Anda di halaman 1dari 15

TEORI MAQASHID IMAM IBNU ASYUR

Oleh :
AHMAD RIZAL KHADAPI
NIM : 16913068

Dosen Pengampu
Drs. Asmuni M.th, M.Ag

MAKALAH

Diajukan kepada Program Pascasarjana


Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia
Untuk Memenuhi Tugas dalam Mata Kuliah
Maqashid Syariah

YOGYAKARTA
2017
A. Latar Belakang

Salah satu problematika dalam aplikasi hukum yang tetap hangat

diperdabatkan, baik yang klasik maupun yang kontemporer, adalah tentnag

tujuan hukum itu sendiri.Ada yang beranggapan bahwa ketika hukum itu

dibuat, sudah tentu memiliki tujuan sehingga masa selanjutnya aplikasi

hukum merupakan urusan sebab dan akibat tanpa perlu lagi melihat

konteks tujuan awal hukum.

Persoalan maqashid syariah ini telah menjadi sejarah dalam

pranata kajian hukum Islam. Jika kita melihat sejarah maka kita bisa

menyepakati beberapa ulama yang telah berperan besar dalam proses

menjadikan maqashid syariah terus berkembang dalam ranah kajian

hukum Islam.

Tercatat imam at-Turmuzi al-Hakim (abad 3 H0 adalah orang yang

pertama kali menggunakan kata kata maqashid dalam kitabnya al-sholeh

wa maqashiduha yang menguraikan tentang tujuan dan hikmah dari ibada

sholat.1 Setelah beliau kemudian mucul nama Abu Mansyur al-Maturidy

(333 H) dengan karyanya Ma’khad al-Syara‟ disusul Ab Bakar al-Qaffal

al-Saysi (375 H) dan al-Baqilany (403 H).2

Pasca al-Baqilany, muncullah nama Imam Harmain al-Juwaeny

(478 H) dengan al-Burhan, al-Waraqat, al-Ghiyatsi, Maghitsul Khalq, al-

1
Andriyaldi., Teori Maqashid Syariah dalam Persepektif Imam Muhammad Ibnu Asyur, (
Jurnal Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, 2014), hlm. 24
2
Ibid..,
Gazali (505 H) dengan karyanya dibidang fikih dan uhsul fikh seperti; al-

Mustashfa, al-Mankhul, al-Wajiz, Ihya Ulumuddiin dan Syifa al-Ghalil. 3

Lalu ada nama al-Razy (606 H) dengan mafatih al-Ghalib, al-Ayat

al-Bayyinat, al-Mahsul dan Asas at-Taqdis. Lalu ada nama Saifuddin al-

Amidy (631 H) dengan bukunya al-Ahkam, dan Ghayatul Maram. Ibnu

Hajib (646 H) dengan Nafai al-Ushul, Syarh al-Mahshul, al-Furuq, al-

Ihkam fi Tamyiz al-Fatwa „an al-Ahkam wa Tasharruf al-Qodhi wl Imam.

Setelah itu muncullah al-Baidawi (685 H0, Izzudin Abdussalam (660 H)

al-Asnawi (776 H), ibnu Subuki (771 H), at-Thufi (716 H), ibn Taimiyyah

(768 H), dan ibn Qoyyim (751 H).4

Setelah itu muncullah imam al-Syatibi (790 H), dengan ide

briliannya untuk mengkodifikasi konsep-konsep para serjana klasik yang

berserakan menjadi satu disiplin ilmu tersendiri. Setelah beliau ternyata

estafet diskursus tentang maqashid syariah tidak ditemukan lagi.

Pada awal Abad 20 muncullah imam Ibn Asyur, dengan konsep

reformasi maqashid, yang menawarkan pendekatan baru terhadap study

maqashid syaraiah dengan mengacu kondisi zaman yang sesuai realitas

kekinian dan konteks modern. Upaya reformasi beliau tertuang dalam

bukunya yang terbit pada tahun 1946 H dengan judul Maqashid al-Syariah

al-Islamiyah.5

3
Ibid..,
4
Ibid..,
5
Andriyaldi, Teori Maqashid..,hlm, 25
Berkaitan dengan latar belakang diatas, study dalam makalah ini adalah

tentang pemikiran maqashid syariah Imam Ibn Asyur. Yaitu

bagaimanakah konsep maqashid syariah Imam Ibn Asyur?

B. Biografi Singkat Ibnu Asyur

Pada abad ke-20 muncullah seorang pakar maqashid syariah dari

Tunisia yang bernama Muhammad Tahir Ibnu Asyur (1879-1973) yang

dianggap sebagai bapak maqashid syariah kontemporer setelah al-Syathibi.

Asyur berhasil menggolkan maqashid syariah sebagai konsep baru yang

telepas dari kajian ushul fiqh, yang sebelumnya merupakan bagian dari

ushul fiqh.6

Nama lengkapnya Muhammad al-Tahir ibn Muhmmad ibn

Muhammad al-Thair ibn Muhammad ibn Muhammmad Al-Syadhill ibn al-

Alim Abd al-Qodir Muhammad ibn Asyur. Ia dilhairkan di pantai La

Marsa, sekitar dua puluh kilometer dari kota Tunisia pada tahun 1926 H,

bertepatan dengan 1879 M.7 ia lahir dan meninggal di Tunisia pada hari

ahad, 3 Rajab 1393 H, bertepatan degan 12 Juni 1973 M.8

Ibn Asyur memiliki keunggulan dalam pemikiran orientasi al-

maqashid dalam tafsirnya al-tahrir wa tanwir dimana beliau mengungkap

6
M. Arfan Muammar dkk, Studi Islam Perspektif inside/outside, ( Yogyakarta : IRCiSoD
Cet.II, 2013), hlm., 434
7
Ismail Hasani, Nazariyyat al-Maqashid ind al-Imam Muhammad al-Tahir Inn Asyur, cet
. I (Virginia: Ma’had al-Islami li al-Fikr al-Islami, 1995) 80
8
Muhammad Husayn, Tanzir al-Maqashid ind al-Imam Muhammad al Tahir ibn Asyru fi
Kitabihi Mawashid al-Syariat al Islamiyyah ( Al Jazair : al – Jami,ah Al jazair, 2006), 24
maqashid qur‟ani dan menjelaskannya bahwa al-Qur‟an adalah pedoman

yang pertama dalam melakukan perbaikan atau reformasi system.9

Ayahnya, Muhammad ibn Muhammad al-Tahir ibn Asyur, seorang

ulama yang menguasai banyak cabang ilmu. Sedangkan ibunya, bernama

Fatimah merupakan anak al-wazir Muhammad al-Aziz al Bu‟thur.

ayahnya menikah dengan Fatimah yang kemudian melahirkan tiga putra

dan dua putri.

Dalam bidang maqahid syariah beliau di juluki sebagai guru kedua,

setelah julukan pertama di sandangkan kepada al Syatibi. Ibnu Asyur

menghasilkan banyak karya dalam bidang keilmuan seperti fikih, ushul

fiqh, sastra Arab. Beberapa karyanya adalah sebagai berikut:10

1. Bidang Ilmu Keislaman

a.
Tafsir, al-tahir wa al tanwir
b.
Maqashid al-Syariat al –Islamiyyah
c.
Ushul al-Nizam al-Ijtima‟I fi al-Islam
d.
A Laysa al-Subh bi Qorib
e.
Al-Waqf wa Atharuhu fi al-Islam
f.
Kasyf al-Mu‟thi min al-Ma‟ani wa al-Alfaz al-Waqiah fi al
Muwatta‟
g. Qissat al-Muwallad
h. Hawasyi „ala al-Tanqih li Syihab al-Din alQarafi fi Ushul al-Fiqh
i. Radd „ala Kitab al-Islam wa Ushul al-Hukm, Ta‟lif „Ali „Abd al-
Raziq
j. Fatawa Rasaiil Fiqhiyyah
k. Al-Tawdhih wa al-Tashih fi ushul al-fiqh
l. Al-Nazr al-Fasih ind Madhayiq al-Anzar fi al-Jami‟ al-Sahih
2. Bidang Bahasa (lughah) dan Sastra Arab

a. Ushul al-Insya‟ wa al-Khitabah


b. Mujaz al-Balaghah
9
Tim Penulis UII, Pribumisasi Hukum Islam, Cet. I (Yogyakarta: PPs FIAI UII, 2012) hlm.
148
10
Balqasim al-Ghalli, Syaikh al-jami’ al-A’zam Muhammad al-Tahir ibn Asyur, Hayatuhu
wa Atharuhu ( Beirut : Dar Ibn Hazm, 1996), hlm. 68-70
c. Syarh Qosidah al-A‟sya fi Madh al-Muhallaq
d. Syarh Diwan Basyar
e. Al-Wadih fi Musykilat al-Mutanabbi li ibn janni
f. Saraqat al-Mutanabbi
g. Syarh al Muqaddimah al-Adabiyyah li al-Marzqi „ala Diwan al-
Hamasah
h. Tahqiq Fawaid al-Aqyan li al-Fath ibn Khaqan ma‟a Syarh ibn
Zakur
i. Diwan al-Nabighah al-Zabiyani (jam, Syarh wa Ta‟liq)
j. Tahqiq Muqaddimah fi al-Nahw li Khalf al-Ahmar.
k. Tarajum li Ba‟d al-A‟lam
l. Tahqiq Kitab al-Iqtidab li al-Batlayusi ma‟a Syarh Kitab Adab al-
Katib
m. Jam‟ wa Syarh Diwan Sahim
n. Syarh Mu‟allaqah Imra‟ill Qays
o. Tahqiq li Syarh al-Qurasyi „ala Diwan al-Mutanabbi
p. Ghara‟ib al-Isti‟mai
q. Tashih wa Ta‟liq „ala Kitab al-Intisar li Jalinus li Hakim Ibn Zahr
r. Syarh Diwan ibn al-Hashaas

Sejak kecil ibn Asyur telah menghafal al-Qur‟an, mempelajari

bahasa Persia, dan memepeljari ilmu ilmu dalam bidang bahasa (nahwu),

serta kitab-kita mazhab imam Malik. Sejak usia 14 tahun ia sudah

menimba ilmu di Universitas Zaitunah. Universitas ini merupakan isntitusi

pendidikan tertua di wilayah barat (Maghribi) telah ada sejak abad 8 M.11

Pada tahun 1899 M, Ibn Asyur dipercaya untuk mengajar di

Universitas Zaitunah. Karirnya dengan cepat menanjak hingga pada tahun

1905 beliau sudah berada di jajaran pengajar tingkat satu. Demikianlah

biografi singkat dari Ibn Asyur.

11
Safriadi, Kontribusi ibn Asyur dalam Kajian Maqashid Syariah, ( Jurnal Ilmiah Islam
Futura, vol XIII, 2014), hlm.81
C. Kajian Maqashid Syariah Ibn Asyur

1. Pengertia Maqashid Syariah

Ibn Asyur boleh dikatakan sebagai orang pertama yang membuat

buku dengan menggunakan istilah al-maqashid sekaligur

merefresentasikan seluruh isi pembahasannya. Ibn Asyur pula yang

menyerukan untuk menjadikan al-maqashid sebagai ilmu yang mandiri

terpisah dari ushul fiqh. 12

Secara bahasa maqashid syariah terdiri dari dua kata, yakni

“maqashid” dan syariah. Kata maqashid merupakan bentuk jamak dari

kata maqshid yang berbentuk masdar mimi (yakni kalimat masdar yang
13
dimulai dengan penambahan mim pada awlanya). kata maqshid

sendiri memiliki beberapa makna:14

a) Pegangangan, mendatangkan sesuatu

b) Jalan yang lurus

c) Keadilang, keseimbangan

d) Pecahan

Dalam konteks hukum Islam kelasik, terminology maqashid sering

disebut dengan istilah mashalih oleh ulama-ulama kelasik.15 Maqashid

1212
Tim Penulis UII, Pribumisasi Hukum Islam.., hlm. 1487
13
Mustafa al-Ghalyani, jami’ Durus al-Arabiyyah, jilid I (Beirut : Maktabah al-Asyiriyyah,
2003) hlm., 129
14
Muhammad Said Ramadhan al-Buti, Maqashid al-Syariat al Islamiyyah wa alaqatuh bi
al Adillat al Syariah (Saudi Arabia: Dar al-Hijrah, 1998), hlm., 26-28
15
M. Arfan Muammar dkk, Studi Islam..,hlm.,426
memiliki pengertian tujuan, maksud, objektif, prinsip, sasaran, tujuan

akhir, dan niat. 16

Sedangkan kata syariah berarti jalan menuju sumber air atau

sumber pokok kehidupan.17 Syariah adalah hukum-hukum Allah yang

diperuntukkan kepada manusia yang memuat kebijaksanaan dan

kesejahtraan dalam kehidupan dunia dan akhirat.18 Kata syariah yang

sejatinya berarti hukum-hukum Allah, baik yang ditetapkan sendiri

oleh Allah ataupun ditetapkan Nabi saw sebagai penjelasan atas

hukum yang ditetapkan oleh Allah.19

Menurut Amir Syarifuddin maqashid syariah berarti apa yang

dimaksud oleh Allah dalam menetapkan hukum, apa yang dituju dalam

menetapkan hukum atau apa yang dicapai oleh Allah dalam

menetapkan suatu hukum.20 Sedangkan menurut Wahbah Zuhaili,

maqashid syariah adalah nilai-nilai dan tujuan syara‟ yang tersirat

dalam segenap atau sebagian besar dari hukum-hukumNya.

Nilai nilai itu dipandang sebagai tujuan dan rahasia syariat yang

ditetapkan oleh syar‟i (pembuat syariat) dalam setiap ketentuan

16
M. Arfan Muammar dkk, Studi Islam..,hlm.,426
17
Totok Jumantoro, dan Samsul Munir Amin, kamus ilmu Ushul Fiqh, cet.I (Jakarta:
Amzah, 2005), 196
18
M. Arfan Muammar dkk, Studi Islam..,hlm.,426
19
H Amir Syariffudin, Ushul Fiqh, Jilid II ( Jakarta: Penerbit Kencana), hlm 231
20
H Amir Syariffudin, Ushul Fiqh, Jilid II ( Jakarta: Penerbit Kencana), hlm 231
21
hukum. Ibn Asyur sendiri mengartikan maqashid syariah sebagai

hikmah, dan rahasia serta tujuan diturunkannya syariat secara umum

dengan tanpa mengkhususkan diri pada satu bidang tertentu.22

2. Pandangan Maqashid Syariah Ibn Asyur

Menurut Ibn Asyur legalitas Maqashid disebutkan dalam al-

Qur‟an, bahwa Allah swt, sebagai (pembuat hukum) mustahil

menurunkan syariat kepada manusia tanpa diiringi dengan tujuan dan

hikmah-hikmah.23 Lanjut beliau ada tiga cara untuk memahami

maqashid syariah, pertama melalui metode induktif, kedua dengan

menggunakan dali-dalil al-Qur‟an secara jelas dan kecil kemungkinan

untuk dipalingkan dari makna nazirnya. Ketiga dapat ditemukan


24
langsung dari dalil-dalil sunnah yang mutawatir. Secara lengkap

berikut penjelasan ketiga cara untuk memahami maqashid syariah:25

a) Melalui metode Induktif (istiqra‟) yakni mengkaji syariat dari


semua aspek berdasarkan ayat pertikular. Cara ini dibagi dalam dua
kualifikasi. Pertama meneliti semua hukum yang diketahui
kausanya (al-Illah), contoh larangan meminang perempuan yang
sedang dalam pinangan orang lain, demikian pula larangan
menawar sesuatu barang dagangan yang sedang di tawar oang
lain. Dari Illah ini dapat ditarik suatu maqashid, yaitu
kelanggengan persaudaraan sesama suadara seiman. Dengan
berdasar pada maqsid itu maka tidak hamam memimang pinangan
orang lain setelah pelamar sebelumnya membatalkan rencana untuk
menikahinya.26 Kedua meneliti dalil-dalil hukum yang sama al-

21
Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al Islami, Jilid II, cet. XiV (Beirut: Dar al-Fikr, 2005), hlm.,
307
22
Muhammad Ibn Asyur, Maqahid al-Syariat al-Islamiyyah, (Tunisia: Maktabah al-
Istiqomah, 1366 H). hlm., 50
23
Muhammad Ibn Asyur, Maqashid al-Syariat..,hlm.9
24
Safriadi, Kontribusi ibn Asyur dalam Kajian Maqashid Syariah..,hlm. 86
25
Safriadi, Kontribusi ibn Asyur dalam Kajian Maqashid Syariah..,hlm. 86
26
Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,16
illahnya, sampai yakin bahwa al-illah tersebtu adalah maqshid-
nya. Seperti larangan syarak membeli produk makan yang belum
ada di tangan, adanya larangan monopoli produk makanan. Semua
larangan ini adalah hukum syarak yang berujung pada satu al-
illah hukum yang sama, yaitu larangan menghambat peradaran
produk makanan di pasaran. Dari al-illah ini dapat diketahui
adanya maqahid syariah, yaitu tujuan bagi kencaran peredaran
produk makanan, dan mempermudah orang memperoleh
makanan.27
b) Maqashid yang dapat ditemukan secara langsung dari dalil-dalil al-
Qur‟an secara jelas serta kecil kemungkinan untuk dipalingkan dari
makan zahirnya. Seperti bunyi ayat 183 surat al-Baqarah tentang
kewajiban puasa “kutiba „alaikum al-siyam.” Pada ayat ini sangat
kecil kemungkinan untuk mengartikan kata kutiba dengan arti
selain diwajibkan dan tidak memaknai sebagai di tulis.28 Contoh
nilai universal yang ditetapkan beradasarkan pengertian tekstual
ayat al-Qur‟an adalah kemudahan, kebencian terhadap kerusakan,
dan memakan harta orang lain secara illegal, menjauhi permusuhan
dan mengedepankan kelapangan.29
c) Maqashid dapat ditemukan langsung melalui dalil-dalil sunnah
yang mutawatir, baik mutawatir secara ma‟nawi maupun a‟mali.
Secara ma‟nawi berarti difahami dari pengalaman sekelompok
sahabat yang menyaksikan perbuatan Nabi saw., seperti di
syariatkannya khutbah pada dua hari raya.30 Sedangkan secara
amali berarti maqahid yang difahami dari prakti seorang sahabat. Ia
berulang kali melakukan perbuatan di masa hidup Nabi saw.
Ibn Asyur mencontohkan dengan sebuah hadis yang dibukukan
dalam sahih bukhari. Di riwayatkan dari al-Azraq ibn Qays, ia
menceritakan “kami berada disebuah tepi sungai yang sedang
kekeringan di daerah ahwaz, lalu abu Barzah datang dengan
mengendarai seekor kuda. Kemudian mengistirahatkan kudanya
untuk sholat, lalu tiba-tiba kudanya lari. Maka iapun menghentikan
sholatnya dan mengejar kudanya, lalu ia kembali sholat. Diantara
kami ada yang berkomentar : lihat Abu barzah, dia telah merusak
sholatnya demi seekor kuda. Abu Barzah kemudian berkomentar
semenjak saya terpisah dengan Nabi Saw, belum ada seorangpun
yang pernah menghinaku. Rumahku sangat jauh, seandainya saya
salat dan membbiarkan kuda itu pergi, saya tidak akan tiba ke
keluargaku hingga malam hari. Diriwatkan bahwa Abu Barzah itu
adalah salah seorang sahabat Nabi saw, yang mendahulukan
dimensi taysir dalam ijtihad, berdasarkan penglihatannya terhaap

27
Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,16 -17
28
Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,17
29
Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,20
30
Muhammad Ibn Asyur, Maqahid..,hlm.,17-18
perbuatan Nabi saw. “ Dari riwayat ini dapat dipahami bahwa salah
satu dari konsep maqashid syariah adalah konsep taysir.

Ibn Asyur dalam kitabnya membagi maqashid syariah menjadi dua

bagian, yaitu maqashid syariah yang bersifat umum (maqashid Al-

ammah) dan maqashid syariah yang bersifat khusus (mawashid al-


31
Khassah). Secara lengkap berikut pengertian dua jenis maqahid ibn

Asyur, sebagaimana di tulis oleh Andriyaldi tersebtut: 32

Maqashid syariah yang bersifat umum artinya makna-makna dan


hikmah-hikmah yang diperhatikan syar‟i (Allah) dalam semua
ketentua syariah, atau sebagai besarnya dimana tidak hanya khusus
dalam hukum-hukum fikih tertenu saja. Maqashid syariah yang
bersifat khusus adalah hal-hal yang dikenedaki syar‟I (AllahO untuk
merealisasikan tujuan tujuan manusia yang bermanfaatm atau untuk
memelihara kemaslhatan umum mereka dalam tindakan-tindakan
mereka secara khusus.

3. Pandangan Ibn Asyur tentang Maqashid Syariah

Stidaknya ada beberapa pandangan imam ibn Asyur tentang

konsep maqashid syariah: pertama, perlunya menjadikan mawashid

syariah sebagai sebuah disiplin ilmu tersendiri. Kedua, korelasi al

fitrah (naruli beragama), al-samahah (toleransi), al-muswat (egaliter),

dan al-hurriyah (kemerdekaan bertindak).33

Secara umum teori maqashid ibn Asyur dapat di jabarkan sebagai

berikut; (a) pendepinisian maqashid umum dan maqashid khusus, (b),

menjelaskan ta‟lil, berdasarkan ta‟lil ini beliau membagi hukum

menjadi tiga bagian yaitu 1), hukum yang berkategori mu‟allal

31
Safriadi, Kontribusi ibn Asyur dalam Kajian Maqashid Syariah..,hlm. 88
32
Andriyaldi, Teori Maqashid Syariah dalam Persepektif Imam Muhammad Ibnu Asyur, (
Jurnal Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7, 2014), hlm., 30
33
Imam Ibn Asyur, Maqashid Syariah al-islamiyah, hlm 259
(mengandung illah) yang harus eksplisit atau berindikasi kuat kea rah

itu. 2) hukum yang bersifat ta‟abbudi semata, dalam konteks ini tidak

ada petunjuk kecuali hikmahnya, 3) hukum yang berada diantara dua

kategori hukum tersebut. Artinya mengandung illatnya sangat samar.34

Beliau juga mengisyaratkan metode penetapan maqashid dengan

memaparkan mazhab Syatibi, menjelaskan saddu zari‟ah, menjelaskan

kaidah al-wasa‟il dan macam-macamnya yang berkaitan hubungannya

dengan maqashid.35

Menurut Ibn Asyur bahwa tujuan umum dari penetapan syariah

adalah untuk melindungi system keummatan agar tetap hidup.

Melindungi lima kebuthan utama menjadi kewajiban umat secara

universal bisa juga menjadi kewajiban ummat secara individual.

Menurutnya kesertaraan semua individu dalam komunitas umat baik

jiwa maupun pekerjaannya merupakan tujuan pokok syariah, inilah

yang disebut al-hurriyyah (kebebasan)36

34
Tim penulis UII, Pribumisasi..,hlm 148
35
Ibid.,
36
Ibid., 149
D. Kesimpulan

Dari kajian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Ibn Asyur

memiliki konsep yang reformatif terhadap maqashid syariah. Dimana

beliau tidak hanya menjadikan maqashid syariah sebagai sesuatu yang

hanya terpaut pada satu sisi saja, namun beliau juga menjelaskan bahwa

sebenarnya tujuan maqashid syariah itu untuk melindungi lima kebutuhan

utama menjadi kewajiban umat secara universal dan juga secara

individual.

Menurut beliau maqashid syariah harus menjadi disiplin ilmu

tersendiri secara independen terlepas dari ilmu ushul fiqh. Gagasan ini

beliau tuangkan dalam karyanya “maqashid al-syariah al-islamiyyah”.


DAFTAR PUSTAKA

Andriyaldi, 2014., Teori Maqashid Syariah dalam Persepektif Imam Muhammad


Ibnu Asyur, ( Jurnal Islam dan Realitas Sosial, Vol. 7,)

Balqasim al-Ghalli, 1996., Syaikh al-jami‟ al-A‟zam Muhammad al-Tahir ibn


Asyur, Hayatuhu wa Atharuhu ( Beirut : Dar Ibn Hazm)

H Amir Syariffudin, Ushul Fiqh, Jilid II ( Jakarta: Penerbit Kencana)

Ismail Hasani, 1995., Nazariyyat al-Maqashid ind al-Imam Muhammad al-Tahir


Inn Asyur, cet . I (Virginia: Ma‟had al-Islami li al-Fikr al-Islami,)

Muhammad Husayn, 2006., Tanzir al-Maqashid ind al-Imam Muhammad al


Tahir ibn Asyru fi Kitabihi Mawashid al-Syariat al Islamiyyah ( Al Jazair :
al – Jami,ah Al jazair,)

M. Arfan Muammar dkk 2013, Studi Islam Perspektif inside/outside, ( Yogyakarta


: IRCiSoD Cet.II,)

Muhammad Ibn Asyur, 1366., Maqashid al-Syariat al-Islamiyyah, (Tunisia:


Maktabah al-Istiqoma).

Muhammad Said Ramadhan al-Buti, 1998., Maqashid al-Syariat al Islamiyyah wa


alaqatuh bi al Adillat al Syariah (Saudi Arabia: Dar al-Hijrah)

Mustafa al-Ghalyani, 2003., jami‟ Durus al-Arabiyyah, jilid I (Beirut : Maktabah


al-Asyiriyyah)

Tim Penulis UII, 2012., Pribumisasi Hukum Islam, Cet. I (Yogyakarta: PPs FIAI
UII)

Safriadi, 2014., Kontribusi ibn Asyur dalam Kajian Maqashid Syariah, ( Jurnal
Ilmiah Islam Futura, vol XIII)

Totok Jumantoro, 2005., dan Samsul Munir Amin, kamus ilmu Ushul Fiqh, cet.I
(Jakarta: Amzah)

Wahbah Zuhaili, 2005., Ushul al-Fiqh al Islami, Jilid II, cet. XiV (Beirut: Dar al-
Fikr)

Anda mungkin juga menyukai