Lelembut, setan, siluman lari menyelamatkan diri. Jin, peri, banaspati, kuntilanak, jailangkung,
semua hanyut dalam air karena tak kuat menahan panasnya pancaran batu hitam tersebut.
Makhluk halus yang masih hidup pun mengungsi ke lautan. Sebagian jin yang lain ada yang
mati akibat hawa panas dari tumbal yang dipasang Syekh Subakir tersebut. Melihat hal itu,
konon Sabda Palon, raja bangsa jin yang telah 9.000 tahun bersemayam di Puncak Gunung Tidar
terusik dan keluar mencari penyebab timbulnya hawa panas bagi bangsa jin dan lelembut. Sabda
Palon lalu berhadapan dengan Syekh Subakir. Sabda Palon lalu menanyakan maksud
pemasangan batu hitam tersebut. Sang ulama menyatakan, maksud dia, menancapkan batu hitam
itu untuk mengusir bangsa jin dan lelembut yang mengganggu upaya penyebaran ajaran Islam di
tanah Jawa oleh para ulama utusan khalifah Turki Utsmaniyah. Setelah terjadi perdebatan
mereka segera mengadu kesaktian. Konon pertempuran antara keduanya terjadi selama 40 hari
40 malam, hingga Sabda Palon yang juga dikenal sebagai Ki Semar Badranaya sang Danyang
tanah Jawa ini merasa kewalahan dan menawarkan perundingan. Sabda Palon mensyaratkan
beberapa point dalam upaya penyebaran Islam di tanah Jawa. Isi kesepakatan antara lain, Sabda
Palon memberi kesempatan kepada Syekh Subakir beserta para ulama untuk menyebarkan Islam
di Tanah Jawa, tetapi tidak boleh dengan cara memaksa. Kemudian Sabda Palon juga memberi
kesempatan kepada orang Islam untuk berkuasa di tanah Jawa—Raja-raja Islam—namun dengan
catatan. Para Raja Islam itu silahkan berkuasa, namun jangan sampai meninggalkan adat istiadat
dan budaya yang ada. Silahkan kembangkan ajaran Islam sesuai dengan kitab yang diakuinya,
tetapi biarlah adat dan budaya berkembang sedemikian rupa. Syarat-syarat itu pun akhirnya
disetujui Syekh Subakir. Selain di Puncak Gunung Tidar, Syekh Subakir juga membersihkan
beberapa tempat angker di tanah Jawa yang dikuasai para raja jin dan makhluk halus lainnya.
Dalam versi lain diceritakan untuk membersihkan wilayah Gunung Tidar dari bangsa jin, Syekh
Subakir membawa senjata pusaka berupa Tombak Kiai Panjang. Lalu tombak pusaka tersebut
ditancapkan tepat di Puncak Tidar sebagai penolak bala. Dan benar, tombak sakti itu
menciptakan hawa panas yang bukan main bagi para lelembut dan bangsa jin yang berdiam di
Gunung Tidar. Mereka pun lari tunggang langgang meninggalkan Gunung Tidar. Sebagian
pengikut Sabda Palon dari bangsa jin melarikan diri ke timur dan konon hingga sekarang
menempati daerah Gunung Merapi yang masih dipercaya sebagian masyarakat sebagai wilayah
yang angker. Bahkan sebagian lagi anak buah Sabda Palon ada yang melarikan diri ke alas
Roban, dan ke Gunung Srandil. Tombak itu sekarang masih dijaga oleh masyarakat dan
ditempatkan di Puncak Gunung Tidar dengan nama Makam Tombak Kiai Panjang. Dengan
adanya tombak sakti itu, maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan para jin dan makhluk
halus Karena keberhasilannya menumbal tanah Jawa lalu penyebaran Islam oleh Wali Songo
periode pertama menjadi menjadi lancar. Nama Syekh Subakir lalu menjadi sangat terkenal dan
dikagumi di kalangan para pendekar, penganut ilmu gaib dan kanuragan, bangsawan serta
masyarakat di tanah Jawa ketika itu. Sehingga mereka terkesan mendewakan sang ulama asal
Persia tersebut. Akhirnya, untuk melepaskan kefanatikan masyarakat terhadap Syekh Subakir
dan untuk menjaga aqidah umat Islam. Maka pada tahun 1462 Masehi, Syekh Subakir pulang ke
Persia, Iran. Ini dimaksudkan agar kefanatikan tersebut runtuh, dan masyarakat kembali kepada
tauhid yang benar.