Anda di halaman 1dari 10

Biografi Sunan Kudus

Keteladanan dalam menjalani kehidupan bukan hanya dari orangtua saja, tetapi juga dari
kisah-kisah tokoh yang telah mengubah peradaban. Salah satunya adalah cerita tentang
keteladanan Sunan Kudus.

Kalian tentunya sudah tidak asing lagi dengan salah satu anggota Wali Songo ini kan. Ya,
langsung juga teringat Masjid Menara Kudus, perantara mempererat persaudaraan rakyat
Kudus yang Islam dan non-Islam ( yang saat itu adalah umat Hindu).

Masjid Menara Kudus ini menjadi saksi bisu bagaimana Sunan Kudus menyebarluaskan
ajaran Agama Islam dan membuat masyarakat Hindu di Kudus kemudian menjadi mu’alaf.

Sunan Kudus membangun sebuah masjid dengan menaranya yang berbentuk seperti
bangunan Pura. Dari situlah simpati umat Hindu Kudus semakin besar. Mereka merasa
dihargai, dengan sering di undang oleh Sunan Kudus untuk datang ke masjid, di ajak
berdiskusi dan beramah tamah.

Keteladanan tentang pentingnya toleransi menjadi salah satu hal penting dalam kisah Sunan
Kudus ini. Di mana Sunan Kudus menekankan akan pentingnya akhlaq dengan membangun
tali silaturahmi yang kuat.

Sebagai putra panglima, di masa mudanya, Sunan Kudus juga menggantikan ayahandanya
yang wafat saat bertempur melawan pasukan Kerajaan Majapahit.

Kala itu, pertempuran pertamanya adalah atas mandat Sultan Trenggana untuk memimpin
penyerangan dari Majapahit. Alhamdulillah Panglima Kudus menang.

Prestasi Panglima Kudus tidak sampai di situ saja. Beliau juga berhasil mempengaruhi
Kerajaan Pengging agar kembali ke kedaulatan Demak.

Sunan Kudus pun dipercaya membantu Sultan Demak untuk memperluas kekuasaan Demak
hingga Pulau Madura.

Kemudian, beliau naik pangkat menjadi penasehat Arya Panangsang sekaligus hakim saat
Kesultanan Demak dalam genggaman Sunan Prawoto.
Di samping pekerjaannya itu, dakwah pun tetap berlanjut. Beliau dijadikan sebagai guru
besar Agama Islam di Kudus dengan kepandaian beliau dalam semua hal tentang Islam.

Ilmu Fiqih menjadi ilmu yang paling dikuasainya. Ditambah sastra yang memperindah cara
dakwahnya.

Terkait dengan ilmu sastra yang dikuasainya, karya sastra yang paling banyak diciptakan oleh
Sunan Kudus adalah cerpen atau cerita pendek. Makanya beliau mendapat nama julukan
“Waalliyul ‘Ilmi” karena banyak ilmu yang dikuasainya.

Ada dua tembang Jawa, tembang macapat, yang merupakan hasil gubahan Sunan Kudus,
yakni tembang yang berjudul Maskumambang dan Mijil. Keduan tembang tersebut menjadi
selingan dalam berdakwah agar tidak monoton dengan maknanya yang berkaitan dengan
akhlaq dan agama.

Ilmu-ilmu tesebut diperolehnya langsung dari sang ayah, yang juga sangat luas
pengetahuannya

Beliau belajar dari beberapa guru besar seperti:

1. Ling Sing

2. Sunan Ampel

3. Ki Ageng Ngerang

4. Sunan Kalijaga

Kisah Sunan Kudus di Arab


Ada torehan kenangan manis orang Arab tentang Sunan Kudus, di mana berkat jasa beliau,
orang Arab terbebas dari wabah penyakit yang mematikan. Kenapa enggak para ulama besar
di sana ya yang menyelamatkan?

Padahal dari Tanah Arab lah sebutan ulama lahir dan memang sudah banyak dikenal. Tapi
malah ulama dari Indonesia yang mampu menyelamatkan.

Ada kesalahan besar yang ternyata sedang terjadi saat itu. Semua terkuak antara percakapan
seorang Arab bernama Amir dan Sunan Kudus.

Amir bertanya kepada Sunan Kudus kenapa malah do’a Sunan Kudus yang dikabulkan oleh
Allah? Bukan doa para ulama besar di Arab ini.

Sunan Kudus pun menjawab karena ketidakikhlasan dalam berdoa. Kesalahan pemerintah
Arab saat itu adalah memberikan iming-iming hadiah kepada orang yang bisa mengusir
wabah penyakit yang berbahaya tersebut.
Jadilah para ulama hanya berdoa untuk mendapatkan hadiah. Tidak khusyu’ dan tulus.

Berbeda dengan Sunan Kudus yang berniat dengan ikhlas mendoakan akan kesembutan
masyarakat Arab dan memohon keselamatan dijauhkan dari wabah penyakit. Ketulusan itu
berbuah manis.

Masyarakat Arab sembuh dan wabah penyakit tersebut lenyap. Amir bergembira dan
menyerahkan hadiah yang dijanjikan.

Namun Sunan Kudus menolak. Beliau tulus membantu.

Hanya sebuah bingkahan batu besar yang ada di Baitul Maqdis lah yang diinginkannya untuk
dibawa ke Indonesia dan diletakkan di dalam ta’mir masjid Menara Kudus. Sampai sekarang
pun masih ada.

Kedatangan Sunan Kudus di Tajug atau Kudus

Padahal ketenaran Sunan Kudus saat menjabat sebagai Panglima Perang Demak sedang
bersinar dengan gemilangnya. Tapi beliau malah memilih meninggalkan Demak dan hijrah ke
sebuah kota kecil di Jawa Tengah yang saat itu bernama Tajug yang kini bernama Kudus.

Bukan untuk berperang lho tujuan Sunan Kudus ke Tajug, juga bukan untuk memperluas
kekuasaan, melainkan tanpa tujuan. Mengikuti kaki melangkah.

Nah di sinilah kemudin tujuan mengembangkan ajaran Islam pun muncul dalam benak Sunan
Kudus. Apalagi setelah tahu kalau sebelumnya tokoh Islam yang bergerak adalah keturunan
Tionghoa, Kyai Telingsing, yang merupakan gurunya.

Sunan Kudus pun mendekat kepada Kyai Telingsing dan berburu banyak ilmu darinya.

Walaupun beliau adalah seorang panglima perang, tetapi beliau bisa berbaur dengan
masyarakat Tajug hingga kemudian membangun sebuah masjid untuk memperlayak tempat
ibadah di sana.

Setelah pembangunan masjid selesai, nama Tajug pun dihapus dan di ubah menjadi “ Quds”
yang dilafalkan dalam lidah Jawa menjadi “ Kudus”.

Metode dakwah Sunan Kudus


Setiap wali Allah memiliki cara dakwah sendiri-sendiri, layaknya cara mengajar seorang
guru. Ada media, pendekatan ( approach ), teknik, dan dilengkapi dengan cara atau metode.

Begitu pun dengan Sunan Kudus. Beliau memiliki 3 cara dakwah yang khas untuk
menyebarkan ajaran agama Islam, yakni :
1. Tidak menyembelih hewan sapi saat Hari Raya Idul Adha

Ini adalah salah satu cara dakwah yang condong kepada usaha menarik hati para umat Hindu.
Mereka sangat menghormati hewan sapi dan membunuhnya adalah sebuah larangan besar
dalam agamanya.

Dituliskan dalam kitab agama Hindu, Niti Sastra bab Hitopadesa Sloka ayat 39, bahwasannya
ada 7 benda yang harus dihormati. Diantaranya adalah istri raja, ibu, istri pendeta, istri
brahmana, perawat, bumi, dan sapi.

Karena sebagian besar rakyat Kudus beragama Hindu, maka Sunan Kudus menekankan
kepada umat Islam di Kudus untuk tidak berkurban sapi di Hari Raya Idul Adha.

Sebuah cara dakwah yang simple banget ya, tapi pengaruhnya sangat besar dalam
menyukseskan syi’ar agama Islam yang dilakukan oleh Sunan Kudus ini. Di mana
masyarakat Hindu merasa sangat dihormati.

Cara ini juga menjadi metode awal untuk mengambil hati umat Hindu agar mau masuk Islam.

Satu lagi keunikan cara dakwah Sunan Kudus yang berkaitan dengan hewan sapi ini yang
wajib kalian tahu. Sunan Kudus rela ikut menghargai hewan sapi dengan cara meriasnya bak
putri raja.

Itu adalah salah satu caranya untuk menarik perhatian umat Hindu dan Buddha agar mau
datang ke masjid dan mendengarkan dakwahnya.

Sapi yang sudah dirias sedemikian rupa tersebut diberi nama Kebo Gumarang. Umat Hindu
pun merasa bahagia karena Sunan Kudus juga menghargai budayanya. Rasa simpatik pun
dengan cepatnya tumbuh.

2. Berdakwah dengan Surah Al-Baqarah

Surat Al-Baqarah ini artinya adalah tentang sapi. Ya, masih berkutat dengan hewan paling
sakral di agama Hindu ini.

Sunan Kudus berusaha membangun komunikasi yang bagus dengan masyarakat Hindu di
Kudus dengan terus menyatakan bahwa ada kesamaan antara agama Islam dan agama Hindu.

Untuk itulah dalam setiap dakwahnya, Sunan Kudus selalu mengutip ayat-ayat dalam Surah
Al-Baqarah ini. Kalian bisa bayangkan sendiri bagaimana suasana dakwah Sunan Kudus
yang tenang dan damai.

Layaknya kalian yang berdiskusi dengan teman yang juga memiliki kesamaan benda favorit
atau hobi yang sama. Nyambung gitu.
3. Membangun Masjid Menara Kudus

Dalam berdakwah nggak cukup dengan ceramah saja, menurut Sunan Kudus. Beliau
membuat sebuah media untuk mendukung cara dakwahnya.

Bukan media biasa yang digunakan, melainkan langsung dalam bentuk bangunan tempat
ibadah umat Islma, yakni masjid Menara Kudus.

Gaya bangunannya nggak serta merta kayak bangunan masjid biasa ya, tetap dengan tujuan
memikat hati umat Hindu, yakni dengan membangun menara masjid yang berbentuk seperti
pura. Makanya namanya Masjid Menara Kudus yang super duper terkenal banget

Karomah
Karomah berarti kelebihan yang istimewa atau kesaktian yang condong ke arah positif. Sunan
Kudus pun memiliki karomah berupa jubah atau rompi sakti saat beliau masih menjadi
panglima perang.

Saktinya rompi itu hingga bisa mengeluarkan jutaan ekor tikus yang siap membantu Sunan
Kudus dalam pertempuran, melawan Majapahit, misalnya. Tikus yang keluar bukan
sembarang tikus yang akan mati saat dipukul, melainkan semakin mengganas.

Selain rompi tersebut, ada beberapa karomah lain yang dianugerahkan Allah SWT kepada
Sunan Kudus, yakni :

1. Bisa menyembuhkan penyakit

Bukan dukun ya, melainkan menyembuhkan penyakit dengan do’a. Jadi yang
menyembuhkan adalah Allah SWT lantaran do’a Sunan Kudus.

Wabah penyakit berbahaya yang menyerang Arab pun musnah dengan do’a Sunan Kudus.

2. Peti

Karomah yang satu ini dipakai saat menjadi panglima perang. Jadi selain rompi atau bodong,
Sunan Kudus juga mengerahkan ribuan ekor tawon yang dikeluarkannya dari peti yang
dibawanya saat perang untuk menyerang pasukan musuh.

3. Sakti

Adalah Ki Ageng Kedu asal India yang pernah menjajal kemampuan Sunan Bonang, ternyata
juga mencoba kemampuan Sunan Kudus.
Sikapnya sangat sombong, saat itu dengan kendaraan tampang terbangnya, dia berteriak-
teriak mengajak Sunan Kudus adu kesaktian. Sunan Kudus pun tidak tersulut emosi dan
menerima ajakan Ki Ageng Kedu dengan sikap bijaknya.

Nggak ada rasa takut atau minder, Sunan Kudus meminta Ki Ageng Kedu untuk turun,
sehingga bisa beradu kesaktian di atas bumi.

Namun Ki Ageng Kedu pun menolak. Tidak menunggu waktu lama, Sunan Kudus
mengarahkan tangannya ke tampah terbang sehingga Ki Ageng Kedu kehilangan
keseimbangan dan kemudian jatuh ke comberan.

Keturunan
Nama asli dari Sunan Kudus sebenarnya adalah Sayyid Ja’far Shadiq Azmatkhan. Beliau
adalah putera dari panglima perang Kesultanan Demak yang gagah berani, Sunan Ngudung
atau dengan nama aslinya Raden Usman Haji.

Sunan Ngudung ini pun bukan asli darah Indonesia, karena beliau adalah seorang putra
Palestina dari Sayyid Fadhal Ali Murtazha. Beliau seorang pengembara yang hijrah ke Pulau
Jawa dan kemudian menjadi panglima perang Kesultanan Demak.

Sunan Kudus pun juga memiliki garis keturunan yang dekat dengan Sunan Bonang, di mana
Sunan Bonang adalah kakek Sunan Kudus. Ibu Syarifah Ruhil atau sering disebut Dewi Ruhil
dengan gelar Nyai Anom Manyuran Binti Nyai Ageng Melaka Binti Sunan Ampel lah yang
menjadi jematan tali keturunan tersebut.

Sunan Kudus ini adalah keturunan Nabi Muhammad yang ke – 24.

Kini, anak cucu cicit Sunan Kudus pun menjadi ulama terkenal di Indonesia. Diantaranya
adalah Syekh Shohibul Faroji Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini, Syekh Kholil Bangkalan
Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini, dan Syekh Bahruddin Azmatkhan Ba’alawi Al-Husaini.

Wafatnya
Tepat di tahun 1550 M, Sunan Kudus berpulang ke hadapan Ilahi.

Sebuah kematian yang khusnul khotimah, karena meninggalkan Sunan Kudus tidak dalam
keadaan sakit, melainkan sedang sholat. Jadi beliau menghembuskan nafas terakhir dalam
keadaan sujud saat waktu sholat subuh tiba.

Makam

Letak makamnya adalah di area masjid Menara Kudus. Makanya saat berkunjung ke Kudus,
wajib berwisata rohani ke masjid Menara Kudus.
Beribadah ke masjid Menara Kudus sekaligus ziarah ke Makam Sunan Kudus menjadi ritual
yang wajib dilakukan.

Tidak pernah sepi untuk dikunjungi, itulah keadaan makam Sunan Kudus sampai saat ini. Di
depan pusara beliau, para peziarah melantunkan do’a untuk memohon keberkahan hidup.

Peninggalan & Karya:


1. Masjid Agung Kudus

Bertempat di kawasan Kudus Kulon, yakni di Desa Kerjasan, pada tahun 1549 M, Sunan
Kudus juga membangun masjid yang di halamannya terdapat menara yang dipakai untuk
adzan. Warga setempat biasa menyebutnya dengan Masjid Menara Kudus.

Ada menara khusus yang di buat di area masjid ini dengan model bangunan seperti pura,
tempat ibadah umat Hindu. Unik.

Masjid ini menjadi pelengkap media dakwah Sunan Kudus yang bisa kalian nikmati
keindahannya di Alun-Alun Kota Kudus.

2. Batu

Siapa sangka kalau ada salah satu peninggalan unik dari Sunan Kudus, yakni sebuah batu
yang dibawanya langsung dari Tanah Arab ketika beliau sedang naik haji.

Batu tersebut menjadi cikal bakal nama Kota Kudus, kota yang dijadikan pusat penyebaran
ajaran Islam oleh Sunan Kudus.

Di mana hadiah batu yang langsung dibawa dari Baitul Maqdis atau sekarang bernama Kota
Yerussalem tersebut didapat oleh Sunan Kudus karena rasa terima kasih warga sana atas jasa
Sunan Kudus yang telah berhasil menyembuhkan warganya dari penyakit misterius yang
ganas.

Tidak ingin mencari upah atau pamrih, berbagai hadiah yang ingin diberikan pun ditolak oleh
Sunan Kudus. Hanya batu tersebutlah yang diterima.

3. Budaya kurban non-sapi

Peninggalan sejarah nggak harus dalam bentuk benda ya, bisa juga dalam bentuk adat-
istiadat atau budaya. Nah, salah satunya adalah budaya kurban non-sapi yang dilakukan oleh
masyarakat Kudus sampai detik ini.

Di mana memang sebuah larangan yang dianjurkan oleh Sunan Kudus sejak masa dakwahnya
dulu, bahwa untuk meningkatkan toleransi dengan umat Hindu Kudus, sebaiknya tidak
berkurban hewan sapi saat Hari Raya Idul Adha tiba.
Sebagi gantinya, masyarakat Kudus berkurban kerbau.

4. Budaya Mitoni

Sunan Kudus menggunakan media apa saja dalam berdakwah. Semua yang ada di lingkungan
dakwahnya diolahnya menjadi media yang tepat untuk mengajarkan ilmu Islam.

Tak terkecuali dalam bentuk budaya. Di mana Kudus yang masuk dalam area Provinsi Jawa
Tengah ini masih sangat kental budaya Jawanya.

Salah satunya adalah tradisi mitoni. Kalau mitoni ini biasanya adalah untuk syukuran bayi
yang berusia 7 bulan.

Namun dalam hal ini diarahkan pada makna syukuran kehamilan di usia 3 bulan. Kalau orang
Jawa pasti langsung mengadakan selamatan.

Selamatannya orang Jawa nggak cuma bikin nasi aja, tapi juga sesaji, yang saat itu oleh orang
Kudus diletakkan di kuburan-kuburan atau candi. Masih kejawen banget.

Mereka meminta kepada para dewa untuk melindungi calon bayinya.

Nah disinilah letak kesalahan budaya Jawa yang saat itu memang masih animisme. Sunan
Kudus pun kemudian mengubah budaya tersebut dengan pembacaan ayat suci Al-Qur’an.

Sunan Kudus ingin mengubah pemikiran rakyat Kudus kaau meminta itu hanaylah kepada
Allah, bukan kepada dewa atau roh halus.

Tidak mudah perjuangannya, karena lebih banyak kontra yang didapatkannya. Pernah suatu
ketika acara mitoni istri Sunan Kudus hamil

3 bulan pun tidak ada undangan yang hadir.

Dari situlah kemudian, inti dari makna mitoni oleh orang Jawa tidak dihilangkan, namun
ditambah dengan acara pembacaan ayat Al-Qur’an di dalam rangkaian acara adat. Boasnaya
dituangkan juga dalam bentuk tembang Mijil atau Maskumambang.

Sampai sekarang, acara mitoni ala masyarakat Kudus masih lestari. Sesuai dengan ajaran
Sunan Kudus.

4. Kolam

Bukan kolam ikan lho ya, tapi kolam yang letaknya di depan masjid Agung Kudus yang
fungsinya untuk berwudhu.
Masuk masjid harus suci, makanya harus berwudhu. Nah wudhunya di kolam itu.

Dibalik peninggalan Sunan Kudus yang satu ini ada cerita penuh makna dari cara dakwah
Sunan Kudus yang ngat menginspirasi.

Di mana pada awalnya kehadiran dari kolam ini banyak yang menolaknya, karena diharuskan
masuk masjid untuk wudhu dahulu. Padahal undangannya kebanyakan umat Hindu dan
Buddha.

Alhasil banyak undangan yang nggak datang ke masjid dalam kegiatan dakwah Sunan
Kudus.

Dari sinilah kemudian taktik dakwah yang super unik dan pastinya top markotop dilancarkan
oleh Sunan Kudus.

Undangan yang datang nggak perlu berwudhu atau mencuci kaki tangan dulu sebelum masuk
masjid. Alhasil undangan pun hadir dalam jumlah yang wow.

Nah bagaimana donk dengan pengenalan wudhunya kalau gitu. Ya, akhirnya mereka kenal
kok dengan syarat wajib berwudhu sebelum masuk masjid.

Sunan Kudus membuat para undangan penasaran dengan tema dakwahnya yang selalu
bersambung. Secara tidak sadar, umat Hindu dan Buddha pun sering datang ke masjid tanpa
di undang, hanya untuk mendengar kelanjutan dakwah Sunan Kudus.

5. Padasan

Kalian tahu nggak jenis peninggalan yang satu ini cukup unik, karena hanya berupa tempat
wudhu saja di area masjid Menara Kudus.

Kayaknya nggak ada yang spesial ya, karena usah masuk dan area masjid. Eh tapi nggak
seperti itu lho ya.

Ada keunikan tersendiri dari tempat wudhu ini, yakni adanya lambang wasiat Agama Budha
di dindingnya. Bukan tanpa maksud pastinya.

Peninggalan ini menjadi bukti bahwa cara dakwah Sunan Kudus bukan hanya untuk
mengajak Umat Hindu Kudus untuk masuk Islam, tetapi juga Umat Buddha Kudus.

Caranya pun sama, yakni dengan membangun komunikasi dan toleransi. Membuang image
bahwa Islam itu individual.

Dengan adanya padasan inilah umat Buddha juga tidak canggung untuk hadir dalam setiap
undangan dakwah Sunan Kudus. Lama kelamaan mereka pun banyak yang mau masuk Islam.
6. Cintoko

Ini adalah nama sebuah keris pusaka peninggalan Sunan Kudus yang sangat sakral
penggunaannya. Hanya dipakai rakyat Kudus sekali dalam setahun, yakni untuk
menyembelih hewan kurban, saat Hari Raya Idul Adha tiba.

7. Tombak

Terdapat dua timbak peninggalan Sunan Kudus. Makna dari setiap tombak pun berbeda,
yakni yang satu bermakna kekuasaan dan yang satu kebijaksanaan.

Baik keris dan tombak ini selalu dimandikan aau dibersihkan setiap malam satu syuro’ atau
Tahun Baru Muharram. Tujuannya bukan ke musyrik, namun untuk perawatan.

8. Tembang Macapat

Tembang Macapat atau lagu Jawa menjadi deretan peninggalan Sunan Kudus yang wajib
dilestarikan. Ada tembang Mijil dan Asmarandana yang digubah sendiri oleh Sunan Kudus
sebagai salah satu media dakwahnya.

Kedua tembang tersebut bukan sembarangan liriknya, melainkan ada nilai-nilai tentang
ajaran Agama Islam.

Menjalankan tugas sebagai abdi kerajaan sekaligus menjalankan dakwah adalah hal yang
tidak mudah. Tetapi semangat Sunan Kudus tetap membara.

Berbagai prestasi ditorehkannya sebagai panglima perang Kesultanan Demak, hingga


akhirnya di tengah popularitasnya itu, Sunan Kudus pun hijrah ke Kudus untuk fokus
menyebarkan ajaran Agama Islam.

Sunan Kudus dikenal sebagai pnglima perang para wali dan wali yang paling pandai dengan
ilmu yang lebih banyak daripada wali lainnya. Kegigihan dalam belajar dari para wali
seniornya itulah yang kini beliau petik hasilnya.

Cara dakwahnya pun patut diacungi jempol, karena tidak serta merta mengajak umat non-
muslim masuk Islam, melainkan dengan membangun toleransi dan komunikasi. Salah
satunya adalah dengan menghormati sapi sebagai hewan keramat umat Hindu.

Tidak berhenti sampai di situ saja, kebudayaan Buddha pun juga dipelajari oleh Sunan
Kudus, sehingga bukan hanya umat Hindu saja yang simpatik, melainkan juga umat Buddha.
Kalian bisa lihat jejaknya dalam desain interior masjid Menara Kudus sebagai salah satu
benda peninggalannya

Anda mungkin juga menyukai