Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH EKONOMI MAKRO

KESEIMBANGAN PENDAPATAN NASIONAL 3 ATAU 4


SEKTOR

DI SUSUN OLEH :
SUPRIYADI ( 301 14 11 108 )
SUSI SUSANTI ( 301 14 11 109 )
SUWANTI ( 301 14 11 110 )
KELAS : 2 AK 4

FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN 3 SEKTOR


A. Pengertian perekonomian 3 sektor
Perekonomian 3 sektor adalah perekonomian yang meliputi kegiatan dalam sektor
perusahaan, rumah tanggga dan pemerintah. Dalam perekonomian 3 sektor perdagangan luar
negeri masih diabaikan. Karena ketiadaan kegiatan luar negeri maka perekonomian 3 sektor
dinamakan perekonomian tertutup.
B. Bagan sirkulasi aliran pendapatan dan pengeluaran dalam perekonomian 3 sektor
Di bawah ini adalah bagan sirkulasi aliran pendapatan dan pengeluaran perekonomian 3
sektor

C. Ciri-ciri pokok aliran pendapatan dan pengeluaran


i.

ii.

Pendapatan sektor perusahan dibedakan atas dua jenis:


Pembayaran kepada sektor rumah tangga sebagai pendapatan kepada faktor-faktor
produksi.
Pembayaran pajak pendapatan perusahaan kepada pemerintah.
Pendapatan yang diterima rumah tangga berasal dari dua sumber:
Dari gaji, upah, sewa, bunga dan untung oleh perusahaan
Dari gaji dan upah oleh pemerintah

iii.

iv.
v.
vi.

Pemerintah menerima pendapatan berupa pajak dari perusahaan dan rumah tangga.
Pendapatan tersebut akan digunakan untuk membayar gaji dan upah pegawai-pegawai
serta membeli barang-barang dan jasa.
Pendapatan yang diterima rumah tangga (Y) digunakan untuk: Konsumsi (C),
tabungan (S) dan membayar pajak pendapatan (T) sehingga: Y = C + S + T
Tabungan rumah tangga yang disimpan di lembaga keuangan dipinjamkan kepada
pengusaha/investor untuk investasi (menanam modal).
Pengeluaran agregat (AE) menjadi bertambah jenisnya menjadi: AE = C + I + G

D. Syarat-syarat keseimbangan
i. Pendapatan nasional dapat dicapai apabila penawaran agregat sama dengan
pengeluaran agregat. Pengeluaran agregat yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam
perekonomian meliputi tiga jenis perbelanjaan yaitu konsumsi rumah tangga (C),
investasi perusahaan (I) dan pengeluaran pemerintah membeli barang dan jasa (G).
Maka keseimbangan dalam perekonomian 3 sektor adalah penawaran agregat =
pengeluaran agregat (Y=AE), atau:
Y= C+I+G
ii. Pendapatan rumah tangga akan digunakan untuk tiga tujuan yaitu untuk membayar
konsumsi, ditabung dan membayar pajak. Berdasarkan aliran pendapatan 3 sektor
maka berlaku persamaan berikut:
Y = C+S+T
iii. Uraian sebelumnya telah menunjukan bahwa keseimbangan berlaku dengan
persamaan : Y = C+I+G, sedangkan pada setiap tingkat pendapatan nasional berlaku
persamaan : Y = C+S+T. Maka keseimbangan pendapatan nasional berlaku persamaan
:
C+I+G=C+S+T
Apabila C dikurangi dari setiap ruas maka menjadi : I+G = S+T
iv. Dalam perekonomian 3 sektor I dan G adalah suntikan dalam sirkulasi pendapatan,
sedangan S dan T adalah kebocoran. Maka dalam keseimbangan ekonomi 3 sektor
juga berlaku keadaan : suntikan = kebocoran. Dapat dirumuskan bahwa dalam
perekonomian 3 sektor yang mencapai keseimbangan akan berlaku keadaan sebagi
berikut :
Y = C+I+G dan I+G = S+T
E. Jenis-jenis pajak
Jenis-jenis pajak dibagi menjadi tiga bagian yaitu berdasarkan pihak yang
menanggung, berdasarkan pihak yang memungut dan berdasarkan sifat:
1. Berdasarkan Pihak Yang Menanggung
Berdasarkan pihak yang menaggung, pajak dibedakan menjadi pajakk langsung dan pajak
tidak langsung
a. Pajak Langsung

Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya harus di tanggung sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Pajak langsung merupakan pajak
yang dikenakan terhadap wajib pajak pribadi atau perorangan dan badan yang harus dibayar
secara periodik berdasarkan surat ketetapan pajak. Contohnya Pajak Penghasilan (PPH) dan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain.
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang dikenakan terhadap setiap perbuatan atau
peristiwa ekonomi dan dipungut tanpa surat ketetapan pajak. Contoh pajak tidak langsung
adalah Pajak Penjualan(PPn), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN), Bea Materai, dan Cukai.
2. Berdasarkan Pihak Yang Memungut
Berdasarkan pihak yang memungut, pajak dibedakan menjadi pajak negara dan pajak daerah.
a. Pajak Negara
Pajak negara atau pajak pusat adalah pajak yang dipungut pemerintah pusat. Pajak pusat
merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembiayaan
pembangunan. Pajak pusat diatur dalam suatu peraturan yang disebut undang-undang tentang
perpajakan nasional. Pelaksanaan pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh pajak negara adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjalan (PPn), dan Bea Materai
b. Pajak Daerah
Pajak daerah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah daerah. Setiap daerah mempunyai objek pajak
tersendiri. Hal ini sesuai dengan peraturan daerah masing-masing. Pajak daerah diatur dalam
suatu peraturan yang disebut peraturan daerah (PERDA).Pelaksanaa pemungutannya
dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Contoh pajak daerah adalah iuran kebersihan,
retribusi masuk terminal, pajak tontonan, pajak reklame retribusi parkir, dan retribusi galian
pasir.
3. Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif
a. Pajak subjektif
Pajak Subjektif adalah pajak ysng memperhatikan kondisi/keadaan wajib pajak. Dalam hal ini
penentuan besarnya pajak harus ada alasan objektif yang
berhubungan erat dengan kemammpuan membayar wajib pajak. Jenis pajak yang termasuk
pajak subjektif ialah Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan
wajib pajak. Jenis pajak yang termasuk dalam pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn-BM).
4. Bentuk-bentuk pajak pendapatan
1. Pajak regresif : pajak yang nilainya tidak bergantung pada besar kecilnya pendapatan.

2. Pajak proporsional : persentasi pungutan pajak tetap terhadap nilai pendapatan.


3. Pajak progresif : persentasi pungutan pajak bertambah tinggi seiring menigkatnya
pendapatan seseorang. Tujuan: mendapatkan hasil pajak yang lebih banyak dan lebih
meratakan pendapatan.
F. Efek pajak terhadap konsumsi dan tabungan
Dalam perekonomian yang telah mengenakan pajak, perhubungan diantara pendapatan
disposibel dan pendapatan nasional dapat dinyatakan secara berikut:
Pendapatan disposibel (Yd) = Pendapatan nasional (Y) Pajak (T)
Penurunan pendapatan disposebel akan mengurangi konsumsi dan tabungan rumah tangga.
Hal ini disebabkan karena pajak yang dibayarkannya mengurangi kemampuannya untuk
melakukan pengeluaran konsumsi dan menabung. Pajak yang dipungut akan mengurangi
pendapatan disposibel sebanyak pajak yang dipungut. Penurunan pendapatan disposibel
menyebabkan pengeluaran konsumsi dan tabungan rumah tangga akan berkurang pada
berbagai tingkat pendapatan. Beriut adalah salah satu contoh yang menunjukan akibat dari
pungutan pajak terhadap konsumsi dan tabungan.
TABEL 1. Pengaruh pajak tetap terhaap konsumsi dan tabungan (dalan triliun rupiah)
Y
T
Yd
KEADAAN SEBELUM PAJAK (T = 0)
0
0
0
240
0
240
480
0
480
720
0
720
960
0
960
1200
0
1200
1440
0
1440

90
270
450
630
810
990
1170

-90
-30
30
90
150
210
270

60
240
420
600
780
960
1140

-100
-40
20
80
140
200
260

KEADAAN SESUDAH PAJAK (T = 40)


0
240
480
720
960
1200
1440

40
40
40
40
40
40
40

-40
200
440
680
920
1160
1400

Pendapatan disposibel (Yd) dapat dihitung dengan menggunakan formula : Yd = Y-T


Konsumsi rumah tangga (C) dapat dihitung dengan menggunakan formula : C = a + bYd
Tabungan rumah tangga (S) dapat dihitung dengan menggunakan formula : S = -a + (1-b)Yd
Keadaan sebelum ada pajak ( T=0)
Dimisal kan fungsi konsumsi C = 90 +0,75Y dan fungsi tabungan S = -90+0,25Y

Berdasarkan pemisalan diatas ketika pendapatan nasional adalah nol (Y=0), konsumsi
rumah tangga adalah sebesar Rp 90 triliun.
Dimisalkan pendapatan nasional selalu mengalami kenaikan sebanyak Rp 240 triliun,
yaitu dari 0 menjadi Rp 240 triliun, kemudian menjadi 480 triliun dan seterusnya.
Maka Y=Yd=240.
Kenaikan pendapatan akan mengakibatkan kenaikan konsumsi dan tabungan.
Hubungannya dapat dinyatakan dengan formula : C=MPC Yd dan
S=MPSYd.
Apabila Yd=240 maka C = 0,75 240 = 180. Dari perhitungan ini konsumsi rumah
tangga naik sebanyak Rp 180 triliun.
Perubahan tabungan adalah S = 0,25 240 = 60. Dari perhitungan tersebut tabungan
rumah tangga selalu bertambah Rp 60 triliun. Pertambahan tabungan juga dapat di
hitung dengan persamaan S = Yd C.
Keadaan setelah pemungutan pajak ( T = 40 )
Sebagai akibat pajak, Y tidak sama lagi dengan Yd. Perkaitan antara dua variabel
tersebut menjadi Yd = Y T.
Persamaan C = a + bYd menggambarkan sikap rumah tangga dalam melakukan
konsumsi. Persamaan ini berlaku baik ketika ada pajak maupun tidak ada pajak. Maka
untuk menentukan nilai C dalam kolom berikutnya digunakan persamaan :
C=90=0,75Y. Dan menentukan nilai tabungan menggunakan persamaan S=YdC.
Jadi dapat dilihat perbedaan antara sebelum pajak dan sesudah pajak dalam
data kolom pertama dimana Y = 0, didapati C = 90 dan S = 90, sedangkan pada
kolom kedua dimana Y = 0, didapati C = 60 dan S = 100. Perbedaan kedua data
tersebut setelah pajak yaitu konsumsi berkurang sebanyak: C= 90 60 = 30 dan
tabungan berkurang sebanyak : S= 90 (100) = 10.
Setiap pemungutan pajak akan menimbulkan perubahan terhadap pendapatan
disposibel. Pajak sebanyak T akan menyebabkan pendapatan disposibel
menururn sebanyak T. Maka : Yd = T
Kemerosotan pendapatan disposibel akan mengurangi konsumsi dan tabungan
rumah tangga. Jumlah konsumsi dan tabungan yang berkurang adalah sama
dengan pengurangan pendapatan disposibel, maka : Yd= T = C + S
Disamping tergantung kepada perubahan pendapatan disposibel, pengurangan
konsumsi ditentukan oleh MPC dan MPS, dan perhitungannya dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan :
C = MPC Yd atau C = MPC (T)
S = MPS Yd atau S = MPS (T)
Dalam contoh diatas diketahui pajak = 40, S = 0,75 dan MPS = 0,25. Maka
pengurangan konsumsi dan tabungan rumah tangga yang terjadi adalah
C = 0,75 (40) = 30
S = 0,25 (40) = 10
Penghitungan tersebut membuktikan bahwa pajak sebesar Rp 40 triliun
mengurangikonsumsi sebanyak Rp 30 triliun dan tabungan sebanyak Rp 10
triliun. Secara umum hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan :
T = Yd = (MPC T) + (MPS T)

G. Kecondongan mengkonsumsi
Pendapatan nasional (Y) dan pendapatan disposibel (Yd) dalam ekonomi tiga sektor
dapat ditentukan dengan dua nilai MPC, yaitu MPC dan MPCy.
Kecondongan Mengkonsumsi (MPC) merupakan rasio pertambahan konsumsi
dengan pertambahan pendapatan disposibel, atau:
C
MPC
Yd

Dan kecondongan mengkonsumsi marjinal pendapatan nasional (MPCy)


merupakan rasio pertambahan konsumsi dengan pertambahan pendapatan
nasional, atau:
C
MPC y
Y

Dalam ekonomi tiga sektor dimana Y lebih besar daripada Yd maka MPC lebih
besar daripada MPCy. Apabila persentasi pajak diketahui dan nilai MPC juga
diketahui , MPCy dapat dengan mudah dihitung. Dimisalkan nilai MPC=b dan
persentasi pajak adalah t dari pendapatan nasional (T=tY).
Karena pajak adalah t.Y maka, Yd = Y - t Y = (1 t) Y . dengan demikian
persamaan :
C
MPC
Yd
dapat diubah menjadi MPC =
karena MPC adalah b, maka:

C
Y

C
( 1t ) Y

= MPCy = (1t)b

H. Kecondongan menabung
Kecondongan menabung marjinal pendapatan disposibel (MPS) adalah rasio
diantara pertambahan tabungan dengan pertambahan pendapatan disposibel,
atau :
S
MPS = Yd

Kecondongan menabung marjinal pendapatan nasional (MPCy) adalah rasio


diantara pertambahan tabungan dengan pertambahan pendapatan nasional,
atau:

MPSy =

S
Yd

Dalam perekonomian tiga sektor dengan sistem pajak proporsional MPS adalah lebih besar
dari MPSy. Dalam sistem pajak proporsional nilai MPSy adalah:
MPSy = (1b) (1t)
Penjabaran dari rumus diatas adalah sebagai berikut :
S
MPS = Yd
Karena Yd = (1t), maka
S
MPS = (1t ) Y
S
Y

= MPS (1t)

MPSy = MPS (1t)


Oleh karena MPS = (1b), maka persamaan MPSy dapat diubah menjadi :
MPSy = (1b) (1t)
I. Pengeluaran pemerintah
Pajak yang diterima pemerintah akan digunakan untuk membiayai berbagai kegiatan
pemerintah. Dinegara-negara yang sudah sangat maju, Pajak adalah sumber utama dari
pembelanjaan pemerintah, sebagian dari pengeluaran pemerintah adalah untuk
membiayai administrasi pemerintahan dan untuk membiayai kegiatan-kegiatan
pembangunan, membayar gaji pegawai-pegawai pemerintah, membiayai sistem
pendidikan dan kesehatan rakyat, membiayai pembelanjaan untuk angkatan bersenjata
dan membiayai berbagai jenis infrastruktur yang penting artinya dalam pembangunan
adalah beberapa bidang penting yang akan dibiayai pemerintah.
a. Proyeksi jumlah pajak yang di terima: Dalam menyusun anggaran belanja pemerintah
harus terlebih dahulu membuat proyeksi mengenai jumlah pajak yang akan
diterimanya. Makin banyak jumlah pajak yang akan dapat di kumpulkan, makin
banyak pula perbelanjaan pemerintah yang akan di lakukan.
b. Tujuan-tujuan ekonomi yang ingin dicapai: Mengatasi masalah pengangguran,
menghidari inflasi dan mempercepat pembangunan ekonomi. Untuk memenuhi
tujuan-tujuan tersebut seringkali pemerintah membelanjakan uang jauh lebih besar
dari pendapatan yang diperoleh dari pajak. Untuk mengatasi pengangguran dan
pertumbuhan ekonomi yanng lambat pemerintah memerlukan uang dalam jumlah
besar dan pendapatan dari pajak saja tidak cukup. Maka, untuk memperoleh dana
yang diperlukan pemerintah terpaksa meminjam atau mencetak uang.
c. Pertimbangan politik dan keamanan: Pertimbangan-pertimbangan politik dan
kestabilan negara selalu menjadi salah satu tujuan penting dalam menyusun anggaran
belanja pemerintah. Kekacauan politik, perselisihan antar berbagai golongan
masyarakat dan daerah akan menyebabkan kenaikan pembelanjaan pemerintah yang

sangat besar. Ancaman dari negara luar juga dapat menimbulkan kenaikan yang besar
dalam pengeluaran ketentaraan dan akan memaksakan pemerintah untuk
membelanjakan uang yang lebih besar.

J. Keseimbangan perekonomian tiga sektor


Keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian tiga sektor dibedakan dalam
dua keadaan, yaitu:
i. Dalam perekonomian di mana sistem pajaknya adalah sistem pajak tetap.
ii.
Dalam perekonomian di mana sistem pajaknya adalah pajak proporsional.
Pajak tetap dan keseimbangan pendapatan
Untuk menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian dimana sistem
pajaknya adalah pajak tetap, digunakan pemisal-pemisalan dibawah ini :
i. Jumlah pajak dan sifat hubungan diantara pendapatan nasional, konsumsi dan tabungan
adalah seperti dalam tabel 1. Dimana fungsi konsumsi adalah C=60+0,75Y (fungsi
konsumsi setelah pajak) dan fungsi tabungan adalah S = 100 + 0,25Y. Pajak adalah T
= 40.
ii. Investasi perusahaan adalah I = 120 (triliun rupiah) dan pengeluaran pemerintah adalah
G=60 (triliun rupiah).
TABEL 2. Pajak tetap dan keseimbangan pendapatan

AE = C + I + G

40

60

-100

120

60

240

240

40

240

-40

120

60

420

480

40

420

20

120

60

600

720

40

600

80

120

60

780

960

40

780

140

120

60

960

1200

40

960

200

120

60

1140

1440

40

1140

260

120

60

1320

EKSPANSI

SEIMBANG
KONTRAKSI

Keseimbangan secara angka


Data dalam tabel diatas menunjukan apabila pendapatan nasional adalah lebih kecil dari
Rp960 triliun , berlaku keadaan di mana: AE > Y yaitu pengeluaran angregat lebih besar
dari pendapatan nasional. Kelebihan pembelanjaan agregat berlaku dan akan mendorong
dilakukannya ekspansi dalam kegiatan ekonomi. Sebaliknya apabila pendapatan nasional
lebih besar dari 960 triliun, AE < Y. Artinya lebih banyak produksi nasional kalau

dibandingkan dengan pembelanjaan dalam perekonomian. Kenaikan stok barang berlaku


dan akan mendorong kepada kontraksi (penurunan) dalam kegiatan ekonomi.
Keseimbangan pendapatan nasional akan dicapai pada pendapatan nasional sebanyak
Rp960 triliun, yaitu dalam keadaan dimana pendapatab nasional sama dengan
pengeluaran agregat.
Pajak proposional dan keseimbangan pendapatan
Untuk menerangkan keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian yang
menggunakan sistem pjak propesional digunakan pemisalan-pemisalan dibawah ini :
i. Presentasi pajak dan sifat hubungan diantara pendapatan nasional, konsumsi dan tabungan
adalah seperti dalam tabel 1. Fungsi konsumsi adalah C=90 + 0,60Y. Fungsi pajak
ii.

adalah T= 0,20Y.
Investasi perusahaan adalah I= 150 (triliun rupiah) dan pengeluaran pemerintah adalah
G= 240 (triliun rupiah).

TABEL 3. Pajak Proposional dan Keseimbangan Pendapatan (dalam triliun rupiah)

Y
(1)
0

T
(2)
0

C
(3)
90

I
(4)
-90

240

48

234

-42

480

96

278

720

14
4
19
2
24
0
28
8

522

54

666

102

810

150

954

198

960
120
0
144
0

S
(5)
15
0
15
0
15
0
15
0
15
0
15
0
15
0

G
(6)
24
0
24
0
24
0
24
0
24
0
24
0
24
0

AE = C + I + G
(7)
480
624

Keadaan
Ekonomi
(8)
EKSPANSI

768
912
1056
1200

SEIMBANG

1344

KONTRAKSI

Apabila dibandingkan data dalam kolom (1) yang menunjukan pendapatan


nasional dengan data dalam kolom (7), yaitu data pengeluaran agregat, didapati
bahwa apabila pendapatan nasional kurang dari Y = 1200 (triliun rupiah) maka
pengeluaran agregat (AE > Y) dan ini akan menyebabkan ekspansi dalam ekonomi.
Apabila Y > 1200 (misalnya pada Y = 1440 triliun rupiah) pengeluaran agregat kurang
dari pendapatan nasional. Stok barang dalam perekonomian bertambah dan kontraksi
dalam kegiatan ekonomi berlaku. keseimbangan pendapatan nasional dicapai apabila

Y = 1200 (triliun rupiah) karena pada tingkat ini pengeluaran agregat sama dengan
pendapatan nasional. Pada pendapatan nasional ini juga suntikan sama dengan
bocoran, yaitu I+G=150+240=390 dan S + T = 150 + 240 = 390.
K. Masalah makro ekonomi dan kebijakan fiskal
Berikut adalah beberapa kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah guna
mengatasi berbagai permasalahan ekonomi di bidang makro:

1. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam
perpajakan dan pengeluaran pemerintah/anggaran untuk memengaruhi pengeluaran
agregat. Contohnya pengenaan pajak penghasilan dan pengenaan cukai rokok.
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang ditempuh pemerintah/bank sentral
dalam penawaran uang dan kebijakan suku bunga untuk memengaruhi pengeluaran
agregat. Contohnya pemerintah menerapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat
dan peningkatan suku bunga bank.
3. Kebijakan segi penawaran
Kebijakan segi penawaran adalah kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi perusahaan, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan lebih
banyak dan lebih murah. Contohnya pemerintah memberikan bantuan subsidi kepada
pengusaha kecil menengah.
4. Kebijakan Energi
Kebijakan energi adalah kebijakan dalam menggunakan energi seefisien dan
seoptimal mungkin yang didalamnya terdapat usaha penghematan energi. Misalnya
kebijakan konfersi minyak tanah ke gas LPG guna penghematan penggunaan bahan
bakar minyak oleh masyarakat.
5. Kebijakan Penetapan Harga
Kebijakan penetapan harga adalah kebijakan dalam menentukan harga-harga pada
tingkat tertentu pada komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Contohnya penetapan tarif dasar listrik oleh pemerintah.
6. Kebijakan Neraca Pembayaran
Merupakan kebijakan yang digunakan untuk memantau keadaan neraca pembayaran
guna memengaruhi nilai tukar. Contohnya larangan impor atau kuota produk tertentu
dilakukan guna melindungi para pengusaha lokal dari serbuan produk asing.
L. Multiplier dalam perekonomian 3 sektor

Multiplier beetujuan untuk menerangkan pengaruh dari kenaikan atau kemerosotan dalam
pengeluaran agregat ke tingkat keseimbangan dan terutama ke tingkat pendapatan nasional.
Nilai multiplier menggambarkan perbandingan diantara jumlah penambahan atau
pengurangan dalam pendapatan nasional dengan jumlah pertambahan atau pengurangan
agregat yang telah menimbulkan perubahan dalam pendapatan nasional tersebut.
Rumus multiplier :
1
1
Y = 1b . I atau Y = MPS . I
untuk pajak tetap
Y =

1
1b+bt

. I

untuk pajak proporsional

KESEIMBANGAN PEREKONOMIAN 4 SEKTOR


A. Pengertian perekonomian 4 sektor
Perekonomian terbuka (perekonomian 4 sektor) merupakan suatu sistem
perekonomian yang melibatkan kegiatan ekspor dan impor dengan negara-negara lain
di dunia.
B. Sektor-sektor dalam perekonomian 4 sektor
Dalam perekonomian empat sektor sendiri memiliki empat sektor, yaitu
1. Sektor Rumah Tangga (Households Sector), yang terdiri atas sekumpulan
individu yang melakukan kegiatan konsumsi terhadap barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan hidup diri sendiri maupun keluarga. Dalam sektor rumah tangga
memiliki faktor-faktor produksi yang dibutuhkan untuk proses produksi barang dan
jasa. Faktor-faktor produksi tersebut adalah :
a. Tenaga kerja atau sumber daya manusia. Kegiatan yang dilakukan oleh manusia
yang berupa kegiatan jasmani maupun rohani yang ikut berperan dalam proses
produksi untuk menghasilkan barang maupun jasa.
b. Sumber daya fisik atau sumber daya alam. Faktor produksi yang langsung dari
alam yang dapat dimanfaatkan manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
c. Modal. Modal disini tak hanya berupa modal uang tetapi juga berupa modal
barang atau hasil dari produksi yang digunakan untuk diproduksi lebih lanjut.
d. Kewirausahaan. Kewirausahaan juga merupakan salah satu faktor produksi karena
kewirausahaan sendiri merupakan keterampilan yang digunakan seseorang dalam
mengkoordinir faktor-faktor produksi.
2. Sektor Perusahaan (Firms Sector), yang terdiri atas sekumpulan perusahaan
yang memproduksi barang dan jasa. Kegiatan yang dilakukan adalah membeli faktorfaktor produksi, membayar pajak kepada pemerintah, dan menjual barang-barang
yang telah dihasilkan.
3. Sektor Pemerintah (Government Sector), yang memiliki kewenangan politik
untuk mengatur kegiatan masyarakat dan perusahaan. Fungsi utamanya adalah

menyediakan barang publik. Untuk menjalankan fungsinya tersebut pemerintah


melakukan pengeluaran berupa pembelian barang dan jasa dari sektor perusahaan dan
pengeluaran-pengeluaran dari sektor rumah tangga. Oleh karena itu, pemerintah harus
menarik pajak dari sektor rumah tangga dan sektor perusahaan.
4. Sektor Luar Negeri ( Foreign Sector), yaitu sektor perekonomian dunia, dimana
perekonomian melakukan transaksi ekspor dan impor. Ekspor merupakan aliran
pendapatan dari sektor luar negeri ke perekonomian dalam negeri, sedangkan impor
merupakan aliran pengeluaran dari perekonomian dalam negeri ke sektor luar negeri.
C. Alur perekonomian 4 sektor
Perusahaan
1) Hubungan dengan Rumah Tangga
Perusahaan menghasilkan produk-produk berupa barang dan jasa yang dikonsumsi atau
dibeli oleh masyarakat / rumah tangga. Lalu perusahaan mendapatkan penghasilan dari
penjualan produknya.
2) Hubungan dengan Pemerintah
Dalam hubungan ini, perusahaan diwajibkan membayar pajak kepada pemerintah.
Kemudian dihubungan ini pula, perusahaan menjual produk dan jasa kepada
pemerintah.
3) Hubungan dengan Luar Negeri
Perusahaan mengimpor produk barang maupun jasa dari luar negeri melalui pasar barang
dan pasar luar negeri. Dari hasil penjulan tersebut luar negeri mendapatkan laba/devisa.
Rumah Tangga
1) Hubungan dengan Perusahaan
o
Faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh rumah tangga tersebut akan dijual dan
dibeli (konsumsi) oleh sektor perusahaan.
o
Kemudian dari penjualan tersebut, rumah tangga mendapatan penghasilan yang terdiri
atas sewa, bunga, upah dan upah, dan keuntungan/laba yang berasal dari sektor
perusahaan.
o
Hasil dari penjualan tersebut juga dapat ditabung atau disimpan, untuk memperoleh
bunga yang berasal dari lembaga keuangan yang sebelumnya meminjamkan untuk
menanam modal di suatu perusahaan.
2) Hubungan dengan Pemerintah
Rumah tangga menyetorkan pajak kepada pemerintah dan rumah tangga menerima gaji dan
upah yang merupakan penghasilan non balas jasa dari pemerintah (berupa hasil dari
pajak).
3) Hubungan dengan Luar Negeri
Rumah tangga mengimpor barang dan jasa ke luar negeri untuk memenuhi kebutuhan hidup.
Dari penjualan tersebut rumah tangga telah meningkatkan devisa negara.
Pemerintah
1) Hubungan dengan Rumah Tangga

Pemerintah menerima setoran pajak rumah tangga untuk membangun negara.


Untuk pegawai-pegawai negeri maupun pemerintahan akan mendapat gaji atau upah
yang berasal dari pemerintah.
2) Hubungan dengan Perusahaan
o
Pemerintah mendapatkan pajak dari perusahaan.
o
Pemerintah membeli produk dari perusahaan berdasarkan dana anggaran belanja
yang ada.
o
o

Luar Negeri
1) Hubungan dengan Rumah Tangga
Negara-negara lain menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga, dari pasar
luar negeri masuk ke dalam pasar barang dalam negeri, sehingga dari transaksi jual beli
tersebut negara mendapatkan laba/keuntungan/devisa.
2) Hubungan dengan Perusahaan
Dunia internasional (negara lain) mengekspor produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan.
Aliran barang dan jasanya juga melalui pasar negeri lalu masuk ke pasar barang. Dari
proses tersebut juga dihasilkannya suatu laba/devisa yang berasal dari luar negeri.
D. Bagan sirkulasi aliran pendapatan dan pengeluaran dalam perekonomian 4
sektor

E. Komponen pengeluaran agregat (AE) dalam perekonomian 4 sektor


Dalam perekonomian 4 sektor melliputi lima jenis pengeluaran yaitu:

1. Pengeluaran konsumsi rumah tangga atas barang-barang yang dihasilkan di dalam


negeri (Cdn).
2. Investasi perusahaan (I) untuk menambah kapasitas sektor perusahaan
menghasilkan barang dan jasa.
3. Pengeluaran pemerintah atas barang dan jasa yang diperoleh dari dalam negeri
(G).
4. Ekspor, yaitu pembelian negara lain atas barang buatan perusahaan-perusahaan
dari dalam negeri (X).
5. Barang impor, yaitu barang yang dibeli dari luar negeri (M).
Maka pengeluaran agregat (AE) dapat dinyatakan dengan persamaan berikut :
AE = Cdn + I + G + X + M
F. Faktor penentu ekspor dan impor
Faktor penentu ekspor
Barang-barang yang dibutuhkan negara lain karena tidak dapat diproduksi negara

tersebut atau produksinya tidak dapat memenuhi kebutuhan di negara tersebut.


Kemampuan suatu negara untuk mengeluarkan barang-barang yang dapat bersaing di

pasaran luar negeri.


Cita rasa masyarakat luar negeri terhadap barang yang diekspor.

Faktor penentu impor


Dalam sirkulasi aliran pendapatan, diasumsikan barang-barang diimpor oleh rumah
tangga. Walau dalam praktiknya, barang-barang tidak hanya diimpor rumah tangga,
tetapi juga pemerintah dan perusahaan. Sehingga fungsi impor berhubungan dengan
pendapatan nasional.
Semakin tinggi pendapatan nasional suatu negara, maka semakin tinggi pula
impornya. Persamaan fungsi impor : M = m Y, dimana m merupakan tingkat
perubahan impor akibat perubahan pendapatan masyarakat dan pendapatan nasional.
Apabila sebagian dari impor tidak bergantung pada pendapatan nasional, maka fungsi
impor digambarkan dengan persamaan: M = M0 + mY, dimana M0 merupakan nilai
impor yang tidak dipengaruhi pendapatan nasional.
Kecondongan mengimpor dari waktu ke waktu mengalami perubahan. (Gambar b.i)
Pergeseran dari M1 M2 menunjukkan kecondongan mengimpor yang berkurang,
seperti berubahnya citarasa masyarakat yang lebih mencintai produk domestik,
misalnya.

Kecondongan mengimpor (bergeser) meningkat seiring meningkatnya pendapatan


nasional. Efek inflasi misalnya, yang menyebabkan barang dalam negeri jadi lebih
mahal sehingga masyrakat lebih banyak membeli barang impor. Sedangkan
Kemampuan suatu negara menghasilkan barang yang lebih baik mutunya akan
memicu masyarakat untuk mengurangi konsumsi barang-barang impor.
G. Konsep keseimbangan perekonomian 4 sektor
Syarat keseimbangan pendapatan nasional dalam perekonomian terbuka adalah :
Y = C + I + G + (X M) dan I + G + X = S + T + M
Ket:
Y = Tingkat Pendapatan
S = Tabungan
C = Konsumsi
T = Pajak
I = Investasi
G = Peng Pemerintah
X = Expor
M = Impor
Keseimbangan pendapatan nasional akan dicapai pada keadaan dimana:
1. Penawaran agregat sama dengan pengeluaran agregat
Dalam perekonomian terbuka barang dan jasa yang diperjualbelikan di dalam negeri
terdiri dari dua golongan barang :
a. Yang diproduksi di dalam negeri dan meliputi pendapatan nasional (Y)
b. Yang diimpor dari luar negeri
Dengan demikian dalam perekonomian terbuka penawaran agregat atau AS terdiri
dari pendapatan nasional (Y) dan impor (M). Dalam formula:
AS=Y+M
Sementara itu, diketahui bahwa Pengeluaran Agregat (AE) meliputi lima komponen
berikut :
1. Pengeluaran rumah tangga atas pembelian barang produksi dalam negeri (Cdn)
2. Investasi swasta (I)
3. Pengeluaran pemerintah(G)
4. Ekspor (X)
5. Pengeluaran atas impor (I)
Kelima komponen tersebut jika dijadikan persamaan, maka:
AE = Cdn + I + G + X + M
Dari persamaan diatas juga ditunjukkan bahwa pengeluaran rumah tangga terdiri dari
pengeluaran barang dalam negeri dan pengeluaran ke atas barang impor. Maka dalam
perekonomian terbuka berlaku persamaan berikut :
C = Cdn + M
Berdasarkan persamaan diatas, persamaan AE boleh disederhanakan menjadi:
AE = Cdn + I + G + X + M .................... (1)
C = Cdn + M
M = C - Cdn ............................................. (2)
AE = Cdn + I + G + X + (C - Cdn)............ (1) & (2)
AE = C + I + G + X
Keseimbangan pendapatan nasional bisa dicapai apabila AS=AE , maka

AS=AE
Y+M= C+I+G+X
atau
Y = C + I + G + (X-M)
Maka diperoleh persamaan:
Y = C + I + G + (X-M)
2. Suntikan sama dengan bocoran
Berdasarkan aliran pendapatan dalam perekonomian terbuka, diperoleh
persamaan pendapatan disposebel (pendapatan murni) yaitu pendapatan semula
dikurangi pajak (T):
Yd = Y T
Yd = Y (Pajak Perusahaan + Pajak Individu)
Seterusnya, pendapatan disposebel digunakan untuk kepentingan
i. Konsumsi barang buatan dalam negeri dan impor
C = Cdn + M
ii. Ditabung (S)
Berdasarkan kepada ( i ) dan ( ii ) maka Yd = C + S. Oleh karena Yd = Y T. Maka
dalam perekonomian terbuka berlaku persamaan berikut :
YT=C+S
Y=C+S+T
Kemudian diperoleh persamaan ke-2 dilihat dari pendekatan suntikan dan bocoran
dalam perekonomian terbuka
Y=C+S+T
Diperoleh persamaan akhir dari kedua pendekatan dalam menentukan pendapatan
nasional yaitu pendekatan pertama : Penawaran dan Pengeluaran Agregat dalam
Perekonomian Terbuka dan pendekatan kedua : Suntikan dan Bocoran dalam
Perekonomian Terbuka.
C + I + G + (X-M) = C + S + T b
I+G+X=S+T+M
H. Multiplier dalam perekonomian 4 sektor
Dalam perekonomian terbuka nilai multiplier dapat dihitung dengan formula sebagai
berikut:

Dimana :

b = kecondongan mengkonsumsi marginal


t = tingkat (%) pajak

m = tingkat (%) impor


Dalam contoh angka yang dibuat adalah b 0,75, t = 0,20 dan m = 0,10
Dengan demikian nilai multiplier adalah:

Anda mungkin juga menyukai