Anda di halaman 1dari 13

MULTI AKAD (AL-UQUD AL-MURAKKABAH)

DI PERBANKAN SYARIAH
PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH

Yosi Aryanti
Jurusan Pendidikan Agama Islam STIT Ahlussunnah Bukittinggi
Jl. Diponegoro No. 8 Ateh Tambuo Aur Kuning Bukittinggi. Telp. (0752) 34130
e-mail: ochies1978@gmail.com

Abstract: Multiple Agreement (al-Uqud al-Murakkabah) is one of contemporary agreements in Islamic


banking whose implementation develops in line with business developments Multiple Agreement
basically is an agreement whic is made by two parties in carrying out transactions that cover two
elements or more of agreement, such as trading and ijarah. Agreements in sharia transactions are
modified from the existing agreements in which such agreements are found in almost all sharia
products. The development of the uses of agreement need strong analysis concerning the validity of the
agreements, especially those whic have been modified. This study therefore aims at presenting
perspectives of Islamic schlars (ulama) and their analysis toward the concepts of Multiple Agreement.

Kata kunci: akad, multi akad, perbankan syariah

PENDAHULUAN dituntut melakukan penciptaan berbagai produk,


regulator membuat regulasi yang mengatur dan
P ertumbuhan ekonomi syariah ditandai
dengan meningkatnya jumlah Perbankan
Syariah serta model produk yang ditawarkan.
mengawasi produk yang ditawarkan dan
laksanakan oleh praktisi, dan akademisi pun
Pertumbuhan perbankan syariah tergolong dituntut memberikan pencerahan dan tuntunan
paling cepat dibanding lembaga keuangan agar produk maupun regulasi benar-benar tidak
syariah lainnya, seperti asuransi syariah, menyimpang dari prinsip-prinsip syariah.
pegadaian syariah, pembiayaan syariah, dan Munculnya produk-produk baru di
pasar modal syariah (Bank Indonesia, 2013: 1). Perbankan Syariah menimbulkan kesulitan
Pertumbuhan Perbankan Syariah ditandai dalam penerapan prinsip syariah terutama
dengan munculnya produk- produk kreatif dalam aspek kesesuaiannya dengan akad. Ijtihad
yang ditawarkan kepada masyarakat. para ulama sangat diperlukan dalam menjawab
Penawaran produk-produk baru tersebut persoalan tersebut. Dewan Syariah Nasional telah
sebagai salah satu strategi pemasaran untuk berupaya memberikan jawaban terhadap
meningkatkan nasabah di tengah persaingan kebutuhan produk tersebut yang tersebar dalam
Perbankan yang semakin terbuka fatwa DSN. Sebagian fatwa terbut merupakan
Perkembangan perbankan syariah di transformasi akad-akad dalam hukum Islam ke
Indonesia saat ini, menuntut para praktisi, dalam kegiatan transaksi keuangan modern.
regulator, dan bahkan akademisi bidang Untuk menilai suatu produk apakah telah
keuangan syariah untuk senantiasa aktif dan memenuhi prinsip syariah atau tidak, salah
kreatif dalam rangka memberikan respon satunya adalah dengan memperhatikan akad-
terhadap perkembangan tersebut. Para praktisi akad dan berbagai ketentuannya yang
178 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 2, Juli-Desember 2016

digunakan dalam produk tersebut. Produk- sebenarnya konsep multi akad, multi akad
produk dalam perbankan syariah, beberapa atau seperti apa yang memenuhi prinsip syariah, dan
bahkan sebagian terbesar ternyata mengandung tentu saja apa yang dimaksudkan oleh Nabi
beberapa akad. Sebagai contoh, dalam transaksi dengan Hadis-hadisnya tersebut.
kartu kredit syariah terdapat akad ijarah, qardh,
dan kafalah, obligasi syariah mengandung
PEMBAHASAN
sekurang-kurangnya akad mudharabah (atau
ijarah) dan wakalah, serta terkadang disertai Pengertian Multi Akad
kafalah.
Dalam setiap transaksi, akad-akad tersebut Kata akad berasal dari bahasa Arab ‫ العقد‬yang
dilakukan secara bersamaan atau setidak- berarti mengikat, menetapkan, membangun,
tidaknya setiap akad yang terdapat dalam (Louis Ma’luf, 1986: 518) dan lawan dari
suatu produk tidak bisa ditinggalkan, karena melepaskan ‫تفبد احلل‬. Kata akad berarti juga perikatan
kesemuanya merupakan satu kesatuan. atau janji . Kata akad sudah diserap dalam bahasa
Transaksi seperti itulah yang dalam tulisan ini Indonesia yang secara secara etimologi artinya
diistilahkan dengan ”Multi Akad” yang kini mengokohkan, meratifikasi dan mengadakan
dalam peristilahan fikih muamalat kontemporer perjanjian (Ahmad Warson Munawir, 1997: 953).
(fiqh al-mu’amalat al-maliyah al-mu’ashirah) Sedangkan secara terminologi akad berarti
disebut dengan al-’uqud al-murakkabah. mengadakan perjanjian atau ikatan yang
Multi akad adalah kesepakatan dua pihak mengakibatkan munculnya kewajiban. (Louis
untuk melaksanakan suatu transaksi yang Ma’luf, 1986 : 519). Menurut Wahbah az-Zuhaili,
meliputi dua akad atau lebih, sehingga semua akad adalah pertalian atau perikatan antara ijab
akibat hukum dari akad gabungan itu serta dan qabul sesuai dengan kehendak syariah yang
semua hak dan kewajiban yang ditimbulkannya menetapkan adanya akibat hukum pada objek
dianggap satu kesatuan yang tidak dapat perikatan” (Wahbah al-Zuhaily, 2006 : 2917).
dipisahkan. Dengan banyaknya transaksi Dalam hukum Indonesia, akad di artikan
modern yang menggunakan multi akad dengan perjanjian. Sedangkan dalam istilah
sebagaimana disinggung di atas, kini atau hukum Islam, ada beberapa definisi yaitu:
bahkan pada dasawarsa terakhir ini mulai ramai 1. Akad berarti keterkaitan antara ijab
diperbincangkan para pakar fikih sekitar (pernyataan penawaran atau pemindahan
keabsahan dari multi akad. kepemilikan) dan qabul (pernyataan
Perbincangan dan perdebatan mengenai penerimaan kepemilikan) dalam lingkup yang
keabsahan multi akad ini muncul bukan tanpa disyariatkan dan berpengaruh pada sesuatu.
sebab. Sejumlah Hadis Nabi –sekurangnya tiga 2. Menurut pendapat ulama Syafi’iyah,
buah Hadis—secara lahiriah (ma’na zhahir)— Malikiyah dan Hanabilah, yaitu segala sesuatu
menunjukkan larangan penggunaan multi akad. yang dikerjakan oleh seseorang berdasarkan
Misalnya, Hadis tentang larangan untuk keinginannya sendiri, seperti waqaf,
melakukan bai’ dan salaf, larangan bai’ataini fi talak, pembebasan, atau sesuatu yang
bai’atin, dan shafqataini fi shafqatin. Dengan adanya pembentukannya membutuhkan keinginan
hadis-hadis tersebut kiranya sangat wajar jika dua orang seperti jual beli, perwakilan, dan
timbul pertanyaan, apakah produk-produk di gadai
perbankan syariah yang menggunakan multi 3. Akad merupakan pertemuan ijab yang
akad dapat dipandang memenuhi prinsip diajukan oleh salah satu pihak dengan kabul
syariah atau sebaliknya. apa dan bagaimana
Multi Akad (al-Uqud al-Murakkabah ) di Perbankan Syariah Perspektif Fiqh Muamalah ║179

dari pihak lain yang menimbulkan akibat beberapa hal menjadi satu hal (satu nama)
hukum pada objek akad. dikatakan sebagai melakukan penggabungan
(tarkîb), kedua berrati sesuatu yang dibuat dari
Terkait dengan akad ini, Shubhy
dua atau beberapa bagian, sebagai kebalikan dari
Mahmashany, membagi perbuatan hukum atas
sesuatu yang sederhana (tunggal/basîth) yang
harta dalam dua bentuk, pertama disebut dengan
tidak memiliki bagian-bagian, ketiga berarti
akad, yaitu sesuatu kegiatan yang
meletakkan sesuatu di atas sesuatu lain atau
membutuhkan kesepakatan dua belah pihak
menggabungkan sesuatu dengan yang lainnya.
atau lebih. Kedua, suatu kegiatan dapat terjadi
(al-‘Imrani, 2006: 45)
cukup dari kehendak sepihak saja. Termasuk
Ketiga pengertian ini memiliki kelebihan
dalam kelompok pertama adalah jual beli, sewa
dan kekurangan masing-masing untuk
menyewa, salam, dan yang lainnya. Termasuk
menjelaskan makna persis dari istilah murakkab.
dalam kelompok kedua adalah: perbuatan
Pengertian pertama lebih tepat untuk digunakan
tambahan dalam hukum keluarga dan syarat,
karena mengandung dua hal sekaligus, yaitu
nazar dan sumpah, yang berhubungan dengan
terhimpunnya beberapa hal dan bersatunya
masalah ibadah adalah pembatalan dalam
beberapa hal itu yang kemudian menjadi satu
hukum keluarga, seperti perceraian, pembebasan
pengertian tertentu. Pengertian kedua tidak
budak dan lainnya; wakaf dan wasiat dan
menjelaskan akibat dari terhimpunnya beberapa
pembebasan hutang, pembatalan, dan kafâlah
hal itu. Meski pengertian kedua menyatakan
(Subhy Mahmashany, 1983: 262)
adanya gabungan dua atau beberapa hal, tetapi
Multi dalam bahasa Indonesia berarti
tidak menjelaskan apa dan bagaimana setelah
banyak (lebih dari satu) dan berlipat ganda ( Tim
terjadi penggabungan tersebut. Pengertian
Penyusun, 1996: 671). Dengan demikian, multi
terakhir lebih dekat kepada pengertian
akad dalam bahasa Indonesia berarti akad
etimologis, tidak menjelaskan pengertian untuk
berganda atau akad yang banyak, lebih dari satu.
suatu istilah tertentu. Dengan demikian
Sedangkan menurut istilah fiqh kata multi akad
pengertian pertama lebih dekat dan pas untuk
merupakan terjemahan dari kata Arab yaitu al-
menjelaskan maksud al-’uqûd al-murakkabah
’uqûd al-murakkabah yang berarti akad ganda
dalam konteks fikih muamalah.
(rangkap). Al-’uqûd al-murakkabah terdiri dari
Berdasarkan pemahaman tentang makna
dua kata al-’uqûd (bentuk jamak dari ‘aqd) dan
al-murakkabah. akad dan multi (murakkab) , maka multi akad
Kata al-murakkabah (murakkab) secara menurut Nazih Hammad adalah kesepakatan
etimologi berarti al-jam’u (mashdar), yang berarti dua pihak untuk melaksanakan suatu akad yang
pengumpulan atau penghimpunan (Ahmad mengandung dua akad atau lebih seperti jual beli
Warson Munawir, 1997: 209). Kata murakkab dengan sewa menyewa, hibah, wakalah, qardh,
sendiri berasal dari kata “rakkaba-yurakkibu- muzara’ah, sahraf (penukaran mata uang), syirkah,
tarkîban” yang mengandung arti meletakkan mudharabah dan seterusnya. Sehingga semua
sesuatu pada sesuatu yang lain sehingga akibat hukum akad-akad yang terhimpun
menumpuk, ada yang di atas dan yang di tersebut, serta semua hak dan kewajiban
bawah. Sedangkan murakkab menurut yang ditimbulkannya dipandang sebagai satu
pengertian para ulama fikih mengandung kesatuan yang tidak dapat dipisah-pisahkan,
beberapa pemahaman, diantaranya pertama sebagaimana akibat hukum dari satu akad.
berarti himpunan beberapa hal sehingga disebut (Nazzih Hamaad, 2005: 7).
dengan satu nama. Seseorang menjadikan Sedangkan menurut Al-‘Imrani, multi
akad adalah Himpunan beberapa akad
180 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 2, Juli-Desember 2016

kebendaan yang dikandung oleh sebuah akad akad terhimpun menjadi satu akad. Misalnya
baik secara gabungan maupun secara timbal “saya jual rumah ini kepadamu dan saya
balik sehingga seluruh hak dan kewajiban yang sewakan rumah yang lain kepadamu selama
ditimbulkannya dipandang sebagai akibat satu bulan dengan harga lima ratus ribu”. Multi
hukum dari satu akad. (Al-Imrani, 2006: 47) akad yang mujtami’ah ini dapat terjadi dengan
terhimpunnya dua akad yang memiliki akibat
Macam-macam Multi Akad hukum berbeda di dalam satu akad terhadap
Al-‘Imrani membagi multi akad dalam dua objek dengan satu harga, dua akad berbeda
lima macam, yaitu al-’uqûd al-mutaqâbilah, al- akibat hukum dalam satu akad terhadap dua
’uqûd al-mujtami’ah, al-’uqûd al-mutanâqidhah objek dengan dua harga, atau dua akad dalam
wa al-mutadhâdah wa al-mutanâfiyah, al-’uqûd satu akad yang berbeda hukum atas satu objek
al-mukhtalifah, al-’uqûd al-mutajânisah. Dari dengan satu imbalan, baik dalam waktu yang
lima macam itu, menurutnya, dua macam yang sama atau waktu yang berbeda.
pertama; al-’uqûd al-mutaqâbilah, al-’uqûd al– Akad Berlawanan (al-’Uqûd al-Mutanâqidhah
mujtami’ah, adalah multi akad yang umum wa al-Mutadhâdah wa al-Mutanâfiyah)
dipakai.
Ketiga istilah al-mutanâqidhah, al-
Akad Bergantung/Akad Bersyarat (al-’Uqûd al- mutadhâdah, al-mutanâfiyah memiliki kesamaan
Mutaqâbilah) bahwa ketiganya mengandung maksud adanya
Al-Mutaqâbilah menurut bahasa berarti perbedaan. Tetapi ketiga istilah ini mengandung
berhadapan. Sesuatu dikatakan berhadapan jika implikasi yang berbeda. Mutanâqidhah
keduanya saling menghadapkan kepada yang mengandung arti berlawanan, seperti pada
lain. Sedangkan yang dimaksud dengan al-’uqûd contoh seseorang berkata sesuatu lalu berkata
al-mutaqâbilah adalah multi akad dalam bentuk sesuatu lagi yang berlawanan dengan yang
akad kedua merespon akad pertama (Imam pertama. Seseorang mengatakan bahwa sesuatu
Malik,1323 H:126) di mana kesempurnaan akad benar, lalu berkata lagi sesuatu itu salah.
pertama bergantung pada sempurnanya akad Perkataan orang ini disebut mutanâqidhah, saling
kedua melalui proses timbal balik. Dengan kata berlawanan. Dikatakan mutanâqidhah karena
lain, akad satu bergantung dengan akad lainnya. antara satu dengan yang lainnya tidak saling
Dalam tradisi fikih, model akad seperti ini mendukung, melainkan mematahkan.
sudah dikenal lama dan praktik- nya sudah Akad Berbeda (al-’Uqûd al-Mukhtalifah)
banyak. Banyak ulama telah membahas tema
ini, baik yang berkaitan dengan hukumnya, Yang dimaksud dengan multi akad yang
atau model pertukarannya. Misalnya antara mukhtalifah adalah terhimpunnya dua akad atau
akad pertukaran (mu'âwadhah) dengan akad lebih yang memiliki perbedaan semua akibat
tabarru’, antara akad tabarru' dengan akad hukum di antara kedua akad itu atau
tabarru' atau akad pertukaran dengan akad sebagiannya. Seperti perbedaan akibat hukum
pertukaran. Ulama biasa mendefinisikan dalam akad jual beli dan sewa, dalam akad sewa
model akad ini dengan akad bersyarat diharuskan ada ketentuan waktu, sedangkan
(isytirâth ‘aqd bi ‘aqd) (Al-Imrani, 2006: 57). dalam jual beli sebaliknya. Contoh lain, akad
ijârah dan salam. Dalam salam, harga salam
Akad Terkumpul (al-’Uqûd al–Mujtami’ah) harus diserahkan pada saat akad (fi al-majlis),
Al-’uqûd al-mujtami’ah adalah multi akad sedangkan dalam ijârah, harga sewa tidak harus
yang terhimpun dalam satu akad. Dua atau lebih diserahkan pada saat akad.
Multi Akad (al-Uqud al-Murakkabah ) di Perbankan Syariah Perspektif Fiqh Muamalah ║181

Perbedaan antara multi akad yang akad dalam jual beli (ba’i) dan pinjaman, dua
mukhtalifah dengan yang mutanâqidhah, akad jual beli dalam satu akad jual beli dan dua
mutadhâdah, dan mutanâfiyah terletak pada transaksi dalam satu transaksi. Dalam sebuah
keberadaan akad masing-masing. Meskipun kata hadis disebutkan.
mukhtalifah lebih umum dan dapat meliputi ‫هنى رسول هللا صلى هللا هلو ل سلن هي وس لسل‬
ketiga jenis yang lainnya, namun dalam
mukhtalifah meskipun berbeda tetap dapat Rasulullah Saw melarang jual beli dan
ditemukan menurut syariat. Sedangkan untuk pinjaman. (HR Ahmad dari Abu Hurairah
Ra.,)
kategori berbeda yang ketiga mengandung
adanya saling meniadakan di antara akad-akad Suatu akad dinyatakan boleh selama objek,
yang membangunnya. Dari perbedaan di atas harga, dan waktunya diketahui oleh kedua belah
bisa dipahami bahwa multi akad yang pihak. Jika salah satu di antaranya tidak jelas,
mutanâqidhah, mutadhâdah, dan mutanâfiyah maka hukum dari akad itu dilarang. Ibnu
adalah akad-akad yang tidak boleh dihimpun Qayyim berpendapat bahwa Nabi melarang
menjadi satu akad. Meski demikian pandangan multi akad antara akad salaf (memberi
ulama terhadap tiga bentuk multi akad tersebut pinjaman/qardh) dan jual beli, meskipun kedua
tidak seragam. akad itu jika berlaku sendiri-sendiri hukumnya
Akad Sejenis (al-’Uqûd al-Mutajânisah) boleh. Larangan menghimpun salaf dan jual beli
dalam satu akad untuk menghindari terjurumus
Al-’uqûd al-murakkabah al-mutajânisah kepada riba yang diharamkan. Hal itu terjadi
adalah akad-akad yang mungkin dihimpun karena seseorang meminjamkan (qardh) seribu,
dalam satu akad, dengan tidak memengaruhi di lalu menjual barang yang bernilai delapan ratus
dalam hukum dan akibat hukumnya. Multi akad dengan harga seribu. Dia seolah memberi seribu
jenis ini dapat terdiri dari satu jenis akad seperti dan barang seharga delapan ratus agar
akad jual beli dan akad jual beli, atau dari mendapatkan bayaran dua ribu. Di sini ia
beberapa jenis seperti akad jual beli dan sewa memperoleh kelebihan dua ratus. (Ibnu al-
menyewa. Multi akad jenis ini dapat pula Qayyim, t.th.: 153)
terbentuk dari dua akad yang memiliki hukum Selain multi akad antara salaf dan jual beli
yang sama atau berbeda. yang diharamkan, ulama juga sepakat melarang
multi akad antara berbagai jual beli dan qardh
Batasan dan Standar Multi Akad
dalam satu transaksi. Semua akad yang
Para ulama yang membolehkan praktik mengandung unsur jual beli dilarang untuk
multi akad bukan berarti membolehkan secara dihimpun dengan qardh dalam satu transaksi,
bebas, tetapi ada batasan-batasan yang tidak seperti antara ijarâh dan qardh, salam dan qardh,
boleh dilewati. Karena batasan ini akan sharf dan qardh, dan sebagainya. Meski
menyebabkan multi akad menjadi dilarang. Di penggabungan qardh dan jual beli ini dilarang,
kalangan ulama, batasan-batasan ini ada yang namun menurut al-‘Imrâni tidak selamanya
disepakati dan diperselisihkan. Secara umum, dilarang. Penghimpunan dua akad ini
batasan yang disepakati oleh para ulama adalah diperbolehkan apabila tidak ada syarat di
sebagai berikut: dalamnya dan tidak ada tujuan untuk
Multi Akad Dilarang karena Nash Agama melipatkan harga melalui qardh. Seperti
seseorang yang memberikan pinjaman kepada
Dalam Hadis Nabi secara jelas menyatakan orang lain, lalu beberapa waktu kemudian ia
tiga bentuk multi akad yang dilarang, yaitu multi menjual sesuatu kepadanya padahal ia masih
182 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 2, Juli-Desember 2016

dalam rentang waktu qardh tersebut. Yang 2. Hîlah ribâ fadhl


demikian hukumnya boleh. Sedangkan larangan Hal ini terjadi apabila seseorang menjual
penghimpunan dua akad jual beli dalam satu sejumlah (misalnya 2 kg beras) harta ribawi
akad jual beli didasarkan pada hadis Nabi yang dengan sejumlah harga (misalnya Rp 20.000)
berbunyi: “Dari Abu Hurairah, berkata: dengan syarat bahwa ia dengan harga yang
“Rasulullah s.a.w. melarang dua jual beli dalam sama (Rp 20.000) harus membeli dari
satu jual beli”. (HR Malik) pembeli tadi sejumlah harta ribawi sejenis
Dari beberapa pendapat ulama di atas, yang kadarnya lebih banyak (misalnya 3
pendapat yang rajih dalam hal ini adalah kilogram) atau lebih sedikit (misalnya 1
pendapat yang mengatakan bahwa akad kilogram). Transaksi seperti ini adalah model
demikian menimbulkan ketidakjelasan harga hîlah ribâ fadhl yang diharamkan. Transaksi
dan menjerumuskan riba. Pada hakikatnya tidak seperti ini dilarang didasarkan atas peristiwa
terjadi akad jual beli dalam transaksi tersebut. pada zaman Nabi di mana para penduduk
Multi Akad sebagai Hîlah Ribâwi Khaibar melakukan transaksi kurma kualitas
sempurna satu kilo dengan kurma kualitas
Multi akad yang menjadi hîlah ribawi rendah dua kilo, dua kilo dengan tiga kilo dan
dapat terjadi melalui kesepakatan jual beli ‘înah seterusnya. Praktik seperti ini dilarang Nabi
atau sebaliknya dan hîlah ribâ fadhl. Saw dan beliau mengatakan agar ketika
1. Al-‘Înah menjual kurma kualitas rendah dibayar
Contoh Akad dalam bentuk ‘inah yang dengan harga sendiri, begitu pula ketika
dilarang adalah menjual sesuatu dengan membeli kurma kualitas sempurna juga
harga seratus secara cicil dengan syarat dengan harga sendiri.
pembeli harus menjualnya kembali kepada Maksud hadis di atas, menurut Ibn al-
penjual dengan harga delapan puluh secara Qayyim, adalah akad jual beli pertama
tunai. Pada transaksi ini seolah ada dua akad dengan kedua harus dipisah. Jual beli kedua
jual beli, padahal nyatanya merupakan hîlah bukanlah menjadi syarat sempurnanya jual
ribâ dalam pinjaman (qardh), karena objek beli pertama, melainkan berdiri sendiri. Hadis
akad semu dan tidak faktual dalam akad ini. di atas ditujukan agar dua akad itu dipisah,
Sehingga tujuan dan manfaat dari jual beli tidak saling berhubungan, apalagi saling
yang ditentukan syariat tidak ditemukan bergantung satu dengan lainnya. (Ibnu al-
dalam transaksi ini. Ibnu al-Qayyim Qayyim, tt: 238)
menjelaskan bahwa agama menetapkan
seseorang yang memberikan qardh Multi Akad Menyebabkan Jatuh ke Ribâ
(pinjaman) agar tidak berharap dananya Setiap multi akad yang mengantarkan
kembali kecuali sejumlah qardh yang pada yang haram, seperti ribâ, hukumnya
diberikan, dan dilarang menetapkan haram, meskipun akad-akad yang
tambahan atas qardh baik dengan hilah atau membangunnya adalah boleh. Penghimpunan
lainnya. Demikian pula dengan jual beli beberapa akad yang hukum asalnya boleh
disyariatkan bagi orang yang mengharapkan namun membawanya kepada yang dilarang
memberikan kepemilikan barang dan menyebabkan hukumnya menjadi dilarang. Hal
mendapatkan harganya, dan dilarang bagi ini terjadi seperti pada contoh:
yang bertujuan ribâ fadhl atau ribâ nasa‘, 1. Multi akad antara akad salaf dan jual beli
bukan bertujuan pada harga dan barang. Dalam penjelasan sebelumnya bahwa
(Ibnu al-Qayyim, tt : 250) Nabi melarang multi akad antara akad jual
Multi Akad (al-Uqud al-Murakkabah ) di Perbankan Syariah Perspektif Fiqh Muamalah ║183

dan salaf. Larangan ini disebabkan karena perhitungan untung-rugi, sedangkan salaf
upaya mencegah (sadd adz-dzarî’ah) jatuh adalah kegiatan sosial yang mengedepankan
kepada yang diharamkan berupa transaksi aspek persaudaraan dan kasih sayang serta
ribawi. Jumhur ulama melarang praktik multi tujuan mulia. Karena itu, ulama Malikiyah
akad ini, yakni terjadinya penghimpunan melarang multi akad dari akad-akad yang
akad jual beli (mu’âwadhah) dengan pinjaman berbeda hukumnya, seperti antara jual beli
(qardh) apabila dipersyaratkan. Jika transaksi dengan ju’âlah, sharf, musâqah, syirkah, qirâdh,
multi akad ini terjadi secara tidak disengaja atau nikah (Al-Imrani, 2006 : 181-182)
diperbolehkan karena tidak adanya rencana Meski demikian, sebagian ulama
untuk melakukan qardh yang mengandung Malikiyah dan mayoritas ulama non-Malikiyah
ribâ membolehkan multi akad jenis ini. Mereka
2. Multi akad antara qardh dan hibah kepada beralasan perbedaan hukum dua akad tidak
pemberi pinjaman (muqridh) Ulama sepakat menyebabkan hilangnya keabsahan akad. (Ibnu
mengharamkan qardh yang dibarengi dengan Juzay, 2005 : 209) Dari dua pendapat ini,
persyaratan imbalan lebih, berupa hibah atau pendapat yang membolehkan multi akad jenis ini
lainnya. Seperti contoh, seseorang adalah pendapat yang unggul.
meminjamkan (memberikan utang) suatu Larangan multi akad ini karena
harta kepada orang lain, dengan syarat ia penghimpunan dua akad yang berbeda dalam
menempati rumah penerima pinjaman syarat dan hukum menyebabkan tidak
(muqtaridh), atau muqtaridh memberi hadiah sinkronnya kewajiban dan hasil. Hal ini terjadi
kepada pemberi pinjaman, atau memberi karena dua akad untuk satu objek dan satu
tambahan kuantitas atau kualitas objek qardh waktu, sementara hukumnya berbeda. Sebagai
saat mengembalikan. Transaksi seperti ini contoh tergabungnya antara akad menghibahkan
dilarang karena mengandung unsur ribâ ( sesuatu dan menjualnya. Akad-akad yang
Ibnu Qudamah, t.th.: 436) Apabila transaksi berlawanan (mutadhâdah) inilah yang dilarang
pinjam meminjam ini kemudian disertai dihimpun dalam satu transaksi.
hadiah atau kelebihan, tetapi dilakukan
sendiri secara sukarela oleh orang yang diberi Hukum Multi Akad
pinjaman, tanpa ada syarat dan kesepakatan Status hukum multi akad belum tentu
sebelumnya hukumnya halal, karena tidak sama dengan status hukum dari akad-akad yang
mengandung unsur riba di dalamnya. membangunnya. Seperti contoh akad bai’ dan
Multi Akad Terdiri dari Akad-Akad yang Akibat salaf yang secara jelas dinyatakan keharamannya
Hukumnya Saling Bertolak Belakang atau oleh Nabi Saw Akan tetapi jika kedua akad itu
Berlawanan berdiri sendiri-sendiri, maka baik akad bai’
maupun salaf diperbolehkan. Artinya, hukum
Kalangan ulama Malikiyah mengharamkan
multi akad tidak bisa semata dilihat dari hukum
multi akad antara akad-akad yang berbeda
akad-akad yang membangunnya. Bisa jadi akad-
ketentuan hukumnya dan/atau akibat
akad yang membangunnya adalah boleh ketika
hukumnya saling berlawanan atau bertolak
berdiri sendiri, namun menjadi haram ketika
belakang. Larangan ini didasari atas larangan
akad-akad itu terhimpun dalam satu transaksi.
Nabi menggabungkan akad salaf dan jual beli.
Meski ada multi akad yang diharamkan,
Dua akad ini mengandung hukum yang
namun prinsip dari multi akad ini adalah boleh
berbeda. Jual beli adalah kegiatan muamalah
dan hukum dari multi akad diqiyaskan dengan
yang kental dengan nuansa dan upaya
hukum akad yang membangunnya. Artinya
184 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 2, Juli-Desember 2016

setiap muamalat yang menghimpun beberapa (mujtami’ah) dan akad berbilang (muta’addidah).
akad, hukumnya halal selama akad-akad yang Penjelasan model tersebut adalah:
membangunnya adalah boleh. Ketentuan ini Model Akad Tunggal
memberi peluang pada pembuatan model
transaksi yang mengandung multi akad. Akad tunggal hanya mencakup satu akad
Mengenai status hukum multi akad, ulama dalam transaksi. (Al-‘Imrani, 2006: 33) Contoh
berbeda pendapat terutama berkaitan dengan akad tunggal adalah jual beli, sewa-menyewa,
hukum asalnya. Perbedaan ini menyangkut kerja sama (syirkah), salam, dan lain sebagainya.
apakah multi akad sah dan diperbolehkan atau Jumlah akad tunggal yang digunakan dalam
batal dan dilarang untuk dipraktikkan. Mengenai fatwa DSN sebanyak enam belas (16) akad. Akad
hal ini ulama berada dalam dua pendapat tersebut meliputi wadî’ah, mudhârabah,
tersebut; membolehkan dan melarang. murâbahah, salam, istishnâ’, musyârakah, ijârah,
Mayoritas ulama Hanâfiyah, sebagian wakâlah, kafâlah, hawâlah, qardh, hibah, rahn, sharf,
pendapat ulama Malikiyah, ulama Syafi’iyah, ju’âlah, dan bay’. Akad tunggal digunakan antara
dan Hanbali berpendapat bahwa hukum multi dua pihak, yaitu antara nasabah dan lembaga
akad sah dan diperbolehkan menurut syariat keuangan syariah. Tabungan wadiah merupakan
Islam. Bagi yang membolehkan beralasan bahwa produk perbankan syariah yang menggunakan
hukum asal dari akad adalah boleh dan sah, tidak akad tunggal. Nasabah sebagai penitip dan
diharamkan dan dibatalkan selama tidak ada perbankan syariah sebagai penerima titipan.
dalil hukum yang mengharamkan atau Produk pembiayaan ijârah juga termasuk akad
membatalkannya (Al-Imrani, 2006: 69) Hukum tunggal. Perbankan syariah berperan sebagai
asal dari syara’ adalah bolehnya melakukan pemberi sewa dan nasabah sebagai penyewa.
transaksi multi akad, selama setiap akad yang Model Akad Berganda (Mujtami’ah)
membangunnya ketika dilakukan sendiri-sendiri
Akad berganda (mujtami’ah, sebagian ahli
hukumnya boleh dan tidak ada dalil yang
fikih menyebutnya dengan akad murakkabah)
melarangnya. Ketika ada dalil yang melarang,
adalah berhimpunnya beberapa akad dalam satu
maka dalil itu tidak diberlakukan secara umum,
transaksi dengan cara dihimpun atau bertukar
tetapi mengecualikan pada kasus yang
yang mana seluruh hak dan kewajiban dari
diharamkan menurut dalil itu. Karena itu, kasus
akad tersebut dianggap sebagai akibat hukum
itu dikatakan sebagai pengecualian atas kaidah
satu transaksi. (Al-,Imrani, 2006: 46) Akibat
umum yang berlaku yaitu mengenai kebebasan
hukum tersebut tidak bisa dipisah-pisah
melakukan akad dan menjalankan perjanjian
berdasarkan akad-akad yang membangunnya.
yang telah disepakati. (Nazih hammad, 2005: 8)
(Nazih Hammad, 2005: 7) Termasuk dalam
Penerapan Multi Akad di Perbankan Syariah kategori akad berganda adalah terhimpunnya
dan Hukumnya beberapa akad dalam satu transaksi seperti
diterapkan dalam keuangan syariah modern dan
Ada beberapa model pengembangan akad syarat akad terhadap akad lainnya.
yang digunakan dalam produk perbankan Contoh akad yang masuk dalam kategori
syariah. Model tersebut diterapkan berdasarkan akad berganda antara lain murâbahah, letter of
fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan Syariah credit syariah, kartu syariah (sharia card),
Nasional Majelis Ulama Indonesia. Model mudhârabah musytarakah, dan musyârakah
pengembangan akad yang disahkan fatwa DSN mutanâqishah. Hammâd memasukkan al- ijârah
dalam bentuk kombinasi akad-akad. Kombinasi al-muntahiyah bil-tamlîk (IMBT) pada kategori
akad mengambil dua model, akad berganda
Multi Akad (al-Uqud al-Murakkabah ) di Perbankan Syariah Perspektif Fiqh Muamalah ║185

akad berganda, namum menurut penulis akad Pihak yang terlibat dalam pengelolaan
tersebut masuk dalam kategori akad kartu syariah antara lain penerbit kartu,
muta’addidah. Akad IMBT terdiri dari dua akad pemegang kartu, penerima kartu (merchant atau
yang terpisah antara akad satu dan lainnya. supplier), dan bank perantara (al-Imrani, 2005 :
Murâbahah menurut Bank Indonesia 355-356). Banyaknya pihak yang terlibat dalam
adalah transaksi jual beli suatu barang sebesar kartu menuntut penggunaan akad-akad di
harga perolehan barang ditambah dengan antara para pihak tersebut. Fatwa DSN
margin yang disepakati oleh para pihak, di mana menetapkan setidaknya ada tiga akad yang
penjual menginformasikan terlebih dahulu harga digunakan yaitu kafâlah, ijârah, dan qardh. (DSN
perolehan kepada pembeli. (Direktorat dan BI, 2006 : 18). Meskipun para pihak dan akad
Perbankan Syariah, 2008: B6). Pengertian ini yang digunakan banyak, penandatanganan
sama dalam fiqh yaitu jual beli dengan harga kontrak penggunaan kartu hanya dilakukan
lebih dari harga jual beli pertama. Pihak yang antara nasabah pemegang kartu dan penerbit
berakad adalah penjual dan pembeli. Adapun kartu. Dengan demikian, penggunaan akad-akad
murâbahah yang diterapkan di lembaga tersebut memiliki akibat hukum satu yaitu
perbankan syariah adalah perpaduan antara dua kebolehan pemanfaatan kartu baik untuk
jual beli dan janji. Jual beli pertama antara pengambilan uang tunai atau pembelian barang.
Perbankan syariah dan penyedia barang dan jual Transaksi melalui kartu syariah tersebut
beli kedua antaranasabah dan pihak bank. termasuk bentuk akad berganda.
Nasabah memesan suatu barang tertentu kepada Bentuk lain dari penggunaan akad
bank syariah kemudian bank syariah membeli berganda terlihat dari produk kombinasi
barang tersebut dari penyedia barang. Tahap mudhârabah musytarakah yang digunakan di
selanjutnya bank syariah menjual barang perbankan syariah. Pada kombinasi akad ini,
tersebut kepada nasabah dengan harga lembaga perbankan syariah yang berperan
perolehan ditambah keuntungan yang sebagai mudhârib atas dana-dana yang
disepakati. Baik bank syariah dan nasabah saling diserahkan nasabah (sebagai shâhib al-mâl)
berjanji untuk membeli barangsesuai pesanan. menyertakan modalnya untuk diinvestasikan
Bank syariah dapat menjual barang tersebut kepada pihak ketiga (mudhârib). Perbankan
setelah barang dimiliki bank. Dua akad jual beli syari’ah selain sebagai mudhârib juga sebagai
dan janji tersebut dilaksanakan dalam satu shâhib al-mâl (Muhammad Utsman, 2001 : 375)
transaksi dan tidak terpisah. Dampak hukum Pihak yang terlibat adalah nasabah, perbankan
transaksi tersebut satu yaitu beralihnya objek jual syariah, dan pengelola dana. Dalam kontrak
beli dari bank syariah ke nasabah. Dengan tersebut Perbankan syariah akan mendapatkan
demikian akad murâbahah termasuk kategori keuntungan ganda sebagai mudhârib dan shâhib
akad berganda (mujtami’ah). al-mâl. Perbankan syariah juga menanggung
Kartu syariah mencakup kartu kredit kerugian sebagai shâhib al-mâl jika terjadi
(sharia card), kartu debit (sharia charge card), dan kegagalan usaha (Muhammad Utsman, 2001 :
kartu bisnis (platinum). Kartu syariah adalah 375) Dalam hal nasabah sebagai mudhârib dan
kartu yang dikeluarkan oleh lembaga perbankan shâhib al-mâl sekaligus, maka perbankan syari’ah
syariah yang pemegangnya dapat melakukan sebagai shâhib al-mâl saja. Nasabah akan
transaksi untuk pengambilan uang tunai, mendapatkan porsi keuntungan sebagai
pembelanjaan barang, bukti atau jaminan mudhârib dan shâhib al-mâl. Prosedur demikian
keuangan, dan layanan lainnya dengan digunakan untuk produk pembiayaan syariah
menggunakan kartu tersebut. (DSN dan BI, 2006:330) Kontrak kombinasi
186 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 2, Juli-Desember 2016

tersebut harus mendapatkan izin dari shâhib al- tersebut. Praktiknya di perbankan syariah
mâl pertama (Wahbah al-Zuhaily, 2006 : 107) sebagai berikut; Perbankan syariah menyewakan
Kontrak tersebut termasuk akad berganda yang suatu objek sewa kepada nasabah untuk waktu
menggabungkan dua akad dalam satu transaksi. tertentu dengan harga sewa yang disepakati.
Model Akad Berbilang (Muta’addidah) Setelah masa sewa selesai dan semua cicilan
dibayar, objek sewa tersebut beralih
Akad berbilang (muta’addidah) adalah akad kepemilikannya kepada nasabah dengan
yang berbilang dari sisi syarat, akad, pelaku, menggunakan akad baru. Bedanya IMBT dan
harga, objek, dan lain sebagainya. (Al-Imrani, jual beli kredit terletak pada kepemilikan objek
2005 : 49) Dua atau lebih akad yang dihimpun akad. Jika pada IMBT kepemilikan objek baru
dalam satu transaksi namun terpisah antara beralih setelah berakhirnya cicilan, sedangkan
satu akad dengan lainnya termasuk dalam pada jual beli kredit kepemilikan telah berpindah
kategori akad berbilang. (Al-Imrani, 2005 : 47) sejak transaksi jual beli disepakati meskipun
Perbedaan akad mujtami’ah dengan pembayarannya dicicil untuk jangka waktu
muta’addidah terletak pada keberadaan akad- tertentu.
akad dan akibat hukumnya. Pada mujtami’ah Akad sale and lease back terutama
akad-akad yang terhimpun tidak terpisah, digunakan pada produk Surat Berharga Syariah
sedangkan pada muta’addidah akad-akad terpisah Negara (SBSN). Akad tersebut disahkan dalam
antara satu dengan lainnya. Akibat hukum dari fatwa DSN-MUI Nomor 71 dan 72 tahun 2008.
mujtami’ah adalah satu sedangkan dari Fatwa nomor 71 berkaitan dengan akad sale
muta’addidah adalah sebanyak akad yang and lease back dan fatwa 72 mengatur SBSN
membangunnya. Pada mujtami’ah akad- akad Ijarah Sale and Lease Back. Sale and lease back
dijalankan sekaligus, sedangkan pada adalah jual beli suatu aset yang kemudian
muta’addidah akad-akad dijalankan secara pembeli menyewakan aset tersebut kepada
terpisah. Termasuk dalam kategori akad ini penjual (DSN dan BI, 2006 :195) Akad yang
antara lain istishna’ mawazy, salam mawazy, al- digunakan dalam produk tersebut jual beli dan
ijarah al-muntahiyah bil-tamlîk (IMBT), dan sale sewa. Di antara dua akad tersebut ada janji di
and lease back. antara para pihak untuk menjual dan membeli
Istishna’ mawazy dan salam mawazy kembali objek yang dijual. Antara akad jual beli
merupakan perpaduan antara kontrak istishna’- dan sewa terpisah. (DSN dan BI, 2006 :195)
istishna’ dan salam-salam. Kontrak tersebut Produk ini untuk mengganti produk jual beli
digunakan antara tiga pihak, nasabah, perbankan ganda yang dilarang oleh mayoritas ulama, yaitu
syariah dan penyedia barang. Nasabah memesan jual beli inah (bay’ al-‘înah). Dalam jual beli
barang dalam bentuk istishna’ atau salam ‘înah, pihak pertama menjual barang kepada
kepada perbankan syariah. Kemudian pihak kedua dengan harga tertentu, kemudian
Perbankan syariah memesan lagi barang tersebut pihak kedua menjual lagi kepada pihak pertama
kepada penyedia barang. Kedua akad tersebut dengan harga lebih tinggi atau rendah dari harga
terpisah dan dilaksanakan sendiri-sendiri. (DSN pertama. Jual beli pertama dilakukan dengan
dan BI, 2006: 143) tunai dan jual beli kedua dilakukan secara
Al-ijarah al-muntahiyah bil-tamlik (IMBT) tangguh.
termasuk produk di perbankan syariah yang Fatwa DSN mengantisipasi larangan jual
digunakan terutama untuk pembiayaan barang. beli ‘înah dengan mengkombinasi jual beli dan
IMBT adalah kontrak sewa-menyewa yang sewa, bukan jual beli dengan jual beli. Opsi
diakhiri dengan kepemilikan atas objek sewa peralihan kembali objek sewa dalam fatwa DSN
Multi Akad (al-Uqud al-Murakkabah ) di Perbankan Syariah Perspektif Fiqh Muamalah ║187

dilakukan melalui janji dua belah pihak untuk yang dapat digunakan untuk membolehkan
menjual dan membeli kembali objek akad yang multi akad adalah firman Allah dalam Q.S. al-
telah dijual sebelumnya. Pemisahan akad Mâ`idah ayat 1 :
tersebut menunjukkan dua akad dibuat secara
berbilang (tidak terintegrasi dalam satu transaksi).     
Menganalisa dari beberapa bentuk dari
multi akad di atas,dapat disimpulkan bahwa Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
modifikasi akad merupakan bagian dari ijtihâd aqad-aqad itu. (Q.S. al-Maidah [5]: 1)
agar akad-akad yang terdapat dalam fiqh dapat Dalam ayat ini Allah memerintahkan agar
diterapkan pada transaksi modern. Kebolehan orang yang beriman menunaikan akad-akad
memodifikasi akad harus mendasarkan pada mereka. Kata akad ini disebutkan secara umum
keabsahan berlakunya masing-masing akad karena tidak menunjuk pada akad tertentu.
yang membentuknya. Artinya, modifikasi akad Artinya, semua akad yang telah memenuhi
dikatakan sah apabila rukun-rukun dan syarat- rukun-rukun dan syarat-syaratnya hukumnya
syarat akad yang membentuknya terpenuhi, di sah, termasuk akad yang diberlakukan secara
samping memperhatikan batasan-batasan yang bersamaan (multi akad) baik yang bersifat
ditetapkan hadis. Agar rukun-rukun dan alamiyah (al-‘uqûd al-murakkabah al- thabî’îyah)
syarat-syarat akad terpenuhi, maka beberapa maupun hasil modifikasi (al-‘uqûd al-
akad tidak boleh melebur menjadi satu. murakkabah al-ta’dîlah).
Untuk memodifikasi akad, perlu adanya Di samping ada dalil-dalil syara’ yang
pemberlakuan dua akad atau lebih. melegitimasi berlakunya akad, namun ada
Pemberlakuan akad-akad tersebut biasanya beberapa ketentuan hadits yang perlu
dikaitkan dengan rencana penberlakuan produk diperhatikan dalam memodifikasi akad.
tertentu oleh lembaga perbankan syari’ah. Dalam Menurut penulis, larangan dalam multi akad
melakukan modifikasi akad, secara umum ada adalah terkait dengan penggabungan akad
tiga kemungkinan yang dapat dilakukan, yaitu: menjadi satu bukan pemberlakuan akadnya
Pertama, memberlakukan sesama akad yang secara ganda (murakkab). DSN-MUI seringkali
bersifat komersial (mu’âwadlah). Kedua, menegaskan bahwa suatu akad tidak boleh
memberlakukan akad yang bersifat komersial dikaitkan (mu’allaq) dengan akad yang lain.
(mu’âwadhah) dengan akad derma (tabarru’). Dari ketentuan tersebut dapat dipahami
Dan ketiga, memberlakukan sesama akad yang bahwa DSN-MUI secara tegas menolak multi
bersifat derma (tabarru’). akad bentuk uqud mutaqâbilah yaitu akad yang
Multi akad hasil modifikasi merupakan mengandung beberapa akad di mana satu akad
bagian dari muamalah secara umum. Hukum dikaitkan (mu’allaq) dengan akad lain. Karena
asal muamalah adalah mubâh selama tidak ada pemberlakuan akad secara ganda (multi akad)
dalil yang menunjukkan keharamannya. Ali al- merupakan suatu keniscayaan, misalnya untuk
Dîn Za’tari dalam Fiqh al-Mu’âmalah al-Mâliyah pemberlakuan rahn akan selalu terangkai dengan
al-Muqâran mengatakan bahwa tidak ada qardh atau transaksi yang tidak tunai lainnya (bi
larangan dalam syariah tentang penggabungan al-dayn).
dua akad dalam satu transaksi, baik akad Ulama banyak berbeda pendapat dalam
mu’âwadlah maupun akad tabarru’. Hal ini menafsirkan dua jual beli dalam satu akad.
berdasarkan keumuman dalil-dalil yang Pendapat yang paling dipilih (râjih) adalah
memerintahkan untuk memenuhi syarat-syarat yang menafsirkan bahwa seseorang yang
dan akad-akad (Agustianto,2016). Adapun dalil menjual dengan harga kredit, kemudian
188 ║ Jurnal Ilmiah Syari‘ah, Volume 15, Nomor 2, Juli-Desember 2016

mensyaratkan kepada pembelinya unjuk adalah aspek cara, yakni Nabi Muhammad Saw
menjual kembali kepadanya dengan harga tunai. melarang multi akad, sedangkan DSN-MUI
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka membolehkan dengan syarat agar pelaksanaan
multi akad yang memberlakukan akad jual beli multi akad tersebut memperhatikan standar
dengan akad hutang hukumnya dilarang. yang ditentukan agar tidak mengandung
Meskipun ada multi akad yang dilarang, ketidakjelasan (jahâlah), ketidakpastian
namun prinsip multi akad adalah boleh karena manipulatif (gharar) dan ribâ. Dengan kata lain,
diqiyaskan dengan hukum akad yang DSN-MUI membolehkan multi akad selama
membangunnya. Artinya setiap muamalat yang terhindar dari ribâ, jahâlah dan gharar.
menghimpun beberapa akad hukumnya halal
selama akad yang membangunnya adalah boleh.
PENUTUP
Ketentuan ini memberi peluang pada pembuatan
transaksi yang mengandung multi akad. Perkembangan produk lembaga
Menurut Nazih Hammad, kebolehan multi perbankan di tengah masyarakat kontemporer
akad berlaku umum, sedangkan beberapa terus menggelinding sehingga menjadi
hadits Nabi maupun nash lain yang keharusan yang tidak mungkin dihindari
mengharamkan multi akad adalah ketentuan sehingga memaksa ulama mengeluarkan fatwa
pengecualian. Hukum pengecualian tidak bisa melalui pendekatan multi akad (al-‘uqûd al-
diterapkan dalam segala praktik muâmalah yang murakkabah) untuk melegitimasinya.
mengandung multi akad. (Nazih Hammad, 2005 Pemberlakuan multi akad dalam transaksasi
: 11-12) modern adalah sebuah keniscayaan yang
A-’Imrani memberi standar tentang multi tujuannya untuk mengamalkan nilai-nilai syariat
akad yang diperbolehkan. Batasan multi akad yang ada di balik akad tersebut. Ketentuan
menurutnya adalah tidak menyangkut masalah Sunnah terkait multi akad merupakan sebuah
yang dilarang syariah, tidak bertentangan antara pengecualian yang tidak berlaku secara umum.
akad satu dengan akad lainnya, multi akad tidak Multi akad ada yang bersifat alamiah
membawa (mengakibatkan) kepada yang hukumnya boleh, misalnya pemberlakuan antara
haram, multi akad tidak boleh antara akad yang akad pokok seperti al- qardl dengan akad yang
berifat pertukaran (mu’âwadlah) dengan akad bersifat ikutan seperti al- rahn, al-hiwâlah, dan lain-
yang bersifat kebajikan (tabarru’), dan multi akad lain.
tidak menyebabkan kepada yang haram (Al- Sedangkan multi akad hasil modifikasi
Imrani, 2006: 179-188) tidak dilarang selama dalam pemberlakuan akad
Aspek yang tetap adalah pemeliharaan tidak melanggar prinsip Sunnah terkait
kemashlahatan. Maslahat yang didapat dengan peleburan akad. Berdasarkan kenyataan tersebut,
mengkomodasi kebolehan multi akad (ta’addud perdebatan fiqh bukan pada tataran multi
al-‘uqûd fi shafqah wâhidah) adalah ketika praktisi akadnya yang telah menjadi keniscayaan,
ekonomi dapat mengaplikasikan syariah sesuai melainkan pada tataran cara memodifikasinya.
dengan perkembangan zaman. Dengan aplikasi Dapat disimpulkan bahwa keharaman multi
tersebut, sektor-sektor usaha syariah terpacu akad pada dasarnya disebabkan oleh tiga hal:
untuk berkembang dan mencakup. Sebaliknya, dilarang agama atau hîlah karena dapat
apabila multi akad tidak diperbolehkan, maka menimbulkan ketidakpastian (gharar) dan
sektor-sektor usaha dengan sistem syariah dapat ketidakjelasan (jahâlah), menjerumuskan ke
mengalami kesulitan/ kendala (mudlarah). praktik riba, dan multi akad yang menimbulkan
Kemudian aspek yang berubah (mutaghayyirâh) akibat hukum yang bertentangan pada objek
Multi Akad (al-Uqud al-Murakkabah ) di Perbankan Syariah Perspektif Fiqh Muamalah ║189

yang sama. Dengan kata lain, multi akad yang Nazih Hammad. 2005. al-Uqud al-
memenuhi prinsip syariah adalah multi akad Murakkabah fi al-Fiqh al-Islamiy,
yang memenuhi standar atau tetap (dhawâbith) Damaskus : Dar al-Qalam.
sebagaimana telah dikemukakan. Rachmat Syafe’i. 2006. Fiqih Muamalah.
Pustaka Setia Bandung.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Shubhy Mahmashani. 1983. al-Nazariyyah
al-Ammah lilmujibat wa al-Uqud fi al-
Ahmad Warson Munawwir. 1997. Kamus Shari’ah al-ISlamiyyah, Bairut: Dar al-
Al-Munawwir Arab – Indonesia Terlengkap. Ilm Lilmalayin,
Surabaya : Pustaka Progresif
Syamsul Anwar. 2007. Hukum Perjanjian
Al-Zuhaili. 2006. Al-fiqh al-islâmi wa Syariah. PT. Raja Grafindo Persada.
adillatuhu. Jakarta : Gema Insani Jakarta.
Ascarya. 2010. Akad dan Produk Bank Tim Penyusun. 1996. Kamus Besar Bahasa
Syariah. PT Raja Grafindo Persada. Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Jakarta.
Ttn.. 1986. Al-Munjid Fil Lughati. Beirut,
Imrani, Abdullah bin Ahmad Abdullah. Libanon : Darul Masyruq.
2006. al Uqud al Maaliyah al Mu-
rakkabah study fiqh Ta’shiliyah wa
Tathbiqiyyah. Riyad: Dar Kunuz
Elshabelia an Nasr wa Tausi’.
Louis Ma’luf. 1986. Al-Munjid fi al-Luqhah
wa al-a’lam, Bayrut: Dar al-Mashriq.

Anda mungkin juga menyukai