Hal ini di
tandai dengan pembukaan kembali hubungan antara jepang dengan orang asing setelah
runtuhnya pemerintahan tokugawa. Hal ini juga membawa perubahan besar pada bidang
perpolitikan di jepang. Karena kebanyakan orang yang datang ke jepang menganut sistem
demokrasi yang membebaskan masyarakatnya mengeluarkan pendapat, sehingga masyarakat
jepang juga ingin menerapkan sistem demokrasi di jepang, untuk menjadikan negara yang
kuat. Hal ini di dasari karena pada zaman tokugawa yang bisa mengeluarkan pendapat hanya
orang-orang yang berkuasa.
Atas dasar pemikiran-pemikiran inilah masyarakat mulai memikirkan tentang
pembentukan pemerintahan yang berdasarkan demokrasi. Pergerakan demokrasi ini diawali
oleh golongan para bekas samurai yang terjadi di pusat pemerintahan di Tokyo dan
didaerah Tosa. Terjadi gerakan ini karena perbedaan pendapat antara pemimpin di perintahan
meiji mengenai hubungan diplomasi dengan pemerintahan korea. Pergolakan ini
mengakibatkan beberapa pemimpin mengundurkan diri dari pemerintahan, diantaranya
adalah Itagaki Taisuke dan Saigo Takamori. Setelah mereka menyerahkan jabatannya kepada
pemerintah, mereka mulai melakukan pergerakan di bidang demokrasi di daerah asalnya
masing-masing yaitu didaerah Tosa dan Kagoshima. Pergerakan demokrasi yang di bawa oleh
Itagaki di bidang politik yang menuntut pemerintahan dalam keputusan peraturan wajib
militer dan pembaharuan pajak yang merugikan setiap golongan masyarakat . karena gerakan
ini mendapat dukungan dari segala golongan masyarakat sehingga dapat bantuan dana untuk
segalan gerakan demokrasi.
BAB II
PEMBAHASAN
Proses terbentuknya demokrasi di jepang secara garis besar menurut Prof. Oguma menjelaskan
problematika dan dinamika perkembangan nation hood, demokrasi dan keterkaitan keduanya. Prof.Oguma
kemudian membagi proses yang panjang tersebut ke dalam tiga periode; masa sebelum perang , masa perang,
dan masa sesudah perang. Masa sebelum perang meliputi masa pasca Restorasi Meiji 1868 hingga tahun 1941,
masa perang meliputi tahun 1941 hingga 1945, dan masa pasca perang meliputi tahun 1945 hingga sekarang.
b. Masa Perang
Masa Perang (1941 1945) ini ditandai oleh matinya demokrasi. Demokrasi dibungkam, kran
demokrasi ditutup rapat-rapat. Politik dijalankan oleh militer secara otoriter dan diktator atas nama kaisar. Pada
masa ini semangat nasionalisme (Rasa kebangsaan) bunkanlah hasil konsolidasi, melainkan sekali lagi sifatnya
paksaan dari atas dan untuk tujuan perang. Namun di sisi lain, perang dengan dampak yang mengerikan telah
menyadarkan rakyat (secara bersama) perlunya usaha untuk tidak mengulangi perang. Untuk itu perlu saluran
untuk menyuarakannya. Keinginan ini bersambut dengan kebijakan demokratisasi tentara pendudukan AS di
bawah Jenderal McArthur. Demokrasi yang ideal akhirnya diupayakan terwujud justru bukan oleh Jepang
sendiri melainkan oleh pihak eksternal yaitu AS. Sehingga periode pasca perang dapat dikatakan kran
demokrasi mulai sedikit demi sedikit dibuka.
Pasca perang 1945 hingga kini ditandai dengan dinikmatinya demokrasi secara meluas di kalangan
rakyat Jepang. Terbukanya kran demokrasi kembali bahkan lebih lebar dari masa-masa sebelumnya
berimplikasi pada banyak bidang. Yang jelas terimbas adalah bahwa kesadaran nasional lebih mudah terakulasi
disebakan bebasnya pers dan bebasnya berpendapat. Demokrasi telah memungkinan kesadaran bangsa akan
memori perang yang buruk mengkristal menjadi undang-undang untuk pasif terhadap hal-hal yang berbau
perang baik di dalam dan luar negeri. Selain itu demokrasi juga telah mendorong lahirnya berbagai partai politik
hasil kristalisasi kepentingan dan ideologi di masyarakat (bukan inisiatif dari atas). Dan seterusnya hingga
kesemuanya bermuara pada tumbuhnya ekonomi Jepang secara pesat di era 70 hingga 80-an. Hingga titik ini
dapat dikatakan demokrasi telah berperan besar mengarahkan nationhood untuk berfokus memajukan kehidupan
ekonomi. Sayang kondisi ini tak bertahan lama. Munculnya berbagai kesenjangan di dalam negeri serta
berubahanya perpolitikan dunia semisal berakhirnya perang dingin, terbukanya ekonomi China ke arah liberal,
dan dituntutnya Jepang ikut ambil bagian kegiatan militer penjaga perdamaian mau tak mau berimplikasi ke
Jepang.
Sistem pemerintahan (dalam arti luas) suatu negara berarti membicarakan hubungan
antar sub-sistem pemerintahan, yang meliputi semua lembaga-lembaga negara atau alat-alat
perlengkapan negara yang ada pada suatu negara itu, untuk mencapai tujuan tertentu (tujuan
negara) misalnya hubungan antara lembag-lembaga eksekutif, legislatif dan yudisiil.
Sedangkan sistem pemerintahan dalam arti sempit, hanya membicarakan hubungan antar
lembaga eksekutif dan lembaga legislatif dalam suatu negara.
Dengan demikian sistem pemerintahan Jepang (dalam arti luas) berarti membicaraka
hubungan antar organ-organ negara atau lembaga-lembaga negara yang ada di Jepang (dalam
supra struktur politik), yaitu antar :
1. Lembaga Eksekutif (Executive), yaitu Cabinet (Dewan Menteri) yang dimpin
oleh Perdana Menteri.
2. Lembaga Legislatif (Legislature), yaitu National Diet(Parlement Nasional).
3. Lembaga Judisiil (judiciary), yaitu Supreme Court (Mahkamah Agung).
Jepang menganut sistem pemerintahan parlementer, oleh karena itu kekuasaan lembaga
lembaga negara tersebut tidak terpisah, melainkan terdapat hubunan timbal balik yang sangat
erat. Hal ini berbeda dengan sistem pemerintahan presidensial murni, yang didalamnya
terdapat pemisahan kekuasaan secara tegas (separation of power) antara lembaga negara yang
ada (misalnya: Sistem pemerintahan Amerika Serikat).
Sistem pemerintahan Jepang (dalam arti luas) menurut konstitusi 1947 dapat digambarkan
sebagai berikut :
Legislature National Diet
http://id.wikipedia.org/wiki/Jepang