Disusun Oleh :
Sejak abad ke-17, diakibatkan oleh kekalahan-kekalahan yang dialami Turki Usmani
dalam peperangan melawan negara-negara Eropa mendorong raja-raja dan
pemuka-pemuka kerajaan Usmani untuk menyelidiki sebab-sebab kekalahan
mereka dan rahasia keunggulan lawan. Mereka mulai memperhatikan kemajuan
Eropa terutama Perancis sebagai negara yang termuka waktu itu.
Program restorasi integritas politik dan efektifitas kekuatan militer yang dimiliki
kerajaan Turki Usmani mulai dkonsep. Para pembaharu pertama di abad
pertengahan ini pada awalnya berlandaskan peraturan yang digariskan Sultan
Sulaiman yang menentang kemungkinan pengaruh kekuatan Kristen Eropa atas
kaum muslim. Para modernis menganggap perlunya kerajaan Turki untuk
mengadopsi metode yang dimiliki bangsa Eropa dalam pendidikan kemiliteran,
organisasi dan administrasi untuk menciptakan suatu perubahan di bidang
pendidikan, ekonomi, dan social yang mendukung terbentuknya negara modern.
Sultan Mahmud II adalah sultan ke-33 dari 40 Sultan Turki yang berkuasa
melanjutkan kekuasaan Sultan Musthafa IV. Secara detail riwayat hidup Sultan
Mahmud II tidak banyak terungkap. Harun Nasution menyebutkan bahwa dia
dilahirkan pada tahun 1785 M, diangkat menjadi sultan pada tahun 1807 M dan
meninggal pada tahun 1839 M. Pendidikan yang ditampuh oleh Mahmud adalah
pendidikan tradisional, yang meliputi pembelajaran pengetahuan agama, sejarah
Islam, sastra Arab, Turki, dan Persia.[3]
Untuk dapat melihat kondisi dan sosiokultural Turki sebelum masa Sultan Mahmud
II, lebih baik jika diawali dengan menelusuri sejarah Turki di masa lampau. Hal ini
perlu sehingga dapat diperoleh apa dan latar belakang pembaruan yang dilakukan
oleh Sultan Mahmud II. Kejayaan Turki yang telah dirintis oleh para pendirinya, yakni
Usman, Orchan, dan seterusnya tidak lepas dari peran militer. Tepatnya pada masa
Orchan (1324-1360) dibentuk pasukan elit kerajaan yang bernama Yenissari (Yeny-
chery). Oleh karena peran militer inilah Turki mencapai kejayaan dan menjadi
adikuasa di dunia pada masanya.
Yenissari terbentuk dan berkembang sesuai dengan situasi, kondisi, dan kebutuhan
kerajaan. Dasar pemikiran pembentukannya berawal dari pengamatan Sultan Turki
(Orchan) terhadap kekuatan Eropa yang mulai bangkit di abad 12. Sikap antisipatif
Orchan ini menyebabkan kekuatan Turki lebih maju dibanding dengan kekuatan
Eropa Timur. Berturut-turut wilayah Eropa Timur dapat dikuasai, yaitu Tawassuli
(1330), Uskandar (1338), Ankara (1354), dan Gallipoli (1354).[4]
Perekrutan tentara Yenissari awalnya dilakukan setiap lima tahun sekali. Oleh
karena kerajaan Turki Usmani sering terlibat dalam peperangan yang
berkepanjangan, maka rekruitmen ini dipersingkat menjadi dua tahun sekali. Pada
mulanya, anggota tentara ini tidak diperbolehkan menikah dan kehidupan mereka
benar-benar diabdikan untuk loyalitas kepada sultan.[5]
Anggota Yenissari direkrut dari anak-anak miskin. Ketika Murad I menjadi sultan,
korp militer ini direkrut dari budak-budak negeri taklukan, dari narapidana, dan
sebagian dari sukarelawan. Mereka diorganisir sebagai pasukan infanteri. Akan
tetapi, selanjutnya pada tahun 1395 anggota Yenissari berasal dari pemuda-pemuda
Kristen sebagai bentuk pengganti pajak yang diambil dari populasi penduduk
Balkan.[6]
Sistem perekrutan yang dilakukan pemerintah seperti di atas ternyata mampu
menghasilkan tentara yang kuat dan menjadi sumber tenaga murah. Mereka dididik
di lingkungan istana dengan disiplin tinggi dan dilatih untuk menguasai teknik-teknik
peperangan, mengoperasikan alat-alat dan senjata perang canggih, serta
menggunakan meriam. Di samping itu, mereka diberi pelajaran bahasa Arab, Turki,
dan pendidikan agama Islam sehingga menjadi prajurit handal yang bergaya hidup
Turki. Sultan menjanjikan kepada mereka jabatan yang menawan, seperti pengawal
kerajaan, pengawal pribadi sultan, dan pegawai kemiliteran yang lain.[7]
Pada perjalanan selanjutnya, ternyata Yenissari yang semula mendapat
keistimewaan dari sultansultan terdahulu justru menjadi bumerang bagi sultan
selanjutnya, yang dapat diibaratkan senjata makan tuan. Setelah memiliki kekuatan
Yenissari dapat mempengaruhi sultan dalam mengambil keputusan. Di samping
Yenissari, terdapat satu kekuatan lain yang cukup besar pengaruhnya, yaitu tarekat
Bektasyi. Tarekat Bektasyi adalah sebuah perkumpulan penganut sufi yang didirikan
oleh Haji Bektasy yang diperkirakan hidup pada abad 13.
Menurut sebuah cerita yang disinyalir oleh Lapidus, Haji Bektasy dan 40 orang
pengikutnya mendirikan beberapa ribat (semacam padepokan) di beberapa tempat
seperti di Anatolia, Macedonia, Thessaly, dan Rhodope. Ajaran tarekat ini tersebar
luas dengan sukses di seluruh Anatolia dan sebagian wilayah Balkan pada abad 15.
Para Sultan Turki memperbolehkan bahkan mengesahkan ajaran tarekat ini.[8]
Ajaran aliran ini dipengaruhi oleh Syiah dan Kristen. Mereka mengambil Imam ke
enam, yakni Imam Ja’far sebagai orang suci yang menjadi pelindung. Mereka juga
memuliakan trinitas, yaitu Allah, Muhammad, dan Ali. Hal ini sebagaimana
disebutkan Lapidus sebagai berikut. The Bektasyi were strongly influenced by both
Shi’ism and Cristinity. They took sixth imam, Ja’far as patron saint, vereneted the
trinity of God, Muhammad and Ali.
Kebijaksanaan ini menjadikan dirinya sebagai musuh kelompok militer lama yang
dikenal dengan Yennisseri setelah kekuasaanya semakin kuat, Sultan Mahmud II
membentuk suatu korps tentara baru sejumlah 40.000 muslim yang disebut Mu’allim
Iskinji (pasukan terlatih). Tentara baru ini dilatih oleh tokoh-tokoh militer yang dikirim
oleh Muhammad Ali Pasya dari Mesir. Sultan Mahmud II menjauhi pemakaian
pelatih-pelatih Barat atau Kristen yang di masa lampau mendapat tantangan dari
pihak yang tidak setuju dengan pembaharuan.[11]
Para menteri memiliki kekuasaan semi otonomi sebagaimana perdana menteri dan
sultan. Tugas perdana menteri sangat berkurang apabila dibandingkan dengan
Sadrazam sebelumnya. Selain itu Mahmud II juga memindahkan kekuasaan
Yudikatif dari tangan Sadrazam ke Shaikh al-Islam. Dalam sistem baru ini Mahmud II
membentuk lembaga hukum sekuler di samping hukum shariat. Kekuasaan Shaikh
al-Islam menjadi sedikit karena hanya menangani masalah shariat, sedangkan
hukum sekuler diserahkan kepada Dewan Perancang Hukum untuk mengaturnya.
Sepanjang sejarah kerajaan Usmani, Mahmud II yang secara tegas mengadakan
perbedaan antara urusan agama dan urusan dunia. Pada 1838 ia mengeluarkan
hukum dan ketentuan menyangkut kewajiban para hakim dan pegawai negeri.
Ditegaskan pula ketentuan yang berlaku bagi seorang hakim maupun pegawai yang
korupsi dan melalaikan tugasnya.[14]
Perubahan penting yang diadakan oleh Sultan Mahmud II dan yang kemudian
mempunyai pengaruh besar pada perkembangan pembaharuan di Kerajaan Usmani
ialah perubahan dalam bidang pendidikan. Seperti halnya di Dunia Islam lain di
zaman itu, Madrasah merupakan satu-satunya lembaga pendidikan umum yang ada
di Kerajaan Usmani. Di Madrasah hanya diajarkan agama sedangkan pengetahuan
umum tidak diajarkan.
Sultan Mahmud II sadar bahwa pendidikan Madrasah tradisional tidak sesuai lagi
dengan tuntutan zaman abad ke-19. Di masa pemerintahannya orang kurang giat
memasukkan anak-anak mereka ke Madrasah dan mengutamakan mengirim
mereka belajar keterampilan secara praktis di perusahaan industri. Oleh karena itu,
ia mengadakan perubahan dalam kurikulum Madrasah dengan menambah
pengetahuan-pengetahuan umum di dalamnya, seperti halnya di Dunia Islam lain
pada waktu itu memang sulit.
Sultan Mahmud II juga mengirim banyak pelajar Turki ke Barat. Sebanyak 150
pelajar dikirim ke berbagai negeri di Eropa. Tujuanny a adalah untuk melatih mereka
menjadi guru di sekolah-sekolah Turki yang baru didirikan. Di samping dari Turki,
adapula pelajar yang berasal dari Iran. Salah seorang di antaranya adalah Mirza
Muhammad Shalih Shirazi.15 Salah satu hal yang dipandang penting pada masa
Sultan Mahmud II adalah penerbitan surat kabar resmi pemerintah Takvim-i Vekayi.
Surat kabar tersebut tidak hanya berisi tentang berita-berita, daftar peristiwa, dan
pengumuman pemerintah, tetapi juga memuat artikel-artikel mengenai ide-ide yang
berasal dari Barat. Oleh karena pembaca surat kabar ini sangat luas, maka Takvim-i
mempunyai pengaruh yang besar dalam memperkenalkan ide-ide modern Barat
kepada masyarakat Turki. Salah satu redaktur surat kabar tersebut adalah Musthafa
Sami yang pernah berkunjung ke Eropa. Menurutnya, Eropa maju karena
pengetahuan, kemerdekaan beragama, patriotisme, dan pendidikan yang merata.
Sami sungguh-sugguh tertarik dengan peradaban Barat sehingga tidak segan-segan
mengkritik budaya Timur.[16]
Mengingat sebagian besar wilayah Kerajaan Turki Usmani adalah daerah agraris
yang cukup luas, Sultan Mahmud II berusaha untuk mengatasi kelesuan
perekonomian kerajaannya dengan mencoba mengadakan perbaikan pada sumber-
sumber perekonomian di sector pertanian. Kemudian ia mengaktifkan kembali
sumber perekonomian dengan menghapus segala bentuk peraturan yang dibuat
oleh tuan tanah dan tuan feudal. Sebagai gantinya Sultan Mahmud II mengambil
alih control atas pengawasan pajak dan merencanakan serta mengatur system
wakaf, juga membatasi penguasaan daerah atas hak kepemilikan dan penggunaan
tanah. Dengan demikian pemerintah pusat akan mendapatkan dana yang cukup
besar.
Salah satu redaktur surat kabar itu adalah Mustafa Sami yang telah pernah
berkunjung ke Eropa. Kemajuan Eropa, menurut pendapatnya, didasarkan antara
lain atas ilmu pengetahuan, kemerdekaan dalam agama, patriotisme dan pendidikan
yang merata. Ia begitu tertarik dengan peradaban Barat sehingga ia tidak segan-
segan mengkritik adat istiadat timur dan dibalik itu memuja-muja..
Sultan Mahmud II, dikenal sebagai Sultan yang tidak mau terikat pada tradisi dan
tidak segan-segan melanggar adat kebiasaan lama. Sultan-sultan sebelumnya
menganggap diri mereka tinggi dan tidak pantas bergaul dengan rakyat. Oleh karena
itu, mereka selalu mengasingkan diri dan meyerahkan soal mengurus rakyat kepada
bawahan-bawahan. Timbullah anggapan mereka bukan manusia biasa dan
pembesar-pembesar Negara pun tidak berani duduk ketika menghadap Sultan.
Tradisi aristokrasi ini dilanggar oleh Mahmud II. Ia mengambil sikap demokratis dan
selalu muncul di muka umum untuk berbicara atau menggunting pita pada upacara-
upacara resmi. Menteri dan pembesar-pembesar negara lainnya ia biasakan duduk
bersama jika datang menghadap. Pakaian kerajaan yang ditentukan untuk Sultan
dan pakaian kebesaran yang biasa dipakai Menteri dan pembesar-pembesar lain ia
tukar dengan pakaian yang lebih sederhana. Tanda-tanda kebesaran hilang, rakyat
biasa dianjurkan pula supaya meninggalkan pakaian tradisional dan menukarnya
dengan pakaian Barat.
Perubahan pakaian ini menghilangkan perbedaan status dan sosial yang nyata
kelihatan pada pakaian tradisional. Kekuasaan-kekuasaan luar biasa yang menurut
tradisi dimiliki oleh penguasa-penguasa Usmani ia batasi. Kekuasaan Pasha atau
Gubernur untuk menjatuhkan hukum mati dengan isyarat tangan ia hapuskan.
Hukuman bunuh untuk masa selanjutnya hanya bisa dikeluarkan oleh hakim.
Penyitaan Negara terhadap harta orang yang dibuang atau dihukum mati juga ia
tiadakan.[20]
Disamping penerbitan surat kabar resmi, banyak beredar buku-buku karya para
intelektual dalam bahasa Turki yang memuat tentang ide-ide modern barat.
Banyaknya buku dan majalah yang beredar sangat menguntungkan pembaharuan
yang sedang dilakukan oleh Sultan Mahmud II, karena para pembacanya dapat
menerima informasi lebih banyak.
PENUTUP