Anda di halaman 1dari 24

TUGAS MATA KULIAH

HUKUM EKONOMI SYARIAH

STUDI HUKUM ISLAM


PADA IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI SYARIAH
DI INDONESIA

Disusun oleh:
AHMAD SYAFAAT MM.
NIM. 180311020037

DOSEN PENGASUH:

Prof. Dr. H.A. Hafiz Anshari AZ, MA


Prof. Dr. H. Ahmadi Hasan, MH
Dr. Hj. Masyitah Umar, M. Hum

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI


PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI S-3 ILMU SYARIAH
BANJARMASIN
2019

1
STUDI HUKUM ISLAM

PADA IMPLEMENTASI STANDAR AKUNTANSI SYARIAH

DI INDONESIA

1. LATAR BELAKANG MASALAH

Praktik akuntansi di sebuah negara dikembangkan secara sengaja untuk


mencapai tujuan sosial tertentu. Di Indonesia, perkembangan praktik akuntansi
diwarnai oleh praktik akuntansi yang berdasarkan pada nilai islam, yang dikenal
sebagai akuntansi syariah. Konsep syariah dalam akuntansi merupakan refleksi
dari ajaran islam yang menyentuh seluruh aspek kehidupan manusia, termasuk
dalam konsep ekonomi, dan akuntansi. Perkembangan akuntansi syariah
merupakan bagian dari dinamika perkembangan teori akuntansi sesuai dengan
kondisi sosial masyarakat indonesia yang sebagian besar adalah penduduk yang
beragama islam. Konsekuensi logis dari kondisi sosial ini adalah kesediaan
pemerintah untuk mengakomodir konsep akuntansi yang sesuai dengan kondisi
masyarakat islam, yaitu konsep akuntansi dilihat dari sudut pandang islami.1
Standar Akuntansi Keuangan Syariah Efektif Per 1 Januari 2017
merupakan kompilasi pengaturan akuntansi transaksi berbasis syariah yang
dikeluarkan sejak tahun 2002. SAK Syariah memiliki karakteristik khas yang
tidak sepenuhnya sesuai dengan konsep yang digunakan pada SAK umum. Proses
penyusunan SAK Syariah senantiasa mengacu ke fatwa yang dikeluarkan Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI).
Dalam pengimplementasian Fatwa-fatwanya, DSN MUI dibantu oleh
Dewan Pengawas Syariah (DPS). Namun DPS ini masih belum efektif secara
hukum dalam hal peraturan dan pelaksanaannya. Peraturan yang mengatur tentang
syarat-syarat seorang anggota Dewan Pengawas Syariah tidak efektif untuk
diterapkan di lapangan karena terjadinya benturan kepentingan antara kepentingan
pribadi dan kepentingan pekerjaan. Peraturan juga tidak memuat sanksi yang

1
Hani Werdi Apriyanti, “AKUNTANSI SYARIAH: SEBUAH TINJAUAN ANTARA TEORI DAN PRAKTIK,”
Jurnal AKuntansi Indonesia 6, no. 2 (Juli 2017): 131–40.

2
tegas kepada Dewan Pengawas Syariah yang tidak menjalankan tugasnya. Begitu
juga dengan pelaksanaan peraturan dimana proporsi jumlah anggota yang tidak
sebanding dengan jumlah LKS yang diawasi.2
Oleh karena itu, para pelaku ekonomi syariah dan akademisi sudah
seharusnya membantu DPS dengan memberikan saran-saran terkait
pengimplementasian Fatwa-Fatwa DSN MUI. Termasuk dalam proses pencatatan
atau Akuntansi Syariah. Karena itulah makalah ini kami susun dengan judul
“Studi Hukum Islam Pada Implementasi Standar Akuntansi Syariah Di
Indonesia.”

2. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah yang akan dibahas pada makalah ini adalah sebagai berikut?
1. Bagaimana Hukum Akuntansi dalam pandangan islam?
2. Apa perbedaan Akuntansi Syariah dengan Akuntansi Konvensional?
3. Bagaimana penerapan hukum islam pada implementasi standar
akuntansi syariah di indonesia?

3. GAMBARAN UMUM
3.1. Terminologi Akuntansi
3.1.1 Secara Umum
Keputusan Menteri Keuangan RI (No. 476 KMK. 01 1991)
menyebutkan akuntansi adalah proses pengumpulan, pencatatan,
penganalisisan, peringkasan, pengklasifikasian, dan pelaporan transaksi
keuangan dari suatu kesatuan ekonomi untuk menyediakan informasi
keuangan bagi para pemakai laporan yang berguna untuk pengambilan
keputusan.3
3.1.2 Dalam Bahasa Arab
Kata "Arab" yang bermakna akuntansi adalah muhasabah berasal
dari kata kerja hasaba dan diucapkan juga dengan hisab. Kata kerja

2
Khotibul Umam, “Efektivitas Pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada Bandk Pembiayaan
Rakyat Syariah di Provinsi D.I. Yogyakarta” (UIN Sunan Kalijaga, 2015).
3
Sarip Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah (Bandung: Pustaka Setia, 2015).

3
hasaba menunjukkan adanya interaksi seseorang dengan orang lain. Arti
muhasabah secara bahasa adalah "menimbang" atau memperhitungkan.
kata muhasabah mempunyai dua pengertian, yaitu:
a. perhitungan dan pembalasan;
b. catatan, data, dan hitungan.
Selanjutnya, akar kata hasaba adalah hisab, yaitu menghitung dengan
saksama atau teliti.4

3.2 Konsep Akuntansi Syariah


Akuntansi merupakan domain muamalah dalam kajian Islam.
Artinya, diserahkan pada kemampuan akal pikiran manusia untuk
mengembangkannya. Akan tetapi, karena pentingnya permasalahan ini, Allah
SWT menyebutkan perihal muamalah dalam kitab suci Al-Quran, Al-
Baqarah ayat 282. Penempatan ayat ini juga unik dan relevan dengan sifat
akuntansi. la ditempatkan dalam surat Al-Baqarah sebagai lambang
komoditas ekonomi.5

             

               

                 

              

           

                

                

              

4
Muslim, 17–18.
5
Muslim, 23–24.

4
                 

(Q.S. Al-Baqarah [2]: 282)   

Hamka dalam tafsir Al-Azhar juz 3 tentang surat Al-Baqarah ayat 282 ini
mengemukakan beberapa hal yang relevan dengan akuntansi, yaitu sebagai
berikut. 6

"Perhatikanlah tujuan ayat! Yaitu kepada sekalian orang yang beriman


kepada Allah untuk menuliskan utang piutang. Itulah orang- orang yang berbuat
sesuatu karena Allah karena melaksanakan perintah Allah. Oleh sebab itu,
tidaklah jika dengan alasan berbuat baik kepada kedua belah pihak, salah satu
pihak berkata, 'Tidak perlu dituliskan karena kita saling memercayai! Padahal,
umur kedua belah pihak sama- sama di tangan Allah. Si Anu mati dalam berutang,
dan orang yang memberi utang akan menagih pada ahli warisnya yang tinggal. Si
waris bisa mengingkari utang itu karena tidak ada surat perjanjian."

la mengungkapkan secara jelas betapa wajibnya menuliskan semua


transaksi yang dilakukan. Perintah inilah yang selalu diabaikan umat Islam
sekarang ini. Bahkan, muncul anggapan bahwa menulis transaksi seperti ini
menunjukkan kekurangpercayaan satu sama lain, padahal ini merupakan perintah
Allah SWT. kepada umatnya yang harus dipatuhi.

Mengenai transaksi, Buya Hamka berpendapat sebagai berikut.

"Pada zaman kemajuan seperti sekarang, orang berniaga sudah lebih


teratur, sehingga membeli kontan pun dituliskan juga. Pembeli dapat mencatat
jumlah uang yang keluar pada hari itu dan penjual pun menghitung penjualan
jumlah barang yang laku dan dapat pula menjumlahkan dengan sempurna. Hal itu
terpuji pula pada syara Kalau dikatakan tidak, mengapa (dalam Al-Quran)
tandanya ditulis lebih baik?

6
Hamka, Tafsir Al-Azhar Juz 3 (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992).

5
Pendapat Buya Hamka ini menunjukkan bahwa syara pun menganjurkan
pencatatan, baik yang tunai maupun yang masih kredit sebagaimana yang
sekarang diterapkan dalam akuntansi.

Sementara M. Quraish Shihab dalam tafsir Al-Mishbah mengemukakan:7

"Ayat ini menasihati setiap orang yang melakukan transaksi utang-piutang


dengan dua nasihat pokok. Pertama, dikandung oleh pernyataan untuk waktu yang
ditentukan ini bukan saja mengisyaratkan bahwa ketika berutang, masa
pelunasannya harus ditentukan, bukan dengan berkata, 'Kalau saya ada uang' atau
'Kalau si A datang karena ucapan semacam ini tidak pasti. Bahkan, ayat ini tidak
hanya mengandung syarat tersebut, tetapi juga mengesankan bahwa ketika
berutang, telah tergambar dalam benak pengutang, cara dan sumber
pembayarannya. Kedua, perintah menulis yang mencakup perintah kepada kedua
orang yang bertransaksi, dalam arti salah seorang menulis dan apa yang ditulisnya
diserahkan kepada mitranya jika mitra pandai tulis baca dan apabila tidak pandai,
atau keduanya tidak pandai, mereka hendaknya mencari orang ketiga.
Selanjutnya, Allah menegaskan, 'Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menulisnya dengan adil' yakni dengan benar, tidak menyalahi ketentuan Allah dan
perundangan yang berlaku dalam masyarakat. Tidak juga merugikan salah satu
pihak yang bermuamalah, sebagaimana dipahami dari kata 'adil' dan 'di antara
kamu. Ayat ini mendahulukan penyebutan adil daripada penyebutan pengetahuan
yang dianjurkan Allah. Ini karena keadilan, di samping menuntut adanya
pengetahuan bagi yang akan berlaku adil, juga karena seorang yang adil, tetapi
tidak mengetahui, keadilannya akan mendorongnya untuk belajar. Berbeda
dengan yang mengetahui tetapi tidak adil. Pada waktu itu pengetahuannya akan
digunakan untuk menutupi ketidakadilannya. la akan mencari celah hukum untuk
membenarkan penyelewengan dan menghindari saksi.”

Ayat ini ditempatkan setelah uraian tentang anjuran bersedekah dan


berinfak (ayat 271-274), kemudian disusul dengan larangan melakukan transaksi
riba (ayat 275-279), serta anjuran memberikan tangguh kepada yang tidak mampu
membayar utangnya sampai mereka mampu atau bahkan menyedekahkan
7
M. Quraish Syihab, Tafsir Al-Misbah, vol. 10 (Ciputat: Lentera Hati, 1994).

6
sebagian atau semua utang itu (ayat 280). Anjuran bersedekah dan melakukan
infak di jalan Allah merupakan perwujudan rasa kasih sayang yang murni.
Adapun larangan riba merupakan penggambaran kekejaman dan kekerasan hati.
Oleh karena itu, dengan perintah menulis utang piutang yang mengakibatkan
terpeliharanya harta tercermin keadilan yang didambakan Al-Quran, sehingga
lahir jalan tengah antara rahmat murni yang diperankan oleh sedekah dan
kekejaman yang diperagakan oleh pelaku riba. 8

Dari ayat ini, jelas bahwa sejak munculnya peradaban Islam telah ada
perintah untuk melakukan sistem pencatatan yang tekanannya adalah untuk tujuan
kebenaran, kepastian, keterbukaan, keadilan antara dua pihak yang memiliki
hubungan muamalah. Dalam istilah akuntansi, ini dikenal konsep accountability.9

3.1 Pemikiran Teori dan Konsep Akuntansi Islam


Gambling dan Karim (Harahap, 1992) menyatakan, karena Islam memiliki
syariah yang dipatuhi semua umatnya, wajarlah bahwa masyarakatnya memiliki
lembaga keuangan dan akuntansinya yang disahkan melalui pembuktian sendiri
sesuai dengan landasan agama.

Toshikabu Hayashi (1989) dalam tesisnya yang berjudul On Islamic


Accounting, membahas dan mengakui keberadaan akuntansi Islam. Menurutnya,
akuntansi Barat memiliki sifat yang berpedoman pada filsafat kapitalisme. Sifat-
sifat akuntansi Barat ini kehilangan arah apabila dihubungkan dengan aspek etika
dan sosial dan bebas nilai. Adapun dalam akuntansi Islam terdapat meta rule yang
berada di luar konsep akuntansi yang harus dipatuhinya, yaitu hukum syariah
yang berasal dari Tuhan yang bukan ciptaan manusia.

Menurutnya, akuntansi Islam sesuai manusia yang menuntut agar


perusahaan juga memiliki etika dan tanggung jawab sosial. Konsep akuntansi
telah ada dalam sejarah Islam yang sangat berbeda dengan konsep konvensional
sekarang. la menerjemahkan akuntansi sebagai "muhasabah". Kemudian, ia
menjelaskan bahwa dalam konsep Islam terdapat pertanggungjawaban di akhirat,
yaitu setiap orang akan mempertanggungjawabkan tindakannya di hadapan Allah
8
Syihab.
9
Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah.

7
SWT. dan Allah SWT. memiliki akuntan (Rakib dan Atid) yang yang mencatat
semua tindakan manusia, bukan hanya bidang ekonomi, melainkan juga bidang
sosial dalam pelaksanaan hukum syariah lainnya.

Muhammad Akram Khan (Harahap, 1992) merumuskan sifat akuntansi


Islam sebagai berikut. 10

1. Penentuan laba rugi yang tepat

Walaupun penentuan laba rugi bersifat subjektif dan bergantung pada


nilai, prinsip kehati-hatian harus diutamakan agar tercapai hasil yang
bijaksana (atau dalam Islam sesuai dengan syariat) dan konsisten sehingga
dapat menjamin bahwa kepentingan semua pihak pemakai laporan
dilindungi.

2. Mempromosikan dan menilai efisiensi kepemimpinan

Sistem akuntansi harus mampu memberikan standar berdasarkan untuk


menjamin bahwa manajemen mengikuti kebijaksanaan yang baik.

3. Ketaatan pada hukum syariah

Setiap aktivitas yang dilakukan oleh unit ekonomi harus dinilai halal
haramnya. Faktor ekonomi tidak harus menjadi alasan tunggal untuk
menentukan berlanjut tidaknya suatu perusahaan.

4. Keterikatan pada keadilan

Karena tujuan utama syariah adalah penerapan keadilan dalam masyarakat


seluruhnya, informasi akuntan harus mampu melaporkan (selanjutnya
mencegah) setiap kegiatan atau keputusan yang dibuat untuk menambah
ketidakadilan dalam masyarakat.

5. Melaporkan dengan baik

Peranan perusahaan dianggap pada dasarnya bertanggung jawab kepada


masyarakat secara keseluruhan. Nilai sosial ekonomi Islam harus diikuti

10
Muslim, 29–30.

8
dan dianjurkan. Informasi akuntansi harus berada dalam posisi terbaik
untuk melaporkan hal ini.

6. Perubahan dalam praktik akuntansi

Peranan akuntansi yang demikian luas dalam kerangka Islam memerlukan


perubahan yang sesuai dan cepat dalam praktik akuntansi saat ini.
Akuntansi harus mampu bekerja sama untuk menyusun saran-saran yang
tepat untuk mengikuti perubahan ini.

Menurut Harahap, menyusun kerangka teori akuntansi Islam masih sangat


sulit apalagi dalam kesempatan, keahlian, dan tenaga yang terbatas.
Kerangka teori akuntansi kapitalis saja memerlukan waktu berpuluh-puluh
tahun untuk sampai pada kerangka konseptual.

3.2 Perbedaan Konsep Akuntansi Keuangan Syariah dengan Akuntansi


Keuangan Konvensional11
1. Perbedaan dari Segi Pengertian

Pengertian akuntansi keuangan menurut Islam lebih mengarah


pada pembukuan, pendataan, kerja dan usaha, serta perhitungan dan
perdebatan (tanya jawab) berdasarkan syarat-syarat yang telah disepakati.
Selanjutnya penentuan imbalan yang meliputi semua tindakan dan
pekerjaan, baik yang berhubungan dengan keduniaan maupun
keakhiratan. Oleh sebab itu, muhasabah dalam Islam memiliki dua arti,
yaitu perhitungan dan pembukuan keuangan. Adapun arti akuntansi yang
berkembang dalam konsep positif (konvensional) adalah sekitar
pengumpulan dan pembukuan, penelitian tentang keterangan- keterangan
dari berbagai macam aktivitas.

Arti muhasabah (akuntansi) dalam Islam lebih umum dan lebih


luas jangkauannya, yang meliputi perhitungan dari segi moral dan
perhitungan akhirat. Dalam praktiknya setiap aktivitas muamalah adanya
unsur pertanggungjawaban (responsibility) dari hubungan vertikal

11
Muslim, 49–52.

9
(hubungan antara manusia dengan Allah SWT./hablun-minallah) dan
hubungan horizontal (hubungan sesama manusia/hablun-minannas).

2. Perbedaan dari Segi Tujuan12

Di antara tujuan terpenting dari akuntansi keuangan dalam Islam


adalah menjaga harta yang merupakan hujjah atau bukti ketika terjadi
perselisihan, membantu mengarahkan kebijaksanaan, memerinci hasil
usaha untuk penghitungan zakat, penentuan hak mitra bisnis, dan
membantu dalam menetapkan imbalan dan hukuman serta penilaian
evaluasi kerja dan motivasi. Sementara tujuan akuntansi keuangan
konvensional di antaranya untuk menjelaskan utang dan piutang untung
dan rugi, sentral moneter, dan membantu dalam mengambil ketetapan
manajemen.

Dengan demikian, terdapat persamaan dalam beberapa tujuannya.


Hal ini menunjukkan keutamaan Islam yang lebih dahulu meletakkan
dasar-dasar pokok akuntansi. Akan tetapi, akuntansi syariah lebih
difokuskan untuk membantu individu-individu dalam mengaudit
transaksi-transaksinya, dan untuk membantu kelompok masyarakat untuk
melakukan muhasabah yang ditangani oleh seorang hakim. Bahkan,
akuntansi dapat membantu dalam lapangan dakwah pada kebaikan,
seperti amar ma'ruf nahi mungkar. Semua itu tidak terdapat dalam
akuntansi konvensional.

3. Perbedaan dari Karakteristik

Akuntansi dalam Islam berdasarkan nilai-nilai akidah dan akhlak.


Oleh sebab itu, tugas seorang akuntan adalah memberikan data-data
dalam membantu orang-orang yang bersangkutan tentang hubungan
kesatuan ekonomi dengan kaidah-kaidah dan hukum-hukum syariat Islam
dalam bidang muamalah. Seorang akuntan Muslim selalu sadar bahwa ia
bertanggung jawab di hadapan Allah tentang pekerjaannya. la tidak boleh
menuruti keinginan pemilik modal (pemilik proyek) jika ada langkah-
12
Muslim, 49–52.

10
langkah penyelewengan dari hukum Allah dan memutarbalikkan fakta
(data yang akurat). Aspek-aspek ini tidak didapati dalam konsep
akuntansi konvensional.

Berdasarkan hal tersebut diketahui bahwa akuntansi syariah


didasarkan pada kaidah-kaidah permanen, yang diambil dari sumber-
sumber hukum Islam, yaitu Al-Quran dan Al-Hadis. Adapun konsep
akuntansi konvensional didasarkan pada ordonansi atau peraturan-
peraturan dan teori-teori yang dibuat oleh manusia yang memiliki sifat
khilaf, lupa, keterbatasan ilmu dan wawasan. Oleh sebab itu, konsepnya
labil, tidak permanen, dan memiliki kecenderungan berubah-ubah dari
waktu ke waktu mengikuti perubahan sistem ekonomi, perubahan
peraturan, perubahan jenis perusahaan, dan perubahan kebijakan yang
dibuat oleh manusia. Aliran utama akuntansi Barat ini telah dikritik
sepertinya tidak cukup digunakan untuk mencapai tujuan ekonomi Islam
(Hameed, 2000; Adnan dan Gaffikin, 1997; Iwan Triyuwono, 2000).

Dengan dikeluarkannya PSAK 59 yang terdiri atas Kerangka Dasar


Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Bank Syariah serta
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Akuntansi Perbankan
Syariah yang merupakan standar teknis dalam pencatatan, penyajian,
pelaporan, pengungkapan (disclosure), pengakuan segala transaksi yang
berkaitan dengan kegiatan keuangan suatu bank syariah. Kedua standar
ini banyak mengadopsi kerangka dan standar yang dikeluarkan oleh
Accounting and Auditing Organizations for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI, 1998) yang berpusat di Manama Bahrain. Selain itu, kedua
standar ini juga mengacu dari kerangka akuntansi konvensional. Hal ini
disebabkan disiplin akuntansi Islam sebagai ilmu yang telah mapan
belum dapat terwujud sehingga berbagai paradigma masih tetap
menggunakan konsep akuntansi konvensional yang dinilai belum

11
sepenuhnya seirama dengan sifat dan nilai-nilai syariat yang diyakini
(Siti Murtiyani, 2012: 1-3). 13

3.3 At-Tafriq Baina Al-Halal Wal Haram14


Kaidah yang sangat penting yang mendukung peran akuntansi syariah
adalah terkait dengan pemisahan antara harta halal dan non-halal (at-tafriq
baina al-halal wal haram).
Umumnya, orang memahami bahwa percampuran antara yang halal dan
yang haram, maka dimenangkan yang haram, sesuai kaidah “apabila
bercampur antara yang halal dan yang haram, maka percampuran tersebut
dihukumi haram” (idza ijtama’ al-halal wa al-haram ghuliba al-haram).
Dalam pandangan DSN-MUI kaidah tersebut tidak cocok diterapkan di
bidang ekonomi. Kaidah tersebut lebih cocok digunakan dalam bidang
pangan, khususnya yang cair. Halal-haram dalam bidang pangan terkait
dengan bahannya (‘ain), sehingga jika terjadi percampuran maka akan terjadi
persinggungan dan persenyawaan yang sulit dipisahkan. Dalam kondisi
seperti itu maka tepat menggunakan kaidah “apabila bercampur antara yang
halal dan yang haram, maka percampuran tersebut dihukumi haram” (idza
ijtama’ al-halal wa al-haram ghuliba al-haram).
Sedangkan apabila pemisahan antara yang halal dari yang haram dapat
dilakukan, misalnya dalam kasus percampuran antara harta yang halal dan
yang tidak halal, maka kaidah (idza ijtama’ alhalal wa al-haram ghuliba al-
haram) ini tidak cocok diterapkan, dan yang lebih tepat adalah menggunakan
kaidah pemisahan yang halal dari yang haram (tafriq baina al-halal ‘ani al-
haram).
Penjelasannya, bahwa harta atau uang dalam persepektif fikih bukanlah
benda haram karena zatnya (‘ainiyah) tapi haram karena cara memperolehnya
yang tidak sesuai syariah (ligairih), sehingga dapat untuk dipisahkan mana
yang diperoleh dengan cara halal dan mana yang non halal. Dana yang halal

13
Muslim, 52.
14
Ma’ruf Amin, “Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyah) sebagai pendorong arus baru ekonomi
syariah di Indonesia (Kontribusi Fatwa DSN-MUI dalam Peraturan Perundang-undangan RI)” (24
Mei 2017).

12
dapat diakui sebagai penghasilan sah, sedangkan dana non-halal harus
dipisahkan dan dialokasikan untuk kepentingan umum.
Dasar kaidah ini dapat dirujuk dari keterangan para ulama. Ibnu Shalah
menyatakan sebagaimana dinukil oleh as-Suyuthi dalam kitab Al-Asbah wa
al-Nadzair:

Jika uang yang halal tercampur dengan uang yang haram dan tidak dapat
dibedakan, maka jalan keluarnya adalah memisahkan bagian yang haram
serta menggunakan sisanya. Sedangkan bagian haram yang dikeluarkan, jika
ia tahu pemliknya maka ia harus menyerahkannya atau bila tidak maka harus
disedekahkan.
Senada dengan hal tersebut Ibnu Taimiyyah dalam kitab Fatawa Ibn
Taimiyyah menyatakan:

Jika seorang hartanya tercampur antara unsur yang halal dan yang haram
maka unsur haram harus dikeluarkan nominalnya, dan sisanya halal
baginya.
Teori tafriq al-halal ‘an al-haram digunakan di fatwa DSN-MUI dengan
pertimbangan bahwa dalam konteks Indonesia kegiatan ekonomi Syariah
belum bisa dilepaskan sepenuhnya dari sistem ekonomi konvensional yang
ribawi. Setidaknya institusi ekonomi Syariah berhubungan dengan institusi
ekonomi konvensional yang ribawi dari aspek permodalan, pengembangan
produk, maupun keuntungan yang diperoleh.15
Contoh pertama, Pendirian bank syariah atau unit usaha syariah (UUS)
oleh Bank Konvensioanl; teori tafriq al-halal min alharam merupakan
jawaban atas komentar banyak pihak tentang berdirinya bank-bank syariah,
terutama UUS yang dibentuk atau didirikan oleh bank-bank konvesional. Di
antara umat Islam ada yang meragukan kehalalan produk Unit Usaha Syariah

15
Amin.

13
karena modal pembentukan berasal dari bank konvensional yang termasuk
perusahaan ribawi. Teori tafriq al-halal min al-haram diaplikasikan dengan
cara mengidentifikasi seluruh uang yang menjadi milik bank konvensional
sehingga diketahui mana yang merupakan bunga dan mana yang merupakan
modal atau pendapatan yang diperoleh dari jasa-jasa yang tidak didasarkan
pada bunga. Pendapatan bank yang berasal dari bunga disisihkan terlebih
dahulu, maka sisanya dapat atau boleh dijadikan modal pendirian bank
syariah atau UUS karena diyakini halal.16

3.4 Standar Akuntansi Keuangan Syariah 17


Sejalan dengan diberlakukannya ketentuan transparansi bagi
perbankan syariah, dan dalam upaya mendorong tersusunnya norma- norma
keuangan syariah yang seragam dan pengembangan produk yang selaras
antara aspek syariah dan kehati-hatian, pada tahun laporan telah dilakukan
pembahasan bersama pihak terkait dalam Komite Akuntansi Syariah, yaitu
Bank Indonesia sebagai salah satu anggotanya bersama Ikatan Akuntan
Indonesia dan pihak lainnya.
Sama seperti standar akuntansi keuangan konvensional, standar
akuntansi keuangan syariah disusun oleh suatu lembaga resmi (Standard
Setting Body) dalam SAK Syariah ini dibuat oleh The Accounting and
Auditing Organization for Islamic Financial Institution (AAOIFI) yang
berbasis di Dubai. Standar akuntansi ini dipakai dan diadopsi oleh banyak
negara-negara yang menerapkan prinsip ekonomi Islam.
Di Indonesia sendiri, permasalahan standarisasi laporan keuangan
syariah ditangani oleh Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAK) yang
berada di bawah naungan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). DSAK dibentuk di
Jakarta pada kongres ke-8 IAI pada tahun 1998.

Dasar pembuatan SAK Syariah ini bersumber pada Al-Quran Surat


Al-Baqarah ayat 282-283. Ayat tersebut menjabarkan prinsip pencatatan
laporan keuangan yang menggunakan konsep kejujuran, keadilan dan

16
Amin.
17
Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah, 61.

14
kebenaran. Pembuatan SAK Syariah ini mengikuti perkembangan ekonomi
Islam di dunia. Perkembangan tersebut menciptakan lingkungan ekonomi dan
pasar baru yang berbasis syariah.

Pada tahun 2016 IAI mengesahkan revisi beberapa PSAK Syariah.


dan Standar Akuntansi Keuangan Syariah sudah Efektif sejak 1 Januari 2017
yang merupakan kompilasi pengaturan akuntansi transaksi berbasis syariah
yang dikeluarkan sejak tahun 2002.

Berikut ini adalah daftar Standar Akuntansi Keuangan Syariah


yang sudah berlaku efektif sejak 1 Januari 2017:18

1. Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah (


tgl pengesahan 27 juni 2007, tgl efektif 1 januari 2008 ),
2. PSAK 59: Akuntansi Perbankan Syariah ( tanggal pengesahan 1 Mei 2002,
tgl efektif 1 januari 2003 ),
3. PSAK 101: Penyajian Laporan Keuangan Syariah ( Revisi 2016 tgl
pengesahan 25 mei 2016, tgl efektif 1 januari 2017 ),
4. PSAK 102: Akuntansi Murabahah ( amandemen 2016, tgl pengesahan 25
mei 2016, tgl efektif 1 januari 2017 ),
5. PSAK 103: Akuntansi Salam ( amandemen 2016, tgl pengesahan 6 januari
2016, tgl efektif 1 januari 2017 ),
6. PSAK 104: Akuntansi Istishna’ ( amandemen 2016, tgl pengesahan 6
januari 2016, tgl efektif 1 januari 2017 )
7. PSAK 105: Akuntansi Mudharabah ( tgl pengesahan 27 juni 2007, tgl
efektif 1 januari 2008 ),
8. PSAK 106: Akuntansi Musyarakah ( tgl pengesahan 27 juni 2007, tgl
pengesahan 1 januari 2008 ),
9. PSAK 107: Akuntansi Ijarah ( amandemen 2016, tgl pengesahan 6 januari
2016, tgl efektif 1 januari 2017 ),

18
Ikatan Akuntan Indonesia, “SAK Efektif Per 1 Januari 2017,” 3 Januari 2017,
http://www.iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/sas-efektif-10-sak-efektif-per-1-
januari-2017.

15
10. PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi Syariah ( Revisi 2016, tgl
pengesahan 25 mei 2016, tgl efektif 1 januari 2017 ) ,
11. PSAK 109: Akuntansi Zakat dan Infak/Sedekah ( tgl pengesahan 6 april
2010,tgl efektif 1 januri 2012 ),
12. PSAK 110: Akuntansi Sukuk ( Revisi 2015, tgl pengesahan 24 februari
2015, tgl efektif 1 januari 2016 )

Gambar: Struktur dan Sumber Standar Akuntansi Syariah19

Penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dilakukan IAI


dengan bekerja sama dengan Bank Indonesia, DSN serta pelaku perbankan
syariah dan dengan mempertimbangkan standar yang dikeluarkan lembaga
keuangan syariah internasional, yaitu AAOIFI. Hal ini dimaksudkan agar
standar yang digunakan selaras dengan standar akuntansi keuangan syariah
internasional. Berikut ini adalah gambar Rumah Standar Akuntansi Syariah
yang merupakan gambaran dari sumber pencarian dasar akuntansi syariah
dan level-levelnya.

4. PEMBAHASAN
4.1 Analisis Terhadap PSAK No. 59 Khususnya Mengenai Rugi Laba20
PSAK menggunakan sekaligus dua sistem : dasar akrual (accrual
basis) dan dasar kas (cash basis). Dasar akrual yang biasa digunakan oleh

19
Muslim, Akuntansi Keuangan Syariah, 63.
20
Agung Fachruddiyanto, “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TEORI STANDAR AKUNTANSI
PERBANKAN SYARI’AH (Study Analisis Terhadap PSAK No. 59 Khususnya Mengenai Rugi Laba)”
(IAIN Walisongo, 2009).

16
perbankan konvensional dinilai kurang konservatif dan bisa 'mengelabui'
nasabah karena menempatkan pendapatan masa datang dibukukan dalam
laporan keuangan yang disajikan. Sementara bagi hasil yang diperoleh
nasabah dilakukan dengan dasar kas yang bisa menimbulkan pertanyaan
tentang besaran bagi hasil kaitannya dengan laporan keuangan secara
keseluruhan.
Dalam sistem akuntansi yang menggunakan prinsip accrual basis-
sistem yang lazim diterapkan di bank konvensional pendapatan perseroan
yang belum nyata, di dalam penyajian laporan keuangan dilaporkan sebagai
pendapatan itu sendiri. Konsekuensinya, seolah-olah ada pendapatan yang
besar.
4.2 Penghitungan Bagi Hasil Deposito Pada Perbankan Syariah21
Dewan Syariah Nasional dengan Fatwanya Nomor 15 tahun 2000
menyatakan bahwa bank syariah boleh menggunakan prinsip bagi hasil
(revenue sharing) maupun bagi untung (profit sharing) sebagai dasar bagi
hasil. Dalam praktik di lapangan, terdapat perbedaan interpretasi dalam
memahami istilah revenue sharing. Revenue sharing dalam praktik
dipersepsikan sama dengan omset yaitu nilai penjualan suatu barang (harga
pokok plus margin pendapatan). Adapun revenue yang dimaksud dalam
dasar bagi hasil bank syariah adalah pendapatan dikurangi harga pokok
barang yang dijual. Dalam akuntansi, konsep ini biasa dinamakan gross
profit.
Menurut Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan
Keuangan Syariah tahun 2007, Ikatan Akuntan menyatakan secara eksplisit
bahwa dalam hal pembagian prinsip pembagian hasil usaha, terminologi
pendapatan atau hasil yang dimaksud adalah pendapatan bruto (gross profit)
(KDPPLKS paragraf 42). Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK)
Nomor 105 paragraf 11 menyatakan bahwa pembagian hasil usaha
mudharabah dapat dilakukan berdasarkan prinsip bagi hasil, maka dasar
pembagian hasil usaha adalah laba bruto (gross profit) bukan total

21
Binti Mutafarida dan Mashudi, “PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH
ANTARA BANK SYARIAH DENGAN BANK KONVENSIONAL,” Edu Islamika 4, no. 1 (Maret 2012).

17
pendapatan usaha (omzet). Sedangkan jika berdasarkan prinsip bagi laba,
dasar pembagian adalah laba neto (net profit), yaitu laba bruto dikurangi
beban yang berkaitan dengan pengelolaaan dana mudharabah.22
Kemudian dari sisi metode atau rumus perhitungan bagi hasil yang
ada di bank syariah belum ada standarisasi sehingga diperlukan standar
perhitungan bagi hasil agar perbankan syariah bisa saling mendukung dalam
perkembangannya karena prinsipnya adalah memajukan perekonomian Islam
di dunia. Masing-masing bank syariah mempunyai kebijakan dan
pertimbangan sendiri dalam perhitungan besarnya bagi hasil. Berdasarkan
nisbah masing-masing bank juga mempunyai porsi yang berbeda hal ini
berkaitan dengan target yang telah ditetapkan dan kondisi internal bank
tersebut.
Rumus yang digunakan Bank Mandiri Syariah dalam menghitung
Bagi Hasil:23

Rumus yang digunakan Bank BNI Syariah dalam menghitung Bagi


Hasil:

Rumus yang digunakan Bank BRI Syariah dalam menghitung Bagi


Hasil:

Rumus yang digunakan bank konvensional dalam menghitung


Bunga:

22
Yaya dan Rizal, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer, 2 ed. (Jakarta:
Salemba Empat, 2016).
23
Mutafarida dan Mashudi, “PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO MUDHARABAH ANTARA
BANK SYARIAH DENGAN BANK KONVENSIONAL.”

18
4.3 Umur Ekonomis dan Umur Teknis pada Ijaroh dan IMBT24
Pada PSAK 107 tentang Ijaroh disebutkan bahwa Kebijakan
penyusutan atau amortisasi yang dipilih harus mencerminkan pola
konsumsi yang diharapkan dari manfaat ekonomi di masa depan dari
obyek ijarah. Umur ekomonis dapat berbeda dengan umur teknis.
Misalnya, mobil yang dapat dipakai selama 10 tahun di-ijarah-kan dengan
akad ijarah muntahiyah bittamlik selama 5 tahun. Dengan demikian, umur
ekonomisnya adalah 5 tahun.
Ketentuan ini yang menyebabkan terjadinya perpindahan
kepemilikan dalam akad IMBT. Tidak ada dalil dalam nash atau Fatwa
MUI terkait ketentuan ini, tapi akad ini tidak bisa lagi disebut akad ijarah
murni sehingga ketentuan-ketentuan dalam nash terkait ijarah tidak dapat
digunakan untuk menganalisa akad IMBT. Hal ini terlihat jelas pada
ketentuan selanjutnya yaitu Berdasarkan PSAK 107, biaya perbaikan objek
Ijarah merupakan tanggungan pemilik. Dalam Ijarah Muntahiyah Bittamlik
(IMBT) melalui penjualan secara bertahap, biaya perbaikan objek Ijarah
yang dimaksudkan diatas ditanggung pemilik maupun penyewa sebanding
dengan bagian kepemilikan masing-masing atas objek Ijarah. Dalam ijarah
murni, berdasarkan fiqih perbaikan sepenuhnya ditanggung oleh pemilik.

4.4 Analisis Ideologis Terhadap Teori-Teori Akuntansi25


Di Indonesia sendiri sejak tahun 1991, perkembangan akuntansi
Islam masih banyak berputar pada poros sektor jasa perbankan seiring
dengan lahirnya PSAK No 59 yang merupakan hasil adopsi dari konsep
AAOIFI (Accounting and Auditing Standards for Islamic Financial

24
Yaya dan Rizal, Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer.
25
Muhammad Ruslan dan Alimuddin, “MAKRIFAT AKUNTANSI, DETERMINASI PUNCAK
PERJALANAN SPIRITUALITAS AKUNTANSI: SUATU TINJAUAN ONTOLOGIS,” Jurnal Akuntansi
Multiparadigma 3, no. 3 (Desember 2012).

19
Institutions) hingga lahirnya PSAK 101-106 yang mengatur secara teknis
penyajian laporan keuangan yang di dalamnya masih menyisakan
persoalan-persoalan filosofis mendasar, masih kental dengan unsur
kapitalisme. Realitas tersebut menjadi indikator sebab tidak tercapainya
tujuan akuntansi Islam untuk kesejahteraan.
Baydoun dan Willet (2000) menganggap bahwa SAK Syariah
adalah hasil adopsi dari model akuntansi Barat, tanpa ada perubahan
mendasar. Begitupun Triyuwono (2006) yang menyebut SAK Syariah
masih kental dengan nilai kapitalisme dan begitu juga Hameed (2000), dan
Harahap (2001). Lihat juga: Mulawarman, Menyibak Akuntansi Syariah
(Yogjakarta: Kreasi Wacana, 2006), h. 108.
Akuntansi yang mapan hari ini dibangun atas kerangka yang bias
kelas. Pijakan paradigma positivistik yang dibangun di atas fondasi
newtonian menjadikan kerangka akuntansi sebagai konsepsi yang kering,
instrument dalam memapankan sistem yang mereproduksi gejala krisis
kemanusiaan berupa pertentangan kelas dan musnahnya keseimbangan
ekosistem.
Akuntansi kontemporer sebagai sebuah produk teknologi ikut
memainkan peran yang cenderung bias kelas, ‘’dikontrol’’ oleh segelintir
orang yang memiliki kekuasaan secara ekonomi. Sehingga citra akuntansi
tiada lain dalam kenyataannya menjadi representasi dan
perpanjangtanganan dari pemilik modal yang seolah-olah ditakdirkan
untuk ‘’menghamba’’ kepada pemodal dalam mengakumulasi kekayaan
meskipun harus mengeksploitasi dan merusak alam bahkan tidak
berlebihan ketika akuntansi dalam industri menjadi instrument ‘’suci’’
para manajer dan akuntan yang dilegitimasikan secara struktural yuridis
sebagai konsepsi ilmiah yang digunakan untuk ‘’merampas’’ hak milik
kaum buruh lewat pengaturan-pengaturannya. Disinilah peran akuntansi
memainkan peran dalam melegitimasi ‘’perampasan’’ hak sehingga
mereproduksi kesenjangan sosial yang begitu dalam.26

26
Ruslan dan Alimuddin.

20
Salah satu teori akuntansi yang menjadi dasar pijakan keuangan
barat adalah Persamaan Akuntansi.27

Aset = Liabilitas + Ekuitas

Sumber daya yang dimiliki atau dikendalikan perusahaan disebut asset.


Contoh asset meliputi kas, tanah, gedung dan peralatan. Hak atau klaim
atas asset biasanya dibagi berdasarkan dua jenis pemilik.
1. Hak kreditur dan
2. Hak pemilik.
Hak kreditur mencerminkan utang perusahaan dan disebut liabilitas.
Hak pemilik disebut ekuitas pemilik. Liabilitas biasanya disebutkan
sebelum ekuitas pemilik dalam persamaan akuntansi karena kreditur
memiliki hak pertama atas asset. Konsep ini menunjukkan bahwa
pemilik liabilitas (kreditur) pasti akan memperoleh kembali uangnya
walaupun dengan cara menguasai asset perusahaan.
Akuntansi Islam seharusnya adalah sistem pencatatan yang
berdasarkan sisi doktrinal Islam tentang keadilan. Filosofi laporan
keuangan sebagai produk akuntansi dalam Islam adalah memastikan
sistem produksi dan distribusi hak atas entitas bisnis berjalan sesuai
dengan doktrin nilai Islam yakni terciptanya kesejahteraan bagi seluruh
alam36. Dalam posisi ini laporan keuangan dalam Islam tidak sekadar
dipersepsi sebagai produk intelektual melainkan mencakup kediriannya
sebagai produk spiritual.
Pokok kajian akuntansi Islam adalah kajian doktrinal. Akuntansi
Islam secara fungsional berperan dalam memastikan berjalannya proses
bisnis dalam koridor ketersampaian hak baik sosial maupun alam. 28

5 KESIMPULAN DAN SARAN


Kata "Arab" yang bermakna akuntansi adalah muhasabah berasal
dari kata kerja hasaba dan diucapkan juga dengan hisab. Dalil atas

27
Carl S Warren, Accounting (Pengantar Akuntansi), 25 ed. (Jakarta: Salemba Empat, 2015).
28
Ruslan dan Alimuddin, “MAKRIFAT AKUNTANSI, DETERMINASI PUNCAK PERJALANAN
SPIRITUALITAS AKUNTANSI: SUATU TINJAUAN ONTOLOGIS.”

21
dibenarkannya Akuntansi ini merujuk pada Al-Qur’an Surah Al-Baqarah
ayat 282.
Walaupun ilmu Akuntansi ini berasal dari Barat, namun Akuntansi
islam dapat dibenarkan keberadaannya walaupun masih merambah
wilayah teknis, belum ketataran ideologis. Namun secara ideal Akuntansi
Syariah dapat dibedakan dengan akuntansi konvensional dari segi
pengertian, tujuan, dan karakteristik.
Dari sisi teknisnya masih banyak yang perlu dikritisi dan dilakukan
perbaikan dalam Akuntansi Syariah. Misalnya penggunaan istilah-istilah
yang membuat rancu dalam pengaplikasiannya, ataupun sistem-sistem
akuntansi yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip islam. Sehingga
hendaknya pengembangan Akuntansi Syariah perlu terus dikembangkan
agar bisa mengakomodasi seluruh nilai-nilai islam.

22
DAFTAR PUSTAKA

Amin, Ma’ruf. “Solusi Hukum Islam (Makharij Fiqhiyah) sebagai pendorong arus
baru ekonomi syariah di Indonesia (Kontribusi Fatwa DSN-MUI dalam Peraturan
Perundang-undangan RI).” dipresentasikan pada Pengukuhan Guru Besar Bidang
Ilmu Ekonomi Muamalat Syariah, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 24 Mei
2017.

Apriyanti, Hani Werdi. “AKUNTANSI SYARIAH: SEBUAH TINJAUAN


ANTARA TEORI DAN PRAKTIK.” Jurnal AKuntansi Indonesia 6, no. 2 (Juli
2017): 131–40.

Fachruddiyanto, Agung. “TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP TEORI


STANDAR AKUNTANSI PERBANKAN SYARI’AH (Study Analisis Terhadap
PSAK No. 59 Khususnya Mengenai Rugi Laba).” IAIN Walisongo, 2009.

Hamka. Tafsir Al-Azhar Juz 3. Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1992.

Ikatan Akuntan Indonesia. “SAK Efektif Per 1 Januari 2017,” 3 Januari 2017.
http://www.iaiglobal.or.id/v03/standar-akuntansi-keuangan/sas-efektif-10-sak-
efektif-per-1-januari-2017.

Muhammad Ichwan Sam dkk. Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional.


Ciputat: Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. 2006.

Muslim, Sarip. Akuntansi Keuangan Syariah. Bandung: Pustaka Setia, 2015.

Mutafarida, Binti, dan Mashudi. “PERBANDINGAN BAGI HASIL DEPOSITO


MUDHARABAH ANTARA BANK SYARIAH DENGAN BANK
KONVENSIONAL.” Edu Islamika 4, no. 1 (Maret 2012).

Ruslan, Muhammad, dan Alimuddin. “MAKRIFAT AKUNTANSI,


DETERMINASI PUNCAK PERJALANAN SPIRITUALITAS AKUNTANSI:
SUATU TINJAUAN ONTOLOGIS.” Jurnal Akuntansi Multiparadigma 3, no. 3
(Desember 2012).

Sofyan Syafri Harahap. Akuntansi Islam. Cetakan Keempat. Jakarta: Bumi


Aksara. 2004.

23
Syihab, M. Quraish. Tafsir Al-Misbah. Vol. 10. Ciputat: Lentera Hati, 1994.

Umam, Khotibul. “Efektivitas Pengawasan Dewan Pengawas Syariah pada Bandk


Pembiayaan Rakyat Syariah di Provinsi D.I. Yogyakarta.” UIN Sunan Kalijaga,
2015.

Warren, Carl S. Accounting (Pengantar Akuntansi). 25 ed. Jakarta: Salemba


Empat, 2015.

Yaya, dan Rizal. Akuntansi Perbankan Syariah Teori dan Praktik Kontemporer. 2
ed. Jakarta: Salemba Empat, 2016.

24

Anda mungkin juga menyukai