PENDAHULUAN
A. LatarBelakang
Manusia tidak pernah terlepas dari yang namanya sejarah. Sejarah
merupakan segala peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah terjadi
yang dapat memberikan segala manfaat bagi kehidupan manusia baik itu menjadi
sumber inspirasi, edukatif, maupun sebagai sumber rekreatif bagi setiap manusia.
Khususnya sejarah mengenai peradaban Islam.
Sejarah mengenai peradaban Islam ini memberikan manfaat yang sangat besar
bagi para umat Islam di dunia. Di mana melalui sejarah peradaban Islam terdapat
berbagai cerita atau kronologi mengenai peristiwa-peristiwa yang berkaitan
dengan agama Islam baik itu pada zaman Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam, , pada masa Khulafaurrasyidin, atau para tabi’in dan tabiuttabi’in.
Salah satu yang dikaji dalam sejarah peradaban Islam ialah mengenai kerajaan-
kerajaan yang berdiri sepeninggalan Rasulullah dan para sahabatnya, diantara
kerajaan-kerajaan tersebut adalah kerajaan Turki Ustmani yang berdiri selama
kurang lebih 7 abad lamanya. Kerajaan Turki Ustmani dipimpin oleh banyak
khalifah karena kerajaan ini berdiri dalam waktu yang lama. Banyak peristiwa-
peristiwa penting yang terjadi pada masa kerajaan Turki Ustmani, baik itu
mengenai konflik intern, ekstern, mengenai kejayaan-kejayaan yang diperoleh,
para pemimpinnya, faktor penyebab kemundurannya dan sebagainya. Sehingga
perlu mempelajari mengenai Kerajaan Turki Ustmani.
B. RumusanMasalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini yaitu:
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010),
h. 193.
2
B. Sejarah Berdirinya Kerajaan Turki Ustmani
Kerajaan Turki Ustmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang
berasal dari wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa
Mongol menyerang umat Islam, pemimpin suku kayi, Sulaiman Syah, mengajak
anggota sukunya untuk menghindari serbuan bangsa Mongol tersbut dan lari ke
arah barat. Bangsa Mongol itu mulai menyerang dan menaklukan wilayah Islam
yang berada di bawah kekuasaan dinasti Khwarazm Syah tahun 1219-1220 M.
Sulaiman Syah meminta perlindungan kepada Jalal Ad-Din, pemimpin terakhir
dinasti Khwarazm Syah tersebut di Transoksania, sebelum dikalahkan oleh
assukan Mongol. Jalal ad-Din memberi jalan agar Sulaiman pergi ke Barat ke arah
Asia kecil, dan di sanalah mereke menetap. Sulaiman ingin pindah lagi ke wilayah
Syam setelah ancaman Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negri Syam
tersebut, pemimpin orang-orang Turki tersebut hanyut di suangi Euphrat yang
tiba-tiba pasang karena banjir besar, tahun 1228.2
Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang
ke negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia
Kecil. Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh
Erthogrol (Arthogrol), anak Sulaiman. Mereka akhirnya menghambkan dirinya
kepada Sultan Ala ad-Din II dari Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya
berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil.
Di sana di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada
Sultan Seljuk yang sedang berperang melawan Bizanthium. 3 Pada waktu itu
bangsa Saljuq yang serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki imigran
tadi melihat bahaya bangsa Romawi yang mempunyai kekeuasaan kemaharajaan
Romawi Timur (Bizantium). Dengan adanya tambahan pasukan baru dari saudara
sebangsanya itu pasukan Saljuq menang atas Romawi. Sultan gembira dengan
kemenangan tersebut dan memberi hadiah kepada Erthogrol wilayah yang
berbatasan dengan Bizantum. Dengan senang hati Erthogrol membangun tanah
2
. Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 51.
3
. Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 130.
3
perdikan itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut dan
merongrong wilayah Bizantium. Mereka menjadikan Sogud sebagai pusat
kekuasaannya. Dinasti Saljuk Rum sendiri sedang surut pada saat itu. Dinasti
tersebut telah berkuasa di Anatholia bagian tengah kurang lebih dua ratus tahun
lamanya, sejak tahun 1077 hingga tahun 1300.
Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang
diperkirakan lahir tahun 1258. Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama
untuk kerajaan Turki Ustmani. Erthogrol meninggal tahun 1280. Ustman ditunjuk
untuk menggantikan kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki
atas persetujuan Sultan Saljuq, yang merasa gembira karena pemimpin baru itu
dapat meneruskan kepemimpinan pendahulunya. Sultan banyak memberikan hak
istimewa kepada Ustman dan mengangkatnya menjadi gubernur dengan gelar bey
di belakang namanya. Ustman juga diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri
dan didoakan dalam khutbah jum’at. Namun demikian, sebagian ahli
menyebutkan bahwa Ustman adalah anak Sauji. Sauji itulah anak Erthogrol,
sehingga Usman adalah cucunya, bukan anaknya. Sauji telah meniggal sebelum
ayahnya meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon
kepada Sultan Saljuq atas perintah ayahnya Erthogrol untuk tinggal menetap di
wilayahnya. Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan makanya Erthogrol ketika
menerima berita ini sedih bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal
dan gembira karena permohonannya untuk menettap di wilayah Saljuq itu
dikabulkan oleh Sultan.
Ketika Erthogrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan
dilanjutkan oleh Ustman. Usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajan
Ustmani. Ustman memerintah antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana
ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II dengan keberhasilannya
menduduki benteng-benteng Bizanthium yang berdekatan dengamn kota Broessa.
Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang kerajaan Seljuq Rum ini
kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil. Usmanpun menyatakan
kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang didudukinya. Sejak itulah
4
kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya adalah Usman yang
sering disebut juga Ustman I.
4
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 53.
5
a. Usman I 1299-1326
b. Orkhan (putera Usman I) 1326-1359
c. Murad ((putera Orkhan) 1359-1389
d. Bayazid I Yildirim (Putera Murad) 1389-1402.
Sebagaimana telah disebutkan di atas, Ustman mendapatkan kekuasaannya
setelah meningglanya Sultan Saljuq Rum, Ala ad-Din II. Kerajaannya diperkuat
dengan menambah wilayah-wilayah yang dirampasnya dari Bizanthium. Untuk
negeri-negeri yang belum ditaklukan di wilayah Asia Kecil, Ustman mengirim
surat kepada mereka untuk memilih dari tiga piliha, yakni tunduk dan memeluk
agama islam, membayar jizyah, atau diperangi. Banyak dari mereka yang tunduk
dan memeluk agama islam, sebagian yang lain mau membayar jizyah, tetapi ada
pula yang menentang dan bersekutu dengan tentara Tartar untuk melawannya.
Ustman pun tidak gentar menghadapinya, disiapkan pasukan pilihan untuk
melawan sekutu Tartar yang akhirnya dapat dikalahkannya. Setelah Ustman I
mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Ustman (raja besar keluarga
Ustman) tahun 699 H setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya.
Dia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun
1317 M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.
Pada masa pemerintahan Orkhan 1326 M kerajaan Turki Ustmani dapat
meenaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330 M), Uskandar
(1338 M), Ankara (1354 M), dan Galli poli (1356 M). Daerah ini adalah bagian
benua Eropa yang pertama kali diduduki kerajaan Ustmani.5
Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain memantapkan keamanan
dalam negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa. Ia dapat
menaklukkan Adrionopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh wilayah bagian
Utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke Eropa,
Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah bessar pasukan Eropa disiapkan
untuk memukul mundur Turki Ustmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman ,
5
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 131.
6
raaja Honggaria. Namun Sultan Bayazid 1 dapat mengahancurkan pasukan sekutu
Kristen Eropa tersebut.6
Sultan Bayazid naik tahta tahun 1389 dan mendapat gelar Yaldirin dan
Yaldrum, yang berarti kilat karena terkenal dengan serangan-serangannya yang
cepat terhadap lawannya. Ia menaklukkan wilayah-wilayah yang belum
ditundukkan oleh para pendahulunya. Di masanya terjadi perang besar antara
pasukan Ustmani dengan ntentara sekutu Eropa. Bayazid tidak gentar menghadapi
pasukan sekutu di bawah anjuran Paus dan bahkan menghancurkan pasukan
salib.7
2. Periode Kedua
Periode ini ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan
sampai ekspansinya yang terbesar. Sultan-sultannya adalah:
a. Muhammad I (Putera Bayazid I) 1403-1421
b. Murad II (Putera Muhammad I) 1421-1451
c. Muhammad II Fatih (Putera Murad II) 1451-1481
d. Bayazid II (Putera Muhammad II) 1481-1512
e. Salim I (Putera Bayazid II) 1512-1520
f. Sulaiman I Qanuni (Putera Salim I) 1520-1566.
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol
dipecah dan dibagi-bagi kepada putera-peteranya yang satu sama lain saling
berselisih. Kondisi ini dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk
melepaskan diri. Namun pada saat ittu juga terjadi perselisihan antara putera-
putera Bayazid (Muhammad, Isa, dan Sulaiman). Setelah sepuluh tahun perebutan
kekuasaan terjadi, akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudarnya.
Usaha Muhammad yang pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan
meletakkan dasar-dasar keamanan dalam negeri. Muhammad baru diakui seluruh
wilayah Ustman setelah berjuang kurang lebih sepuluh tahun. Ia mempunyai
strategi yang berbeda untuk menghadapi semua lawannya.ia membuat perjanjian
damai dengan raja-raja Eropa dan menaklukkan wilayah-wilayah yang menentang
6
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
196.
7
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 55.
7
satu demi satu. Akirnya wilayah Ustman dapat disatukan satu demi satu. Integrasi
wilayah ini tampaknya mengejutkan Eropa karena mereka sama sekali tidak
menduga bahwa Usman akan bangkit kembali karena sudah berantakan akibat
serangan Timur Lenk. Sultan meninggal tahun 1421 M dan digantikan oleh
putranya Murad II.
Sultan Muran II naik tahta ketika beliau berumur muda sehingga tidak
dihiraukan oleh raja-raja Eropa. Banyak tantangan yang dia hadapi. Yang paling
penting adalah bersatunya pasukan Eropa di bawah komando negeri Honggaria
dengan Huynade sebagai pemimpinnya. Serangan-serangan terhadap dunia Islam
membuahkan kemenangan, yang memaksa Murad II untuk berdamai dengan
mereka. Perdamaian dengan sumpah di bawah kitab suci masing-masing agama
itu Injil dan al-Qur’an dikhanati oleh pihak Kristen. Mereka bernafsu menyerang
kembali Ustman tanpa menghiraukan perjanjian yang telah dibuat belum lama
berselang. Sultan Murad yang semula mengundurkan diri dari panggung politik
bangkit keembali guna menghadapi penghinatan itu. Akhirnya dengan semangat
yang tinggi dan serangan yang dahsyat pasukan Huynade dapat dilumpuhkan dan
ia lari ke Eropa. Sultan Murad II meninggal setelah itu, pada tahun 1451 M, dan
digantikan oeh putranya, Muhammad II.8
3. Periode Ketiga
Periode ini ditandai dengan kemampuan Ustmani untuk mempertahankan
wilayahnya, sampai lepasnya Hungaria. Namun kemunduran segera terjadi.
Dalam masa kemunduran Turki Ustmani setelah Sulaiman terdapat beberapa
Sultan yang berkuasa berturut-turut sebagai berikut:
a. Salim II (Putera Sulaiman I) 1566-1573
b. Murad III (Putera Salim II) 1573-
1596
c. Muhammad III (Putera Murad III) 1596-1603
d. Ahmad I (Putera Muhammad III) 1603-1617
e. Mustafa I (Putera Ahmad I) 1617-1618
f. Usman II (Putera Ahmad I) 1618-1622
8
Syafiq A. Mughni, Sejarah Kebudayaan Islam, cet. 1, (Jakarta: Logos, 1997), h. 59.
8
g. Mustafa I (Yang kedua kalinya) 1622-1623
h. Murad IV (Putera Ahmad I) 1623-1640
i. Ibrahim I (Putera Ahmad I) 1640-1648
j. Muhammad IV (Putera Ibrahim I) 1648-
1687
k. Sulaiman III (Putera Ibrahim I) 1687-1691
l. Ahmad II (Putera Ibrahim I) 1691-1695
m. Mustafa II (Putera Muhammad IV) 1695-1703.
Pada akhir kerajaan Sulaiman I kerajaan Ustmani berada di tengah-tengah
dua kekuatan Monarki Austria di Eropa dan keerajaan Shafawi di Asia. Selama
periode ini Usmani mencapai kemenangan dibeberapa negara di Eropa. Di Asia
sistem Feodal memungkinkan munculnya penguasa-penguasa lokal yang diberi
gelar pasya. Mereka ditemukan diperbatasa Persia dan Kurdistan, dan juga di
Syria. Melemahnya kerajaan Usmani pada awal periode ini sebagian besar
disebabkan oleh alasan domestik. Selama abad ke-16 sudah tampak bahwa
Usmani hanya bisa bertahan dengan perang yang terus menerus, sekarang keadaan
itu harus disesuaikan dengan kondisi aman. Pengganti Sulaiman tidak sesuai
dengan tuntutan kondisi itu. Sultan Muhammad II, Usman II, dan Muhammad IV
sering menyertai pasukan dalam ekspedisi, tetapi Murad IV adalah Sultan terakhir
yang mempertahankan tradisi ghazi. Jadi para sultan selanjutnya kurang terlibat
langsung dalam administrasi negara sekalipun mereka tetap dikelilingi oleh tradisi
kebesaran.
4. Periode Keempat
Periode ini ditandai dengan secara berangsur-angsur surutnya kekuatan
kerajaan dan pecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultan-sultannya
adalah sebagai berikut:
a. Ahmad III (Putera Muhammad IV) 1703-1730
b. Mahmud I (Putera Mustafa II) 1730-1754
c. Usman III (Putera Mustafa II) 1754-1757
d. Mustafa III (Putera Ahmad III) 1757-1774
e. Abdul Hamid (Putera Ahmad III) 1774-1788
9
f. Salim III (Putera Mustafa III) 1789-1807
g. Mustafa IV (Putera Abd. Al-Hamid I) 1807-1808
h. Mahmud II (Putera Abd. Al-Hamid II) 1808-1839.
Selama abad ke-18 tanda-tanda kemunduran kerajaan Turki semakin
tampak. Sebab-seba kemunduran itu terdapat dalam kondisi politik. Dampak masa
transisi dari penaklukan ke masa damai dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan
asing, seperti Austria dan Rusia. Sistem administari tetap sama selama periode ini.
Dalam hampir semua bidang otoritas pemerintah pusat kehilangan pengaruhnya.
Pada awal abad ke-18 hal ini belum begitu tampak. Konstantinopel masih
merupakan ibukota yang cemerlang di mana istana Ahmad III memberikan contoh
sebuah kehidupan yang mewah . pada periode ini pula terjadi perkembangan
literatur yang pesat diluar lingkaran ulama’. Kelas baru sastrawan muncul yang
menjadi cikal bakal lahirnya kelas menengah intelektual yang bermula pada awal
abad ke-19. Demikian juga lahir pelukis-pelukis baru sejak tahun 1727. Kelas
baru dari fungsionaris ini adalah budak-budak sultan. Hanya di bawah
Muhammad II posisi mereka diatur dengan cara yang lebih liberal.dalam situasi
pemerintahan itu Janissari dan Sipahi yang disisplin mereka sekarang mengedor
beberapa kali memberontak. Pemberontaka Janissari yang dipimpin oleh Patrona
Khalil pada tahun 1730 yang menyebabkan hilangnya tahta Ahmad III,
tampaknya lebih ditujkan untuk melawan aristokrasi baru itu.
5. Periode Kelima
Periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administratif dari
negara di bawah pengaruh ide-ide barat. Sultan-sultanya adalah:
a. Abdul Majid I (Putera Mahmuud II) 1839-1861
b. Abdul Aziz (Putera Mahmud II) 1861-1876
c. Murad V (Putera Abd. Majid I) 1876-1876
d. Abdul Hamid II (Putera Abd. Majid I) 1876-1909
e. Muhammad V (Putera Abd. Majid I) 1909-1918
f. Muhammad IV (Putera Abd. Majid I) 1918-1922
10
g. Abdul Majid II (1922-1924), hanya bergelar khalifah, tanpa sultan yang
akhirnya diturunkan pula dari jabatan khalifah. Turki Usmtani di hapus
oleh Kemal Attaturk dan Turki menjadi negara nasiona Republik Turki.
Pada periode ini muncul gerakan pembaharuan yang kurang lebih merupak
aplikasi dari Tanzimat. Namun demikian tantangan Barat terus berlanjut sehingga
secara bertahap wilayah Usmani semakin berkurang. Pada tahun 1865 Turki
kehilangan Serbia, dan dua kerajaan kecil di Danube. Pada tahun 1878 Serbia,
Montonegro dan Rumania lepas dari Usmani, sedang Bulgaria menjadi
semiindependen. Di kawasa Caucasia Turki kehilangan Qars dan Batum. Inggris
mencaplok Cyprus dan Mesir. Burgaria merdeka dan Bosnia dan Herzegovina
diambil oleh Austria. Kemudian Tripoli jatuh ketangan Italia.
Selama abad ke-19 hubungan Turki dengan Persia berjalan baik. Namun,
karena keterlibatan Turki dalam perang Dunia menyebabkan kehilangan beberapa
wilayah di Asia. Konstantinopel sendiri diduduki oleh pasukan sekutu.
Kemunduran politik ini pada akhirnya mengentarkan turunnya sultan Muhammad
VI pada tahun 1922 dan kemudian hilangnya kerajaan Usmani.
9
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
200.
11
Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi
dengan baik dan teratur ketika terjadi kontak senjat dengan Eropa. Ketika itu
pasukan tempur yang besar sudah terorganisasi. Pengorganisasian yang baik,
taktik dan strategi tempur Ustmani berlangsung tanpa halangan berarti. Namun
tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan mliter yang besar ini dilanda
kekisruhan. Kesadaran perajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya sebagai
pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut
segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan megadakan perombakan besar-
besaran dalam tubuh militer.
Perbaharuan dalam tubuh orginisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam
bentuk mutassi personil-personil pemimpin, tetapi juga diadakan perombakan
dalam keanggotaan. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota dan
dibimbing dalam suasana Islam untuk dijadikan prajurit. Program ini ternyata
berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut pasukan
Jenissari dan Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara Ustmani
menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat
besar dalam penaklukan negara-negara non-muslim.10
2. Bidang Ilmu Pengetahuan
Peradaban Turki Usmani merupaka perpaduan bermacam-macam
peradaban, diantaranya adalah peradaban Persia, mereka banyak mengambil
pelajaran-pelajaran tentang etika dan tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi
pemerintahan dan kemilitera banyak mereka serap dari Bizantium. Sedangkan
ajaran tentang perinsip-perinsip ekonomi, sosial kemasyarakatan dan keilmuan
mereka terima dari orang-orang Turki Ustmani yang terkenal sbagai bangsa yang
senang dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing utnuk menerima kebudayaan
luar.
Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Ustmani lebih banyak
memfokuskan kegiatan mereka dalam bidang kkemiliteran sementara dalam
bidang ilmu pengetahuan, mereka kelihatan tidak begitu menonjol. Karena itulah
10
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2001), h. 134.
12
dalam khazanah intelektual Islam kita tidak menemukan ilmuan terkemuka dari
Turki Usmani.
3. Bidang kebudayaan
Dinasti Ustmani di Turki telah membawa peradaban Islam menjadi
peradaban yang cukup maju. Pada zaman kemajuannya. Dalam bidang
kebudayaan Turki Ustmani banyak muncul tokoh-tokoh penting seperti yang
terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain abad ke-17, muncul penyair
yanitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya dengan
menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di hati para
Sultan.
Di antara penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana
Usmani adalah Yusuf Nabi (1642-1721 M), ia muncul sebagai juru tulis bagi
Musahif Mstafa, salah seorang menteri Persia dan ilmu-ilmu agama. Dalam
bidang sastra prosa Kerajaan Ustmani melahirkan dua tokoh terkemuka yaitu
Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari smeua penulis adalah Mustafa
bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi dan Haji Halife (1609-1657 M).
Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf Az-Zunun fi Asmai
Al-Kutub wa Al-Funun. Selain itu terdapat salah seorang penyair yang paling
terkenal adalah Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede atau
Syah Galip (1757-1799 M).adapun di bidang seni arsitektur Islam pengaruh Turki
sangat dominan, misalnya bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti mesjid
Al-Muhammadi atau Majid Sultan Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sultan
Sulaiman, dan masjid Aya Sophia yang berasal dari sebuah gereja..
4. Bidang Keagamaan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam
lapangan sosial dan politk. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama,
dan kerajaan sendiri sangat terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi
hukum yang berlaku. Karena itu ulama mempunyai tempat tersendiri dan berperan
besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti, sebagai pejabat urusan agama
13
tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema keagamaan yang
dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan bisa tidak
berjalan.
Pada masa Turki Ustmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang
paling berkembang ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini
banyak dianut oleh kalangan sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai
pengaruh yang amat dominan di kalangan tentara Jenissari, sehingga mereka
sering disebut tentara Bektasyi. Sementara tarekat Maulawi mendapat dukungan
dari para penguasa dalam mengimbangi Jenissari Bektasyi.
Kajian mengenai ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir
dan hadis boleh dikatakan tiak mengalami perkembangan yang berarti. Para
penguasa lebih cenderung untuk menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan
dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abdul Hamid misalnya, begitu fanatik
terhadap aliran Al-Asy’ariyah. Ia merasa perlu mempertahankan aliran tersebut
dari kritikan aliran lain. Sultan memerintah kepada Syaikh Husein Al-Jisr Ath-
Tharablusi menulis kitab Al-Hunus Al-Hamidiyah, yang mengupas tentang
masalah ilmu kalam, untuk melestarikan lairan yang dianutnya. Akibat kelesuan
di bidang ilmu agama dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang.
Ulama hanya menulis buku dalam bentuk syarah dan hasyiyah terhadap karya-
karya klasik.
14
musuh. Baru pada masa sultan berikutnya Sultan Murad III, Tunisia dapat direbut
kembali.11 Pada masa Sultan Murad III (1574-1595) Kerajaan Usmani pernah
berhasil menyerbu Kaukasia dan menguasai Tiflis di laut Hitam (1577 M),
merampas kembali Tibris, ibu kota kerajaan Safawi, menundukkan Georgia,
mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia
pada tahun 1593 M.
Namun karena kehidupan moral Sultan yang kurang baik menyebabkan
timbulnya kekacauan dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh
para sultan yang lemah seperti Sultan Muhammad III, dalam siatuasi yang kurang
baik itu, Austria berhasil memukul kerajaan Ustmani. Sesudah Sultan Ahmad I
(1603-1617 M) situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa I. Karena
gejolak politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam,
mengeluarkan fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II.
Pengganti Sultan Mustafa III adalah Sultan Abdul Hamid seorang Sultan
yang lemah. Pada masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II
dari Rusia yang diberi nama perjanjian Kinarja, isinya yaitu kerajaan Ustmani
harus menyerahkan benteng-benteng yang berada di laut Hitam kepada Rusia dan
memberi izin kepada armada Rusia untuk melintas selat yang menghubungkan
Laut Hitam dan laut puith, dan kerajaan Ustmani mengakui kemerdekaan
Kirman.12 Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami
kemunduran, diantaranya adalah:
1. Wilayah kekuasaan yang sangat luas, administrasi pemerintahan bagi suatu
negara yang amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara
administari pemerintahan kerajaan Ustmani tidak beres. Di pihak lain para
penguasa sangat berambisi menguasai wilayah yang sangat luas, sehingga
mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai bangsa, hal ni tentu
menyedot potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun
Negara.
11
. Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah, 2010), h.
205.
12
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
2001), h. 166.
15
2. Heterogenitas penduduk, sebagai kerajaan besar, Turki Ustmani menguasai
wilayah yang amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz,
dan Yaman di Asia. Mesir, Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika, dan
Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria, dan Rumania di Eropa.
Wilayah yang luas itu didiami oleh penduduk yang beragam, baik dari segi
agama, ras, etnis, maupun adat istiadat. Untuk mengatur penduduk yang
beragam dan tersebar di wilayah yang luas itu, diperlukan suatu organisasi
pemerintahan yang teratur.
3. Kelemahan para penguasa, sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan
Ustmani diperintah oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian
terutama dalam kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi
kacau. Kekacauan itu tidak pernah dapat diatasi secara sempurna, bahkan
semakin lama menjadi semakin perah.
4. Budaya Pungli (korupsi), pungli merupakan perbuatan yang sudah umum
terjadi dalam kerajaan Ustmani, setiap jabata yang hendak diraih oleh
seseorang harus “dibayar” dengan sogokan kepada orang yang berhak
memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya budaya Pungli ini
mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat
semakin rapuh.
5. Pemberontakan tentara Jenissari, kemajuan ekspansi kerajaan Ustmani
banyak ditentukan oleh kuatnya tentara Jenissari, dengan demikian dapat
dibayangkan bagaimana kalau tentara ini memberontak. Pemberontakan
tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali.
6. Merosotnya ekonomi, akibat perang yang tak pernah berhenti
pereekonomian negara merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja
negara sangat besar untuk biaya perang.
7. Terjadinya Stagnasi dalam lapanagan Ilmu dan Teknologi, kerajaan
Ustmani kurang berhasil dalam mengembangkan ilmu dan teknologi,
karena hanya mengutamakan penegmbangan kekuatan militer. Kemajuan
militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu dan teknologi
menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh
16
dari Eropa yang lebih maju. Pada periode selanjutnya di masa modern,
kelemahan kerajaan Ustmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa
segan-segan menjajah dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya
berada di bawah kekuasaan Kerajaan Ustmani, terutama di Timur Tengah
dan Afrika Utara.
17
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
18
DAFTAR PUSTAKA
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah,
2010)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001)
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah,
2010)
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah,
2010).
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah,
2010)
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001)
Samsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, cet.2, (Jakarta: Amzah,
2010), h. 205.
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, Ed. 1, Cet. 12, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2001)
19