Oleh:
ASYARI
DIEN AKBAR
Pendiri kerajaan ini adalah bangsa Turki dari Kabilah Oghuz / Ughuj yang mendiami
daerah Mongol dan daerah Utara Negeri Cina. Pada Abad ke-13 M, saat Chengis Khan mengusir
orang-orang Turki dari Khurasan dan sekitarnya. Kakeknya Usman, yang bernama Sulaiman
bersama pengikutnya bermukim di Asia kecil. Dari perjalanan tersebut Sulaiman, ia tenggelam
ketika menyemberangi sungai Efrat (dekat Allepo). Sulaiman mempunyai empat saudara yang
bernama, Shunkur, Gundogdur, al-Thugril dan Dundar. Dua puteranya kembali ke tanah air
mereka. Sementara yang kedua terakhir bermukim di Asia kecil. Di sana mereka di bawah
pimpinan Sultan Alauddin di Kunia. Saat Mongol menyerang sultan Alauddin di Anggara (kini
Angkara), al-Thugril membantu mengusir Mongol, sehingga berkat jasanya itu, Alauddin
memberikan daerah Iski Shahr dan sekitarnya. Al-Thugril atau Ertughril, mendirikan ibukota
bernama Sungut, di sana lahir anak pertama bernama Usman pad 1258 M. Al-Thugril meninggal
pada 1288 M. dan ia mendeklarasikan dirinya sebagai Sultan, maka sejak itulah berdiri Dinasti
Turki Usman
B. Pokok Bahasan
PEMBAHASAN
1
Pendiri kerajaan Turki adalah bangsa Turki dari kabilah Qayigh Oghus, anak suku Turk
yang mendiami sebelah barat gurun Gobi, atau daerah Mongol dan daerah utara negeri Cina,
yang dipimpin oleh Sulaiman. Dia mengajak anggota sukunya untuk menghindari serbuan
bangsa mongol yang menyerang dunia Islam yang berada di bawah kekuasaan Dinasti
Khawarizm pada tahun 1219-1220 M.
Sulaiman dan anggota sukunya lari ke arah Barat dan meminta perlindungan kepada
Jalaluddin, pemimpin terakhir Dinasti Khawarizm di Transoxiana. Jalaluddin menyuruh
Sulaiman agar pergi ke arah Barat (Asia Kecil). Kemudian mereka menetap di sana dan pindah
ke Syam dalam rangka menghindari serangan mongol. Dalam usahanya pindah ke Syam itu,
pemimpin orang-orang Turki mendapat kecelakaan. Mereka hanyut di sungai Efrat yang tiba-tiba
pasang karena banjir besar pada tahun 1228 M.
Akhirnya mereka terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke negeri
asalnya dan yang kedua meneruskan perjalanannya ke Asia kecil. Kelompok kedua ini berjumlah
400 kepala keluarga yang dipimpin oleh Ertugril (Erthogrol) ibn Sulaiman. Mereka mengabdikan
dirinya dirinya kepada Sultan Alauddin II dari Dinasti Saljuk Rum yang pusat pemerintahannya
di Kuniya, Anatolia Asia Kecil.
Pada saat itu, Sultan Alauddin II sedang menghadapi bahaya peperangan dari bangsa
Romawi yang mempunyai kekuasaan di Romawi Timur (Byzantium). Dengan bantuan dari
bangsa Turki pimpinan Erthogrol, Sultan Alauddin II dapat mencapai kemenangan. Atas jasa
baik tersebut Sultan menghadiahkan sebidang tanah yang perbatasan dengan Bizantium.
Pada tahun 1288 M, Erthogrol meninggal dunia dan meninggalkan putranya yang
bernama Usman, yang diperkirakan lahir pada 1258 M. Usman inilah yang ditunjuk oleh
Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk
pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki
Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai pendiri Dinasti Usmani. Sebagaimana ayahnya,
Usman banyak berjasa kepada Sultan Alauddin II. Kemenangan-kemenangan dalam setiap
pertempuran dan peperangan diraih oleh Usman.
B. Perkembangan Kerajaan Turki Usmani
Dengan jatuhnya jazirah Arab, maka imperium Turki Usmani mempunyai wilayah yang
luas sekali, terbentang dari Budapest di pinggir sungai Thauna, sampai ke Aswan dekat hulu
sungai Nil, dan dari sungai efrat serta pedalaman Iran, sampai Bab el-Mandeb di selatan jazirah
Arab.Selama masa kesultanan Turki Usmani (1299-1942 M), sekitar 625 tahun berkuasa tidak
kurang dari 38 Sultan.
2
Dalam hal ini, Syafiq A. Mughni membagi sejarah kekuasaan Turki Usmani menjadi lima
periode, yaitu:
1. Periode pertama (1299-1402 M), yang dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama
sampai kehancuran sementara oleh serangan timur yaitu dari pemerintahan Usman I sampai
pemerintahan Bayazid.
2. Periode kedua (1402-1566 M), ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya
pertumbuhan sampai ekspansinya yang terbesar. Dari masa Muhammad I sampai Sulaiman
I.
3. Periode ketiga (1566-1699 M), periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk
mempertahankan wilayahnya. Sampai lepasnya Honggaria. Namun kemunduran segera
terjadi dari masa pemerintahan Salim II sampai Mustafa II.
4. Periode keempat (1699-1838 M), periode ini ditandai degan berangsur-angsur surutnya
kekuatan kerajaan dan pecahnya wilayah yang di tangan para penguasa wilayah, dari masa
pemerintahan Ahmad III sampai Mahmud II.
5. Periode kelima (1839-1922 M) periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan
administrates dari negara di bawah pengaruh ide-ide barat, dari masa pemerintahan Sultan
A. Majid I sampai A Majid II.
Persinggungan Islam dengan Turki melalui sejarah panjang, terhitung sejak abad pertama
hijriyah hingga suku Turki menjadi penganut dan pembela Islam. Pengaruh Turki dalam dunia
Islam semakin terasa pada masa Pemerintahan al-Mustasim (640-656 H./1242-1258 M).[5]
a. Perluasan Wilayah
Setelah Usman mengumumkan dirinya sebagai Padisyah al-Usman (raja besar keluarga
Usman), pada tahun 1300 M. dia memulai memperluas wilayahnya. Hal ini berlangsung paling
tidak sampai dengan masa Pemerintahan Sulaiman I. untuk mendukung hal itu, Orkhan
membentuk pasukan tangguh yang dikenal dengan Inkisyariyyah. Pasukan Inkisyariyah adalah
tentara utama Dinasti Usmani yang terdiri dari bangsa Georgia dan Armenia yang baru masuk
Islam. Ternyata, dengan pasukan tersebut seolah-olah Dinasti Usmani memiliki mesin perang
yang paling kuat dan memberikan dorongan yang besar sekali bagi penaklukan negeri-negeri non
Muslim.
Ada lima faktor yang menyebabkan kesuksesan Dinasti Usmani dalam perluasan wilayah
Islam, yaitu:
1) Kemampuan orang-orang Turki dalam strategi perang terkombinasi dengan cita-cita
memperoleh ghanimah (harta rampasan perang).
3
2) Sifat dan karakter orang Turki yang selalu ingin maju dan tidak pernah diam serta gaya
hidupnya yang sederhana, sehingga memudahkan untuk tujuan penyerangan.
3) Semangat jihad dan ingin mengembangkan Islam.
4) Letak Istambul yang sangat strategis sebagai ibukota kerajaan juga sangat menunjang
kesuksesan perluasan wilayah ke Eropa dan Asia. Istambul terletak antara dua benua dan
dua selat (selat Bosphaoras dan selat Dardanala), dan pernah menjadi pusat kebudayaan
dunia, baik kebudayaan Macedonia, kebudayaan Yunani maupun kebudayaan Romawi
Timur.
5) Kondisi kerajaan-kerajaan di sekitarnya yang kacau memudahkan Dinasti Usmani
mengalahkannya.
2) Bidang Militer
Kerajaan Turki Usmani telah mampu menciptakan pasukan militer yang mampu mengubah
Negara Turki menjadi Mesin perang yang paling tangguh dan memberikan dorongan yang amat
besar dalam penaklukan negeri-negeri non Muslim. Bangsa-bangsa non Turki dimasukkan
sebagai anggota, bahkan anak-anak Kristen di asramakan dan dibimbing dalam suasana Islam
untuk dijadikan prajurit.
4
Ketika terjadi kekisruan ditubuh militer, maka Orkhan mengadakan perombakan dan
pembaharuan, yang dimulai dari pemimpin personil militer. Program ini ternyata berhasil
dengan terbentuknya kelompok militer baru yang disebut dengan
pasukan Janissari atau Inkisyariyah. Pasukan inilah yang dapat mengubah Negara Usmani
menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan kuat dalam penaklukan
negeri Non Muslim.
5
Kota Anatoli merupakan kota perdagangan yang penting di rute Timur dalam perindustrian
dalam hasil industri dan pertanian di Istambul, polandia dan Rusia. Para pedagang dari dalam
maupun dari luar negeri berdatangan sehingga wilayah Turki menjadi pusat perdagangan dunia
pada saat itu.
Selain dari sumber perdagangan, Turki Usmani memiliki sumber keuangan Negara yang
sangat besar, yaitu dari harta rampasan perang, dari upeti tanda penaklukkan Negara-negara yang
ditundukkan serta dari orang-orang zhimmi.
Walaupun usianya baru seumur jagung, sang ayah, Sultan Murad II, mengamanati Sultan
Muhammad memimpin suatu daerah dengan bimbingan para ulama. Hal itu dilakukan sang ayah
6
agar anaknya cepat menyadari bahwa dia memiliki tanggung jawab yang besar di kemudian hari.
Bimbingan para ulama diharapkan menjadi kompas yang mengarahkan pemikiran anaknya agar
sejalan dengan pemahaman Islam yang benar.
Menaklukkan Bizantium
Sultan Muhammad II juga menyiapkan lebih dari 4 juta prajurit yang akan mengepung
Konstantinopel dari darat. Pada saat mengepung benteng Bizantium banyak pasukan Utsmani
yang gugur karena kuatnya pertahanan benteng tersebut. Pengepungan yang berlangsung tidak
kurang dari 50 hari itu, benar-benar menguji kesabaran pasukan Utsmani, menguras tenaga,
pikiran, dan perbekalan mereka.
Pertahanan yang tangguh dari kerajaan besar Romawi ini terlihat sejak mula. Sebelum
musuh mencapai benteng mereka, Bizantium telah memagari laut mereka dengan rantai yang
membentang di semenanjung Tanduk Emas. Tidak mungkin bisa menyentuh benteng Bizantium
kecuali dengan melintasi rantai tersebut.
7
melakukannya dengan cara yang lebih cerdik lagi, ia menggandeng 70 kapalnya melintasi Galata
ke muara setelah meminyaki batang-batang kayu. Hal itu dilakukan dalam waktu yang sangat
singkat, tidak sampai satu malam.
Di pagi hari, Bizantium kaget bukan kepalang, mereka sama sekali tidak mengira Sultan
Muhammad dan pasukannya menyeberangkan kapal-kapal mereka lewat jalur darat. 70 kapal
laut diseberangkan lewat jalur darat yang masih ditumbuhi pohon-pohon besar, menebangi
pohon-pohonnya dan menyeberangkan kapal-kapal dalam waktu satu malam adalah suatu
kemustahilan menurut mereka, akan tetapi itulah yang terjadi.
Peperangan dahsyat pun terjadi, benteng yang tak tersentuh sebagai simbol kekuatan
Bizantium itu akhirnya diserang oleh orang-orang yang tidak takut akan kematian. Akhirnya
kerajaan besar yang berumur 11 abad itu jatuh ke tangan kaum muslimin. Peperangan besar itu
mengakibatkan 265.000 pasukan umat Islam gugur. Pada tanggal 20 Jumadil Awal 857 H
bersamaan dengan 29 Mei 1453 M, Sultan al-Ghazi Muhammad berhasil memasuki Kota
Konstantinopel. Sejak saat itulah ia dikenal dengan nama Sultan Muhammad al-Fatih, penakluk
Konstantinopel.
Saat memasuki Konstantinopel, Sultan Muhammad al-Fatih turun dari kudanya lalu sujud
sebagai tanda syukur kepada Allah. Setelah itu, ia menuju Gereja Hagia Sophia dan
memerintahkan menggantinya menjadi masjid. Konstantinopel dijadikan sebagai ibu kota, pusat
pemerintah Kerajaan Utsmani dan kota ini diganti namanya menjadi Islambul yang berarti negeri
Islam, lau akhirnya mengalami perubahan menjadi Istanbul.
Selain itu, Sultan Muhammad al-Fatih juga memerintahkan untuk membangun masjid di
makam sahabat yang mulia Abu Ayyub al-Anshari radhiallahu anhu, salah seorang sahabat
Nabi Muhammad shallallahu alaihi wa sallam yang wafat saat menyerang Konstantinopel di
zaman Khalifah Muawiyah bin Abu Sufyan radhiallahu anhu.
Apa yang dilakukan oleh Sultan Muhammad tentu saja bertentangan dengan syariat,
sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wa sallam,
.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kamu telah menjadikan kuburan Nabi-
Nabi mereka sebagai tempat ibadah, tetapi janganlah kamu sekalian menjadikan kuburan sebagai
8
tempat ibadah, karena aku benar-benar melarang kamu melakukan perbuatan itu. (HR. HR.
Muslim no.532)
Kekeliruan yang dilakukan oleh Sultan Muhammad tidak serta-merta membuat kita
menafikan jasa-jasanya yang sangat besar. Semoga Allah mengampuni kesalahan dan
kekhilafannya beliau rahimahullah.
Setelah itu rentetat penaklukkan strategis dilakukan oleh Sultan Muhammad al-Fatih; ia
membawa pasukannya menkalukkan Balkan, Yunani, Rumania, Albania, Asia Kecil, dll. bahkan
ia telah mempersiapkan pasukan dan mengatur strategi untuk menaklukkan kerajaan Romawi di
Italia, akan tetapi kematian telah menghalanginya untuk mewujudkan hal itu.
Selain terkenal sebagai jenderal perang dan berhasil memperluas kekuasaan Utsmani
melebihi sultan-sultan lainnya, Muhammad al-Fatih juga dikenal sebagai seorang penyair. Ia
memiliki diwan, kumpulan syair yang ia buat sendiri.
Sultan Muhammad juga membangun lebih dari 300 masjid, 57 sekolah, dan 59 tempat
pemandian di berbagai wilayah Utsmani. Peninggalannya yang paling terkenal adalah Masjid
Sultan Muhammad II dan Jami Abu Ayyub al-Anshari
Pada bulan Rabiul Awal tahun 886 H/1481 M, Sultan Muhammad al-Fatih pergi dari
Istanbul untuk berjihad, padahal ia sedang dalam kondisi tidak sehat. Di tengah perjalanan sakit
yang ia derita kian parah dan semakin berat ia rasakan. Dokter pun didatangkan untuk
mengobatinya, namun dokter dan obat tidak lagi bermanfaat bagi sang Sultan, ia pun wafat di
tengah pasukannya pada hari Kamis, tanggal 4 Rabiul Awal 886 H/3 Mei 1481 M. Saat itu Sultan
Muhammad berusia 52 tahun dan memerintah selama 31 tahun. Ada yang mengatakan wafatnya
Sultan Muhammad al-Fatih karena diracuni oleh dokter pribadinya Yaqub Basya, Allahu alam.
Tidak ada keterangan yang bisa dijadikan sandaran kemana Sultan Muhammad II hendak
membawa pasukannya. Ada yang mengatakan beliau hendak menuju Itali untuk menaklukkan
Roma ada juga yang mengatakan menuju Prancis atau Spanyol.
Sebelum wafat, Muhammad al-Fatih mewasiatkan kepada putra dan penerus tahtanya,
Sultan Bayazid II agar senantiasa dekat dengan para ulama, berbuat adil, tidak tertipu dengan
9
harta, dan benar-benar menjaga agama baik untuk pribadi, masyarakat, dan kerajaan.
Secara Internal dan Eksternal, kemunduran khilafah Turki Utsmani terjadi karena:
1. Faktor Internal
a. Buruknya pemahaman Islam
Lemahnya pemahaman Islam membuat reformasi gagal. Sebab saat itu khilafah tak bisa
10
membedakan IPTEK dengan peradaban dan pemikiran. Ini membuat munculnya struktur baru
dalam negara, yakni perdana menteri, yang tak dikenal sejarah Islam kecuali setelah terpengaruh
demokrasi Barat yang mulai merasuk ke tubuh khilafah. Saat itu, penguasa dan syaikhul Islam
mulai terbuka terhadap demokrasi lewat fatwa syaikhul Islam yang kontroversi. Malah, setelah
terbentuk Dewan Tanzimat (1839 M) semakin kokohlah pemikiran Barat, setelah disusunnya
beberapa UU, seperti UU Acara Pidana (1840), dan UU Dagang (1850), tambah rumusan
Konstitusi 1876 oleh Gerakan Turki Muda, yang berusaha membatasi fungsi dan kewenangan
kholifah.
b. Salah menerapkan Islam.
Dengan diambilnya UU oleh Suleiman II, seharusnya penyimpangan dalam pengangkatan
kholifah bisa dihindari, tapi ini tak tersentuh UU. Dampaknya, setelah berakhirnya kekuasaan
Suleimanul Qonun, yang jadi khalifah malah orang lemah, seperti Sultan Mustafa I (1617),
Osman II (1617-1621), Murad IV (1622-1640), Ibrohim bin Ahmed (1639-1648), Mehmed IV
(1648-1687), Suleiman II (1687-1690), Ahmed II (1690-1694), Mustafa II (1694-1703), Ahmed
III (1703-1730), Mahmud I (1730-1754), Osman III (1754-1787), Mustafa III (1757-1773), dan
Abdul Hamid I (1773-1788). Inilah yang membuat militer, Yennisari-yang dibentuk Sultan
Ourkhan-saat itu memberontak (1525, 1632, 1727, dan 1826), sehingga mereka dibubarkan
(1785). Selain itu, majemuknya rakyat dari segi agama, etnik dan mazhab perlu penguasa
berintelektual kuat. Sehingga, para pemimpin lemah ini memicu pemberontakan kaum Druz
yang dipimpin Fakhruddin bin al-Ma'ni
Dengan tak dijalankannya politik luar negeri yang Islami-dakwah dan jihad-pemahaman
jihad sebagai cara mengemban ideologi Islam ke luar negeri hilang dari benak muslimin dan
kholifah. Ini terlihat saat Sultan Abdul Hamid I/Sultan Abdul Hamid Khan meminta Syekh al-
Azhar membaca Shohihul Bukhori di al-Azhar agar Allah SWT memenangkannya atas Rusia
(1788). Sultanpun meminta Gubernur Mesir saat itu agar memilih 10 ulama dari seluruh mazhab
membaca kitab itu tiap hari Menghadapi kemerosotan itu, khilafah telah melakukan reformasi
(abad ke-17, dst).
2. Faktor Ekstenal
Penjajahan Barat membawa semangat gold, glory, dan gospel
Sejak jatuhnya Konstantinopel di abad 15, Eropa-Kristen melihatnya sebagai awal Masalah
Ketimuran, sampai abad 16 saat penaklukan Balkan, seperti Bosnia, Albania, Yunani dan
kepulauan Ionia. Ini membuat Paus Paulus V (1566-1572) menyatukan Eropa yang dilanda
11
perang antar agama-sesama Kristen, yakni Protestan dan Katolik. Konflik ini berakhir setelah
adanya Konferensi Westafalia (1667). Saat itu, penaklukan khilafah terhenti. Memang setelah
kalahnya khilafah atas Eropa dalam perang Lepanto (1571), khilafah hanya mempertahankan
wilayahnya. Ini dimanfaatkan Austria dan Venezia untuk memukul khilafah. Pada Perjanjian
Carlowitz (1699), wilayah Hongaria, Slovenia, Kroasia, Hemenietz, Padolia, Ukraina, Morea,
dan sebagian Dalmatia lepas; masing-masing ke tangan Venezia dan Habsburg. Malah khilafah
harus kehilangan wilayahnya di Eropa pada Perang Krim (abad ke-19), dan tambah tragis setelah
Perjanjian San Stefano (1878) dan Berlin (1887)
12
sebagai lanjutan dari usaha yang dijalankan oleh Sultan Mahmud II yang banyak mengadakan
pembaharuan peraturan dan perundang-undangan. Secara terminologi adalah, suatu usaha
pembaharuan yang mengatur dan menyusun serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan,
sosial, ekonomi dan kebudayaan, antara tahun 1839-1871 M. Tokoh-tokoh penting Tanzimat
antara lain:
1) Mustafa Rasyid Pasya (1880-1858 M).
Pemuka utama dari pembaharuan di zaman Tanzimat ialah Mustafa Rasyid Pasya, ia lahir
di Istanbul pada tahun 1800 M. berpendidikan Madrasah, kemudian menjadi pegawai
pemerintah. Usaha pembaharuannya yang terpenting ialah sentralisasi pemerintahan dan
modernisasi angkatan bersenjata pada tahun 1839 M.
2) Mustafa Sami Pasya (wafat 1855 M).
Mustafa Sami Pasya mempunyai banyak pengalaman di luar negeri antara lain di Roma,
Wina, Berlin, Brussel, London, Paris dan negara lainnya sebagai pegawai dan duta. Menurut
pendapat Mustafa Sami Pasya, kemajuan bangsa Eropa terletak pada keunggulan mereka dalam
lapangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebab lain dilihatnya karena toleransi beragama dan
kemampuan orang Eropa melepaskan diri dari ikatan-ikatan agama, di samping itu pula
pendidikan universal bagi pria dan wanita sehingga umumnya orang Eropa pandai membaca dan
menulis.
3) Mehmed Sadik Rifat Pasya (1087-1856 M).
Mehmed Sadik Rifat Pasya yang lahir pada tahun 1807 M, dan wafat tahun 1856 M.
Pendidikannya selesai di madrasah, ia melanjutkan pelajaran ke sekolah sastra, yang khusus
diadakan untuk calon-calon pegawai istana.
Pokok pemikiran dan pembaharuannya ialah Sultan dan pembesar-pembesar negara harus
tunduk pada undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya. Negara harus tunduk pada hukum,
kodifikasi hukum, administrasi, pengaturan hak dan kewajiban rakyat, reorganisasi, angkatan
bersenjata, pendidikan dan keterampilan serta dibangunnya Bank Islam Usmani pada tahun 1840
M.
4) Ali Pasya (1815-1871 M).
Beliau lahir pada tahun 1815 M di Istanbul, dan wafat tahun 1871, anak dari seorang
pelayan toko. Dalam usia 14 tahun ia sudah diangkat menjadi pegawai. Tahun 1840 diangkat
menjadi Duta Besar London dan sebelum menjadi Duta Besar ia sering kali menjadi staf
Perwakilan Kerajaan Usmani di berbagai negara Eropa dan di tahun 1852 M, ia menggantikan
kedudukan Rasyid Pasya sebagai Perdana Menteri.
13
Usaha pembaharuannya antara lain : tentang pengakuan semua aliran spiritual pada masa
itu, jaminan melaksanakan ibadahnya masing-masing, larangan memfitnah karena agama, suku
dan bahasa, jaminan kesempatan belajar, sistem peradilan dan lain-lainnya.
Pembaharuan yang dilaksanakan oleh tokoh-tokoh di zaman Tanzimat tidak seluruhnya
mendapat dukungan, bahkan mendapat kritikan baik dari dalam atau di luar Kerajaan Usmani.
Karena, gerakan-gerakan tanzimat untuk mewujudkan pembaharuan didasari oleh pemikiran
liberalisme Barat dan meninggalkan pola dasar syariat agama, hal ini salah satu sebab yang
utama gerakan tanzimat mengalami kegagalan dalam usaha pembaharuannya.
14
modernisme. Namik mempunyai jiwa Islami yang tinggi, walaupun ia dipengaruhi pemikiran
Barat namun masih menjunjung tinggi moral Islam dalam ide-ide pembaharuannya.
Namik Kemal berpendapat bahwa sistem pemerintahan konstitusional tidaklah merupakan
bidah dalam Islam. Di antara ide-ide lain yang dibawa Namik terdapat cinta tanah air Turki,
tetapi seluruh daerah kerajaan Usmani. Konsep tanah airnya tidak sempit. Sebagai orang yang
dijiwai ajaran Islam, ia melihat perlunya diadakan persatuan seluruh umat Islam di bawah
pimpinan Kerajaan Usmani, sebagai negara Islam yang terbesar dan terkuat di waktu itu.
c. Midhat Pasya.
Nama lengkapnya Hafidh Ahmad Syafik Midhat Pasya, lahir pada tahun 1822 M di
Istanbul. Pendidikan agamanya diperoleh dari ayahnya sendiri. Dalam usia sepuluh tahun ia telah
hafal Al-Quran, oleh karena itu ia digelari Al-Hafidh. Pendidikannya yang tertinggi adalah pada
Universitas Al-Fatih. Dia termasuk tokoh Usmani Muda yang mempunyai peranan cukup
penting dalam ide pembaharuan.
Beberapa langkah pembaharuan itu, seperti memperkecil kekuasaan kaum eksekutif dan
memberikan kekuasaan lebih besar kepada kelompok legislatif. Golongan ini juga berusaha
menggolkan sistem konstitusi yang sudah ditegakkan dengan memakai istilah terma-terma yang
islami, seperti musyawarah untuk perwakilan rakyat, baiah untuk kedaulatan rakyat dan syariah
untuk konstitusi. Dengan usaha ini, sistem pemerintahan Barat lambat laun dapat diterima
kelompok ulama dan Syaikh Al-Islami yang sebenarnya banyak menentang ide pembaharuan
pada masa sebelumnya.
15
Ia adalah anak seorang bekas anggota parlemen bernama Injilis Ali. Dalam pendidikannya
ia sekolah di pertanian untuk kelak dapat bekerja dan berusaha mengubah nasib petani yang
malang dan studinya diteruskan di Perancis. sekembalinya dari perancis, ia bekerja di
Kementerian Pertanian, tapi ternyata hubungan pemerintah dengan petani yang miskin sedikit
sekali, karena kementerian itu lebih disibukkan dengan birokrasi. Kemudian ia pindah ke
Kementerian Pendidikan namun disini juga disibukkan dengan birokrasi tapi kurang disibukkan
dengan pendidikan.
Pembaharuannya adalah ingin mengubah pemerintahan yang absolut kepada pemerintahan
konstitusional. Karena menurutnya akan menyelamatkan Kerajaan Usmani dari keruntuhan
adalah melalui pendidikan dan ilmu pengetahuan positif dan bukan dengan teologi atau
metafisika.
b. Mehmed Murad (1853-1912 M).
Ia berasal dari Kaukasus dan lari ke Istanbul pada tahun 1873 M, yakni setelah gagalnya
pemberontakan Syekh Syamil di daerah itu. Ia belajar di Rusia dan di sanalah ia berjumpa
dengan ide-ide Barat, namun pemikiran Islam berpengaruh pada dirinya.
Ia berpendapat bahwa bukanlah Islam yang menjadi penyebab mundurnya Kerajaan
Usmani dan bukan pula rakyatnya, namun sebab kemunduran itu terletak pada Sultan yang
memerintah secara absolut. Oleh karena itu, menurutnya kekuasaan Sultan harus dibatasi. Ia
mengusulkan didirikan satu Badan Pengawas yang tugasnya mengawasi jalannya undang-undang
agar tidak dilanggar oleh pemerintah. Di samping itu diadakan pula Dewan syariat agung yang
anggotanya tersusun dari wakil-wakil negara Islam di Afrika dan Asia dan ketuanya Syekh Al-
Islam Kerajaan Usmani.
c. Pangeran Sahabuddin (1887-1948).
Pangeran Sahabuddin adalah keponakan Sultan Hamid dari pihak ibunya, sedang dari
pihak bapaknya adalah cucu dari Sultan Mahmud II, oleh karena itu ia keturunan raja. Namun
ibu dan bapaknya lari ke Eropa menjauhkan diri dari kekuasaan Abdul Hamid. Maka dengan
demikian kehidupan Sahabuddin lebih banyak dipengaruhi oleh pemikiran Barat.
Menurutnya yang pokok adalah perubahan sosial, bukan penggantian Sultan. Masyarakat
Turki sebagaimana masyarakat Timur lainnya mempunyai corak kolektif, dan masyarakat
kolektif tidak mudah berubah dalam menuju kemajuan. Dalam masyarakat kolektif orang tidak
percaya diri sendiri, oleh karena itu ia tergantung pada kelompok atau suku sedangkan
masyarakat yang dapat maju menurutnya adalah masyarakat yang tidak banyak bergantung
kepada orang lain tetapi sanggup berdiri sendiri dan berusaha sendiri untuk mengubah
keadaannya.
16
KESIMPULAN
1. Usman inilah yang ditunjuk oleh Erthogrol untuk meneruskan kepemimpinannya dan
disetujui serta didukung oleh Sultan Saljuk pada saat itu. Nama Usman inilah yang nanti
diambil sebagai nama untuk Kerajaan Turki Usmani. Usman ini pula yang dianggap sebagai
pendiri Dinasti Usmani.
2. Kemajuan yang dilakukan dinasti Usmani ialah melakukan perluasan wilayah. Sedangkan
kemajuan yang telah dicapai adalah dalam bidang sosial politik, administrasi, ilmu
pengetahuan, kebudayaan, ekonomi dan keuangan negara.
3. Faktor yang mempengaruhi kemunduran dinasty Usmani diantaranya karena Kelemahan
para penguasa, baik dalam kepribadian maupun dalam kepemimpinan yang berakibat
pemerintahan menjadi kacau, Pemberontakan tentara Jenissari, Heterogenitas penduduk.
4. Pembaharuan-pembaharuan yang dilakukan oleh Sultan Mahmud II merupakan landasan
atau dasar bagi pemikiran dan usaha pembaharuan selanjutnya, antara lain : pembaharuan
Tanzimat, pembaharuan di Kerajaan Usmani abad ke-19 dan Turki abad ke-20.
5. Tanzimat yang dimaksudkan adalah suatu usaha pembaharuan yang mengatur dan
menyusun serta memperbaiki struktur organisasi pemerintahan tetapi Tanzimat ini belum
berhasil seperti yang diharapkan oleh tokoh-tokoh penting Tanzimat, yaitu Mustafa Rasyid
Pasya, Mustafa Sami, Mehmed Sadek, Rifat Pasya dan Ali Pasya.
6. Kemudian dilanjutkan dengan pembaharuan Usmani Muda, dimana usaha-usaha
pembaharuannya adalah untuk mengubah pemerintahan dengan sistem konstitusional tidak
dengan kekuasaan absolut setelah dibubarkannya parlemen dan dihancurkannya Usmani
muda dilanjutkan dengan pembaharuan Turki Muda.
17
DAFTAR PUSTAKA
- Yatim, Badri, 2002, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, cet. XIII.Al-
Bahy, Muhammad.1986. Pemikiran Islam Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas.
- Asmuni, Yusran. 1998. Studi Pemikiran Dan Gerakan Pembaharuan Dalam Dunia Islam.
Jakarta: Pt. Raja Grafindo Persada.
- Hamka. 2005. Sejarah Umat Islam. Singapura: Pustaka Nasional Pte Ltd.
- Nasution, Harun. 1991. Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran Dan
Gerakan.Jakarta: Pt. Bulan Bintang.
- Labay El-Sulthani, Mawardi, 2002, Tidak Usah Takut Syariat Islam, Jakarta: Al-Mawardi
Prima.
- Mughni, A. Syafiq, 1997, Sejarah Kebudayaan di Turki, Jakarta: Logos.
- Siti Maryam dkk. 2002, (ed.) Sejarah Pearadaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern,
Yogyakarta: LESFI.
- Syalabi, Ahmad, tth, Mausuah al-Tarikh al-Islami, Kairo: Maktabah al-Nahdhat al-
Mishriyah.
- Ensiklopedi Islam, 1990, jilid IV, Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
- Lapidus, Ira M., 1999, Sejarah Sosial Umat Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, jilid I.
- Hasan, Ibrahim Hasan, 1976, Tarikh al-Islami, Cairo: Maktabah al-Nahdhah al-Misriyah,
jilid IV.
18