Anda di halaman 1dari 13

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Abad pertengahan di Eropa sering disebut zaman kemunduran jika


dibandingkan dengan zaman klasik (Yunani-Romawi). Sebaliknya Negara-negara
Arab pada abad pertengahan mengalami kemajuan, namun akhirnya negeri itu
sedikit demisedikit mengalami kemerosotan. dalam bidang kebudayaan dan
kekuasaan.
Setelah perang manzikert pada tahun 463 H / 1071 M, yang dimenengkan
oleh orang-orang saljuk dengan kemenangan yang paling gemilang atas Romawi,
pengaruh kemenangan ini terus meluas ke negeri Anatolia dan kemudian jatuh
ketangan mongolia.bersamaan lemahnya Mongolia, pemerintahan saljuk Romawi
terpecah menjadi beberapa pemerintahan dengan kondisi yang lemah dan saling
bertikai. Pemerintahan Usmaniyah lalu menguasainya pada waktu yang berbeda,
kemudian menyatukan wilayah ini dibawah benderanya.
Di sisi lain, kabangkitan Pemerintah Utsmani berawal dari hancurnya
kerajaan Bani Abbasiyah yang ditandai dengan kematiannya khalifah Abbasiyah
setelah ada serbuan dari raja Khulagu Khan yang dimulai dengan pembantaian
dan perampokkan di Baghdad tahun 1258 Masehi. pembantaian tersebut
berlangsung selama 6 minggu yang menurut Ibnu Khaldun menewaskan kurang
lebih 1.600.000 penduduk sipil yang tidak berdaya.1
Dengan hancurnya kerajaan Bani Abbasiyah, kerajaan Islam pada waktu itu
juga ikut hancur. Karena kerajaan Bani Abbasiyah merupakan salah satu kerajaan
Islam besar yang menjadi tumpuan di dunia. Setelah peristiwa tersebut, muncul
1
Oyo Sunaryo Mukhlas, Perkembangan Peradilan Islam, (Bandung: Ghalia Indonesia,
2012), h. 93.

1
Kesultanan Usmaniyah yang dapat menunnjukkan kembali kegagah-perkasaan
dunia Islam. Kesultanan Usmaniyah berhasil dengan gemilang menyambungkan
kembali usaha dan kemegahan masa pemerintahan Islam sebelumnya. Kerajaan
ini mempertahankan kemegahannya sampai abad ke-20 , baik secara Ofensif di
masa jayanya maupun secara defensif di masa menurun.2
Rentang sejarah antara tahun 923-1342 H dari sejarah Islam merupakan
masa Usmaniyah. Hal ini karena kekuasaan Usmaniyah merupakan periode
terpanjang dari halaman sejarah Islam. Selama 5 abad pemerintahan Usmaniyah
telah memainkan peran yang pertama dan satu-satunya dalam menjaga dan
melindungi kaum muslim. Usmaniyah merupakan pusat khalifah Islam yang
terkuat pada masa itu, bahkan merupakan Negara paling besar di dunia.
Sekalipun telah muncul pada tahun 699 H / 1299 M, namun pemerintahan
ini belum menjadi khalifah. Orang-orang Usmaniyah belum mengumumkan
kekhalifahan mereka, hingga akhirnya khalifah Abbasiyah di kairo menyerahkan
kepada mereka kekhalifahannya pada tahun 923 H / 1517 M.
Di Negara-Negara Arab pada masanya, kerajaan turki usmani merupakan
kerajaan terbesar dan peling lama berkuasa, berlangsung selama enam abad lebih
(1281-1924 M). Turki merupakan salah satu Negara Islam yang terletak di
kawasan Eropa Tenggara dan Asia kecil. Negara ini berbatasan langsung dengan
Georgia, Armenia, Azerbijan dan Iran di Timur, Iraq, Suriah dan Laut Tengah di
Selatan, Laut Hitam di Utara, Laut Aegea di Barat dan Yunani serta Belgia di
Barat Laut. Luas wilayahnya sekitar 779.452 km2. Di antaranya 755.688 km2 di
Asia Kecil (semenanjung Anatolia) dan 22.364 km2 di Eropa Tenggara.3
Pada masa pemerintahan turki Usmani, para sultan bukan hanya merebut
negri-negri Arab, tetapi juga seluruh wilayah kaukasus dan wina bahkan sampai
ke balkan. Dengan demikian tumbuhlah pusat-pusat Islam di Trace, Mecodonia,
dan sekitarnya. Padahal semula kerajaan Usmani hanya memiliki wilayah yang
sangat kecil, tetapi dengan dukungan militer yang kuat, tidak beberapa lama

2
Oyo Sunaryo Mukhlas, Perkembangan Peradilan Islam, h. 94.
3
Tim Penyusun Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Cet. II, ( Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 1954), hlm. 113

2
Usmani menjadi sebuah kerajaan besar4. Kemajuan dan perkembangan ekspansi
kerajaan Turki Usmani yang demikian luas dan berlangsung dengan cepat diikuti
pula dengan kemajuan-kemajuan dalam bidang kehidupan yang lain. Di antaranya
adalah bidang keagamaan. Namun yang akan dibahas dalam makalah ini adalah
difokuskan mengenai sejarah peradilan Islam pada masa kerajaan Turki Usmani.
B. Rumusan Masalah
1. Bagamana bentuk peradilan Islam pada masa Turki Usmani ?
2. Bagaimana periodesasi perkembangan peradilan Islam pada masa Turki
Usmani ?
3. Bagaimana kemunduran kerajaan Turki Usmani ?

4
K. Ali, Sejarah Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1956), hlm. 364.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Singkat Kerajaan Turki Usmani

Kerajaan Turki Usmani berasal dari keturunan Usman Ibn Sauji Ibn
Arthogol Ibn Sulaiman Syah Ibn Kia Alp. Berdirinya kerajaan ini atas prakarsa
Bangsa Turki dari kabilah Oghuz, suku Nomanik di Asia kecil yang mendiami
daerah mongol dan daerah utara negeri Cina.
Mereka memeluk Islam sekitar abad ke-9 atau abad ke-10, yaitu ketika
mereka menetap di Asia tengah. Hal ini karena mereka bertetangga dengan dinasti
Samani dan dinasti Ghaznawi.
Pada abad ke-13 mereka mendapat serangan dari Mongol dan menetap di
Kota Athlah, sebelah timur Turki dan bergabung dengan Dinasti Saljuk yang
ketika itu berada dibawah kekuasaan Sultan Alauddin Kaikobad. Ertogul yang
ketikaitu adalah pemimpin Turki Usmani, berhasil membantu Sultan Saljuq dalam
menghadapi Byzantium. Atas keberhasilan tersebut ia mendapat penghargaan dari
Sultan Alauddin, berupa sebidang tanah di Asia kecil yang berbatasan dengan
Bizantium. Sejak itu mereka terus membina wilayah barunya dan memiliki
Syukud sebagai Ibu kota. Selain itu Ertotogul juga diberikan wewenang untuk
memperluas wilayahnya. Setelah Entogrol meninggal, kedudukannya digantikan
oleh anaknya yang bernama Utsman.5
Pada tahun 1300 M Kerajaan Saljuk mendapat serangan dari bangsa
Mongol, sehingga Sultan Alauddin II terbunuh. Keturunannya tidak ada yang
layak untuk menggantikannya, maka tidak berapa lama setelah ia meninggaal
wilayahnya terpecah-pecah menjadi beberapa kerajaan kecil. Sejak itulah Usman
memproklamirkan dirinya sebagai Padisyah dan kerajaan Usmani dinyatakan
berdiri, dengan penguasa pertama yaitu Usman yang sering disebut dengan Usman
I la mendapat dukungan dari berbagai lapisan pembesar Saljuk, maka seluruh
berkas wilayah kesultanan Saljuk menjadi wilayah kesultanan Turki Usmani dan
5
Muhammad Asra dan Dewi Suci Cahyani Yusuf, “DINASTI TURKI USMANI”, Jurnal
Ushuluddin Adab dan Dakwah, vol.1 no. 1. Hal. 104

4
menjadikan Broessa sebagai ibu kota resmi pada tahun 1326.6
Kerajaan Turki Usmani yang sempat dipimpin oleh lebih kurang 37 sultan
telah memiliki andil yang pantas diperhitungkan dalam mempertebal lembaran
buku sejarah Islam. Salah satunya dalam bidang peradilan Islam. Salah satu kajian
dalam lapangan hukum dan peradilan Islam adalah pada aspek sejarahnya.
B. Bentuk Peradlan Islam pada Masa Turki Usmani
Kewenangan peradilan Islam pada masa Turki Usmani dibagi menjadi
dua, yaitu kewenangan hukum/peradilan syari‘ah yang disebut qadhi dan
kewenangan dalam hukum-hukum non-syari‘ah yang disebut syurthah. Kedua ke
wenangan ini masing-masing diserah kan kepada lembaga dan pejabat yang
berbeda. Kedua kelembagaan ini ialah:
1. Al-Qadhi

Kelembagaan ini diserahi kewenangan dalam pelaksanaan hukum-hukum


syari’ah. Kekuasaan qadhi diatur secara hierarkis, mulai dari tingkat pusat sampai
daerah. Seluruh kekuasaan qadhi dikepalai oleh Qadhi al-Qudhat dan
berkedudukan di ibukota kerajaan atau Istanbul. Qadhi al-Qudhat membawahi
atau mengepalai:
a. Al-Qadhi (biasa), yang berwenang menangani perkara-perkara sipil bukan
perkara militer.
b. Qadhi al-Jund atau Qadhi al-Asykari, yang berwenang menyelesaikan
masalah di bidang militer.
c. Nazir al-Mazalim, yakni pejabat kehakiman yang bertugas menyelesaikan
perkaraperkara yang berhubungan dengan penyelewengan yang dilakukan
oleh pejabat pemerintahan (peradilan tata usaha negara). Tugas nazir al-
mazalim ini antara lain menyelesaikan perkara perlakuan-perlakuan tidak
adil atau penganiayaan terhadap rakyat, seperti penetapan pajak yang terlalu

6
Betti Megawati,”Kerajaan Turki Usmani”, Tarbiyah Bil Qalam: Jurnal Pendidikan, Agama
dan Sains. Vol. IV, No 1. Tahun 2020 hal.60.

5
tinggi dan sita harta yang tidak sah.7
Untuk tingkat daerah, kekuasaan peradilan dibagi kepada tiga komposisi,
yaitu, inspektur (al-muftisy), hakim (al-qadhi) dan wakil hakim (nuwab al-qadhi).
Hukum materil yang digunakan oleh peradilan dan lembaga kehakiman tersebut
adalah hukum-hukum fiqih dari mazhab Imâm Abû Hanifah sebagai mazhab
resmi yang berlaku di Turki Usmani.8

2. Syurthah

Kelembagaan ini diserahi kewenangan dalam pelaksanaan hukum hukum


non-syari'ah, misalnya ganun, bidang keagamaan dan ke tertiban, khususnya
yang menyangkut tugas-tugas kepolisian. Lembaga ini dikepalai oleh Shahib al-
Syurthah. Kadang-kadang di sebut juga dengan Shahib al Mu'unah, atau kadang-
kadang disebur malah dengan Wall. Secara konkrit tugasnya ia lah mencegah
timbulnya kejahatan-kejahatan kriminal, memeriksa pelanggaran-pelanggaran
hukum, dan menghukum orang yang bersalah. Hukum materil yang di pakainya
dalam hal ini ialah hukum adat setempat.
C. Masa Perkembangan Peradilan
Agama dalam tradisi masyarakat Turki mempunyai peranan besar dalam
lapangan sosial dan politik. Masyarakat digolongkan berdasarkan agama.
Kerajaan sendiri sangat terikat dengan syari’at sehingga fatwa ulama menjadi
hukum yang berlaku. Oleh karena itu ulama mempunyai tempat tersendiri dan
berperan besar dalam kerajaan dan masyarakat. Tanpa legitimasi mufti, keputusan
hukum kerajaan bisa tidak berjalan.9

7
Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I (Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 1984), h. 112
8
Abd. Mukhsin, TURKI USMANI DAN POLITIK HUKUMNYA,” MIQOT: JurnalIlmu-ilmu
Keislaman, Vol. XXXIII No. 2, Juli-Desember 2009. h. 219.
9
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), h. 137

6
Perkembangan hukum Islam di Turki dibagi oleh Harun Nasution ke
dalam tiga periode besar yaitu periode awal (650-1250 M), periode pertengahan
(1250- 1800 M), dan periode modern (1800 sampai sekarang).10

1. Periode Awal (650-1250 M)

Periode ini, syari’at islam dilaksanakan dengan murni sesuai dengan ajaran
Al-Qur’an dan Sunnah.

2. Periode Pertengahan (1250-1800 M)

Pada periode pertengahan sudah ada usaha untuk memasukkan hukum


Islam ke dalam perundang-undangan negara yaitu ketika khalifah al- Manshur
menyerukan untuk membuat suatu undang-undang yang diambil dari Alquran dan
Sunnah yang berlaku untuk semua negeri. 11 Usaha ini dilakukan setelah melihat
adanya perbedaan pendapat di kalangan fuqaha dan perbedaan putusan di
kalangan hakim-hakim dalam memutuskan suatu persoalan yang sama. Usaha
tersebut tidak berhasil karena para fuqaha tidak memaksakan pendapatnya untuk
diikuti dan karena menyadari bahwa ijtihad yang dilakukannya bisa saja salah.

Usaha tersebut baru terwujud setelah munculnya buku Al-Majallah al-


Ahkam al-Adliyah pada tahun 1823. Dengan demikian dikeluarkanlah keputusan
pemerintah Turki Usmani untuk memakai kitab undang-undang tersebut sebagai
pegangan para hakim di pengadilan pengadilan. Kitab tersebut terdiri dari 185
pasal yang dibagi menjadi 16 bab. Yaitu:

1) Jual beli

2) Sewa menyewa

3) Tanggungan

10
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, (Jakarta:
Bulan Bintang, 1996) h. 12-13
11
Ahmad Hanafi, Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, cet. V, (Jakarta: PT. Bulan Bintang,
1989), h. 216.

7
4) Pemindahan utang atau piutang

5) Gadai

6) Titipan

7) Hibah

8) Rampasan

9) Pengampunan, paksaan dan hak beli dengan paksa

10) Serikat dagang

11) Perwakilan

12) Perdamaian dan pembebasan hak

13) Pengakuan

14) Gugatan

15) Pembuktian dan sumpah


16) Peradilan.12
Dengan demikian kitab Undang-Undang ini merupakan kitab Undang-
Undang Hukum Perdata Umum (positif) pertama yang diambil dari ketentuan
hukum Islam, dan diambil dari mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi negara pada
waktu itu.
Selain kitab tersebut di atas, dikeluarkan pula Undang-Undang Keluarga
(Qanun„Ailat) pada tahun 1326, yang dikhususkan untuk masalah-masalah kawin
dan putusnya perkawinan.13 Dalam Undang-Undang ini, banyak ketentuan-
ketentuannya yang tidak diambil dari mazhab Hanafi, seperti tidak sahnya
perkawinan orang yang dipaksa dan tidak sahnya talaq yang dijatuhkannya.
Keluarnya kedua undang-undang tersebut merupakan kodifikasi hukum pertama

12
Ibid. h. 219.
13
Ibid. h. 221.

8
yang bersumber pada syari’at Islam14. Dan sebagai Langkah pertama untuk
meninggalkan taqlid buta dan untuk tidak terikat dengan satu mazhab tertentu,
baik dalam bentuk keputusan hakim, maupun dalam pendapat orang biasa.
Bentuk-bentuk peradilan pada masa ini adalah:

a. Mahkamah Biasa atau Rendah (al-Juziyat), yang bertugas


menyelesaikan perkara-perkara pidana dan perdata.
b. Mahkamah Banding 15
(Mahkamah al-Isti’naf), yang bertugas meneliti
dan

mengkaji perkara yang sedang terjadi.

c. Mahkamah Tinggi (Mahkamah al-Tamayz au al-Naqd wa al-Ibram),


yang bertugas memecat paraa qadhi yang terbukti melakukan kesalahan
dalam menetapkan hukum.
d. Mahkamah Agung (Mahkamah al-Isti’naf al Ulya), yang langsung di
bawah pengawasan Sultan.

Pada akhir periode pertengahan mulai muncul pemikiran pembaharuan. Hal


ini karena mulai adanya penetrasi Barat (Eropa) terhadap dunia Islam. Namun ide-
ide pembaharuan itu mendapat tantangan dari kaum ulama, karena bertentangan
dengan faham tradisionalis yang terdapat di kalangan umat Islam. Kaum ulama
dalam menentang usaha tersebut menjalin kerjasama dengan Yeniseri.16 Hal ini
membuat gagalnya usaha pembaharuan pertama di Kerajaan Usmani.
D. Kemunduran Kerajaan Turki Usmani
Kehancuran Kerajaan Turki Utsmani merupakan transisi yang lebih
komplek dari masyarakat Islam pada abad ke- 18. Menjadi negara-negara nasional

14
J. N. D. Anderson, Islamic Law in the Moderen World diterjemahkan oleh Mahmud
Husain dengan judul Hukum Islam di Dunia Moderen, Cet. I (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya,
1994), h. 28.
15
Aris Bintania, Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-Qadha, (Jakarta:
Rajawali Pers, 2012), 167. Yang dikutip dari bukunya M. Yahya Harahap yang berjudul
(kedudukan, kewenangan dan acara pearadilanagama“undang -undang nomor 7 tahun 1989)
16
Harun Nasution, Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan, h. 18.

9
modern, Kerajaan Ustmani menguasai wilayah yang sangat luas, meliputi Balkan,
Turki, Timur Tengah, Mesir dan Afrika Utara, dan pada abad ke-19, Utsmani
pada intinya memperbaiki kekuasaan pemerintah pusat mengkonsolidasikan
kekuasaannya atas beberapa provinsi dan melancarkan reformasi ekonomi, sosial,
dan kultural yang dengan kebijakan tersebut mereka berharap dapat menjadikan
Kerajaan Utsmani mampu bertahan di dunia modern pada saat itu17. Dengan
semua yang sudah dilakukan untuk mewujudkan kerajaan yang mampu bersaing
di era modern, Turki Ustmani tetap kehilngan banyak wilayah, karena beberapa
kekuatan Eropa yang terlebih dahulu mengkonsolidasikan militer, ekonomi dan
kemajuan teknologi mereka sehingga pada abad ke-19 Bangsa Eropa jauh lebih
kuat dibandingkan Turki Ustmani.
Kemunduran Turki Ustmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman Al-Qonuni.
Hal ini disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan
Sulaiman meninggal, diantaranya perebutan kekuasaan antara keturunannya.
Terjadinya perebutan kekuasaan tersebut terjadi karena keturunan Sulaiman
Sebagian besar adalah orang yang lemah dan berperilaku buruk. Hal lain yang
menyebabkan kemunduran Turki Ustmani adalah melemahnya semangat
perjuangan prajurit Utsmani yang mengakibatkan kekalahan dalam mengahadapi
beberapa peperangan. Ekonomi semakin memburuk dan sistem pemerintahan
tidak berjalan semestinya. Selain faktor diatas, ada juga faktor-faktor yang
menyebabkan Kerajaan Ustmani mengalami kemunduran, diantaranya adalah
wilayah kekuasaan yang sangat luas yang menyebabkan kesulitan dalam
melakukan administrasi pemerintahan, terutama pasca pemerintahan Sultan
Sulaiman, sehingga administrasi pemerintahan kerajaan Utsmani tidak berjalan
semestinya. Faktor yang lain adalah heterogenitas penduduk, kelemahan para
penguasa, adanya pemberontakan Tentara Jenissari, merosotnya ekonomi yang
disebabkan oleh peperangan, dan tidak berkembangnya disiplin ilmu dan
teknology, sehingga tidak bisa mengikuti perkembangan zaman18.

Karakteristik peradilan pada saat itu adalah kelembagaan hukum dan


17
Badri Yatim, “Sejarah Peradaban Islam,” Dirasah Islamiyah II, h. 219.
18
Ibid. h. 221-224.

10
peradilan tertinggi dipimpin oleh khalifah, pada saat itu khalifah bukan hanya
sebagai kepala negara tapi juga sebagai kepala hakim. Produk hukum yang
menjadi dasar pada saat itu adalah putusan-putusan khalifah tentang banyak
persoalan yang dinamakan iradah saniyah dan hukum-hukum yang terbentuk
didalam rapat Menteri dengan persetujuan khalifah yang dinamakan dengan
qanun.19

19
Tihami, “Hukum dan Peradilan Islam pada Masa Turki Ustmani,” al-Qalam, Vol 10:50
(1994), h. 15.

11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa kewenangan
peradilan Islam pada masa Turki Usmani dibagi menjadi dua, yaitu kewenangan
hukum/peradilan syari‘ah yang disebut qadhi dan kewenangan dalam hukum-
hukum non-syari‘ah yang disebut syurthah. Perkembangan hukum Islam di Turki
dibagi ke dalam tiga periode besar yaitu periode awal (650-1250 M),
periode pertengahan (1250-1800 M), dan periode modern (1800 sampai sekarang).
Pada masa pertengahan dikeluarkanlah kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Umum (positif) pertama yang diambil dari ketentuan hukum Islam, dan diambil
dari mazhab Hanafi sebagai mazhab resmi negara pada waktu itu.
Kemunduran Turki Ustmani terjadi setelah wafatnya Sulaiman Al-Qonuni.
Hal ini disebabkan karena banyaknya kekacauan yang terjadi setelah Sultan
Sulaiman meninggal, diantaranya perebutan kekuasaan antara keturunannya.
Sedangkan karakteristik peradilan pada saat itu adalah kelembagaan hukum dan
peradilan tertinggi dipimpin oleh khalifah. Produk hukum yang menjadi dasar
pada saat itu adalah putusan-putusan khalifah tentang banyak persoalan yang
dinamakan iradah saniyah.

12
DAFTAR PUSTAKA
Ali, K. (2000). Sejarah Islam: Tarikh Pramodern, terj. Ghufron A. Mas' adi
(Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996).

Anderson, J. N. D. (1994). Islamic Law in the Moderen World. (Mahmud Husain,


Terjemahan). Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya

Bintania, Aris. (2012). Hukum Acara Peradilan Agama dalam Kerangka Fiqh al-
Qadha. Jakarta: Rajawali Pers.
Hanafi, Ahmad. (1989). Pengantar dan Sejarah Hukum Islam, cet. V. Jakarta:
PT. Bulan Bintang.

Mukhlas, Oyo Sunaryo. (2012). Perkembangan Peradilan Islam. Bandung: Ghalia


Indonesia.

Mukhsin, A. (2009). Turki Usmani Dan Politik Hukumnya. MIQOT: Jurnal Ilmu-
ilmu Keislaman, 33(2).

Nasution, Harun. (1984). Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid I. Jakarta:
Universitas Indonesia Press.

Nasution, Harun. (1996). Pembaharuan Dalam Islam Sejarah Pemikiran dan


Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.

Tihami, M. A. (1994). Hukum Dan Peradilan Islam Pada Masa Turki Usmani. Al
Qalam, 10(50), h. 13-22.

Tim Penyusun Ensiklopedi Islam. (1954) Ensiklopedi Islam, Cet. II. Jakarta:
Ichtiar Baru van Hoeve.
Yatim, B. (2000). Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

13

Anda mungkin juga menyukai