Anda di halaman 1dari 2

Tak banyak orang tahu dan mengenal nama Syekh Subakir.

Padahal Syekh Subakir adalah salah


seorang ulama Wali Songo periode pertama yang dikirim khalifah dari Kesultanan Turki
Utsmaniyah Sultan Muhammad I untuk menyebarkan agama Islam di wilayah Nusantara. Syekh
Subakir konon adalah seorang ulama besar yang telah menumbal tanah Jawa dari pengaruh
negatif makhluk halus saat awal penyebaran ajaran Islam di nusantara. Kisahnya dimulai saat
Sultan Muhammad I, bermimpi mendapat wangsit untuk menyebarkan dakwah Islam ke tanah
Jawa. Adapun mubalighnya diharuskan berjumlah sembilan orang. Jika ada yang pulang atau
wafat maka akan digantikan oleh ulama lain asal tetap berjumlah sembilan. Sehingga
dikumpulkanlah beberapa ulama terkemuka dari seluruh dunia Islam waktu itu. Para ulama yang
dikumpulkan tersebut mempunyai keahlian masing-masing. Ada yang ahli tata negara,
berdakwah, pengobatan, tumbal atau rukyah, dan lain-lain. Lalu dikirimlah beberapa ulama ke
Nusantara atau tanah Jawa. Namun sudah beberapa kali utusan dari Kesultanan Turki
Utsmaniyah yang datang ke tanah Jawa, untuk menyebarkan agama Islam tapi pada umumnya
mengalami kegagalan. Penyebabnya masyarakat Jawa saat itu sangat memegang teguh
kepercayaannya. Sehingga para ulama yang dikirim mendapatkan halangan karena meskipun
berkembang tetapi ajaran Agama Islam hanya dalam lingkungan yang kecil, tidak bisa
berkembang secara luas. Selain itu konon, Pulau Jawa saat itu masih merupakan hutan belantara
angker yang dipenuhi makhluk halus dan jin-jin jahat. Lalu diutuslah Syekh Subakir ulama asal
Persia yang ahli dalam merukyah, ekologi, meteorologi dan geofisika ke tanah Jawa.
Beliau diutus secara khusus menangani masalah-masalah gaib dan spiritual yang dinilai telah
menjadi penghalang diterimanya Islam oleh masyarakat Jawa ketika itu. Berdasarkan Babad
Tanah Jawa, setelah sampai ke nusantara, Syekh Subakir yang menguasai ilmu gaib dan dapat
menerawang makhluk halus mengetahui penyebab utama kegagalan para ulama pendahulu
dalam menyebarkan ajaran Islam karena dihalangi para jin dan dedemit penunggu tanah Jawa.
Para jin, dedemit dan lelembut tersebut bisa merubah wujud menjadi ombak besar yang mampu
menenggelamkan kapal berikut penumpangnya dan menjadi angin puting beliung yang mampu
memporakporandakan apa saja yang berada di depannya. Selain itu para jin kafir dan bangsa
lelembut tersebut juga bisa berubah wujud menjadi hewan buas yang mencelakakan para ulama
pendahulu tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, konon Syekh Subakir membawa batu hitam
dari Arab yang telah dirajah. Lalu batu dengan nama Rajah Aji Kalacakra tersebut dipasang di
tengah-tengah tanah Jawa yaitu di Puncak Gunung Tidar, Magelang. Karena, Gunung Tidar
dipercayai sebagai titik sentral atau pakunya tanah Jawa. Efek dari kekuatan gaib suci yang
dimunculkan oleh batu hitam tersebut menimbulkan gejolak. Alam yang tadinya cerah dan
sejuk, matahari bersinar terang, damai dengan kicau burung. Tiba-tiba berubah drastis selama
tiga hari tiga malam. Cuaca mendung, angin bergerak cepat, kilat menyambar menimbulkan
hujan api. gunung-gunung bergemuruh tiada henti.

Lelembut, setan, siluman lari menyelamatkan diri. Jin, peri, banaspati, kuntilanak, jailangkung,
semua hanyut dalam air karena tak kuat menahan panasnya pancaran batu hitam tersebut.
Makhluk halus yang masih hidup pun mengungsi ke lautan. Sebagian jin yang lain ada yang
mati akibat hawa panas dari tumbal yang dipasang Syekh Subakir tersebut. Melihat hal itu,
konon Sabda Palon, raja bangsa jin yang telah 9.000 tahun bersemayam di Puncak Gunung Tidar
terusik dan keluar mencari penyebab timbulnya hawa panas bagi bangsa jin dan lelembut. Sabda
Palon lalu berhadapan dengan Syekh Subakir. Sabda Palon lalu menanyakan maksud
pemasangan batu hitam tersebut. Sang ulama menyatakan, maksud dia, menancapkan batu hitam
itu untuk mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu upaya penyebaran ajaran Islam di
tanah Jawa oleh para ulama utusan khalifah Turki Utsmaniyah. Setelah terjadi perdebatan
mereka segera mengadu kesaktian. Konon pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari
40 malam, hingga Sabda Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang
tanah Jawa ini merasa kewalahan dan menawarkan perundingan. Sabda Palon mensyaratkan
beberapa point dalam upaya penyebaran Islam di tanah Jawa. Isi kesepakatan antara lain, Sabda
Palon memberi kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam
di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara memaksa. Kemudian Sabda Palon juga memberi
kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan
catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adat istiadat
dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya,
tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa. Syarat-syarat itu pun akhirnya
disetujui Syekh Subakir. Selain di Puncak Gunung Tidar, Syekh Subakir juga membersihkan
beberapa tempat angker di tanah Jawa yang dikuasai para raja jin dan makhluk halus lainnya.

Dalam versi lain diceritakan untuk membersihkan wilayah Gunung Tidar dari bangsa jin, Syekh
Subakir membawa senjata pusaka berupa Tombak Kiai Panjang. Lalu tombak pusaka tersebut
ditancapkan tepat di Puncak Tidar sebagai penolak bala. Dan benar, tombak sakti itu
menciptakan hawa panas yang bukan main bagi para lelembut dan bangsa jin yang berdiam di
Gunung Tidar. Mereka pun lari tunggang langgang meninggalkan Gunung Tidar. Sebagian
pengikut Sabda Palon dari bangsa jin melarikan diri ke timur dan konon hingga sekarang
menempati daerah Gunung Merapi yang masih dipercaya sebagian masyarakat sebagai wilayah
yang angker. Bahkan sebagian lagi anak buah Sabda Palon ada yang melarikan diri ke alas
Roban, dan ke Gunung Srandil. Tombak itu sekarang masih dijaga oleh masyarakat dan
ditempatkan di Puncak Gunung Tidar dengan nama Makam Tombak Kiai Panjang. Dengan
adanya tombak sakti itu, maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan para jin dan makhluk
halus Karena keberhasilannya menumbal tanah Jawa lalu penyebaran Islam oleh Wali Songo
periode pertama menjadi menjadi lancar. Nama Syekh Subakir lalu menjadi sangat terkenal dan
dikagumi di kalangan para pendekar, penganut ilmu gaib dan kanuragan, bangsawan serta
masyarakat di tanah Jawa ketika itu. Sehingga mereka terkesan mendewakan sang ulama asal
Persia tersebut. Akhirnya, untuk melepaskan kefanatikan masyarakat terhadap Syekh Subakir
dan untuk menjaga aqidah umat Islam. Maka pada tahun 1462 Masehi, Syekh Subakir pulang ke
Persia, Iran. Ini dimaksudkan agar kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat kembali kepada
tauhid yang benar.

Anda mungkin juga menyukai