DI SUSUN OLEH :
SUPRIYADI ( 301 14 11 108 )
SUSI SUSANTI ( 301 14 11 109 )
SUWANTI ( 301 14 11 110 )
KELAS : 2 AK 4
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG
ii.
iii.
iv.
v.
vi.
Pemerintah menerima pendapatan berupa pajak dari perusahaan dan rumah tangga.
Pendapatan tersebut akan digunakan untuk membayar gaji dan upah pegawai-pegawai
serta membeli barang-barang dan jasa.
Pendapatan yang diterima rumah tangga (Y) digunakan untuk: Konsumsi (C),
tabungan (S) dan membayar pajak pendapatan (T) sehingga: Y = C + S + T
Tabungan rumah tangga yang disimpan di lembaga keuangan dipinjamkan kepada
pengusaha/investor untuk investasi (menanam modal).
Pengeluaran agregat (AE) menjadi bertambah jenisnya menjadi: AE = C + I + G
D. Syarat-syarat keseimbangan
i. Pendapatan nasional dapat dicapai apabila penawaran agregat sama dengan
pengeluaran agregat. Pengeluaran agregat yang dilakukan oleh berbagai pihak dalam
perekonomian meliputi tiga jenis perbelanjaan yaitu konsumsi rumah tangga (C),
investasi perusahaan (I) dan pengeluaran pemerintah membeli barang dan jasa (G).
Maka keseimbangan dalam perekonomian 3 sektor adalah penawaran agregat =
pengeluaran agregat (Y=AE), atau:
Y= C+I+G
ii. Pendapatan rumah tangga akan digunakan untuk tiga tujuan yaitu untuk membayar
konsumsi, ditabung dan membayar pajak. Berdasarkan aliran pendapatan 3 sektor
maka berlaku persamaan berikut:
Y = C+S+T
iii. Uraian sebelumnya telah menunjukan bahwa keseimbangan berlaku dengan
persamaan : Y = C+I+G, sedangkan pada setiap tingkat pendapatan nasional berlaku
persamaan : Y = C+S+T. Maka keseimbangan pendapatan nasional berlaku persamaan
:
C+I+G=C+S+T
Apabila C dikurangi dari setiap ruas maka menjadi : I+G = S+T
iv. Dalam perekonomian 3 sektor I dan G adalah suntikan dalam sirkulasi pendapatan,
sedangan S dan T adalah kebocoran. Maka dalam keseimbangan ekonomi 3 sektor
juga berlaku keadaan : suntikan = kebocoran. Dapat dirumuskan bahwa dalam
perekonomian 3 sektor yang mencapai keseimbangan akan berlaku keadaan sebagi
berikut :
Y = C+I+G dan I+G = S+T
E. Jenis-jenis pajak
Jenis-jenis pajak dibagi menjadi tiga bagian yaitu berdasarkan pihak yang
menanggung, berdasarkan pihak yang memungut dan berdasarkan sifat:
1. Berdasarkan Pihak Yang Menanggung
Berdasarkan pihak yang menaggung, pajak dibedakan menjadi pajakk langsung dan pajak
tidak langsung
a. Pajak Langsung
Pajak langsung adalah pajak yang pembayarannya harus di tanggung sendiri oleh
wajib pajak dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Pajak langsung merupakan pajak
yang dikenakan terhadap wajib pajak pribadi atau perorangan dan badan yang harus dibayar
secara periodik berdasarkan surat ketetapan pajak. Contohnya Pajak Penghasilan (PPH) dan
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
b. Pajak Tidak Langsung
Pajak tidak langsung adalah pajak yang pembayarannya dapat dialihkan kepada pihak lain.
Pajak tidak langsung merupakan pajak yang dikenakan terhadap setiap perbuatan atau
peristiwa ekonomi dan dipungut tanpa surat ketetapan pajak. Contoh pajak tidak langsung
adalah Pajak Penjualan(PPn), Pajak Pertambahan Nilai ( PPN), Bea Materai, dan Cukai.
2. Berdasarkan Pihak Yang Memungut
Berdasarkan pihak yang memungut, pajak dibedakan menjadi pajak negara dan pajak daerah.
a. Pajak Negara
Pajak negara atau pajak pusat adalah pajak yang dipungut pemerintah pusat. Pajak pusat
merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang akan digunakan untuk pembiayaan
pembangunan. Pajak pusat diatur dalam suatu peraturan yang disebut undang-undang tentang
perpajakan nasional. Pelaksanaan pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
Contoh pajak negara adalah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak Penghasilan (PPh),
Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjalan (PPn), dan Bea Materai
b. Pajak Daerah
Pajak daerah pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah. Pajak daerah merupakan salah
satu sumber penerimaan pemerintah daerah. Setiap daerah mempunyai objek pajak
tersendiri. Hal ini sesuai dengan peraturan daerah masing-masing. Pajak daerah diatur dalam
suatu peraturan yang disebut peraturan daerah (PERDA).Pelaksanaa pemungutannya
dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah. Contoh pajak daerah adalah iuran kebersihan,
retribusi masuk terminal, pajak tontonan, pajak reklame retribusi parkir, dan retribusi galian
pasir.
3. Berdasarkan sifatnya
Berdasarkan sifatnya, pajak dibedakan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif
a. Pajak subjektif
Pajak Subjektif adalah pajak ysng memperhatikan kondisi/keadaan wajib pajak. Dalam hal ini
penentuan besarnya pajak harus ada alasan objektif yang
berhubungan erat dengan kemammpuan membayar wajib pajak. Jenis pajak yang termasuk
pajak subjektif ialah Pajak Penghasilan (PPh).
b. Pajak Objektif
Pajak objektif adalah pajak yang berdasarkan pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan
wajib pajak. Jenis pajak yang termasuk dalam pajak objektif adalah Pajak Pertambahan Nilai
(PPN), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn-BM).
4. Bentuk-bentuk pajak pendapatan
1. Pajak regresif : pajak yang nilainya tidak bergantung pada besar kecilnya pendapatan.
90
270
450
630
810
990
1170
-90
-30
30
90
150
210
270
60
240
420
600
780
960
1140
-100
-40
20
80
140
200
260
40
40
40
40
40
40
40
-40
200
440
680
920
1160
1400
Berdasarkan pemisalan diatas ketika pendapatan nasional adalah nol (Y=0), konsumsi
rumah tangga adalah sebesar Rp 90 triliun.
Dimisalkan pendapatan nasional selalu mengalami kenaikan sebanyak Rp 240 triliun,
yaitu dari 0 menjadi Rp 240 triliun, kemudian menjadi 480 triliun dan seterusnya.
Maka Y=Yd=240.
Kenaikan pendapatan akan mengakibatkan kenaikan konsumsi dan tabungan.
Hubungannya dapat dinyatakan dengan formula : C=MPC Yd dan
S=MPSYd.
Apabila Yd=240 maka C = 0,75 240 = 180. Dari perhitungan ini konsumsi rumah
tangga naik sebanyak Rp 180 triliun.
Perubahan tabungan adalah S = 0,25 240 = 60. Dari perhitungan tersebut tabungan
rumah tangga selalu bertambah Rp 60 triliun. Pertambahan tabungan juga dapat di
hitung dengan persamaan S = Yd C.
Keadaan setelah pemungutan pajak ( T = 40 )
Sebagai akibat pajak, Y tidak sama lagi dengan Yd. Perkaitan antara dua variabel
tersebut menjadi Yd = Y T.
Persamaan C = a + bYd menggambarkan sikap rumah tangga dalam melakukan
konsumsi. Persamaan ini berlaku baik ketika ada pajak maupun tidak ada pajak. Maka
untuk menentukan nilai C dalam kolom berikutnya digunakan persamaan :
C=90=0,75Y. Dan menentukan nilai tabungan menggunakan persamaan S=YdC.
Jadi dapat dilihat perbedaan antara sebelum pajak dan sesudah pajak dalam
data kolom pertama dimana Y = 0, didapati C = 90 dan S = 90, sedangkan pada
kolom kedua dimana Y = 0, didapati C = 60 dan S = 100. Perbedaan kedua data
tersebut setelah pajak yaitu konsumsi berkurang sebanyak: C= 90 60 = 30 dan
tabungan berkurang sebanyak : S= 90 (100) = 10.
Setiap pemungutan pajak akan menimbulkan perubahan terhadap pendapatan
disposibel. Pajak sebanyak T akan menyebabkan pendapatan disposibel
menururn sebanyak T. Maka : Yd = T
Kemerosotan pendapatan disposibel akan mengurangi konsumsi dan tabungan
rumah tangga. Jumlah konsumsi dan tabungan yang berkurang adalah sama
dengan pengurangan pendapatan disposibel, maka : Yd= T = C + S
Disamping tergantung kepada perubahan pendapatan disposibel, pengurangan
konsumsi ditentukan oleh MPC dan MPS, dan perhitungannya dapat dilakukan
dengan menggunakan persamaan :
C = MPC Yd atau C = MPC (T)
S = MPS Yd atau S = MPS (T)
Dalam contoh diatas diketahui pajak = 40, S = 0,75 dan MPS = 0,25. Maka
pengurangan konsumsi dan tabungan rumah tangga yang terjadi adalah
C = 0,75 (40) = 30
S = 0,25 (40) = 10
Penghitungan tersebut membuktikan bahwa pajak sebesar Rp 40 triliun
mengurangikonsumsi sebanyak Rp 30 triliun dan tabungan sebanyak Rp 10
triliun. Secara umum hubungan tersebut dapat dinyatakan dengan persamaan :
T = Yd = (MPC T) + (MPS T)
G. Kecondongan mengkonsumsi
Pendapatan nasional (Y) dan pendapatan disposibel (Yd) dalam ekonomi tiga sektor
dapat ditentukan dengan dua nilai MPC, yaitu MPC dan MPCy.
Kecondongan Mengkonsumsi (MPC) merupakan rasio pertambahan konsumsi
dengan pertambahan pendapatan disposibel, atau:
C
MPC
Yd
Dalam ekonomi tiga sektor dimana Y lebih besar daripada Yd maka MPC lebih
besar daripada MPCy. Apabila persentasi pajak diketahui dan nilai MPC juga
diketahui , MPCy dapat dengan mudah dihitung. Dimisalkan nilai MPC=b dan
persentasi pajak adalah t dari pendapatan nasional (T=tY).
Karena pajak adalah t.Y maka, Yd = Y - t Y = (1 t) Y . dengan demikian
persamaan :
C
MPC
Yd
dapat diubah menjadi MPC =
karena MPC adalah b, maka:
C
Y
C
( 1t ) Y
= MPCy = (1t)b
H. Kecondongan menabung
Kecondongan menabung marjinal pendapatan disposibel (MPS) adalah rasio
diantara pertambahan tabungan dengan pertambahan pendapatan disposibel,
atau :
S
MPS = Yd
MPSy =
S
Yd
Dalam perekonomian tiga sektor dengan sistem pajak proporsional MPS adalah lebih besar
dari MPSy. Dalam sistem pajak proporsional nilai MPSy adalah:
MPSy = (1b) (1t)
Penjabaran dari rumus diatas adalah sebagai berikut :
S
MPS = Yd
Karena Yd = (1t), maka
S
MPS = (1t ) Y
S
Y
= MPS (1t)
sangat besar. Ancaman dari negara luar juga dapat menimbulkan kenaikan yang besar
dalam pengeluaran ketentaraan dan akan memaksakan pemerintah untuk
membelanjakan uang yang lebih besar.
AE = C + I + G
40
60
-100
120
60
240
240
40
240
-40
120
60
420
480
40
420
20
120
60
600
720
40
600
80
120
60
780
960
40
780
140
120
60
960
1200
40
960
200
120
60
1140
1440
40
1140
260
120
60
1320
EKSPANSI
SEIMBANG
KONTRAKSI
adalah T= 0,20Y.
Investasi perusahaan adalah I= 150 (triliun rupiah) dan pengeluaran pemerintah adalah
G= 240 (triliun rupiah).
Y
(1)
0
T
(2)
0
C
(3)
90
I
(4)
-90
240
48
234
-42
480
96
278
720
14
4
19
2
24
0
28
8
522
54
666
102
810
150
954
198
960
120
0
144
0
S
(5)
15
0
15
0
15
0
15
0
15
0
15
0
15
0
G
(6)
24
0
24
0
24
0
24
0
24
0
24
0
24
0
AE = C + I + G
(7)
480
624
Keadaan
Ekonomi
(8)
EKSPANSI
768
912
1056
1200
SEIMBANG
1344
KONTRAKSI
Y = 1200 (triliun rupiah) karena pada tingkat ini pengeluaran agregat sama dengan
pendapatan nasional. Pada pendapatan nasional ini juga suntikan sama dengan
bocoran, yaitu I+G=150+240=390 dan S + T = 150 + 240 = 390.
K. Masalah makro ekonomi dan kebijakan fiskal
Berikut adalah beberapa kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah guna
mengatasi berbagai permasalahan ekonomi di bidang makro:
1. Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang ditempuh pemerintah dalam
perpajakan dan pengeluaran pemerintah/anggaran untuk memengaruhi pengeluaran
agregat. Contohnya pengenaan pajak penghasilan dan pengenaan cukai rokok.
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang ditempuh pemerintah/bank sentral
dalam penawaran uang dan kebijakan suku bunga untuk memengaruhi pengeluaran
agregat. Contohnya pemerintah menerapkan jumlah uang yang beredar di masyarakat
dan peningkatan suku bunga bank.
3. Kebijakan segi penawaran
Kebijakan segi penawaran adalah kebijakan pemerintah yang bertujuan untuk
meningkatkan efisiensi perusahaan, sehingga barang dan jasa yang ditawarkan lebih
banyak dan lebih murah. Contohnya pemerintah memberikan bantuan subsidi kepada
pengusaha kecil menengah.
4. Kebijakan Energi
Kebijakan energi adalah kebijakan dalam menggunakan energi seefisien dan
seoptimal mungkin yang didalamnya terdapat usaha penghematan energi. Misalnya
kebijakan konfersi minyak tanah ke gas LPG guna penghematan penggunaan bahan
bakar minyak oleh masyarakat.
5. Kebijakan Penetapan Harga
Kebijakan penetapan harga adalah kebijakan dalam menentukan harga-harga pada
tingkat tertentu pada komoditas yang menguasai hajat hidup orang banyak.
Contohnya penetapan tarif dasar listrik oleh pemerintah.
6. Kebijakan Neraca Pembayaran
Merupakan kebijakan yang digunakan untuk memantau keadaan neraca pembayaran
guna memengaruhi nilai tukar. Contohnya larangan impor atau kuota produk tertentu
dilakukan guna melindungi para pengusaha lokal dari serbuan produk asing.
L. Multiplier dalam perekonomian 3 sektor
Multiplier beetujuan untuk menerangkan pengaruh dari kenaikan atau kemerosotan dalam
pengeluaran agregat ke tingkat keseimbangan dan terutama ke tingkat pendapatan nasional.
Nilai multiplier menggambarkan perbandingan diantara jumlah penambahan atau
pengurangan dalam pendapatan nasional dengan jumlah pertambahan atau pengurangan
agregat yang telah menimbulkan perubahan dalam pendapatan nasional tersebut.
Rumus multiplier :
1
1
Y = 1b . I atau Y = MPS . I
untuk pajak tetap
Y =
1
1b+bt
. I
Luar Negeri
1) Hubungan dengan Rumah Tangga
Negara-negara lain menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan rumah tangga, dari pasar
luar negeri masuk ke dalam pasar barang dalam negeri, sehingga dari transaksi jual beli
tersebut negara mendapatkan laba/keuntungan/devisa.
2) Hubungan dengan Perusahaan
Dunia internasional (negara lain) mengekspor produknya kepada bisnis-bisnis perusahaan.
Aliran barang dan jasanya juga melalui pasar negeri lalu masuk ke pasar barang. Dari
proses tersebut juga dihasilkannya suatu laba/devisa yang berasal dari luar negeri.
D. Bagan sirkulasi aliran pendapatan dan pengeluaran dalam perekonomian 4
sektor
AS=AE
Y+M= C+I+G+X
atau
Y = C + I + G + (X-M)
Maka diperoleh persamaan:
Y = C + I + G + (X-M)
2. Suntikan sama dengan bocoran
Berdasarkan aliran pendapatan dalam perekonomian terbuka, diperoleh
persamaan pendapatan disposebel (pendapatan murni) yaitu pendapatan semula
dikurangi pajak (T):
Yd = Y T
Yd = Y (Pajak Perusahaan + Pajak Individu)
Seterusnya, pendapatan disposebel digunakan untuk kepentingan
i. Konsumsi barang buatan dalam negeri dan impor
C = Cdn + M
ii. Ditabung (S)
Berdasarkan kepada ( i ) dan ( ii ) maka Yd = C + S. Oleh karena Yd = Y T. Maka
dalam perekonomian terbuka berlaku persamaan berikut :
YT=C+S
Y=C+S+T
Kemudian diperoleh persamaan ke-2 dilihat dari pendekatan suntikan dan bocoran
dalam perekonomian terbuka
Y=C+S+T
Diperoleh persamaan akhir dari kedua pendekatan dalam menentukan pendapatan
nasional yaitu pendekatan pertama : Penawaran dan Pengeluaran Agregat dalam
Perekonomian Terbuka dan pendekatan kedua : Suntikan dan Bocoran dalam
Perekonomian Terbuka.
C + I + G + (X-M) = C + S + T b
I+G+X=S+T+M
H. Multiplier dalam perekonomian 4 sektor
Dalam perekonomian terbuka nilai multiplier dapat dihitung dengan formula sebagai
berikut:
Dimana :