Anda di halaman 1dari 5

Sejarah Peradilan Islam zaman Turki Utsmani

A. Sekilas tentang sejarah Turki Utsmani


Nama kerajaan Turki Utsmani diambil dan dinisbatkan kepada nenek moyang mereka
yang pertama, Sultan Utsman bin Sauji bin Orthogol bin Sulaiman Syah bin Kia Alp.
Garis keturunan Bani Utsmani bersambung dengan kabilah Turmaniyah yang mendiami
daerah Kurdistan. Suku Turki adalah bangsa yang hidup secara nomaden. Ekses dari
agresi bangsa Mongol yang dipimpin Jengis Khan ke Irak dan Asia Kecil, kakek dari
Utsman, Sulaiman, hijrah bersama kabilahnya. Mereka bermigrasi sampai pesisir Laut
Tengah di Anatolia. Di bawah komando Orthogol,1
suku Turki yang mendiami Anatolia, kurang lebih 400 keluarga, mengabdi dan
bersekutu kepada pasukan Saljuk Rum. Mereka membantu Sultan Alaudin II yang sedang
berperang melawan Byzantium. Alaudin II mampu mengalahkan Byzantium atas
bantuan Orthogol dan pasukannya. Sultan pun memberinya hadiah berupa sebidang tanah
atas yang berbatasan dengan Byzantium. Suku Turki terus membina wilayah barunya dan
memilih kota Syukud sebagai ibukota. Mereka juga diberikan wewenang untuk
menaklukkan wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Byzantium. Pada 699
H/1299 M Orthogol meninggal dunia. Kepemimpinannya dilanjutkan oleh putranya,
Utsman. Utsman inilah yang dianggap sebagai cikal bakal dari berdirinya Turki Utsmani.
Jasanya kepada Saljuk Rum begitu besar dengan menguasai benteng-benteng Byzantium.
1. Pembentukan Kerajaan Utsmani
a. Asal-usul Terbentuknya kerajaan Turki Utsmani
Turki Utsmani berdiri pada tahun 1281 di Asia Kecil. Pendirinya adalah
Ustman bin Ertoghril. Wilayah kekuasaannya meliputi Asia Kecil dan daerah
Trace (1354), kemudian menguasai selat Dardaneles (1361), Casablanca
(1389), lalu kemudian menaklukkan kerajaan Romawi (1453).2
Kata Utsmani diambil dari nama kekek mereka yang pertama dan pendiri
kerajaan ini, yaitu Utsman bin Ertoghril bin Sulaiman Syah dari suku Qayigh,
salah satu cabang dari keturunan Oghus Turki. Sulaiman Syah dengan 1000
pengikutnya mengembara ke Anatolia dan singgah di Azerbaijan,
Ertoghril meninggal dunia pada tahun 1289 M. Kepemimpinannya dilanjutkan
oleh puteranya, Utsman. Putera Ertoghril inilah yang dianggap sebagai pendiri
kerajaan Utsmani. Utsman memerintah berkisar antara tahun 1290 – 1326 M.
Sebagaimana ayahnya, dia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan
keberhasilannya mendududki benteng-benteng Bizantium yang berdekatan
dengan kota Broessa.
b. Kesultanan Turki Utsmani
Raja-raja Turki Utsmani mendapatkan kekuasaan secara turun temurun, walau
Demikian, tak ada aturan bahwa putra pertamalah yang harus menjadi pewaris

1
Dedi supriadi,sejarah peradaban islam, (bandung:pustaka setia, 2008),hal.248
2
Ajid Thohir, Perkembangan Peradaban Di Kawasan Dunia Islam, (Cet. I; Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, 2004),
h. 181
dari kekuasaan Sultan terdahulu. Ada kalanya putra kedua, ketiga yang
menggantikan sultan, bahkan dalam Perkembangannya, pergantian itu juga
diserahkan kepada saudara sultan dan bukan kepada Anaknya. Dalam
sejararahnya, selama kerajaan Turki Utsmani bendiri yang hampir tujuh abad
Lamanya (1299/1300 – 1924 M), tidak kurang dari 38 sultan yang telah
memimipin kerajaan Ini.
2. Kemajuan Turki Utsmani
Ada 4 bidang kemajuan turki Utsmani :
a. Bidang Pemerintahan dan militer.
Para pemimpin kerajaan Utsmani pada masa-masa pertama adalah orang-
orang yang Kuat, sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat
dan luas. Meskipun demikian, Kemajuan kerajaan Utsmani sehingga
mencapai masa keemasannya bukan hanya karena Keunggulan politik para
pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung keberhasilan
Ekspansi itu. Yang terpenting diantaranya adalah keberanian, keterampilan,
ketangguhan dan Kekuatan militernya yang sanggup bertempur kapan dan
dimana saja.3
b. Bidang Intelektual atau Ilmu Pengetahuan
Kemajuan bidang intelektual diabad ke-19 pada masa pemerintahan Turki
Utsmani tampaknya tidak lebih menonjol dibandingakan bidang politik dan
kemiliteran.
c. Bidang Kebudayaan
Dinasti Utsmani di Turki telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban
yang cukup maju pada zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki
Utsmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad
ke-16, 17 dan 18.37 Antara lain pada abad ke-17, muncul penyair yang
terkenal yaitu Nafi’ (1582-1636 M.). Nafi’ juga bekerja untuk Murad Pasya
dengan menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di hati
para Sultan.
d. Bidang Keagamaan
Kehidupan keagamaan merupakan bagian dari sistem sosial dan politik Turki
Utsmani. Ulama mempunyai kedudukan tinggi dalam kehidupan negara dan
masyarakat. Mufti sebagai pejabat tinggi agama, tanpa legitimasi Mufti,
keputusan hukum kerajaan tidak dapat berjalan. Pada masa ini, kehidupan
tarekat berkembang pesat. Al-Bektasiy dan Al-Maulawiy merupakan dua
ajaran tarekat yang paling besar. Al-Bektasiy merupakan tarekat yang sangat
berpengaruh terhadap tentara Jenissari, sedangakan Al-Maulawiy berpengauh
besar dikalangan penguasa sebagai imbangan dari kelompok Jenissariy
Bekktasiy.
3. Kemunduran Turki Utsmani

3
Badri Yatim, Sejarah Perdaban Islam, h. 133-134.
Untuk menentukan penyebab utama kehancuran kerajaan Turki Utsmani merupakan
persoalan yang tidak mudah.4 Akan tetapi ketergantungan sistem birokrasi Turki
Utsmani kepada kemampuan seotrang Sultan dalam mengendalikan pemerintahan
menjadi intitusi politik ini menjadi rentan bagi kejatuhan kerajaan. Seorang sultan
yang lemah cukup membuka peluang bagi degradasi politik di kerajan Turki Utsmani,
akan tetapi seorang sultan yang cakap juga mampu memperlambat proses korosi pada
badan politik kerajaan.
B. Peradilan Turki Utsmani
Kerajaan Turki Utsmani pada masa awal kekuasaannya tidak meganut salah satu
azhab. Pada fase berikutnya penguasa Turki Utsmani mengundangkan mazhab Hanafi
sebagai mazhab resmi dalam hal fatwa dan peradilan. Perkembangan hukum Islam
pada masa Dinasti Utsmani, sejak Sultan Utsman I bin Orthogol hingga
meninggalnya Salim I bin Bayazid II, belum terkodifikasi dan tersistemasikan dengan
sempurna. Oleh sebab itulah pemerintahan Utsmani, pada masa Sultan Sulaiman I bin
Salim I, berupanya untuk melakukan terobosan dalam bidang hukum, yaitu dengan
mengkodifikasikannya. Pada awal abad ke-16 suasana kehidupan beragama di Turki,
dipengaruhi oleh ulama-ulama mazhab. Dalam penerapan hukum, rakyat Turki
merujuk kepada mazhab Hanafi dan menjadi mazhab resmi negaranya.Sistem
pemerintahan dan sistem administrasi peradilan diselenggarakan berdasarkan syariat
Islam. Unit peradilan umum bekerja sama dengan qadha’ yang merupakan bagian dari
unit peradilan agama. Di setiap unit kerja lembaga peradilan khususnya peradilan
agama, ditempatkan seorang komando polisi yang berada di bawah komando qadha’,
ia disebut juga subashi.5
Metode yang digunakan dalam upaya mengodifikasikan hukum dilakukan secara
bertahap, yaitu:
1. Menetapkan madzhab resmi bagi negara. Ini mulai dilakukan oleh Sultan Salim I,
yang mengundangkan mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi bagi negara dan
harus diikuti dalam memutuskan perkara dan berfatwa.
2. Penyusunan satu pendapat mazhab. Setelah mempersatukan mazhab untuk semua
wilayah di Utsmani. Langkah berikutnya adalah penyusunan suatu mazhab yang
berlaku di Turki Utsmani. Upaya penyusunan undang-undang perdata Utsmani
yang lebih dikenal dengan Majallah Al-Ahkam Al-‘Adhliyah.
3. Mengkompilasikan hukum Islam dari mazhab yang berbeda. Selain berafiliasi
kepada mazhab Hanafi dalam penyusunan undang-undang yang berlaku di Turki
Utsmani, juga mengadopsi mazhab lain yang lebih relevan dengan kondisi saat
itu.
4. Mengadopsi perundang-undangan modern. Tahap terakhir dari upaya penyusunan
undang-undang di Turki Utsmani adalah mengadopsi perundang-undangan
modern yang sesuai dengan syariat Islam, seperti hukum perdata, perdagangan,
dan pidana.

4
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam di Turki, h. 92-93.

5
Syafiq A. Mugni, Sejarah Kebudayaan Islam Turki, (Jakarta: Logos, 1997), 54
1. Sebelum Tanzimat
Kerajaan Turki Utsmani dipimpin oleh seorang sultan yang memiliki kekuasaan
temporal atau duniawi dan kekuasaan spiritual. Selaku penguasa duniawi digunakan
jabatan “sultan” dan sebagai kepala rohani umat Islam digunakan gelar “khalifah”.[3]
Dengan demikian, raja-raja Utsmani memiliki dua bentuk kekuasaan, memerintah
negara dan kekuasaan mensyiarkan dan membela agama Islam. Aka tetapi, tidak
dijumpai dalam beberapa literatur, sejak kapan kedua jabatan itu disematkan dan
disandang oleh penguasa Utsmani.
Syaikh al-Islam adalah seorang pejabat tinggi negara. Selain sebagai pengawas
atas pemberlakuan hukum islam, ia juga mengawasi kinerja para qadhi dalam
menjalankan tugasnya. Demikian juga jika ada keputusan srategis yang akan diambil
oleh pihak penguasa Utsmani, sultan akan berkonsultasi dengan Syaikh al-Islam dan
meminta pertimbangan, apakah keputusannya bertentangan dengan syari’at Islam
atau tidak.
Adapun bentuk-bentuk peradilan pada masa ini antara lain:
a. Al-Juz’iyat (mahkamah biasa atau rendah). Wewenangnya adalah menyelesaikan
perkara-perkara pidana dan perdata.
b. Mahkamah al-Isti’naf (mahkamah banding). Wewenangnya adalah meneliti dan
mengkaji perkara yang berlaku.
c. Mahkamah al-Tamyiz au al-Naqd wa al-Ibram (mahkamah tinggi).wewenangnya
adalah mencatat para qadhi yang terbukti melakukan kesalahan dalam menetapkan
hukum.
d. Mahkamah al-Isti’naf al-Ulya (mahkamah agung). Wewenangnya ini langsung
dibawah pengawasan sultan.
Walaupun sudah ada lembaga peradilan pada masa ini. Namun dalam
praktiknya belum berjalan secara maksimal, karena intervensi pihak pemerintah
begitu kuat. Tidak hanya itu, sistem peradilan pun dikuasai oelh kroni-kroni dan
pejabat pemerintah, belum tampak pemisahan antara urusan agama dan pemerintahan.
2. Masa tanzimat
Menurut bahasa tanzimat berasal dari bahasa nazhzhama-yunazhzhimu-tanzhiman
yang bermakna mengatur, menyusun, mensistematikan, merencanakan dan
menginformasikan. Tanzimat dalam bahasa Turki dikenal dengan tanzimat al-Khairiye,
adalah gerakan pembaharuan di Turki Utsmani yang diperkenalkan dalam sistem
birokrasi dan pemerintah yang melingkupi bidang huum, administrasi, pendidikan,
keungan, perdagangan, an lain-lain.
Pembaharuan ini dipelopori oleh Raja Utsmani, sultan Mahmud II pada abad ke-
19. Reformasi yang cukup mendasar dalam bidang pemerintahan adalah dengan
menggabungkan dua kekuasaan yang dipegang seorang sultan: kekuasaan sebagai
pemimpun duniawi dan sebagai pemimpin spiritual kekuasaan yudikatif yang
dipegang oleh sadrazam dialihkan kepada syaikh al-Islam.
3. Pasca tanzimat
Pada akhir periode Turki Utsmani, persoalan paradilan semakin banyak dan pelik.
Sumber hukum yang dipegang pun tidak hanya sebatas pada syari’at Islam, tetapi diambil
dari hukum Barat (Eropa). Hal ini diakibatkan adanya penetrasi Eropa terhadap dunia
Islam yang diwakili oleh kerajaan Utsmani, sehingga memunculkn lembaga peradilan
yang sumber hukumnya saling berbeda,6
Pembaharuan yang diadakan pada masa tanzimat tidak seluruhnya mendapat
penghargaan dari pemuka masyarakat Islam, bahkan mendapat kritikan dari cendekiawan
Islam kerajaan Utsmani. Kedua piagam yang dikeluarkan kerajaan Utsmani sebagai dasar
pembaharuan tanzimat menjunjung tinggi syari’at, namun dalam praktiknya banyak
mengadopsi hukum Barat, bahkan dilanggarnya. Kritik juga ditujukan kepada tokoh-
tokoh tanzimat yang pro Barat, yang memungkinkan intervensi Barat dalam
permasalahan intrn kerajaan Utsmani. Pada gilirannya Turki Utsmani akan mengalami
kehancuran, baik secara ekonomi maupun kekuasaan.

6
Alaiddin Koto, sejarah Peradilan Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2012), 154-159

Anda mungkin juga menyukai