Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Segala kehidupan manusia tidak pernah terlepas dari yang namanya sejarah.
Sejarah merupakan segala peristiwa-peristiwa atau kejadian-kejadian yang telah terjadi
yang dapat memberikan segala manfaat bagi kehidupan manusia baik itu menjadi sumber
inspirasi, edukatif, maupun sebagai sumber rekreatif bagi setiap manusia. Khususnya
sejarah mengenai peradaban Islam.

Sejarah mengenai peradaban Islam ini memberikan manfaat yang sangat besar
bagi para umat Islam di dunia. Di mana melalui sejarah peradaban Islam terdapat
berbagai cerita atau kronologi mengenai peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan
agama Islam baik itu pada zaman Rasulullah, pada masa Khulafaurrasyidin, atau setelah
para sahabat meninggal dunia.

Salah satu yang dikaji dalam sejarah peradaban Islam ialah mengenai kerajaan-
kerajaan yang berdiri sepeninggalan Rasulullah dan para sahabatnya, diantara kerajaan-
kerajaan tersebut adalah kerajaan Turki Usmani yang berdiri selama kurang lebih 7 abad
lamanya. Kerajaan Turki Usmani dipimpin oleh banyak khalifah karena kerajaan ini
berdiri dalam waktu yang lama. Banyak peristiwa-peristiwa penting yang terjadi pada
masa kerajaan Turki Usmani, baik itu mengenai konflik intern, ekstern, mengenai
kejayaan-kejayaan yang diperoleh, para pemimpinnya, faktor penyebab kemundurannya
dan sebagainya. Sehingga perlu mempelajari mengenai Kerajaan Turki Usmani.[1]

Hal inilah yang melatarbelakangi penyusunan makalah ini untuk mengkaji lebih
dalam mengenai kerajaan Turki Usmani, baik itu mengenai latar belakang
kemunculannya, para pemimpinnya, kejayaan yang diperoleh serta faktor-faktor yang
menyebabkan keruntuhannya.

C. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana sejarah berdirinya kerajaan Usmani?


2. Siapa-siapa sajakah Sultan-sultan yang berkuasa pada masa Dinasti Usmani?
3. Bagaimana peradaban Islam di Zaman Turki Usmani?
4. Apakah penyebab kemunduran dari Dinasti Turki Usmani?
B. TUJUAN

1. Untuk mengetahui sejarah berdirinya kerajaan Usmani


2. Untuk mengetahui Sultan-sultan yang berkuasa pada masa Dinasti Usmani
3. Untuk mengetahui peradaban Islam di Turki
4. Untuk mengetahui penyebab kemunduran dari Dinasti Turki Usmani
5. Untuk Memenuhi tugas Mata Kuliah Sejarah Kebudayaan Islam dan Budaya Lokal
BAB II

PEMBAHASAN

Dinasti Turki Usmani merupakan kekhalifaan yang cukup besar dalam Islam dan
memiliki pengaruh cukup signifikan dalam perkembangan wilayah Islam di Asia, Afrika, dan
Eropa. Bangsa Turki memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan peradaban
Islam.

Munculnya dinasti Usmani di Turki terjadi pada saat dunia Islam mengalami
fragmentasi kekuasaan pada periode kedua dari pemerintahan Abbasiyah (kira-kira abad ke-
9). Sebelum itu, sekalipun telah ada kekuasaan bani Umayyah di Andalusia (755-1031 M)
dan Bani Idris di bagian barat Afrika Utara (788-974 M), fregmentasi itu semakin menjadi
pada sejak abad ke-9 M. Pada abad itu muncul berbagai dinasti seperti Aghlab, di Kairawan
(800-909 M), Bani Thulun di Mesir (858-905 M), Bani Saman di Bukhara (874-1001 M) dan
Bani Buwaih di Baghdad dan Syiraz (932-1000 M). Kerajaan Usmani berkuasa secara meluas
di Asia kecil sejak munculnya pembina dinasti ini yaitu Ottoman, pada tahun 1306 M.[2]
Golongan Ottoman mengambil nama mereka dari Usman I (1290-1326 M), pendiri kerajaan
ini dan keturunannya berkuasa sampai 1922. Di antara negara muslim, Turki Usmani yang
dapat mendirikan kerajaan yang paling besar serta paling lama berkuasa. Pada masa Sultan
Usman, orang Turki bukan merebut negara-negara Arab, tetapi juga seluruh daerah anatara
Kaukasus dan kota Wina. Dari Istanbul, ibu kota kerajaan itu, mereka menguasai daerah-
daerah di sekitar laut tengah dan berabad-abad lamanya Turki merupakan faktor penting
dalam perhitungan ahli-ahli politik di Eropa Barat. Dinasti Turki Usmani merupakan
kekhalifaan Islam yang mempunyai pengaruh besar dalam peradaban di dunia Islam.

A. SEJARAH BERDIRINYA KERAJAAN USMANI

Kerajaan Turki Usmani didirikan oleh suku bangsa pengembara yang berasal dari
wilayah Asia Tengah, yang termasuk suku Kayi. Ketika bangsa Mongol menyerang umat
Islam, pemimpin suku kayi, Sulaiman Syah, mengajak anggota sukunya untuk
menghindari serbuan bangsa Mongol tersbut dan lari ke arah barat. Bangsa Mongol itu
mulai menyerang dan menaklukan wilayah Islam yang berada di bawah kekuasaan dinasti
Khwarazm Syah tahun 1219-1220 M. Sulaiman Syah meminta perlindungan kepada Jalal
Ad-Din, pemimpin terakhir dinasti Khwarazm Syah tersebut di Transoksania, sebelum
dikalahkan oleh assukan Mongol. Jalal ad-Din memberi jalan agar Sulaiman pergi ke
Barat ke arah Asia kecil, dan di sanalah mereke menetap. Sulaiman ingin pindah lagi ke
wilayah Syam setelah ancaman Mongol reda. Dalam usahanya pindah ke negri Syam
tersebut, pemimpin orang-orang Turki tersebut hanyut di suangi Euphrat yang tiba-tiba
pasang karena banjir besar, tahun 1228.[3]

Mereka akhirnya terbagi menjadi 2 kelompok, yang pertama ingin pulang ke


negeri asalnya, dan yang kedua meneruskan perantauannya ke wilayah Asia Kecil.
Kelompok kedua itu berjumlah sekitar 400 keluarga dipimpin oleh Erthogrol (Arthogrol),
anak Sulaiman. Mereka akhirnya menghambkan dirinya kepada Sultan Ala ad-Din II dari
Turki Saljuq Rum yang pemerintahannya berpusat di Konya, Anatolia, Asia Kecil.

Di sana di bawah pimpinan Ertoghrul mereka mengabdikan diri kepada Sultan


Seljuk yang sedang berperang melawan Bizanthium. Pada waktu itu bangsa Saljuq yang
serumpun dan seagama dengan orang-orang Turki imigran tadi melihat bahaya bangsa
Romawi yang mempunyai kekeuasaan kemaharajaan Romawi Timur (Bizantium). Dengan
adanya tambahan pasukan baru dari saudara sebangsanya itu pasukan Saljuq menang atas
Romawi. Sultan gembira dengan kemenangan tersebut dan memberi hadiah kepada
Erthogrol wilayah yang berbatasan dengan Bizantum. Dengan senang hati Erthogrol
membangun tanah perdikan itu dan berusaha memperluas wilayahnya dengan merebut dan
merongrong wilayah Bizantium.

Mereka menjadikan Sogud sebagai pusat kekuasaannya. Diansti Saljuk Rum


sendiri sedang surut pada saat itu. Dinasti tersebut telah berkuasa di Anatholia bagian
tengah kurang lebih dua ratus tahun lamanya, sejak tahun 1077 hingga tahun 1300.

Erthogrol mempunyai seorang putra yang bernama Usman yang diperkirakan lahir
tahun 1258. Nama Ustman itulah yang diambil sebagai nama untuk kerajaan Turki
Usmani. Erthogrol meninggal tahun 1280. Usman ditunjuk untuk menggantikan
kedudukan ayahnya sebagai pemimpin suku bangsa Turki atas persetujuan Sultan Saljuq,
yang merasa gembira karena pemimpin baru itu dapat meneruskan kepemimpinan
pendahulunya. Sultan banyak memberikan hak istimewa kepada Usman dan
mengangkatnya menjadi gubernur dengan gelar bey di belakang namanya. Usman juga
diperbolehkan untuk mencetak uang sendiri dan didoakan dalam khutbah jum’at. Namun
demikian, sebagian ahli menyebutkan bahwa Usman adalah anak Sauji. Sauji itulah anak
Erthogrol, sehingga Usman adalah cucunya, bukan anaknya. Sauji telah meniggal sebelum
ayahnya meninggal. Ia meninggal dalam perjalanan pulang sehabis memohon kepada
Sultan Saljuq atas perintah ayahnya Erthogrol untuk tinggal menetap di wilayahnya.
Permohonan itu dikabulkan oleh Sultan makanya Erthogrol ketika menerima berita ini
sedih bercampur gembira. Sedih karena anaknya meninggal dan gembira karena
permohonannya untuk menettap di wilayah Saljuq itu dikabulkan oleh Sultan.[4]

Ketika Erthogrol meninggal dunia tahun 1289 M, kepemimpinan dilanjutkan oleh


Usman. Usman inilah yang dianggap sebagai pendiri kerajan Usmani. Usman memerintah
antara tahun 1290 M dan 1326 M. Sebagaimana ayahnya, ia banyak berjasa kepada Sultan
Alauddin II dengan keberhasilannya menduduki benteng-benteng Bizanthium yang
berdekatan dengamn kota Broessa.[5] Pada tahun 1300 M, bangsa Mongol menyerang
kerajaan Seljuq Rum ini kemudian terpecah-pecah dalam beberapa kerajaan kecil.

Usmanpun menyatakan kemerdekaan dan berkuasa penuh atas daerah yang


didudukinya. Sejak itulah kerajaan Usman dinyatakan berdiri. Penguasa pertamanya
adalah Usman yang sering disebut juga Usman.

B. SULTAN TURKI USMANI

Raja-raja Turki Usmani bergelar Sultan dan Khalifah sekaligus. Sultan menguasai
kekuasaan duniawi dan khalifah berkuasa di bidang agama atau spiritual. Mereka
mendapatkan kekuasaan secara turun-temurun, tetapi tidak harus putra pertama yang
menjadi pengganti sultan terdahulu. Ada kalanya putra kedua atau putra ketiga dan
menggantikan sultan. Dalam perkembangan selanjutnya pergantian kekuasaan itu juga
diserahkan kepada saudara sultan bukan kepada anaknya. Dengan sistem pergantian
kekuasaan yang demikian itu sering timbul perebutan kekuasaan yang tidak jarang
menjadi ajang pertempuran antara satu pangeran dengan pangeran yang lalinnya, yang
mengakibatkan lemahnya kekuasaa Usmaniyyah. sejak zaman Usman hingga Sulaiman
yang agung dapat dikatakan bahwa para sultannya terdiri dari orang-orang yang kuat,
dapat mengembangkan kerajaannya hingga ke Eropa dan ke Amerika. [6]

Di masa Sulaiman yang bergelar juga al-Qanuni itulah Turki Usmani mencapai
puncak kejayaannya. Setelah masa itu para sultannya dalam keadaan lemah, ditambah lagi
dengan banyaknya serangan balik dari negeri-negeri Eropa yang sudah merasa kuat.
Akhirnya para penguasa Usman tidak dapat lagi mempertahankan kerajaanya yang luas itu
dan hilanglah kekuasaannya tahun 1924 ketika Mustafa Kemal Attaturk menghapuskan
khalifah untuk selama-lamanya di bumi Turki dan bergantilah negeri itu menjadi Republik
hingga kini. Dalam sekian lama kekuasaannya sekitar 165 tahun berkuasa tidak kurang
dari tiga puluh delapan sultan, yang sejarah kekuasaan mereka bisa di bagi menjadi lima
periode.

1. Periode pertama[7]
Periode ini dimulai dari berdirinya kerajaan, ekspansi pertama sampai
kehancuran sementara oleh serangan Timur. Sultan-sultannya adalah sebagai berikut:
a. Usman I 1299-1326
b. Orkhan (putera Usman I) 1326-1359
c. Murad ((putera Orkhan) 1359-1389
d. Bayazid I Yildirim (Putera Murad) 1389-1402

Sebagaimana telah disebutkan di atas, Usman mendapatkan kekuasaannya setelah


meningglanya Sultan Saljuq Rum, Ala ad-Din II. Kerajaannya diperkuat dengan
menambah wilayah-wilayah yang dirampasnya dari Bizanthium. Untuk negeri-negeri
yang belum ditaklukan di wilayah Asia Kecil, Usman mengirim surat kepada mereka
untuk memilih dari tiga piliha, yakni tunduk dan memeluk agama islam, membayar
jizyah, atau diperangi. Banyak dari mereka yang tunduk dan memeluk agama islam,
sebagian yang lain mau membayar jizyah, tetapi ada pula yang menentang dan bersekutu
dengan tentara Tartar untuk melawannya. Usman pun tidak gentar menghadapinya,
disiapkan pasukan pilihan untuk melawan sekutu Tartar yang akhirnya dapat
dikalahkannya[8]

Setelah Usman I mengumumkan dirinya sebagai Padisyah Al-Usman (raja besar


keluarga Usman) tahun 699 H setapak demi setapak wilayah kerajaan dapat diperluasnya.
Dia menyerang daerah perbatasan Bizantium dan menaklukan kota Broessa tahun 1317
M, kemudian pada tahun 1326 M dijadikan sebagai ibu kota kerajaan.

Pada masa pemerintahan Orkhan 1326 M kerajaan Turki Usmani dapat


meenaklukan Azmir (Smirna) tahun 1327 M, Thawasyanli (1330 M), Uskandar (1338 M),
Ankara (1354 M), dan Galli poli (1356 M). Daerah ini adalah bagian benua Eropa yang
pertama kali diduduki kerajaan Usmani.

Ketika Murad I berkuasa (1359-1389 M) selain memantapkan keamanan dalam


negeri, ia melakukan perluasan daerah ke benua Eropa.
Ia dapat menaklukkan Adrionopel, Macedonia, Sopia, Salonia, dan seluruh
wilayah bagian Utara Yunani. Merasa cemas terhadap kemajuan ekspansi kerajaan ini ke
Eropa, Paus mengobarkan semangat perang. Sejumlah bessar pasukan Eropa disiapkan
untuk memukul mundur Turki Usmani. Pasukan ini dipimpin oleh Sijisman , raaja
Honggaria. Namun Sultan Bayazid 1 dapat mengahancurkan pasukan sekutu Kristen
Eropa tersebut.

Sultan Bayazid naik tahta tahun 1389 dan mendapat gelar Yaldirin dan Yaldrum,
yang berarti kilat karena terkenal dengan serangan-serangannya yang cepat terhadap
lawannya. Ia menaklukkan wilayah-wilayah yang belum ditundukkan oleh para
pendahulunya. Di masanya terjadi perang besar antara pasukan Usmani dengan ntentara
sekutu Eropa.bayazid tidak gentar mengahdapi pasukan sekutu di bawah anjuran Paus dan
bahkan menghancurkan pasukan salib.

Ekspansi kerajaan Usmani sempta terhenti beberapa lama. Ketika ekspansi


diarahkan ke Konstantinopel, tentara Mongol yang dipimpin Timur Lenk melakukan
serangan ke Asia Kecil. Pertempuran hebat terjadi di Ankara tahun 1402 M. Tentara
Turki Usmani mengalami kekalahan. Bayazid bersama puteranya Musa tertawan dan
wafat dalam tawanan tahun 1403 M. Kekalahan Bayazid di Ankara itu membawa akibat
buruk bagi Turrki Usmani. Penguasa-penguasa Seljuq di Asia Kecil melepaskan diri dari
genggaman Turki Usmani. Wilayah-wilayah Serbia dan Bulgaria juga
memproklamasikan kemerdekaan. Dalam pada itu putera Bayazid saling berebut
kekuasaan. Suasana buruk ini baru berakhir setelah Sultan Muhammad I (1403-1421 M)
dapat mengatasinya. Sultan Muhammad berusaha keras menyatukan negaranya dan
mengembalikan kekuatan dan kekuasaan seperti sediakala.

2. Periode Kedua[9]

Periode ini ditandai dengan restorasi kerajaan dan cepatnya pertumbuhan sampai
ekspansinya yang terbesar. Sultan-sultannya adalah:

a. Muhammad I (Putera Bayazid I) 1403-1421


b. Murad II (Putera Muhammad I) 1421-1451
c. II Fatih (Putera Murad II) 1451-1481
d. Bayazid II (Putera Muhammad II) 1481-1512
e. Salim I (Putera Bayazid II) 1512-1520
f. Sulaiman I Qanuni (Putera Salim I) 1520-1566
Setelah Timur Lenk meninggal dunia tahun 1405 M, kesultanan Mongol dipecah
dan dibagi-bagi kepada putera-peteranya yang satu sama lain saling berselisih. Kondisi ini
dimanfaatkan oleh penguasa Turki Usmani untuk melepaskan diri.

Namun pada saat ittu juga terjadi perselisihan antara putera-putera Bayazid
(Muhammad, Isa, dan Sulaiman).[10] Setelah sepuluh tahun perebutan kekuasaan terjadi,
akhirnya Muhammad berhasil mengalahkan saudara-saudarnya. Usaha Muhammad yang
pertama kali ialah mengadakan perbaikan-perbaikan dan meletakkan dasar-dasar
keamanan dalam negeri. Muhammad baru diakui seluruh wilayah Usman setelah berjuang
kurang lebih sepuluh tahun. Ia mempunyai strategi yang berbeda untuk menghadapi
semua lawannya.ia membuat perjanjian damai dengan raja-raja Eropa dan menaklukkan
wilayah-wilayah yang menentang satu demi satu. Akirnya wilayah Usman dapat
disatukan satu demi satu. Integrasi wilayah ini tampaknya mengejutkan Eropa karena
mereka sama sekali tidak menduga bahwa Usman akan bangkit kembali karena sudah
berantakan akibat serangan Timur Lenk. Sultan meninggal tahun 1421 M dan digantikan
oleh putranya Murad II. [11]

Sultan Muran II naik tahta ketika beliau berumur muda sehingga tidak dihiraukan
oleh raja-raja Eropa. Banyak tantangan yang dia hadapi. Yang paling penting adalah
bersatunya pasukan Eropa di bawah komando negeri Honggaria dengan Huynade sebagai
pemimpinnya. Serangan-serangan terhadap dunia Islam membuahkan kemenangan, yang
memaksa Murad II untuk berdamai dengan mereka. Perdamaian dengan sumpah di bawah
kitab suci masing-masing agama itu Injil dan al-Qur’an dikhanati oleh pihak Kristen.
Mereka bernafsu menyerang kembali Usman tanpa menghiraukan perjanjian yang telah
dibuat belum lama berselang. Sultan Murad yang semula mengundurkan diri dari
panggung politik bangkit keembali guna menghadapi penghinatan itu. Akhirnya dengan
semangat yang tinggi dan serangan yang dahsyat pasukan Huynade dapat dilumpuhkan
dan ia lari ke Eropa. Sultan Murad II meninggal setelah itu, pada tahun 1451 M, dan
digantikan oeh putranya, Muhammad II.

Sultan Muhammad II naik tahta pada tahun 1451 M dengan mewarisi kerajaan
yang luas. Ia terkenal dengan nama Al-Fatih, sang penakluk atau pembuka, karena pada
masanya Konstantinopel sebagai ibu kota Bizantium berabad-abad lamanya dapat
ditundukkan. Hal itu terjadi pada tahu 1453 M. Pasukan Usmani memblokade kota
berbenteng kat itu dari segala penjuru yang akhirnya kota itu dapat ditaklukkan. Gereja
Aya Sophia yang terkenal itu diubah menjadi mesjid dan kebebasan beragama dijamin.
Ibu kota Usmani dipindahkan ke kota itu dari Edirne.Telah berulang kali pasukan muslim
sejak masa Umayyah berusaha menaklukkan Konstantinopel, tetapi selalu gagal karena
kokohnya benteng di kota tua itu. Dengan terbukannya kota Konstantinopel sebagai
benteng pertahanan terkuat keerajaan Bizanthium, lebih memudahkan arus ekspansi Turki
Usmani ke benua Eropa. Dan wilayah Eropa bagian timur semakin terancam oleh Turki
Usmani. Karena ekspansi Turki Usmani juga dilakukan ke wilayah ini bahkan sampai ke
pintu gerbang kota Wina, Austria.

Sultan Muhammad mengembangkan wilayahnya lebih lanjut setelah penaklukan


yang dinanti-nanti oleh umat Islam. Sultan meninggal tahun 1481 dan diganti oleh
putranya Bayazid II.[12]Berbeda bengan ayahnya Bayazid II lebih memnetingkan
kehidupan tasawuf daripada perang di medan laga. Kelemahannyaa di bidang
pemerintahan yang cenderung berdamai dengan musuh mengakibatkan Sultan itu tidak
begitu ditaati oleh rakyatnya, termasuk putera-puteranya. Bahkan terjadi perselisihan
yang panjang antara mereka. Akhirnya Sultan Bayazid II mengundurkan diri dari
pemerintahan tahun 1512 dan digantikan oleh puteranya Salim I.

Berbeda dengan ayahnya Sultan Salim I memiliki kemampuan memerintah dan


memimpin peperangan. Maka pada saat pemerintahannya wilayah Usman bertambah luas
hingga menembus Afrika Utara. Syria dapat ditaklukan dan Mesir yangg diperintah oleh
kam Mamalik ditundukkan pada tahun 1517 M. Gelar khalifah yang disandang oleh al-
Mutawakkil ‘ala Allah, salah seorang keturunan Bani Abbas yang selamat daris serangan
bangsa Mongol 1235 M dan pada saat itu yang berada di bawah proteksi Mamluk,
diambil alih oleh Sultan. Dengan demikian sejak masa Sultan Salim para sultaan Usmani
menyandang juga gelar khalifah. Walaupun sangat sebentar sekali berkuasa Sultan Salim
sangat berjasa membentangkan wilayahnya hingga mencapai Afrika Utara, suatu hal yang
belum pernah dilakukan oleh para pendahulunya. Ia meninggal tahun 1520 dan digantikan
oleh anaknya Sulaiman I.

Pada masa Sultan Sulaiman I ini terjadilah zaman keemasan bagi kerajaan Turki
Usmani. Wilayahnya mencapai kawasan yang luas, meliputi daratan Eropa hingga
Austria, Mesir dan Afrika Utara hingga Aljazair dan Asia hingga ke Persia. Serta
meliputi lautan Hindia, laut Arabia, laut Merah, Lut Tengah dan Laut Hitam. Ia menyebut
dirinya sebagai Sultan dari segala Sultan, raja diraja, pemberi anugrah mahkota bagi raja-
raja dan bayang-bayang Allah di muka bumi. Ia membuat dan memberlakukan Undang-
undang di wilayahnya sehingga ia disebut al-Qanuni, pembuat Undang-undang. Orang
Barat menyebutnya sebagai Sulaiman yang agung, The Magnificinet. Ia wafat taahun
1566 dan digantikan oleh putranya Salim II. Di masa anaknya inilah mulai tampak
kemunduran kerajaan Usmani sedikit demi sedikit.

3. Periode Ketiga[13]

Periode ini ditandai dengan kemampuan Usmani untuk mempertahankan


wilayahnya, sampai lepasnya Hungaria. Namun kemunduran segera terjadi. Dalam masa
kemunduran Turki Usmani setelah Sulaiman terdapat beberapa Sultan yang berkuasa
berturut-turut sebagai berikut:

a. Salim II (Putera Sulaiman I) 1566-1573


b. Murad III (Putera Salim II) 1573-1596
c. Muhammad III (Putera Murad III) 1596-1603
d. Ahmad I (Putera Muhammad III) 1603-1617
e. Mustafa I (Putera Ahmad I) 1617-1618
f. Usman II (Putera Ahmad I) 1618-1622
g. Mustafa I (Yang kedua kalinya) 1622-1623
h. Murad IV (Putera Ahmad I) 1623-1640
i. Ibrahim I (Putera Ahmad I) 1640-1648
j. Muhammad IV (Putera Ibrahim I) 1648-1687
k. Sulaiman III (Putera Ibrahim I) 1687-1691
l. Ahmad II (Putera Ibrahim I) 1691-1695
m. Mustafa II (Putera Muhammad IV) 1695-1703

Pada akhir kerajaan Sulaiman I kerajaan Usmani berada di tengah-tengah dua


kekuatan Monarki Austria di Eropa dan keerajaan Shafawi di Asia. Selama periode ini
Usmani mencapai kemenangan dibeberapa negara di Eropa. Di Asia sistem Feodal
memungkinkan munculnya penguasa-penguasa lokal yang diberi gelar pasya. Mereka
ditemukan diperbatasa Persia dan Kurdistan, dan juga di Syria. Melemahnya kerajaan
Usmani pada awal periode ini sebagian besar disebabkan oleh alasan domestik. Selama
abad ke-16 sudah tampak bahwa Usmani hanya bisa bertahan dengan perang yang terus
menerus, sekarang keadaan itu harus disesuaikan dengan kondisi aman. Pengganti
Sulaiman tidak sesuai dengan tuntutan kondisi itu. Sultan Muhammad II, Usman II, dan
Muhammad IV sering menyertai pasukan dalam ekspedisi, tetapi Murad IV adalah Sultan
terakhir yang mempertahankan tradisi ghazi. Jadi para sultan selanjutnya kurang terlibat
langsung dalam administrasi negara sekalipun mereka tetap dikelilingi oleh tradisi
kebesaran.[14]

Namun ini tidak menyelamatkan pembunuhan Usman II pada tahun 1628 dan
pemakzulan Ibrahim pada tahun 1648 dan Muhammad IV pada tahun 1688. Bahkan para
penguasa dan jendral memainkan peran lebih penting dalam pemerintahan, seperti
Mehmed Saqoli Pasya di bawah Salim II, Sinan Pasya di bawah Muhammad II, Murad
Pasya dan Khalil Pasya di bawah Ahmad I dan Usman II. Di samping itu beberapa
kelompok lain bersaing dalam mengatur negara, seperti korps Janissari, Sipahi, lingkaran
istana dan ulama’ dengan instuisinya syaikh al-islam. Murad IV adalah satu-satunya
sultan yang sanggup menekan pengaruh kelompok-kelompok itu. Ia bahkan berhasil
meningkatkan kekuatan militer baru, Segban, berasama-sama Janissari. Sekalipun
terdapat gejolak keagamaan dari sebagian masyarakat melawan orang-oarangg kristen,
para negarawan itu menunjukkan sikap yang sangat toleran.

Ada pemberontakan agama yang dilakukan oleh masyarakat kelas bawah di Asia
Kecil, dan ini menunjukkan bahwa tradisi keagamaan lama abad ke-13 dan ke-14 tidak
seluruhnya lenyap. Pada tahun 1599 muncul gerakan Qara Yaziji dan Urfa, pada tahun
1606 pemberontakan Qalender Oghlu di Sharukhan, yang sempat beberapa tahun
menguasai wilayah yang luas di Anatolia Barat, sampai dihancurkan oleh Murad Pasya;
pada tahun 1623-1628 terjadi pemberontakan Abaza yang melawan Janissari. Di Anatolia
timur ada gerakan pemisahan diri di bawah seorang Kurdi bernama Janbulat di Syiria
Utara.

4. Periode Keempat[15]

Periode ini ditandai dengan secara berangsur-angsur surutnya kekuatan kerajaan


dan pecahnya wilayah di tangan para penguasa wilayah. Sultan-sultannya adalah sebagai
berikut:

a. Ahmad III (Putera Muhammad IV) 1703-1730


b. Mahmud I (Putera Mustafa II) 1730-1754
c. Usman III (Putera Mustafa II) 1754-1757
d. Mustafa III (Putera Ahmad III) 1757-1774
e. Abdul Hamid (Putera Ahmad III) 1774-1788
f. Salim III (Putera Mustafa III) 1789-1807
g. Mustafa IV (Putera Abd. Al-Hamid I) 1807-1808
h. Mahmud II (Putera Abd. Al-Hamid II) 1808-1839

Selama abad ke-18 tanda-tanda kemunduran kerajaan Turki semakin tampak.


Sebab-seba kemunduran itu terdapat dalam kondisi politik. Dampak masa transisi dari
penaklukan ke masa damai dimanfaatkan oleh kekuatan-kekuatan asing, seperti Austria
dan Rusia. Sistem administari tetap sama selama periode ini. Dalam hampir semua bidang
otoritas pemerintah pusat kehilangan pengaruhnya. Pada awal abad ke-18 hal ini belum
begitu tampak. Konstantinopel masih merupakan ibukota yang cemerlang di mana istana
Ahmad III memberikan contoh sebuah kehidupan yang mewah . pada periode ini pula
terjadi perkembangan literatur yang pesat diluar lingkaran ulama’.

Kelas baru sastrawan muncul yang menjadi cikal bakal lahirnya kelas menengah
intelektual yang bermula pada awal abad ke-19. Demikian juga lahir pelukis-pelukis baru
sejak tahun 1727. Kelas baru dari fungsionaris ini adalah budak-budak sultan. Hanya di
bawah Muhammad II posisi mereka diatur dengan cara yang lebih liberal.dalam situasi
pemerintahan itu Janissari dan Sipahi yang disisplin mereka sekarang mengedor beberapa
kali memberontak. Pemberontaka Janissari yang dipimpin oleh Patrona Khalil pada tahun
1730 yang menyebabkan hilangnya tahta Ahmad III, tampaknya lebih ditujkan untuk
melawan aristokrasi baru itu.

Setelah Ahmad III kehidupan di istana menjadi lebih tenang. Kelas penguasa dan
para sultan mulai menyadari kelemahan kerajaan dan berusaha mengatasinya dengan cara
memperkenalkan pembaharuan militer. Salim III melaksanakan pembaharuan militer,
tetapi sangat sedikit yang mendukungnya. Intitisi pasukan baru yang menyebabkan
pemberonrakan Janissari yang didukung oleh para ulam’. Mahmud II akhirnya
mempertimangkan reformasi yang lebih terencana. Ia akhirnya mengambil kesimpulan
bahwa tidak ada jalan lain dalam melaksanakan pembaharuan selain melakukan
pembunuhan massal terhadap Janissari, tindakan itu benar-baenar terjadi di
Konstantinopel pada 16 Juni 1826.[16]

Pada saat yang sama tarekat Bektassyyiyah ditindas. Lemahnya kerajaan pusat
telah menjadi karakterr kerajaan Usmani pada abad ke-18. Aljazair, Tunisia, dan Tripoli
diperintah oleh para Bey secara turun-temurun. Mesir diambil alih oleh Ali Bey. Di
Anattholia pada tahun 1739 ada pemberontakan yang berbahaya dari Syari Beg Oghlu. Di
Mesopotamia dan Iraq kondisinya juga demikian.[17]

Di syiria kaum Druze memiliki amirnya sendiri dan daerah pantai dikuasai oleh Jazzar Pasya
dari Akka.

5. Periode Kelima[18]

Periode ini ditandai dengan kebangkitan kultural dan administratif dari negara di
bawah pengaruh ide-ide barat. Sultan-sultanya adalah:

a. Abdul Majid I (Putera Mahmuud II) 1839-1861

b. Abdul Aziz (Putera Mahmud II) 1861-1876

c. Murad V (Putera Abd. Majid I) 1876-1876

d. Abdul Hamid II (Putera Abd. Majid I) 1876-1909

e. Muhammad V (Putera Abd. Majid I) 1909-1918

f. Muhammad IV (Putera Abd. Majid I) 1918-1922

g. Abdul Majid II (1922-1924), hanya bergelar khalifah, tanpa sultan yang akhirnya
diturunkan pula dari jabata khalifah. Turki Usmani di hapus oleh Kemal Attarurk dan Turki
menjadi negara nasiona Republik Turki.

Pada periode ini muncul gerakan pembaharuan yang kurang lebih merupak aplikasi
dari Tanzimat. Namun demikian tantangan Barat terus berlanjut sehingga secara bertahap
wilayah Usmani semakin berkurang. Pada tahun 1865 Turki kehilangan Serbia, dan dua
kerajaan kecil di Danube. Pada tahun 1878 Serbia, Montonegro dan Rumania lepas dari
Usmani, sedang Bulgaria menjadi semiindependen. Di kawasa Caucasia Turki kehilangan
Qars dan Batum. Inggris mencaplok Cyprus dan Mesir. Burgaria merdeka dan Bosnia dan
Herzegovina diambil oleh Austria. Kemudian Tripoli jatuh ketangan Italia.

Selama abad ke-19 hubungan Turki dengan Persia berjalan baik. Namun, karena keterlibatan
Turki dalam perang Dunia menyebabkan kehilangan beberapa wilayah di Asia.
Konstantinopel sendiri diduduki oleh pasukan sekutu. Kemunduran politik ini pada akhirnya
mengentarkan turunnya sultan Muhammad VI pada tahun 1922 dan kemudian hilangnya
kerajaan Usmani.
C. PERADABAN ISLAM DI TURKI USMANI

Sejak masa Usman bin Ertaghrol yang dianggap pembina pertama kerajaan Turki
Usmani ini dengan nama imperium Ottoman timbullah kemajuan dalam berbagai bidang
agama Islam. Turki membawa pengaruh cukup baik dalam bidang ekspansi agama Islam ke
Eropa.[19]

1. Bidang Pemerintahan dan Militer

Para pemimpin kerajaan Usmani pada masa-masa pertama adalah orang-orang yang kuat
sehingga kerajaan dapat melakukan ekspansi dengan cepat dan luas. Meskipun demikian,
kemajuan kerajaan Usmani hingga mencapai masa keemasannya itu bukan semata-mata
karena keunggulan politik para pemimpinnya. Masih banyak faktor lain yang mendukung
keberhasilan tersebut.

Untuk pertama kali, kekuatan militer kerajaan ini mulai diorganisasi dengan baik dan teratur
ketika terjadi kontak senjat dengan Eropa. Ketika itu pasukan tempur yang besar sudah
terorganisasi. Pengorganisasian yang baik, taktik dan strategi tempur Usmani berlangsung
tanpa halangan berarti. Namun tidak lama setelah kemenangan tercapai, kekuatan mliter yang
besar ini dilanda kekisruhan. Kesadaran perajuritnya menurun. Mereka merasa dirinya
sebagai pemimpin-pemimpin yang berhak menerima gaji. Akan tetapi keadaan tersebut
segera dapat diatasi oleh Orkhan dengan jalan megadakan perombakan besar-besaran dalam
tubuh militer.

Perbaharuan dalam tubuh orginisasi militer oleh Orkhan tidak hanya dalam bentuk mutassi
personil-personil pemimpin, tetapi juga diadakan perombakan dalam keanggotaan. Bangsa-
bangsa non Turki dimasukkan sebagai anggota dan dibimbing dalam suasana Islam untuk
dijadikan prajurit. Program ini ternyata berhasil dengan terbentuknya kelompok militer baru
yang disebut pasukan Jenissari dan Inkisyariah. Pasukan inilah yang dapat mengubah negara
Usmani menjadi mesin perang yang paling kuat dan memberikan dorongan yang amat besar
dalam penaklukan negara-negara non-muslim.

Di samping Jenisseri, ada lagi prajurit dari tentara kaum feodal yang dikirim kepada
pemerintah pusat. Pasukan ini disebut tentara atau militer Thaujjah. Angkatan lautpun
dibenahi, karena ia memiliki peranan yang besar dalam perjalanan ekspansi Turki Usmani.
Pada abad ke-16 angkatan laut Turki Usmani mencapai puncak kejayaannya. Kekuatan
militer Turki Usmani yang tangguh itu dengan cepat dapat menguasai wilayah yang sangat
luas, baik di Asia, Afrika, maupun Eropa.

Keberhasilan ekspansi tersebut dibarengi pula dengan terciptanya jaringan pemerintah yang
teratur. Dalam mengelola pemerintahan yang luas, sultan-sultan Turki Usmani senantiasa
bertindak tegas. Dalam struktur pemerintahan, sultan sebagai penguasa tertinggi, dibantu oleh
Shadr Al-A’zham (perdana mentri) yang membawahi Pasya (gubernur). Gubernur
mengepalai daerah tingkat I. Di bawahnya terdapat beberapa orang Az-Zanaziq atau Al-
Alawiyah (bupati). Untuk mengatur urusan pemerintahan negara, di masa Sultan Sulaiman I
disusun sebuah kitan undang-undang (qanun). Kitab tersebut diberi nama Multaqa Al-Abhur,
yang menjadi pegangan hukum bagi kerajaan Turki Usmani sampai datangnya reformasi
pada abad ke-19. Karena jasa Sultan Sulaiman I yang amat berharga ini, di ujung namannya
ditambah gelar Sultan Sulaiman Al-Qanuni.

Kemajuan dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan ini membawa Dinasti Turki Usmani
menjadi sebuah negara yang cukup disegani pada masa kejayaannya.

2. Bidang Ilmu Pengetahuan[20]

Peradaban Turki Usmani merupaka perpaduan bermacam-macam peradaban, diantaranya


adalah peradaban Persia, mereka banyak mengambil pelajaran-pelajaran tentang etika dan
tata krama dalam istana raja-raja. Organisasi pemerintahan dan kemilitera banyak mereka
serap dari Bizantium. Sedangkan ajaran tentang perinsip-perinsip ekonomi, sosial
kemasyarakatan dan keilmuan mereka terima dari orang-orang Turki Usmani yang terkenal
sbagai bangsa yang senang dan mudah berasimilasi dengan bangsa asing utnuk menerima
kebudayaan luar.

Sebagai bangsa yang berdarah militer, Turki Usmani lebih banyak memfokuskan kegiatan
mereka dalam bidang kkemiliteran sementara dalam bidang ilmu pengetahuan, mereka
kelihatan tidak begitu menonjol. Karena itulah dalam khazanah intelektual Islam kita tidak
menemukan ilmuan terkemuka dari Turki Usmani.

3. Bidang kebudayaan[21]

Dinasti Usmani di Turki telah membawa peradaban Islam menjadi peradaban yang cukup
maju. Pada zaman kemajuannya. Dalam bidang kebudayaan Turki Usmani banyak muncul
tokoh-tokoh penting seperti yang terlihat pada abad ke-16, 17, dan 18. Antara lain abad ke-
17,
muncul penyair yanitu Nafi’ (1582-1636 M). Nafi’ bekerja untuk Murad Pasya dengan
menghasilkan karya-karya sastra Kaside yang mendapat tempat di hati para Sultan.

Di antara penulis yang membawa pengaruh Persia ke dalam istana Usmani adalah Yusuf
Nabi (1642-1721 M), ia muncul sebagai juru tulis bagi Musahif Mstafa, salah seorang
menteri Persia dan ilmu-ilmu agama. Dalam bidang sastra prosa Kerajaan Usmani melahirkan
dua tokoh terkemuka yaitu Katip Celebi dan Evliya Celebi. Yang terbesar dari smeua penulis
adalah Mustafa bin Abdullah, yang dikenal dengan Katip Celebi dan Haji Halife (1609-1657
M). Ia menulis buku bergambar dalam karya terbesarnya Kasyf Az-Zunun fi Asmai Al-Kutub
wa Al-Funun. Selain itu terdapat salah seorang penyair yang paling terkenal adalah
Muhammad Esat Efendi yang dikenal dengan Galip Dede atau Syah Galip (1757-1799
M).adapun di bidang seni arsitektur Islam pengaruh Turki sangat dominan, misalnya
bangunan-bangunan mesjid yang indah, seperti mesjid Al-Muhammadi atau Majid Sultan
Muhammad Al-Fatih, Masjid Agung Sultan Sulaiman, dan masjid Aya Sophia yang berasal
dari sebuah gereja.[22]

Pada masa Sulaiman di kota-kota besar dan kota-kota lainnya banyak dibangun mesjid,
sekolah, rumah sakit, gedung maka, jembatan, saluran air, villa, dan pemandian umum.
Disebutkan bahwa 235 buah bangunan di bawah koordinator Sinan, seorang arsitek asal
Anatolia.

4. Bidang Keagamaan[23]

Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam lapangan sosial dan
politk. Masyarakat digolong-golongkan berdasarkan agama, dan kerajaan sendiri sangat
terikat dengan syariat sehingga fatwa ulama menjadi hukum yang berlaku. Karena itu ulama
mempunyai tempat tersendiri dan berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Mufti,
sebagai pejabat urusan agama tertinggi, berwenang memberi fatwa resmi terhadap problema
keagamaan yang dihadapi masyarakat. Tanpa legitimasi Mufti keputusan hukum kerajaan
bisa tidak berjalan.

Pada masa Turki Usmani tarekat juga mengalami kemajuan. Tarekat yang paling berkembang
ialah tarekat Bektasyi dan tarekat Maulawi. Kedua tarekat ini banyak dianut oleh kalangan
sipil dan militer. Tarekat Bektasyi mempunyai pengaruh yang amat dominan di kalangan
tentara Jenissari, sehingga mereka sering disebut tentara Bektasyi. Sementara tarekat
Maulawi mendapat dukungan dari para penguasa dalam mengimbangi Jenissari Bektasyi.
Kajian mengenai ilmu keagamaan Islam, seperti fiqh, ilmu kalam, tafsir dan hadis boleh
dikatakan tiak mengalami perkembangan yang berarti. Para penguasa lebih cenderung untuk
menegakkan satu faham (mazhab) keagamaan dan menekan mazhab lainnya. Sultan Abdul
Hamid misalnya, begitu fanatik terhadap aliran Al-Asy’ariyah. Ia merasa perlu
mempertahankan aliran tersebut dari kritikan aliran lain. Sultan memerintah kepada Syaik
Husein Al-Jisr Ath-Tharablusi menulis kitab Al-Hunus Al-Hamidiyah, yang mengupas
tentang masalah ilmu kalam, untuk melestarikan lairan yang dianutnya. Akibat kelesuan di
bidang ilmu agama dan fanatik yang berlebihan maka ijtihad tidak berkembang. Ulama hanya
menulis buku dalam bentuk syarah dan hasyiyah terhadap karya-karya klasik.

Bagaimanapun kerajaan Turki Usmani banyak berjasa, terutama dalam perluasan wilayah
kekuasaan Islam ke benua Eropa. Ekspansi kerajaan ini untuk pertama kalinya lebih banyak
ditujuka ke Eropa Timur yang belum masuk ke dalam wilayah kekuasaan dan agama islam.
Akan tetapi karena dalam bidang peradaban dan kebudayaan kecuali dalam hal-hal yang
bersifat fisik pekembangannya jauh di bawah kemajuan politik, maka bukan saja negeri-
negeri yang sudah ditaklukan itu, akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan pusat, tetapi juga
masyarakatnya tidak banyak yang memeluk agama Islam.[24]

D. KEMUNDURAN TURKI USMANI

Setelah Sultan Al-Qanuni wafat (1566 M), kerajaan Turki Usmani memulai memasuki fase
kemunduran. Akan tetapi, sebagai sebuah kerajaan yang sangat besar dan kuat, kemunduran
itu tidak langsung terlihat. Sultan Suliaman Al-Qanuni digan ti oleh Sultan Salim II.

Di masa pemerintahannya terjadi pertempuran antara armada laut kerajaan Usmani dengan
armada laut kristen yang terdiri dari angkatan lau Spanyol, Bundukia, Sri Paus dan sebagian
kapal para pendeta Malta yang dipimpn oleh Don Juan dari Spanyol.[25]

Pertempuran ini terjadi di Selat Liponto (Yunani). Dalam pertempuran ini Turki Usmani
mengalami kekalahan yang mengakibatkan Tunisia dapat direbut musuh. Baru pada masa
sultan berikutnya Sultan Murad III, Tunisia dapat direbut kembali. Pada masa Sultan Murad
III (1574-1595) Kerajaan Usmani pernah berhasil menyerbu Kaukasia dan menguasai Tiflis
di laut Hitam (1577 M), merampas kembali Tibris, ibu kota kerajaan Safawi, menundukkan
Georgia, mencampuri urusan dalam negeri Polandia dan mengalahkan gubernur Bosnia pada
tahun 1593 M.[26]
Namun karena kehidupan moral Sultan yang kurang baik menyebabkan timbulnya kekacauan
dalam negeri. Apalagi ketika pemerintahan dipegang oleh para sultan yang lemah seperti
Sultan Muhammad III, dalam siatuasi yang kurang baik itu, Austria berhasil memukul
kerajaan Usmani.

Sesudah Sultan Ahmad I (1603-1617 M) situasi semakin memburuk dengan naiknya Mustafa
I. Karena gejolak politik dalam negeri tidak dapat diatasinya, Syaikh Al-Islam, mengeluarkan
fatwa agar ia turun dari tahta dan diganti oleh Usman II.

Pengganti Sultan Mustafa III adalah Sultan Abdul Hamid seorang Sultan yang lemah. Pada
masa Sultan Hamid mengadakan perjanjian dengan Catherine II dari Rusia yang diberi nama
perjanjian Kinarja, isinya yaitu kerajaan Usmani harus menyerahkan benteng-benteng yang
berada di laut Hitam kepada Rusia dan memberi izin kepada armada Rusia untuk melintas
selat yang menghubungkan Laut Hitam dan laut puith, dan kerajaan Usmani mengakui
kemerdekaan Kirman.[27]

Demikianlah proses kemunduran yang terjadi di kerajaan Usmani selama dua abad lebih
setelah ditinggal Sultan Sulaiman al-Qanuni. Tidak ada tanda-tanda membaik sampai abad ke
19 M.. Bukan hanya negeri-negeri Eropa yang memang sedang mengalami kemajuan yang
memberontak terhadap kekuasaan kerajaan Usmani, tetapi juga beberapa daerah di Timur
Tengah mencoba bangkit memberontak.

Banyak faktor yang menyebabkan kerajaan Usmani itu mengalami kemunduran, diantaranya
adalah:[28]

1. Wilayah kekuasaan yang sangat luas, administrasi pemerintahan bagi suatu negara yang
amat luas wilayahnya sangat rumit dan kompleks, sementara administari pemerintahan
kerajaan Usmani tidak beres. Di pihak lain para penguasa sangat berambisi menguasai
wilayah yang sangat luas, sehingga mereka terlibat perang terus menerus dengan berbagai
bangsa, hal ni tentu menyedot potensi yang seharusnya dapat digunakan untuk membangun
negara,

1. Heterogenitas penduduk, sebagai kerajaan besar, Turki Usmani menguasai wilayah yang
amat luas, mencakup Asia Kecil, Armenia, Irak, Siria, Hejaz, dan Yaman di Asia. Mesir,
Libia, Tunis, dan Aljazair di Afrika, dan Bulgaria, Yunani, Yugoslavia, Albania, Hongaria,
dan Rumania di Eropa.
2. Kelemahan para penguasa, sepeninggalan Sulaiman Al-Qanuni, kerajaan Usmani
diperintah oleh sultan-sultan yang lemah baik dalam kepribadian terutama dalam
kepemimpinannya. Akibatnya pemerintahan menjadi kacau. Kekacauan itu tidak pernah
dapat diatasi secara sempurna, bahkan semakin lama menjadi semakin perah.

3. Budaya Pungli (korupsi), pungli merupakan perbuatan yang sudah umum terjadi dalam
kerajaan Usmani, setiap jabata yang hendak diraih oleh seseorang harus “dibayar” dengan
sogokan kepada orang yang berhak memberikan jabatan tersebut. Berjangkitnya buday
Pungli ini mengakibatkan dekadensi moral kian merajalela yang membuat pejabat semakin
rapuh.

4. Pemberontakan tentara Jenissari, kemajuan ekspansi kerajaan Usmani banyak ditentukan


oleh kuatnya tentara Jenissari, dengan demikian dapat dibayangkan bagaimana kalau tentara
ini memberontak. Pemberontakan tentara Jenissari terjadi sebanyak empat kali.

5. Merosotnya ekonomi, akibat perang yang tak pernah berhenti pereekonomian negara
merosot. Pendapatan berkurang sementara belanja negara sangat besar untuk biaya perang.

6. Terjadinya Stagnasi dalam lapanagan Ilmu dan Teknologi, kerajaan Usmani kurang
berhasil dalam mengembangkan ilmu dan teknologi, karena hanya mengutamakan
penegmbangan kekuatan militer. Kemajuan militer yang tidak diimbangi oleh kemajuan ilmu
dan teknologi menyebabkan kerajaan ini tidak sanggup menghadapi persenjataan musuh dari
Eropa yang lebih maju.

Karena faktor-faktor tersebut, Turki Usmani menjadi lemah dan kemudian mengalami
kemunduran dalam berbagai bidang.[29] Pada periode selanjutnya di masa modern,
kelemahan kerajaan Usmani ini menyebabkan kekuatan Eropa tanpa segan-segan menjajah
dan menduduki daerah-daerah muslim yang dulunya berada di bawah kekuasaan Kerajaan
Usmani, terutama di Timur Tengah dan Afrika Utara.[30]
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Dinasti Usmani di Turki merupakan kerajaan Islam yang berkuasa cukup lama hampir 7
abad lamanya (1290-1924 M) dan merupakan kerajaan besar, kerajaan Usmani didirikan oleh
Usman I Putra Ertohul bangsa Turki dari kabilah Oghus yang mula-mula mendiami daerah
Mongol dan daerah utara Cina

2. Dalam sekian lama kekuasaannya sekitar 165 tahun berkuasa tidak kurang dari tiga puluh
delapan sultan, yang sejarah kekuasaan mereka bisa di bagi menjadi lima periode.

3. Dinasti Turki mengalami kemajuan dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang
ekspansi atau perluasan agama islam, dalam bidang kemiliteran dan pemerintahan, dalam
segi budaya, sastra dan arsitek bangunan, dalam bidang keagamaan, sedangakan dalam
bidang ilmu pengetahuan tidak mengalami kemajuan yang berarti

4. Turki Usmani mengalami masa kemunduran yang disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
wilayah kekuasaan yang sangat luas, heterogenitas penduduk, kelemahan para penguasa,
budaya pungli (korupsi), pemberontakan tentara jenissari, merosotnya ekonomi, dan
terjadinya stagnasi dalam lapanagan ilmu dan teknologi.
B. Saran

Dalam penyusunan makalah ini, penyusun merasa masih banyak kekurangan-kekurangan


baik pada teknik penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki
penyusun. Penyusun menerima saran dan kritik yang bersifat membangun dan dapat lebih
menyempurnakan makalah ini.

Anda mungkin juga menyukai