MANG
1
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
DRAMATIC PERSONAE
Baru Klinting
Putri Pambayun
Suriwang
Kimong
Tumenggung Mandakaraa
Ki Ageng Pemanahan
Pangeran Purbaya
Tumenggung Jagaraga
Tumenggung Pringgalaya
Panembahan Senapati
Demang Pajang
Demang Patalan
Demang Pandak
Demang Jodog
Pencerita (Troubabour)
Beberapa Prajurit
Beberapa Penari
Beberapa Penduduk
BABAK PERTAMA
pencerita (troubadour) bercerita dengan iringan gendang kecil sebelum layar diangkat
Siapa belum pernah dengar
2
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
3
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
4
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
5
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
10. BARU KLINTING : Belum mampu pandanganmu menembus hari dekat mendatang?
Dia akan datang – hari penghinaan itu. Kan meruap hilang impian
Panembahan, jadi raja tunggal menggagahi pulau jawa. Bakal
telanjang diri dia dalam kekalahan dan kehinaan.
11. SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain, Klinting. Perdikan Mangir sudah lima
turunan bediri. Lapanglah jalan bagi sri Maharatu Dewi Auhita
Majapahit. Demak tak berani raba. Pajang tak pernah jamah. Ai-
ai-ai, PANEMBAHAN SENAPATI : , anak ingusan kemarin,
kini mau coba-coba kuasai Mangir.
12. BARU KLINTING : Ada pula hendak kau katakan, Suriwang .
13. SURIWANG : Mataram bernafsu mengangkang di atas Mangir! Ai-ai-ai.
Mengangkat diri jadi raja, kirimkan patihnya Singaranu – ke
Mangir, Klinting, - menuntut takluk dan upeti, barang gubal dan
barang jadi. Perdikan Mangir hendak dicoba! Pulang tangan
hampa, balik kembali dengan balatentara. Kau telah bikin
panglima Mataram, Takih Susetya, berantakan dangan supit
urangnya. Ai-ai-ai tak bisa lain, tak bisa lain. Klinting, kau benar-
benar dewa turun ke bumi – tumpas mereka dengan Ronggeng
Jaya Mangilinganmu. Kemana panglima Mataram itu kini
menghilang larikan malunya?
14. BARU KLINTING : Bikin kau tombak tambahan – delapan ratus mata senilai ini
(MENUDING PADA MATA TOMBAK TERTANCAP DI ATAS
MEJA)
15. SURIWANG : Delapan ratus lagi – bukan cuma Mataram, Ki Ageng Mangir
Muda.
16. BARU KLINTING : (MEMPERINGATKAN). Mangir akan tetap jadi Perdikan, tak
bakal jadi kerajaan. Semua orang boleh bersumbang suara, semua
berhak atas segala, yang satu tak perlu menyembah yang lain,
yang lain sama dengan semua.
17. SURIWANG : (MENCARI MUKA BARU KLINTING). Dan tombak yang
delapan ratus lagi ?
18. BARU KLINTING : Masih belum kenal kau apa itu raja ?Raja jaman sekarang?
Masih belum kenal kau Panembahan Senapati ? Mula-mula
membangkang pada Sultan Pajang, ayah angkat yang mendidik
dan membesarkannya, dan memunuhnya untuk bisa marak jadi
raja Mataram? Adakah kau sudah pikun tak ingat bagimana
6
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
7
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
SURIWANG : (MENDENGUS)
41. SURIWANG : Datang menghadap karena dengar warta. Dari mana kau dengar Ki
Ageng Muda ada di Mangir?
42. KIMONG : Warta tertiup lalu dari desa ke desa.
43. SURIWANG : Tak ada mulut Mataram bisa dipercaya
44. KIMONG : Orang Parangtritis sahaya, bukan mulut Mataram.
45. SURIWANG : Bicara kau, Klinting. Bukankah tepat kata-kataku?
46. BARU KLINTING : Apakah kau sudah lupa pada dusta orang yang ber-bagi kasih
pengecer cinta? Sama dustanya dengan pengabdi pada dua
majikan.
47. SURIWANG : Pengabdi pada dua majikan. Ini dia orangnya! (MENUDING
PADA KIMONG)
48. BARU KLINTING : Dengan mulutnya yang berdusta, hatinya serta mengabdi hanya
pada diri sendiri.
49. SURIWANG : Ai-ai-ai tak bisa lain.
8
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
57. SURIWANG : Antara Mangir dan Laut Kidul hanya tujuh ribu lima ratus langkah.
Antara Mangir Mataram lima belas. Kau tak kembali ke Mataram,
tidak berhenti di Mangir.
58. KIMONG : Ampuni sahaya jangan beri sahaya Laut Kidul. Beri sahaya sono
keling. Empat puluh batang tangkai dalam sehari inilah tangan
sahaya, sanggup kerjakan tanpa dusta.
59. BARU KLINTING : Hmm..
60. SURIWANG : (MENUDING PADA KIMONG) Keluar!
61. KIMONG : (KELUAR MEINGGALKAN PANGGUNG DISAMBUT OLEH
TANGAN-TANGAN YANG MENANGKAP. DI ATAS
TANGAN-TANGAN ITU NAMPAK BEBERAPA TOMBAK
TELANJANG) Ampun! Ampuni saya.
62. BARU KLINTING : (MENGHAMPIRI SURIWANG, DENGAN ISYARAT
MENGAJAK KEMBALI KE MEJA). Berapa saja telik dalam
seminggu!
63. SURIWANG : Berapa kiranya yang telah kena tangkap?
64. BARU KLINTING : Takkan habis-habis, sebelum Mataram batal jadi kerajaan.
65. SURIWANG : Takkan kau lupakan, Klinting, raja dan telik laksana celeng dengan
penciumnannya.
66. BARU KLINTING : (MENGAMBIL MATA TOMBAK DARI ATAS MEJA DAN
MEMERMAINKANNYA). Mataram telah mengubah diri jadi
kerajaan, Suriwang, setiap kerajaan adalah negeri telik,
9
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
10
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
80. BARU KLINTING : Kau masih sperti di medan perang, masih merah seperti kepiting
panggang
81. DEMANG JODOG : Ah, kau, Klinting yang pandai berolok
82. BARU KLINTING : Tak mengkerut kehijauan seperti sebelum bertarung lawan
Mataram
83. DEMANG PATALAN : (TERTAWA) Pada gelagat pertama, siapa tidak, takut pada
Mataram. Semua mengkerut kehijauan. Kalau bukan karena kau,
kau goncang bangunkan untuk melawan, dan Wanabaya gemilang
memimpin serang, semua kami telah ditelan Senapati.
96. DEMANG PAJANGAN : : Apa guna jadi pria kalau bukan untuk mendapatkan wanita?
97. DEMANG PANDAK : Tidak bisa. Untuk sekarangan ini, tidak bisa.
11
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
98. DEMANG PAJANGAN : : Apa guna ketampaan Wanabaya? Apa guna kecantikan pada
Adisaroh?
99. DEMANG PANDAK : Tidak bisa! Tidak bisa!
100. DEMANG PATALAN : Kau lihat sendiri, Klinting, Pandak sama dengan Patalan – tidak
bisa terima Ki Wanabaya
101. DEMANG PAJANGAN : : Baru Klinting, apa warta?
102. BARU KLINTING : Inilah aku, Bangku-bangku telah menunggu
103. DEMANG PANDAK : (PERGI KE MEJA, MENGAMBIL GENDI DARI TANGAN
PUNDAK). Panas kepala ini, melihat Adisaroh hanya mau layani
Ki Wanabaya.
104. DEMANG PATALAN : (PERGI KE MEJA, MENGAMBIL GENDI DARI TANGAN
PAJANGAN). Panas juga perut ini mesti menunggu kalian begini
lama.
105. DEMANG JODOG : (TERAWA MERINGIS, MENDUDUKKAN DIRI DI ATAS
BANGKU). Semua demam panas, yang kepala, yang badan, yang
perut. Hanya Jodog inintinggal tenang, setuju Ki Wanabaya tegak
habis istirahat perang, menari gila kitari si Adisaroh. Bagi yang
bijaksana hanya ada tawa dan anggukan kapala. (TERTAWA,
KEMUDIAN MENGAMBIL GENDI DAN MINUM JUGA)
106. DEMANG PATALAN : Heran aku, Klinting, belum setengah hari kau tinggalkan garis
depan, pesta panen telah selesai kau persiapkan.
107. BARU KLINTING : Mereka yang telah teteskan keringat pada bumi ini, berhak
berpesta syukur untuk Sri Dewi. Tak pernah ada tahun lewat sejak
leluhur pertama buka Perdikan ini.
108. DEMANG JODOG : Diawali pesta ini dengan tandak di Balai Perdikan. Luarbiasa, tak
pernah terjaid sebelumnya.
109. DEMANG PATALAN : (MENGHAMPIRI DEMANG JODOG, MENARIKNYA
BERDIRI DARI DUDUKNYA). Kau beranikan dia datangkan
rombongan tandak entah daru mana asalnya, kau biarkan dia
mabok kepayang. Lupa darat lupa laut, lupa mula lupa wasana.
110. DEMANG JODOG : (MENGHINDARI, MENGHAMPIRIBARU KLINTING)
111. DEMANG PATALAN : (MENGIKUTI DEMANG JODOG DAN MENYALAHKAN).
Lupa perang belum selesai, kemenangan mutlak belum lagi di
tangan!
12
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
112. DEMANG JODOG : Klinting! – seorang perjaka tampan dan bergaya, menang perang
berlepas brahmacarya, lelah perang baru pulang dari medan-
apakah dia tidak berhak bersuka?
113. DEMANG PATALAN : Adakah kau hendak lupakan Klinting?
114. DEMANG PANDAK : Betul. Dia belum lagi melpas brahmacarya. Dia juga perjaka,
hanya sayang tak tampan rupa. Tidak bisa, tak ada yang berhak
untuk bergia, juag Wanabaya Ki Ageng Mangir Muda tidak. Tidak
bisa! Tidak biasa!
115. DEMANG JODOG : Semua berhak bersuka, tepat pada giliran dan waktunya, juga
semua prajurit di garus depan sana.
116. DEMANG PATALAN : Jodog dalam hatimu ada pamrih pribadi. Kau sendiri hendak
melompat pada kesempatan pertaman
117. DEMANG PAJANGAN : : Semua kita telah perang. Semua punya hak untuk bersuka. Juga
kau, Klinting
118. DEMANG PATALAN : Kau Klinting sang bijaksana, kaulah sekarang yang bicara
119. DEMANG JODOG : Sudah lelah kami bertengkar, bicara kau, Klinting
120. BARU KLINTING : Boleh saja bertengkar, hanya jangan berkelahi
121. DEMANG PAJANGAN : : Ada juga harganya bertengkar bertarik urat, membela Wanabaya
tampan dan Adisaroh rupawan
122. DEMANG PATALAN : Klinting, bukankah dalam lelah perang kita berjumpa, guna
rundingkan, langsung masuk Mataram atau tidak? Mestikah acara
berkisah jadi Wanabaya dengan si Tandak?
123. BARU KLINTING : Kau Patalan, yang tinggal berbatasanlangsung dengan garis depan
Mataram, semua perihatin dengan kedemanganmu
124. DEMANG PATALAN : : Langung masuk Mataram atau tidak?
125. BARU KLINTING : Akan datang masanya masuki Mataram dengan tangan
berlanggang . tidak sekarang. Senapati masih terjaga oleh berapis-
lapis balatentara, bentang batu bata, dusun dusun bersejata dekat
benteng, sebrangi code, Gajah Wong sebelum sampai ke istana.
Biar dulu Mataram terpagari dari selatanya..
126. DEMANG PATALAN : Siapa tidak percaya? Di medan perang Klinting perwira, di
Perdikan Klinting bijaksana, Ronggeng Jaya Manggilingan denagn
dua puluh gegeduk bikin porak porada Mataram. Tapi hari
Mataram belum dapat dihitung dengan jari. Bukan waktunya
untuk bersuka. Kerahkan balatentara Mangir, biar bersuka dalam
benteng Mataran, berjoged ronggeng dalam asrama.
13
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
127. DEMANG PANDAK : Jangan bicara lagi tentang si tandak, Wanabaya juga hidup dari
semua, tak berhak bersuka sendiri.
128. DEMANG JODOG : Biar betapa pun Mataram akan jatuh. Jangan biarka Patalan dan
Pandak tidak mengerti, Klinting. Biar Mataram tak bisa dihitung
dengan jari, busa dibilang dengan beberapa kali tenggelamnya
matahari. Bodoh nian bila tidak sembari berpesta bersukaria.
129. DEMANG PAJANGAN : : Kau kehilangan lidahmu, Klinting.
130. DEMANG JODOG : Bukan kehilangan lidahnya, Klinting benarkan Wanabaya.
131. DEMANG PUNDAK Benarkan Wanabaya? Tak bisa! Tak bisa!
132. DEMANG JODOG : Klinting tak benarkan berhati panas serbu Mataram
133. DEMANG PATALAN : Diam!
134. BARU KLINTING : Adakah kalian timbang, dengan menggereki di tandak, Wanabaya
boleh dua hatinya?
135. DEMANG PATALAN : Pasti belah dua, utnuk perang dan untuk Adisaroh si tandak.
136. DEMANG PANDAK : Tidak bisa, tidak bisa, Wanabaya tetap panglima terbaik satu-
satunya, hanya...
137. DEMANG PAJANGAN : : Kau akui hak Wanabaya, Klinting? Dengan bersuka dia akan
lekang di medan perang
138. DEMANG PANDAK : Tidak bi...
139. BARU KLINTING : Belum selesai kalian bertengkar?
140. DEMANG PATALAN : Baik, memang tepat pada waktunya kau bicara.
141. BARU KLINTING : Dengarkan sekarang. Memang Patalan di tempat terdekat dengan
Mataram. Dia berhak dapatkan perhatian lebih banyak. Mangir
dan Pajangan berbentengkan sungai Bedog. Itu bukan berarti
untuk Patalan semua harus pukul Mataram tanpa perhitungan.
142. DEMANG PATALAN : Aku mengerti, kau tak setuju itu. tapi Ki Wanabaya bermain
berahi, dlam keadaan belum selesai
143. BARU KLINTING : Untuk bersuka sekedarnya tak ada celanya. Dia berhak sebagai
panglima, telah selamatkan kalian semua, keDEMANG dan
membuat rakyatnya.
144. DEMANG PAJANGAN : : Jodog, Klinting benarkah kita.
145. BARU KLINTING : Aku hanya benarkan Wanabaya, selama dia hanya bersuka
sekedarnya.
146. DEMANG PATALAN : Dia bukan sekedarnya bersuka, Katakan itu, Pandak
147. DEMANG PANDAK : betul dia bukan sekedar besuka. Nafasnya terdengar berat, matanya
berpandang jalang.
14
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
15
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
165. BARU KLINTING : Memang tidak patut, yang pandai berperang tapi tak pandai pimpin
diri sendiri. Diam semua sekarang. Wanabaya sudah mulai naik
tangga.
168. BARU KLINTING : Dirgahayu kalian semua, Mangir selalu sembut tamu-tamunya,
dengan gembira dan tulus hati. Dirgahayu Adisaroh, waranggana
tanpa tara dan rombongan. (MENGANGKAT DAGU MENATAP
WANABAYA). Dan kau, wajahmu merah seperti masih di medan
perang menggandeng putri cantik di hadapan kami. Katakan
kandungan hati, sebelum salah terka kami nemebak isi dadamu.
16
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
182. DEMANG PATALAN : Dia lupa, semua membikin dia jadi Tua Perdikan dan panglima
perang. Sendiri, Wanabaya tak ada arti, sebutir pasir berkelap-
kelip sepi di bawah matari.
183. TUMENG. MANDARAKA : Adisaroh, mari kita pergi. Mereka bertengkar karena kita.
184. WANABAYA : (MENOLEHPADA TUMENG. MANDARAKA) Tak ada yang
bisa larang Wanabaya di rumah ini. Menggandeng Adisaroh jaya.
Adisaroh, adakah takut kau hadapi para tetua desa ini?
185. PUTRI PEMBAYUN : Dalam gandengan tangan Ki Wanabaya Muda, bahkan di bawah
bayang-bayangnya, semut pun tiada kan getar.
186. WANABAYA : Benar sekali, semut pun tiada kan kecut. (MENGANGAT
GANDENGAN TINGGI-TINGGI) Inilah Adisaroh, perawan
waranggana kubawa kemari akan kuambil untuk diriku sendiri.
17
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
18
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
205. TUMENG MANDARAKA : (TERTAWA TERKEKEH) Mataram? Apa arti Mataram? Dijentik
dengan jelingking kiri, akan runtuh dia seperti seungguk nasi basi.
206. DEMANG PANDAK : Diam kau, Pak Tua tak tahu diri padamu belum ada orang
tanyakkan perkara. (PADA WANABAYA) Wanabaya Muda, Ki
Ageng Mangir Muda, bukankah kau datang untuk dapatkan
anggukan dari Baru Klinting ? Tak patut kau sekasar itu padanya.
Pergi kau padanya, tahu diri kalau butuh anggukan.
19
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
20
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
21
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
245. PANGERAN PURBAYA : Jangan menghina! Belum lagi kami setujui maksud Ki Wanabaya
Muda.
246. WANABAYA : (Pada TUMENG. MANDARAKA) Begini cara di Perdikan
Mangir semua tergantung pada yang muda, orangtua hanya setuju
mengiyakan. Katakan padanya, Klinting, di sini tak ada cara lebih
terpuji daripada begini.
247. DEMANG PATALAN : Kita semya bicara tentang nasib Mangir, nasib Mataram, hanya
Wanabaya dan rombongan waranggana sibuk tawar-menawar.
(Pada Baru Klinting) Kau hanya punya kata-putus, putuskan
sekarang juga, sebelum berlarut menjadi bencana.
248. BARU KLINTING : Juga Wanabaya punya hak bicara, tak semestinya kita tindas hasrat
dalam hatinya. Apa jadinya sungai yang tak boleh mengalir? Dia
akan mengamuk melandakan banjir.
249. DEMANG PATALAN : Tak bisa aku tunggu begini lama.
250. BARU KLINTING : Patalan takkan dilanda Mataram dalam sebulan ini. Lakumu
seperti tertimpa kebakaran.
251. WANABAYA : Klinting, patutkah seorang tua Perdikan dan panglima dibiarkan
menunggu begini lama?
252. DEMANG PANDAK : Jangan berikan anggukan.
253. DEMANG PATALAN : Biar Mataram lebih dulu dibereskan.
254. DEMANG JODOG : Kau sendiri Wanabaya Muda, mulaikah perang kau lupakan?
255. WANABAYA : Tak patut panglima diuji seperti itu.
256. DEMANG PAJANGAN : : Menjawab pun kau tidak sudi. Berat mana Mataram atau
Adisaroh waranggana?
257. WANABAYA : Pertanyaan-pertanyaan ini, apakah berarti Wanabaya bukan
panglima lagi?
258. DEMANG PATALAN : Benar kata Pajangan, menjawab pun kau tidak sudi. Kau lihat itu
sendiri, Klinting.
259. WANABAYA : (melepas gandengan, maju menantang para demang seorang demi
seorang). Dengarkan kalian, orang-orang nyinyir, tak mengerti
perkara perang. Setajam-tajamnya senjata, bila digeletakkan
takkan ada sesuatu terjadi. Sebagus-bagusnya panglima perang,
bila ditinggalkannya senjata dan balatentara sebesar-besar pasukan
akan binasa. Apakah kalian belum mengerti ini?
22
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
260. BARU KLINTING : Wanabaya Muda, kau mulai memeras untuk dibenarkan, untuk
dapat anggukan. Kau yang diasuh oleh Perdikan sejak pertama kali
melihat matari, hatimu mulai terbelah hanya karena waranggana.
261. WANABAYA : Aku datang bukan untuk dituduh diselidiki. Aku butuhkan
anggukan, bukan gelengan. Kalau gelengan aku dapatkan jangan
sesekali Ki Wanabaya Muda ini.
262. BARU KLINTING : Ingat kalian apa aku katakan tadi?
263. DEMANG PANDAK : Benar, seorang panglima yang tak dapat pimpin diri sendiri...
264. WANABAYA : Diam kau, Pandak, Wanabaya Muda tak butuhkan suaramu.
265. DEMANG PATALAN : Benar hatinya telah belah dua.
266. DEMANG JODOG : Menyesal aku telah biarkan dia bersuka...
267. BARU KLINTING : Lebih berat bagimu Adisaroh waranggana.
268. PANGERAN PURBAYA : Adisaroh adinda, mari tinggalkan rumah sengketa ini.
269. WANABAYA : Diam kalian romongan wiyaga! Kalau tak mampu bantu Adisaroh
dan aku, jangan melintang di tengah jalan Ki Wanabaya Muda.
270. BARU KLINTING : Melihat ini, bagimu Adisaroh waranggana sama bobot dalam
timbangan dengan perang. Kalau bukan berhati belah, hatimu
tidak satu lagi.
271. DEMANG PATALAN : Satu hati dengan satu kesenangan.
272. BARU KLINTING : (merunding Wanabaya) Bagi dia perang dan Adisaroh memang
kesenangan.
273. WANABAYA : (melepaskan gandengan pada Putri Pambayun, mengahadap Baru
Klinting; tapi tak keluar suara dari mulutnya).
274. BARU KLINTING : Demang Pajangan, bawa Adisaroh dan rombongan ke belakang,
biar kita selesaikan perkara Ki Wanabaya Muda ini.
275. BARU KLINTING : Memalukan – seorang panglima, karena kecantikan perawan telah
relakan perpecahan. Berapa banyak perawan cantik di atas bumi
ini? Setiap kali kau tergila-gila seperti seekor ayam jantan, tahu
sarang tapi tak kenal kandang.
276. WANABAYA : Telah kalian cemarkan kewibawaan Wanabaya Muda di hadapan
orang luar. Kalian sendiri yang relakan perpecahan.
277. BARU KLINTING : Jawab keangkuhannya itu Patalan!
23
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
278. DEMANG PATALAN : Kau kira kewibawaan datang padamu dari leluhur dan dewa-
dewa? Dia datang padamu berupa pinjaman dari Perdikan Mangir,
desamu.
279. BARU KLINTING : Tanpa Mangir desamu kau juga selembar daun yang akan luruh di
mana saja. Jatuh di Mataram kau akan ikut perangi kami.
Kebetulan di Mangir kau perangi Mataram.
280. DEMANG PATALAN : Dia belum mengerti, kepanglimaan bisa batal dari dirinya. Tidak
percuma orang tua-tua tak boleh diabaikan pengalamannya.
281. DEMANG PANDAK : Kalau kita benarkan tingkahnya, semua perjaka Mangir dan desa-
desa tetangga akan tiru contohnya. Semua perawan akan
tinggalkan desa, mengamen cari lelaki siapa saja.
282. DEMANG PAJANGAN : : (masuk ke panggung). Telah kutempatkan mereka di gandok*
sana. Adisaroh dalam bilik dalam, rawatan nenek tua.
283. BARU KLINTING : Perang belum lagi selesai, kau beri semua tambahan kerja. Apakah
itu patut untuk seorang panglima?
284. WANABAYA : Sudah kudengar semua suara keluar dari mulut kalian. Juga dalam
perkara ini aku seorang panglima. Jangan dikira kalian bisa
belokkan Wanabaya. Sekali Wanabaya Muda hendaki sesuatu, dia
akan dapatkan untuk sampai selesai.
285. DEMANG PATALAN : Kau tak lagi pikirkan perang.
286. WANABAYA : sudah kalian lupa apa kata Wanabaya ini? Hanya setelah
Wanabaya rebah di tanah dia takkan bela Perdikan lagi? Lihat,
Wanabaya masih tegak berdiri.
287. DEMANG PANDAK : Biasanya kau rendah hati, sehari dengan Adisaroh, kau berubah
jadi pongah, terkebur bermulut nyaring, berjantung kembung.
288. WANABAYA : Diam, kau yang di bawah perintahku di medan perang, tidak
percuma Wanabaya disebut Ki Ageng Mangir Muda, tidak sia-sia
Mangir angkat dia jadi tua Perdikan dan panglima.
289. DEMANG JODOG : benar, dia sudah berubah, Patalan.
290. WANABAYA : Suaranya yang berubah, hati dalam dadanya tetap utuh seperti Laut
Kidul.
291. BARU KLINTING : Suaranya berubah sesuai dengan hatinya.
292. WANABAYA : (bergerak kearah jagang tombak).
293. DEMANG PAJANGAN : : (mengambil mata tombak dari atas meja dan diselitkan pada
tentang perutnya).
24
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
294. BARU KLINTING : Apa guna kau coba dekati jagang tombak? Hanya karena wanita
hendak robohkan teman sebarisan? Tidakkah kau tahu, dengan
jatuhnya semua temanmu kau akan diburu-buru Mataram seperti
babi hutan?
295. DEMANG JODOG : Tenang kau, Wanabaya. Buka hatimu, biar semua selesai
sebagaimana dikehendaki. Memang perjaka berhak dapatkan
perawan, tapi bukan cara berandalan macam itu, apa pula bagi
seorang panglima. Bukankah aku tidak keliru. Klinting sang
bijaksana.
296. BARU KLINTING : (bersilang tengan, mengangguk-angguk).
297. DEMANG PANDAK : Aku masih belum bisa terima, Ki Ageng Mangir Muda mengajak
bertengkar di depan orang luar-hanya untuk tunjukkan wibawa
didepan Adisaroh dan rombongannya.
298. BARU KLINTING : Karena mudanya dia ingin berlagak kuasa, memalukan seluruh
Perdikan. Tiadakah kau merasa bersalah pada teman-temanmu
sendiri, kau, Ki Ageng Mangir Muda, Wanabaya?
299. BARU KLINTING : Jawab apakah artinya Wanabaya tanpa Perdikan tanpa balatentara?
Tanpa teman-temanmu sendiri, tanpa kewibawaan yang
dipinjamkan?
300. WANABAYA : Di atas kuda dengan tombak di tangan, bisa pimpin balatentara,
menag atas Mataram, Perdikan harus berikan segala kepadaku.
301. BARU KLINTING : Tuntut semua untukmu di tempat lain! Ludah akan kau dapatinya
pada mukamu. Kau boleh pergi dan coba sekarang juga.
302. WANABAYA : (menatap para tetua seorang demi seorang). Kalian hinakan
Wanabaya Muda.
303. BARU KLINTING : Tanpa semua yang ada, kau, jawab sendiri. Kau, Wanabaya, apa
kemudia arti dirimu?
304. WANABAYA : (membuang muka, merenung, bicara pada diri sendiri). Sekarang
mereka pun dapat usir aku. Apakah kemudian aku jadi anggota
waranggana? Berjual suara dari desa ke desa? Dari panglima jadi
tertawaan setiap muka? Adisaroh pun boleh jadi tolak diriku pula?
305. BARU KLINTING : jawab, kau, kapala angin! kau anggap semua ini bayang-bayang
semata?
306. WANABAYA : (berendah hati). Apakah Wanabaya tak berhak punya istri?
25
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
307. WANABAYA : Diam kalian rombongan wiyaga! Kalau tak mampu bantu Adisaroh
dan aku, jangan melintang di tengah jalan Ki Wanabaya Muda.
308. BARU KLINTING : Melihat ini, bagimu Adisaroh waranggana sama bobot dalam
timbangan dengan perang. Kalau bukan berhati belah, hatimu
tidak satu lagi.
309. DEMANG PETALAN : Satu hati dengan satu kesenangan.
310. BARU KLINTING : (menuding Wanabaya) Bagi dia perang dan Adisaroh memang
kesenangan.
311. WANABAYA : (melepaskan gandengan pada Putri Pambayun, menghadap Baru
Klinting; tapi tak keluar suara dari mulutnya)
312. BARU KLINTING : DEMANG Pajangan, bawa Adisaroh dan rombingan ke belakang,
biar kita selesaikan perkara Ki Wanabaya Muda ini.
313. BARU KLINTING : Memalukan – seorang panglima, karena kecantikan perawan telah
relakan perpecahan. Berapa banyak perawan cantik di atas bumi
ini? Setiap kali kau tergila-gila seperti seekor ayam jantan, tahu
sarang tapi tak kenal kandang.
314. WANABAYA : Telah kalian cemarkan kewibawaan Wanabaya Muda di hadapan
orang luar. Kalian sendiri yang relakan perpecahan.
315. BARU KLINTING : Jawab keangkuhannya itu Patalan!
316. DEMANG PATALAN : Kau kira kewibawaan datang padamu dari leluhur dan dewa-dewa?
Dia datang padamu berupa pinjaman dari Perdikan Mangir,
desamu.
317. BARU KLINTING : Tanpa Mangir desamu kau juga selembar daunyang akan luruh di
mana saja. Jatuh di Mataram kau akan ikut perangi kami.
kebutulan di Mangir kau perangi Mataram.
318. DEMANG PETALAN : Dia belum mengaerti, kepanglimaan bisa batal dari darinya. Tidak
percuma orang tua-tua tak boleh diabaikan pengalamannya.
319. DEMANG PANDAK : Kalau kita benarkan tingkahnya, semua perjaka Mangir dan desa-
desa tetangga akan tiru contohnya. Semua perawan akan
tinggalkan desa, mengamen cari lelaki siapa saja.
320. DEMANG PAJANGAN : (masuk ke panggung). Telah kutempatkan mereka di gandok* sana.
Adisaroh di dalam bilik dalam, rawatan nenek tua.
26
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
321. BARU KLINTING : Perang belum lagi selesai, kau beri semua tambahan kerja. Apakah
itu patut untuk seorang panglima?
322. WANABAYA : Sudah kudengar semua suara keluar dari mulut kalian. Juga dalam
perkara ini aku seorang panglima. Jangan dikira kalian bisa
belokkan Wanabaya. Sekali Wanabaya Muda hendaki sesuatu, dia
akan dapatkan untuk sampai selesai.
323. DEMANG PATALAN : Kau tak lagi pikirkan perang.
324. WANABAYA : Sudah kalian lupa apa kata Wanbaya ini? Hanya setelah Wanabaya
rebahan di tanah dia takkan bela Perdikan lagi? Lihat, Wanabaya
masih tegak berdiri.
325. DEMANG PANDAK : Biasanya kau rendah-hati, sehari dengan Adisaroh, kau berubah
menjadi pongah, tekebur bermulut nyaring, berjantung kembung.
326. WANABAYA : Diam, kau yang di bawah perintahku di meda perang, tidak
percuma Wanabaya disebut Ki Ageng Mangir Muda, tidak sia-sia
Mangir angkat dia jadi tua Perdikan dan panglima.
327. DEMANG JODOG : Benar, dia sudah berubah, Patalan.
328. WANABAYA : Suaranya yang berubah, hati dalam dadanya tetap utuh seperti Laut
Kidul.
329. BARU KLINTING : Suaranya berubah sesuai dengan hatinya.
330. WANABAYA : (bergerak kearah Jagang tombak).
331. DEMANG PAJANGAN : (mengambil mata tombak dari atas mejadan diselitkan pada
tentang perutnya).
*GANDOK – PAVILYUN
332. BARU KLINTING : Apa guna kau coba dekati jagang tombak? Hanya karena wanita
hendak robohkan teman sebarisan? Tidakkah kau tahu, dengan
jatuhnya semua temanmu kau akan diburu-buru Mataram seperti
babi hutan?.
333. DEMANG JODOG : Tenang kau, Wanabaya. Buka hatimu, biar semua selesai
sebagaimana dikehendaki. Memang perjaka berhak dapatkan
perawan, tapi bukan dengan cara berandalan macam itu, apa pula
bagi seorang panglima. Bukankah aku tidak keliru, Klinting sang
bijaksana.
334. BARU KLINTING : (bersilang tangan, mengangguk-angguk).
27
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
335. DEMANG PANDAK : Aku masih belum bisa terima, Ki Ageng Mangir Muda mengajak
bertengkar di depan orang luar hanya untuk tunjukan wibawa, di
depan Adisaroh dan rombongannya.
336. BARU KLINTING : Karena mudanya dia ingin berlagak kuasa, memalukan seluruh
Perdikan. Tiadakah kau merasa bersalah pada teman-temanmu
sendiri, kau, Ki Ageng Mangir Muda. Wanabaya?.
337. BARU KLINTING : Jawabapakah artinya Wanabya tanpa Perdikan tanpa balatentara?
Tanpa teman-temanmu sendiri, tanpa kewibawaan yang
dipinjamkan?.
338. WANABAYA : Di atas kuda dengan tombak di tangan, bisa pimpin balatentara,
menang atas Mataram, Perdikan harus berikan segala kepadaku.
339. BARU KLINTING : Tuntut semua untukmu di tempat lain! Ludah akan kau dapati pada
mukamu. Kau boleh pergi dan coba sekarang juga.
340. WANABAYA : (menatap tetua seorang-demi seorang). Kalian hinakan Wanabaya
Muda.
341. BARU KLINTING : Tanpa semua yang ada, kau, jawab sendiri. Kau, Wanabaya, apa
kemudia arti dirimu?.
342. WANABAYA :(membuang muka, merenung, berbicara pada diri sendiri).
Sekarang mereka pun dapat usir aku. Apakah aku kemudian
menjadi anggota waranggana? Berjual suara dari desa ke desa?
Dari panglima jadi tertawan panglima setiap muka?
Adisaroh pun boleh jadi tolak diriku pula?.
343. BARU KLINTING : Jawab, kau, kepala angin! Kau anggap semua ini bayang-bayang
semata?
344. WANABAYA : (berendah hati), apakah Wanabaya tak berhak punya istri?
345. BARU KLINTING : Hanya untuk bertanya seperti itu lagakmu seperti dunia sudah
milikmu sendiri. Jawab, kalian, pertanyaan bocah ingusan ini.
346. DEMANG JODOG : Tak ada yang sangkal hak setiap perjaka.
347. DEMANG PAJANGAN : Aku pun tak rela Adisaroh jatuh tidak di tangan kau.
348. DEMANG PATALAN : Juga menjadi hakmu leburkan Mataram.
349. WANABAYA : Dengar kalian semuaterhadap Mataram sikap Wanabaya tak
berkisar barang sejari. Ijinkan aku kini memperistri Adisaroh.
Tanpa mendapatkannya aku rela kalian tumpas di sini juga. Jangan
usir aku, terlepas dari Perdikan ini. Beri aku anggukan, Klinting,
28
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
dan kalian para tetua, grgrduk rata Mangir yang perwira. (berlutut
dengan tangan berkembang ke atas pada orang-orang di
hadapannya). Aku lihat tujuh tombak bediri di jagang sana.
Tembuskanlah dalam diriku, bila anggukan tiada kudapat. Dunia
jadi tak berarti tanpa Adisaroh dampingi hidup ini.
350. BARU KLINTING : Terlalu banyak kau bicara tentang Adisaroh. Kurang tentang
Mangir dan Mataram. Siapkan tombak-tombak! Lepaskan dari
sarungnya.
351. BARU KLINTING : Tombak-tombak ini akan umpas kau, bila nyata kau punggungi
leluhur, berbelah hati pada Perdikan, khianati teman-teman dan
semua. Bicara kau!
352. WANABAYA : (menatap ujung tombak satu per satu, dan mereka seorang demi
seorang). Dengarkan leluhur suara darahmu di atas bumi ini,
darahmu sendiri yang masih berdebar dalam tubuhku, Ki Ageng
Mangir Wanabaya Muda. Darah ini tetap murni, ya leluhur di alam
abadi, seperti yang lain-lain, lebih dari yang lain-lain dia sedia
mati untuk desa yang dahulu kau buka sendiri, untuk semua yang
setia, karena dalam hati ini hanya ada satu kesetiaan. Tombak-
tombak biar tumpas sendiri, kalau tubuh ini tak layak didiami
darahmu lagi.
353. DEMANG PATALAN : (melempar tombak ke dekat rana, menolong Wanabaya berdiri).
Katakan, Adisaroh takkan bikin kau ingkar pada Perdikan.
354. WANABAYA : Adisaroh takkan bikin Wanabaya ingkar pada Perdikan.
355. BARU KLINTING : Kau akan tetap melawan Mataram.
356. WANABAYA : Leluhur dan siapa saja yang dengar, inilah Wanabaya, akan tetap
melawan Mataram.
357. DEMANG PATALAN : Membela keDEMANG sahabat Mangir.
358. WANABAYA : Membela keDEMANG sahabat Mangir.
359. DEMANG JODOG : Dengan atau tanpa Adisaroh kau tetap setiawan.
360. WANABAYA : Dengan atau tanpa Adisaroh Wanabaya setiawan.
361. DEMANG PAJANGAN : Setiawan sampai mati.
362. WANABAYA : Setiawan sampai mati.
29
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
363. Baru Klinting, bukankah patut sudah dia apat anggukan? Tunjukan matamu pada Klinting, kau,
Wanabaya.
364. BARU KLINTING : Lihatlah betapa semua temanmu ikut pikirkan kepentinganmu.
365. WANABAYA : Aku telah bersalah. Baru Klinting yang bijaksana!
366. BARU KLINTING : Lihatlah aku. (mengangguk perlahan-lahan).
30
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
BABAK KEDUA
Setting – Taman bunga disamping rumah Ki Ageng Muda Wanabaya. Di atas tanah yang ditinggikan
barang 20cm., ditahan dengan papan, berdiri sebatang pohon mangga besar, dikelilingi bangku-
bangku panjang dari kayu. Latar belakangsamping rumah, yang dihias dengan sangkar-sangkar
burung dan ayam aduan.
370. PUTRI PEMBAYUN : (bersandar pada batang mangga, merenung jauh, seakan sedang
mendengar lagu dari kejauhan itu).
371. PUTRI PEMBAYUN : (tergagap-gagap, mengeluh). Sudah empat kali tiga puluh hari.
Janji ini, apakah hari ini harus ditepati.
372. WANABAYA : (masuk kepanggung dari belakang Putri Pembayun, diam-diam,
menunduk meniup rambut istrinya).
373. PUTRI PEMBAYUN : (terperanjat, menoleh ke belakang). Kakang suka kageti aku
begini.
374. WANABAYA : Kau melamun, adikku kekasih. Apakah tersinggung hatimu
kularang menenenum dan mengantih? (Berdiri di hadapan Putri
Pembayun).
375. PUTRI PEMBAYUN : Sudah semestinya, biar tak mengganggu jabang bayi di bawah
jantung ini.
376. WANABAYA : Selalu juga kudapati kau sedang mengimpi. Adakah terluka hatimu
memasak dan membatik kau ku larang juga?.
377. PUTRI PEMBAYUN : Sudah semestinya, kakang takut asap pedihkan mata si kekasih ini.
378. WANABAYA : Apa konon masih kurang pada si kakang?.
379. PUTRI PEMBAYUN : Tak ada suami lebih baik dari Ki Ageng Mangir Muda Wanabaya.
380. WANABAYA : Bukan aku lebih baik dari yang lain. Setiap wanita Perdikan
berbahagia dengan suaminya, seorang untuk dirinya semata.
381. PUTRI PEMBAYUN : Kakang, diriku merasa hidup di sorga, tanpa duka tanpa sengsara,
setiap hari kesukaan semata.
382. WANABAYA : (tertawa). Makin hari kau makin pelamun, adikku kekasih,
membikin hati Kakang meraba-raba.
31
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
383. PUTRI PEMBAYUN : Tak sabar diri ingin periksa, siapa anak yang bakal datang pada
kita.kalau lelaki apakah dia bakal segagah bapanya…
384. WANABAYA : Bila lelaki dia akan gagah-berani, setiawan pelindung Perdikan ini.
Seratus Mataram akan direbahkannya sekali gebah. (Lunak).
Kalau wanita, Adisaoh sayang, dia pasti cantik-jelita seperti
ibunya, penakluk hati seluruh bumi Jawa.
385. PUTRI PEMBAYUN : Pohonku dia bakal seorang pria, sekembah segagah ayahnya….
386. WANABAYA : (tertawa memandang jauh). Tak ada yang lebih berbahagia dari si
Wanabya menjadi bapa, dari anak kelahiran rahim istrinya.
(Tertawa). Dan kau sediri. Adisaroh kekasih, tiadakah kau rindu
kampung halaman, sebelah timur seberang ujung.
387. PUTRI PEMBAYUN : Terlalu rindu kakang, sekalipun tidak seperti di sini – di sini
wanita dapatkan segala-galadamai dan suka, setia dan cinta.
388. WANABAYA : Kau terlalu rindu kampung-halaman, juga kau berbahagia di
Perdikan. Empat bulan kau telah saksikan, tak ada lelaki perbudak
wanita di istana. Orang-orang berbangsa itu lupa, wanita tak lain
dari Ibu bangsa. Maka jangan kau suka melamun Adisaroh kekasih
si kakang. Gelisah hati melihat, seakan kakang tak cukup
bertimbang rasa.
389. PUTRI PEMBAYUN : Tak ada yang lebih dari Kakang. Kalaupun Adisaroh mati, semoga
matilah di sini, di bawah naungan beringin, ditingkah kicauan
burung tiada henti.
390. WANABAYA : Bukan waktu bagimu bicara perkara mati.
391. PUTRI PEMBAYUN : Kata orang tua-tuabila berbahagia ingatlah pada maut yang
semakin dekat. Bila hadapi mati hendaknya orang menghitung
semua kebahagiaan yang sudah terlewati.
392. WANABAYA : Ah-ah-ah, kata-kata kosong belaka. Semua yang ada bukankah
hanya buah usaha? Sang maut bukan urusan kita. Kau akan
lahirkan anak kita dengan selamat. Kau akan saksikan anakmu,
cucu dan buyutmu. Adisaroh! Leluhur, bumi dan langit bakal jaga
keturunan kita, sampai dunia belah dua, dan burung-burung tak isa
bertengger lagi.
393. PUTRI PEMBAYUN : Aku harus percaya, karena bapa anakku yang bicara.
394. WANABAYA : Apa yang masih kau lamunkan lagi? Lihat sejoli belibis di angkasa
sana. Adakah mereka suka bermenung seperti kau? Tidak,
32
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
33
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
410. WANABAYA : Adisaroh, dalam mengandung betapa banyak rusuh dalam dadamu.
Mari berjalan-jalan. Nikmati keindahan tamanmu. Sebentar lagi
kakang akan berangkat lagi, agak jauh dari garis depan.
411. PUTRI PEMBAYUN : Jangan, kang, nanti Kakang terlupa, terlambat di perbatasan.
Taman takkan berkisar, perbatasan bias bergeser.
412. WANABAYA : Perempuan bijaksana, pandai peringatkan suami pada tugasnya.
(Tiba-tiba menoleh kea rah rumah). Ada yang dating, Adisaroh
kekasih. (pergi meninggalkan panggung).
413. PUTRI PEMBAYUN : Suami gagah-berani taka da seperti dia, tampan dermawan,
kasihnya tidak tara. Di mana lagi seorang wanita dapatkan suami
seperti dia! (membelai perut). Kau jabang bayi, Ki Ageng Mangir
kecil, jangan permalukan ibumu nanti bila saksikan matari.
(kembali ke bawah pohon manga dan duduk di atas bangku,
berkecap sebentar). Ah-ah, hari tugas terakhir – habisnya suatu
perjanjian.
414. TUMENG.MANDARAKA : (memasuki panggung membawa angkul kayu dengan mata berlapis
baja; berdiri pada suatu jarak di hadapan Putri Pambayun;
meletakkan cangkul di tanah dengan tangan masih memgangi
tangkai; mata ccuriga ditebarkan ke mana-mana). Cucunda Gusti
Putri Pambayun!
415. PUTRI PEMBAYUN : (berubah airmuka, waspada). Nenenda MANDARAKA Juru
Martani.
416. TUMENG.MANDARAKA : Terpaksa nenenda dating kini untuk menagih janji.
417. PUTRI PEMBAYUN : Dia datang menagih janji.
418. TUMENG.MANDARAKA : Bukankah darah satria tak patut diperingatkan? Dan janji ditepati
seperti matari pada bumi setiap hari?
419. PUTRI PEMBAYUN : (berdiri maju selangkah mendekati). Apakah Putri Pambayun
sudah mulai Nampak hina di mata nenenda?
420. TUMENG.MANDARAKA : Tetap cantic-rupawan, semakin hari semakin bersinar, tanda
bersuka berbahagia. Maka neneda datang pada cucunda kini –
selesai sudah masa bersuka, bercinta dan berbahagia.
421. PUTRI PEMBAYUN : Nenenda Maduraka, ingatkan nenenda waktu kita tinggalkan
kraton Mataram, ke utara ke Sendang Kasihan, di malam buta
tanpa saksi mata?
422. TUMENG.MANDARAKA : (terbatuk-batuk dan mengganguk-angguk).
34
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
423. PUTRI PEMBAYUN : Kita semua berganti pakaian orang desa. Sahaya jadi waranggana
untuk mengamen ke desa-desa?
424. TUMENG.MANDARAKA : Ya-ya, cucunda, untuk mengemban tugas Mataram, kita Bersama
datang kemari.
425. PUTRI PEMBAYUN : Bukankah di Sendang Kasihan juga, di malam buta, bintang pun
segan melihat pada kami, nenenda Madaraka bilang
beginiCucunda Putri, dalam sekejap mata Ki Aging Mangir Muda
akan jatuh tergila-gila, menyembah kaki cucunca Putri mengemis
kasih?
426. TUMENG.MANDARAKA : Tidak salah, cucunda Gusti Putri Pambayun. Bukankah benar
demikian nyatanya?
427. PUTRI PEMBAYUN : Dan nenenda katakana jugaKi Ageng Mangir Muda si Wanabaya,
tua dekil bergigi goang, kulit mengkilat putih bersisik, berkaki
pincang bertongkat cendana?
428. TUMENG.MANDARAKA : (terbatuk-batuk, menggaruk tengkuk). Tak lain memang itu
nenenda katakana.
429. PUTRI PEMBAYUN : (turun dari tanah ketinggian diikuti oleh MANDARAKA, tiba-tiba
berpaling padanya). Ya, nenenda?
430. TUMENG.MANDARAKA : Ya, ternyata, Ki Wanabaya, seorang perjaka gagah dan tampan,
penunggang kuda tangkas, pemain tombak perkasa, berani
berperang pandai bercinta.
431. PUTRI PEMBAYUN : Betapa nenenda bias berdusta pada sahaya.
432. TUMENG.MANDARAKA : Bukankah benar si Wanabaya jatuh cinta tergila-gila, tergenggam
di tangan cucunda?
433. PUTRI PEMBAYUN : Sahaya yang jatuh cinta padanya pada pandangan pertama.
434. TUMENG.MANDARAKA : Tidak mengapa, si Wanabaya telah dalam kekuasaan Gusti Putri,
perpecahan telah terjadi dengan si ular Baru Klinying.
435. PUTRI PEMBAYUN : (merengut meninggalkan TUMENG.MANDARAKA, menuding
ke bawah padanya). Dusta! Semua dusta (menutup mata dengan
dua belah tangan). Patutkah putri raja, sulung permasisuri,
didustai seperti ini?
436. TUMENG.MANDARAKA : Bukan dustai sulung permaisuri. Tak ada dusta dalam mengemban
tugas ayahandamu baginda. Semua titah berasal dari takhta, kalis
dari dosa bersih dari nista, harus dilaksanakan sebaiknya, tak
peduli bagaimana caranya.
35
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
36
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
37
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
457. PUTRI PEMBAYUN : Bahkan cara neneda memandang, begini menganiaya sahaya dan
bayiku ini, seperti dosa selangit dan sebumi jadi tanggungan
sahaya.
458. TUMENG.MANDARAKA : Juga tugas berat di punggung nenenda tua ini, Gusti Putri
Pambayun takkan lebih berat, masih muda, dunia terbuka di depan
mata, haridepan masih panjang menujulur samai kaki langit.
459. PUTRI PEMBAYUN : Betapa nenenda pandai berpilin kata. TIdak percuma dari agul-agul
Demak terangkat jadi Juru Martani Sultan Hadiwijaya, dengan
warta dan kata menanggulangi negara. Apalah arti Pambayun
dalam pilinan kata nenenda? (Dengan mata menyala menghampiri
Tumemnggung MANDARAKA). Sahaya sukai Perdikan ini.
Sahaya cintai suami sendiri. (Meninggalkan TUMENG.
MANDARAKA).
460. TUMENG.MANDARAKA : Gusti! Gusti Putri Pambayun, cucunda.
461. PUTRI PEMBAYUN : (ragu-ragu dan berhenti) Tak ingin sahaya dengarkan kata nenenda
lagi. (Menoleh) Pada suami sahaya hendak lebih berbakti.
462. TUMENG.MANDARAKA : Berbakti pada musuh adalah musuh. Ingat-ingat, cucunda, tak
pernah ada cerita orang desa menang melawan raja.
463. PUTRI PEMBAYUN : (terkejut, ragu-ragu, membelai perut). Jabang bayi ini, jangan
dengarkan ucapan nenenda Juru Martani. Untukmu kata-katanya
tak mengandung syakti. Ingat-ingat, anakku, semoga kau lelaki,
akan selalu tahu, nenendamu inginkan jiwa bapamu, dikirimkan
ibumu ke Mangir untuk menangkap Ki Ageng dengan cinta.
Ampuni aku, anakku, jabang bayi. Memang aku berdosa, tapi kau,
kau, kalis bersih kau dari dosa ibumu. Dalam hidup hanya sekali
berdusta, berkali dibohongi, sekali bertemu bapamu, menggelepar
dalam genggaman cintanya, selesai sudah cerita tentang bohong
dan dusta. Dan kau, nak, ditiupkan nyawamu ke dalam perutku
oleh Yang Maha Kuasa. Dia Yang Maha Besar merestui
bagaimana bias nenendamu raja mataram mengutuki?
464. TUMENG.MANDARAKA : Tidak layak mengumpat nenenda, apalagi baginda raja Mataram.
Segala apa diusahakan baginda demi kejayaan Mataram. Kejayaan
Mataram! Semua menyingkir demi kejayaannya. Buang perasaan
kecil-mengecil, cucunda. Hanya ada satu keagungan Mataram.
465. PUTRI PEMBAYUN : Ya Tuhan, akhirnya tagihan dating juga.
466. TUMENG.MANDARAKA : (menengok kea rah jalan, mengambil cangkul).
38
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
474. TUMENG.MANDARAKA : Memang suami luarbiasa, untuk istrinya dia kerjakan semua,
dengan sisa waktunya yang sedikit dari garisdepan. Betapa bangga
seorang wanita punya suami seperti dia takkan pernah terdapat di
istana.
475. PUTRI PEMBAYUN : Mengejek tanpa mencibir nenenda juga ahli. Hanya karena dia
bukan berdarah satria, dilahirkan dibesarkan dan tetap akan
menjadi orang desa.
476. TUMENG.MANDARAKA : (menggaruk-nggaruk kepala). Mencibir tidak, mengejek pun
bukan. Sesungguhnya dia pria budiman.
477. PUTRI PEMBAYUN : Terdengar sumbang kata tak keluar dari hati, bermanis tanpa cara,
bergurih penuh pamrih. Takkan tahan orang menenggang bicara
dan sikap nenenda. Katakan sudah apa sekarang dikehendaki.
478. TUMENG.MANDARAKA : Tak lain dari cucunda sendiri mengetahui inilah hari akhir janji,
empat kali tiga puluh hari, seratus dua puluh kalo matari telah
tenggelam. Masih ingatkah cucunda, kita dapat panggilan dari Ki
Wanabaya Muda, untuk main di Balai Perdikan Mangir? Dan
nenenda bilang beginiha, sekarang tiba waktunya?
479. PUTRI PEMBAYUN : Semua tentang diri dibangkit-bangkitnya, semua tipu dan dustanya
didiamkannya.
480. TUMENG.MANDARAKA : Cucunda pasti belum lupaPanggilan dari Wanabaya Muda, tak lain
dari pertanda, dia sudah bebas berbrahmacarya, akan segera jatuh
dalam kekuasaanmu, untuk segera dipersembahkan, hidup atau
mati ke hadapan baginda.
39
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
481. PUTRI PEMBAYUN : Tak dapat membujuk Pambayun, sekarang nenenda berkeras
482. TUMENG.MANDARAKA : Dari seluruh rombongan tinggal nenenda masih di Perdikan, untuk
peringatkan putri buat terakhir kali.
483. PUTRI PEMBAYUN : Yang lain-lain telah pulang ke Mataram, per-sembahkan
Pambayun membangkang.
484. TUMENG.MANDARAKA : Hari ini nenenda datang minta diri.
485. PUTRI PEMBAYUN : Juga akan adukan Pambayun membangkang pada ayahanda
baginda? Bergabung dan bersetia pada musuh, khianati bapa
punggungi negara?
486. TUMENG.MANDARAKA : Sebaliknya.
487. PUTRI PEMBAYUN : Sebaliknya?
488. TUMENG.MANDARAKA : Akan nenenda persembahkan, dalam seminggu lagi pada hari yang
sama, Putri Pambayun akan datang bersujud, dengan putra
menantu Ki Ageng Muda Wanabaya.
489. PUTRI PEMBAYUN : Takkan sahaya biarkan bayi ini tiada berbapa.
490. TUMENG.MANDARAKA : Sebaliknya, hanya putra kelahiran Putri Pambayun, sulung gusti
permaisuri, bakal gantikan ayahandamu baginda, marak jadi raja
Mataram, raja seluruh bumi dan manusia Jawa.
491. PUTRI PEMBAYUN : Dengan jiwa suami Pambayun tebusannya. (Memekik) Tidak!
Suamiku lebih berharga dari empat takhta.
492. TUMENG.MANDARAKA : Sebaliknya, putra Pambayun akan naik ke takhta, Mangir akan
dikukuhkan jadi Perdikan, per-musuhan akan segera dihentikan.
493. PUTRI PEMBAYUN : Yang memulai dengan dusta akan mengakhirinya dengan
merampas nyawa.
494. TUMENG.MANDARAKA : Sebaliknya. Karena setiap hari ayahanda baginda kirimkan Tanya
Adakah kiranya Pambayun telah berbahagia? Bila telah
mengandung, manakah putranda menantu, biar perkawinan kami
beri restu. Ayahanda dan ibunda Pambayun tak mampu lagi
menahan rindu, siang dan malam putri kesayangan terkenang…
495. PUTRI PEMBAYUN : (menunduk, melangkah pelan-pelan, sebentar memandang ke atas,
sebentar ke bawah menebarkan pandangan pada dunia). Rindukan
Putri kesayangan – perkawinan akan mendapat restu.
496. TUMENG.MANDARAKA : (pada diri sendiri). Bimbangkah kini dada yang tegar, luluh-cair
terpanggil rindu seorang bapa. Dengan bayi dalam kandungan, dia
butuhkan kasih sebanyak-banyanya, dari suami, orang tua dan
40
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
41
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
500. Suara PANEMBAHAN SENAPATI : – Pambayun putriku tersayang, dengarkan deburan darah
raja-raja, dikodratkan memerintah bumi dan manusia. Tinggalkan
desa, tinggalkan Mangir, kembali kau dengan si bayi ke Mataram.
Ke Mataram, anakku tersayang. Ke Mataram. Bawa serta manantu
kami, si tampan gagah-berani Wanabaya…
501. PUTRI PEMBAYUN : (menjerit). Darah suami Pambayun bukan untuk pembasuh takhta,
(Pada Wanabaya dalam pikiran), Berbahagialah kau, anak desa,
nafsu tidak menunggangimu seperti kuda, tak kenal watak lahap
kuasa rakus akan nyawa… (meninggalkan panggung).
502. TUMENG.MANDARAKA : (memasuki panggung membawa cambuk kuda). Siapa tega tengahi
kebahagiaan dua merpati, rukun seia-sekata seperti gigi dengan
gusinya, laksana tangan dengan jarinya. Tapi Mataram kerajaan
yang dijanjikan, kubina sejak umbut sampai batang. Orang setua
ini, tak patut mati tanpa peninggalan. Kelak dikemudian hari, bila
orang bicara tentang Mataram, dia akan berkata Mataram? Itulah
kerajaan bikinan Ki Juru Martani, TUMENG. MANDARAKA,
pujangga dan penasihat PANEMBAHAN SENAPATI : . Inilah
aku. Kerajaan tenggelam, kerajaan bangun karena tanganku.
(meninggalkan panggung).
503. SURIWANG : (memasuki panggung dengan mata mencari-cari). Kemana saja
semua orang ini kosong seperti rumah keong. (Berpaling ke
jalanan dan meninjau-ninjau). Nampak seperti bukan Ki
Wanabaya, bukan Baru Klinting, yang menunggang kuda seperti
itu.
504. PUTRI PEMBAYUN : (muncul ke panggung). Suriwang!
505. SURIWANG : Nyi Ageng. Sudahkan Ki Ageng berangkat?
506. PUTRI PEMBAYUN : Belum Suriwang. Ki Ageng baru saja pergi, mencari batu.
Sebentar pun akan kembali.
507. SURIWANG : Aku lihat kuda Ki Ageng, berpacu cepat kepulkan debu. Benar
dugaanku, bukan Ki Wanabaya penunggangnya. Atau, apakah Ki
Ageng berkuda?
508. PUTRI PEMBAYUN : Tidak, Suriwang. Coba lihat di kandang sana.
509. PUTRI PEMBAYUN : Sebentar mereka akan tahu, Juru Martani TUMENG.
MANDARAKA kubiarkan mengambil kuda, lari pulang ke
42
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
43
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
Suara dari luar panggung – Agaknya Baru Klinting akan terlambat tiba. Dia berpacu ke jurusan barat
entah kemana.
44
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
540. PUTRI PEMBAYUN : Ah, Kakang, Kakangku yang budiman. Tidakkah Kakang akan
kecewa?
541. WANABAYA : Kecewa? Apa akan dikecewakan seorang Wanabaya? Perang
menang kasih bersambut? Cinta tak bertepuk sebelah tangan?
Semua telah didapatnya dalam hidupnya.
542. PUTRI PEMBAYUN : Tidakkan Kakang akan berdukacita?
543. WANABAYA : Semakin aneh saja kau ini, Adisaroh istri kekasih! Apa Wanabaya
dukacitakan? Barangsiapa telah dapatkan semua, bisa kehilangan
segala. Semua yang kuterima, bukankah kuberikan lagi pada
dunia? Kecuali cinta untuk diriku sendiri? Wanabaya tak kan
kehilangan sesuatu. Dia tak kan berdukacita.
544. PUTRI PAMBAYUN : Tidakkah Kakang akan murka?
545. WANABAYA : Yang murka adalah dia yang dikecewakan oleh nafsu. Adisaroh
bagi Wanabaya sudah segala-galanya.
546. PUTRI PEMBAYUN : Aku harus percaya.
547. WANABAYA : Kau tak pernah meminta, istriku kekasih. Sekali minta hanya ingin
pulang ke kampung halaman.
548. PUTRI PEMBAYUN : Kalau begitu, dengarkan aku sekarang. Kakang. Aku akan melihat
kampong dengan bayi dalam kandungan, dengan suami dalam
gandengan, bersembah-bakti pada orangtua, untuk dapatkan restu
atas perkawinan kita.
549. WANABAYA : Lhahdalah. Bukankah bapak tua sudah restui?
550. PUTRI PEMBAYUN : Bapak tua bukanlah ayah kandungku, Kakang.
551. WANABAYA : Jadi kalian berdua sudah berdusta!
552. PUTRI PEMBAYUN : Ya, Kang, kami berdua telah berdusta.
553. WANABAYA : Lhahdalah, wanita secantik ini pandai berdusta.
554. PUTRI PEMBAYUN : Apa daya seorang wanita, yang telah jatuh cinta tergila-gila pada
perjaka Wanabaya? Kalau tiada berdusta mana mungkin Kakang
sudi pada diriku?
555. WANABAYA : Lhahdalah. Juga berdusta kau kiranya asalmu dari dukuh sebelah
timur, seberang tujuh sungai?
556. PUTRI PEMBAYUN : Itupun dusta, Kakang. Kakangku Wanabaya.
557. WANABAYA : Lhahdalah. Dua kali Ki Ageng Mangir Muda terkena pecundang.
558. PUTRI PEMBAYUN : Bukan tujuh bukan tiga seberangi kali, hanya dua, Kakang,
Kakangku Wanabaya, dan dua lagi.
45
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
559. WANABAYA : Lhahdalah, hanya dua dan dua lagi, sungai Winogo, Opak dan
Oya, lebih jauh dari Imogiri? Bagaimana Adisaroh pada suami
bisa berdusta begini?
560. PUTRI PEMBAYUN : Tak pernah aku dustai suami setelah jadi istri.
561. WANABAYA : Di Perdikan tak ada orang perlu berdusta.
562. PUTRI PEMBAYUN : Ampuni istrimu ini. Sekarang baru aku katakana, sedang Kakang
sela perang.
563. WANABAYA : Baru tahu aku istriku pandai bicara. Dari tujuh sungai kini tinggal
dua, dan dua lagi. Apakah dari timur pun kini berpindah ke barat?
564. PUTRI PEMBAYUN : Syukur tidak Kakang.
565. WANABAYA : Mangir berbenteng dua kali, Progo di barat, Bedog di timur. Di
seberang mana dukuh Adisaroh, wanita bukan Perdikan yang
pandai berdusta.
566. PUTRI PEMBAYUN : Sebagai istri aku tak pernah berdusta. Dari Mangir seberangi
sungai Bedog di timur, seberangi sebatang lagi, sebatang lagi, dan
sebatang lagi.
567. WANABAYA : Lalui keDEMANG Patalan bila lalui sungai Winogo, kemudian
Opak dan sungai Oya. Mustahil demang Patalan tiada tahu.
Dustamu menjadi tiga!
568. PUTRI PEMBAYUN : Setengah hari dengan tandu.
569. WANABAYA : Setengah hari dengan tandu – sepersepuluh hari dengan kuda!
Tepat ke timur atau tenggara?
570. PUTRI PEMBAYUN : Tak langsung ke timur tak terus ke tenggara. Bukan barat bukan
utara. (menuding). Hanya arah timur laut sana.
571. WANABAYA : (membelalak). Lhahdalah - timur laut, seberangi empat
sungaiBedog, Winongo, Code dan Gajah Wong. Ma-ta-ram!
572. PUTRI PEMBAYUN : Suatu kebetulan telah bikin yang maha kuasa lahirkan aku disana,
tepat Ma-ta-ram.
573. WANABAYA : (membelalak memunggungi putri pambayun. Berjalan mondar-
mandir gelisah antara sebentar menoleh pada putri pambayun) ma-
ta-ram! Ma-ta-ram! Dia kelahiran Ma-ta-ram! Karena tergila-gila
kecantikannya diri kurang periksa. Ya, langit dan bumi, kemana
mesti kusembunyikan mukaku ini? (cepat berbalik pada putri
pambayun). Di luar atau dalam benteng kau tinggal.
574. PUTRI PEMBAYUN : (menghindari Wanabaya). Kini Kakangku gusar, murka,
berdukacita.
46
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
575. WANABAYA : Siapa tak gusar, murka, berdukacita kalau soalnya Mataram?
Bukankah Mataram hanya muara, tempat prajurit Mangir
mengalir?. Baru Klinting pun terlambat datang. Cepat katakana,
kau perempuan pendusta! Di luar atau dalam benteng?
576. PUTRI PEMBAYUN : Tak pernah Adisaroh dustai suami. Bukankah untukmu seorang
bayi ini kukandungkan?
577. WANABAYA : (beringas). Diluar atau dalam benteng?
578. PUTRI PEMBAYUN : (Menghadap pada Wanabaya). Inilah aku, Adisaroh istrimu, dari
seberang kali Gajah Wong di dalam benteng.
579. WANABAYA : Lhahdalah (bertolak pinggang). Lhahdalah. (melangkah dan
memprotes diri pada dunia). Wanabaya panglima Mangir,
beristrikan orang Mataram, seberang Gajah Wong dalam benteng.
Kalau begitu dia juga berdusta pada namanya. (berbalik
menghadap pada putri pambayun, mata membelalak). Katakan,
sekarang juga, Adisaroh bukankah nama dusta.
580. PANEMBAHAN SENAPATI : (berlutut di hadapan suami). Kakang, dewa suamiku, inilah aku…
WANABAYA (membelakangi)
582. PUTRI PAMBAYUN : (berjalan dengan lutut dan tangan, merangkul kaki Wanabaya,
menengadah). Ampuni istrimu yang berdusta, inilah aku, betul
kau, Kakang dewa-suamiku, bukan Adisaroh namaku.
583. WANABAYA : (melihat ke bawah pada wajah Putri Pambayun). Apa arti air mata
Mataram untuk Ki Ageng Mangir ?
584. PUTRI PAMBAYUN : Telah kurendahkan diri begitu rupa, dengan bayi anakmu di
hadapmu…..
585. WANABAYA : Jangan sentuh kakiku, katakana siapa kau sebenarnya.
586. PUTRI PAMBAYUN : Inilah aku, Pambayun, Putri Permaisuri Mataram.
587. WANABAYA : (jatuh berlutut pada satu kaki, dua belah tangan terulai dan jari-
jemari menggelegar). Putri Pambayun Mataram! (meneleng
melirik pada Putri Pambayun, yang masih juga merangkul
menggelesat pada kakinya).
588. PUTRI PAMBAYUN : Inilah diri, hukumlah semau hatimu.
47
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
48
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
49
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
625. WANABAYA : (menuding Putri Pambayun). Dia, istriku, anak Matram, anak
Senapati, putri pertama permaisuri.
626. BARU KLINTING : Putri Pambayun ?
627. PUTRI PAMBAYUN : Inilah diri, Putri Pambayun Mataram.
628. BARU KLINTING : Telik!
629. PUTRI PAMBAYUN : Telik Mataram tertinggal seorang diri di tengah-tengah musuhnya
sebagai nampaknya, dia tetap istri setia Ki Ageng Mangir Muda
Wanabaya. Dalam kandungannya adalah bayi anaknya.
50
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
630. BARU KLINTING : (menghampiri Putri Pambayu). Cantik tiada tara, telik ulung tiada
terduga. Wanabaya! Lihatlah dia untuk terakhir kalinya.
631. PUTRI PAMBAYUN : Akan kujalani hukuman, hanya setelah serahkan anak pada suami.
Kau bernafsu hendak menghukum aku, karena cemburu pada
keberuntungan Ki Wanabaya.
632. BARU KLINTING : Bedebah! Kau kira ini kraton Mataram! Kata-katamu pingah
bernada tinggi.
633. PUTRI PEMBAYUN : Aku cintai Perdikan ini, aku cintai suami sendiri…
634. BARU KLINTING : Kau biarkan Bapak tua lari pulang ke Mataram, mancuri kuda
panglima Mangir, untuk sampaikan segala pada bapakmu.
635. PUTRI PAMBAYUN : Untuk sampaikan, Ki Wanabaya, putra mertua raja Mataram, akan
datang bersembah-bakti, pada hari yang sama minggu mendatang,
bersama istri Putri Pambayun.
636. BARU KLINTING : Suriwang, lihatlah perempuan ini, tak menegerti Mangir bukan
Mataram, merasa berdaulat memerintah semua orang. Wanabaya,
apa aku bilang, lihat istrimu yang cantic sepuas hati, sebelum kami
kirimkan ke negeri, di mana semua takkan kembali lagi.
637. PUTRI PAMBAYUN : Putri Pambayun kebih percaya pada suami, pada ketulusan
cintanya.
638. BARU KLINTING : (menatap Wanabaya) Apakah benar dia cintai kau dengan tulus,
Wanabaya ?
639. WANABAYA : (mengangguk)
640. BARU KLINTING : Kau putra Perdikan tak tahu diri.
641. WANABAYA : Tak bakal aku khianati Perdikan ini. Kalau dia kau bunuh mati,
aku takkan menghalangi, dengan syarat sandingkan mayatnya
pada bangkaiku, bersatu lahat didalam tanah, di bawah beringi
lapangan Mangir.
642. BARU KLINTING : Lihatlah. Suriwang, panggil para ggeduk rata.
643. SURIWANG : Ki Wanabaya dan kau terlambat berangkat, mereka telah jalan
mendahului.
644. BARU KLINTING : Tak dengar kau apa kataku ? Pergi dan laksanakan!
645. SURIWANG : (meninggalkan panggung)
646. BARU KLINTING : Patutkah seorang panglima memberi malu pada barisan, pada
Perdikan? •
647. WANABAYA : Tidak patut, Klinting, terlambat aku me ngetahui, terlambat kan
dan kalian mengerti
51
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
648. BARU KLINTING : Hanya telik tiada tarn bisa bikin nar bagini nupa. Pambayun! Tidak
percuma kau jadi sulung mahkota, pandai berdarma bakti pada
takhta
649. PUTRI PEMBAYUN : Katakan sesalamu, asal tidak keluar dari hati cemburu pada
suamiku.
650. BARU KLINTING : Berperisai kau selalu pada suamimu. Dia pun patut dihukum mati.
651. PUTRI PEMBAYUN : Juga kau sendiri, yang bersumpah satu hidup dan dalam mati
dengan Ki Wanabaya.
652. BARU KLINTING : (terperanjat). Di Mataram mereka tahu sum pah brahmacarya dan
sumpah Merapi, satu dalam hidup dan dalam mati. Kau telik ulung
yang tahu segala, hendak mati me ngajak bertiga
653. DEMANG PATALAN : (masuk, melompat dari kuda) Klinting, apa telah terjadi?
Kutunggu kalian diseberang sungai Bedog Terlalu lama maka
kupulang lagi. Sampai di depan rumah bertemu de ngan Suriwang,
dengar berita menggoncang kan ini. Dengarkan sebelum
keputusan dijatuhkan. Kau, Pambayun dengarkan juga betapa
tingkah bapamu dikerahkan ba latentara baru dari utara,
Kabupaten-kabu paten taklukan Mataram Selaka mereka datang,
langsung seberangi sebelah kanan, Progo dan Bedos, langsung
seberangi selelah kiri, batang Gajah Wong dan Opak, entah ke
mana belum ada yang periksa. Selama empat bulan membisu, tiba-
tiba pa da hari ini balatentara Mataram keluar dari benteng rapat
baris ke selatan. Kedemang anku jadi bulan-bulanan. Pambayan
telik Mataram, kau sekarang yang katakan, apa maksud
Panembahan Senapati?
654. PUTRI PEMBAYUN : Dengan Sarpa Kurda, ayahanda baginda hendak tarik seluruh
balatentara Mangir ke Patalan, dengan seluruh balatentara dari
utara akan melingkar menyapu Perdikan dan semua keDEMANG
sekawan.
655. BARU KLINTING : Mulut telik tak bisa dipercaya
656. PUTRI PEMBAYUN : Semua suara Putri Pambayun, yang sampai pada telinga suaminya,
tak pernah mengandung dusta.
657. DEMANG PATALAN : Perempuan tabah hadapi mati! Patut kalau berdarah satria.
suara derap kuda. demang jodog, demang pajangan , demang pandak dan suriwang (masuk ke
panggung beriringan, kemudian Semmi berhenti mengatasi Putri Pembayun)
52
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
53
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
BABAK KETIGA
54
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
676. TUMENG MANDARAKA : (dalam pakaian kraton berlutut mencang kung di pinggir samning
panggung, mengangguk-angguk, menggerak gerakkan te ngan,
seakan sedang bira dengan sese orang yang tidak nampak.
Kemudian lam bet laun berdiri berpaling ke arah fentangnya, di
mana berdiri Ageng Pemanahan)
677. TUMENG.MANDARAKA : : (melintasi depan takhta menghampiri Ageng Pamanahan). Hari
Ini hari pesta, hari besar segala, taldan terlupakan sepan jang
jaman. Wanabaya akan datang untuk kutip kebinasaannya sendiri.
Mataram ting gal jaya megah untuk selama-lamanya (ter towa
terdagguk-angguk), Ki Ageng Pama nahan, adinda, putramu
baginda, dengan tamatnya Wanabaya, takkan lagi terhalang
luaskan daerah praja sampai hanya laut batasnya, melingkupi
seluruh bumi Jawa
678. KI AGENG PAMANAHAN : (dengan gerak selah menggeletar karena) Ya-ya-ya, hmm men
hmm, dimulai dengan impian, yu-ya ya, hmm hmm hmm, impian!
679. TUMENG.MANDARAKA : Tiadakah kau bangsa. putra adinda raja yang pertama? Dulu
impian sekarang ke nyataan. Mengapa adinda jadi termangu?
Bukankah Mataram balalnya tinggal ber kembang? Alar mulai
menancap di perut bumi, batang mulai tumbuh mencalarawan
bunga dan buah sudah nampak di depan?
680. KI AGENG PAMANAHAN : Ya ya-ya, hum-hmm hmm, dan betapa banyak korban
persembahan, dan masih juga anakanda baginda menghadapi
banyak lawan
681. TUMENG.MANDARAKA : Tak ada kebesaran jatuh sebagai karunia dari langit. Bukankah
semua mesti digalang dan pasir dan kerikil? Dilepa diikat dengan
keringat? Dibilon cerlang bersinar dengan alal pikir?
682. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, dengan korban persembahan berbaris tak habis-habis,
hmm-mm-hmm. Harsa untuk sebuah impian
683. TUMENG.MANDARAKA : Korban persembahan tak habis-habis? Sedang si tua renta yang tak
tumbuh lagi, tetap butuh santap dan minum setiap hari. Hanya
yang mati tak butuhkan sesuatu lagi. Hidup bagi yang satu, binasa
bagi sepuluh yang lain!
684. KI AGENG PAMANAHAN : Hmm hmm-hmm, kini Wanabaya, suami cucunda tercinta
Pambayun Putri. Tega, te pa tega, kau, KI Juru Martani.
(lelangkah Fra dengan fongkat, pada tangan yang gemetar) Di
mana tadi tempat dudukku? Sudah lama kita pernah bicarakan?
55
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
Pada suatu kali akan lahir raja abadi, bukan raja musiman seperti
Patah Demak anak beranak dan Handiwijaya Pajang. Tak lain
putranda adinda raja pilihan itu. Mangapa adinda ragu dengan
korban cucu menantu?
685. KI AGENG PAMANAHAN : Hmmm-hmm-hmmm, bukankah juga seperti kita, dia bercinta,
ingin mati hanya pada usia muda
686. TUMENG. MANDARAKA : Cucu adinda sudah berpuluh, apa beratnya korbankan satu, toh
hanya anak desa?
687. KI AGENG PAMANAHAN : Kanda Juru Martani, hmmm, bukankah sebelum satu bakal datang
ini, sudah ada satu yang dikorbankan – ya-ya-hmm, juga atas
nasihat kanda Juru Martani?
688. TUMENG. MANDARAKA : Ah, Dinda Pemanahan, bukankah sudah aku patokkan, Raden
Rangga dikandungkan wanita taklukan dari Jipang-Panolan?
Bukan dari benih Sutawijaya anandamu. Rangga bukan cucumu.
689. KI AGENG PAMANAHAN : Hmm-hmmm-hmmm, Rangga darahku, darah Sutawijaya, darah
Pamanahan. Tak semudah itu kakanda Juru Martani bisa yakinkan
hati ini. Biar wanita taklukan, dia tetap menantuku, Rangga tetap
cucuku.
690. TUMENG. MANDARAKA : Betapa aneh adinda ini, setelah Sutawijaya marak jadi raja
Mataram, bergelar PANEMBAHAN SENAPATI : ing Ngalaga,
adinda semakin banyak ragu. Apakah sia-sia saja usaha Ki Juru
Martani selama ini?
691. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmmm-hmmm-hmmm, kau yang jatuhkan kerajaan lain
untuk dirikan Mataram kau perancang nasib Jawa dan
manusianya- hmm-hmm-hmmm membikin tangan kita berdua
berlumuran darah dan nyawa.
692. TUMENG. MANDARAKA : Kau bimbang di tengah jalan, Pamanahan adinda. Kembali kau
tidak bisa. Dan barang siapa ragu maju barang setapak lagi,
ditentukan membantu oleh ragunya sendiri. Lupakan Rangga,
relakan Wanabaya.
693. KI AGENG PAMANAHAN : (berdiri, memandang takta) Untuk kursi ini, membikinnya jadi
pusat kehidupan di Tanah Jawa, hmm-hmmm-hmmm-yaa-yaa-
yaa, hitamlah tangan ini berlumuran darah dan nyawa.
694. TUMENG. MANDARAKA : (mengjhampiri Ki Ageng Pamanahan, memperhatikan tangan
sendiri) Lihatlah ini, bagi siapa saja yang tidak tua, kalislah tangan
56
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
57
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
58
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
benar dan salah, yang baik dan yang buruk, hukuman dan karunia,
hidup dan mati....
719. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, memang luar biasa, hmm-hmm-hmm dan semua dimulai
dengan impian, ya-ya-ya
720. TUMENG. MANDARAKA : Impian bukan sembarang impian, petunjuk dan langit kepada
bumi. Yang tanpa mimpi takkan dapatkan dunia yang dapatkan
dunia tak perlu mimpi lagi, karena semua sudah miliknya
721. KI AGENG PAMANAHAN : Impian lebih indah, tak berlumur darah
722. TUMENG. MANDARAKA : Yang tak berdarah mati. Yang kekurangan darah lemah. Hanya
yang berlumuran darah saja perkasa. Ada adinda dengar? Perkasa!
(tertawa). Dan hanya si lemah berkubang dalam airmatanya
sendiri.
723. PANEMBAHAN SENAPATI : : (masuk panggung, menegur). Berapa puluh tahun sudah,
pamada dan ayahanda tak pernah sellesai bertikai?
724. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, tak pernah selesai bertikai.
725. TUMENG. MANDARAKA : Anakanda baginda, berbahagia pemanda masih segar sampai hari
ini, untuk jadi saksi runtuhnya Mangir dan Wanabaya.
726. KI AGENG PAMANAHAN : (gelisah; mengetuk-ngetuk tongkat, kemudian menarik diri ke
belakang takhta)
727. TUMENG. MANDARAKA : Silahkan anakanda baginda duduk tidak di atas takhta. Hari ini
bukan hari negara, hanya hari keluarga, untuk selesaiakn perkara
antara menantu dan mertua.
728. PANEMBAHAN SENAPATI : : (duduk di atas bangku). Telah kami dengar suara canang
pertanda persiapan dimulai.
729. KI AGENG PAMANAHAN : (bertatih-tatih pergi ke latar depan)
730. TUMENG. MANDARAKA : Benar, pertanda persiapan dimulai.
731. KI AGENG PAMANAHAN : Takkan lama lagi. Pembayun cucu kesayangan datang dengan
membawa bayi cicitku, dalam kandungan. Dan Wanabaya si gagah
mendampinginya. Ya-ya-ya
732. TUMENG. MANDARAKA : Bayi itu tetap cicit adinda. Hanya Wanabaya saja harus binasa.
733. PANEMBAHAN SENAPATI : Diamlah sudah ayahanda (pada TUMENG.MANDARAKA).
Takkan meleset rencana pamanda?
734. TUMENG. MANDARAKA : (menghampiri Panembahan Senapati). Adakah pernah rencana Ki
Juru Martani meleset sejak Sultan Trenggono Demak, Sultan
Hadiwijaya Pajang, sampai Mataram sekarang ?
59
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
735. PANEMBAHAN SENAPATI : Jadi pasti beddebah bodoh itu bakal ke mari, Klinting dan
Wanabaya.
736. TUMENG. MANDARAKA : Seperti jago dengan taji.
737. PANEMBAHAN SENAPATI : Siapa tak ingin lihat si Klinting agul-agul Mangir sebelum mati?
Jangan biarkan dia terlalu dekat pada takhta.
738. TUMENG. MANDARAKA : Semua telah terperici dalam acara.
739. PANEMBAHAN SENAPATI : Masih tak sela kami, patih Mataram Singaranu diusir dari Mangir.
Tuntutan takhluk dan upeti diketawakan, seperti PANEMBAHAN
SENAPATI : seorang pelawak kahabisan dagelan.
740. TUMENG. MANDARAKA : Hari ini hari pembalasan. Jago dan tajinya Akan akhiri permainan.
Takkan lagi ada panglima Mataram bisa dikalahkan.
741. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, TUMENG. Takih Susetya, panglima Mataram yang
dikalahkan ….
742. TUMENG.MANDARAKA : Tak perlu disesali. Sudah tepat dia dibikin binasa, daripada
Mataram jadi tertawaan. Dia sendiri malu pada muka sendiri, lari
ke Laut Kidul mencari gelar (gelar-formasi perang) baru Sarpa
Kurda, ajaran Ki Blantik dari gua Langsih. Ya, anakanda baginda.
743. KI AGENG PAMANAHAN : (menghampiri TUMENG.MANDARAKA). Ceritai adinda ini
sudah lupa diri siapa TUMENG.Susetya.
744. TUMENG.MANDARAKA : Pamanahan adinda selalu lupa, aku terus juga mengulang ulang
cerita. Begini, dinda, Takih Susetya pulang ke Mataram
membawa Sarpa Kurda, gelar baru mengandung syakti. Dia
sendiri lihat di selatan sana, betapa ronggeng (ronggeng-nama
suatu formasi perang) yang hancurkan semua mangsa, kuda,
macan, sapi, babi dan manusia, ditumpas hanya oleh seekor ular
sanca, yang memangut mangut cepat ke depan, mengebas-ngebas
perkasa ke belakang dengan buntutnya, hancurkan semua
ronggeng.
745. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya, ronggeng dikalahkan ular sanca.
746. TUMENG.MANDARAKA : Sekarang anakanda baginda sudah perintahkan laksanakan Sarpa
Kurda. Setiap panglima bisa lakukan. Beruntung Jaya Amisana,
duta pembawa damai di Mangir bertemu dengan Susetya di
perjalanan. Kini Mangir akan tumpas oleh Sarpa Kurda Mangir
akan tumpas oleh Sarpa Kurda. Mangir harus terima hukuman,
telah permain-mainkan duta damai Jaya Amisena. Nah,
60
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
61
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
62
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
63
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
781. TUMENG.MANDARAKA : Pamanahan adinda, tiada barang yang lama bangunkan Negara,
karena yang kemudian tak dapat diukur dengan waktu.
782. PANEMBAHAN SENAPATI : Pamanda Juru Martani, tak semudah itu hati dibikin tenang. Tiga
ribu tombak balatentara Mangir, bakal datang, dengaN hanya akal
pamanda Juru Martani akan tanggulangi.
783. TUMENG.MANDARAKA : Modalnya hanya percaya, anakanda baginda pada MANDARAKA
Ki Juru Martani ini. (mengusap dada sendiri).
784. PANEMBAHAN SENAPATI : Tiga ribu tombak!
785. TUMENG.MANDARAKA : (tertawa meyakinkan) Sekeras –keras watak prajurit Jawa, di mana
saja sama jua, jinak bila disuguh enak, lunak seperti merpati bila
dijamu hati, lupa segala bila diajak bersuka-ria. Hanya raja kuat
bisa lain dari selebihnya, menguasi kawula melalui wataknya.
786. PANEMBAHAN SENAPATI : Taluan canang kraton sudah terdengar.
787. TUMENG.MANDARAKA : Nah, Pamanahan adinda, itulah tengara sang panglima. Berarti
dwi-tunggal Klinting-Wanabaya sedang bergerak masuk ke dalam
jebakan. Kenangkan hari ini hari menembus kekalahan, menembus
dengan Perdikan Mangir dan kedemangan-keDEMANG sekawan.
Takluknya mereka akan bikin Mataram dapatkan tiga ribu prajurit
tambahan. Maka baris ke timur akan segera dapat dirancang, dari
Mataram ke Madiun, dari Gresik ke Blambangan. Laut
selingkupan Jawa sebelah sana akan jadi pagar Mataram.
788. TUMENG. MANDARAKA : : Nah, Pemanahan adinda, itulah tengara sang panglima. Berarti
dwi-tunggal Klinting-Wanabaya sedang bergerakmasuk ke dalam
jebakan. Kenangkan hari ini hari menebuskekalahan, menebus
degan Perdikan Mangir dan kedemangan-keDEMANG sekawan.
Takluknya mereka akan bikin Mataram dapatkan tiga ribu
prajurit tambahan. Maka baris ke rimur akan segera dapat
dirancang, dari Mataram ke Madiun, dari Gresik ke Blambangan.
Laut selingkupan Jawa sebelah sana akan jadi pagar Mataram.
789. PANEMBAHAN SENAPATI : Ayahanda sudah dengar sendiri: baris ke timur akan segera dapat
dirancang, hanya berhenti bila berjumpa laut impian mahal
Demak dan Pajang. Mataram saja bisa laksanakan.
790. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, sampai di mana kiranya cucuku tersayang Pembayun
sekarang?
64
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
791. TUMENG.MANDARAKA : Balatentara Mangir itu berbaris keras, uh-uh, kaki dan bahu biasa
pikul padi ke kota. Hitunglah jari sampai lima ratus kali, dan
Pembayun cucunda beserta suami akan selalu ada di sini.
792. PANEMBAHAN SENAPATI : Ada kami dengar taluan canang kedua. Dan ada kami dengar
derap rombongan kuda.
793. TUMENG.MANDARAKA : Rombongan Pengawasan persiapan. Takkan lama lagi barisan
mngelu-elu akan berarak sambut Mangir di tepi desa Cepit.
794. PANEMBAHAN SENAPATI : Jangan sampai terjadi balatentara Mangir termangu berhenti,
bimbang karena curiga.
795. TUMENG.MANDARAKA : Curiga berarti perang. Mataram jauh lebih waspada, betegur ketat
ditempat-tempat penumpasan (Memegangi kuping sendiri).
Bukankah aku tak salah dengar? Keretaku telah datang
menjemput?
796. KI AGENG PAMANAHAN : (menghampiri TUMENG.Mandaraka yang siap-siap hendak
pergi). Nanti dulu (berbisik). Jadi benar-benar aku harus saksikan,
cucu menantu binasa di bawah mataku?
797. TUMENG.MANDARAKA : (juga berbisik). Seperti Pamanahan adinda sudah lupa siapa Ki
juru Martani ini. Jangankan cucu menantu anak desa, cucu
darahmu sendiri, begitu dia lemahkan Mataram, begitu bisa
akibatkan perpecahan kerajaan, seperti Rangga, Seperti Wnabaya
nanti, tempatnya yang paling tepat hanyalah akhirat.
798. KI AGENG PAMANAHAN : (membuang muka). Begini semua jadinya.
799. TUMENG. MANDARAKA : (memberi hormat pada PANEMBAHAN SENAPATI : dan Ki
Ageng Pamanahan). Ki Juru Martin akan berangkat, mengawasi
pelaksanaan acara.
800. PANEMBAHAN SENAPATI : Mengiringkan keselamatan, PANEMBAHAN SENAPATI : telah
siap di tempatnya.
801. TUMENG.MANDARAKA : (meninggalkan panggung diiringi oleh Ki Ageng Pamanahan).
802. KI AGENG PAMANAHAN : (berbalik, berjalan tertatih-tatih pergi pada Panembahan
Senapati). Ya-ya-ya, si tua renta yang bisa semua, ingat segala
kecuali mati. Pergikah dia menjemput Pambayun? Atau hendak
binasakan balatentara desa? (menuding Panembahan Senapati).
Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm kau raja Mataram, PANEMBAHAN
SENAPATI : ing Ngalaga, hanya anak wayang di tangan Ki Juru
Martin. Ya-ya-ya.
65
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
803. PANEMBAHAN SENAPATI : Sahaya hanya anak wayang di tangan Yang Maha Kuasa. Pesaing
dan pelawan Mataram, semua yang masih tegak dan berdiri, wajib
runduk berkiblat pada takhta ini. Mataram tak sudi berbagi.
Mataram berdiri berarti, Yang Maha Kuasa kodratkan semua jadi
miliknya. Yang melintang patah, yang mebujur gugur, yang tegar
rebah. Karena, ayahanda, tak ada gunanya Yang Maha Kuasa
benarkan putrananda jadi raja, bila yang lain-lain tidak
dikodratkan merangkak di bawah kakinya.
804. KI AGENG PAMANAHAN : Bagi diri saya sudah setua ini, ya-ya-ya, ah, betapa panjang
mengelimantang jalan darah dan mati ini hmm, hmm, hmm, jalan
sempit untuk dapatkan taklukan, taklukan sebanyak-banyaknya
semua digiling rata, pipih bersama tanah.
805. PANEMBAHAN SENAPATI : Jalan itu di ada saja sama jua, ayahanda yang mulia. Bahkan
rumput merunduk berikan punggung, hewan langit, darat, dan laut,
datang menghadap persembahkan daging. Manusia diatur untuk
takluk menyembah, karena di atas mereka hanya ada Tuhan, di
antaranya ada raja, satu-satunya yang mulia. Bukankah dulu
ayahanda sendiri telah ajarkan?
806. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, jalan sempit telah ditempuh, beban nurani semakin
berat, sampai di tempat di mana takhta berdiri megah, kini mata
silau tak tahan melihat, hitam tak terhapuskan.
807. PANEMBAHAN SENAPATI : Jalan sempit, jalan para raja, hanya terbuka bagi dia dengan
saraf besi berhati baja. Untuk itu dia manusia pilihan – hanya
seorang di antara berjuta. Itulah jalan satria. Bukankah ayahanda
juga dulu telah ajarkan?
808. KI AGENG PAMANAHAN : Barangkali sini bukan tempatku lagi.
809. PANEMBAHAN SENAPATI : Sahaya telah pilih jalan terbaik tunjukkan ayahanda sendiri,
jalan sempit di antara manusia, jalan di mana hukum ditemukan, di
mana setiap orang diikat kepadanya hanya seorang naik di atas
semua
810. KI AGENG PEMANAHAN : (berjalan ke tempat di mana TUMENG.Mandaraka pergi). Ya-ya-
ya, rasanya masih lama telik ke tiga akan tiba.
811. PANEMBAHAN SENAPATI : Masih lima ratus hitungan jari.
812. KI AGENG PAMANAHAN : Tetapkah sudah hati ankanda baginda, akan habisi jiwa menantu
sendiri — menantu yang belum dikenal?
66
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
813. PANEMBAHAN SENAPATI : (tertawa). Selaksa anak menantu ditimbang kelewat ringan
dibanding dengan kejayaan Mataram.
814. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, pantas anak sendiri anakanda pun tega menghabisi.
815. PANEMBAHAN SENAPATI : Mataram menjanjikan mati, bagi siapa saja pembikin lemah,
retak, pecah.
816. KI AGENG PAMANAHAN : Apakah seorang raja tak perlu jadi seorang bapa bagi anaknya?
817. PANEMBAHAN SENAPATI : Dia bapa tunggal dari anaknya yang tunggal: negara.
818. KIAGENG PAMANAHAN Hmm, hmm, hmm, (memegang dan melihat-lihat tangan
Panembahan Sanapati). Tangan ini, ya-ya-ya, tangan ini – tangan
seorang yang dulu bayi, dilahirkan oleh istriku, tangan dari anak
yang dilahirka oleh istriku, tangan dari anak yang lahir karena
benih dalan badanku – ya-ya-ya. Hmm, hmm, hmm, tangan ini
tega membunuh keturunannya sendiri.
819. PANEMBAHAN SENAPATI : Manusia menjadi kuat dan keras bukan karena benih dirinya.
Raksasa tanpa umpan setiap hari untuk hatinya yang haus dan
lapar, akan menjadi bubur, bisa disantap setiap orang.
Suara – sangkakala
820. PANEMBAHAN SENAPATI : Itulah tanda pasukan pengawal mulai siaga. Dari menara akan
nampak tinggalkan tikungan jalan simpang tiga desa Cepit
balatentara anak desa.
821. KI AGENG PAMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm, hmm, hmm.
822. PANEMBAHAN SENAPATI : Kuatkan hati, ayahanda yang mulia, kalau tiada kemampuan untuk
seterusnya, biar buat hari ini saja.
823. KI AGENG PAMANAHAN : (kembali pergi ke samping). Tak salah lagi, itu telik ke tiga.
(berdiri mencangkung bertumpu pada tongkat, mengangguk-
angguk mendengarkan. Kemudian mengisyaratkan dengan tangan
menyuruh pergi. Kembali pada Panembahan Senapati). Memang
telik ke tiga, membawa warta: balatentara Mangir terlalu cepat
bergerak. Mereka telah melewati Cepit. Ya-ya-ya, hmm, hmm,
hmm, katanya waktu tinggal tiga ratus hitungan jari. Telah
diucapkan pidato elu-elu, ucapan selamat datang atas nama Sri
Baginda PANEMBAHAN SENAPATI : ing Ngalaga, Sayidin
Panatagama ing Tanah Jawa untuk yang terhormat Tua Perdikan
67
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
68
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
837. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, sudah berapa lama? Tujuh puluh tahun. Ya-ya-ya, tujuh
puluh tahun sudah, diri masih orang desa, mencangkul, meluku
dan mengaru, bergumul dengan lumpur, menjinjing dan memikul.
Ya-ya-ya. (Tanpa menoleh muding takhta). Seorang anak telah
naik takhta, kuat, keras, teguh dan tanpa nurani. Dia, Sutawijaya,
anakku sendiri. Ya-ya-ya, jadi satria dari alam sudra, hanya kenal
tugas perang. Ya-ya-ya. (mendengarkan). Adakah terdengar derap
kuda?
838. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah). Ada, nenenda
839. KI AGENG PEMANAHAN : (pergi kesamping lagi, dengan bertumpuh pada tongkat,
mendengarkan, mengangguk-angguk, memberi isyarat dengan
telunjuk pada kejauhan).
69
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
841. KI AGENG PEMANAHAN : Telik ke empat, yang terakhir telah tiba, hmm, hmm, hmm.
Wartanyasisa balatentara mangir sedang dielu-elu didepan kraton.
Ya-ya-ya, didepan kraton. Separoh dari separoh barisan tersekat
dalam pesta pora dengan para perawan para nakaya. Dimulut
jembatan sungai gajah wong, ya-ya-ya, barisan Mangir tinggal
seper-enambelas, dihibur oleh perawan-perawan pilihan.
842. PANEMBAHAN SENAPATI : Rencana Ki Juru Martani tak sia-sia. Sebentar lagi … semua sirna
terjadi seperti dikehendaki.
843. PANEMBAHAN SENAPATI : (berdiri curiga). Tak ada sorak dalam acara. Dengarkan, kalian,
tiadakan itu sorak sorai?
844. TUMENG. PRINGGALAYA Ampun (menggangkat sembah) Kurangnya pada patik, duli
baginda.
845. KI AGENG PEMANAHAN : Kau, cucunda pangeran purbaya, kau yang paling muda. Apa kau
dengar?
PANGERAN PURBAYA (mengangkat sembah) sorak-sorai, lelaki dan perempuan, semakin lama
semakin riuh
846. PANEMBAHAN SENAPATI : Belum terdengar gamelan kraton mengelu-elukan. Jagaraga, pergi
kau periksa apa terjadi.
847. TUMENG.JAGARAGA : (mengangkat sembah meninggalkan panggung).
848. PANEMBAHAN SENAPATI : Pringgalaya, periksa mengapa gamelan kraton belum juga
terdengar.
849. TUMENG.PRINGGALAYA : (mengangkat sembah meninggalkan panggung)
850. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, bukan hari negara, hanya hari keluarga, hmm, hmm,
hmm, tak ada menteri-dalam, tak ada patih, takhta berdiri hama.
Ya-ya-ya, pertemuan menantu dengan mertua. Anakanda baginda
seperti berdiri diujung duri. Ya-ya-ya.
851. PANEMBAHAN SENAPATI : Kau purbaya, apakah benar beberapa lurah perdikan, telah
nyatakan setia pada mataram pada pamanda Juru Martani.
852. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Benar yang dipersembahkan nenenda Juru
Martani, Putranda sendiri serta menjadi saksi.
853. PANEMBAHAN SENAPATI : Dan pemuka-pemuka patalan, kecuali demang-nya sendiri, akan
segera datang bersujud-bakti kepada kami?
854. PANGERAN PURBAYA : (mengangkat sembah) Demikianlah yang terjadi, gusti.
70
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
71
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
871. PANEMBAHAN SENAPATI : akan kami aksikan dengan mata sendri, apakah keris di tanganmu
sudah layak untuk seorang satria, apakah sudah patut kau
berada di dekat kaki kami.
872. PANGERAN PERBAYA (mengangkat sembah) Patik, ayahanda baginda.
873. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, di tangan jagaraga dan pringgalaya, keris tidak terlalu
berat, tidak terlalu hina buat si Baru Klinting. Hmm hmm-
hmm,ya-ya-ya.
874. TUMENG.PRINGGALAYA : (Masuk ke punggung, mengangkat sembah pada penambahan
senapati, kemudian pada ki Ageng Pamanahan). Gamelan
kraton telah diperintahkan detach, gusti baginda.
875. TEMENG. MANDARAKA (Masuk memberi hormat pada Pemenbahan Senapati). Pringlaya,
mengapa kau perintahkan gamelan kraton di tabuh? Menyalahi
acara bisa bingungkan jalannya pelaksanaan.
876. TUMENG.PRINGLAYA Terlalu sunyi di tempat ini, maka kuperintahkan segala bunyi.
877. TEMENG. MANDARAKA Celaka anakanda baginda. (meninggalkan panggung).
878. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, gamelanpun salah bunyi, hmm-hmm. Bodol! Bodol!
Kalian dengar? Bodol!
879. TUMENG.MANDARAKA : (Masuk lagi ke panggung dalam keadaan gugup). Celaka!
880. KI AGENG PEMANAHAN : Ya-ya-ya, hmm-hmm-hmm, botol!
881. PANEMBAHAN SENAPATI : Purbaya, sorak itu apakah masih seperti tadi?
882. PANGERAN PURBAYA : (mengangangkat sembah) tiada patik dengar suara wanita, semua
suara peria.
883. TUMENG. MANDARAKA : Gamelan kraton adalah perintah penyerangan. Celaka! Sisa
belantara mangir kini membelah diri.
884. KI AGENG PEMANAHAN : Pambayun! Cucuku tersayang! Hmm-hmm-hmm, terjepit kau di
tengah perkelahian pembayun dengan cicit dalam kandungan.
885. TUMENG. JAGARAGA : (masuk ka panggung ; mengangkat sembah pada PANEMBAHAN
SENAPATI : kemudian pada MANDARAKA dan Ki Ageng
Pemanahan). Menghaturkan warta celaka, gusti baginda.
Balatentara Mataram telah menyerang sebelum Wanabaya masuk
menghadap gusti baginda. Perkelahian sedang terjadi di depan
istana
72
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
73
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
907. PANEMBAHAN SENAPATI : (membuang muka). Dia tak ikut mati bersama suami.
908. KI AGENG PAMANAHAN : Yaa ya yaa, dia tak ikut mati bersama suami, hmm hmm hmm.
909. TUMENG. MANDARAKA : Tak ada acara Putri Pambayun dirampas oleh pasukan pengawal.
Kepala gamelan patut dipenggal.
910. PANEMBAHAN SENAPATI : Kau rela Wanabaya mati??
911. PUTRI PEMBAYUN : Sahaya inginkan tangan ayahanda sendiri habisi Pambayun ini.
912. TUMENG. MANDARAKA : Kau setiawan Mataram,b bukan disini tempat meminta mati.
913. KI AGENG PAMANAHAN : Perempuan hina! (menendang Putri Pambayun sehingga lepas
rangkulan pada kaki).
914. PUTRI PEMBAYUN : Kakang Wanabaya, disini istrimu mati, dibawah tahta ayahanda
PANEMBAHAN SENAPATI :
915. PANEMBAHAN SENAPATI : haram tersentuh oleh kulitmu. Duaramu najis untuk pendengaran
kami. (terkejut, berpaling ke belakang).
916. KI AGENG PAMANAHAN : Mari, cucu, mari aku bantu.
917. PUTRI PEMBAYUN : tiada bantuan dari siapapun di tempat ini.
918. KI AGENG PAMANAHAN : Yaa ya yaa, hmm hmm hmm.
919. PANEMBAHAN SENAPATI : (perlahan-lahan menarik keris, kakinya masih sempat menyepak
Putri Pambayung yang merangkak mendekati0. Ada yang lolos
masuk ke istana.
920. TUMENG. MANDARAKA : bukan garapan untuk yang tua-tua.
74
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
922. DEMANG PATALAN : Itu dia Bapak tua bedebah keparat Mataram!
923. PUTRI PAMBAYUNG : Kakang Wanabaya!
924. WANABAYA : Yang mana PANEMBAHAN SENAPATI : ? Inilah Wanabaya
datang sendiri, tanpa tipu tanpa dusta, mari mengadu runcingnya
keris.
925. TUMENG.PRINGGALAYA : Inilah PANEMBAHAN SENAPATI : ing Ngalaga, maju kau
bedebah Mangir, jangan ragu.
PRAJURIT-PRAJURIT PENGAWAL (masuk ke panggung dari blakang tahta). Ini dia! Ini dia!
75
#PentasProduksi2019
MANGIR
Keluarga Teater PeBei
Layar turun.
76
#PentasProduksi2019