Anda di halaman 1dari 15

PROSES DEMOKRATISASI JEPANG

Pendahuluan

Perubahan besar sistem pemerintahan Jepang dari sebuah negara otoriter


menjadi negara demokrasi yang menjadi tonggak sejarah bagi dunia internasional.
Sistem pemerintahan feodal dijalani Jepang hingga abad ke – 19, mayoritas
masyarakat Jepang bekerja pada sektor pertanian dan jauh dari kata persatuan atau
mudah terpecah. Pada masa tersebut, Shogun merupakan aktor yang memiliki peran
penting sebagai penguasa di berbagai wilayah Jepang.
Selama masa perkembangannya, sistem feodal Jepang tidak banyak
mengalami pergolakan. Hingga modernisasi itu dilakukan masyarakat Jepang
mendapat pandangan – pandangan baru yang kemudian diantaranya mengalami
perbedaan pemahaman. Tradisi budaya masyarakat Jepang tertanam kuat sehingga
perubahan yang terjadi mengharuskan parlemen dan eksekutif Jepang bekerja
keras. Lembaga eksekutif Jepang menjadi yang terbesar dalam hal kebijakan invasi
terhadap negara lain yang menjadikan Jepang sebagai negara otoriter. Sedangkan
menurut Sedangkan menurut Pieterzyk, sistem demokrasi suatu negara akan
terwujud apabila negara tersebut mampu menciptakan suasana damai dengan
negara tetangga atau kawasan sekitarnya1.
Pasca kekalahan Jepang pada Perang Dunia II menjadikan Jepang sebagai
negara yang demokratis dan menjeadikan Jepang pasif disbanding pada masa
demokrasi Taisho. Lembaga – lembaga supra struktur dan infra struktur menjadi
produk resmi dari Konstitusi 1947, yang kemudian menjalankan fungsinya masing
– masing. Peran pengusaha dalam hubungan politisi dengan birokrasi menghsilkan
perekonomian Jepang yang stabil sehingga membentuk sebuah saling
membutuhkan dan menguntungkan atau diebut sebagai Iron Triangle yang
kemudian Jepang juga disebut Japan Incoorporated yang artinya hubungan
informal yang menyebutkan Jepang sebagai sebuah perusahaan.

1
Pietrzyk, D. I, “Democracy or Civil Socety ?”, Dalam Jurnal Politics, Vol.23, 2003, Hal. 38 – 45.
A. Awal Transisi Sistem Demokrasi Jepang
Ciri khas dan keistimewaan pada umumnya dimiliki setiap bangsa yang ada
di dunia. Keduanya dipengaruhi oleh kondisi lingkungan, geografis, budaya, dan
unsur – unsur di luar lingkungannya. Salah satunya adalah Jepang, nilai – nilai
budaya bangsa Jepang memiliki keunikan tersendiri. Nilai tersebut hingga kini
masih dipertahankan oleh bangsa Jepang dimana kondisi dunia sedang tidak stabil.
Nilai – nilai ini berpengaruh kuat pada pola pikir dan pandangan hidup masyarakat
sejak masa kelam Jepang hingga sekarang. Pandangan bangsa Jepang inilah yang
menjadikan mereka sadar bahwa dominasi yang dilakukan Barat tidak bisa
dihentikan hanya dengan kekuatan senjata atau militer saja melainkan dengan
senjata yang juga diperlukan kepandaian dan keahlian dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, pasalnya Jepang cukup tertinggal dalam kedua
perkembangan ilmu tersebut. Namun, Jepang memiliki pengalaman kelam
mengenai senjata api ketika kedatangan bangsa Portugis yang mengenalkan senjata
api pada tahun 1543 melalui pulau Tanageshima, kehadiran bangsa Portugis
memperkeruh suasana perang sipil saat itu2.

Bersumber dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh Kurt Weyland,


menurutnya ketika aktor domestik dalam hal ini adalah masyarakat menerima
norma sosial dan struktur dari lembaga asing, maka akan muncul sebuah
ketidakpahaman atau ketidakcocokan nilai untuk diterapkan di lingkungan tersebut
karena perbedaan dan penolakan dari masyarakat yang dapat terciptanya kondisi
buruk3. Kondisi Jepang yang menerapkan demokrasi sebagai nilai baru bagi
masyarakatnya dianggap sangat relevan dengan penelitian ini. Hal ini terjadi ketika
pada masa awal masa modernisasi yaitu pada tahun 1868 – 1912, nilai – nilai dari
sistem feodal (sistem lama) secara perlahan mulai terpinggirkan karena kemunculan
konstan pengaruh barat ditengah masyarakat Jepang. Puncaknya pada rentang tahun
1850 – 1860, terjadi perbedaan pemahaman dalam masyarakat Jepang mengenai

2
S. Titiek. Bushido Pada Masyarakat Jepang : Masa Lalu dan Masa Kini, IZUNI, Vol. 1, No. 1,
2013, Hal. 4
3
Weylan, K, “The Political Fate of Market Reform in Africa and Latin America”. Dalam Jurnal
International Studies Quarterly. Vol. 42, No. 4. 1998, Hal. 645 – 673.
modernisasi (demokrasi) sedangkan para elit Jepang saat itu menjadikan
meodernisasi sebagai alat untuk menghadapi pengaruh munculnya kembali
kekuasaan kerajaan4. Munculnya isu koalisi pemimpin feodal saat itu dalam rangka
melawan para shogun yang berakhir pada perang sipil di tahun 1868. Kemudian
lahirlah Restorasi Meiji, yaitu pengembalian kekuasaan di tangan seorang kaisar
karena beranggapan bahwa Jepang akan lebih damai jika kekuasaan hanya
dipegang oleh satu penguasa saja (kaisar)5.

Restorsi Meiji membuat perubahan besar bagi jepang sehingga untuk


memperkuat posisi Jepang sebagai negara Makmur muai muncul diantaranya
adalah dengan melakukan kampanye pada dunia internasional tujuannya adalah
untuk memberitahukan akan eksistensi Jepang masih berlanjut meskipun
mengalami transisi modernisasi. Jepang menjadi lebih liberal ketika pemerintahan
mereka memasukan peraturan dan norma sosial dari modernisasi. Anggapan
mereka bahwa dengan menjadi bagian dari modernisasi (demokrasi) barat maka
untuk mencapai kesuksesan akan semakin mudah bagi Jepang.
Dapat dilihat ketika masyarakat Jepang dirubah menjadi buruh sebgai
bentuk industrialisasi Jepang. Munculnya kebebasan hidup berwarga negara
dimulai pada masa ini halangan untuk berinteraksi satu sama lain dihilangkan, tidak
ada perbedaan dihadapan hukum dan status kebangsawanan dihilangkan.
Keterbukaan pemerintah terhadap perubahan semakin nyata dengan mulai
diperbolehkannya pendidikan bagi semua warga negara dan pengembangan
media/pers muncul pada era modernisasi Jepang yang berdampak pada perbaikan
status sosial masyarakat Jepang.
B. Demokrasi Taisho (1918 – 1931)
Pada era ini, masyarakat dunia menganggap Jepang menjadi negara
demokrasi yang agresif pasalnya Jepang melakukan penjajahan terhadap negara

4
Y. A. Kurniawan. Perkembangan Demokrasi Jepang: Sebuah Komitmen Dalam Perubahan.
Development of Japan’s Democracy: A Commitment in Change. Hubungan Internasional ; UNEJ,
Hal. 2
5
Kennon, J, “Democracy in Japan: From Meiji to MacArthur”, Dalam Jurnal Lehigh Review. Vol.
20, 2012, Hal. 18.
lain6. Efek dari industrialisasi Jepang inilah yang memunculkan sikap agresif
terhadap negara lain dengan terus berkembangnya gerakan – gerakan buruh yang
menuntut akan hak dan harus adanya perubahan dari pemerintah. Pertumbuhan
penduduk juga menjadi faktor yang memerlukan sumber daya yang besar untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat sedangkan Jepang bukan merupakan negara luas
dan tidak setiap tanah di Jepang dapat ditanami. Pemenuhan ini bertujuan untuk
meredam tuntutan dan menciptakan kestabilan pada pemerintahan Jepang.
Sehingga usaha yang dilakukan adalah dengan melakukan invasi pada beberapa
negara seperti China (1894-1895) dan Rusia (1904-1905)
Berubahnya sikap Jepang menjadi lebih agresif tentu diikuti dengan
perubahan sistem pemerintahan yang memunculkan lembaga eksekutif dan
legislatif yang mendukung penuh kekuatan militer untuk memperkuat Jepang dalam
setiap perang, yang secara tidak langsung merubah karakter Jepang menjadi negara
otoriter. Karena setiap kebijakan invasi ditentukan oleh badan eksekutif.
lembaga eksekutif dan sistem birokrasi yang mendukung pertahanan militer
guna memperkuat Jepang dalam setiap perang. Sehingga secara tidak langsung
sikap ini merubah karakter jepang menjadi sebuah negara otoriter, karena setiap
kebijakan ditentukan oleh badan eksekutif dalam rangka memimpin negara untuk
melakukan invasi. Sedangkan menurut Pieterzyk, sistem demokrasi suatu negara
akan terwujud apabila negara tersebut mampu menciptakan suasana damai dengan
negara tetangga atau kawasan sekitarnya7.
Terdapat kelompok konglomerat pada sistem birokrasi Jepang yang sangat
mempengaruhi perekonomian Jepang saat itu, yaitu Zaibatsu8. Peran kelompok ini
sangat besar bagi Jepang karena menjadi penyuplai dana terbesar bagi pemerintah
utamanya militer dan dengan adanya modernsisasi membuat kelompok ini meredup
karena pengaruh mereka akan terhambat dalam tubuh pemerintahan.

6
The Rise and Fall Taishö Democracy. Dalam situs http://www.nippon.com/en/in-depth/a03302/,
diakses pada 15 Oktober 2019.
7
Pietrzyk, D. I, “Democracy or Civil Socety ?”, Dalam Jurnal Politics, Vol.23, 2003, Hal. 38 – 45.
8
Morikawa & Hidemasa, Zaibatsu: The Rise and Fall of Family Enterprise Groups in, 1992.
Hal.320
C. Demokrasi Jepang Pasca Kalah Perang
Kekalahan Jepang pada tahun 1945 dan sekaligus menyerah tanpa syarat
terhadap Amerika Serikat menjadi pukulan besar bagi Jepang. Kedatangan Amerika
yang dipimpin Jenderal MacArthur secara terang – terangan membawa suatu
perubahan terhadap pemerintahan Jepang berupa demokratisasi dan reformasi.
Kedatangan pasukan Amerika untuk meredam Jepang dari demokrasi mereka yang
sebelumnya yang dianggap sangat agresif. Dimulai dengan pemberian pemahaman
buruk mengenai sistem otoriter pada masa era Taisho.

Langkah ini dilakukan Amerika Serikat untuk membentuk opini publik


mengenai perang bahwa dampaknya sangat merugikan dan sebagai upaya
demiliterisasi terhadap Jepang. Amerika Serikat melakukan upaya – upaya
pemusnahan besar -besaran terhadap armada perang Jepang. Kedantangan mereka
juga melakukan dalam reformasi ekonomi melalui Gerakan “Reformasi Agraria”,
MacArthur memberikan kelonggaran pada petani kecil untuk dapat mengelola hasil
panennya dan hal ini memberikan kesan bahwa pemerintahan Jepang sudah
demokratis. Adanya kebijakan tersebut adalah upaya Amerika Serikat untuk
menghilangkan sistem perekonomian lama Jepang (zaibatsu). Hingga pada tahun
1947, dipelopori oleh MacArthur jepang memiliki konstitusi baru yaitu “Konstitusi
1947” yang didalamnya menyatakan bahwa Jepang merupakan negara yang
menjunjung tinggi demokrasi9. Setelah menjadi negara demokrasi, Jepang mimiliki
struktur ketatanegaraan yang berbeda yaitu berupa supra struktur dan infra
struktur10.

D. Lembaga Legislatif
Jepang menjalani sebuah pemerintahan melalui konstitusi yang telah
diresmikan pada 1947 dengan mendasari prinsip kedaulatan rakyat, hormat akan
hak asasi manusia, dan penolakan perang. Terdapat tiga badan pemerintahan sesuai
dengan konstitusi, diantaranya badan legislatif (Diet atau Parlemen), badan

9
Kennon, J. “Democracy in Japan: From Meiji to MacArthur”. Dalam Jurnal Lehigh Review.
Volume 20. 2012. Hal. 23.
10
Anonim. Juni – Agustus 1993. “Mengenai Sistem Politik dan Pemerintahan Jepang”. Dalam
Jurnal Yustisia. Nomor 22.
eksekutif (kabinet), dan badan yudikatif (pengadilan). Dalam ketiga badan tersebut
terdapat Diet (legislatif) yaitu sebuah parlemen nasional Jepang yang memegang
jabatan tertinggi atas kekuasaan negara serta memiliki wewenang dalam pembuatan
undang-undang negara. Diet bertanggungjawab atas pemilihan perdana menteri,
yang kemudian perdana menteri menyiapkan dan memimpin kabinet menteri
negara. Kekuasaan eksekutif tersebut yang selanjutnya akan bertanggungjawab
terhadap Diet. (Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, n.d.) Diketahui bahwa Jepang
memiliki fungsi tersendiri terhadap Diet atau badan legislatifnya, beberapa
kewenangan diberikan atas acuan konstitusi yang berlaku. Diet di Jepang memiliki
kekuasaan penuh terhadap legislatif bahkan eksekutif dengan memiliki wewenang
dalam pembentukan perdana menteri dan memimpin sebuah kabinet eksekutif.

Diet terdiri dari the House of Councillor atau anggota dewan dan the House
of Representatives atau dewan perwakilan rakyat. (House of Councillors, The
National Diet of Japan, n.d.). Dewan Perwakilan Rakyat Jepang terdiri dari 465
anggota yang terpilih untuk masa jabatan selama 4 tahun dan anggota dewan
sebanyak 245. (Sieg & Takenaka, 2017). Dalam Diet terdapat beberapa komite,
diantaranya: Komite Khusus, Komite Penelitian, dan Komite Konstitusi. Komite
Khusus dibentuk menyesuaikan dalam kebutuhan dalam menanggapi isu-isu
spesifik atau undang-undang yang diusulkan, kemudian Komite penelitian
menjalankan studi jangka panjang secara komprehensif terkait isu tertentu dan
memiliki wewenang dalam mengusulkan suatu undang-undang, selanjutnya
Komite konstitusi merupakan sebuah organisasi yang memiliki tujuan dalam
melakukan penelitian secara luas terhadap konstitusi dan undang-undang dasar
yang berkaitan dengan konstitusi Jepang, melakukan pertimbangan amandemen
perubahan awal terhadap konstitusi RUU atau referendum nasional. Selain komite
tersebut terdapat Dewan Pengawasan dan Peninjauan, Dewan Musyawarah tentang
Etika Politik, dan Sekretariat dan Biro Legislatif. (House of Councillors, The
National Diet of Japan, n.d.) beberapa fungsi dan tugas dalam Diet seperti yang
dijelaskan diatas terbagi dalam beberapa komite maupun dewan, setiap komite
memiliki hubungan antara yang lainnya, seperti dalam Komite penelitian
memberikan pandangan lapangan sesuai dengan isu yang dikaji secara
komprehensif dan diajukan melalui perundang-undangan.

Diet memiliki beberapa hubungan khusus dengan badan lainnya di dalam


pemerintahan Jepang, hubungan tersebut menyesuaikan dengan alur prosedur
didalam pemerintahan Jepang. Diet memiliki hubungan dengan kabinet, peradilan,
dan Kaisar. Kabinet memiliki hubungan dengan Diet dapat dilihat dari Kabinet
yang bertanggungjawab atas Diet. Legislatif memilih perdana menteri dan
anggotanya. Kemudian Hubungan Diet dengan Peradilan dilihat melalui kekuatan
peradilan dalam menentukan konstitusionalitas undang-undang yang diberlakukan
oleh Diet, proses impeachment untuk mengeluarkan hakim dari kursi hakim
dimiliki oleh Diet. Hubungan Diet dengan Kaisar dapat dilihat dengan Kaisar yang
tidak memiliki kekuasaan terkait pemerintahan nasional. Diet terselenggara dalam
pemberlakuan undang-undang, pembubaran majelis rendah, dan tindakan lain
dilakukan secara nominal oleh kaisar berdasarkan persetujuan dan saran dari
kabinet. (House of Councillors, The National Diet of Japan, n.d.)

Badan eksekutif merupakan cabang dari sebuah pemerintahan yang menganut


sistem demokratis. Tugas badan eksekutif itu sendiri ialah menerapkan undang –
undang yang sudah dibentuk dan disepakati oleh badan legislatif dalam
menjalankan pemerintahan suatu negara. Badan eksekutif tidak memiliki
kewenangan dalam menuliskan undang – undang maupun memaknainya.

E. Lembaga Eksekutif
Badan eksekutif pemerintahan Jepang dipimpin oleh Perdana Menteri yang
ditunjuk oleh badan legislatif untuk menerapkan undang – undang selama kurang
lebih empat tahun. Perdana Menteri berperan dalam memimpin, memilih atau
membubarkan anggota kabinet dan melakukan pengaturan serta pengawasan badan
eksekutif pemerintahan. Perdana menteri juga merupakan kepala pemerintahan dan
komandan tertinggi dari pasukan militer Jepang.

Jepang menganut sistem monarki konstitusional, dimana kekuasaan seorang


Kaisar sangat dibatasi dalam menjalankan pemerintahan. Pada tanggal 3 Mei tahun
1947, Jepang menganut sebuah undang – undang yang mengatur bagaimana
jalannya sistem pemerintahan di Jepang. Dalam undang – undang tersebut terdapat
beberapa reformasi sistem pemerintahan Jepang yang cukup signifikan, antara lain
: 1) Kekuasaan absolut Kaisar dihapuskan dan dipegang oleh rakyat; 2) Badan
Legislatif (Kokkai) menjadi cabang utama pemerintahan; 3) Anggota Dewan
perwakilan yang dipilih secara demokratis menggantikan Bangsawan; 4)
Pemerintahan “bayangan” dihapuskan11.

Dengan dihapuskannya kekuasaan absolut Kaisar, bukan berarti statusnya


hilang begitu saja. Sang Kaisar memang sudah tidak mempunyai kekuasaan dalam
pemerintahan, tetapi tetap memiliki peran sebagai simbol negara dan kesatuan
rakyat Jepang.

Pasca Perang Dunia II, seorang Perdana Menteri menjadi pemimpin kabinet
sekaligus sebagai kepala pemerintahan Jepang. Pergantian kekuasaan tersebut
dilakukan agar dapat menjaga stabilitas negara Jepang yang modern. Karena bentuk
pemerintahan berdasarkan adat dan budaya Jepang diyakini dapat menciptakan
pemerintahan yang non-demokratis atau anti demokratis yang mana selalu
melahirkan kebijakan – kebijakan militaristik dan agresif. Dibandingkan dengan
bentuk pemerintahan baru yang mendistribusikan kekuasaan dalam pemerintahan
Jepang dan mengurangi sentralisasi kekuasaan.

Lembaga Eksekutif pemerintahan di Jepang yang dipimpin oleh Perdana


Menteri memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan serta
mengimplemetasikannya dalam peraturan daerah, perencanaan perekonomian serta
urusan administratif lainnya. Undang – undang mengenai tugas dan fungsi seorang
Perdana Menteri dibentuk oleh Badan Legislatif sejak tahun 1949 dan terus
mengalami beberapa kali amandemen. Perdana Menteri memiliki kewenangan
mengatur urusan – urusan negara sebagai berikut: Pembangunan dalam negeri;
Koordinasi kebijakan dan kegiatan setiap lembaga administratif lainnya, serta

11
Williams, J, (1948), Post-War Politics in Japan. The American Political Science Review , Vol.
42, No. 5 , 1948, Hal. 927-939.
pelaksanaan semua program yang berada di dalam wilayah yurisdiksinya
berdasarkan undang – undang atau perjanjian.12

Lembaga Eksekutif merupakan cabang dari sistem pemerintahan yang baru


memiliki peran yang sangat penting karena jalannya pemerintahan ditentukan oleh
lembaga tersebut. Kekuasaan Lembaga Eksekutif tidak akan menciptakan
sentralisasi kekuasaan seperti yang terjadi di masa sebelum Perang Dunia ke-2
karena adanya pengawasan dari Lembaga Legislatif dan Yudikatif. Sehingga akan
terdapat check and balance dalam sistem pemerintahan Jepang.

F. Lembaga Yudikatif
Seperti yang kita tahu, Jepang merupakan negara maju yang berhasil
bangkit setelah kekalahannya pada perang dunia II. Kekalahan dalam perang
tersebut juga menyebabkan Jepang tidak memiliki Angkatan bersenjata sehingga
harus bergantung terhadap Amerika Serikat dalam urusan keamanan negerinya.
Tetapi setelah perang berakhir, Jepang tumbuh menjadi negara maju di kawasan
Asia dan bahkan di dunia. Kemajuan yang terjadi pada Jepang tentu tidak terlepas
dari peningkatan kualitas birokrasi serta kerja sama yang kuat dengan sektor bisnis.
Jepang juga dalam lingkup politik nya tidak lagi berpusat pada kekuasaan kaisar
saja namun telah terbagi bagi menjadi kekuasaan eksekutif yang dipegang oleh
seorang Perdana Menteri kemudian juga terdapat kekuasaan legislatif yang
dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan Majelis tinggi yang dipilih oleh
rakyat Jepang.Kemudian, yang terakhir ada kekuasaan yudikatif yang dipegang
oleh Mahkamah Agung.
Pada bagian ini, akan membahas lembaga yudikatif jepang lebih
komprehensif. Lembaga yudikatif Jepang sendiri memiliki sejarah yang cukup
panjang dalam lembaga yudikatifnya sendiri. Lembaga yudikatif Jepang mulai
terbentuk pada abad ketujuh masehi yang kemudian dikenal dengan sistem
“ritsuryo” dimana pada era tersebut sistem yudikatif Jepang melibatkan tidak hanya
hakim-hakim tetapi juga para tuan tanah. Namun pada tahun 1992 peraturan-

12
Maki, J. M, The Prime Minister's Office and Executive Power in Japan. Far Eastern Survey,
Vol. 24, No. 5 1955, Hal. 71.
peraturan di Jepang mulai mengadopsi dan terpengaruh dari kawasan eropa dan
anglo-amerika.13 Hal tersebut juga memperbaiki sistem yudikatif dari Jepang
sendiri sehinnga menjadikannya sistem yang peradilan yang lebih cepat dan lebih
mempermudah masyarakat. Sistem yudikatif Jepang sendiri memiliki 5 bagian
sesuai dengan tingkatan-tingkatan dalam lingkup sosial masyarakat Jepang.
Mahkamah-mahkamah tersebut antara lain adalah:
1. Mahkamah Ringkas
Mahkmah ringkas ini merupakan sebuah mahkamah yang
mengurusi masalah criminal tingkat rendah seperti kasus pencurian atau
seperti kasus penipuan. Mahkamah tersebut juga mengurusi kasus perdata
dengan jumlah sengketa tersebut tidak jumlah yang lebih dari 1.400.000
Yen. Mahkamah ini tersebar diseluruh Jepang dengan jumlah 438
mahkamah. Dalam mahkamah ringkas ini segala kasus diadili oleh hakim
tunggal.
2. Mahkamah Distrik
Mahkamah distrik merupakan sebuah mahkamah tingkat pertama
untuk urusan pidana dan perdata. Mahkamah distrik ini terdapat di 50 kota
disetiap prefektur yang ada di Jepang kecuali Hokkaido dengan 203 cabang
yang tersebar diseluruh Jepang.
3. Mahkamah Keluarga
Mahkkamah keluarga sendiri merupakan sebuah mahkamah yang
bertugas untuk menyelesaikan masalah-masalah yang lebih personal di
Jepang seperti masalah antara istri dengan suami, orang tua dengan anak.
Mahkamah ini juga melakukan peradilan terhadap remaja dengan umur 14
sampai dengan 19 tahun yang melakukan pelanggaran kriminal.
4. Mahkamah Tinggi
Mahkamah tinggi memiliki fungsi atau tugas secara umum untuk
masalah banding dari masalah-masalah yang ada pada mahkamah-
mahkamah yang lebih rendah seperti mahkamah keluarga dan mahkamah

13
Supreme Court of Japan, ‘Outline of Criminal Justice in Japan’, 2016, Japan, Hal 4
distrik. Mahkamah tinggi juga menjadi tempat peradilan pertama dalam
kasus administratif negara seperti pemilihan umum di Jepang.
5. Mahkamah Agung
Mahkamah agung merupakan mahkamah tertinggi di Jepang yang
memiliki kekuasaan yudikatif antara lain untuk melakukan peradilan
terhadap kasus pelanggaran konstitusi atau kesalahan dalam pembuatan
konstitusi Jepang. Dengan petisi, mahkamah agung sendiri juga tidak
menutup kemungkinan untuk melakukan banding terhadap masalah-
masalah yang tidak bisa sekiranya ditangani oleh mahkamah yang
tingkatannya berada dibawah mahkamah agung14.
Sistem yudikatif Jepang sendiri telah lama ada dan semakin lama sistem
tersebut semakin baik dibuktikan dengan mahkamah-mahkamah yang mengatur
dalam berbagai tingkatan sosial di Jepang sehingga hal tersebut juga memudahkan
masyarakat untuk mendapat peradilan yang baik.

G. Iron Triangle Jepang


Faktor kesuksesan ekonomi Jepang di kancah internasional adalah adanya
hubungan koordinasi yang solid dan kerjasama yang menguntungkan antara
Pemerintah, Partai Politik, dan Pengusaha. Hubungan dari keduannya itu disebut
dengan “Iron Triangle”, Iron Triangle ini merupakan aktor – acktor pendukung
peningkatan ekonomi Jepang yang dapat mengantarkan Jepang sampai pada masa
kejayaan ekonominya. Adanya Iron Triangle ini menjadikan Jepang mendapat
julukan oleh dunia yaitu “Japan Inc”, Japan Incoorporated yang artinya hubungan
informal yang menyebutkan Jepang sebagai sebuah perusahaan. Hubungan tersebut
membuat simbiosis mutualisme.

1. Hubungan 1 antara pengusaha dengan partai politik, pengusaha


memberikan political contribution dan partai politik sebagai pembuat
kebijakan mendukung pengusaha.

14
Japanese Federation of Bar Associations,’ The Japanese Judicial System’,
https://www.nichibenren.or.jp/en/about/judicial_system/judicial_system.html, diakses pada 15
Oktober 2019
2. Hubungan antara partai politik dan pemerintah, terjadi mekanisme
pertukaran, partai politik yang bagus dapat direkrut masuk sebagai
pemerintah dan pemerintah yang bagus dapat direkrut masuk ke jajaran
partai politik eksekutif
3. Hubungan antara pengusaha dan pemerintah, pengusaha yang melakukan
“amakudari”, yang artinya perpindahan dari posisi pegawai ke pemerintah
ke pegawai swasta atau perusahaan yang mencari keuntungan (Mardani,
2009)

Hubungan antara pengusaha dengan partai politik sudah terjadi sejak Perang
Dunia II, dimana di dalam hubungan tersebut terdapat keinginan/ tujuan bersama
yaitu pertumbuhan ekonomi dan rekonstruksi nasional. Adanya Iron Triangle yang
melahirkan sebutan “Japan Inc” membuat adanya factor diplomasi yang menunjang
keberhasilan diplomasi Jepang dan keberhasilan ekonomi politik internasional.
Dengan melihat siklus tiga kelompok tersebut menggambarkan bahwa ekonomi
Jepang dapat berkembang seperti sekarang ini, tidak terlepas dari kerjasama antar
Pemerintah, Partai Politik dan Pengusaha, yang membuat semuanya memiliki
fungsi masing – masing yang tampak sesuai.

Kesimpulan

Demokrasi Jepang pada masa kini tidak semata – mata berasal dari para
pendiri negara ini, negara ini melewati berbagai dinamika yang dapat membentuk
Jepang seperti saat ini. Perjalanan demokrasi Jepang tak terlepas dari penagruh
lingkungan eksternal hingga terbentuklah Konstitusi 1947. Pada pertengahan abad
ke – 19, Jepang melakukan perlawanan terhadap kekuasaaan kerajaan melalui
modernisasi. Namun justru terjadi perang sipil yang membuat Jepang rugi. Lalu
muncullah Restorasi Meiji yang kemudian dilakukan inisiasi oleh para pemimpin
baru untuk melakukan industrialisasi Jepang dalam bidang ekonomi. Dampaknya
pun sangat besar dimana perekonomian Jepang berkembang pesat dan juga diikuti
tuntutan rakyat Jepang yang semakin kompleks.
Kebutuhan tinggi masyarakat Jepang tidak sebanding dengan jumlah
sumber daya alam yang dimiliki oleh jepang, yang memaksa Jepang untuk
melakukan penjajahan terhadap negara lain guna memenuhi kebutuhan negara
mereka dan menjadi mimpi buruk Jepang dimasa lampau. Keputusan Jepang
menjadi negara otoriter tercipta disini namun tidak berlangsung lama, pada tahun
1945, Amerika Serikat melakukan penjajahan terhadap Jepang. Melalui
MacArthur, Amerika Serikat melakukan reformasi dan merubah konstitusi Jepang
menjadi demokratis yang kemudian lahirlah Konstitusi 1947 yang masih digunakan
hingga saat ini
Lahirnya Konstitusi 1947 menjadikan Jepang secara utuh berlabel
negara demokrasi yang memiliki supra struktur dan infra struktur yang kemudian
membentuk sebuah ketetapan dalam tatanan kenegaraan. Supra struktur adalah alat
– alat negara atau lembaga – lembaga negara yang sesuai dengan Konstitusi 1947,
meliputi lembaga legislatif yaitu National Diet (Parlemen Nasional), lembaga
Eksekutif, yaitu Cabinet (Dewan Menteri) yang dipilih oleh Perdana Menteri dan
Lembaga Yudisial, yaitu Supreme Court (Mahkamah Agung). Sedangkan infra
struktur adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan lembaga – lembaga
kemasyarakatan dalam setiap aktifitasnya mempengaruhi lembaga kenegaraan
dalam menjalankan fungsinya. Kedigdayaan Jepang saat ini tidak terlepas pada
pengusaha – pengusaha yang ada di Jepang yang menjadi komponen utama dalam
menjalankan negara dan Jepang sendiri mendapat julukan oleh dunia yaitu “Japan
Inc”, Japan Incoorporated yang artinya hubungan informal yang menyebutkan
Jepang sebagai sebuah perusahaan. Hubungan tersebut membuat simbiosis
mutualisme.
Daftar Pustaka
Buku

Outline of Criminal Justice in Japan. tokyo: Supreme Court of Japan. (2016)


Maki, J. M, (1955), The Prime Minister's Office and Executive Power in Japan.
Far Eastern Survey, Vol. 24, No. 5.
Morikawa & Hidemasa, (1992). Zaibatsu: The Rise and Fall of Family Enterprise
Groups in.
Jurnal

Kennon, J, (2012). “Democracy in Japan: From Meiji to MacArthur”, Dalam Jurnal


Lehigh Review. Vol. 20.

Pietrzyk, D. I, (2003) “Democracy or Civil Socety ?”, Dalam Jurnal Politics,


Vol.23.
Titiek. S. (2013) Bushido Pada Masyarakat Jepang : Masa Lalu dan Masa Kini,
IZUNI, Vol. 1, No. 1.
Williams, J, (1948), Post-War Politics in Japan. The American Political Science
Review , Vol. 42, No. 5.
Weylan, K, (1998). “The Political Fate of Market Reform in Africa and Latin
America”. Dalam Jurnal International Studies Quarterly. Vol. 42, No. 4.

Y. A. Kurniawan. Perkembangan Demokrasi Jepang: Sebuah Komitmen Dalam


Perubahan. Development of Japan’s Democracy: A Commitment in
Change. Hubungan Internasional ; UNEJ.

Internet

House of Councillors, The National Diet of Japan. (n.d.). A Brief History.


Retrieved Oktober 16, 2019, from
https://www.sangiin.go.jp/eng/guide/history/index.htm
House of Councillors, The National Diet of Japan. (n.d.). Organization. Retrieved
Oktober 16, 2019, from
https://www.sangiin.go.jp/eng/guide/organ/index.htm
House of Councillors, The National Diet of Japan. (n.d.). Relationship to Other
Bodies. Retrieved Oktober 16, 2019, from
https://www.sangiin.go.jp/eng/guide/relation/index.htm
Kedutaan Besar Jepang di Indonesia. (n.d.). Pemerintahan. Retrieved Oktober 16,
2019, from https://www.id.emb-japan.go.jp/expljp_13.html
Mardani, P. B. (2009, July 13). Eksistensi dan Peran Amakudari dalam
Perusahaan Industri Jepang. Retrieved 10 16, 2019, from lib.ui.ac.id
(2016). Outline of Criminal Justice in Japan. tokyo: Supreme Court of Japan.
Sieg, L., & Takenaka, K. (2017, September 28). Japan calls snap election as new
party roils outlook. Retrieved Oktober 16, 2019, from
https://www.reuters.com/article/us-japan-election/japan-parliament-
dissolved-snap-october-22-election-expected-idUSKCN1C23AO
The Japanese Judicial System. (t.thn.). Dipetik Oktober 15, 2019, dari Japanese
Federation of the Associations:
https://www.nichibenren.or.jp/en/about/judicial_system/judicial_system.ht
ml
The Rise and Fall Taishö Democracy. Dalam situs http://www.nippon.com/en/in-
depth/a03302/, diakses pada 15 Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai