Anda di halaman 1dari 5

MAKALAH SEJARAH PEMINATAN

KERAJAAN ISLAM DI NUSANTARA


SUNAN DRAJAT, SUNAN KUDUS DAN SUNAN MURIA

D
I
S
U
S
U
N
OLEH :
NAMA KELOMPOK :
1. FADEL MARAKSO
2. LILI RIBKI AMALIA
3. SRI RAHAYU
4. ANITA

KELAS : XI.IPS 4

GURU PEMBIMBING : SARINA,S.Pd

DINAS PENDIDIKAN
SMA NEGERI 1 TANJUNG RAJA
TAHUN PELAJARAN 2017/2018
Sunan Drajat
Ketika masih muda ia memiliki nama Raden qasim, Ia adalah putra dari Sunan Ampel
dan adik dari Sunan Bonang. Sebelum menjadi pendakwah yang mengembangkan ajaran
Islam melalui pendidikan Sunan Drajat berguru kepada ayahnya sendiri. Selain itu ia juga
berguru kepada Sunan Gunung Jati di Cirebon. Sunan Drajat dikenal sebagai wali yang
memiliki kepedulian tinggi terhadap fakir miskin, dermawan, memiliki etos kerja yang
tinggi, dan membangun solidaritas sosial melalui gotong royong. Selain itu ia juga
mengajarkan masyarakat cara membangun rumah dan membuat tandu.
Babad Cirebon menjemput Sunan Derajat sebagai nama Masaikh munat atau
Pangeran kadrajat. Iya menikah dengan Putra Sunan Gunung Jati yang bernama Dewi
sufiyah. Dalam mengajarkan agama Islam melalui pendidikan Sunan Drajat memiliki prinsip
ajaran yang disebut dengan pepali pitu ( tujuh dasar ajaran), yang mencakup 7 falsafah
kehidupan yang digunakan sebagai pijakan dalam kehidupan bermasyarakat yaitu (1) selalu
membuat hati orang lain senang, (2) dalam suasana bahagia hendaknya tetap selalu ingat
kepada Tuhan dan selalu waspada, (3) dalam usaha mencapai cita-cita Luhur jangan
menghiraukan halangan dan rintangan, (4) selalu berjuang untuk menegakkan Gejolak Nafsu
indrawi, (5) dalam diam akan dicapai keheningan dan dalam hening akan mendapat jalan
kebebasan mulia, (6) pencapaian kemuliaan lahir dan batin dapat dicapai dengan menjalankan
sholat lima waktu (7) berikan tongkat pada orang yang buta, berikan makan kepada orang
yang lapar, berikan pakaian kepada orang yang tidak memiliki pakaian, dan berikan tempat
berteduh bagi orang yang kehujanan.
Sunan Drajat diperkirakan wafat pada tahun 1551 Masehi. Hingga saat ini sejumlah
peninggalannya masih terpelihara dengan baik termasuk seperangkat gamelan yang diberi
nama singo mengkok danmachi beberapa benda seni lainnya. Makamnya yang terletak di
desa derajat, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Lamongan Jawa timur hingga saat ini menjadi
tujuan ziarah para Penganut Agama Islam.

Sunan Kudus
Nama asli Sunan Kudus adalah Raden Fatihah atau Jafar shadiq. Iya adalah putra dari
Nyi Ageng Manila. Adik dari Sunan Bonang yang menikah dengan Sunan undung yang
berasal dari Mesir dan merupakan murid Sunan Ampel. Sunan Kudus adalah cucu dari Sunan
Ampel. Sunan Kudus dikenal sebagai Wali Songo yang sangat tegas dalam menegakkan
syariat. Dalam berdakwah selalu berusaha untuk lebih dekat dengan masyarakat. Tujuannya
agar lebih memahami kebutuhan mereka oleh karena itu sambil berdakwah ya juga
mengajarkan cara membuat alat-alat pertukangan dengan lebih sempurna mengajarkan
membuat keris sebagai senjata, membuat kerajinan dari emas dan mengolah logam (besi).
Sunan Kudus memimpin serangan ke ibukota Majapahit untuk menundukkan sisa-sisa
pasukan yang ada di sana ilmu agama yang diperolehnya memang berasal dari ajaran
ayahnya sendiri dan dari seorang ulama bernama Kyai telingsing. Kyai ini adalah seorang
Cina Muslim yang bernama asli the ling sing, yang datang ke Jawa bersama Laksamana
Cheng Ho yang saat itu datang untuk sebuah kunjungan persahabatan. Selain itu ia juga
menyebarkan agama Islam melalui anak buahnya yang ditinggalkan di beberapa daerah.
Sunan Kudus juga belajar di pesantren ngampel Denta dengan para penerus Sunan Ampel
sehingga cara berdakwahnya sama seperti wali yang lain menggunakan kesenian sebagai
media. Sunan Kudus juga mengembangkan teknologi terapan kepada masyarakat dengan
mengajarkan cara-cara membuat rumah. Bangunan rumah di Kudus hingga sekarang memang
memiliki struktur arsitektur yang khas dan sangat digemari oleh masyarakat yang menyukai
ciri bangunan antik untuk rumahnya. Bangunan Menara Masjid Kudus dan Lawang
kembarnya menunjukkan perpaduan antara arsitektur Islam dan Hindu.
Menurut legenda Sunan Kudus melarang masyarakat Kudus untuk menyembelih dan
memakan daging sapi, yang merupakan hewan yang dimuliakan dan dihormati oleh orang
Hindu. Konon ketika Sunan Kudus selesai berdakwah di suatu tempat ketika hendak pulang
ia tersesat di dalam hutan dan terus berputar-putar di hutan tersebut menjelang malam tiba-
tiba ia mendengar suara Genta yang ternyata berasal dari sekawanan sapi yang sedang
berjalan. Sunan Kudus kemudian mengikuti sapi-sapi itu berjalan dan sampailah Ia di sebuah
desa ia merasa sangat tertolong sehingga ia pun mengeluarkan aturan melarang masyarakat
mengkonsumsi daging sapi. Bahkan pada saat Iduladha masyarakat Kudus hanya
menyembelih kerbau makam Sunan Kudus terletak di bagian belakang Kompleks Masjid
Kudus. Iya dimakamkan bersama dengan tokoh-tokoh ulama atau para penguasa lain yang
termasyhur pada masa kerajaan Demak.
Sunan muria
Sunan Muria adalah Putra Sunan Kalijaga yang memiliki nama asli Raden Prawoto
atau Raden Umar Said. Sunan Muria merupakan Wali Songo dari generasi termuda. Kisah
hidupnya pun tidak terdapat dalam historiografi dan sedikit diuraikan dalam badab. Sama
seperti ayahnya Sunan Muria juga berdakwah dengan memanfaatkan kesenian sebagai media.
Iya memilih menjadi dalang dengan melakukan lakon carangan ( improvisasi) melalui cerita
wayang yang dimainkannya seperti lakon Dewa Ruci, Dewa srani, Jamus Kalimasada,
Begawan ciptaning, dan Semar mbarang jantur dengan lebih bernafaskan Islam. Iya juga
menciptakan tembang sejenis Sinom dan Kinanthi yang berisi nasihat dan ajaran tauhid.
Dalam berdakwah Sunan Muria tidak menghilangkan tradisi lama yang sudah
berkembang dalam masyarakat. Iya memberikan warna Islam yang dikembangkan menjadi
tradisi baru misalnya tradisi bancaan yang menghidangkan tumpeng untuk di bawah dan
dipersembahkan ke tempat-tempat keramat. Iya juga mempertahankan kenduri atau selamatan
dengan mengirimkan doa kepada leluhur yang dilakukan di rumah penyelenggara kenduri.
Sunan Muria adalah tokoh setiap pendukung Kerajaan Demak. Hal ini terlihat dari daerah
sekitar makamnya di lereng gunung Muria terdapat 17 makam lainnya yang merupakan
makam prajurit dan punggawa kerajaan Demak yang diperintahkan untuk menjaga Sunan
Muria.
Sebagai salah satu anggota Wali Songo. Sunan Muria (Raden Umar Said) merupakan Sunan
yang eksentrik dalam menyebarkan agama islam di Muria Kudus yang merupakan daerah
dataran tinggi. Beliau bertempat tinggal di Muria, lalu beliau mendirikan sebuah masjid
mewah di gunung Muria, yang pada saat itu tidak mungkin ada orang yang menggunakan
masjid tersebut terlebih lagi berada di puncak gunung.

Namun dengan ketakwaan dan kegigihannya dalam menyebarkan agama islam beliau mampu
meramaikan masjidnya. Masjid Sunan Muria menjadi ramai oleh masyarakat yang
beridabah. Bayangkan, Sunan Muria setiap hari harus naik turun gunung untuk berdakwah.
Beliau berdakwah melalui kesenian gamelan dan wayang, beliau juga menciptakan
tembang Sinom dan Kinanti yang Anda kenal dalam tembang macapat.

Namun sayangnya, masjid mewah Sunan Muria tidak berumur panjang. Masjidnya dibakar
sendiri oleh Sunan Muria lalu beliau membangun kembali masjid yang sederhana. Peristiwa
luar biasa itu sengaja dilakukan beliau demi menghindari rasa takabur dan hal-hal yang tidak
diinginkan di masyarakat supaya tidak terjadi prasangka buruk dan pergunjingan.

Dengan sedikit kisah diatas, membuktikan betapa arifnya Sunan Muria sebagai seorang wali
dan khalifatullah di tanah jawa dan perjuangan belilau dalam menyebarkan Islam.

Selain masjid, beliau juga mewariskan beberapa ilmunya, yang tentunya bisa menjadikan
sarana mendekatkan diri kepada Allah SWT dan hidayah Sunan Muria dalam menjalani
kehidupan didunia yang sesak akan permasalahan dunia.

Anda mungkin juga menyukai