Anda di halaman 1dari 6

BAB I

           PENDAHULUAN

   Latar Belakang
Ja’far Shadiq adalah salah satu tokoh ulama terkenal di Indonesia dalam perkembangan dan
penyebaran agama islam, terutama dalam mengajarkan ilmu fiqih. Yang menjadi daerah operasinya
adalah daerah pesisir utara, yaitu : Gresik, Tuban, Ampel (Surabaya), Cirebon dan Banten. Sunan
Kudus adalah salah satu anggota wali songo, dan diantara kesembilan wali, hanya beliaulah yang
terkena sebagi “wali ilmu”, beliau juga menjadi imam syiah yang ke enam.
Tiap tahun atau pada tanggal 10 asyura, di Kudus diadakan upacara penggantian kelambu
makam Sunan Kudus yang disebut dengan “Buka Luwur” dan perlu kita perhatikan bahwa ada
perbedaan cirri-ciri khusus di antara daerah satu dengan lainnya. Pendidikan dan tingkah laku, para
pedagang-pedagang secara perseorangan meluas dan semarak seperti perkembangan islamdi dunia.
Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus, memiliki banyak karomah (kemampuan diluar batas, kemanusian,
pembelaan Allah, karena kesolehan dan kezuhudannya).
Dalam setiap argument atau ide pastinya ada beberapa alasan, diantara alasan tersebut
adalah :
1.    Penulis karya tulis ini merupakan salah satu syarat dalam mengikuti ujian akhir nasional Madrasah
Aliyah Hidayatul Mubtadi’in Bulusari.
2.    Penulis ingin mengetahui tentang sejarah Sunan Kudus.
3.    Penulis ingin mengetahui benda-benda peninggalan Sunan Kudus.

    Tujuan Penulisan
Dalam penulisan karya tulis ini bertujuan sebagai berikut :
1.    Agar pembaca mengetahui sejarah Sunan Kudus.
2.    Untuk mengetahui penyebaran islam di Indonesia khusunya di Pulau Jawa.
3.    Agar pembaca mengetahui bahwa Sunan Kudus adalah salah satu wali yang terkenal di Pulau Jawa.

   Metode Penulisan
Adapun dalam rangka pengumpulan data karya tulis ini, penulis menggunakan metode-metode
sebagai berikut :
1.        Metode Observasi
Dalam metode ini penulis mengunjungi atau mendatangi langsung lokasi dan tempat-tempat yang
berkaitan dengan peninggalan Sunan Kudus, seperti : Masjid Kuno Kudus yang bernama Baitul
makdis atau Masjid Aqsa / Al – Manar, penulis juga mendatangi/berziarah di makam Sunan Kudus
dan makam-makam wali lainnya.
2.        Metode Perpustakaan
Dalam metode ini penulis membaca buku-buku panduan yang berkaitan dengan Sunan Kudus Ja’far
Shadiq, guna menambah pengalaman yang lebih luas dan mengerti sejarah Sunan Kudus. Supaya
menembah bobot dalam pembuatan karya tulis ini.
   Sistematika Penulisan
Adapun sistematikanya adalah sebagai berikut :

BAB I PENDAHULUAN
Pada Bab ini meliputi : Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metodelogi dan Sistematika
BAB II SUNAN KUDUS JA’FAR SHODIQ
Pada Bab ini meliputi : Apa dan siapa Sunan Kudus, silsilah Sunan Kudus, jarah Sunan
Kudus, cerita menara.
BAB III PENINGGALAN BENDA-BENDA PENINGGALAN SUNAN KUDUS
Pada bab ini meliputi : masjid kuno kudus, menara kudus, gapura-gapura, makam sunan
kudus
BAB IV PENUTUP
Pada Bab ini meliputi : Kesimpulan, Saran-Saran dan Penutup

DAFTAR ISI

BAB II
SUNAN KUDUS JA’FAR SHODIQ

   A. Apa dan Siapa Sunan Kudus


Segaimana kita ketahui bahwa Sunan Kudus melakukan penyiaran dan penyebaran agama islam
di seluruh jawa dan yang menjadi daerah operasinya para wali songa adalah daerah pesisir utara,
yaitu ; Gresik, Tuban, Ampel (Surabaya) dan Cirebon. Sunan Kudus melapori penyiaran agama islam
di sekitar Jawa Tengah, khususnya di sebelah utara.
Ketika Sunan Kudus memimpin rombongan jamaah haji, beliau mendapat gelar julukan Raden
Amir Haji. Sunan Kudus adalah adik ipar dari Sunan Muria (Raden Umar Said) Raden Umar Said
menikahi dengan kakak kandung Sunan Kudus yang bernama Dewi Sajinah. Nama Sunan Kudus
adalah Ja’far Shadiq dan nama kecil neliau adalah Raden Undung. Beliau adalah Putera Raden
Usman Haji yang bergelar sebagai Sunan Ngundung di Jipang Panahan. Tempat tersebut terletak di
sebelah utara Blora. Nama Ja’far Shadiq mengingatkan kita kepada nama dari seorang Imam Syiah
yaitu Imamiyah atau Istina Asyariyah, beliau adalah Imam Syiah yang ke enam.

    B. Slsilah Sunan Kudus


Sebenarnya mengenai silsislah dari Sunan Kudus, belumlah dapat dikemukakan, karena dari
sumber satu dengan sumber lainnya berbeda. Menurut silsislah, Sunan Kudus pernah menikahi dua
kali. Beliau menikahi dengan Dewi Rukhil, yaitu puteri dari Makdum Ibrahim laki-laki yang diberi nama
Amir Hasan. Beliau dikabarkan memperoleh delapan orang putera, setelah menikahi dengan puteri
dari pangeran tanda terang. 
Suatu bukti yang menyatakan bahwa pernah ada pengaruh dari dalam syi’ah yang hidup di
daerah Kudus dan dugaan itu kemuduan di perkuat dengan kenyataan bahwa tiap-tiap tahun pada
tanggal 10 Asyura, di kudus di adakan upacara penggantin kelambu makam dari Sunan Kudus.:
Upacara mengantikan kelqmbu tersebut, dimakamkan ”Buka Pengantin. Padahal dalam dunia
syiah pada tanggal 10 syuro itu diperingati hari wafatnya sayyidina Husain. Cucu nabi Muhammad
yang mati dalam perang melawan bangsa Umayyah dekat karbela.
Dan kemungkinan silsilah ja’far Shadiq adalah pengambil alih lagi karena adanya nama Ja’far
Shadiq di maluku. Mbah kyai telingsing adalah seorang tokoh tua di kota Kudus. Sebelum adanya
Sunan Kudus dan beliaulah yang menyerahkan dan mempercayakan kota Kudus kepada Ja’far
Shadiq. Hingga menjadi kota yang besar dan seramai sekarang.

    C. Sejarah Sunan Kudus


Dalam sejarah Sunan kudus adalah salah seorang wali dari kesembilan wali yang telah
menyiarkan agama islam di pantai utara Jawa Tengah. Di dalam sejarah islam di Demak, terkenal
pula nama Pati Unus atau Adipati Anus, yang menggantikan kedudukan sebagai Sultan Demak II,
sesudah wafatnya Raden Patah. Adipati Anus atu yng jug disebut pangeran seberang lor pada tahun
islam, telah dapat menguasai Jepara, serta menjandikan Jepara sebagai pangkalan militer. Jepara
diperkuat dan dikerahkan kapal-kapal besar yang berdiri pada tahun 1513 M. Sunan Kudus juga
menjadi sinopati dari kerajaan Bintoro Demak yang setiapsaat siap sedia berkorban untuk membela
keselamatan negara Demak. Beliau juga memegang kendali pemerintah di daerah Kudus.
Sunan Kudus adalah seorang ulama dan guru besar yang mengajarkan ilmu agama terutama
Ilmu Fiqih. Sunan Kudus dikalangan msyarakat setempat terkenal dengan keahlimanya, yaitu seribu
satu cara tentang kesaktiannya menyembuhkan segala penyakit, dan diantara kesembilan wali,
hanya beliau yang terkenal sebagai ”Waliyatul Ilmu”. Disamping berjuang memanggul senjata, beliau
juga seorang pujangga yang berinisiatif mengarang riwayat-riwayat pondok yang berisi filsafat serta
berjiwa agama yang dikenal dengan ”Gading maskumambang dan Mijil”.

   D. Berita Sekitar Menara


Menara kudus pada pada zaman dulu adalah tempat pembakaran mayat para raja-raja atau
kaum bangsawan. Dan di bawah menara terdapat sebuah kawah tempat pembuangan atau
penyimpanan abu para nenek moyang kita. Di dalam Candi bisanya terdapat semacam sumur kecil
yang lambangnya berbentuk segi empat, dimana para ahli mendapatkan kotak kecil yang berisi abu
(bekas pembakaran mayat) dan barang kecil-kecil lainnya. Seperti perluasan , barang logam mulia,
barang permata dan sebagainya.
Menara kudus itu merupakan bekas Candi orang Hindu. Karena bentuknya hampir mirip dengan
Candi Kidal yang terdapat di Jawa Timur yang di dirikan kira-kira tahun 1250 dan mirip juga dengan
Candi Singosari. Dibawah menara kudus, dahulu terdapat sumber kembar (mata air). Sumber kembar
itu memancarkan air hidup. Mata air tersebut kemudian di tutup oleh para wali, dan diatasnya di
dirikanlah atau di pakai sebagai menara masjid. Karena jika tidak, katanya dapat merusak I’tikaad
orang.
Menara kudus adalah buatan para wali dengan bantuan tenaga ahli dari India yang di beri
bentuk yang disesuaikan dengan adapt istiadat serta kepercayaan masyarakat yang hidup di kala itu
dengan di beri jiwa baru (Islam).
Bangunan menara kudus terdiri dari 3 bagian :
1)    Kaki
2)    Badan, dan
3)    Puncak bangunan
Menara kudus mempunyai luas dengan luasan yang menyerupai bukit kecil yang di buat batu
bakar (terro cotta). Bangunan menara kudus ini tingginya kira-kira 17 meter dan umur menara kudus
ditksirkan di antara 5 atau 6 abad.

BAB III
PEMBAHASAN
BENDA-BENDA PENINGGALAN
SUNAN KUDUS

A.       Masjid Kuno Kudus


Masjid kuno kudusdi beri nama Baitul Makdis atau Masjidil Aqsa atau Al – Manar. Masjid
tersebut telah mengalami berkali-kali pembongkaran dan perbaikan, sehingga bentuknya yang asli
tidak dikenal lagi. Masjid kuno di Kudus di dirikan oleh Ja’far Shadiq tahun 956 H, bertepatan dengan
tahun 1549 M.
Lawang kembar berada pada bagian serambi dengan masjid. Di atas serambi di bangun pula
Qubbah yang besar. Bentuk Qubbahnya menggunakan style bangunan di India. Di atas puncak
masjid (mustaka) terbuat dari emas yang bertangkai kaca yaitu masjid kuno kudus. Bukan
mustakanya yang terbuat dari emas, melainkan bagian atas dari mustaka tersebut di hiasi dengan
emas.

B.        Menara Masjid Kudus


Kata menara berasal dari bahasa arab “Manarah” yang berarti tempat menaruh cahaya di
atas (mercusuar) dan kata menara menjadi ”Al Manar” tempat cahaya. Nama sekarang digunakan
sebagai tempat muadzin untuk beradzan menyeru orang islam untuk shalat. Bentuk menara kudus
adalah beda dengan bentuk menara masjid lainnya dikarenakan bentuk bangunannya jelas
menunjukkan adanya pengaruh seni bangunan zaman pre – islam.
Di tiang atap menara kudus terdapat sebuah candra sengkala yang berbunyi : “Gapura rusak
awahing Joga” maka dapatlah di ambil kesimpulan, bahwa angka tahun yang disembunyikan oleh
candra sengkala ini menunjukkkan tahun jawa 1609 atau bertepatan dengan tahun masehi 1685,
menara kudus berasal dari abad 16.
Menurut Prof. Soetjipto, kaki menara disesuaikan dengan bentuk candi pada zaman pre-
islam, yang terbagi menjadi 3 bagian, yaitu ; kaki menara, badan kaki menara, dan puncak kaki
menara. Bidang penghias di atas badan kaki menara di hias dengan hiasan dekoratif atau yang
berbentuk ornament geometric, yang berupa hiasan segi empat yang masing-masing ujung kiri dan
kanan disambung dengan hiasan yang berbentuk segitiga.
Bentuk bangunan menara kudus, mirip dengan Candi Jago (Jayaghu), makam raja Wisnu
Wardhana dididrikan antara tahun 1275-1300 M, di dekat Malang (Jatim). Mustaka dari menara, pada
tahun 1947 pernah di sambar petir, diganti dengan bahan dari Zink dan tangga menara bagian dalam
terbuat dari kayu jati terdapat angka tahun 1313 H.

C.        Gapura-gapura
Pada kompleks masjid, menara dan makam Sunan Kuduas terdapat bangunan banyak
gapura-gapura. Di dalam masjid sendiri kita dapati 2 buah gapura kari agung di bagian dalam agak
kecil bentuknya di bandingkan yang diluar, demikian pula di kanan kiri dari gapura tersebut terdapat
hiasan dinding yang sejenis dengan hiasan (relief0 yang dapat kita lihat di masjid mantingan Jepara
di serambi depan juga ada sebuah gapura agung yang bentuknya mirip dengan bajang ratu di Jawa
Timur.
Di sebelah timur dari gapura ini (lazim disebut masyarakat sekitar) dengan nama “lawang
kembar” dan terdapat inskripsi oleh dalam tulisan dan bahasa arab, yang terjemahnya berbunyi
“Tahun Hijriyah seribu dua ratus lima belas (1215) pada hari senin bulan haji tahun dan pada zaman
penghulu tembau : Haji.
Sedangkan sebelah barat gapura lawang kembar ini kita dapati inskripsi dalam tulisan bahasa
jawa yang berbuyi “kejabinangun jeningipun lanjengipun rahaden tunenggun panji haryo panegaran
sineng kalan pandito karrno wulanganing jaimu 1727. Di sebelah utara masjid juga terdapat gapura,
demikian pula di depan serambi serta di sampingnya. Gapuranya berbentuk candi bentar (gespieten
poort), di depan menara sebelah timur terdapat dua buah gapuara beratap tapi tidak berpintu.
Di pinggir jalan menuju ke tajug dan makam terdapat sebuah gapura kori agung, kemudian dii
depan tajug terdapat sebuah gapura candi bentar dan kori agung, dan di sebelah utara tajug serba di
ambang pintu makam sunan kudus terdapat gapura kori agung.

D.      Makam Sunan Kudus


Di sebelah barat dari masjid kuno kudus terletak makam sunan kudus , di pintu makam sunan
kudus, terukir dengan kalimat asmaul khusna, serta berangka tahun 1895 Jawa atau 1296 Hijriyah :
1878 M.
Bentuk maesan makam sunan kudus sama seperti bentuk maesan pada makam-makam wali
di demak, demikian pula dengan hiasannya. Di luar makam sunan kudus, dan di sekelilingnya
terdapat makam para wali sanga lainnya.
Makam sunan kudus diatas terdapat mustaka yang sama seperti terdapat pada masjid di
sampingnya.
Di depan pintu makam sunan kudus terdapat sebuah kursi model portugis, dan ada sebuah
tasbih besar yang terbuat dari kakyu jati yang panjangnya ada 9 meter.
Dan di tajug tersimpan sebilah keris pusaka milik kanjeng sunan kudus, keris itu namanya
“ciptaka atau cintaka’ yang artinya adalah “barang siapa yang di cipta maka akan terwujud, dan
barang siapa di cinta akan datang”

                                                                    BAB
IV
PENUTUP

A.      KESIMPULAN
Setelah penulis menguraikan dan memahami dalam penyusunan karya tulis ini akhirnya
penulis bisa mengambil kesimpulan sebagai berikut :
4.    Dalam penyebaran agama islam, sunan kudus adalah sunan yang paling terkenal di pulau jawa.
5.    Sunan kudus terkenal sebagai tokoh yang sangat sakti, karena kesaktiannya, beliau bisa
menyembuhkan segala penyakit.
6.    Sunan kudus masih dalam garis keturunan wali sanga lainnya.

B.       SARAN-SARAN
Dalam menyusun karya tulis ini penulis mengemukakan saran-sarannya sebagai berikut :
1.    Sebaiknya kita membaca buku-buku tentang sunan kudus karena pelajaran yang dapat kita ambil
hikmahnya.
2.    Sekarang Islam sudah tersiar ke seluruh Indonesia, dan menjadi tugas para mubaligh untuk
melanjutkan dakwah para wali.

C.       KATA PENUTUP
Karya tulis ini ddisusun dengan sebaik-baiknya, namunn penulis menyadari kesalahan atau
kekurangan, karena terbatasnya kemampuan untuk menyadari data, maka saran dan kritik dari
pendorong penyusun karya tulis ini,saya harapkan kesempurnaan laporannya.
Penulis berharap semoga laporan karya tulis ini yang saya susun berguna bagi teman-teman
dan bagi para pembaca.

DAFTAR PUSTAKA

 Depag RI, 1978. Al-Qur’an dan terjemahnya, yayasan penyelenggaraan dan peterjemah Al-
Qur’an, perbaikan dan penyempurnaan oleh Lajnah pentashih mushaf Al-Qur’an departemen agama
RI, Semarang.
 Salam Solichin, 1960. Ja’far Shodiq Sunan Kudus, kudus; menara kudus
 Soejipto wirjo soeparto, 1961. Sejarah Menara Masjid Kudus, majalah fajar no. 23/tahun III

Anda mungkin juga menyukai