Anda di halaman 1dari 17

PENDAHULUAN

Dalam konteks pendidikan, bahwa pendidikan Islam di Indonesia telah


berlangsung ketika Islam hadir dan berkembang di Indonesia. Pendidikan Islam
dalam bentuk kelembagaan belum terkonstruksi seperti pada era modern sekarang
ini.1 Pada masa awal, proses sosialisasi dan penguatan ajaran Islam diekspresikan
dalam bentuk pendidikan informal. Model transmisi ajaran Islam seperti ini telah
berlangsung dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Model pendidikan informal
adalah model klasik-tradisional. Meskipun demikian, model pendidikan informal ini
sangat efektif dan ajaran Islam dapat diserap dengan baik oleh masyarakat. Islam di
Indonesia mendapat posisi yang stategis dan mempengaruhi kekuatan politik.
Faktanya, Islam dapat menkonstruksi negara Islam dalam bentuk dinasti atau
kerajaan-kerajaan di Indonesia, yang sebelumnya secara umum masyarakat Indonesia
beragama Hindu dan Budha.

Kehadiran kolonial Belanda ke Indonesia dengan berbagai motif, di antaranya


motif politik, ekonomi, doktrin kultural dan keagamaan. Belanda menjumpai
masyarakat Indonesia telah menganut agama Islam dan hidup dalam nilai-nilai yang
dibangun atas ajaran Islam. Pada sisi lain, lembaga-lembaga pendidikan Islam
indegeneus sudah terbentuk, meskipun sangat sederhana, jika dibandingkan dengan
sistem pendidikan modern, baik dari aspek kelembagaan, kurikulum, metode, dan
manajemen. Masyarakat Indonesia memiliki perbedaan yang contras dengan Kolonial
Belanda dalam hal agama dan budaya. Oleh karena itu, Belanda membuat kebijakan
diskiminatif kepada masyarakat pribumi dalam berbagai bidang, baik dari sisi ras,
politik, ekonomi, agama maupun pendidikan. Umat Islam pada masa tersebut
mengalami kesulitan dan hidup dalam iklim diskriminatif. Namun, semangat dan cita-
cita umat Islam untuk mengembangkan pendidikan yang lebih maju dan berkualitas
terus berdenyut dalam iklim kolonial. Lembaga-lembaga pendidikan Islam tumbuh
subur di tengah kebijakan diskriminatif Belanda. Belanda tidak pasif dalam merespon
gerakan umat Islam dan perkembangan pendidikan Islam, justeru Belanda aktif
dengan membuat pendidikan sekuler sebagai anti tesis terhadap lembaga pendidikan
Islam dan merancang regulasi untuk mengkarantina gerakan umat Islam dengan
membuat Ordonansi yang tidak demokratis sebagai bangsa yang dikenal telah
mempunyai peradaban modern.

Gema gerakan umat Islam kian bergelora di tengah era kolonial dan tidak
pernah berhenti untuk berjuang meskipun pressure dari kolonial terus berlanjut.
1
Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi (Yogyakarta: LkiS, 2001), 37-48.

1|Page
Sebab, umat Islam di Indonesia memiliki cita-cita mulia untuk generasi masa depan
bangsa untuk memajukan pendidikan Islam di Indonesia. Misalnya, Dr. Satiman
Wirjosandjoyo mengemukakan ide brilian tentang perlunya didirikan lembaga
pendidikan tinggi, ide segar ini diungkapkan pada tahun 1930-an. Kebutuhan sebuah
perguruan tinggi Islam adalah untuk mengangkat harkat dan martabat umat Islam di
pemerintahan Hindia-Belanda yang terjajah. Akhirnya, pada tahun 1945 sebelum
deklarasi kemerdekaan, atas bantuan kolonial Jepang di Jakarta, umat Islam
mendirikan perguruan tinggi Islam pertama di Jakarta yang diberi nama STI (Sekolah
Tinggi Islam), dan resmi dibuka pada tanggal 8 Juli 1945 di Jakarta. Pertumbuhan
dan perkembangan PTKIN (Perguruan Tinggi Kegamaan Islam Negeri) di Indonesia
sebelum dan setelah merdeka terdapat suatu keunikan tersendiri dalam perjalanan
sejarah bangsa Indonesia. STI pondasi awal PTKIN di Indonesia, dari STI kemudian
muncul perguruan tinggi UII, PTAIN, ADIA, IAIN, STAIN dan UIN.

Hasrat umat Islam untuk mendirikan pendidikan tinggi sudah dirintis sejak
zaman kolonial Belanda. M. Natsir menulis dalam Capita Selekta, bahwa keinginan
untuk mendirikan pendidikan tinggi Islam itu telah muncul di hati umat Islam. M.
Natsir menyebutkan, bahwa Dr. Satiman membentangkan cita-cita beliau yang mulia
akan mendirikan satu sekolah tinggi Islam itu akan berpusat di tiga tempat, yakni
Jakarta, Solo dan Surabaya. Di Jakarta akan diadakan sekolah tinggi sebagai bagian
atas Sekolah Menengah Muhammadiyah (AMS) yang bersifat Westerch (kebaratan).
Di Solo akan diadakan sekolah tinggi untuk mendidik mubalighin. Di Surabaya akan
diadakan sekolah tinggi yang akan menerima orang-orang pesantren. Kendatipun
yang diungkapkan ini masih dalam bentuk ide, akan tetapi semangat untuk
mendirikan perguruan tinggi Islam itu telah muncul pada tahun 1930-an.

Di samping itu, Muhammadiyah telah lama berniat untuk mendirikan


perguruan tinggi (Universitas Muhammadiyah). Dalam konggres seperempat abad
Muhammdiyah di Jakarta, telah diputuskan akan mendirikan Universitas
Muhammadiyah. Tetapi kemudian mendapat rintangan, karena pecahnya Perang
Dunia ke II. Berdasarkan hal itu, dapat dimaklumi bahwa umat Islam sejak zaman
kolonial Belanda telah memiliki cita-cita untuk mendirikan perguruan tinggi. Apalagi
di kalangan pemerintah kolonial Belanda sudah lama berdirinya lembaga pendidikan
tinggi, misalnya Sekolah Tinggi Tekhnik (Technische Hogesshool) didirikan tahun
1920 di Bandung, dan Sekolah Tinggi Hukum (Rechtskundige Hogeschool) didirikan
tahun 1920 di Jakarta, dan Sekolah Tinggi Kedokteran (Geneeskundige Hogeschool)
berdiri tahun 1927 di Jakarta.

2|Page
Mahmud Yunus menyampaikan bahwa Perguruan Tinggi yang pertama di
Minangkabau, bahkan di seluruh Indonesia, ialah Sekolah Islam Tinggi, didirikan
oleh persatuan Guru-Guru Agama Islam (PGAI) di Padang yang dipimpin oleh
Mahmud Yunus. Sekolah Tinggi itu dibuka secara resmi pada tanggal 9 Desember
tahun 1940, terdiri dari dua Fakultas yakni Fakultas Syariat (Agama) dan Fakultas
Pendidikan dan Bahasa Arab. Sekolah Tinggi itu berjalan dengan lancar sampai tahun
1942. Tetapi sayang ketika Jepang masuk kota Padang (Maret 1942) dan memerintah
Indonesia, maka Sekolah Islam Tinggi itu terpaksa ditutup, karena pemerintah Jepang
hanya mengizinkan membuka sekolah/madrasah dari tingkat yang rendah saja.
Dengan demikian berakhirlah riwayat Sekolah Islam Tinggi PGAI di Padang. Pada
masa-masa awal kemerdekaan dimensi perjuangan melawan kolonialisme Belanda
begitu mewarnai PTAI. PTAI adalah jelas dipersepsi sebagai upaya memperkuat
basis religio-intelektual generasi muda Muslim dalam menentang penjajahan.
Pemerintah kolonial Belanda memang mendirikan beberapa perguruan tinggi di
Indonesia, namun dengan daya tampung dan akses yang sangat terbatas serta dengan
keberpihakan yang tak adil kepada kelompok elite.

PEMBAHASAN

A. SEJARAH SINGKAT PENDIDIKAN ISLAM

3|Page
Sejarah pendidikan tinggi Islam dimulai dengan lahirnya Sekolah Tinggi
Islam di tahun 1940 sebagai hasil pertemuan beberapa guru Muslim di Padang. Pada
tahun 1945 (sebulan setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia) di tingkat nasional
berdiri Sekolah Tinggi Islam, atas inisiatif Moh. Hatta sebagai ketua dan Moh. Natsir
sebagai sekretaris dan dipimpin oleh Prof. Kahar Muzakir. Pada tahun 1946, sekolah
ini pindah ke Yogyakarta mengikuti perpindahan ibu kota negara. Berdiri pula
Akademi Dakwah Islam (ADIA) di Jakarta berdasarkan Peraturan Presiden No. 1
Tahun 1957. Melalui Peraturan No. 34 Tahun 1950, fakultas agama Universitas Islam
Indonesia di Yogyakarta diubah menjadi Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri
(PTAIN). Hal ini disebabkan cakupan pengetahuan agama Islam yang demikian luas
tidak mencukupi untuk diajarkan dalam satu fakultas. Pada tahun 1960, PTAIN
dengan ADIA Jakarta disatukan. Sejak tanggal 9 Mei 1960 namanya menjadi IAIN
al-Jami’ah al-Islamiyah al-Hukumiyah yang berada di dua kota, yaitu Yogyakarta
dan Jakarta.
IAIN merupakan pusat pengembangan dan pengkajian ilmu agama Islam.
Institusi ini diharapkan membentuk sarjana muslim yang memiliki keahlian di bidang
ilmu agama Islam, ber-akhlakul karimah, cerdas dan bertanggung jawab demi
terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan kata lain, selain dapat bekerja di
Kementerian Agama, para alumni juga mampu menjadi pemimpin masyarakat.
Tuntutan mencetak sarjana Islam (ulama) dan juga menempati birokrasi di
Kementerian Agama menjadi dorongan bagi umat untuk mendirikan IAIN di seluruh
Indonesia. Di beberapa provinsi lahir IAIN cabang seperti IAIN Bengkulu dan IAIN
Curup yang berinduk ke IAIN Palembang, IAIN Palangkaraya yang berinduk ke
IAIN Jakarta. IAIN Bukittinggi berinduk ke IAIN Imam Bonjol Padang. Pada
perkembangannya, terjadi perubahan nomenklatur IAIN cabang menjadi STAIN yang
dapat mengatur dirinya sendiri. Kemudian terjadi perubahan lagi sehingga beberapa
STAIN berubah menjadi IAIN, antara lain STAIN Cirebon, Bengkulu dan lainnya.
Perjalanan IAIN yang telah tersebar di seluruh Indonesia mengalami dinamika
dan pasang surut. Beberapa IAIN atau STAIN tertentu pernah mengalami kesulitan
mengundang animo mahasiswa sehingga statusnya didiskualifikasi. 2 Dinamika lain
terjadi di beberapa IAIN, seperti IAIN Jakarta yang memiliki widermandate
dibolehkan mendirikan Program Studi Tadris dengan jurusan bahasa Inggris,
matematika dan lainnya untuk merespon kekurangan guru Madrasah Ibtidaiyah,
Tsanawiyah dan Aliyah. Pengembangan berikutnya adalah adanya program studi baru
di beberapa IAIN seperti IAIN Sunan Gunung Jati Bandung. Untuk memenuhi

2
Komaruddin Hidayat dan Hendro Prasetiyo (ed.), “Menilik Dinamika IAIN”, dalam Problem dan
Prospek IAIN: Antologi Pendidikan Tinggi Islam (Ditpertais Depag. RI, 2000), xxvi.

4|Page
tuntutan pasar, Fakultas Dakwah membuka Program Studi: Komunikasi dan Publikasi
Islam, Bimbingan Islam di Masyarakat, Managemen Dakwah, Konseling Islam dan
Program Studi Jurnalistik. Pengembangan yang berbeda dengan fakultas yang sama
di IAIN yang lain adalah Program Studi Jurnalistik tersebut. Sama halnya di Fakultas
Dakwah IAIN Sunan Ampel yang memiliki Program Studi Komunikasi. IAIN Syarif
Qasim Pekanbaru di Fakultas Tarbiyah membuka Program Studi Psikologi dan di
Fakultas Syariah membuka Program Studi Manajemen dan Program D-III dengan
Program Studi Manajer Perusahaan. Fakultas Dakwah Islam membuka Program Studi
Komunikasi dan D-III membuka Program Studi Pers dan Grafika, di samping
Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam dan Konseling Islam. Kurikulum
juga mengalami perubahan. Kurikulum lama lebih didominasi mata pelajaran agama,
lalu berkembang dengan diberikannya mata pelajaran umum. Misalnya di Fakultas
Syariah, mahasiswa yang sebelumnya hanya belajar ilmu agama, juga mempelajari
mata pelajaran Managemen, Sosiologi, Pengantar Ilmu Hukum, Ilmu Hukum Perdata,
Ilmu Hukum Pidana, Kriminologi, Hukum Tata Negara dan lainnya. Perkembangan
mutakhir dalam pendidikan tinggi Islam adalah berubahnya STAIN/IAIN menjadi
UIN (Universitas Islam Negeri). Pengembangan ini dilandasi perlunya integrasi
keilmuan yang pernah menjadi diskursus masyarakat Islam di tanah air.
Islamisasi ilmu atau integrasi keilmuan merupakan gagasan yang sangat
strategis dan tentu saja memerlukan upaya yang sungguh-sungguh untuk
direalisasikan. Alumni pendidikan tinggi Islam harus siap berkompetisi untuk
merespons berbagai masalah di masyarakat. Alumni fakultas Syariah tidak hanya
berperan di dunia advokasi perkawinan dan perceraian atau waris, tetapi mampu
mengadvokasi persoalan HAM, dan lainnya. Fakultas Dakwah diharapkan dapat
membentuk alumni yang memiliki kemampuan dalam bidang jurnalistik, menjadi
produser film, memiliki kompetensi membuat skenario film. Fakultas Tarbiyah
bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan merancang kurikulum yang dapat
merespon perkembangan zaman dan mendesain model pembelajaran yang fungsional
dan dapat menyiapkan anak didik menyongsong kompetisi antar bangsa di masa
mendatang. Seluruh fakultas diharapkan dapat merespon perkembangan masyarakat.
Pendidikan tinggi Islam tidak sepenuhnya menyiapkan lulusannya menjadi pegawai
negeri sipil. Serapan profesi tersebut sangat kecil. Hal ini perlu menjadi perhatian
semua pihak. Lulusan pendidikan tinggi Islam harus disiapkan untuk mengisi profesi
di dunia yang lebih luas. Pendidikan tinggi Islam harus pula menyiapkan lulusannya
dengan kompetensi riset karena kemampuan riset banyak dibutuhkan di berbagai
profesi. Sayangnya, kompetensi ini kurang serius dipersiapkan oleh pendidikan tinggi

5|Page
Islam. Padahal kesungguhan pendidikan tinggi Islam menyiapkan hal ini akan
mengantarkan lembaga pendidikan tinggi Islam menjadi institusi pendidikan riset.

B. PERKEMBANGAN LEMBAGA UIN

Pendidikan Tinggi Islam pendidikan yang mengalami perkembangan dari


masa ke masa.3 Lembaga ini telah melewati era Orde Lama di bawah kekuasaan
Soekarno yang berjalan selama beberapa dasar warsa, kemudian era Soehato yang
disebut dengan era Orde Baru yang berjalan selama kurang lebih 30 tahun, kini era
reformasi, era sesudah Soeharto pernah dipimpin oleh Habibie, Abdurrahman Wahid,
Megawati, Susilo Bambang Yodhoyono dan Jokowi sekarang ini. Pendidikan tinggi
Islam di era Soekarno belum sepenuhnya mendapatkan perhatian pemerintah. Masa
Orde Lama masa ketidakpastian dalam bernegara, bangsa ini terjebak kepada
pergulatan yang panjang memperebutkan bentuk ideologi negara. Masa Soeharto
secara perlahan perhatian pemerintah beralih memberikan perhatian terhadap
pendidikan termasuk pendidikan tinggi Islam. Pendidikan tinggi Islam pada saat ini
secara kuantitas, baik yang dikelola pemerintah maupun swasta, berjumlah 665
dengan 30.875 tenaga pengajar dan 601.312 mahasiswa.
Hal ini merupakan potensi yang menjanjikan untuk menjadi sumber daya
manusia Indonesia ke depan. Secara kelembagaan semakin berkembang baik yang
diselenggarakan pemerintah seperti IAIN dan juga STAIS atau universitas Islam yang
didirikan oleh masyarakat. Setiap tahun pemerintah memberikan bantuan dana untuk
pengembangan infrastruktur pendidikan baik untuk pendidikan tinggi Islam yang
dikelola oleh pemerintah maupun yang diselenggarakan oleh swasta. Khusus bagi
pendidikan tinggi Islam yang bernama IAIN mengelami perkembangan yang tadinya
berbentuk Institut atau sekolah tinggi Islam berubah menjadi universitas Islam. Di era
reformasi ini perhatian pemerintah terhadap pendidikan tinggi Islam semakin
meningkat baik untuk memberikan beasiswa pendidikan yang telah dicanangkan oleh
Kementerian Agama dengan 5000 doktor untuk beberapa tahun mendatang. Atau bagi
tenaga pengajarnya kini semakin sejahtera, baik bagi PNS maupun dosen tetap
yayasan karena memperoleh sertifikasi dengan konsekuensi mendapatkan gaji setiap
bulan.
Perkembangan beberapa IAIN/STAIN menjadi universitas memperluas
berbagai bidang studi yang tidak terbatas pada bidang studi ilmu agama. Bidang studi
umum diberbagai UIN telah berkembang meliputi bidang studi teknologi informasi,

3
Affandi Mochtar, ed. Perguruan Tinggi Islam di Indonesia : Sejarah Pertumbuhan dan
Perkembangannya (Jakarta : Departemen Agama, 2003), hlm. 31

6|Page
ekonomi-bisnis, psikologi dan bahkan di UIN Jakarta berdiri fakultas kedokteran.
Dari perspektif pengembangan bidang studim ini UIN telah menyiapkan berbagai
sumber daya manusia Indonesia ke depan. Juga di berberapa universitas Islam swasta
telah lama mengembangakan bidang sudi tersebut untuk menyapkan sumber daya
manusia Indonesia. Memang kehidupan masyarakat Indonesia ke depan apalagi
mengahdapi MEA memerlukan sumber daya yang berkarakter handal, yang berilmu,
memiliki jiwa entrepreneurship dan memiliki kompetensi. Ilmu dan
pengembangannya tuntutan yang semestinya bagi pendidikan tinggi Islam.
Pentingnya ilmu antara lain melalui isyarat ayat pertama turun yakni iqra’ (baca) dan
qalam (tulis). Pengembangannya telah disyaratkan al-Quran mendorong untuk
melakukan penelitian terhadap ilmu yang ada. Bagi produk pendidikan tinggi Islam
ayat-ayat ilmu sudah banyak dihapal dan memahami maknanya, tetapi sering hanya
menjadi hapalan dan pemahaman, impelementasinya sulit dilaksanakan.
Entrepreneurship perlu pula mendapatkan perhatian dari pendidikan tinggi di
Indonesia termasuk pendidikan tinggi Islam. Indonesia saat ini level
entrepreneurshipnya berada di peringkat terbawah di bawah negara Asia lain, seperti
Negara Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Negara Jepang, negara yang kalah
perang pada waktu perang dunia II,negara dimana
dua kotanya Nagasaki dan Hiroshima hancur rata dengan tanah,mtanah-tanah mereka
menjadi tidak subur karena bom. Begitu pulamdengan Korea Selatan, negara yang
pernah perang dengan sesama saudara yaitu Korea Utara, karena rebutan ideologi
komunis dan non komunis, negaranya pun hancur. Begitu pula dengan Singapura,
negara yang kecil yang tidak memiliki sumber daya alam yang ada hanya sumber
daya manusia. Mereka menyadari bahwa manusia sejak dulu dalam kurun apapun
tetap hidup karena manusia memiliki potensi yang luar biasa di dalam dirinya.
Sumber daya alam bangsa Indonesia yang kini masih kaya ke depan semakin lama
semakin habis, yang masih tersisa adalah sumber daya manusianya.
Pendidikan tinggi Islam harus menyiapkan lulusannya seperti itu agar mereka
dapat bersaing dengan lulusan pendidikan lainnya di Indonesia maupun lulusan
pendidikan tinggi luar negeri. Kompetisi kata kunci bagi alumni pendidikan tinggi
Islam guna menyiapkan diri menjadi petarung ditengah gelombang nilai-nilai yang
acap kali bertentangan dengan nilai-nilai Islam tetapi mereka tetap harus kokoh
berdiri. Selain itu di era kompetisi ini lulusan pendidikan tinggi Islam antara lain
harus memiliki penguasaan terhadap Information of Technology (IT). Hal lain pula
yang perlu disiapkan adalah kepercayaan dirinya bergaul dengan dunia internasional,
kepercayaan diri bukan saja karena memiliki segudang ilmu atau memiliki keahlian
yang mumpuni tetapi kepercayaan diri karena ditumbuhkan oleh karena mereka

7|Page
memiliki kemampuan berkomunikasi dalam bahasa internasional. Pendidikan tinggi
Islam telah berusia 70 tahun, usia yang sudah cukup dewasa untuk mengemban peran
pendidikan guna mencerdaskan anak bangsa serta menyiapkan mereka dapat
berkompetisi di tengah-tengah pergaulan internasional dan memberi warna kepada
pembangunan bangsa ke depan. Di usianya yang cukup dewasa ini semakin mendapat
perhatian dari pemerintah baik dengan peraturan dan perundangan maupun dengan
pendanaan pendidikan melalui APBN di mana setiap tahunnya mengalami
peningkatan untuk membangun infrastruktur pembelajaran, untuk peningkatan SDM-
nya maupun untuk kesejahteraan tenaga pengajarnya.
Pendanaan pendidikan4 di era pemerintahan Orde Baru berada di 3 atau 4
persen dari APBN di era kini yang dialokasikan pemerintah mengalami peningkatan
yang pesat berkisar diangka 20 persen dari Anggaran Pembengunan Nasional. Dari
anggaran pendidikan yang besar ini pemerintah melalui Kementerian Agama
memberikan beasiswa untuk 5000 doktor selama beberapa tahun ke depan bagi
tenaga pengajar pendidikan tinggi Islam baik yang dikelola pemerintah maupun yang
dikelola swasta, jumlah beasiswa yang cukup besar. Begitu pula dengan anggaran
pendidikan itu tenaga pengajarnya yang telah memenuhi persyaratan diberikan
sertifikasi dosen yang jumlahnya sesuai dengan peraturan pemerintah. Kelak mereka
beserta dengan sumber daya manusia yang ada saat ini akan siap menghadapi
pergaulan nasional dan internasional.
Lembaga pendidikan tinggi Islam, kini bukan hanya lembaga dakwah tetapi
juga lembaga akademik dalam merespon berbagai persoalan masyarakat. Sebagai
institusi yang bersumber kepada al-Quran dan as-Sunnah, ia dapat menjadi inner
dynamic guna menggerakkan pengembangan ilmu dan ekonomi. Lembaga pendidikan
tinggi Islam akan menghantarkan bangsa Indonesia mencapai kemajuan dan
peradaban gemilang, berlandaskan nilai-nilai Islam.

PTKIN di Indonesia secara gradual terus mengalami perkembangan ke arah


universitas. Ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi yang dulu dibentuk dan
dikonstruksi oleh pendahulu, kini telah mencapai pada level universitas. Awalnya
STI, UII, PTAIN, ADIA, IAIN, STAIN dan kemudian menjadi UIN. Tentunya, ini
4
pendidikan di Indonesia berdasarkan Pancasila. Pancasila adalah ideologi dan falsafah bangsa
Indonesia. Karena Pancasila sebagai ideologi dan falsafah terbuka, maka nilai-nilai yang termuat
dalam filsafat selain Pancasila yang memiliki relevansi dengan semangat Pancasila dapat diambil dan
diterapkan dalam sistem pendidikan nasional Indonesia. Sebagai contoh adalah kecenderungan
pendidikan di Indonesia yang berdimensi seumur hidup, semesta, menyeluruh dan terpadu. Sementara
itu kecenderungan pendidikan di dunia mempunyai isu tentang pengembangan manusia yang
berbudaya, memiliki ilmu pengetahuan dan profesional. Isu ini sejalan dengan gejala universal bahwa
masyarakat selalu berubah danberkembang.

8|Page
merupakan suatu proses sejarah dalam dunia pendidikan Islam di Indonesia. Cita-cita
pendahulu dalam meneguhkan perguruan tinggi Islam mendapat dukungan yang besar
pada generasi belakangan, faktanya bahwa dari waktu ke waktu PTKIN di Indonesia
terus mengalami kemajuan.
Universitas Islam Negeri (UIN) merupakan lembaga perguruan tinggi Islam 5
yang berbentuk Universitas. Sebelumnya dalam konstelasi PTKIN di Indonesia
memang ada Universitas, akan tetapi dalam bentuk swasta yakni UII (Universitas
Islam Indonesia). Perguruan tinggi ini sudah lama terbentuk di Indonesia. Jika
kemudian lahir Universitas Islam Negeri (UIN), sebetulnya bukanlah sesuatu yang
langka dan baru. Justeru UII menjadi inspirasi atas kelahiran UIN, meskipun salah
satu faktor, disamping faktor-faktor lain yang melatarbelakangi kelahiran UIN.6
Setidaknya, Universitas Islam sudah pernah digagas sebelumnya. Hal senada juga
dikatakan Badri Yatim, Universitas Islam Indonesia (UII) adalah perguruan tinggi
pertama yang memiliki fakultas-fakultas non agama. Dengan demikian, ia dapat
memberi contoh tentang perkembangan universitas-universitas Islam di Indonesia.
PTKIN yang pertama membuat persiapan menjadi UIN ialah IAIN Syarif
Hidayatullah, sehingga pada tahun 2002 IAIN Syarif Hidayatullah menjadi UIN
Syarif Hidayatullah.

C. Konversi IAIN/STAIN Menjadi UIN


Ada tujuh alasan terjadinya konversi IAIN dan STAIN menjadi UIN dan
alasan ini lahir untuk mengemukakan aspek-aspek yang melatarbelakangi konversi
PTKIN di Indonesia dan melihat perjalanan PTKIN dalam pentas sejarah bangsa
Indonesia.7 Adapun alasan perubahan kelembagaan PTKIN tersebut yaitu:
a. Politik
Transformasi kelembagaan tidak terlepas dari persoalan politik. Kebijakan
politik dalam dunia pendidikan akan memberi pengaruh pada PTKIN. Kebijakan
tersebut akan merubah lembaga pendidikan tinggi Islam, baik secara kelembagaan
5
Sistem pendidikan Islam mestinya mulai menata diri menghadapi globalisasi yang menghadirkan dua
sisi negatif dan positif. Di antara upaya tersebut adalah memperbaiki kurikukulum, meningkatkan
kualitas proses, memperbaiki manajemen dan mereformasi paradigma pendidikan yang berkembang
saat ini dengan paradigma organik. Menurut Zamroni paradigma organik bertujuan untuk
mengembangkan potensi peserta didik secara utuh: kemampuan intelektual, personal dan sosial.
Institusi pendidikan merupakan gabungan berbagai interaksi baik akademik maupun non-akademik
semua warga sekolah. Semua anggota sekolah menjadi pembelajar, guru belajar bagaimana melayani
murid dengan baik, pimpinan belajar bagaimana mengelola keutuhan antar guru, belajar mensinergikan
segala potensi yang dimiliki lembaga. Institusi pendidikan ditempatkan sebagai jaringan sosial bukan
individual, sehingga dapat melahirkan energi dan kekuatan yang berpengaruh pada mutu pendidikan.
6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003), h. 312
7
Saridjo, Marwan. Pendidikan Islam dari Masa ke Masa. (Jakarta: Penamadani, 2010), hlm. 72

9|Page
maupun dalam manajemen pengelolaannya terkait dengan kebijakan politik
pemerintah.8 Seperti yang diungkapkan Haidar Putra Daulay, suatu hal yang sangat
mengembirakan umat Islam saat ini adalah kebijakan pemerintah tentang perguruan
tinggi. Pada prinsipnya pemerintah memberi peluang yang sama bagi perguruan
tinggi negeri dan swasta untuk berkembang. Berlomba berpacu dalam konsep
fastabiq al-khairat (berlomba-lomba untuk kebaikan).
b. Sosial-Ideologis
Masyarakat Indonesia adalah mayoritas beragama Islam, tentu kebutuhan
terhadap lembaga pendidikan pendidikan tinggi Islam sangat diharapkan
kehadirannya. Meskipun terdapat lembaga pendidikan Islam lainnya, seperti
pesantern dan madrasah. Masyarakat Indonesia menginginkan adanya sebuah
perguruan tinggi Islam yang representatif sebagai tempat belajar agama Islam,
sekaligus belajar ilmu pengetahuan umum. Sebab, pengetahuan agama itu penting,
akan tetapi ilmu pengetahuan umum juga penting bagi generasi masa depan bangsa.
Transformasi ini, sesungguhnya untuk menjawab kebutuhan masyarakat agar di
Indonesia memiliki lembaga pendidikan Islam yang akomodatif, produktif dan
representatif. Oleh karena itu, kelahiran UIN merupakan solusi akademis dan
menjawab keinginan masyarakat. Secara sosiokultural, masyarakat menaruh harapan
yang tinggi atas kelahiran UIN dan menjadi tempat pewarisan budaya dan ilmu
pengetahuan.
c. Kelembagaan
Dilihat secara kelembagaan, baik IAIN, STAIN dan UIN didirikan oleh
pemerintah agar lembaga tersebut dapat berperan dalam konstalasi keilmuan
sekaligus untuk mencerdaskan bangsa. Di samping itu, konversi atau transformasi
kelembagaan STAIN dan IAIN menjadi UIN atau STAIN menjadi IAIN, tidak lain
adalah untuk memberikan peluang kepada perguruan tinggi tersebut lebih leluasa
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan mempermudah untuk menempa
peserta didik untuk menjadi lulusan yang profesional dan mampu berkompetisi di era
globalisasi yang kian kompetitif, baik secara kelembagaan maupun lulusan atau
outputnya. Menurut Azyumardi Azra, IAIN dimaksudkan untuk memperbaiki dan
memajukan pendidikan tenaga ahli agama Islam guna keperluan pemerintah dan
masyarakat.
d. Dunia Kerja
PTKIN dalam pengembangan keilmuan harus berbasis kepada peningkatan
kualitas dan keterampilan mahasiswa, sehingga lulusan dari PTKIN dapat terserap

8
Haidar Putra Daulay, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia (Medan: Perdana Publishing,
2012), h. 169

10 | P a g e
dalam semua sektor publik. Jika tidak diarahkan pengembangannya kepada
peningkatan kualitas, maka PTKIN akan kehilangan pengaruhnya di dalam
masyarakat. Sebab, selama ini lulusan PTKIN lebih banyak bekerja di instansi
Kementerian Agama, atau pada instansi yang membutuhkan lulusan PTKIN untuk
ditempatkan dalam bidang keagamaan saja. Akhirnya, lulusan PTKIN terbatas
serapan dalam dunia kerja. Jadi Konversi IAIN dan STAIN menjadi UIN adalah suatu
keniscayaan dalam menjawab tuntutan dunia kerja.
e. Keilmuan
Keilmuan secara akademis merupakan substansi dari sebuah perguruan tinggi.
Tentunya, transformasi membuka ruang bagi penguatan keilmuan. Konversi yang
dilakukan di wilayah PTKIN akan memberikan ruang yang besar bagi pengembangan
keilmuan, misalnya IAIN dan STAIN berubah menjadi UIN. UIN sebuah perguruan
tinggi yang berbentuk universitas diberikan ruang dan kesempatan untuk membuka
program studi umum, di samping program studi keislaman terus diperkuat pada
kelembagaan tersebut setelah dilakukan transformasi. Artinya, kesempatan untuk
memperkuat dan mengembangkan keilmuan terbuka lebar. Tidak hanya dalam ranah
ilmu keislaman saja, akan tetapi ilmu umum juga menjadi fokus UIN.
f. Pembangunan Bangsa Dan Negara
Pembangunan bangsa dan negara merupakan hal terpenting dan utama, sebab
PTKIN adalah lembaga pendidikan Islam yang dibentuk dan diprakarsai oleh negara,
dalam hal ini tentunya Pemerintah Republik Indonesia. Oleh karena itu, kehadiran
PTKIN di masyarakat adalah untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki
pegetahuan agama yang baik, dan menguasa keilmuan lainnya yang dapat
membangun bangsa dan negara. Ini merupakan argumentasi akademis dan logis,
manakala PTKIN ditransformasi kepada bentuknya yang lebih ideal, maka perguruan
tinggi tersebut diberikan wewenang yang lebih luas untuk berpartisipasi dalam
pembangunan bangsa dan negara dalam berbagai sektor. UIN, misalnya sebuah
contoh kongkrit dari transformasi, dimana UIN dengan kapasitas dan kewenangan
yang diberikan secara kelembagaan dapat lebih leluasa dalam merumuskan kebijakan
lembaga, pengembangan keilmuan dan pencerdasan kehidupan bangsa. Sebab,
pendidikan Islam berfungsi dalam pembangunan bangsa dan negara.

g. Kompetisi Global
Dengan semakin terbukanya Indonesia dalam proses globalisasi, maka tidak
terhindar adanya persaingan yang terbuka. Untuk memasuki persaingan global ini
dituntut kemampua teknologi (dalam rangka kualitas produk), kemampuan
manajemen (dalam rangka ketepatan delivery), efesiensi yang tinggi (dalam

11 | P a g e
persaingan harga).32 Konversi kelembagaan PTKIN, sebagai respons atas
perkembangan dunia saat ini, suka tidak suka (like and dislike) perubahan dalam
berbagai bidang akan terus terjadi. Oleh karena itu, transformasi ini menjadi titik
awal kebangkitan perguruan Tinggi Islam di Indonesia dalam mengepakkan sayapnya
dalam penguatan kualitas lulusan. Sebab, persepsi sekarang ini, bahwa semua lulusan
PTKIN, khususnya STAIN dan IAIN dianggap memiliki keahlian (expert) dalam
bidang ilmu keislaman saja, dan memiliki keterbatasan dalam bidang di luar ilmu
keislaman, sehingga alumni perguruan tinggi Islam dihadapakan pada situasi yang
sulit untuk mengembangkan dirinya. Menurut Muh. Idris bahwa ilmuwan menyebut
fenomena ini sebagai globalisasi. Globalisasi dalam konteks ilmu sosial menjadi
wacana yang menarik.
h. Prinsip Keterbukaan
Peralihan bentuk perguruan tinggi dari satu bentuk ke bentuk lain sudah
seyogyanya menganut sistem terbuka dan menerapkan prinsip meiritologi dan non-
diskriminatif. Pada kondisi tertentu yang memang dipahami terbuka bersama, suatu
kebijakan affirmatif dan reformatif terkadang diperlukan dan memang lebih bijaksana
dan adil. Keadilan ini tentu dengan mengingat prinsip treating unequally. Jika
sebaliknya, dalam artian treating equalsun equally dan treating unequally merupakan
suatu yang berseberangan dengan prinsip equality dan justice9. Manajemen perguruan
tinggi harus transparan dan akuntabel, sehingga semua pihak dapat mengakses
berbagai informasi yang ada dan sedang dikembangkan oleh perguruan tinggi. Hal ini
perlu diperhatikan oleh pengelola atau pihak manajemen perguruan tinggi.
Transparansi dan akuntabel merupakan bentuk lembaga yang bagus dan dipandang
sehat dari sisi manajemen dan kepimpinan. Sebab, kampus mengusung iklim
akademis, tentu semua civitas akademika harus berpikir ke arah yang positif dan
memiliki kejujuran dan keterbukaan. Begitu juga halnya dengan kepemimpin pada
perguruan tinggi, dimana seorang pemimpin harus membuka ruang yang demokratis
dan tanpa diskriminasi terhadap semua insan kampus.

D. UIN SEBAGAI PILIHAN IDEAL


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi berdampak
terhadap semua dimensi kehidupan sosial. Kondisi ini terus bergulir dalam dinamika
kehidupan masyarakat, bahkan PTKIN juga mengalami dampak dari perkembangan
tersebut. Oleh karena itu, PTKIN terus berupaya memperbaharui kelembagaan dan
kurikulumnya, sehingga PTKIN dapat lebih bertahan dan memiliki ketangguhan

9
Nur A. Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam: Memberi Makna Kelahiran UINSU
(Bandung: Citapustaka Media, 2014) h. 62

12 | P a g e
dalam menghadapi perubahan yang terjadi di era globalisasi. UIN adalah salah satu
cabang PTKIN di Indonesia yang idealnya merespon globalisasi. Ini telah
menerapkan sains terpadu dalam kurikulumnya, dengan meminjam metafora Amin
Abdullah, “jaringan sains laba-laba”, di mana di antara berbagai disiplin ilmu saling
terkait satu sama lain. Intinya, UIN merupakan harapan bagi semua orang, terutama
bagi umat Islam dan umumnya untuk masyarakat Indonesia. Ini tidak hanya berfokus
pada studi Islam, tapi juga pengetahuan lainnya. Tujuannya adalah untuk
mengintegrasikan ilmu yang sebelumnya dilihat dalam paradigma dikotomis. Oleh
karena itu lulusan PTKIN tidak mampu merespon kebutuhan masyarakat. Jika lulusan
PTKIN memiliki akses terbatas, maka barang tersebut tidak dapat dipasarkan, berarti
mereka tidak dapat mengikuti setiap sektor bisnis. Oleh karena itu, UIN merupakan
solusi untuk merespon dinamika ilmiah dan tuntutan kerja.
Bilgrami dan Ashraf memberikan beberapa batasan sebagai prasyarat bagi
perguruan tinggi untuk disebut sebagai universitas Islam. Pertama, adanya konsep
pendidikan yang diperluas berdasarkan integrasi yang bersifat umum. Kedua,
kebutuhan konseptualisasi dan redefinisi pendidikan. Ketiga, kebutuhan dedikasi,
pengabdian, penguasaan ilmu pengetahuan, pemikiran kritis dan keluasan visi staf
sebagai motor atau sumber daya manusia. Keempat, seleksi dengan standar spesifik
yang diterapkan pada siswa. Kelima, pembentukan administrasi dan tradisi organisasi
yang rapi. Keenam, pemenuhan konsep islamisasi pengetahuan dalam konteks forum
akademik yang lebih luas dan bebas. Ketujuh, perlunya upaya pengembangan
kurikulum untuk inti dan ilmu pelengkap.
PTKIN di Indonesia yang paling ideal dalam merespon globalisasi adalah
UIN. UIN dalam kurikulumnya sudah memberlakukan integrasi ilmu sebagai basis
kurikulumnya.10 Tentunya, UIN menjadi harapan semua orang, khususnya umat Islam
dan bangsa Indonesia pada umumnya. UIN tidak hanya fokus pada ilmu keislamanan
saja, akan tetapi ilmu pengetahuan lainnya di luar ilmu keislamanan. Sebab, tujuan
UIN dilahirkan untuk mengintegrasikan ilmu yang selama ini ilmu dipandang dalam
paradigma dikotomi, sehingga lulusan dari PTKIN tidak mampu menjawab
kebutuhan masyarakat. Jika lulusan PTKIN terbatas geraknya, maka lulusan tersebut
tidak marketable, artinya tidak dapat berkiprah dalam semua sektor dunia usaha.
UIN adalah solusi untuk menyahuti dinamika keilmuan dan tuntutan dunia
kerja. UIN merupakan model PTKIN yang ideal di era globalisasi, di mana UIN
mengembangkan multi dispilin ilmu dalam konsep integrasi ilmu. Semua lembaga ini
10
Kuntowijoyo, Islam sebagai ilmu : Epistimologi, Metodologi, dan etika (Bandung : Teraju,
2004);M. Fahmi, Islam transcendental : menelusuri jejak-jejak Pemikiran Islam Kuntowijoyo
(Yogyakarta : Pilar Media, 2005); A. Wadri Azizy. Pengembangan ilmu-ilmu Keislaman (Semarang :
Anerka Ilmu, 2004), hlm. 50

13 | P a g e
diharapkan berfungsi sebagai model, atau paling tidak akan berkembang menjadi
model, lembaga pendidikan tinggi yang benar-benar Islami. Lembagalembaga
pendidikan ini diharapakan akan, melahirkan manusia yang berbeda dari produk
universitas ala Barat. Sejauh ini pro dan kontra masih menghiasai diskusi tentang
lembaga-lembaga tersebut. Kenyataan yang dapat dinilai sebagai tanda adanya
kreativitas dari mereka yang memikirkannya. Pendidikan Islam bukan semata-mata
pendidikan yang mengajarkan doktrin hukum agama, namun ruang lingkupnya jauh
lebih luas dari itu.
UIN dapat menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia
bahkan di manca negara. UIN setidaknya menjadi contoh dan model pendidikan
tinggi Islam yang representatif dalam rangka membangun peradaban dan paradigma
integratif. Paradigma partial tidak begitu efektif dalam menjawab dan memecahkan
persoalan bangsa dan negara, begitu juga dalam hal keilmuan. Paradigam partial
justeru mempersempit jalan untuk memahami persoalan, baik dalam bidang
keagamaan maupun dalam kehidupan berbangsa dan mengubah wajah dunia dan
mengantarnya ke era modern adalah ilmu pengetahuan dan teknologi.
PTKIN yang adaptif-responsif adalah UIN dalam menghadapi era globalisasi
dan menjawab multi kebutuhan masyarakat, tidak bermakna bahwa PTKIN lainnya,
seperti IAIN dan STAIN tidak survive. Bahkan IAIN dan STAIN terus berkembang
dan diminati oleh masyarakat. Meskipun, upaya IAIN dan STAIN terus
mempersiapkan dirinya menjadi UIN.11 Ini artinya bahwa menjadi UIN adalah pilihan
yang tepat. Bukan tidak mungkin pada suatu hari semua IAIN dan STAIN menjadi
UIN. Tentu, hanya persoalan waktu dan kesiapan IAIN dan STAIN menjadi UIN.
E. Daftar IAIN menjadi UIN di Indonesia

Cikal bakal UIN adalah IAIN yang dibentuk oleh pemerintah pada tahun 1960
di kota Yogyakarta dengan nama IAIN Al Jami'ah al-Islamiah al-Hukumiyah, yakni
gabungan dari Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) Yogyakarta dan
Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta. Sejak tahun 1963, berdirilah cabang
cabang IAIN yang terpisah dari pusat. Pendirian IAIN terakhir adalah IAIN Sumatera
Utara di Medan pada tahun 1973.

Pada abad ke-21, sejumlah IAIN berubah nama menjadi universitas Islam
negeri (UIN), karena memiliki fakultas dan jurusan di luar studi keislaman. IAIN
Syarif Hidayatullah di Jakarta adalah IAIN yang pertama kali berubah nama menjadi

Abuddin Nata, Membangun Keunggulan Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: UIN Press, 2008),
11

hlm, 254.

14 | P a g e
UIN. Jika pada tahun 2000 tercatat masih terdapat 14 IAIN di Indonesia, saat ini 11 di
antaranya telah berubah menjadi UIN. Berikut adalah daftar UIN di Indonesia beserta
lokasi dan tahun perubahan status dari IAIN menjadi UIN.

1. UIN Syarif Hidayatullah, Tangerang Selatan sejak tahun 2002


2. UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta sejak tahun 2004
3. UIN Maulana Malik Ibrahim, Malang sejak tahun 2004
4. UIN Sunan Gunung Djati, Bandung sejak tahun 2005
5. UIN Alauddin, Makassar sejak tahun 2005
6. UIN Sultan Syarif Kasim, Pekanbaru sejak tahun 2005
7. UIN Ar-Raniry, Banda Aceh sejak tahun 2013
8. UIN Sunan Ampel, Surabaya sejak tahun 2013
9. UIN Raden Fatah, Palembang sejak tahun 2014
10. UIN Sumatera Utara, Medan sejak tahun 2014
11. UIN Walisongo, Semarang sejak tahun 2014
12. UIN Antasari, Banjarmasin sejak tahun 2017
13. UIN Raden Intan, Bandar Lampung sejak tahun 2017
14. UIN Sultan Maulana Hasanuddin, Serang sejak tahun 2017
15. UIN Sultan Thaha Saifuddin, Muaro Jambi sejak tahun 2017
16. UIN Mataram, Mataram sejak tahun 2017

PENUTUP

KESIMPULAN

Transformasi/konversi kelembagaan Institut Universitas, Sekolah Tinggi ke


Institut atau ke UIN sudah cukup baik. Akan tetapi, Pemahaman dualisme keilmuan
dalam Islam juga dianggap sebagai hal yang dapat menghambat pengembangan
kajian Islam di Perguruan Tinggi Islam. Jika PTAI ingin dapat bersaing dan tetap
survive di zaman global, maka PTAI harus mengesampingkan dualisme pemahaman
keilmuan dalam Islam.

Integrasi keilmuan merupakan gagasan yang sangat strategis dan tentu saja
memerlukan upaya yang sungguhsungguh untuk direalisasikan. Alumni pendidikan

15 | P a g e
tinggi Islam harus siap berkompetisi untuk merespons berbagai masalah di
masyarakat. Alumni fakultas Syariah tidak hanya berperan di dunia advokasi
perkawinan dan perceraian atau waris, tetapi mampu mengadvokasi persoalan HAM,
dan lainnya. Fakultas Dakwah diharapkan dapat membentuk alumni yang memiliki
kemampuan dalam bidang jurnalistik, menjadi produser film, memiliki kompetensi
membuat skenario film. Fakultas Tarbiyah bertujuan agar peserta didik memiliki
kemampuan merancang kurikulum yang dapat merespon perkembangan zaman dan
mendesain model pembelajaran yang fungsional dan dapat menyiapkan anak didik
menyongsong kompetisi antar bangsa di masa mendatang. Seluruh fakultas
diharapkan dapat merespon perkembangan masyarakat. Pendidikan tinggi Islam harus
pula menyiapkan lulusannya dengan kompetensi riset karena kemampuan riset
banyak dibutuhkan di berbagai profesi.

Lembaga pendidikan tinggi Islam, kini bukan hanya lembaga dakwah tetapi
juga lembaga akademik dalam merespon berbagai persoalan masyarakat. Sebagai
institusi yang bersumber kepada al-Quran dan as-Sunnah, ia dapat menjadi inner
dynamic guna menggerakkan pengembangan ilmu dan ekonomi. Lembaga pendidikan
tinggi Islam akan menghantarkan bangsa Indonesia mencapai kemajuan dan
peradaban gemilang, berlandaskan nilai-nilai Islam.

DAFTAR PUSTAKA

A. Wadri Azizy. Pengembangan ilmu-ilmu Keislaman. Semarang : Anerka Ilmu,


2004.

Abuddin Nata, Membangun Keunggulan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: UIN


Press, 2008.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003.

DEPAG RI. Buklet Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama. Jakarta:


Departemen Agama RI, 2000

16 | P a g e
Hidayat, Komaruddin dan Hendro Prasetiyo (ed.). “Menilik Dinamika IAIN”. dalam
Problem dan Prospek IAIN: Antologi Pendidikan Tinggi Islam. Ditpertais Depag. RI.,
2000

Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi. Yogyakarta: LkiS, 2001.

Affandi Mochtar, ed. Perguruan Tinggi Islam di Indonesia : Sejarah Pertumbuhan


dan Perkembangannya. Jakarta : Departemen Agama, 2003.

Kuntowijoyo, Islam sebagai ilmu : Epistimologi, Metodologi, dan etika. Bandung :


Teraju, 2004.

M. Fahmi, Islam transcendental : menelusuri jejak-jejak Pemikiran Islam.


Yogyakarta : Pilar Media, 2005

Nur A. Fadhil Lubis, Rekonstruksi Pendidikan Tinggi Islam: Memberi Makna


Kelahiran UINSU. Bandung: Citapustaka Media, 2014.

Saridjo, Marwan. Pendidikan Islam dari Masa ke Masa. Jakarta: Penamadani, 2010.

Haidar Putra Daulay, Kapita Selekta Pendidikan Islam di Indonesia .Medan: Perdana
Publishing. 2012

17 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai