Disusun oleh:
AHMAD SYAFAAT MM.
NIM. 180311020037
DOSEN PENGASUH:
1
STUDI HUKUM ISLAM
DI INDONESIA
1
Hani Werdi Apriyanti, “AKUNTANSI SYARIAH: SEBUAH TINJAUAN ANTARA TEORI DAN PRAKTIK,”
Jurnal AKuntansi Indonesia 6, no. 2 (Juli 2017): 131–40.
2
tegas kepada Dewan Pengawas Syariah yang tidak menjalankan tugasnya. Begitu
juga dengan pelaksanaan peraturan dimana proporsi jumlah anggota yang tidak
sebanding dengan jumlah LKS yang diawasi.2
Oleh karena itu, para pelaku ekonomi syariah dan akademisi sudah
seharusnya membantu DPS dengan memberikan saran-saran terkait
pengimplementasian Fatwa-Fatwa DSN MUI. Termasuk dalam proses pencatatan
atau Akuntansi Syariah. Karena itulah makalah ini kami susun dengan judul
“Studi Hukum Islam Pada Implementasi Standar Akuntansi Syariah Di
Indonesia.”
2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut?
1. Bagaimana Hukum Akuntansi dalam pandangan islam?
2. Apa perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional?
3. Bagaimana penerapan hukum islam pada implementasi standar
akuntansi syariah di indonesia?
3. GAMBARAN UMUM
3.1. Terminologi Akuntansi
3.1.1 Secara Umum
Keputusan Menteri Keuangan RI (No. 476 KMK. 01 1991)
menyebutkan akuntansi adalah proses pengumpulan, pencatatan,
penganalisisan, peringkasan, pengklasifikasian, dan pelaporan transaksi
keuangan dari suatu kesatuan ekonomi untuk menyediakan informasi
keuangan bagi para pemakai laporan yang berguna untuk pengambilan
keputusan.3
3.1.2 Dalam Bahasa Arab
Kata "Arab" yang bermakna akuntansi adalah muhasabah berasal
dari kata kerja hasaba dan diucapkan juga dengan hisab. Kata kerja
2
Khotibul Umam, “Efektivitas Pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada Bandk Pembiayaan
Rakyat Syariah di Provinsi D.I. Yogyakarta” (UIN Sunan Kalijaga, 2015).
3
Sarip Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah (Bandung: Pustaka Setia, 2015).
3
hasaba menunjukkan adanya interaksi seseorang dengan orang lain. Arti
muhasabah secara bahasa adalah "menimbang" atau memperhitungkan.
kata muhasabah mempunyai dua pengertian, yaitu:
a. perhitungan dan pembalasan;
b. catatan, data, dan hitungan.
Selanjutnya, akar kata hasaba adalah hisab, yaitu menghitung dengan
saksama atau teliti.4
4
Muslim, 17–18.
5
Muslim, 23–24.
4
Hamka dalam tafsir Al-Azhar juz 3 tentang surat Al-Baqarah ayat 282 ini
mengemukakan beberapa hal yang relevan dengan akuntansi, yaitu sebagai
berikut. 6
6
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 3 (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992).
5
Pendapat Buya Hamka ini menunjukkan bahwa syara pun menganjurkan
pencatatan, baik yang tunai maupun yang masih kredit sebagaimana yang
sekarang diterapkan dalam akuntansi.
6
sebagian atau semua utang itu (ayat 280). Anjuran bersedekah dan melakukan
infak di jalan Allah merupakan perwujudan rasa kasih sayang yang murni.
Adapun larangan riba merupakan penggambaran kekejaman dan kekerasan hati.
Oleh karena itu, dengan perintah menulis utang piutang yang mengakibatkan
terpeliharanya harta tercermin keadilan yang didambakan Al-Quran, sehingga
lahir jalan tengah antara rahmat murni yang diperankan oleh sedekah dan
kekejaman yang diperagakan oleh pelaku riba. 8
Dari ayat ini, jelas bahwa sejak munculnya peradaban Islam telah ada
perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanannya adalah untuk tujuan
kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan antara dua pihak yang memiliki
hubungan muamalah. Dalam istilah akuntansi, ini dikenal konsep accountability.9
7
SWT. dan Allah SWT. memiliki akuntan (Rakib dan Atid) yang yang mencatat
semua tindakan manusia, bukan hanya bidang ekonomi, melainkan juga bidang
sosial dalam pelaksanaan hukum syariah lainnya.
Setiap aktivitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dinilai halal
haramnya. Faktor ekonomi tidak harus menjadi alasan tunggal untuk
menentukan berlanjut tidaknya suatu perusahaan.
10
Muslim, 29–30.
8
dan dianjurkan. Informasi akuntansi harus berada dalam posisi terbaik
untuk melaporkan hal ini.
11
Muslim, 49–52.
9
(hubungan antara manusia dengan Allah SWT./hablun-minallah) dan
hubungan horizontal (hubungan sesama manusia/hablun-minannas).
10
langkah penyelewengan dari hukum Allah dan memutarbalikkan fakta
(data yang akurat). Aspek-aspek ini tidak didapati dalam konsep
akuntansi konvensional.
11
sepenuhnya seirama dengan sifat dan nilai-nilai syariat yang diyakini
(Siti Murtiyani, 2012: 1-3). 13
13
Muslim, 52.
14
Ma’ruf Amin, “Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyah) sebagai pendorong arus baru ekonomi
syariah di Indonesia (Kontribusi Fatwa DSN-MUI dalam Peraturan Perundang-undangan RI)” (24
Mei 2017).
12
dapat diakui sebagai penghasilan sah, sedangkan dana non-halal harus
dipisahkan dan dialokasikan untuk kepentingan umum.
Dasar kaidah ini dapat dirujuk dari keterangan para ulama. Ibnu Shalah
menyatakan sebagaimana dinukil oleh as-Suyuthi dalam kitab Al-Asbah wa
al-Nadzair:
Jika uang yang halal tercampur dengan uang yang haram dan tidak dapat
dibedakan, maka jalan keluarnya adalah memisahkan bagian yang haram
serta menggunakan sisanya. Sedangkan bagian haram yang dikeluarkan, jika
ia tahu pemliknya maka ia harus menyerahkannya atau bila tidak maka harus
disedekahkan.
Senada dengan hal tersebut Ibnu Taimiyyah dalam kitab Fatawa Ibn
Taimiyyah menyatakan:
Jika seorang hartanya tercampur antara unsur yang halal dan yang haram
maka unsur haram harus dikeluarkan nominalnya, dan sisanya halal
baginya.
Teori tafriq al-halal ‘an al-haram digunakan di fatwa DSN-MUI dengan
pertimbangan bahwa dalam konteks Indonesia kegiatan ekonomi Syariah
belum bisa dilepaskan sepenuhnya dari sistem ekonomi konvensional yang
ribawi. Setidaknya institusi ekonomi Syariah berhubungan dengan institusi
ekonomi konvensional yang ribawi dari aspek permodalan, pengembangan
produk, maupun keuntungan yang diperoleh.15
Contoh pertama, Pendirian bank syariah atau unit usaha syariah (UUS)
oleh Bank Konvensioanl; teori tafriq al-halal min alharam merupakan
jawaban atas komentar banyak pihak tentang berdirinya bank-bank syariah,
terutama UUS yang dibentuk atau didirikan oleh bank-bank konvesional. Di
antara umat Islam ada yang meragukan kehalalan produk Unit Usaha Syariah
15
Amin.
13
karena modal pembentukan berasal dari bank konvensional yang termasuk
perusahaan ribawi. Teori tafriq al-halal min al-haram diaplikasikan dengan
cara mengidentifikasi seluruh uang yang menjadi milik bank konvensional
sehingga diketahui mana yang merupakan bunga dan mana yang merupakan
modal atau pendapatan yang diperoleh dari jasa-jasa yang tidak didasarkan
pada bunga. Pendapatan bank yang berasal dari bunga disisihkan terlebih
dahulu, maka sisanya dapat atau boleh dijadikan modal pendirian bank
syariah atau UUS karena diyakini halal.16
16
Amin.
17
Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah, 61.
14
kebenaran. Pembuatan SAK Syariah ini mengikuti perkembangan ekonomi
Islam di dunia. Perkembangan tersebut menciptakan lingkungan ekonomi dan
pasar baru yang berbasis syariah.
18
Ikatan Akuntan Indonesia, “SAK Efektif Per 1 Januari 2017,” 3 Januari 2017,
http://www.iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/sas-efektif-10-sak-efektif-per-1-
januari-2017.
15
10. PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah ( Revisi 2016, tgl
pengesahan 25 mei 2016, tgl efektif 1 januari 2017 ) ,
11. PSAK 109: Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah ( tgl pengesahan 6 april
2010,tgl efektif 1 januri 2012 ),
12. PSAK 110: Akuntansi Sukuk ( Revisi 2015, tgl pengesahan 24 februari
2015, tgl efektif 1 januari 2016 )
4. PEMBAHASAN
4.1 Analisis Terhadap PSAK No. 59 Khususnya Mengenai Rugi Laba20
PSAK menggunakan sekaligus dua sistem : dasar akrual (accrual
basis) dan dasar kas (cash basis). Dasar akrual yang biasa digunakan oleh
19
Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah, 63.
20
Agung Fachruddiyanto, “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TEORI STANDAR AKUNTANSI
PERBANKAN SYARI’AH (Study Analisis Terhadap PSAK No. 59 Khususnya Mengenai Rugi Laba)”
(IAIN Walisongo, 2009).
16
perbankan konvensional dinilai kurang konservatif dan bisa 'mengelabui'
nasabah karena menempatkan pendapatan masa datang dibukukan dalam
laporan keuangan yang disajikan. Sementara bagi hasil yang diperoleh
nasabah dilakukan dengan dasar kas yang bisa menimbulkan pertanyaan
tentang besaran bagi hasil kaitannya dengan laporan keuangan secara
keseluruhan.
Dalam sistem akuntansi yang menggunakan prinsip accrual basis-
sistem yang lazim diterapkan di bank konvensional pendapatan perseroan
yang belum nyata, di dalam penyajian laporan keuangan dilaporkan sebagai
pendapatan itu sendiri. Konsekuensinya, seolah-olah ada pendapatan yang
besar.
4.2 Penghitungan Bagi Hasil Deposito Pada Perbankan Syariah21
Dewan Syariah Nasional dengan Fatwanya Nomor 15 tahun 2000
menyatakan bahwa bank syariah boleh menggunakan prinsip bagi hasil
(revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) sebagai dasar bagi
hasil. Dalam praktik di lapangan, terdapat perbedaan interpretasi dalam
memahami istilah revenue sharing. Revenue sharing dalam praktik
dipersepsikan sama dengan omset yaitu nilai penjualan suatu barang (harga
pokok plus margin pendapatan). Adapun revenue yang dimaksud dalam
dasar bagi hasil bank syariah adalah pendapatan dikurangi harga pokok
barang yang dijual. Dalam akuntansi, konsep ini biasa dinamakan gross
profit.
Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah tahun 2007, Ikatan Akuntan menyatakan secara eksplisit
bahwa dalam hal pembagian prinsip pembagian hasil usaha, terminologi
pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah pendapatan bruto (gross profit)
(KDPPLKS paragraf 42). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Nomor 105 paragraf 11 menyatakan bahwa pembagian hasil usaha
mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar
pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total
21
Binti Mutafarida dan Mashudi, “PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH
ANTARA BANK SYARIAH DENGAN BANK KONVENSIONAL,” Edu Islamika 4, no. 1 (Maret 2012).
17
pendapatan usaha (omzet). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba,
dasar pembagian adalah laba neto (net profit), yaitu laba bruto dikurangi
beban yang berkaitan dengan pengelolaaan dana mudharabah.22
Kemudian dari sisi metode atau rumus perhitungan bagi hasil yang
ada di bank syariah belum ada standarisasi sehingga diperlukan standar
perhitungan bagi hasil agar perbankan syariah bisa saling mendukung dalam
perkembangannya karena prinsipnya adalah memajukan perekonomian Islam
di dunia. Masing-masing bank syariah mempunyai kebijakan dan
pertimbangan sendiri dalam perhitungan besarnya bagi hasil. Berdasarkan
nisbah masing-masing bank juga mempunyai porsi yang berbeda hal ini
berkaitan dengan target yang telah ditetapkan dan kondisi internal bank
tersebut.
Rumus yang digunakan Bank Mandiri Syariah dalam menghitung
Bagi Hasil:23
22
Yaya dan Rizal, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer, 2 ed. (Jakarta:
Salemba Empat, 2016).
23
Mutafarida dan Mashudi, “PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH ANTARA
BANK SYARIAH DENGAN BANK KONVENSIONAL.”
18
4.3 Umur Ekonomis dan Umur Teknis pada Ijaroh dan IMBT24
Pada PSAK 107 tentang Ijaroh disebutkan bahwa Kebijakan
penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola
konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari
obyek ijarah. Umur ekomonis dapat berbeda dengan umur teknis.
Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun di-ijarah-kan dengan
akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian, umur
ekonomisnya adalah 5 tahun.
Ketentuan ini yang menyebabkan terjadinya perpindahan
kepemilikan dalam akad IMBT. Tidak ada dalil dalam nash atau Fatwa
MUI terkait ketentuan ini, tapi akad ini tidak bisa lagi disebut akad ijarah
murni sehingga ketentuan-ketentuan dalam nash terkait ijarah tidak dapat
digunakan untuk menganalisa akad IMBT. Hal ini terlihat jelas pada
ketentuan selanjutnya yaitu Berdasarkan PSAK 107, biaya perbaikan objek
Ijarah merupakan tanggungan pemilik. Dalam Ijarah Muntahiyah Bittamlik
(IMBT) melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan objek Ijarah
yang dimaksudkan diatas ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding
dengan bagian kepemilikan masing-masing atas objek Ijarah. Dalam ijarah
murni, berdasarkan fiqih perbaikan sepenuhnya ditanggung oleh pemilik.
24
Yaya dan Rizal, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer.
25
Muhammad Ruslan dan Alimuddin, “MAKRIFAT AKUNTANSI, DETERMINASI PUNCAK
PERJALANAN SPIRITUALITAS AKUNTANSI: SUATU TINJAUAN ONTOLOGIS,” Jurnal Akuntansi
Multiparadigma 3, no. 3 (Desember 2012).
19
Institutions) hingga lahirnya PSAK 101-106 yang mengatur secara teknis
penyajian laporan keuangan yang di dalamnya masih menyisakan
persoalan-persoalan filosofis mendasar, masih kental dengan unsur
kapitalisme. Realitas tersebut menjadi indikator sebab tidak tercapainya
tujuan akuntansi Islam untuk kesejahteraan.
Baydoun dan Willet (2000) menganggap bahwa SAK Syariah
adalah hasil adopsi dari model akuntansi Barat, tanpa ada perubahan
mendasar. Begitupun Triyuwono (2006) yang menyebut SAK Syariah
masih kental dengan nilai kapitalisme dan begitu juga Hameed (2000), dan
Harahap (2001). Lihat juga: Mulawarman, Menyibak Akuntansi Syariah
(Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2006), h. 108.
Akuntansi yang mapan hari ini dibangun atas kerangka yang bias
kelas. Pijakan paradigma positivistik yang dibangun di atas fondasi
newtonian menjadikan kerangka akuntansi sebagai konsepsi yang kering,
instrument dalam memapankan sistem yang mereproduksi gejala krisis
kemanusiaan berupa pertentangan kelas dan musnahnya keseimbangan
ekosistem.
Akuntansi kontemporer sebagai sebuah produk teknologi ikut
memainkan peran yang cenderung bias kelas, ‘’dikontrol’’ oleh segelintir
orang yang memiliki kekuasaan secara ekonomi. Sehingga citra akuntansi
tiada lain dalam kenyataannya menjadi representasi dan
perpanjangtanganan dari pemilik modal yang seolah-olah ditakdirkan
untuk ‘’menghamba’’ kepada pemodal dalam mengakumulasi kekayaan
meskipun harus mengeksploitasi dan merusak alam bahkan tidak
berlebihan ketika akuntansi dalam industri menjadi instrument ‘’suci’’
para manajer dan akuntan yang dilegitimasikan secara struktural yuridis
sebagai konsepsi ilmiah yang digunakan untuk ‘’merampas’’ hak milik
kaum buruh lewat pengaturan-pengaturannya. Disinilah peran akuntansi
memainkan peran dalam melegitimasi ‘’perampasan’’ hak sehingga
mereproduksi kesenjangan sosial yang begitu dalam.26
26
Ruslan dan Alimuddin.
20
Salah satu teori akuntansi yang menjadi dasar pijakan keuangan
barat adalah Persamaan Akuntansi.27
27
Carl S Warren, Accounting (Pengantar Akuntansi), 25 ed. (Jakarta: Salemba Empat, 2015).
28
Ruslan dan Alimuddin, “MAKRIFAT AKUNTANSI, DETERMINASI PUNCAK PERJALANAN
SPIRITUALITAS AKUNTANSI: SUATU TINJAUAN ONTOLOGIS.”
21
dibenarkannya Akuntansi ini merujuk pada Al-Qur’an Surah Al-Baqarah
ayat 282.
Walaupun ilmu Akuntansi ini berasal dari Barat, namun Akuntansi
islam dapat dibenarkan keberadaannya walaupun masih merambah
wilayah teknis, belum ketataran ideologis. Namun secara ideal Akuntansi
Syariah dapat dibedakan dengan akuntansi konvensional dari segi
pengertian, tujuan, dan karakteristik.
Dari sisi teknisnya masih banyak yang perlu dikritisi dan dilakukan
perbaikan dalam Akuntansi Syariah. Misalnya penggunaan istilah-istilah
yang membuat rancu dalam pengaplikasiannya, ataupun sistem-sistem
akuntansi yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip islam. Sehingga
hendaknya pengembangan Akuntansi Syariah perlu terus dikembangkan
agar bisa mengakomodasi seluruh nilai-nilai islam.
22
DAFTAR PUSTAKA
Amin, Ma’ruf. “Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyah) sebagai pendorong arus
baru ekonomi syariah di Indonesia (Kontribusi Fatwa DSN-MUI dalam Peraturan
Perundang-undangan RI).” dipresentasikan pada Pengukuhan Guru Besar Bidang
Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 24 Mei
2017.
Ikatan Akuntan Indonesia. “SAK Efektif Per 1 Januari 2017,” 3 Januari 2017.
http://www.iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/sas-efektif-10-sak-
efektif-per-1-januari-2017.
23
Syihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Vol. 10. Ciputat: Lentera Hati, 1994.
Yaya, dan Rizal. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer. 2
ed. Jakarta: Salemba Empat, 2016.
24