai sembah-bakti dari seorang putra kepada
ayahanda baginda
831. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah), Ampun, nenekanda, akan sahaya ini rasanya
Ki Wanabaya terlalu besar sebagai sembah-bakti. Dia tak lain dari
adik ipar sahaya sendiri. Karuniakan kepada sahaya Klinting.
Kalau tidak, apa akan kata sahaya kelak pada dinda pambayun?
832. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm untuk ayahanda baginda, untuk
mataram jaya, hmm, hmm, hmm, tak ada adik ipar, tak ada
pambayun. Yang ada hanya sembah-bakti, hmm, ya-ya-ya.

68
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

833. PANGERAN PURBAYA : : (memperlihatkan dua belah tangan kepada KI A.


PAMANAHAN). Nenekanda yang mulia, tegakah nenekanda
melihat Tangan cucunda ini berlumuran darah adik ipar sendiri?
834. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, didepan tahta, antara aku dan kau, hmm, hmm, hmm,
hanya ada perbedaan umur. Ya-ya-ya, tugas telah dibagikan, mana
untukku, mana untukmu.
835. PANGERAN PURBAYA : berlumuran darah ipar sendiri, tidak dalam perang, tanpa perang
dan didepan takhta.
836. KI AGENG PEMANAHAN : Hmm, hmm, hmm, merengek seperti tak pernah dididik jadi
satria. Bunuh nurani, jalankan perintah. Yang tumbuh jadi durhaka
bukan cucuku lagi.

PANGERAN PURBAYA : (menangkat sembah).

837. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, sudah berapa lama? Tujuh puluh tahun. Ya-ya-ya, tujuh
puluh tahun sudah, diri masih orang desa, mencangkul, meluku
dan mengaru, bergumul dengan lumpur, menjinjing dan memikul.
Ya-ya-ya. (Tanpa menoleh muding takhta). Seorang anak telah
naik takhta, kuat, keras, teguh dan tanpa nurani. Dia, Sutawijaya,
anakku sendiri. Ya-ya-ya, jadi satria dari alam sudra, hanya kenal
tugas perang. Ya-ya-ya. (mendengarkan). Adakah terdengar derap
kuda?
838. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah). Ada, nenenda
839. KI AGENG PEMANAHAN : (pergi kesamping lagi, dengan bertumpuh pada tongkat,
mendengarkan, mengangguk-angguk, memberi isyarat dengan
telunjuk pada kejauhan).

Suara – gong kraton

840. PANEMBAHAN SENAPATI : (memasuki panggung dengan bermahkota dalam iringan


pasukan pengawal yang siap tempur, langsung duduk diatas
bangku disamping takhta. Para prajurit pengawal kemudian
meninggalkan panggung.

KI AGENG PEMANAHAN : (memberi hormat). PANGERAN PURBAYA,


TUMENG.JAGARAGA, TUMENG.PRINGGALAYA (mengangkat sembah).

69
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

841. KI AGENG PEMANAHAN : Telik ke empat, yang terakhir telah tiba, hmm, hmm, hmm.
Wartanyasisa balatentara mangir sedang dielu-elu didepan kraton.
Ya-ya-ya, didepan kraton. Separoh dari separoh barisan tersekat
dalam pesta pora dengan para perawan para nakaya. Dimulut
jembatan sungai gajah wong, ya-ya-ya, barisan Mangir tinggal
seper-enambelas, dihibur oleh perawan-perawan pilihan.
842. PANEMBAHAN SENAPATI : Rencana Ki Juru Martani tak sia-sia. Sebentar lagi … semua sirna
terjadi seperti dikehendaki.

Suara – sorak gegap-gempita dari kejauhan.

843. PANEMBAHAN SENAPATI : (berdiri curiga). Tak ada sorak dalam acara. Dengarkan, kalian,
tiadakan itu sorak sorai?
844. TUMENG. PRINGGALAYA Ampun (menggangkat sembah) Kurangnya pada patik, duli
baginda.
845. KI AGENG PEMANAHAN : Kau, cucunda pangeran purbaya, kau yang paling muda. Apa kau
dengar?

PANGERAN PURBAYA (mengangkat sembah) sorak-sorai, lelaki dan perempuan, semakin lama
semakin riuh

846. PANEMBAHAN SENAPATI : Belum terdengar gamelan kraton mengelu-elukan. Jagaraga, pergi
kau periksa apa terjadi.
847. TUMENG.JAGARAGA : (mengangkat sembah meninggalkan panggung).
848. PANEMBAHAN SENAPATI : Pringgalaya, periksa mengapa gamelan kraton belum juga
terdengar.
849. TUMENG.PRINGGALAYA : (mengangkat sembah meninggalkan panggung)
850. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, bukan hari negara, hanya hari keluarga, hmm, hmm,
hmm, tak ada menteri-dalam, tak ada patih, takhta berdiri hama.
Ya-ya-ya, pertemuan menantu dengan mertua. Anakanda baginda
seperti berdiri diujung duri. Ya-ya-ya.
851. PANEMBAHAN SENAPATI : Kau purbaya, apakah benar beberapa lurah perdikan, telah
nyatakan setia pada mataram pada pamanda Juru Martani.
852. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Benar yang dipersembahkan nenenda Juru
Martani, Putranda sendiri serta menjadi saksi.
853. PANEMBAHAN SENAPATI : Dan pemuka-pemuka patalan, kecuali demang-nya sendiri, akan
segera datang bersujud-bakti kepada kami?
854. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Demikianlah yang terjadi, gusti.

70
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

PANEMBAHAN SENAPATI : (duduk kembali, gelisah).

855. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm.


856. PANEMBAHAN SENAPATI : Mengapa ayahanda yang mulia masih juga disini? Tak jalan-jalan
ditaman menikmati udara siang?
857. KI AGENG PEMANAHAN : hmm,hmm,hmm kalau rencana KI juru Martani bobol, ya-ya-ya
hari ini akan terbit hari. Besok akan terbit hari lain isinya tetap
sama, ya-ya-ya.
858. PANEBAHAN SENAPATI Ya, kini baru kami dengar suara logan dan manusia nyanyi bersama.
(duduk kembali, tenang).
859. KI AGENG PEMANAHAN : (mencoba mendengarkan suara-suara) dan membayangkan maut
buat yang lain-lain. Ya-ya-ya, maut.
860. PANEMBAHAN SENAPATI : Apa pula ayahanda pikirkan. Pesta sudah di mulai sebentar lagi
diakhiri di depan takhta ini. Biarpun pikun dan tua, ayahanda,
jangan seperti kehilangan tanah berpijak.
861. KI AGENG PEMANAHAN : (berjalan tertatih-tatih tidak menentu). Ya-ya bukan hilang tanah
berpijak, hanya hilang di mana hati akan disangkutkan lagi,.
(menghampiri penembahan senapati). Untuk seseorang raja, tak
ada tanah tempat berpijak. Dia bersemayam di atas takhta. Di
bawahnya lagi kepala manusia.
862. PANEMBAHAN SENAPATI : Dengankata-kata menendamu, purbaya.
863. PANGERAN PURBAYA : (Mengangkat sembah) Ada patik dengar, ayahanda baginda.
864. PANEMBAHAN SENAPATI : Di bawah takhta hanya ada kepala semua keluarga raja. Salah satu
saja goyang, takhta aka salah tegak. Di bawah semua kepala
keluarga raja tumpuannya adalah kepala semua nayaka. Tanah
berpijak masih jauh. Maka yakin dekat ke takhta hati semakin
kukuh, maka ragu adalah durjana.
865. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Patik, ayahanda baginda.
866. PANEMBAHA SENAPATI Maka jangan lupakan pelajaran hari ini, seorang satria harus dan
mesti bisa, selesaikan titah bersembah-bakti.
867. PANGERAN PURBAYA (mengangkat sembah) Patik, ayahanda baginda.
868. PANEMBAHAN SENAPATI : Barang siapa yang ragu, tempatnya di tanah, bukan di takhta.
869. PANGERAN PURBAYA (mengangkat sembah) Patik, ayahanda baginda.
870. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya di tanah hanya bertumbuh binatang, tanah itu sendiri
dan sudra paria.

71
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

871. PANEMBAHAN SENAPATI : akan kami aksikan dengan mata sendri, apakah keris di tanganmu
sudah layak untuk seorang satria, apakah sudah patut kau
berada di dekat kaki kami.
872. PANGERAN PERBAYA (mengangkat sembah) Patik, ayahanda baginda.
873. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, di tangan jagaraga dan pringgalaya, keris tidak terlalu
berat, tidak terlalu hina buat si Baru Klinting. Hmm hmm-
hmm,ya-ya-ya.
874. TUMENG.PRINGGALAYA : (Masuk ke punggung, mengangkat sembah pada penambahan
senapati, kemudian pada ki Ageng Pamanahan). Gamelan
kraton telah diperintahkan detach, gusti baginda.
875. TEMENG. MANDARAKA (Masuk memberi hormat pada Pemenbahan Senapati). Pringlaya,
mengapa kau perintahkan gamelan kraton di tabuh? Menyalahi
acara bisa bingungkan jalannya pelaksanaan.
876. TUMENG.PRINGLAYA Terlalu sunyi di tempat ini, maka kuperintahkan segala bunyi.
877. TEMENG. MANDARAKA Celaka anakanda baginda. (meninggalkan panggung).

PANEMBAHAN SENAPATI : ( Berdiri gelisaH).

878. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, gamelanpun salah bunyi, hmm-hmm. Bodol! Bodol!
Kalian dengar? Bodol!
879. TUMENG.MANDARAKA : (Masuk lagi ke panggung dalam keadaan gugup). Celaka!
880. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm, botol!

Suara - sorak-sorak, dari kejauhan

881. PANEMBAHAN SENAPATI : Purbaya, sorak itu apakah masih seperti tadi?
882. PANGERAN PURBAYA : (mengangangkat sembah) tiada patik dengar suara wanita, semua
suara peria.
883. TUMENG. MANDARAKA : Gamelan kraton adalah perintah penyerangan. Celaka! Sisa
belantara mangir kini membelah diri.
884. KI AGENG PEMANAHAN : Pambayun! Cucuku tersayang! Hmm-hmm-hmm, terjepit kau di
tengah perkelahian pembayun dengan cicit dalam kandungan.
885. TUMENG. JAGARAGA : (masuk ka panggung ; mengangkat sembah pada PANEMBAHAN
SENAPATI : kemudian pada MANDARAKA dan Ki Ageng
Pemanahan). Menghaturkan warta celaka, gusti baginda.
Balatentara Mataram telah menyerang sebelum Wanabaya masuk
menghadap gusti baginda. Perkelahian sedang terjadi di depan
istana

72
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Suara sorak-sorai semakin keraass.

886. PANEMBAHAN SENAPATI : Wanabaya dan Klinting dimana ?


887. TUMENG. JAGARAGA : (mengangkat sembah). Di depan istana, berkelahi seperti singa,
dilingkari empat gegeduk rata Mangir dalam kepungan pengawal
Mataram
888. KI AGENG PAMANAHAN : Pambayun cucuku! Hmm hmm hmm, cucuku! Cucuku tersayang!
889. PANEMBAHAN SENAPATI : (meninggalkan tempat, berjalan sambil meninjau kejauhan).
Berapa jarak di depan gapura kraton ?
890. TUMENG. JAGARAGA : (mengangkat sembah). Tepat di depan gapura
891. PANEMBAHAN SENAPATI : siap kalian semua. Ada bondongan masuk lewati gapura!

TUMENG. JAGARAGA, TUMENG. PRINGGALAYA, PANGERAN

892. PURBAYA : (mengangkat sembah, pindah tempat di samping-menyamping


PANEMBAHAN SENAPATI : )
893. PANEMBAHAN SENAPATI : Bondongan kecil -- prajurit pengawal. Mengapa mereka lari dari
perkelahian? Biadab!
894. TUMENG. MANDARAKA : Langsung mereka bergerak ke mari.
895. PANEMBAHAN SENAPATI : Purbaya, tiada kau mendengar sesuatu ?
896. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah). Ada, ayahanda baginda, pekik seorang
wanita.
897. KI AGENG PAMANAHAN : Pambayun, hmm hmm hmm, cucukuc yaa yaa yaa
898. PANGERAN PURBAYA : di tengah-tengah keriuhan sorak-sorai, ekik wanita itu tiada
hentinya.
899. PANEMBAHAN SENAPATI : Pergi kau periksa sendiri.
900. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah, meninggalkan panggung)
901. KI AGENG PAMANAHAN : Yaa yaa yaa, hati yang gemetar begini, pertanda tersintuh suara
darah keturunan sendiri, yaa yaa yaa Pambayun. Ahh. Pambayun
cucu tersayang ... ....
902. PANEMBAHAN SENAPATI : Diam!
903. TUMENG.MANDARAKA : (menghampiri KI A. PAMANAHAN). Diam Pamanahan Adinda,
saat segenting ini bukan urusan bagi yang pikun dan tua-tua.
904. KI AGENG PAMANAHAN : ya ya ya, pikun dan tua-tua. (mengikuti pimpinan TUMENG.
MANDARAKA, duduk di atass bangku). Semua berkisar pada
tahta. Pambayun, ya ya yaa, pambayun.
905. PANEMBAHAN SENAPATI : diam! (dengan berdiri, meneropong dengan tangan depan).

73
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

Suara – (pekikan Putri Pambayun) Ayahanda baginda.

906. PANGERAN PURBAYA : (masuk ke panggung, mengangkat sembah pad PANEMBAHAN


SENAPATI : , KI AGENG PEMANAHAN : dan TUMENG.
MANDARAKA). Ampun, ayahanda baginda, pasukan pengawal
telah dapat merampas adinda Putri Pambayun dari tentara Mangir,
sebentar lagi akan datang bersembah, telah patik bebaskan dari
tangan pasukan pengawal.

Suara – (pekikan Putri Pambayun) Wanabaya, kakang ke sini aku dibawa.

907. PANEMBAHAN SENAPATI : (membuang muka). Dia tak ikut mati bersama suami.
908. KI AGENG PAMANAHAN : Yaa ya yaa, dia tak ikut mati bersama suami, hmm hmm hmm.
909. TUMENG. MANDARAKA : Tak ada acara Putri Pambayun dirampas oleh pasukan pengawal.
Kepala gamelan patut dipenggal.
910. PANEMBAHAN SENAPATI : Kau rela Wanabaya mati??
911. PUTRI PEMBAYUN : Sahaya inginkan tangan ayahanda sendiri habisi Pambayun ini.
912. TUMENG. MANDARAKA : Kau setiawan Mataram,b bukan disini tempat meminta mati.
913. KI AGENG PAMANAHAN : Perempuan hina! (menendang Putri Pambayun sehingga lepas
rangkulan pada kaki).
914. PUTRI PEMBAYUN : Kakang Wanabaya, disini istrimu mati, dibawah tahta ayahanda
PANEMBAHAN SENAPATI :
915. PANEMBAHAN SENAPATI : haram tersentuh oleh kulitmu. Duaramu najis untuk pendengaran
kami. (terkejut, berpaling ke belakang).
916. KI AGENG PAMANAHAN : Mari, cucu, mari aku bantu.
917. PUTRI PEMBAYUN : tiada bantuan dari siapapun di tempat ini.
918. KI AGENG PAMANAHAN : Yaa ya yaa, hmm hmm hmm.

Suara -- sorak-sorai dekat.

Semua – (menghadap tahta)

PANGERAN PURBAYA, TUMENG. JAGARAGA, TUMENG. PRINGGALAYA (berdiri


disekitar PANEMBAHAN SENAPATI : ; siaga dengan keris di tangan).

919. PANEMBAHAN SENAPATI : (perlahan-lahan menarik keris, kakinya masih sempat menyepak
Putri Pambayung yang merangkak mendekati0. Ada yang lolos
masuk ke istana.
920. TUMENG. MANDARAKA : bukan garapan untuk yang tua-tua.

74
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

921. PUTRI PAMBAYUNG (memekik). Di sini aku mati, Wanabaya, Kakang.

WANABAYA, BARU KLINTING, DEMANG PATALAN : (masuk ke panggung dari bekalang


tahta, masing-masing dengan keris telanjang di tangan).

922. DEMANG PATALAN : Itu dia Bapak tua bedebah keparat Mataram!
923. PUTRI PAMBAYUNG : Kakang Wanabaya!
924. WANABAYA : Yang mana PANEMBAHAN SENAPATI : ? Inilah Wanabaya
datang sendiri, tanpa tipu tanpa dusta, mari mengadu runcingnya
keris.
925. TUMENG.PRINGGALAYA : Inilah PANEMBAHAN SENAPATI : ing Ngalaga, maju kau
bedebah Mangir, jangan ragu.

Suaraa --- sorak sorai semakin dekat.

926. BARU KLINTING : Apa guna bicara (maju ke depan menyerang).


927. KI AGENG PAMANAHAN : (kehilangan keseimbangan). Yaa ya yaa. (tongkat jatuh, tangan
tangan gerayangan mencari tunjang, jatuh ke lantai). Hmm hmm
hmm, Yaa yaa yaa (tak bangun lagi).

PRAJURIT-PRAJURIT PENGAWAL (masuk ke panggung dari blakang tahta). Ini dia! Ini dia!

928. WANABAYA : (melangkah hendak menyerbu TUMENG. Pringgalaya).


929. BARU KLINTING : Salah! Itulah Panembahan Senapati (menuding) yang berlindung
di balik semua orang.
930. WANABAYA : (ragu; mengalihkan sasaran).
931. PANGERAN PURBAYA : (melompat, menikam pada lambung Wanabaya).
932. WANABAYA : (keris terlepas dari tangan). Raja dari segala dusta ... (dihujani
tombak oleh prajurit-prajurit pengawal dari blakang; rebah).
933. PUTRI PAMBAYUNG Kakang! (lari menghampiri dan merangkul).
934. BARU KLINTING : (menangkis serangan dari TUMENG. Jagaraga dan TUMENG.
Pringgalaya untuk menyerbu PANEMBAHAN SENAPATI : ).
Raja segala penganiayaa....
935. PANEMBAHAN SENAPATI : (menombak Baru Klinting dari belakang).
936. BARU KLINTING : (tersungkur). Be-de-bahh!
937. DEMANG PATALAN : (dengan keris pada tangan kanan, dengan tangan kiri melemparkan
sarungnya pada TUMENG. MANDARAKA. Sebelum bisa

75
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei

berbuat apa-apa, dihujani tombak dari belakang oleh para prajurit


pengawal; rebah).
938. TUMENG.MANDRAKA : Selesai sudah perkara Mangir.
939. PANEMBAHAN SENAPATI : (tertawa).
940. PUTRI PAMBAYUNG (di samping mayat Wanabaya). Jangan lupakan Pambayung,
ayahanda baginda, antarkan sahaya pergi bersama dia ....
941. PANEMBAHAN SENAPATI : (tanpa menoleh pada Putri Pambayung). Haaram bumi Mataram
dengan hadirnya perempuandurjana hina ini. Keluarkan dia dari
Mataram Jaya! (cepat meninggalkan panggung).
942. TUMENG. PRINGGALAYA, TUMENG. JAGARAGA,
943. PANGERAN PURBAYAN (sambil memasukan keris ke dalam sarong dengan cepat mengikuti
PANEMBAHAN SENAPATI : )
944. TUMENG.MANDARAKA : (menghampiri tubuh KI A. PAMANAHAN). Pamanahan adinda,
kau sudah terdahulu pergi. Tak kau lihat lagi hari ini, hari awal
rencana baris ke timur sampai pantai.
945. PUTRI PAMBAYUNG (pada Wanabaya). Mari, Kang, mari aku antarkan tinggalkan tempat
ini. Mari, mari Kang, mari. Bukankah Pambayung istrimu yang
sejati? (berteriak). Mari , mari, mari.

Layar turun.

76
#PentasProduksi2019

Anda mungkin juga menyukai