Anda di halaman 1dari 7

SYECH SUBAKIR GUNUNG TIDAR

Dibuat Oleh :

Nama : SRI TILAM KERUBUN


NIS : 011321058
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Kisahnya dimulai saat Sultan Muhammad I, bermimpi mendapatkan wangsit


menyebarkan dakwah Islam ke Timur Asia. Adapun mubalighnya diharuskan berjumlah
sembilan orang. Jika ada yang pulang atau wafat maka akan digantikan ulama lain asal tetap
berjumlah sembilan. Sehingga dikumpulkanlah beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia
Islam waktu itu.

Para ulama yang dikumpulkan tersebut mempunyai keahlian dibidang masing-masing.


Ada yang ahli tata negara, berdakwah, pengobatan, tumbal atau rukyah, dan lain-lain. Lalu
dikirimlah beberapa ulama ke Nusantara atau tanah Jawa. Namun sudah beberapa kali utusan
dari Kesultanan Turki Utsmaniyah yang datang ke tanah Jawa, untuk menyebarkan agama Islam
tapi mengalami kegagalan dan kebuntuan. Penyebabnya, masyarakat Jawa saat itu sangat
memegang teguh aliran kepercayaan turun temurun. Sehingga para ulama yang dikirim
mendapatkan halangan, meskipun berkembang tetapi ajaran Agama Islam hanya dalam
lingkungan skala kecil saja, tidak bisa berkembang secara luas.
Syekh Subakir memiliki nama asli Syekh Tambuh Aly bin Syaikh Baqir. Nama ini
merupakan nama asli yang dimiliki beliau sebelum menginjakkan kaki di Tanah Jawa. garis
nasabnya bersambung pada Salman al-Farisi, yakni seorang sahabat di zaman Nabi Muhammad
yang memiliki semangat yang kuat dalam memperjuangkan Islam.

Syekh Subakir merupakan seorang ulama Wali Songo periode pertama di bumi
Nusantara. Dia sengaja dikirim oleh khalifah dari Kesultanan Turki Utsmaniyah Sultan
Muhammad I untuk menyebarkan ajaran agama Islam di wilayah Nusantara (Indonesia). Konon
Syekh Subakir telah menumbal tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus saat awal
penyebaran ajaran Islam di nusantara.

Karena, penguasa tanah Jawa kala itu tak mengijinkan agama lain masuk dan
berkembang di wilayahnya. Kala itu, Pulau Jawa masih merupakan hutan belantara
angker dan dipenuhi makhluk halus dan jin-jin sangat jahat.

Lalu diutuslah Syekh Subakir, ulama asal Persia yang ahli dalam merukyah, ekologi,
meteorologi, dan geofisika ke tanah Jawa. Beliau diutus secara khusus menangani masalah-
masalah gaib dan spiritual yang dinilai telah menjadi penghalang diterimanya Islam oleh
masyarakat Jawa ketika itu dengan harapan dia bisa berhasil menyebarkan agama islam di tanah
Jawa. Berdasarkan Babad Tanah Jawa, sesampainya di wilayah nusantara, Syekh Subakir yang
menguasai ilmu gaib dapat menerawang makhluk halus itu mengetahui penyebab utama
kegagalan para ulama pendahulu karena dihalangi para jin dan dedemit tanah Jawa. Diutus tak
sendiri oleh Sultan Muhammad I dari Usmani pada tahun 1404 M. Syekh Subakir bersama sang
paman yang merupakan generasi awal Wali Songo, Maulana Malik Ibrahim yang kemudian
dikenal dengan nama Sunan Gresik.
Untuk mengatasi hal tersebut, Syekh Subakir sudah membawa batu hitam dari Arab yang
telah dirajah. Lalu batu dengan nama Rajah Aji Kalacakra tersebut dipasang di tengah-tengah
tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang. Karena, Gunung Tidar tersebut sangat
dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa kala itu.

Efek dari kekuatan gaib suci yang dimunculkan batu hitam tersebut menimbulkan gejolak yang
tak biasa. Alam yang tadinya cerah dan sejuk, matahari bersinar terang, damai dengan kicau
burung. Tiba-tiba berubah drastis selama tiga hari tiga malam.

Melihat hal itu, konon penguasa tanah Nusantara yakni Sabda Palon, raja bangsa jin yang
telah berusia 9.000 tahun bersemayam di Puncak Gunung Tidar terusik. Kemudian dia keluar
mencari penyebab timbulnya hawa panas bagi bangsa jin dan lelembut tersebut.Sabda Palon lalu
berhadapan dengan Syekh Subakir. Sabda Palon lalu menanyakan maksud dari pemasangan batu
hitam tersebut. Sang ulama kali itu menyatakan dia sengaja menancapkan batu hitam itu untuk
mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu upaya penyebaran ajaran Islam di tanah
Jawa oleh para ulama utusan dari khalifah Turki Utsmaniyah.

Setelah terjadi perdebatan yang panjang, akhirnya mereka segera mengadu kesaktian.
Pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari 40 malam yang membuat tanah Pulau Jawa
saat itu berguncang keras dengan cuaca badai kilatan yang besar.

Sebab sama-sama kuatnya, akhirnya sabdo palon menawarkan sebuah perundingan


kepada Syekh Subakir yang mana menghasilkan sebuah perjanjian yang terkenal dengan sebutan
perjanjian nagih janji Sabda Palon, Lanjut, Aziz Masyhadi. Sabda Palon adalah pandita dan
penasihat Prabu Brawijaya V, penguasa terakhir Kerajaan Majapahit yang awalnya beragama
Buddha. Sabda Palon tidak bisa menerima ketika Brawijaya digulingkan pada tahun 1478 oleh
tentara Demak dengan bantuan Walisongo.

Sabda Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang tanah Jawa
ini merasa kewalahan dan menawarkan perundingan.Hal itu dilakukan lantaran kesaktian wali
utusan Allah memang tak bisa dikalahkan begitu saja. Sabda Palon mensyaratkan beberapa point
dalam upaya penyebaran Islam di tanah Jawa. Isi kesepakatan antara lain, Sabda Palon memberi
kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam di Tanah Jawa,
tetapi tidak boleh dengan cara memaksa. Kemudian Sabda Palon juga memberi kesempatan
kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa, Raja-Raja Islam, namun dengan catatan.Para
Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adat istiadat dan budaya
Yang ada.

Silakan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya, tetapi biarlah adat
dan budaya berkembang sedemikian rupa. Syarat-syarat itu akhirnya disetujui Syekh Subakir
agar
dia menyebarkan ajaran agama islam dengan tenang.

Diceritakan Syekh Subakir membawa senjata pusaka berupa Tombak Kiai Panjang. Lalu
tombak pusaka tersebut ditancapkan tepat di Puncak Tidar sebagai penolak bala. Dan benar,
tombak sakti itu menciptakan hawa panas yang bukan main bagi para lelembut dan bangsa jin.
Alhasil penunggu yang berdiam di Gunung Tidar kemudian lari tunggang langgang
meninggalkan Gunung Tidar. Sebagian pengikut Sabda Palon dari bangsa jin melarikan diri ke
timur dan konon hingga sekarang menempati daerah Gunung Merapi yang masih dipercaya
gunung angker.

Bahkan sebagian lagi anak buah Sabda Palon ada yang melarikan diri ke alas Roban, dan
ke Gunung Srandil. Tombak itu sekarang masih dijaga oleh masyarakat dan ditempatkan di
Puncak Gunung Tidar dengan nama Makam Tombak Kiai Panjang. Dengan adanya tombak sakti
itu, maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan para jin dan makhluk halus. Karena
keberhasilannya menumbal tanah Jawa lalu penyebaran Islam oleh Wali Songo periode pertama
menjadi menjadi lancar.

Nama Syekh Subakir lalu menjadi sangat terkenal dan dikagumi di kalangan para
pendekar, penganut ilmu gaib dan kanuragan, bangsawan serta masyarakat di tanah Jawa ketika
itu. Sehingga mereka terkesan mendewakan sang ulama asal Persia tersebut. Akhirnya, untuk
melepaskan kefanatikan masyarakat terhadap Syekh Subakir dan untuk menjaga aqidah umat
Islam. Tahun 1462 Masehi, Syekh Subakir pulang ke Persia, Iran. Ini dimaksudkan agar
kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat kembali kepada tauhid yang benar. Selain itu tugas
utama Syekh Subakir untuk membersihkan tanah Jawa dari pengaruh negatif makhluk halus
telah selesai. Selanjutnya setelah Syekh Subakir wafat posisinya digantikan oleh Wali Songo
lainnya
yaitu Sunan Kalijaga.

B. Pembahasan Masalah

1. Bagaimana Silsilah dan biografi Syekh Subakir ?


2. Bagaimana Kedatangan Syekh Subakir ?
3. Bagaimana Karomah Syekh Subakir ?
4. Makam Syekh Subakir

C. Tujuan

1. Memahami Silsilah dan biografi Syekh Subakir


2. Memahami kedatangan Syekh Subakir
3. Memahami karomah Syekh Subakir
4. Mengetahui tentang Makam Syekh Subakir
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Syekh
Akar kata syaikh dalam bahasa Arab adalah: ‫خ‬-‫ي‬-‫ش‬, SY-Y-KH. Gelar tersebut bermakna
"tetua", "terhormat", atau "pemimpin", khususnya bagi suku-suku Arab di Jazirah Arab. Di
Jazirah Arab, syaikh menjadi gelar tradisional yang diberikan kepada pemimpin masyarakat
Arab Badui. Dengan penyebaran Islam dan kebudayaan Arab, kata tersebut menjadi gelar
kehormatan di dalam budaya Islam di Afrika dan Asia
Dalam Sufi, kata syaikh dianggap merujuk kepada pemimpin spiritual dari suatu tarekat.
Contohnya Syaikh Abdul Qadir al-Jailani, yang memimpin tarekat Qadiriyah, dan Syaikh
Ahmad at-Tijani, yang memimpin tarekat Tijaniyyah.
Syekh ditulis sebagai syaikh atau syech, adalah gelar kehormatan dalam bahasa Arab.
Umumnya merujuk pada kepala suku atau anggota kerabat kerajaan di negara-negara Arab, juga
sebagai gelar kehormatan ulama dalam agama Islam. Selain itu, gelar ini juga dipakai oleh orang
yang mengaku sebagai keturunan ahlulbait Nabi Islam, Nabi Muhammad (baik dari jalur Hasan
maupun Husain, cucu Nabi Muhammad). Kata tersebut aslinya bermakna "tetua", juga berarti
"yang mulia" dalam konteks monarki. Kata syaikh muncul dalam ayat ke-23 Surah Al-Qasas
dalam al-Qur'an.
Syekh digunakan juga di beberapa negara, yakni antara lain :

1. Jazirah Arab

Syaikh Jumah al-Maktoum dan Syaikh Said bin Maktum al-Maktoum, salah satu
masyaikh yang ada di keluarga al-Maktoum
Gelar ini digunakan oleh kepala suku di Jazirah Arab. Juga sebagai gelar kehormatan di
Arab Timur, tempat keluarga kerajaan secara tradisional adalah kepala suku. Contohnya seperti
yang digunakan oleh keluarga Nahyan dan keluarga Maktoum dari UEA yang merupakan kepala
suku Bani Yas, serta keluarga Wangsa Sabah dari Kuwait dan Wangsa Khalifa dari Bahrain yang
merupakan kepala suku Bani Utbah. Kata ini digunakan oleh seluruh anggota keluarga penguasa
baik laki-laki maupun perempuan di UEA, Bahrain, Qatar, dan Kuwait. Kata ini tidak dipakai
oleh Wangsa Saud dari Arab Saudi dengan gelar "Pangeran" (Arab: ‫ير‬JJ‫أم‬, translit: ʾAmīr)
digunakan.
Juga dipakai sebagai gelar pemimpin agama Islam, baik dari Sunni maupun Syiah.
Contohnya, Al Asy-Syaikh diberikan berdasarkan Ulama Sunnah, Syaikh Muhammad bin
Abdul-Wahhab.

2. Lebanon
Di Gunung Lebanon, gelar tersebut memiliki konotasi gelar kerajaan yang sama seperti
di Jazirah Arab hingga invasi Utsmaniyah pada tahun 1516, karena gelar tersebut mewakili
penguasa atau kepala suku sui iuris yang otonom. Contoh keluarga yang mendapat gelar syekh
sui iuris adalah keluarga Al-Chemor yang memerintah sejak 1211 di Koura dan Zgharta hingga
1747 dan keluarga Boudib (keturunan Bani Hasyim) yang menjadi pemimpin Ehden di Jebbeh
sejak 1471 hingga 1759. Keturunannya sampai sekarang tinggal di Miziara, Meksiko, dan
Nigeria. Bahkan kepala keluarga Abu Harmoush, yang menguasai wilayah Chouf hingga
Pertempuran Ain Darra pada tahun 1711, adalah syekh sui iuris. Setelah pemerintahan
Utsmaniyah dan penerapan sistem Iltizam, gelar tersebut mendapatkan konotasi bangsawan alih-
alih kerajaan, karena gelar tersebut diberikan oleh otoritas yang lebih tinggi; dalam hal ini
Ottoman menunjuk Amir, yang tidak lebih dari seorang mültezim atau pemungut pajak untuk
kekaisaran. Beberapa keluarga Maronit yang sangat berpengaruh, yang diberi gelar tersebut,
adalah (dalam urutan kronologis): El Hachem dari Akoura (keturunan Bani Hasyim, sejak 1523),
El-Khazen (sejak 1545), Hubaysh dari Kisrawan dan Douaihy dari Zgharta. Keluarga lain yang
saat ini disebut sebagai "syaikh" bukanlah penguasa tradisional provinsi, melainkan pejabat
tinggi yang melayani Emir pada saat itu.

3. Maghrib
Di wilayah Maghrib, pada masa pemerintahan Almohad, seorang khalifah didampingi
oleh majelis syekh sebagai penasihatnya. Mereka mewakili semua suku yang berbeda di bawah
kekuasaan mereka, termasuk Arab, Badui, Andalusia, dan Berber, serta bertanggung jawab untuk
memobilisasi kerabat mereka jika terjadi perang.

4. Tanduk Afrika
Di wilayah Tanduk Afrika, "syekh" bagi umat Muslim di sana sering digunakan sebagai
gelar bangsawan. Di masyarakat Somalia, syaikh merujuk sebagai gelar kehormatan bagi
pemimpin Muslim senior dan ulama (wadaad), dan sering disingkat "Sy". Syekh terkenal dari
Tanduk Afrika misalnya Ishaaq bin Ahmed, seorang ulama dan pengkhotbah, Abdirahman bin
Isma'il al-Jabarti, seorang pemimpin Muslim di Somaliland; Abadir Umar Ar-Rida, ulama di
Harar; Abdurrahman al-Jabarti, syaikh dari Kairo yang meriwayatkan serangan Napoleon ke
Mesir; Abdur-Rahman bin Ahmad az-Zayla'i, ulama penyebar tarekat Qadiriyah di Somalia dan
Afrika Timur; Syekh Sufi, ulama, penyair, pembaharu, dan astrolog abad ke-19, penyair;
Abdallah al-Qutbi, filsuf dan pakar akidah yang dikenal karena Al-Majmu'at Al-Mubarakah; dan
Muhammad As-Sumali, seorang pengajar di Masjidilharam Makkah yang mempengaruhi banyak
ulama saat ini.[12]

5. Asia Selatan
Di anak benua Asia Selatan, syekh bukan sebatas gelar, melainkan jabatan pekerjaan
yang ditujukan kepada pedagang Muslim. Setelah Islam datang di Asia Selatan, banyak klan dari
keluarga agama pagan Hindu dari kasta-kasta berbeda masuk Islam dan mengadaptasi gelar
tersebut.

6. Asia Tenggara
Di Indonesia dan di wilayah Asia Tenggara lainnya, syekh digunakan oleh para mubalig
keturunan Arab atau para ulama besar dan ahli agama Islam, baik yang menyebarkan ajaran
berdasarkan paham ahlus-sunnah wal-jama'ah maupun yang menyebarkan paham yang bersifat
tasawuf. Beberapa nama tokoh-tokoh agama Islam yang terkenal di Indonesia, antara lain adalah
Syekh Abdul Qadir Jaelani, Syekh Datuk Kahfi, Syekh Siti Jenar, Syekh Yusuf Tajul Khalwati,
dan lain-lain. Tokoh-tokoh muslim intelek Indonesia biasanya disebut "ustaz" atau "kiai".

7. Iran
Menurut perspektif Iran, gelar syekh memiliki arti yang beragam, di antara individu yang
dituakan dan bijaksana. Gelar ini merupakan gelar kehormatan yang digunakan untuk sesepuh
dan ulama terpelajar, seperti: Syekh al-Rayees Abu Ali Sina, Syekh Mufid, Syekh Morteza
Ansari. Pada masa lalu, ulama yang merupakan keturunan nabi Islam Muhammad, disebut
Sayyid/Seyyed alih-alih syekh.

B.

Anda mungkin juga menyukai